Analisis Jurnal - ICU - KEL 2
Analisis Jurnal - ICU - KEL 2
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Eva Apriana
2. Lisa Safrida
3. Rifat Yuda
4. Puji Oktaviane
5. Bella Anggi Regita
6. Retno Rahayu
7. Nabila Anna C.
8. Windi Dwi Pramesti
9. Sandra Luky
10. Salsabila Alxenia
PRODI S1-KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
FAKULTAS KESEHATAN
2022-2023
1
2
LEMBAR KONSUL
Nama Kelompok : Kelompok 2
Mengetahui,
(……………………… ) (……………………… )
2
3
DAFTAR ISI
Cover
LEMBAR KONSUL...................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar belakang.................................................................................................................................4
B. Tujuan..............................................................................................................................................5
C. Manfaat............................................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................6
ANALISIS PENULISAN JURNAL............................................................................................................6
A. Analisis penulisan............................................................................................................................6
B. EVIDENCE BASE PRACTICE....................................................................................................21
C. GAMBARAN UMUM RUANGAN..............................................................................................21
D. ANALISIS SWOT.........................................................................................................................24
BAB III......................................................................................................................................................25
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................................25
A. Kesimpulan....................................................................................................................................25
B. Saran..............................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................26
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Intensive care adalah salah satu layanan keperawatan untuk pasien dengan
penyakit akut atau kronis dalam situasi darurat, kritis yang memerlukan monitoring
fungsi vital, lebih khusus terapi intensif dan tindakan segera yang tidak dapat diberikan di
ruang perawatan umum. Pasien kiritis yang ada di intensive care unit (ICU) umumnya
mengalami bed rest dan memerlukan alat bantu nafas yakni ventilator mekanik. Pasien
dengan ventilasi mekanik memerlukan perhatian khusus mengingat banyaknya
penggunaan ventilasi mekanik di ICU seluruh dunia dan resiko terjadinya Intensive Care
Unit Acquired Weakness (ICU-AW). ICU-AW menggambarkan pengecilan otot yang
berhubungan dengan mortalitas tinggi, kondisi pasien yang buruk, serta keterlambatan
proses penyapihan (Schaller et al., 2016). ICU-AW berpotensi diperburuk oleh periode
bed rest yang lama karena sedasi dan imobilidsasi. Saat ini, intervensi mobilisasi dini
yang disampaikan dalam pengaturan ICU yang bisa diterima sebagai intervensi terapeutik
yang berpotensi dapat mencegah gangguan fungsional dan ICU-AW (L. Zhang et al.,
2019). Namun, kapan waktu dimulainya mobilisasi dini masih menjadi perdebatan.
Hasil studi di Amerika melaporkan prevalensi pasien kritis selama 2004-2009
terdapat 3.235.741 pasien yang mendapat perawatan ICU dan 246.151 (7,6%) merupakan
pasien kritis kronis. Pasien kritis kronis dengan sepsis (63,7%) dan yang lainnya seperti
stroke, luka parah, cidera kepala dan tracheostomy. Data yang diperoleh dari buku
registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Januari-
Oktober 2013 total pasien yang dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang
mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata-rata pasien yang
dirawat di ICU adalah 41-42 pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami kejadian gagal
napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal akibat gagal napas
(Kitong, BI, dkk, 2014). Menurun World Health Organization (WHO), pasien kritis di
ICU prevelensinya meningkat setiap tahunnya. Tercatat 9,8-24,6% pasien sakit kritis dan
dirawat di ICU per 100.000 penduduk, serta kematian akibat penyakit kritis hingga
kronik di dunia meningkat sebanyak 1,1-7,4 juta orang (WHO, 2016). Di 16 ICU Rumah
Sakit di Negara negara Asia termasuk Indonesia terdapat 1285 pasien sepsis yang
4
5
menggunakan ventilator dengan rata rata lamanya penggunaan ventilator 3-10 hari dan
575 pasien diantaranya meninggal dunia
Mobilisasi dini telah diusulkan sebagai intervensi yang menjanjikan untuk
menetralkan ICU-AW karena mampu mengurangi kelemahan otot terkait penyakit kritis.
Selain itu, aktivitas latihan secara dini memiliki potensi untuk mengurangi lenght of stay
(LOS) di rumah sakit dan meningkatkan fungsi respirasi pada pasien dengan gagal napas
akut (Verceles et al., 2018). Mobilisasi dini di ICU memberikan efek positif dan aman
pada pasien dengan ventilator mekanik karena memberikan manfaat yang signifikan dari
pengurangan durasi penggunaan ventilator mekanik serta LOS di ICU (G. Zhang, Zhang,
Cui, Hong, & Zhang, 2018).
