Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PENDAHULUAN CA ENDOMETRIUM

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN MATERNITAS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU

Disusun Oleh:

NURFITRI RAHMAWATI
NIM. 1611110637
Kelompok 2

Pembimbing : Ns. Alfian Konadi, S.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
LAPORAN PENDAHULUAN CA ENDOMETRIUM
PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN MATERNITAS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU

Nama : Nurfitri Rahmawati


NIM 1611110637
Tanggal Praktik : 12-16 Oktober 2020
Ruang Praktik : Ok Lantai II
Topik : Ca Endometrium Dengan Tindakan Salpingo-Oophorectomy

A. Definisi
Kanker endometrium adalah keganasan yang berasal dari sel-sel epitel yang meliputi rongga
rahim (endometrium). Kanker ini terjadi pada endometrium, lapisan paling dalam dari
dinding uterus, dimana sel-sel endometrium tumbuh secara tidak terkontrol, menginvasi dan
merusak jaringan di sekitarnya. Kanker endometrium dalam perjalanan etiologinya di dahului
oleh proses prakanker yaitu hiperplasia endometrium. Hiperlasia endometrium yang atipik
merupakan lesi prakanker dari kanker endometrium, sedangkan hiperlasia yang nonapitik
saat ini dianggap bukan merupakan lesi prakanker endometrium (American Cancer Society,
2012).

B. Etiologi
Kanker endometrium merupakan tipe kanker uterus yang paling sering. Walaupun
penyebab pasti kanker endometrium belum diketahui, peningkatan kadar estrogen
memainkan peran dominan. Estrogen diketahui membantu menstimulasi penebalan dari
dinding uterus (Grady & Ernster, 2013). Terjadinya kanker ini diduga karena adanya
rangsangan estrogen terus menerus. Kebanyakan sel kanker endometrium terdiri atas reseptor
estrogen dan/atau progesteron di permukaannya. Interaksi reseptor dengan hormon memicu
peningkatan pertumbuhan (hiperplasia) endometrium, ini merupakan tanda awal kanker.
Peningkatan pertumbuhan (hiperplasia) dapat terjadi lebih abnormal sampai berkembang
menjadi kanker (American Cancer Society, 2012).
Kebanyakan faktor risiko kanker endometrium dipengaruhi oleh kadar hormon
estrogen dan obesitas. Dimana kadar hormon estrogen ini dipengaruhi oleh adanya terapi
sulih hormon yang biasa dilakukan pada usia menopause (Doung, et al, 2011). Sebelum
menopause, ovarium merupakan sumber utama 2 tipe hormon wanita estrogen dan
progesteron. Keseimbangan antara kedua hormon berubah selama siklus menstruasi wanita
tiap bulan. Hal ini menghasilkan periode bulanan wanita dan menjaga endometrium tetap
sehat. Adanya ketidakseimbangan pada kedua hormon, dimana meningkatnya estrogen dapat
meningkatkan risiko kanker endometrium pada wanita. Setelah menopause, ovarium berhenti
membuat hormon, tetapi jumlah kecil estrogen tetap dibuat secara alami pada jaringan lemak.
Estrogen memiliki pengaruh yang besar setelah menopause dibanding sebelum menopause.
Hormon wanita juga terdapat (sebagai obat) pada pil pengontrol kehamilan untuk mencegah
kehamilan dan sebagai terapi hormon untuk mengobati gejala menopause (American Cancer
Society, 2012).
1) Faktor Hormon
a. Terapi Sulih Hormon
Terapi sulih hormon biasanya untuk mengobati gejala menopause dengan
menggunakan estrogen. Estrogen tersedia dalam banyak bentuk seperti pil, krim, yang
menempel di kulit (skin patches), shots, dan cincin vagina untuk mengobati gejala
menopause (American Cancer Society, 2012). Pengobatan estrogen dapat mengurangi
rasa semburan panas, meningkatkan kekeringan vaginal, membantu mencegah
kelemahan pada tulang (osteoporosis), gejala vasomotor dan gangguan tidur yang
dapat terjadi saat menopause. Dari penelitian dokter, penggunaan estrogen saja (tanpa
progesteron) dapat memicu kanker endometrium pada wanita yang masih memiliki
uterus. Obat seperti progesteron sebaiknya diberikan bersamaan dengan estrogen
untuk mencegah peningkatan risiko kanker endometrium, pengobatan disebut terapi
hormon kombinasi (Di Saia & Creasman, 2012).
b. Pil Kontrol Kehamilan
Penggunaan pil kontrol kehamilan (kontrasepsi oral) menurunkan risiko kanker
endometrium. Namun penting untuk melihat semua risikodan keuntungan saat
memilih metode kontrasepsi, karena kanker endometrium merupakan risiko yang
harus dipertimbangkan (American Cancer Society, 2012). Perkembangan hiperplasia
sekunder pada anovulasi saat menarche tidak sering terjadi, namun mudah kembali
dengan siklus normal menstruasi saat penggunaan pil kontrasepsi oral (Di Saia &
Creasman, 2012).
c. Jumlah Total Siklus Menstruasi
Memiliki siklus menstruasi yang lebih banyak selama waktu hidup wanita dapat
meningkatkan risiko kanker endometrium. Mulainya periode menstruasi (menarche)
sebelum usia 12 tahun dan/atau mengalami menopause lebih lambat (>55tahun) dapat
meningkatkan risiko (Dossus, et al, 2010).
d. Kehamilan
Keseimbangan hormon berganti selama kehamilan, dimana progesteron lebih banyak
dibanding estrogen. Peningkatan umur kehamilan mungkin dapat melindungi atau
menghindari dari kanker dengan menurunkan kadar estrogen pada wanita yang
mendekati menopause. Paparan terhadap kadar tinggi progesteronsaat kehamilan
mungkin efektif saat seringnya terjadi defisienasi progesteron pada usia lanjut.
Paparan dalam jangka waktu panjang pada progesteron mungkin memfasilitasi
pengangkatan lesi premalignan, sehingga risiko terjadinya kanker endometrium
cenderung menurun (Karageorgi, et al, 2010). Sehingga semakin sering wanitahamil,
dapat mengurangi risiko kanker endometrium. wanita yang tidak pernah hamil
memiliki risiko lebih tinggi, khususnya bila wanita tidak dapat hamil (infertil)
(American Cancer Society, 2012).
e. Obesitas
Obesitas mempengaruhi jumlah kadar hormon dan faktor pertumbuhan. Insulin dan
leptin meningkat pada orang-orang obesitas dan dapat memicu pertumbuhan sel
kanker. Obesitas juga dihubungkan dengan inflamasi kronis grade rendah. Obesitas
jaringan adipose dicirikan dengan adanya infiltrasi makrofag dan makrofag
merupakan sumber penting inflamasi di jaringan ini. Adiposit menghasilkan faktor
pro-inflamasi dan individu yang obesitas mengalami peningkatan konsentrasi dari
sirkulasi faktor nekrosis tumor (TNF)-alfa, interleukin (IL)-6, dan protein kreatinin-C,
dibandingkan dengan orang-orang kurus. Sebagaimana leptin yang berfungsi sebagai
sitokin inflamasi. Inflamasi kronis dapat memicu terjadinya perkembangan
kanker.Hormon estrogen yang sebagian besar dihasilkan di ovarium, diketahui juga
jaringan adiposedapat mengubah beberapa hormon menjadi estrogen. Memiliki lebih
banyak jaringan adipose dapat meningkatkan kadar estrogen wanita, dimana hal ini
juga dapat meningkatkan risiko kanker endometrium (American Institute for Cancer
Research, 2013).
Obesitas sering kali dihubungkan dengan penurunan produksi hormon seks pengikat
globulin di hati, yang meningkatkan bioavailabilitas estrogen yang berdifusi ke
jaringan endometrium. Studi pada BMI dan mortalitas populasi meningkatkan resiko
kematian pada penderita obese karena komplikasi medis seperti hipertensi, diabetes
tipe 2, penyakit kardiovaskuler dan kanker (Arem & Irwin, 2013).
f. Tamoxifen
Tamoxifen adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati kanker
payudara. Tamoxifen bekerja sebagai anti estrogen di jaringan payudara, tetapi
bekerja seperti estrogen di uterus. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan dinding
rahim, yang meningkatkan risiko kanker endometrium (American Cancer Society,
2012).
g. Tumor Ovarian
Tipe tumor ovarium, granulose-theca cell tumor, sering menghasilkan estrogen.
Estrogen dilepaskan oleh salah satu tumor yang tidak terkontrol pelepasan hormonnya
dari ovarium, yang seringkali dapat memicu tingginya kadar estrogen.
Ketidakseimbangan hormon dapat merangsang endometrium dan dapat memicu
terjadinya kanker endometrium. Faktanya, terkadang terjadi pendarahan vaginal dari
kanker endometrium yang merupakan gejala awal dari tumor.(American Cancer
Society, 2012).
h. Sindrom Ovarian Polisistik
Wanita dengan kondisi disebut sindrom polisistik ovarian (PCOS) mempunyai kadar
hormon abnormal, seperti tingginya androgen (hormon laki-laki) dan kadar estrogen
dan kadar progestern yang rendah. Peningkatan estrogen relatif pada progesteron
dapat meningkatkan kesempatan wanita untuk mengalami kanker endometrium
(American Cancer Society, 2012).
2) Penggunaan Alat Intrauterin
Wanita yang menggunakan alat intrauterin (IUD) untuk mengontrol kehamilan memiliki
risiko mengalami kanker endometrium yang lebih rendah. IUD terkadang digunakan
untuk mengobati pre-kanker dan kanker endometrium awal pada wanita yang ingin
mempertahankan kemampuan melahirkan anak (American Cancer Society, 2012).
3) Usia
Risiko kanker endometrium meningkat pada wanita yang semakin tua. Kanker
endometrium jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Kebanyakan kasus ditemukan
pada wanita berumur 50 tahun keatas, dengan lebih dari setengah semua kasus kanker
endometrium didiagnosis pada kelompok umur 50-69 tahun (American Cancer Society,
2012).
4) Makanan dan Olahraga
Makanan tinggi lemak dapat meningkatkan risiko beberapa kanker, temasuk kanker
endometrium. Karena makanan berlemak juga merupakan makanan tinggi kalori,
makanan tinggi lemak dapat memicu obesitas, yang diketahui merupakan faktor risiko
kanker endometrium. Beberapa peneliti berpikir bahwa makanan berlemak juga
mempunyai efek langsung pada metabolisme estrogen, yang meningkatkan risiko kanker
endometrium. Aktivitas fisik diketahui dapat mencegah kanker endometrium (American
Cancer Society, 2012).
5) Diabetesdan Hipertensi
Kanker endometrium dapat terjadi empat kali lebih sering pada wanita dengan diabetes.
Diabetes sering terjadi pada orang-orang yang kelebihan berat badan, tetapi walaupun
orang dengan diabetes tidak kelebihan berat badan, memiliki risiko kanker endometrium
yang lebih tinggi.Beberapa peneliti menemukan bahwa hipertensi berhubungan dengan
risiko kanker endometrium (American Cancer Society, 2012).
6) Riwayat Keluarga
Kanker endometrium cenderung diturunkan pada beberapa keluarga. Risiko meningkat
pada wanita yang mempunyai keluarga penderita kanker endometrium. Wanita yang
mempunyai ibu atau saudara perempuan yang menderita kanker endometrium risiko
meningkat 2 kali lipat(American Cancer Society, 2012).
7) Kanker Payudara atau Ovarium
Wanita yang menderita kanker payudara atau kanker ovarium mungkin meningkatkan
risiko perkembangan kanker endometrium. Beberapa makanan, hormon, dan faktor
risiko reproduktif untuk kanker payudara dan ovarium juga meningkatkan risiko kanker
endometrium (American Cancer Society, 2012).
8) Terapi Radiasi Pelvis
Radiasi digunakan untuk mengobati beberapa kanker yang dapat merusak sel DNA,
terkadang meningkatkan risiko kanker tipe kedua seperti kanker endometrium
(American Cancer Society, 2012).
9) Hiperplasia Endometrium
Hiperplasia endometrium merupakan peningkatan pertumbuhan endometrium.
Hiperplasia ringan atau sederhana, tipe yang paling sering, mempunyai risiko yang
sangat kecil untuk menjadi kanker. Dapat menghilang sendiri atau setelah pengobatan
dengan terapi hormon. Jika hiperplasia disebut atipikal, maka memiliki kesempatan lebih
tinggi untuk menjadi kanker. Hiperplasia atipikal sederhana (simple) berubah menjadi
kanker pada 8% kasus apabila tidak diobati. Hiperplasia atipikal kompleks memiliki
risiko menjadi kanker apabila tidak diobati mencapai 29% kasus (American Cancer
Society, 2012).
Adanya bcl-2 yang merupakan onkogen yang terletak pada kromosom 18 berpengaruh
terhadap terjadinya berbagai neoplasma pada manusia, salah satunya kanker
endometrium. Apoptosis sel dihambat oleh pelepasan bcl-2 yang memicu pemanjangan
kelangsungan hidup sel. Pengeluaran bcl-2 meningkat pada hiperplasia endometrium.
Namun, peningkatan pengeluaran bcl-2 ini terbatas pada hiperplasia kompleks dan
pengeluaran ini menurun pada hiperplasia atipikal dan karsinoma endometrium relatif
pada proliferatif endometrium (Montgomery,et al, 2004).
C. KLASIFIKASI STADIUM
Pengelompokkan FIGO
Stadium Deskripsi*
Stadium stadium
Kanker tumbuh di dalam rahim. Ini mungkin juga
T1 tumbuh ke dalam kelenjar serviks, tetapi tidak
I N0 I menjadi jaringan ikat pendukung serviks (T1). Ini
M0 belum menyebar ke kelenjar getah bening terdekat
(N0) atau ke tempat yang jauh (M0).
Kanker berada di endometrium (lapisan dalam
rahim) dan mungkin telah tumbuh kurang dari
T1a
setengah jalan melalui lapisan otot di bawah rahim
IA N0 IA
(miometrium) (T1a). Ini belum menyebar ke
M0
kelenjar getah bening terdekat (N0) atau ke tempat
yang jauh (M0).
Kanker telah berkembang dari endometrium
T1b menjadi miometrium. Ini telah tumbuh lebih dari
N0 setengah jalan melalui miometrium, tetapi belum
IB IB
M0 menyebar ke luar tubuh rahim (T1b). Ini belum
menyebar ke kelenjar getah bening terdekat (N0)
atau ke tempat yang jauh (M0).
Kanker telah menyebar dari tubuh rahim dan
tumbuh menjadi jaringan ikat pendukung serviks
T2
II (disebut stroma serviks). Namun belum menyebar
N0 II
ke luar rahim (T2). Ini belum menyebar ke kelenjar
M0
getah bening terdekat (N0) atau ke tempat yang jauh
(M0).
Kanker telah menyebar ke luar rahim, tetapi belum
T3
menyebar ke lapisan dalam rektum atau kandung
III N0 III
kemih (T3). Ini belum menyebar ke kelenjar getah
M0
bening terdekat (N0) atau ke tempat yang jauh (M0).
Kanker telah menyebar ke permukaan luar rahim
T3a (disebut serosa) dan / atau ke saluran telur atau
IIIA N0 IIIA ovarium (adneksa) (T3a). Ini belum menyebar ke
M0 kelenjar getah bening terdekat (N0) atau ke tempat
yang jauh (M0).
Kanker telah menyebar ke vagina atau jaringan di
T3b
sekitar rahim (parametrium) (T3b). Ini belum
IIIB N0 IIIB
menyebar ke kelenjar getah bening terdekat (N0)
M0
atau ke tempat yang jauh (M0).
Kanker tumbuh di tubuh rahim. Ini mungkin telah
menyebar ke beberapa jaringan di dekatnya, tetapi
T1-T3 tidak tumbuh ke dalam kandung kemih atau rektum
IIIC1 N1, N1mi or N1a IIIC1 (T1 hingga T3). Ini juga telah menyebar ke kelenjar
M0 getah bening panggul (N1, N1mi, atau N1a), tetapi
tidak ke kelenjar getah bening di sekitar aorta atau
tempat yang jauh (M0).
T1-T3 Kanker tumbuh di tubuh rahim. Ini mungkin telah
IIIC2 IIIC2
N2, N2mi or N2a menyebar ke beberapa jaringan di dekatnya, tetapi
M0 tidak tumbuh ke dalam kandung kemih atau rektum
(T1 hingga T3). Ini juga telah menyebar ke kelenjar
getah bening di sekitar aorta (kelenjar getah bening
para-aorta) (N2, N2mi, atau N2a), tetapi tidak ke
tempat yang jauh (M0).
Kanker telah menyebar ke lapisan dalam rektum
T4 atau kandung kemih (disebut mukosa) (T4). Ini
IVA Any N mungkin atau mungkin tidak telah menyebar ke
M0 kelenjar getah bening di dekatnya (N apapun), tetapi
belum menyebar ke tempat yang jauh (M0).
Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening
inguinal (selangkangan), perut bagian atas,
Any T omentum, atau ke organ yang jauh dari rahim,
IVB Any N IVB seperti paru-paru, hati, atau tulang (M1). Kanker
M1 dapat berukuran berapa saja (T apapun) dan
mungkin atau mungkin tidak telah menyebar ke
kelenjar getah bening lainnya (N apapun).
Stadium kanker endometrium berdasarkan AJCC dan FIGO 2018
* Kategori tambahan berikut tidak tercantum pada tabel di atas:
TX: Tumor utama tidak d apat dinilai karena kurangnya informasi.
T0: Tidak ada bukti tumor primer.
NX: Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai karena kurangnya informasi.
D. PATOFISIOLOGI
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau
saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena
penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh
wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat
mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan
sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel
endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel
endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron
dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan
mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan
makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan
sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial.
Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke
ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian
pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel
endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke
bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat
dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada
saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami
perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah
atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di
daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan
menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah
di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini
menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang
terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus
menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan
gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat.
Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
E PATHWAY
PATHWAY
CARSINOMA ENDOMETRIUM

