Anda di halaman 1dari 20

Kanker endometrium

a. Definisi
Kanker endometrium adalah kanker yang dimulai di lapisan endometrium
(American Cancer Society, 2012). Berdasarkan histopatologi, profil molekul dan
perjalanan klinis kanker endometrium dibagi menjadi dua kategori. Tipe I biasanya
terkait dengan estrogen, dapat didiagnosis lebih awal dan memiliki prognosis yang
menguntungkan. Kanker endometrium tipe II tidak tergantung pada hormone. Kanker
tipe II terjadi mutasi gen p53 dan hilangnya heterozigositas di beberapa lokus kromosom.
Kanker tipe II terkait dengan penyebaran yang lebih awal dan prognosis yang lebih
buruk. Sangat menarik bahwa beberapa tumor tipe II mungkin memiliki perubahan
molekul seperti yang ditemukan pada kanker tipe I seperti K-ras, PTEN, b-catenine dan
ketidakstabilan mikrosatelit. Hal ini menunjukkan bahwa Tumor tipe II dapat timbul dari
diferensiasi dari kanker tipe I yang sudah ada sebelumnya (Frederic Amant, 2005).
b. Epidemiologi
Kanker endometrium sekarang ini merupakan keganasan ginekologi yang paling
umum di Eropa dan Amerika Utara. Kanker endometrium termasuk dalam tujuh
penyebab paling umum kematian akibat kanker pada wanita di Eropa Barat, yaitu sebesar
1% -2% dari semua kematian akibat kanker. Sekitar 81 500 perempuan di Uni Eropa
menderita penyakit ini setiap tahun dan angka insidensinya terus meningkat. Usia rata-
rata kejadian adalah 63 tahun, sedangkan > 90% wanita lebih dari 50 tahun (G.
Plataniotis, 2010).
Sekitar 75% wanita bertahan hidup selama 5 tahun karena kebanyakan merupakan
perempuan yang telah didiagnosis pada tahap awal karena pendarahan vagina yang tidak
teratur. Proporsi penyakit 75% terbatas pada rahim (stadium I). Sebagian besar kanker
endometrium terjadi setelah menopause, tetapi 25% kasus kemungkinan terjadi pada saat
premenopause (Ayush Giri, 2011).


c. Etiologi dan Pathogenesis
Endometrium mengalami modifikasi structural dan perubahan sel-sel khusus
dalam menanggapi fluktuasi estrogen dan progesteron selama siklus menstruasi. Tahan
lama eksposur estrogen menyebabkan hiperplasia endometrium, yang meningkatkan
kemungkinan perkembangan hiperplasia atipikal dan akhirnya kanker endometrium tipe-
1. Proses dasar molekuler ini masih belum diketahui. Dari sudut pandang molekuler,
kanker endometrium menyerupai fase proliferatif dari endometrium. PTEN adalah sebuah
gen suppressor tumor yang kadarnya tinggi dalam lingkungan yang kaya estrogen.
Progestagen juga mempengaruhi ekspresi dari PTEN, dimana progestagen dapat
menyebabkan terjadinya mutasi pada PTEN yang diproduksi oleh sel endometrium. Hal
ini sejalan dengan beberapa observasi yang dilakukan dan daitemukan kejadian yang
serupa pada beberapa hasil observasi. Mutasi PTEN biasanya terlihat dalam tipe-1 kanker
endometrium, ada perubahan gen lain yang spesifik untuk kanker jenis 1 dan 2, yang
mendukung model dualistik endometrium carcinogenesis. Karsinoma tipe 1 berhubungan
dengan mutasi pada onkogen KRAS2, PTEN tumoursuppressor gen, dan cacat pada
perbaikan ketidakcocokan DNA pada proses proliferasi. Kanker tipe 2 terkait dengan
mutasi pada TP53 dan ekspresi ErbB-2 (HER- 2/neu) (Frederic Amant, 2005).