Kemampuan bergerak adalah kebutuhan penting manusia. Bergerak menyebabkan
tubuh berada dalam reaksi anabolik yang tujuan akhirnya adalah regenerasi sel.
Umumnya aktivitas fisik yang tinggi diikuti daya regenerasi yang baik, sehingga tubuh
dapat berfungsi secara maksimal. Kondisi tirah baring lama menyebabkan tubuh
mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh secara sistematis, yang disebut dengan
sindroma dekondisi (Hashem, Nelliot, & Needham, 2016; Hunter, Johnson, & Coustasse,
2014; Phelan, Lin, Mitchell, & Chaboyer, 2018). Mulai 24-48 jam pertama tubuh akan
secara perlahan melakukan adaptasi metabolik dan menurunkan aktivitas berbagai fungsi
organ mulai dari sistem kardiorespirasi yang dimulai pada hari-hari pertama imobilisasi,
sampai penghancuran protein otot dalam 2-3 minggu pertama, hingga berkurangnya
massa tulang setelah beberapa bulan. Keseluruhan proses ini merupakan reaksi. Tidak
mudah untuk mengembalikan proses katabolik ini menuju proses anabolik.Sampai
dengan saat ini, belum ada penjelasan mengenai waktu yang definitif mengenai kapan
sebaiknya mobilisasi dini dimulai, apakah kurang dari 24 jam, dalam 24-48 jam, atau satu
minggu (Pakasi, 2017). Setiap penyakit memiliki kompleksitas dan masalahnya masing-
masing. Perawat harus dapat menentukan batasan-batasan yang aman secara fisiologis
sebelum memulai mobilisasi. Sebagai contoh, potensi mobilisasi pada seorang penderita
stroke akan berbeda dengan penderita gagal jantung, apalagi dibandingkan dengan pasien
fraktur tungkai, atau pasien dengan penyakit paru obstruktif.
5
6
B. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran kemampuan pasien kritis dalam melakukan mobilisasi dini
di ICU.
C. Manfaat
Memberikan informasi agar dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dalam
melakukan mobilisasi dini pada pasien kritis di intensive care unit (ICU).
BAB II
ANALISIS PENULISAN JURNAL
A. Analisis penulisan
Judul jurnal : Mobilisasi Dini Pada Pasien Kritis Di Intensive Care Unit (Icu):
Case Study
Nama peneliti : Bagus Ananta Tanujiarso, Dilla Fitri Ayu Lestari
Tgl/tahun terbit : Februari, 2020
6
7
penelitian
6. Memuat waktu
penelitian
ABSTRAK
2. Latar Latar belakang Pasien dengan ventilasi mekanik sesuai
belanang menggambarkan dari memerlukan perhatian khusus
dilakukannya mengingat banyaknya
penelitian penggunaan ventilasi mekanik di
ICU seluruh dunia dan resiko
Intensive Care Unit Acquired
Weakness (ICU-AW). Penerapan
mobilisasi dini sering kali
mengalami hambatan, seperti
adanya
nyeri hebat, kelelahan, penurunan
kesadaran, oversedasi, atau
terpasang alat medis yang invasif.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran kemampuan
pasien kritis dalam melakukan
mobilisasi dini di ICU.
3. Tujuan Dalam abstrak harus Penelitian ini bertujuan untuk sesuai
dicantumkan tujuan mengetahui gambaran kemampuan
umum dari penelitian pasien kritis dalam melakukan
yang mengacu pada mobilisasi dini di ICU.
judul
4. Desain Dalam abstrak harus Penelitian ini merupakan penelitian Sesuai
penelitian dicantumkan desain kualitatif dengan rancangan studi
dari penelitian kasus.
Pertisipan yang digunakan
sebanyak 6 kasus pasien ICU yang
dianalisis menggunakan metode
five
right clinical reasoning.
5. Tempat dan Peneliti menyebutkan Pertisipan yang digunakan Sesuai
waktu subyek penelitian sebanyak 6 kasus pasien ICU yang
penelitian dalam abstrak dianalisis menggunakan metode
penelitian five
right clinical reasoning
6. Hasil Dalam abstrak harus Hasil analisis didapatkan 3 konsep Sesuai
penelitian dicantumkan hasil utama yakni (1) kemampuan
penelitian pasien kritis
melakukan mobilisasi dini, (2)
aktivitas mobilisasi yang dapat
dilakukan pada pasien dengan
7
8
8
9
ICU-AW
menggambarkan pengecilan otot
yang berhubungan dengan
mortalitas tinggi, kondisi pasien
yang
buruk, serta keterlambatan proses
penyapihan (Schaller et al., 2016).