Sampah2 perkotaan Saudara/ibu menderita


Faktor resiko
endometriosis
- Usia kehamilan berisik o (<
Mikroorganisme masuk ke dalam
20 tahun atau > 35 tahun)
tubuh Genetic
- tidak pernah melahirka n Pre operasi
- Pemakaian hormone
Memicu makrofag Adanya gen abnormal yang Hormone estrogen meningkat
estrogen sulih Pasien khawatir dengan prosedur
diturunkan
operasi, prognosis dan dampak
Memakan sel normal Vaskularisasi meningkat operasi
Respon tubuh berupa produksi
Sel normal rusak hormone estrogen dan PG Pertumbuhan berlebih selaput lendir
meningkat rahim
sel abnormal berkembang DEFISIT
Gangguan pertumbuhan sel Hyperplasia endometrium PENGETAHUAN
memicu kanker endometrium
Estrogen terus menerus tinggi
ANSIETAS
Berkembang menjadi ganas

CARSINOMA ENDOMETRIUM

Adhesi di sekitar uterus dan tuba Saat E dan PG menurun


perdarahan di area pelvis
fallopi
Vaskularisasi menurun
darah menggumpal di pelvis
Uterus tuba falliopi
Jar. Endometrial menjadi nekrosis
adhesi di dinding dan permukaan
Retroversi gerakan spontan RISIKO
pelvis Iritasi peritoneum
ujung fimbare
melambat PERDARAHAN
nyeri di semua daerah pelvis terkait
Nyeri saat haid (dysmenore)
Gerakan ovum ke uterus melambat
NYERI AKUT
INFERTIL
PATHWAY (2)
CARSINOMA ENDOMETRIUM

CARSINOMA Tindakan Endometrium Staging


ENDOMETRIUM
Post operasi
Sel endometrial dapat memasuki Kehilangan darah saat operasi
PD dan limpa Insisi pada abdomen untuk
membuka uterus & edometrium Hipovolemia
Sel endometrial mengalir sesuai Hemoglobin rendah
arahan regional tubuh ke bagian Menjadi luka operasi Anemia
tubuh lainnya Tindakan Transfusi darah

Intergritas jaringan, PD dan syaraf2 Pasien tampak lemas dan pucat


Endometrium dekat dengan kolon daerah insisi
dan ureter Pasien merasa tidak mempu
Mediator histamine dan beraktivitas ADL scr mandiri
Di ureter prostaglandin meningkat
INTOLERANSI AKTIVITAS
Saat PG dan Estrogen meningkat Menimbulkan nyeri
Diskontinuitas jaringan
Jaringan endometrial berkembang NYERI AKUT
RISIKO INFEKSI
Obstruksi saluran kemih proksimal Merasa tidak nyaman dengan
di VU keadaannya sekarang

Urin naik ke ureter – pelvis ginjal Fungsi penyaringan ginjal menurun


GANGGUAN RASA NYAMAN

Tekanan pada ginjal meningkat Senyawa urem dan nitrogen dalam darah tidak dapat
disaring
Mengumpul di pelvis renalis
Kerusakan tubulus
Menekan parenkim ginjal
Terganggunya fungsi absorbsi, sekresi, eksresi,
Menyebabkan atrofi jaringan Hiperfosfatemia,hiperkalemia

Menumpuknya toksik metabolit (fosfat, hidrogen,


urea, amonia, kreatinin, dsb)
Metabolisme basal terganggu

Mekanisme konpensasi tubuh, Merangsang pusat pernafasan

Peningkatan RR

Hiperventilasi

POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF


F. GEJALA KLINIS
Tidak ada tes rekomendasi khusus untuk menemukan kanker ini sebelum ada gejala yang
berkembang, kecuali untuk wanita dengan risiko tinggi. Penderita kanker endometrium
biasanya wanita dengan rata-rata umur 60 tahun. Kebanyakan wanita didiagnosis karena
adanya gejala yang dialami (American Cancer Society, 2012).Penyakit kanker endometrium
ini biasanya tersembunyi dan membahayakan. Dalam banyak kasus, gejala dikaitkan dengan
adanya getah vagina yang kemerahan saat menopause atau setelah menopause (peri-
menopause). Adanya rasa sakit dan kontraksi pada rahim cukup sering dikeluhkan. Dengan
berlanjutnya proses terjadinya kanker, berbagai keluhan tekanan akibat membesarnya korpus
uterus dapat ditemukan. Sedangkan pembesaran dan fiksasi uterus akibat infiltrasi sel ganas
ke dalam parametrium baru terjadi pada tahap lanjut (Mardjikoen, 2005). Hampir 90% pasien
yang didiagnosis kanker endometrium mengalami pendarahan vaginal yang abnormal, seperti
perubahan pada periode atau pendarahan antara periode atau setelah menopause. Adanya
cairan non-darah pada vaginal juga merupakan tanda dari kanker endometrium. Sekitar 10%
dari kasus yang ada, adanya cairan non-darah ini dihubungkan dengan kanker endometrium
(American Cancer Society,2012). Pasien juga sering mengeluh adanya rasa nyeri dan
bengkak pada pelvis, terasa ada massa (tumor), dan kehilangan berat badan tanpa sebab.
Gejala ini lebih sering terasa pada tahap lanjut dari penyakit (Farrer, 2010).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan untuk pemeriksaan kanker endometrium
antara lain (American Cancer Society, 2012):
1. Ultrasonografi transvaginal yang memberikan gelombang suara yang akan memberikan
gambar dari uterus dan organ pelvis lainnya. Gambar ini sering membantu dalam
menentukan apakah endometrium lebih tebal dari biasanya dan melihat pertumbuhan
kanker ke lapisan otot uterus, yang merupakan tanda dari kanker endometrium.
2. Sistoskopi dan proktoskopi dilakukan apabila kanker telah menyebar ke bladder atau
rektum, bagian dalam organ dapat dilihat melalui tabung. Untuk sistoskopi, tabung
ditempatkan di bladder melalui uretra, sedangkan untuk proktoskopi, tabung ditempatkan
di rektum.
3. Computed tomography scan (CT Scan) merupakan prosedur yang menggambarkan detail
secara cross-sectional tubuh. CT Scan tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker
endometrium. Namun, CT Scan ini dapat membantu dalam mengetahui penyebaran
kanker ke organ lainnya dan dapat melihat apakah kanker terjadi lagi setelah pengobatan.
4. Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang radio dan magnet yang
kuat dibanding sinar X. MRI dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
pertumbuhan kanker endometrium ke badan uterus dan membantu menemukan
pembesarankelenjarlimfa.