d. Faktor resiko
1) Faktor resiko reproduksi dan menstruasi (Frederic Amant, 2005).
a) Kebanyakan peneliti menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko 3x
lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Hipotesis
bahwa infertilitas menjadi factor risiko kanker endometrium didukung
penelitian-penelitian yang menunjukkan risiko yang lebih tinggi untuk
nullipara dibanding wanita yang tidak pernah menikah.
b) Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas
dikaitkan dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi
( terekspos estrogen yang lama tanpa progesterone yang cukup), kadar
androstenedion serum yang tinggi (kelebihan androstenedion dikonversi
menjadi estrone), tidak mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan
(sisa jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar estrogen bebas
dalam serum yang rendah pada nulipara.
2) Usia menarche dini (<12 tahun) berkaitan dengan meningkatnya risiko kanker
endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Benyak penelitian menunjukkan
usia saat menopause mempunyai hubungan langsung terhadap meningkatnya
kanker ini. Sekitar 70% dari semua wanita yang didiagnosis kanker endometrium
adalah pascamenopause. Wanita yang menopause secara alami diatas 52 tahun 2,4
kali lebih beresiko jika dibandingkan sebelum usia 49 tahun (Frederic Amant,
2005).
3) Hormon (Frederic Amant, 2005).
a) Hormone endogen.
Risiko terjadinya kanker endometrium pada wanita-wanita muda
berhubungan dengan kadar estrogen yang tinggi secara abnormal seperti
polycystic ovarian disease yang memproduksi estrogen.
b) Hormone eksogen pascamenopause.
Terapi sulih hormone estrogen menyebabkan risiko kanker endometrium
meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan risiko ini terjadi setelah
pemakaian 2-3 tahun. Risiko relative tertinggi setelah pemakaian selama
10 tahun.
4) Kontrasepsi oral. Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin.
Sebaliknya pengguna kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin dengan
kadar progesterone tinggi mempunyai efek protektif dan menurunkan risiko
kanker endometrium setelah 1-5 tahun pemakaian (Frederic Amant, 2005).
5) Tamoksifen. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan risiko
kanker endometrium 2-3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang diberi terapi
tamoksifen. Tamoksifen merupakan antiestrogen yang berkompetisi dengan
estrogen untuk menduduki reseptor. Di endometrium, tamoksifen malah bertindak
sebagai factor pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel (Frederic
Amant, 2005).
6) Obesitas. Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium. Kelebihan
13-22 kg BB ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 x lipat. Sedangkan
kelebihan di atas 23 kg akan meningkatkan risiko sampai 10x lipat (Frederic
Amant, 2005).
7) Faktor diet. Perbedaan pola demografi kanker endometrium diperkirakan oleh
peran nutrisi, terutama tingginya kandungan lemak hewani dalam diet. Konsumsi
sereal, kacang-kacangan, sayuran dan buah terutama yang tinggi lutein,
menurunkan risiko kanker yang memproteksi melalui pitoestrogen (Frederic
Amant, 2005).
8) Kondisi medis. Wanita premenopause dengan diabetes meningkatkan 2-3 x lebih
besar berisiko terkena kanker endometrium jika disertai diabetes. Tingginya kadar
estrone dan lemak dalam plasma wanita dengan diabetes menjadi penyebabnya.
Hipertensi menjadi factor risiko pada wanita pancamenopause dengan obesitas
(Frederic Amant, 2005).
9) Faktor genetik. Seorang wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara
meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium. Begitu juga dengan riwayat
kanker endometrium dalam keluarga (Frederic Amant, 2005).
10) Merokok. Wanita perokok beresiko kali jika dibandingkan yang bukan perokok
(faktor proteksi) dan diperkirakan menopause lebih cepat 1-2 tahun (Frederic
Amant, 2005).
11) Ras. Kanker endometrium sering ditemukan pada wanita kulit putih (Frederic
Amant, 2005).
12) Faktor risiko lain. Pendidikan dan status sosial ekonomi diatas rata-rata
meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium akibat konsumsi terapi
pengganti estrogen dan rendahnya paritas (Frederic Amant, 2005).






Risk Factors for Endometrial Cancer


Factors Influencing Risk Estimated Relative Risk
a

Obesity 25
Polycystic ovarian syndrome >5
Long-term use of high-dose menopausal estrogens 1020
Early age of menarche 1.52
Late age of natural menopause 23
History of infertility 23
Nulliparity 3
Menstrual irregularities 1.5
Residency in North America or northern Europe 318
Higher level of education or income 1.52
White race 2
Older age 23
High cumulative doses of tamoxifen 37
History of diabetes, hypertension, or gallbladder disease 1.33
Long-term use of high-dose combination oral contraceptives 0.30.5
Cigarette smoking 0.5


e. Tanda dan Gejala
Gejala pada kanker endometrium yang paling sering ditemui adalah perdarahan
pervaginam. Sekitar 90% dari penderita kanker endometrium mengalami perdarahan
(American Cancer Society, 2012). Perdarahan uterus abnormal adalah yang paling sering
menjadi gejala kanker endometrium, tetapi masih banyak gejala yang lainnya. Semua
wanita postmenopause dengan perdarahan pervaginam dan perdarahan uterus abnormal
yang berhubungan dengan faktor risiko untuk kanker endometrium atau hiperplasia
(misalnya, ovarium polikistik, obesitas, usia di atas 40 tahun, siklus tidak menentu, terapi
penggantian hormon, penggunaan tamoxifen) harus menjalani proses diagnostik lebih
lanjut. Kemungkinan kanker endometrium pada perempuan dengan perdarahan
postmenopause 5-10%, tetapi kemungkinan meningkat dengan usia dan factor risiko.
Gejala lainnya yaitu nyeri panggul, penambahan lingkar abdomen, teraba massa di
abdomen dan terjadi penurunan berat badan secara tiba-tiba tanpa ada sebab yang pasti
(American Cancer Society, 2012).