ICU-AW berpotensi
diperburuk oleh periode bed rest
yang lama karena sedasi dan
imobilidsasi. Saat ini, intervensi
mobilisasi dini yang disampaikan
dalam pengaturan ICU yang bisa
diterima sebagai intervensi
terapeutik yang berpotensi dapat
mencegah gangguan fungsional
dan ICU-AW (L. Zhang et al.,
2019). Namun, kapan waktu
dimulainya mobilisasi dini masih
menjadi perdebatan.
Mobilisasi dini telah diusulkan
sebagai intervensi yang
menjanjikan untuk menetralkan
ICU-AW karena mampu
mengurangi kelemahan otot terkait
penyakit kritis (Pinheiro &
Christofoletti, 2012). Selain itu,
aktivitas latihan secara dini
memiliki potensi untuk
mengurangi
lenght of stay (LOS) di rumah sakit
dan meningkatkan fungsi respirasi
pada pasien dengan gagal
napas akut (Verceles et al., 2018).
Mobilisasi dini di ICU
memberikan efek positif dan aman
pada
pasien dengan ventilator mekanik
karena memberikan manfaat yang
signifikan dari pengurangan
durasi penggunaan ventilator
mekanik serta LOS di ICU (G.
Zhang, Zhang, Cui, Hong, &
Zhang,
2018).
Mobilisasi dini merupakan
9
10
10
11
11
12
14. Ruang Dalam jurnal harus Pengambilan data pada penelitian sesuai
lingkup mencantumkan ruang ini dilakukan pada
lingkup tanggal 26 Agustus – 4 Oktober
2019 di ICU RSUD Tugurejo
Semarang. Pertisipan yang
digunakan
untuk melaksanakan mobilisasi
dini adalah 6 pasien dengan kriteria
pasien dewasa (> 18 tahun)
dan dirawat di ICU, tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial, dan kondisi
hemodinamik stabil (tekanan
darah, heart rate, respiration rate,
dan suhu tubuh). Data yang
diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan
metode five right clinical
reasoning
METODOLOGI PENELITAN
15. Desain Dalam jurnal Penelitian ini merupakan penelitian sesuai
penelitian seharusnya kualitatif dengan rancangan studi
mencantumkan jenis kasus. Studi kasus
penelitian termasuk dalam penelitian analisis
deskriptif, yaitu penelitian yang
dilakukan terfokus pada suatu
kasus tertentu untuk diamati dan
dianalisis secara cermat
16. Waktu dan Waktu dan tempat Pengambilan data pada penelitian sesuai
tempat penelitian seharusnya ini dilakukan pada
penelitian dijelaskan dalam tanggal 26 Agustus – 4 Oktober
jurnal 2019
17. Populasi Dalam penelitian Pertisipan yang digunakan sesuai
dan sample seharusnya dijelaskan untuk melaksanakan mobilisasi
populasi dan sample dini adalah 6 pasien dengan kriteria
pasien dewasa (> 18 tahun)
dan dirawat di ICU, tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial, dan kondisi
hemodinamik stabil (tekanan
darah, heart rate, respiration rate,
dan suhu tubuh).
18. Variabel Variabel penelitian Variabel sesuai
penelitian merupakan sebuah - MOBILISASI DINI
konsep penelitian - PASIEN KRITIS DI
INTENSIVE CARE UNIT
12
13
(ICU)
19. Metode Metode pengambilan Case studi Sesuai
pengambila data adalah metode
n data yang digunakan dalam
pengambilan data
20. Metode Metode pengambilan data yang diperoleh Sesuai
pengolahan data adalah metode kemudian dianalisis menggunakan
data yang digunakan dalam metode five right clinical
mengolah data reasoning.