Selain pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, CA 125, CEA, reseptor
estrogen dan lainnya juga dapat dilakukan sesuai dengan keperluan. Pemeriksaan darah
lengkap biasanya dilakukan untuk mengukur perbedaan sel di darah, seperti sel darah merah,
sel darah putih, dan platelet. Apabila sering terjadi kehilangan darah pada uterus akan dapat
menurunkan jumlah sel darah merah (anemia). CA 125 merupakan zat yang dilepas ke aliran
darah pada kanker enometrium. Pada penderita kanker endometrium, kadar CA 125 yang
sangat tinggi menunjukkan kanker yang menyebar ke uterus. Oleh karena itu pemeriksaan
darah CA 125 juga dilakukan untuk mengetahui kanker endometrium(America Cancer
Society, 2012).

H. PENATALAKSANAAN
Apabila ditemukana danya hiperplasia atau kanker endometrium, sebaiknya diambil beberapa
jaringan untuk dilihat dibawah mikroskop. Jaringan endometrium dapat diketahui dengan
cara biopsi atau dilatasi dan kuretase (D&C) dengan atau tanpa histeroskopi (American
Cancer Society, 2012).
1. Biopsi Endometrium
2. Dilatasi dan Kuterase (D&C)
3. Histeroskopi biasanya dilakukan dengan memasukkan teleskop sangat kecil (diameter 1/6
inci) ke dalama uterus melalu serviks. Untuk mendapakan gambaran yang baik, uterus
diisi dengan air garam (saline). Dapat mengetahui apakah ada yang abnormal seperti
kanker atau polip.
4. Salpingo-Ooforektomi
Salpingo-ooforektomi adalah pemotongan tuba fallopi (salpingectomy) dan ovarium
(ooforektomi). Sebuah unilateral salpingo-ooforektomi tepat untukpasien yang
ovariumnya tidak dapat dipertahankan, termasuk kasus kehamilan ektopik terganggu
yang mengalami ruptur yang mengalami hemodinamik tidakstabil, torsi adneksa di mana
ovarium dan tuba yang mengalami nekrotik, sebuahabses tuba ovarium yang tidak
mengalami perbaikan antibiotik (Ward et al,2015).
Indikasi Salpingo-ooforektomi
a. Elektif : Operasi pembedahan pengangkatan ovarium dan tuba secara bersamaan yang
secara umum untuk histerektomi untukpenyakit jinak, untuk mengurangi risiko
bertambahnya kelainanovarium.
b. Keganasan : kanker ovarium, kanker uterus, atau metastasis keovarium dari
keganasan primer jauh seperti karsinoma gastrointestinal, payudara dan paru
c. Kehamilan ektopik terganggu
d. Abses tubovarian
e. Endometriosis
Kontra indikasi Salpingo-ooforektomi
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk salpingo-ooforektomi. Risiko prosedur harus
dipertimbang terlebihdahulu terhadap manfaat potensial untuk setiappasien (Ward et al,
2015).
Untuk pasien dengan kanker endometrium stadium I dan II dan relatif sehat untuk
menjalani prosedur bedah, pengobatan yang perlu dijalani biasanya merupakan gabungan
salpingo-ooforektomi bilateral dan histerektomi total yang diikuti dengan terapi radiasi
internal atau eksternal. Untuk kanker endometrium stadium III, histerektomi radikal
biasanya digabungkan dengan salpingo-ooforektomi bilateral yang diikuti dengan
kemoterapi. Untuk kasus yang lebih parah atau kambuhan, pengobatan termasuk
pengangkatan nodus limpa, histerektomi radikal, dan terapi lanjutan dan juga terapi
tertarget. Jika tubuh pasien relatif lemah untuk menjalani prosedur bedah atau jika
manfaat prosedur bedah tidak lebih besar dari risikonya, ia diarahkan untuk menjalani
perawatan paliatif di mana tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui
penanganan gejala.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian Primer
A : Airway, ada sumbatan atau obstruksi jalan nafas oleh adanya penumpukan secret
akibat kelemahan refleks batuk
B : Breathing, kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan nafas, pernapasan yang sulit
atau tidak teratur, suara nafas tambahan, ekspansi dinding dada
C : Circulation, TD normal/meningkat, hipotensi, takikardi/bradikardi, bunyi jantung,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, akral hangat/dingin, dan sianosis
D : Dissability, menilai kesadaran dengan cepat. A: Awake, V: Respon bicara, P: Respon
nyeri, U: Tidak ada respon.
E : Exposure, longgarkan pakaian pasien kemudian lihat semua cedera yang mungkin ada
Pengkajian Sekunder
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah perdarahan
pasca menopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan
intermenstruasi bagi pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan
merupakan keluhan yang paling banyak menyertai keluhan utama.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Masalah yang mungkin terjadi ketidaknyamanan yang berkaitan dengan
perubahan pola menstruasi (perdarahan banyak), nyeri, adanya keputihan, keluhan
lain yang disebabkan oleh penekanan tumor pada vesika urinaria, uretra, ureter,
rectum, pembuluh darah dan limfe.
3) Riwayat Penyakit yang lalu
Menggali riwayat penyakit yang pernah dan sedang diderita oleh ibu khususnya
penyakit ginekologi,diabetes dan hipertensi.
4) Riwayat penyakit keluarga
Menggali riwayat penyakit keluarga, karena kanker endometrium berisiko pada
wanita yang memiliki riwayat genetik
b. Keadaan psikososial
1) Status Emosional : Menggali kondisi emosional ibu yang berkaitan dengan
penyakitnya.
2) Tradisi : Menggali kebiasaan-kebiasaan terhadap penyakitnya (merokok atau
perokok pasif), sirkumsisi.
3) Pemeliharaan dan persepsi kesehatan. Kanker endometrium dapat diakibatkan
oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan
bahan pembersih vagina yang mengandung zat
4) Pola kognitif: perseptual Pada klien dengan kanker endometrium biasanya tidak
terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, pengecap.
5) Pola persepsi dan konsep diri: Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar
karena mempunyai penyakit kanker endometrium, akibat dari persepsi yang salah
dari masyarakat. Meskipun penyakit ini tidak disebabkan dari bergant-ganti
pasangan. Zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker endometrium.
6) Pola keyakinan dan nilai: Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola
keyakinan dan nilai yang diyakini.
7) Pola manajemen koping stress: Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-
masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat
menerima kondisinya setelah sakit.
8) Pola peran – hubungan: Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga
atau lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran
dan hubungannya. Pasien dengan kanker endometrium harus mendapatkan
dukungan dari suami serta orang-orang terdekatnya karena itu akan
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Biasanya koping keluarga akan
melemah ketika dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit kanker
endometrium.
c. Data khusus
Riwayat obstetrik dan ginekologi riwayat menarche dan haid terakhir, keluhan haid,
riwayat kehamilan dan persalinan dahulu
d. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
Pemeriksaan inspeksi (perdarahan, sekret pervaginam), dan palpasi (nyeri tekan
abdomen). Pemeriksaan ini dilakukan secara keseluruhan dari ujung kepala hingga
ujung kaki (persistem)
2. Diagnosa keperawatan
Pre-Operasi
a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan aktif (perdarahan),
dehidrasi intraseluler
b. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan akibat kanker endometrium
c. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penampilan akibat proses penyakit
d. Ansietas b/d kurang terpapar informasi
Intra Operasi
a. Syok hipovolemik b/d perdarahan akibat pembedahan
b. Hipotermi b/d kondisi lingkungan
Post-Operasi
a. Pola nafas tidak efektif b/d efek anestesi
b. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif
c. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (luka insisi post pembedahan)
d. Resiko infeksi b/d efek prosedur invasif
e. Neusea b/d iritasi lambung akibat kemoterapi
f. Gangguan citra tubuh b/d perubahan penaampilan sekunder akibat kemoterapi
g. Penampilan peran tidak efektif b/d harapan peran tidak realistis
3. Intervensi
Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
Hipovolemia b/d kehilangan Kriteria hasil: a. Timbang popok/pembalut
volume cairan aktif a. Mempertahankan urine jika diperlukan
(perdarahan), dehidrasi output normal sesuai b. Monitor TTV
intraseluler dengan usia, BB, HT c. Monitor intake dan
normal output cairan
b. TTV dalam batas normal d. Berikan asupan cairan
c. Tidak ada tanda-tanda oral
dehidrasi, elastisitas e. Kolaborasi pemberian
turgor kulit baik, terapi intravena
membran mukosa lembab f. Kolaborasi dengan dokter
d. Perdarahan dapat jika keluaran cairan
dikontrol berlebihan dan
diskusikan untuk
pemberian obat menekan
perdarahan
g. Atur kemungkinan
transfusi dan persiapan
untuk transfusi
Nyeri kronis b/d proses Kriteria hasil: a. Lakukan pengkajian
penyakit a. Keluhan nyeri berkurang nyeri secara
b. TTV dalam batas normal komprehensif
c. Klien merasa nyaman b. Ajarkan klien untuk
melakukan teknik
nonformakologi untuk
meredakan nyeri (mis:
teknik relaksasi dan
masase punggung)
c. Anjurkan klien untuk
istirahat dan tidur yang
adekuat untuk
memfasilitasi peredaan
nyeri
d. Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
e. Kolaborasi pemberian
terapi analgesik sebelum
melakukan prosedul yang
menimbulkan nyeri
Syok hipovolemik b/d Kriteria hasil a. Monitor status
perdarahan akibat a. TTV dalam batas normal kardiopulmonal
pembedahan b. Tingkat kesadaran b. Monitor status oksigenasi
meningkat c. Monitor tingkat
c. Saturasi oksigen kesadaran dan respon
meningkat pupil
d. Akral hangat d. Beri oksigen untuk
e. CRT < 3 detik mempertahankan saturasi
O2>94%
e. Lakukan pemasangan
jalur IV
f. Monitor intake dan cairan
output
g. Pasang kateter urine
untukmenilai haluaran
urine
h. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
i. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
Hipotermi b/d kondisi Kriteria hasil : a. Pantau suhu tubuh secara
lingkungan a. Suhu dalam batas normal kontinu
b. Tidak menggigil b. Kaji kondisi yang
c. Pasien merasa nyaman menyebabkan hipotermi
c. Kaji gejala hipotermi
d. Atur suhu ruangan untuk
mempertahankan
kehangatan pasien
e. Untuk hipotermi berat,
bantu teknik
menghangatkan suhu inti
tubuh
Nyeri akut b/d agen Kriteria hasil: a. Kaji nyeri secara
pencedera fisik (luka insisi a. Rasa nyeri berkurang komprehensif
post pembedahan) b. Mampu istirahat dengan b. Ajarkan klien teknik
cukup nonfarmakologi (mis.
c. Ekspresi wajah klien Nafas dalam, imajinasi,
rileks dsb)
c. Atur posisi klien
senyaman mungkin
d. Lakukan perawatan luka
dengan balutan
e. Kolaborasi pemberian
analgesik untuk
mengurasi nyeri
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2012). Cancer facts & figures 2012. Atlanta: American Cancer.
American Cancer Society. (2013). Cancer facts & figures 2013. Atlanta: American Cancer

Society.

ACS. (2018). The American Cancer Facts and Figures of the 2018. American Cancer Society, (No.
500818 Rev.6/18), 1–76. Diakses melalui https://www.cancer.org/cancer/endometrial-
cancer/detection-diagnosis-staging/staging.html pada tanggal 15 oktober 2020

Karageorgi S, Hankinson SE, Kraft P, De Vivo I (2010). Reproductive factors and


postmenopausal hormone use in relation to endometrial cancer risk in the Nurses’ Health
Study cohort 1976–2004. Int J Cancer, 126, 208-16.

PPNI. (2018). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator diagnostik, edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan keperawatan,
edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil, edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
Tewari KS, Monk BJ. Invasive cervical cancer. Dalam: Di Saia PJ, Creasman WT, editors.
(2012). Clinical Gynecologic Oncology. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier;
LAPORAN KASUS CA ENDOMETRIUM
PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN MATERNITAS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
NAMA : Nurfitri Rahmawati
NIM :1611110637
TANGGAL PRAKTIK : 12 – 15 Oktober 2020
RUANG PRAKTIK : OK Lt II
TOPIK KASUS : CA Endometrium

KASUS
Pada hari Rabu 14 Oktober 2020 pukul 09.15 WIB pasien Nn. AE (52 tahun) dengan gangguan
sistemik berat tiba di ruangan Operasi OK Lt. II dengan diagnose kanker endometrium stadium
III. Pasien datang dengan terpasang IVFD RL 30 tpm ditangan kiri, terpasang kateter urineno 16
dengan jumlah 350 cc. pasien didiagnosa Ca. Endometrium sejak 3 tahun yang lalu dan sudah
melakukan terapi kemoterapi cisplatin dan carboplatin. Pasien mengatakan menarche usia 10
tahun dan menopause usia 48 tahun. Pasien mengatakan dulu susah untuk hamil sehingga pasien
menjalani terapi hormonal untuk mendapatkan keturunan. Pasien mengatakan keluhan saat ini
masih sering keluar darah pervaginam, selain itu mengeluhkan adanya nyeri pada pangggul dan
perut bagian bawah. Saat dilakukan pengkajian fisik didapatkan nyeri tekan pada bagian simpisis
pubis dan nyeri tidak langsung menghilang. Skala nyeri 8 (8:10) dan nilai VAS 4, pasien
mengatakan sensasi nyeri seperti ditusuk dan terkadang seperti diremas. Saat dilakukan
pemeriksaan Spekulum didapatkan adanya keputihan diarea mulut Rahim dan bercak darah yang
tersebar tidak merata, gumpalan darah sudah menutupi jalan lahir. Pasien sudah menjalankan
biopsy endometrium pada bulan lalu dengan prosedur histeroskopi, dan didapatkan adanya sel
kanker di dinding Rahim dan dinding Rahim terlihat menebal abnormal. Data lainnya pasien
mengatakan memiliki urgensi berkemih, mengeluhkan dribbling, nocturia, dan hesitancy, saat
dilakukan palpasi kandung kemih ditemukan adanya distensi kandung kemih dan terbaca adanya
penngkatan volume urine residu. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD 124/83mmHg, RR 25
x/i, HR 120x/i, T 36.3oC, SpO2 97%. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,5 g/dL,
Leukosit 16.66 103/uL. Perawat yang bertugas melanjutkan diskusi dan terlihat adanya ekspresi
tegang diwajah pasien, saat di palpasi bagian ekstremitas teraba dingin dan pasien gemetar.
Perawat memberkan edukasi kepada pasien serta memberikan kompres hangat dengan kain kecil
dibagian abdomen bawah agar nyeri pasien berkurang serta memberikan relaksasi pada pasien
sebelum masuk keruangan intraoperatif. Pasien masuk keruangan operasi dengan KU baik, nyeri
masih ada, ekspresi tenang, dengan vital sign stabil. TD 125/90mmHg, RR 23x/i, HR 100 x/i, T
36.0oC, SpO2 97%. Pasien direncanakan tindakan Histerektomi + Salpingo-Oophorectomy
dengan anestesi umum via intubasi. Pasien mulai dioperasi pukul 11.00 WIB dan selesai pukul
15.40 WIB, kondisi saat operasi stabil, Vital sign dalam batas toleransi, total perdarahan 390 cc,
luas insisi 9cm, berat massa yang diangkat 850gram, kondisi indung telur sudah mulai ditumbuhi
sel abnormal, pasien dipasang surgical drain pada abdomen kuadran 7 dan kuadran 8dengan
kondisi baik. Pasien masuk Recovery Room(RR) pukul 15.50WIB dengan kondisi masih
dibawah pengaruh anestesi, ekstremitas kaku dan dingin, akral dingin, bibir pucat, TD
150/110mmHg,HR 100 x/i, T 35.0oC, SpO2 90%. Terpasang OPA dan NRM 10 liter permenit,
tetiba di RR pasien diberikan warm blanket, posisi pasien supinasi dengan posisi kepala jaw
trusht. Aldrete score pasien masih belum ternilai, akral dingin, kondisi pernafasan pasien apnea,
ekstremitas kaku, TD 155/115 mmHg, HR 108x/menit, SpO2 93 %.Pasien dimonitoring per 5
menit, dengan monitoring ketat dalam 5 menit pertama, pasien sadarkan diri dimenit ketiga
dengan TD 145/110 mmHg, HR 98 x/menit, SpO2 93 %, RR 30 x/menit, NRM diganti SM 4
liter permenit, OPA dilepaskan. 5 menit kedua pasien KU pasien mulai membaik, adanya reflek
batukdan reflek muntah, TD 140/90mmHg, RR 30 x/i, HR 100 x/i, T 35.2oC, SpO2 94%. Pasien
mengeluhkan gatal pada tenggorokan dan ingin batuk, perawat yang bertugas mengajarkan
pasien batuk dan mengganti cairan NaCL 0,9 % menjadiRL 500 ml 30 tpm. Tidak ada tanda-
tanda perdarahan pada insisi pasien, Surgical Drain baik, dengan jumlah cairan 15 ccdan 10 cc. 5
menit berikutnya pasien mulai merasakan adanya sensasi nyeri yang hebat, dan terlihat meringis
kesakitan, pasien diberikan drip tramadoldalam RL 30 tpmdengan TD 135/80mmHg, RR 25 x/i,
HR 100 x/i, T 36.0oC, SpO2 97%, O2 diturunkan menjadi 2 liter permenit. Kondisi pasien mulai
membaik dengan intensitas nyeri berkurang, monitoring berikutnya KU pasien membaik dengan
TD 125/87 mmHg, HR 98 x/menit, SpO2 97%, RR 20 x permenit, tidak ada tanda-tanda
perdarahan dan kondisi drain surgical baik, reflek batuk positif dan reflek muntah negatif.
Penilaian aldert skore beransur optimal dengan skore 9. Sehingga Pasien direncakan
dikembalikan ke ruang rawat inap. Warm blanket dihentikan dan pasien pindah operan terpasang
IVFD drip tramadol, drainpositif, Kateter urinedengan jumlah UO 200 cc, Aldrete score 10, dan
TD 125/80 mmHg, HR 95 x/menit, SpO2 97 %, RR 21 xpermenit.Terpasang terapi oksigen 2
liter per menit dengan akses nasal canul.
ANALISA DATA PRE OPERATIF

NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. Data Subjektif Iritasi peritoneum Nyeri kronis
 Klien mengatakan nyeri
pada panggul dan perut Perdarahan di area pelvis
bagian bawah
 Klien mengatakan nyeri Darah menggumpal di pelvis
tekan pada bagian simpisis
pubis dan nyeri yang Adhesi di dinding dan
dirasakan tidak langsung permukaan pelvis
menghilang
 Skala nyeri 8 (8:10) dan Nyeri di semua daerah pelvis
nilai VAS 4
 Klien mengatakan nyeri Nyeri saat haid
seperti ditusuk dan
terkadang seperti diremas Nyeri kronis

2. Data Subyektif Perubahan struktur kandung Inkontinensia Urine Refleks


 Klien mengatakan memiliki kemih (degeneratif)
urgensi berkemih
 Mengeluhkan dribbling Perubahan otot urinaria
(urine menetes)
 Adanya nokturia Gangguan kontrol berkemih
 Adanya hisitancy
(Berkemih tidak tuntas) Peningkatan tekanan dalam
kandung kemih
Data Objektif
 Adanya distensi kandung Inkontinensia urine refleks
kemih
 Adanya peningkatan
volume residu urine

DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE OPERATIF


1. Nyeri kronis b/d kondisi muskuloskletal kronis
2. Inkontinensia urine refleks b/d kerusakan konduksi impuls diatas arkus refleks
INTERVENSI KEPERAWATAN
PRE OPERATIF
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC/SLKI NIC/SIKI
Nyeri kronis b/d Kondisi NOC: a. Lakukan pengkajian nyeri
muskuloskletal kronis Tingkat nyeri menurun secara komprehensif
Kriteria hasil: b. Observasi isyarat
a. Keluhan nyeri menurun nonverbal
b. Ekspresi wajah rileks ketidaknyamanan
c. Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(misalnya relaksasi,
teknik nafas dalam,
distraksi, dsb)
d. Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
terhadap
ketidaknyamanan (suhu
ruangan, pencahayaan,
dan kegaduhan)
e. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
Inkontinensia urine refleks NOC: a. Periksa kondisi pasien
b/d kerusakan konduksi Kontinensia urin b. Bersihkan daerah
impuls diatas arkus refleks Kriteria hasil: perineal dengan cairan
a. Nokturia menurun NaCl atau aquades
b. Residu volume urin c. Lakukan insersi
setelah berkemih kateter urine dengan
menurun menerapkan prinsip
c. Distensi kandung kemih aseptik
menurun d. Jelaskan tujuan dan
d. Frekuensi berkemih prosedur pemasangan
dalam batas normal kateter urine
e. Anjurkan klien tarik
nafas saat insersi
selang kateter
IMPLEMENTASI
Identifikasi pasien : Ny. AE
HARI/TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN PUKUL IMPLEMENTASI EVALUASI
Rabu, 14 Nyeri kronis b/d kondisi 09.20 Melakukan pengkajian nyeri secara S: Pasien mengatakan nyeri masih
Oktober muskuloskletal kronis komprehensif dirasakan didaerah panggul dan
2020 Mengobservasi isyarat nonverbal perut bagian bawah. nyeri
ketidaknyamanan dirasakan secara hilang timbul.
Mengajarkan penggunaan teknik Pasien mengatakan nyeri
nonfarmakologi (misalnya kompres sedikit berkurang.
hangat didaerah abdomen)

09.30 Membantu pasien dalam O: Skala nyeri 8. Setelah


mengendalikan faktor lingkungan diberikan terapi, skala 6. Pasien
yang dapat mempengaruhi respon sedikit lebih rileks setelah
terhadap ketidaknyamanan (suhu diajarkan terapi pemberian
ruangan, pencahayaan, dan kompres hangat dan teknik
kegaduhan) relaksasi

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
 Pantau skala nyeri
pasien
 Bawa pasien ke ruang
operasi
Inkontinensia urine refleks b/d 09.40 a. Melakukan pemeriksaan S: Pasien merasa nyaman,
kerusakan konduksi impuls diatas kondisi pasien pasien mengatakan paham
arkus refleks b. Membersihkan daerah mengenai prosedur
perineal dengan cairan NaCl emasangan kateter
atau aquades
c. Melakukan insersi kateter O: Haluaran urine outputnya
urine dengan menerapkan kembali normal, tidak ada
prinsip aseptik kesulitan gangguan berkemih
d. Menjelaskan tujuan dan A: Masalah teratasi
prosedur pemasangan kateter
urine P: Bawa pasien ke ruang operasi
e. Anjurkan klien tarik nafas
saat insersi selang kateter
ANALISA DATA POST OPERATIF

NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. Data Objektif Intra operatif Hipotermia
 Ekstremitas kaku dan
dingin Ruangan pembedahan
 Akral teraba dingin
 Bibir pucat Suhu ruangan rendah
 T 35,00C
HR 100 x/i Tubuh terpajan suhu rendah
SpO2 90 %
Hipotermia
2. Data Subyektif Metabolisme basal terganggu Pola napas tidak efektif
 Klien mengatakan gatal
pada tenggorokan dan Mekanisme kompensasi
ingin batuk tubuh, merangsang pusat
pernafasan
Data objektif
 RR 30x/i Peningkatan RR