21. Metode Metode penyajian data Tidak dicantumkan dalam jurnal Tidak
penyajian digunakan untuk sesuai
data menyajikan data
HASIL PENELITIAN
22. Gambaran Gambaran daerah Tidak dicantumkan dalam jurnal Tidak
daerah tempat penelitian tsesuai
tempat dicantumkan untuk
penelitian mengetahui
karakteristik tempat
penelitian
23. Karakteristi Karakteristik Kasus 1 sesuai
k responden responden tempat Pasien Ny. S (52 tahun) Pasien
penelitian tampak sesak napas, RR: 24
dicantumkan untuk kali/menit, Akral hangat, pulsasi
mengetahui nadi teraba cukup. TD: 114/74
karakteristik mmHg, HR: 101 kali/menit, Suhu:
responden 360 C, SaO2: 97% dengan O2
nasal
kanul 4 liter/menit, GCS E3M6V2.
Pasien mengalami kelemahan
ekstremitas kiri. Terpasang NGT,
DC, Infus perifer di tangan kanan.
ADL dibantu oleh perawat. Pada
pengkajian pola fungsional
Gordon didapatkan data bahwa di
rumah sakit, pasien mengalami
gangguan pada pola aktivitas
dan latihannya. Pasien mengalami
kelemahan otot, sehingga tidak
mampu beraktivitas secara
optimal. Selain itu pasien juga
mengalami penurunan kesadaran
sehingga koordinasi tubuh untuk
melakukan aktivitas juga
terganggu. Data Penunjang pasien
adalah dari hasil CT Scan kepala
ditemukan adanya infark pada
13
14
Kasus 2
Pasien Ny. S (52 tahun) Pada
pengkajian didapatkan data bahwa
pasien terpasang ETT
sambung VM mode PSIMV.
Ronkhi (+/+). Leher tampak
bengkak, Teraba masa pada thyroid
sebelah kiri. Tak tampak otot bantu
pernapasan. RR: 20 x/menit, SaO2:
97%, TD: 112/84 mmHg,
HR: 82 x/menit, suhu: 360C. Akral
hangat, pulsasi nadi teraba cukup,
CRT 2 detik. Urine output
±1600 ml/24 jam. Pasien sadar.
E4M6VETT. Terpasang NGT, DC,
Infus perifer di tangan kanan. ADL
dibantu oleh perawat. Berdasarkan
pola pengkajian Gordon
didapatkan data pasien tidak dapat
melakukan aktivitas sehari hari
dikarenakan menggunakan
berbagai peralatan invasif. Pasien
mengatakan tidak nyaman dengan
berbagai peralatan yang terpasang.
Pasien mengatakan nyeri.
Hasil pemeriksaan CPOT 4. Pasien
tidak mengguanakan terapi
farmakologi untuk mengurangi
nyeri. Hasil Ro Cervical: plegmon
mediastinis. Hasil Ro Thorax:
Cardiomegaly (LV,LA), edema
pulmonum, efusi pleura kanan.
14
15
Kasus 3
Pasien Ny. S (64 tahun)
Berdasarkan hasil pengkajian
didapatkan data pasien terpasang
ETT
sambung VM mode PSIMV.
Sekret (+) warna putih kental.
Reflek batuk (+) batuk tidak
efektif. RR
32 x/menit, TD: 130/70 mmHg,
HR: 96 x/menit, suhu 37,60 C,
SpO2 97%, akral hangat, pulsasi
nadi
teraba cukup. GCS E1M4VETT.
Terpasang, NGT, DC, Infus perifer
di tangan kanan. ADL dibantu
oleh perawat. Berdasarkan pola
fungsional Gordon didapatkan data
bahwa di rumah sakit, pasien
mengalami gangguan pada pola
aktivitas dan latihannya. Pasien
mengalami kelemahan otot,
sehingga tidak mampu beraktivitas
secara optimal. Selain itu pasien
juga mengalami penurunan
kesadaran sehingga koordinasi
tubuh untuk melakukan aktivitas
juga terganggu. Data penunjang
hasil laboratorium: albumin: 2,8
g/dL, GDS: 220 mg/dL, Clorida:
113 mEq/L, Kalium: 6,6 mEq/L,
Calsium: 7,22 mg/dl, pH: 7,36,
15
16
Kasus 4
Pasien Ny. S (28 tahun)
Berdasarkan hasil pengkajian
didapatkan bahwa pasien terpasang
ETT sambung VM mode PSIMV.
Sekret (+) produksi sedikit warna
putih encer. Reflek batuk kuat.
Respirasi: 20-22 x/menit. Napas
spontan adekuat. Tidak ada otot
bantu napas. Tekanan Darah
Sistolik: 100–125 mmHg.
Diastolik: 55–70 mmHg. MAP:
70–88,3 mmHg. HR: 75-89
x/menit. Suhu:
36,50 C. Pasien composmentis.