Hiperventilasi

Pola nafas tidak efektif


3. Data Objektif Vaskularisasi menurun Resiko Perdarahan
 Surgical drain (jumlah
cairan 5 cc dan 10 cc) Jaringan endometrial
menjadi nekrosis

Iritasi peritoneum

Resiko perdarahan

4. Data Subjektif Insisi pada abdomen Nyeri Akut


 Klien mengatakan
adanya sensasi nyeri Menjadi luka operasi
yang hebat
Integritas jaringan dan
Data Objektif syaraf-syaraf daerah insisi
 Klien tampak meringis
 HR 100 x/i Mediator histamin dan
 RR 25 x/i prostaglandin meningkat

Menimbulkan nyeri

Nyeri Akut
DIAGNOSA KEPERAWATAN POST OPERATIF
1. Hipotermia b/d terpapar suhu lingkungan
2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas
3. Resiko perdarahan b/d tindakan pembedahan
4. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur operasi)

INTERVENSI KEPERAWATAN
POST OPERATIF
DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC/SLKI NIC/SIKI
Kriteria hasil: a. Monitor suhu tubuh
Hipotermia b/d terpapar suhu
a. Suhu tubuh dalam batas b. Identifikasi penyebab
lingkungan hipotermia
normal
b. Tidak terjadinya menggil c. Sediakan lingkungan yang
hangat
a. Lakukan penghangatan
aktif eksternal (warm
blanket)
Kriteria hasil: a. Monitor pola nafas
Pola nafas tidak efektif b/d hambatan
a. Frekuensi nafas membaik b. Perhatikan kepatenan
upaya nafas
b. Kedalaman nafas jalan nafas dengan
membaik jaw thrust
c. Penggunaan otot bantu c. Posisikan semi fowler
nafas menurun atau fowler
d. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kriteria hasil: a. Monitor tanda dan gejala


Resiko perdarahan b/d tindakan
a. Meningkatnya kelembapa perdarahan
pembedahan membran mukosa b. Monitor TTV
b. Kelembapan kulit c. Pertahankan bed rest
meningkat selama perdarahan
d. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
e. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
f. Anjurkan melapor jika
terjadi perdarahan
Kriteria hasil: a. Lakukan pengkajian nyeri
Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
a. Kelu han nyeri menurun secara komprehensif
(prosedur operasi)
b. Ekspresi wajah rileks b. Observasi isyarat
nonverbal
ketidaknyamanan
c. Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologi
(misalnya relaksasi,
teknik nafas dalam,
distraksi, dsb)
d. Kendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
terhadap
ketidaknyamanan (suhu
ruangan, pencahayaan,
dan kegaduhan)
e. Kolaborasi pemberian
analgetik
IMPLEMENTASI
Identifikasi pasien : Ny. AE
HARI/TGL DIAGNOSA KEPERAWATAN PUKUL IMPLEMENTASI EVALUASI
Rabu, 14 15.50 Memonitor suhu tubuh tiap 5 menit S: Pasien mengatakan
Hipotermia b/d terpapar suhu
Oktober Mengidentifikasi penyebab hipotermia masih sedikit dingin
lingkungan Menyediakan lingkungan yang hangat
2020
Menghangatkan tubuh pasien O: Pasien diberikan warm
menggunakan warm blanket blanket pada menit
Memberikan terapi IV RL 500 ml 30 pertama dan terapi IV
tpm RL

A: Masalah belum teratasi

P:Lanjutkan intervensi
 Monitor suhu tubuh
tiap 5 menit
 Pertahankan infus
RL

Rabu, 14 16.00 Memonitor pola nafas S: Pasien mengatakan


Pola nafas tidak efektif b/d hambatan
Oktober Memperhatikan kepatenan jalan tenggorokan masih
upaya nafas
2020 nafas dengan jaw thrust terasa gatal dan ingin
Memposisikan semi fowler atau batuk
fowler O: Pasien diposisikan
16.10 supinasi dengan posisi
Mengajarkan teknik batuk efektif kepala jaw trusht dan
mengganticairan
NaCLL 0,9% menjadi
RL 500 ml 30 tpm
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
(pantau TTV pasien )
Rabu, 14 16.15 Memonitor tanda dan gejala S: 5 menit ketiga di RR
Resiko perdarahan b/d tindakan
Oktober perdarahan pasien sadarkan diri
pembedahan
2020 Memonitor TTV O: TD 140/90 mmHg, HR
Mempertahankan bed rest selama 100 x/I, T 35,20C, SpO2
perdarahan 93%. Pada 5 menit
Menjelaskan tanda dan gejala berikutnya TD
perdarahan 135/80mmHg, RR 25 x/i,
Menganjurkan meningkatkan asupan HR 100 x/i, T 36.0oC,
cairan untuk menghindari konstipasi SpO2 97%. Monitoring
berikutnya KU pasien
membaik dengan TD
125/87 mmHg, HR 98
x/menit, SpO2 97%, RR
20 x permenit,
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
 Pantau TTV pasien
 Pindahkan pasien ke
ruang rawat
Rabu, 14 16.00 Melakukan pengkajian nyeri secara S: pasien mengatakan
Nyeri akut b/d agen pencedera fisik
Oktober komprehensif nyeri pada bekas
(prosedur operasi)
2020 Mengobservasi isyarat luka insisi. Pasien
nonverbal ketidaknyamanan mengatakaan nyeri
sedikit berkurang
16.05 Mengajarkan penggunaan teknik setelah diberikan
nonfarmakologi (misalnya obat
relaksasi, teknik nafas dalam, O: Skala nyeri
distraksi, dsb) berkurang setelah
Mengendalikan faktor lingkungan diberikan obat.
yang dapat mempengaruhi respon Pasien menjadi lebih
terhadap ketidaknyamanan (suhu rileks setelah
ruangan, pencahayaan, dan diajarkan teknik
kegaduhan) distraksi
A: Masalah teratasi
16.15 Memberikan drip tramadol P: intervensi dihentikan
 Pindahkan
pasien keruang
rawat inap
DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE OPERATIF
Pembahasan

A. Terminologi Kasus
1. Kanker endometrium adalah kanker yang terjadi pada organ endometrium atau pada
dinding rahim.
2. Cisplatin adalah obat kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker, terutama
kanker ovarium (indung telur), testis (buah zakar), dan kandung kemih. Selain itu, obat
ini juga diberikan untuk mengatasi beberapa jenis kanker lain, seperti kanker di jaringan
lunak, tulang, otot, serta pembuluh darah.
3. Carboplatin adalah salah satu obat untuk penyakit kanker, misalnya kanker ovarium,
kanker kandung kemih, kanker payudara, dan kanker paru-paru. Obat ini tergolong obat
cytotoxic chemotherapy, lebih spesifiknya alkylating. Dengan atau tanpa dampingan
obat lain, karboplatin bisa menekan pertumbuhan sel kanker.
4. Menarche merupakan menstruasi pertama yang biasa terjadi dalam rentang usia 10-16
tahun atau pada masa awal remaja ditengah masa pubertas sebelum memasuki masa
reproduksi.
5. Menopause adalah berakhirnya siklus menstruasi secara alami, yang biasanya terjadi saat
wanita memasuki usia 45 hingga 55 tahun.
6. Terapi hormonal adalah metode pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi kondisi
medis yang berhubungan dengan gangguan hormonal, mulai dari meringankan gejala
menopause hingga meningkatkan kesuburan.
7. Biopsy endometrium merupakan salah satu metode yang digunakan oleh dokter untuk
memeriksa endometrium (rahim) pasien. Biasanya digunakan untuk mencari tahu
penyebab pendarahan pada dinding rahim atau kanker.
8. Histeroskopi adalah sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam uterus atau rahim
dengan menggunakan teleskop kecil (histeroskop).
9. Dribbling adalah guncangan atau mengosongkan kandung kemih saat buang air kecil
10. Nocturia adalah kondisi ketika seseorang mengalami buang air kecil secara berlebihan
pada malam hari.
11. Hesitancy adalah kondisi seseorang sulit dalam memulai dan mempertahankan aliran
urine
12. Distensi kandung kemih adalah prosedur meregangkan/melebarkan kandung kemih
dengan air.
13. Urine residu adalah sisa volume urine dalam kandung kemih setelah seseorang
berkemih spontan
14. Ruangan intraoperatif adalah dimulai ketika pasien masuk ke ruangan bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
15. Histerektomi adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat uterus
(rahim)
16. Salpingo-Oophorectomy adalah pemotongan tuba fallopi (salpingectomy) dan ovarium
(ooforektomi).
17. Surgical drain adalah alat yang dipasang pasca operasi. Alat ini digunakan untuk
mencegah pengumpulan nanah, darah, udara, atau memantau daerah hasil operasi.
18. Recovery room (ruang pemulihan) atau disebut juga Post Anesthesia Care Unit (PACU)
adalah ruangan tempat pengawasan dan pengelolaan secara ketat pada pasien yang baru
saja menjalani operasi sampai dengan keadaan umum pasien stabil
19. Warm blanket adalah alat yang digunakan untuk menghangatkan pasien yang mengalami
hipotermia.
20. Jaw trust adalah tindakan mengangkat sudut rahang bawah
21. Aldrete score adalah suatu penilaian yang digunakan secara klinis fisik pasien yang pulih
dari anestesi. Ini meliputi warna kulit, respirasi, sirkulasi, tingkat kesadaran, dan
aktivitas motorik.
22. Tramadol adalah obat pereda sakit, misalnya rasa akit atau nyeri setelah operasi

B. STATUS ASA PASIEN


Status ASA, sistem klasifikasi fisik adalah suatu sistem untuk menilai kesehatan pasien
sebelum operasi. American Society of Anesthesiologis (ASA) mengadopsi sistem klasifikasi
status lima kategori fisik yaitu:
a. ASA 1, seorang pasien yang normal dan sehat.
b. ASA 2, seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan.
c. ASA 3, seorang pasien dengan penyakit sistemik berat.
d. ASA 4, seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang merupakan ancaman bahi
kehidupan.
e. ASA 5, seorang pasien yang hamper mati tidak ada harapan hidup dalam 24 jam untuk
bertahan hidup tanpa operasi.

Jika pembedahan darurat, klasifikasi status fisik diikuti dengan “E” (untuk darurat) misalnya
“3E”.Semakin tinggi status ASA pasien maka gangguan sistemik pasien tersebut akan
semakin berat. Hal ini menyebabkan respon organ-organ tubuh terhadap obat atau agen
anestesi tersebut semakin lambat, sehingga berdampak pada semakin lama pulih sadar
pasien (Setiawan, 2010).

C. ANESTESI GENERAL
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang
dapat dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general
anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi
yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief,
2007). Anestesi General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan
dengan 3 teknik, yaitu:
1. General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
2. General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
3. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang,
yaitu:
a) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat anestesi
umum yang lain.
b) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau obat
general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
c) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau general
anestesi, atau dengan cara analgesia regional.

Obat-obat General Anestesi


Pada tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi,
berikut obat-obat yang dapat digunakan pada kedua teknik tersebut.
No Obat-obat anestesi inravena Obat-obat anestesi inhalasi
1. Atropine sulfat Nitrous oxise
2. Pethidin Halotan
3. Atrakurium Enfluren
4. Ketamine HCL Isofluran
5. Midazolam Sevofluran
6. Fentanyl
7. Rokuronium bromide
8. Prostigmin
Sumber: omaigui, 2009

D. ALDRESTE SCORE
Menurut Gwinnutt (2012) dalam bukunya mengatakan sekitar 30 menit berada dalam
ruang pemulihan dan itu pun memenuhi kriteria pengeluaran. Pasca operasi, pulih dari
anestesi general secara rutin pasien dikelola di recovery room atau disebut juga Post
Anesthesia Care Unit (PACU), idealnya adalah bangun dari anestesi secara bertahap, tanpa
keluhan dan mulus dengan pengawasan dan pengelolaan secara ketat sampai dengan keadaan
stabil menurut penilaian Score Aldrete.
Skala pengukuran waktu pemulihan pasien di ruang pemulihan yaitu setelah masuk di
ruang pemulihan, dalam 15 menit pertama dilakukan monitoring ketat seperti pernafasan,
TD, nadi, suhu, perdarahan, dan sensibilitas nyeri diperiksa setiap 5 menit atau hingga stabil,
setelah itu dilakukan tiap 15 menit. Pulse oximetry dimonitoring hingga pasien sadar
kembali. Bila tidak ada petunjuk khusus pemeriksaan dilakukan tiap 30 menit (Wijaya,
2008).
Metode yang digunakan dalam menentukan pemulihan pasien dengan anestesi umum
yaitu dengan menilai Aldrete score saat pasien masuk di ruang pemulihan, selanjutnya
dilakukan setiap saat sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh anestesi yaitu pasien
mempunyai tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi O2 minimal 95%, dan
tingkat kesadaran baik. Idealnya pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan bila jumlah
Aldrete score total adalah 10. Namun bila skor total 8 tanpa nilai 0 pasien boleh keluar dari
ruang pemulihan. Untuk penderita rawat jalan, setelah aldrete score mencapai 10 tidak boleh
langsung pulang, tetapi harus menunggu minimal 2 jam lebih dulu (Soenarjoet al,2013).
Tingkat pulih sadar seseorang pasca anestesi dilakukan perhitungan menggunakan Score
Aldrete (Nurzallah, 2015).

No Kriteria Nilai
1. Aktivitas Motorik
a. Mampu menggerakkan 4 ekstremitas 2
b. Mampu menggerakkan 2 ekstremitas 1
c. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas 0
2. Respirasi
a. Mampu nafas dalam, batuk dan tangis kuat 2
b. Sesak atau pernafasan terbatas 1
c. Henti nafas 0
3. Tekanan darah
a. Berubah sampai 20% dari pra bedah 2
b. Berubah 20-50% dari pra bedah 1
c. Berubah >50% dari pra bedah 0
4. Kesadaran
a. Sadar baik dan orientasi baik 2
b. Sadar setelah dipanggil 1
c. Tak ada tanggapan terhadap rangsangan 0
5. Warna kulit
a. Kemerahan 2
b. Pucat 1
c. Sianosis 0
Sumber: KEPMENKES RI NO : 779/Menkes/SK/VIII/2008, tentang standar
pelayanan anestesiologi dan reanimasi di rumah sakit
Menurut penelitian Sudiono et al (2012) menyatakan bahwa pada aldrete Score di
bawah 8, menunjukan bahwa pengaruh anestesi masihkuat, sisa obat anestesi belum
sepenuhnya terbuang dari tubuh. Aldrete score antara 8-9, menunjukan bahwa pasien
sudah mulai kembali stabil, efek obat anestesi sudah mulai berkurang, penyembuhan
(recovery) tergantung pada penurunan konsentrasi anestesi pada jaringan otak.alderete
score di atas 9 menunjukan bahwa kondisi pasien secara umum sudah mulai pulih dan
pengaruh anestesi mulai hilang.

E. SKALA NYERI VISUAL ANALOGUE SCALE (VAS)


VAS merupakan suatu garis lurus yang menggambarkan skala nyeri terus menerus.
Skala ini menjadikan klien bebas untuk memilih tingkat nyeri yang dirasakan. VAS sebagai
pengukur keparahan tingkat nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat menentukan setiap
titik dari rangkaian yang tersedia tanpa dipaksa untuk memilih satu kata (Potter & Perry,
2006). Penjelasan tentang intensitas digambarkan sebagai berikut:

Skala nyeri pada skala 0 berarti tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada skala 1-3
seperti gatal, tersetrum, nyut-nyutan, melilit, terpukul, perih, mules. Skala nyeri 4-6
digambarkan seperti kram, kaku, tertekan, sulit bergerak, terbakar, ditusuk-tusuk. Skala
7-9 merupakan skala sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien, sedangkan
skala 10 merupakan skala nyeri yang sangat berat dan tidak dapat dikontrol. Ujung kiri
pada VAS menunjukkan “tidak ada rasa nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan
“nyeri yang paling berat”.
F. SKALA NYERI NRS

Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3 menunjukkan nyeri yang ringan,
angka 4-6 termasuk dalam nyeri sedang, sedangkaan angka 7-10 merupakan kategori nyeri
berat. Oleh karena itu, skala NRS akan digunakan sebagai instrumen penelitian (Potter &
Perry, 2006). Menurut Skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:
1. 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.
2. 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.
3. 4-6 : rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha untuk menahan, nyeri sedang.
4. 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan, meringis, menjerit bahkan
teriak, nyeri berat.
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

Efektivitas Terapi Kompres Hangat Terhadap


Penurunan Nyeri Dismenore Pada Remaja Di
Bandung
Maidartati1 , Sri Hayati2, Afifah Permata Hasanah3
1
Universitas BSI, Maidartati.mti@bsi.ac.id
2
Universitas BSI, Sri.siy@bsi.ac.id
3
Universitas BSI, fifahpermata@gmail.com

ABSTRAK
Menstruasi merupakan salah satu tanda remaja putri mengalami pubertas. Menstruasi
seringkali menimbulkan nyeri pada remaja putri, terutama dibagian perut yang menjalar
hingga ke paha, rasa nyeri ini disebut dismenore. Hal tersebut dapat membuat konsentrasi
belajar remaja putri berkurang sehingga dismenore perlu diatasi. Cara mengatasi
dismenore ada 2 yaitu secara farmakologis (menggunakan obat-obatan) dan secara non
farmakologis, salah satunya kompres hangat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas kompres hangat terhadap dismenore pada remaja putri. Desain penelitian ini
berupa Pra-Eksperimen dengan menggunakan pendekatan One-Group Pra test- Post test
Design. Sampel remaja putri kelas VII dan VIII yang mengalami dismenore sebanyak 47
siswi pada bulan Juli - Agustus tahun 2017. Teknik sampling penelitian ini adalah
Purposive Sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan thermometer air, lembar
observasi skala nyeri dismenore Numerik Rating Scale (NRS) dan lembar informed
consent. Berdasarkan hasil distribusi frekuensi diketahui bahwa sebelum dilakukannya
intervensi (pemberian kompres hangat) tingkat dismenore (nyeri haid) sebagian
dikategorikan nyeri sedang yaitu 23 orang (48.9%), sebagian kecil dikategorikan nyeri
ringan 14 orang (29,8%), dan nyeri berat 10 orang (21,3%), serta tidak satupun yang
dikategorikan tidak nyeri & nyeri sangat berat. Setelah dilakukan terapi kompres hangat,
sebagian besar yang mengalami nyeri ringan yaitu 33 orang (70.2%), sebagian kecil
dikategorikan nyeri sedang 13 orang (27.7%), dan sangat sedikit dikategorikan tidak nyeri
1 orang (2,1%). Setelah di Uji Wilcoxon Signed Ranks. Hasil penelitian ini menunjukkan
P-value = 0,000 dimana P-value < 0,05, sehingga Ho ditolak, artinya terdapat efektivitas
pemberian kompres hangat penurunan nyeri haid (dismenore) pada remaja usia 13-15
Kota Bandung.
Kata Kunci: Dismenore, Efektivitas kompres hangat, Remaja putri

ABSTRACT
Menstruation is one of the signs of adolescent girls experiencing puberty. Menstruation
often causes pain in young women, especially in the abdomen that spreads to the thighs,
this pain is called dysmenorrhea. This can make the concentration of learning teenage
daughter is reduced so that dysmenorrhea needs to be overcome. How to overcome
dysmenorrhea there are 2 that is pharmacologically (using drugs) and non
pharmacologically, one of them warm compress. This study aims to determine the
effectiveness of warm compresses against dysmenorrhea in young women. The design of
this research is Pre-Experiment using One-Group Pre-test-Post Test Design approach.
Samples of girls of grade VII and VIII who experienced dysmenorrhea as many as 47
female students in July - August 2017. Sampling technique of this research is Purposive
Sampling. The instrument used was water thermometer, observation scale of
dismenorrhizal pain Numeric Rating Scale (NRS) and informed consent sheet. Based on

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 156


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

the results of the frequency distribution it is known that prior to the intervention (warm
compress) the dysmenorrhea rate was partially categorized as moderate pain, ie 23
people (48.9%), a minority was categorized as mild pain 14 people (29.8%), and severe
pain 10 people (21.3%), and none of which are categorized as not painful and very severe
pain. After a warm compress therapy, most of those with mild pain were 33 (70.2%), some
were moderately painful 13 people (27.7%), and very few were categorized as painless 1
person (2.1%). After the Wilcoxon Signed Ranks Test the results of this study show P-
value = 0,000 where P-value <0.05, so Ho is rejected, meaning there is effectiveness of
warm compresses decrease menstrual pain (dysmenorrhea) in adolescents aged 13-15
years.
Keywords: Effectiveness warm compress, dysmenorrhea

Diterima:16 Agustus 2018, Direvisi: 28 Agustus 2018, Diterbitkan: 15 September 2018

PENDAHULUAN bila nyeri haid tidak diatasi, untuk itu maka


Masa remaja atau pubertas adalah usia perlu metode penanganan yang cukup
antara 10 sampai 19 tahun dan merupakan praktis dan tidak menimbulkan efek
peralihan dari masa kanak-kanak menjadi samping yaitu dengan cara non
dewasa. Peristiwa terpenting yang terjadi farmakologis.
pada gadis remaja adalah datangnya haid Secara teori penurunan nyeri haid bisa
pertama yang dinamakan menarche (Marmi, dilakukan dengan cara non farmakologis,
2013). Menurut Nugroho, Bertalina & yaitu : (1) Kompres dengan botol panas
Marlina (2016) remaja yang sedang (hangat) pada bagian yang terasa kram di
mengalami proses pematangan reproduksi perut atau pinggang bagian belakang), (2)
dengan usia menarche termuda adalah 9 menggunakan aroma terapi untuk
tahun. Pada saat menstruasi, wanita kadang menenangkan diri, (3) Pinggang yang sakit
mengalami nyeri. Sifat dan tingkat rasa di berikan usapan atau gosokan, (4) Tarik
nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan napas dalam-dalam secara perlahan untuk
hingga yang berat kondisi tersebut relaksasi, (5) mandi air hangat, (6)
dinamakan nyeri haid, yaitu keadaan nyeri Mengonsumsi minuman yang mengandung
yang hebat dan dapat mengganggu aktivitas kalsium tinggi secara hangat, (7) Posisi
sehari-hari. Nyeri haid (dysmenorrhoe) menungging agar rahim tergantung ke
merupakan suatu fenomena simptomatis bawah hal tersebut dapat membantu
meliputi nyeri abdomen, kram, sakit relaksasi (Kusmiran, 2012), (8) Olahraga
punggung (Kusmiran, 2012). secara teratur dapat menimbulkan aliran
Menurut Nasir dan Bope (2004) terapi darah sirkulasi darah pada otot rahim
farmakologis yang paling sering untuk menjadi lancar sehingga dapat mengurangi
kasus nyeri haid adalah dengan obat rasa nyeri saat menstruasi (Dewi, 2014), (9)
obatan golongan NSAID (Non Steroidal meminum minuman herbal, seperti kunyit
Antiinflammatory Drugs) yang dapat asam, zat kurkumin yang terkandung dalam
menghambat cyclooxygenase, sehingga kunyit dapat mengurangi kontraksi uterus
dapat mengurangi produksi prostaglandin. (Safitri, 2014), (10) Guided imagery adalah
Rendahnya kadar prostaglandin akan relaksasi untuk mengkhayalkan tempat
mengurangi kontraksi uterus sehingga kejadian dan kejadian berhubungan dengan
ketidaknyamanan dapat dikurangi. Akan rasa relaksasi yang menyenangkan.
tetapi terapi farmakologis memberikan Manfaat Guided imagery yaitu sebagai
efek samping terhadap saluran cerna yang intervensi perilaku untuk mengatasi
sering timbul misalnya dyspepsia dan gejala kecemasan, stress dan nyeri (Kaplan &
iritasi lain terhadap mukosa lambung. Efek Sadock, 2010).
ketidaknyamanan bagi wanita akan timbul