GCS E4M6VETT. Terpasang
NGT, DC, Infus perifer di tangan
kanan.
ADL dibantu oleh perawat.
Berdasarkan pola fungsional
gordon didapatkan data pasien
tidak
dapat melakukan aktivitas sehari
hari dikarenakan menggunakan
berbagai peralatan invasif. Pasien
mengatakan tidak nyaman dengan
berbagai peralatan yang terpasang.
Pasien mengatakan nyeri.
Hasil pemeriksaan CPOT: skor 3.
Pasien tidak mengguanakan terapi
farmakologi untuk
mengurangi nyeri. Data penunjang
hasil laboratorium. Hemoglobin:
8,8 g/dL. Hematokrit: 25,20%.
16
17
Kasus 5
Pasien Ny. K (58 tahun) Terpasang
ETT sambung VM mode PSIMV.
Sekret (+) produksi
sedikit warna putih encer. Reflek
batuk kuat. Respirasi: 20-22
x/menit. Napas spontan adekuat.
Tidak ada otot bantu napas.
Tekanan Darah Sistolik: 100–125
mmHg. Diastolik: 55–70 mmHg.
MAP:
70– 88,3 mmHg. Herat Rate: 75-
89 x/menit. Suhu: 36,50 C. Pasien
composmentis. GCS E4M6VETT.
Berdasarkan pola fungsional
Gordon didapatkan data bahwa
pasien tidak dapat melakukan
aktivitas sehari hari dikarenakan
menggunakan berbagai peralatan
invasif. Pasien mengatakan
tidak nyaman dengan berbagai
peralatan yang terpasang. Pasien
mengatakan nyeri. Hasil
pemeriksaan CPOT: skor 3. Pasien
tidak mengguanakan terapi
farmakologi untuk mengurangi
nyeri. Data penunjang hasil
laboratorium: Albumin: 3,0 g/dL,
GDS: 524 mg/dL, Chlorida: 113
mEq/l, Kalium: 6,6 mEq/L,
Calsium: 8,2 mg/dL, pH: 7,36,
pCO2: 42 mmHg, pO2: 118
mmHg,
HCO3: 238 mmol/L, BE: -2
mmol/L.
Kasus 6
Pasien mengatakan sesak napas.
Ronkhi (+/+). Napas spontan (+)
adekuat dengan O2 Mask
Non Rebreathing 10 liter/menit.
Otot bantu napas (+). Ekspansi
dada (+). TD: 130/70 mmHg. HR:
96
x/menit. Suhu 37,60 C. SpO2 97%.
Akral hangat, pulsasi nadi teraba
17
18
18
19
19
20
20
21
Terdapat beberapa aktivitas mobilisasi dini yang dapat dilakukan pasien kritis di
ICU, seperti head up, memposisikan lateral, ROM, dan berkolaborasi dengan ahli
fisioterapi. Perawatan yang berkesinambungan dan kerjasama tim kesehatan sangat
dibutuhkan dalam proses mobilisasi pasien sakit kritis agar dapat memberikan
perawatan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan kualitas hidup
pasien
21
22
rawat tinggal yang mempunyai 10 tempat tidur, yang dikelola oleh Misi
Khatolik. Pada tahun 1949 saat terjadi Agresi Belanda ke II di Indonesia, RSUD
Pringsewu di bumi hanguskan. Kemudian tahun 1952 dibangun kembali dengan 30
TT. Sejak tahun 1990 RSUD Pringsewu mulai berkembang pesat setelah adanya
penempatan dokter spesialis yaitu 4 (empat) bidang spesialis dasar (Kebidanan,
Bedah Umum, Kesehatan Anak, dan Penyakit Dalam).
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 106/Menkes/
SK/I/1995 Rumah Sakit Umum Daerah Pringsewu ditingkatkan kelasnya menjadi
kelas C. Manajemen Rumah Sakit terus berusaha untuk meningkatkan cakupan dan
kualitas pelayanan serta kepuasan pelayanan melalui pengembangan organisasi,
peningkatan sumber daya manusia, pengembangan sarana dan prasarana pelayanan
serta dengan peningkatan pola pengelolaan keuangan yang sehat yang dapat
menjadikan RSUD Pringsewu sebagai institusi pemerintah yang profesional dan
akuntabel.
Tanggal 16 Juni 2010 berdasarkan Keputusan Bupati Pringsewu RSUD
Pringsewu ditetapkan sebagai Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu yang
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-
BLUD) dengan status bertahap. Pada tahun 2012 berdasarkan Keputusan Bupati
Pringsewu Nomor B/10.A/KPTS/LT.10/2012, RSUD Pringsewu ditetapkan sebagai
Instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu Yang Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) secara
penuh. Dalam rangka meningkatkan pelayanan, tahun 2016 beberapa unit pelayanan
RSUD Pringsewu secara bertahap telah pindah ke lokasi baru di pekon Fajar Agung
Barat Pringsewu, yang memiliki tanah lebih luas dari lokasi lama di Jalan Kesehatan
Pringsewu. Sejak tahun 2016 kegiatan pelayanan Gawat Darurat dan Rawat Jalan
sudah dilaksanakan di tempat yang baru. Kemudian pada tahun 2017 seluruh
pelayanan sudah dilaksanakan di lokasi baru berdasarkan Keputusan Bupati
Pringsewu nomor B/802.b/KPTS/D.02/2017 tentang Surat Izin Penetapan Kelas dan
Operasional Rumah Sakit.
2. Gambaran Umum Ruangan
22
23
Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu unit pelayanan rawat inap di
Rumah Sakit yang memberikan perawatan khusus pada pasien yang memerlukaan
perawatan yang lebih intensif, yang mengalami gangguan kesadaran, gangguan
pernafasan, dan mengalami serangan penyakit akut. ICU menyediakan berbagai
sarana dan prasarana serta peralatan khusus untuk mendukung fungsi-fungsi vital
dengan menggunakan keterampilan staf medis, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam menjalankan keadaan-keadaan tersebut.
Ruang ICU RSUD Pringsewu melakukan pelayanan pasien sejak Agustus 2014
berada di bawah pengawasan dokter spesialis Anestesi, dan konsultan intensive
care didukung oleh dokter spesialis serta dibantu oleh tim perawat yang terlatih di
bidang ICU. Unit ini dilengkapi sarana dan peralatan medis yang mutakhir dalam hal
ini termasuk ventilator (alat bantu napas). Saat ini jumlah tempat tidur di Ruang ICU
sebanyak 5 Unit.
3. Sumber Daya Manusia (Jumlah Perawat)
Jumlah perawat diruang ICU terdapat 15 orang
4. Jumlah Tempat Tidur
Tempat tidur diruang ICU sebanyak 6 unit
5. Jumlah Saran dan Prasarana (Alat Diruangan)
Jumlah alat diruang ICU sebanyak 6
6. Jumlah Pasien
Jumlah pasien diruang ICU terdapat 3 pasien
7. Karakteristik Pasien Diruangan
Diruang ICU pasien mengalami penurunan kesadaran
8. Metode Yang Digunakan Diruangan
D.
23
24
D. ANALISIS SWOT
Berdasarkan data diatas, analisa SWOT jurnal untuk ditetapkan di Rumah Sakit adalah
sebagai berikut:
24
25
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan di ruang ICU, seperti head up,
memposisikan lateral, ROM dan berkolaborasi dengan ahli fisioterapi. Namun demikian,
menerapkan mobilisasi dini pada pasien di ICU sering kali mengalami hambatan.
Kendala yang paling umum ditemukan adalah kondisi pasien yang tidak memungkinkan
untuk mobilisasi, seperti adanya nyeri hebat, kelelahan, penurunan kesadaran,
oversedasi, atau terpasang alat medis yang invasif. Melakukan mobilisasi dini juga sangat
bergantung pada keterampilan petugas kesehatan yang ada di ICU, fisioterapis, dan
ketersediaan alat yang mendukung mobilisasi di ICU.
B. Saran
Kerjasama tim kesehatan diperlukan dalam proses mobilisasi pasien sakit kritis
yang ada di ICU. Kesinambungan perawatan yang bersinergi dalam melakukan
mobilisasi dini dapat menjadi program perawatan yang lebih baik, sehingga kepuasan dan
kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Tanujiarso dkk. 2020. MOBILISASI DINI PADA PASIEN KRITIS DI INTENSIVE CARE
UNIT (ICU): CASE STUDY. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(1) 59-
66
Yusuf, Z.& Rahman, A. (2019). Pengaruh Stimulasi Al-Quran Terhadap Glasgow Coma Scale
Pasien dengan Penuruanna Kesadaran di Ruang ICU. Jambura Nursing Journal, 1(1),44-
47
Agustin, R.W, dkk. 2020. Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status Hemodiamik Pada
Pasien Kritis di Intensif Care Unit. Journal of Health Research, 3(1), 20-27
26