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 157


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

Menurut Kozier dan Gleniora (2009) nyeri haid. Penanganan yang biasa
bahwa : “Pemberian kompres hangat yang dilakukan oleh siswi ketika nyeri haid yaitu
memakai prinsip penghantaran panas 5 siswi mengkompres dengan air hangat, 2
melalui cara konduksi yaitu dengan siswi menggunakan aroma terapi, dan 3
menempelkan handuk hangat pada daerah siswi lainnya hanya menggusap bagian yang
yang nyeri akan melancarkan sirkulasi nyeri saat haid, saat diwawancarai 2 dari 10
darah dan menurunkan ketegangan otot orang terkadang meminum obat pereda
sehingga menurunkan nyeri pada wanita nyeri apabila nyeri terus dirasakan dan
dengan dismenore primer, karena wanita mengganggu aktivitas.
nyeri haid mengalami kontraksi uterus dan Berdasarkan fenomena diatas peneliti
kontraksi otot polos. Panas dapat tertarik untuk melakukan penelitian tentang
menyebabkan pelebaran pembuluh darah efektivitas terapi kompres hangat pada
yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi penurunan nyeri haid (nyeri haid) pada
darah. Secara fisiologis respon tubuh remaja putri usia 13-15 tahun di SMPN 31
terhadap panas yaitu menyebabkan Bandung.
pelebaran pembuluh darah, menurunkan
kekentalan darah, menurunkan ketegangan KAJIAN LITERATUR
otot, meningkatkan metabolisme jaringan Menurut Proverawati dan Misaroh (2009)
dan meningkatkan permeabilitas kapiler. menstruasi adalah pengeluaran darah,
Respon dari panas inilah yang digunakan mukus, dan pelepasan endometrium secara
untuk keperluan terapi pada berbagai periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14
kondisi dan keadaan yang terjadi dalam hari setelah ovulasi. Siklus mentruasi wanita
tubuh. Panas menyebabkan pelebaran biasanya 21-35 hari, lamanya menstruasi 3-
pembuluh darah dalam waktu 20-30 menit, 5 hari dan adapula yang 7-8 hari. Mulainya
melakukan kompres lebih dari 30 menit haid pertama (menarche) ditandai dengan
akan mengakibatkan kongesti jaringan dan adanya pendarahan akibat endometrium
klien akan beresiko mengalami luka bakar yang mengalami nekrosis.
karena pembuluh darah yang berkontriksi Siklus Haid terdiri dari tiga fase a). Fase
tidak mampu membuang panas secara haid merupakan fase yang ditandai dengan
adekuat melalui sirkulasi darah”. adanya pengeluaran darah dan sisa
Menurut Dewi (2014) teknik kompres endometrium dari vagina. Adanya
hangat dilakukan dengan cara pemberian penurunan kadar progesterone dan estrogen
botol berisi air dengan dengan suhu 40- di lapisan dalam uterus sehingga
46°C yang sebelumnya diukur dengan menyebabkan vasokontriksi pada
menggunakan termometer air yang disimpan endometrium. Penurunan O2 yang terjadi
pada daerah pada bagian perut bawah yang menyebabkan kematian endometrium dan
dilakukan pada remaja yang sedang nyeri kerusakan pembuluh darah sehingga lapisan
haid selama 20 menit dengan selang 10 dalam uterus terlepas selama haid.
menit pergantian air panas untuk Prostaglandin yang diproduksi merangsang
mempertahankan suhunya. kontraksi ritmik ringan myometrium uterus.
Berdasarkan studi pendahuluan yang Kontraksi ini akan membantu pengeluaran
dilakukan dengan cara wawancara langsung darah dan sisa endometrium dari rongga
kepada 10 siswi didapatkan hasil bahwa uterus keluar melalui vagina sebagai darah
sebagian besar siswi mengalami nyeri haid. Kontraksi yang terlalu kuat akibat
dengan skala nyeri ringan yaitu sebanyak kelebihan prostaglandin mengakibatkan
2 siswi, dengan skala nyeri sedang kram haid (dysmenorrhea). Haid
sebanyak 6 siswi, dan dengan skala nyeri berlangsung selama 5 – 7 hari dengan mulai
berat terkontrol sebanyak 1 siswi, dan nyeri terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium
berat tak tertahankan sebanyak 1 siswi dibawah pengaruh hormon gonadotropik
hingga pernah tidak masuk sekolah karena yang kadarnya meningkat. b). Fase

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 158


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

proliferative, terjadi setelah 5 – 7 hari dan prestasi, sehingga akan mempengaruhi


biasanya adanya penurunan sekresi hormone kualitas hidup wanita (Prawirohardjo,
gonad sehingga menghilangkan pengaruh 2005). Menurut Kurniawati dan
inhibiotik dari hipotalamus dan hipofisis Kusumawati (2011) bahwa 52% pelajar
anterior sehingga sekresi FSH (follicle- di Yogyakarta tidak dapat melakukan
stimulating hormone) dan LH (luteinizing aktivitasnya dengan maksimal selama
hormone) meningkat dan folikel-folikel menstruasi. Pada saat menstruasi, wanita
yang baru berkembang telah menghasilkan kadang mengalami nyeri. Sifat dan tingkat
cukup estrogen untuk mendorong perbaikan rasa nyeri bervariasi, mulai dari yang ringan
dan pertumbuhan endometrium. Saat aliran hingga yang berat kondisi tersebut
darah haid berhenti estrogen merangsang dinamakan dysmenorrhea, yaitu keadaan
proliferasi sel epitel untuk menebalkan nyeri yang hebat dan dapat mengganggu
lapisan endometrium hingga memicu aktivitas sehari-hari. Dysmenorrhea
lonjakan LH sebagai penyebab adanya merupakan suatu fenomena simptomatis
ovulasi. c). Fase sekretorik atau meliputi nyeri abdomen, kram, sakit
progestational, setelah ovulasi, ketika punggung (Kusmiran, 2012).
terbentuk korpus luteum baru, korpus Menurut Kozier dan Gleniora
luteum memproduksi progesteron dan (2006) kompres hangat menggunakan botol
estrogen. Pada fase ini progesteron yang dibungkus kain dimana terjadi
mengubah endometrium tebal yang telah perpindahan panas (konduksi) dari botol
dipersiapkan estrogen menjadi jaringan panas ke dalam perut yang akan
kaya vascular dan glikogen. Sehingga melancarkan sirkulasi darah dan
menuju ke lapisan endometrium yang subur. menurunkan ketegangan otot sehingga
Jika tidak terjadi pembuahan maka korpus akan menurunkan nyeri pada wanita
luteum berdegenerasi dan fase haid baru dysmenorrhea primer, karena pada wanita
dimulai kembali (Sherwood, 2011) yang dysmenorrhea ini mengalami
Dysmenorrhea merupakan gejala yang kontraksi uterus dan kontraksi otot polos.
paling sering dikeluhkan oleh wanita usia Berkurangnya nyeri haid setelah diberikan
reproduktif. Nyeri atau rasa sakit yang tindakan kompres hangat dikarenakan
siklik bersamaan dengan menstruasi ini adanya rangsangan impuls yang
sering dirasakan seperti rasa kram pada memblokade persepsi nyeri agar tidak
perut mulai terjadi pada 24 jam sebelum sampai ke hipotalamus. Dalam teori gate-
terjadinya pendarahan haid hingga 24-36 control dikatakan bahwa stimulus kutaneus
jam meskipun beratnya hanya berlangsung mengaktifkan serabut saraf sensori A-beta
selama 24 jam pertama saat terjadinya lebih besar dan lebih cepat sehingga
pendarahan haid. Kram tersebut dapat menurunkan tranmisi nyeri ke serabut saraf
disertai dengan rasa sakit yang menjalar ke C (Sherwood, 2011).
punggung atau ke permukaan paha, dengan
rasa mual dan muntah, sakit kepala ataupun METODE PENELITIAN
diare (Ardayani, 2012). Biasanya gejala Penelitian ini dilakukan dengan metode
dysmenorrhea primer terjadi pada wanita Pra- Eksperimen dalam satu kelompok
usia produktif 2-3 tahun setelah mengalami (one group pre test – post test design).
haid pertama (Maulana, 2009). Penarikan sampel melalui metode
Dampak nyeri dysmenorrhea pada remaja purposive sampling dengan sampel
akan menimbulkan kecemasan berlebih berjumlah 47 orang pada remaja putri
akan mempengaruhi terjadinya penurunan usia 13-15 tahun. Kriteria sampel adalah
kecakapan dan keterampilan siswa serta remaja putri yang mengalami
tidak dapat konsentrasi belajar dan dysmenorrhea, dan yang mengalami skala
mempengaruhi motivasi belajar yang nyeri haid 1-10.
menyebabkan penurunan aktifitas sekolah

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 159


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

Variabel independen dalam penelitian ini


adalah pemberian kompres hangat. Variabel 1. Menghormati harkat dan martabat
dependen pada penelitian ini adalah subjek penelitian (respect for human
penurunan nyeri dismenore. Pengambilan dignity).
data di lakukan dengan tindakan kompres 2. Menghormati kerahasiaan dan privasi
hangat pada remaja putri SMPN 31 subjek penelitian (respect for privacy
Bandung yang berusia 13-15 tahun dengan and confidentiality)
menggunakan botol plastik yang berisi air 3. Menghormati keadilan dan inklusivitas
hangat bersuhu 40-45°C (diukur (respect for justice inclusiveness).
menggunakan thermometer air), yang 4. Manfaat dan kerugian dari penelitian
dibalut dengan kain berukuran 19x13 cm (balancing harm and benefits).
dengan ketebalan 0,1 cm, lalu diletakkan
dibagian nyeri selama 10 menit. Untuk PEMBAHASAN
skala nyeri menggunakan skala penilaian Karakteristik responden berdasarkan remaja
numerik (Numerical Rating Scale, NRS) berusia 13-15 tahun yang sedang mengalami
skala 0-10, dimana Menurut Potter & Perry nyeri haid di SMPN 31 Kota Bandung,
(2006) dalam menentukan nyeri dapat ditampilkan pada tabel dibawah ini :
dysmenorrhea digunakan klasifikasi skala 0
(tidak nyeri), 1-3 (skala nyeri ringan), 4-6 Tabel 1.1 Karakteristik Responden
(skala nyeri sedang), 7-9 (nyeri berat), 10 Berdasarkan Usia di SMPN 31 Kota
(skala nyeri berat). Kemudian data dianalisis Bandung
univariat dengan menggunakan rumus
prosentase : Umur F %
13 17 36,2
𝑓
𝑑𝑓 = x 100% 14 21 44,7
𝑁
15 9 19,1
Keterangan : Total 47 100,0
df : distribusi frekuensi Tabel
f : frekuensi 1.1 menggambarkan karakteristik
N : Jumlah responden responden. Berdasarkan umur, dapat
diketahui sebagian responden berusia 14
Dengan demikian analisis data eksperimen tahun (44,7%), sebagian kecil responden
pre test dan post test one group design berusia 13 tahun (36,2%), sangat sedikit
dalam penelitian menggunakan Uji responden yang berusia 15 tahun (19,1%).
Wilcoxon test - non parametric, dengan
rumus : Tabel 1.2 Kategori Skala Nyeri Haid
(1) Berdasarkan Observasi Sebelum
𝑇−
4𝑁(𝑁 + 1) diberikan Terapi Kompres Hangat
𝑍=
1

24𝑁(𝑁 + 1)(2𝑁 + 1) Skala nyeri f %
Keterangan : Tidak nyeri 0 0.00
N = Subjek pada sampel Nyeri ringan 14 29.79
T = jumlah rangking dari nilai
selisih negative atau Nyeri sedang 23 48.94
positive Nyeri berat terkontrol 10 21.28
Nyeri berat tak terkontrol 0 0.00
Selama melakukan proses penelitian,
peneliti menggunakan prinsip etika yang Total 47 100.00
dikemukakan oleh Ningsih (2011), yaitu :

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 160


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

Table 1.2 dapat diketahui bahwa sebelum sedangkan skala nyeri sesudah dilakukan
dilakukannya intervensi (pemberian kompres hangat yaitu 0,02 sehingga nilai
kompres hangat) tingkat dysmenorrhea signifikan (p-value) < 0,05. Dengan
(nyeri haid) sebagian dikategorikan nyeri demikian data tersebut berdistribusi tidak
sedang yaitu 23 orang (48.9%), sebagian normal dan termasuk data non-parametrik.
kecil dikategorikan nyeri ringan 14 orang Setelah di uji normalitas maka uji statistik
(29,8%), dan nyeri berat 10 orang (21,3%). penelitian ini menggunkan Uji Wilcoxon.
Berikut hasil Uji Wilcoxon dalam penelitian
ini :
Hasil Uji Statistik menunjukkan nilai
Wilcoxon Signed Ranks sebesar -6,071 pada
(Mean Rank) 24 dan taraf signifikan 0,000.
Tabel 1.3 Kategori Skala Nyeri Haid Untuk menentukan hipotesis ditolak atau
Responden Berdasarkan Observasi diterima maka besar taraf signifikan (p)
Sesudah diberikan Terapi Kompres dibandingkan dengan taraf kesalahan 0,05
Hangat (5%).. Hasil penelitian ini menunjukkan
nilai p lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05),
Skala nyeri f % sehingga Ho ditolak yang berarti dapat
Tidak nyeri 1 2.13 disimpulkan adanya efektivitas terapi
Nyeri ringan 33 70.21 kompres hangat terhadap nyeri haid pada
Nyeri sedang 13 27.66 Remaja Siswi Usia 13-15 tahun.
Nyeri berat terkontrol 0 0.00
Nyeri berat tak terkontrol 0 0.00 Berdasarkan hasil penelitian jumlah remaja
Total 47 100.00 putri terbanyak yang mengalami
dysmenorhe adalah 21 orang (44,7%) yang
berusia 14 tahun, sedangkan yang berusia
Berdasarkan tabel 1.3 dapat diketahui
13 tahun 17 orang (36,2%) hal ini
bahwa setelah dilakukannya intervensi
menunjukkan bahwa dysmenorrhea
(pemberian kompres hangat selama 10
dikaitkan dengan produksi hormon
menit dengan suhu air 40-45°C) tingkat
progesteron yang meningkat sehingga
dysmenorrhea (nyeri haid) sebagian besar
bertambahnya usia, pembentukan hormon
dikategorikan nyeri ringan yaitu 33 orang
semakin sempurna bersamaan dengan
(70.2%), sebagian kecil dikategorikan nyeri
berkembangnya alat reproduksi (Sherwood,
sedang 13 orang (27.7%), dan sangat sedikit
2011). Sedangkan yang berusia 15 tahun
dikategorikan tidak nyeri 1 orang (2,1%).
sebanyak 9 orang (19,1%) lebih sedikit
dibandingkan yang berusia 14 tahun
Table 1.4 hasil uji normalitas data
dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan
penelitian
tergantung pada banyak faktor psikososial,
derajat kualitas nyeri yang dirasa ditentukan
oleh pengalaman sebelumnya dan seberapa
baik pengalaman tersebut diingat. Persepsi
nyeri juga tergantung pada pemahaman
tentang penyebab rasa nyeri dan
kemampuan untuk memikul konsekuensinya
sehingga rasa nyeri yang pernah dirasakan
sebelumya akan terasa menjadi lebih ringan,
hal ini dapat mempengaruhi dalam hal
Hasil Uji normalitas menunjukkan bahwa
penentuan skala nyeri pada responden
nilai signifikan skala nyeri sebelum
(Indrayani, 2013).
dilakukan kompres hangat yaitu 0,05

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 161


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

Analisis perbedaan sebelum dan sesudah mengalami kontraksi uterus dan kontraksi
pemberian kompres hangat pada remaja otot polos (Kozier & Gleniora, 2006).
putri usia 13-15 tahun yang sedang Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan
mengalami nyeri haid di SMPN 31 Kota oleh Lembaga Masyarakat Penelitian Medis
Bandung dengan tujuan untuk melihat Naturopati dan Ilmu Yoga di Bangalore,
efektivitas dalam menurunkan tingkat nyeri India metode yang digunakan yaitu sebelum
haid dengan melakukan prosedur kompres memulai tindakan peserta diminta untuk
hangat menggunakan botol yang di letakkan meminum 1-2 gelas air dingin kemudian
bagian nyeri saat haid selama 10 menit diminta untuk berendam dalam bak mandi
dengan suhu air yang digunakan 40-45 dengan posisi duduk hanya perut dan pelvis
menit. yang terbenam dalam air yang bersuhu 40-
Dari hasil penelitian didapatkan data 45°C selama 10 menit serta menggunakan
sebelum dilakukan kompres hangat tingkat kompres dingin diatas kepalanya sehingga
nyeri dysmenorhea sebagian dikategorikan membutuhkan banyak persiapan terutama
nyeri sedang yaitu 23 orang (48.9%), dalam hal instrument penelitian ( Latthe, P.
sebagian kecil dikategorikan nyeri ringan 14 2006).
orang (29,8%), dan nyeri berat 10 orang Berbeda halnya dengan penelitian yang
(21,3%) dan setelah dilakukan kompres dilakukan oleh Dewi (2014) dimana teknik
hangat tingkat dysmenorrhea sebagian besar prosedurnya sama dengan peneliti namun
dikategorikan nyeri ringan yaitu 33 orang menggunakan lama waktu intervensi yang
(70.2%), sebagian kecil dikategorikan nyeri berbeda. Peneliti melakukan intervensi
sedang 13 orang (27.7%), dan sangat sedikit kompres hangat hanya 10 menit,
dikategorikan tidak nyeri 1 orang (2,1%), sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan Dewi (2014) menggunakan waktu 20 menit
melakukan kompres air hangat selama 10 dengan selang 10 menit pergantian air
menit dengan suhu 40 -45°C mampu panas untuk mempertahankan suhunya. Hal
mengurangi satu tingkat skala nyeri pada ini menunjukkan bahwa kompres hangat
haid. dapat menurunkan tingkat nyeri haid.
Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Hal ini menunjukkan bahwa dengan
signed ranks bahwa terapi kompres hangat penelitian yang berbeda namun hasilnya
sangat efektif terhadap nyeri haid pada sama yaitu terdapat efektivitas, penelitian
remaja siswi. Hasil penelitian ini sama yang dilakukan oleh peneliti lebih efektif
dengan penelitian yang dilakukan oleh dan mudah untuk dilakukan serta tidak
Lembaga Masyarakat Penelitian Medis terlalu membutuhkan waktu yang lama,
Naturopati dan Ilmu Yoga di Bangalore, hanya 10 menit dan menggunakan
India ( Latthe, P. 2006) yang menunjukkan intsrumen penelitian yang sederhana. Dari
adanya efektivitas penurunan skala nyeri hasil penelitian penurunan skala nyeri rata-
haid, meskipun teknik prosedur rata hanya berkurang 1 tahap, seperti dari
penelitiannya berbeda. Dalam penelitian ini nyeri sedang ke nyeri ringan, atau nyeri
menggunakan prinsip kerja kompres hangat berat ke nyeri sedang. Berkurangnya nyeri
yaitu dengan menggunakan botol berisi air haid setelah diberikan tindakan kompres
dengan suhu 40-45°C selama 10 menit dan hangat dikarenakan adanya pelebaran
dibalut dengan kain, dimana terjadi pembuluh darah saat pemberian kompres
perpindahan panas (konduksi) dari botol hangat dalam waktu 20-30 menit sehingga
panas ke dalam perut yang akan menimbulkan rangsangan impuls yang
melancarkan sirkulasi darah dan memblokade persepsi nyeri agar tidak
menurunkan ketegangan otot sehingga akan sampai ke hipotalamus (Kozier dan
menurunkan nyeri pada wanita Gleniora, 2006). Dalam teori gate-control
dysmenorrhea primer, karena pada dikatakan bahwa stimulus kutaneus
wanita yang dysmenorrhea ini mengaktifkan serabut saraf sensori A-beta

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 162


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

lebih besar dan lebih cepat sehingga perilaku klinis, jilid 2. Tangerang:
menurunkan tranmisi nyeri ke serabut saraf Bina Rupa Asara Publisher.
C (Sherwood, 2011).
Hasil uji statistik menunjukkan nilai Uji Kozier, B & Gleniora.
Wilcoxon signed ranks pada df 47 dan taraf (2009). Buku Ajar Praktik
signifikan 0,000 sehingga dapat Keperawatan Klinis. Jakarta :
disimpulkan bahwa kompres hangat selama ECG
10 menit dengan suhu air 40-45°C efektif
untuk menurunkan tingkat nyeri haid pada Kurniawati, D., & Kusumawati,
remaja usia 13-15 tahun di SMPN 31 Kota
Y. (2011). Pengaruh Dismenore
Bandung.
Terhadap Aktivitas Pada Siswi
PENUTUP SMK. Jurnal Kesehatan
Penelitian ini memperoleh hasil bahwa Masyarakat, 6(2).
terdapat perbedaan penurunan nyeri haid
pre dan post pada remaja putri SMPN 31 Kusmiran, E. (2012).
Bandung yang mengalami dysmenorrhea Kesehatan Reproduksi Remaja
dengan kompres hangat selama 10 menit Dan Wanita, Jakarta : Salemba
dengan suhu air 45°C. Sehingga terapi Medika
kompres hangat dapat menjadi salah satu
cara yang efektif dan mudah dilakukan Latthe, P. Latthe, M. Say, L.
mengurangi nyeri haid. Gülmezoglu, M. Khan, S.
(2006). WHO systematic review
REFERENSI of prevalence of chronic pelvic
Ardayani, T. (2012). Buku Kesehatan pain: a neglected reproductive
health morbidity. BMC Public
Reproduksi untuk Kebidanan,
Health.
Keperawatan dan Tenaga
Kesehatan. Bandung : CV. Marmi. (2013). Kesehatan
Cakra Reproduksi.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Dewi, I. G. A. P & Dewi, N. L. P. K.
Maulana, M. (2009). Seluk Beluk
(2014). Manfaat Pemberian
Reproduksi dan Kehamilan.
Kompres Hangat Dalam
Yogyakarta : Gara Ilmu.
Mengurangi Rasa Nyeri
Dismenore Primer Pada
Nasir L dan Bope ET. (2004).
Remaja. Karya Tulis Ilmiah.
Management of pelvic pain
Sekolah Tinggi Ilmu
from dysmenorrhea or
Kesehatan Balin Program
endometriosis. J Am Board
Studi D3 Kebidanan Denpasar.
Fam Pract.
Indrayani, D. (2013). Asuhan Persalinan
Ningsih, R., Setyowati, S., &
dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
Rahmah, H. (2011).
Trans Info Media
Efektivitas Paket Pereda
Kaplan & Sadock. (2010). Sinopsis Nyeri Pada Remaja Dengan
psikiatri ilmu pengetahuan Dismenore. Jurnal
Keperawatan Indonesia,

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 163


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018

Nugroho, A., Bertalina, B., &


Marlina, M. (2016).
Hubungan Antara Asupan Zat
Gizi Dan Status Gizi Dengan
Kejadian Menarche Dini Pada
Siswi Sd Negeri 2 Di Kota
Bandar Lampung. Jurnal
Kesehatan, 6 (1).

Potter & Perry, A. G. (2006).Buku Ajar


Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, Dan
Praktik,edisi 4, Volume.2.
Jakarta:EGC.

Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu


kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka

Proverawati dan Misaroh. (2009).


Menarche Menstruasi Pertama
Penuh Makna, Jakarta: Numed
(Dismenore) Pada Siswi Kelas Xi
Sma Negeri 1 Karangbinangun

Safitri, M., Utami, T., &


Sukmaningtyas, W.(2014).
Pengaruh Minuman Kunyit
Asam Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Haid Primer Pada
Mahasiswi Diii Kebidanan.
Prosiding Seminar Nasional &
Internasional.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi


Manusia : dari Sel ke Sistem.
Ed. 6. Jakarta : ECG

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 164


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk

Anda mungkin juga menyukai