f. Diagnosis
Untuk mengetahui apakah terdapat hiperplasia endometrium atau kanker endometrium,
Dokter harus menghapus beberapa jaringan sehingga dapat dilihat di bawah mikroskop.
Jaringan dapat diambil dengan melakukan biopsi endometrium atau D & C (pelebaran
dan kuret). Pemeriksaan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis kanker endometrium
adalah sebagai berikut:
i. Biopsi endometrium: jenis biopsi dapat dilakukan di kantor dokter. tabung
fleksibel yang sangat tipis ditempatkan ke dalam rahim melalui serviks.
Kemudian dihisap untuk mengambil sejumlah kecil jaringan endometrium.
Penghisapan biasanya memakan waktu kurang dari satu menit. Hal ini
menyebabkan rasa ketidaknyamanan seperti kram menstruasi dan dapat dibantu
dengan meminum obat seperti ibuprofen sebelum pemeriksaan. USG harus
dilakukan terlabih dahulu sebelum biopsy karena dapat membantu dokter untuk
menemukan daerah mencurigakan yang harus diambil (American Cancer Society,
2012).
ii. Histeroskopi: Ini adalah cara agar dokter dapat melihat ke dalam rahim. Dokter
menempatkan teleskop kecil ke dalam rahim melalui serviks. Rahim kemudian
diisi dengan NaCl (saline). Hal ini memungkinkan dokter melihat dan mengambil
sampel jaringan endometrium, seperti kanker atau polip. Pasien harus mendapat
tindakan analgesi terlebih dahulu (American Cancer Society, 2012).
iii. Dilatasi dan kuretase (D & C): Jika biopsi tidak mendapatkan jaringan yang
cukup, atau jika Dokter tidak bisa menentukan dengan pasti apakah itu kanker, D
& C harus dilakukan. Untuk melakukan hal ini, serviks dibuka (melebar) dan alat
khusus digunakan untuk mengikis jaringan dari dalam rahim. Dibutuhkan sekitar
satu jam untuk pemeriksaan ini dan pasien harus dalam General Anestesi atau
spinal maupun epidural anestesia (American Cancer Society, 2012).
iv. USG transvaginal: USG adalah penggunaan gelombang suara untuk mengambil
gambar dari bagian dalam tubuh. Ketika tes ini dilakukan untuk kemungkinan
kanker endometrium, probe ditempatkan ke dalam Vagina. Ini memberikan
gelombang suara yang yang memproyeksikan jaringan dari organ panggul.
Pemeriksaan ini dapat membantu menunjukkan apakah endometrium menjadi
lebih tebal dari yang seharusnya atau tidak. Endometrium dikatakan menebal
apabila tebal endometrium sudah lebih atau samadengan 5 mm. Hal ini juga dapat
membantu melihat apakah kanker tumbuh ke dalam lapisan otot rahim. NaCl
(saline) bisa dimasukkan ke dalam rahim sebelum ujian untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas (American Cancer Society, 2012).
v. Cystoscopy dan proktoskopi: Jika seorang wanita memiliki tanda-tanda yang
menunjukkan kanker yang mungkin telah menyebar, dokter dapat menggunakan
cystoscopy untuk melihat kandung kemih atau proktoskopi untuk melihat rektum.
Potongan kecil jaringan dapat dihapus untuk dilihat di bawah mikroskop. Tes ini
jarang dilakukan (American Cancer Society, 2012).
vi. CT scan: CT scan jarang digunakan untuk menemukan kanker endometrium.
Tetapi CT scan mungkin dapat membantu jika terlihat seolah-olah kanker telah
menyebar ke organ lainnya. CT scan juga dapat digunakan untuk memandu biopsi
jarum halus ke suatu daerah yang dicurigai kanker. CT scan memakan waktu
lebih lama dari biasa x-ray (American Cancer Society, 2012).
vii. MRI scan (magnetic resonance imaging): MRI scan sangat membantu dalam
melihat otak dan sumsum tulang belakang. Proses pemeriksaan dengan MRI lebih
lama dari CT scan. Hal ini dapat mengganggu bagi sebagian orang (American
Cancer Society, 2012).
viii. PET scan (positron emission tomography): Dalam tes ini, sejenis zat radioaktif
digunakan untuk mencari sel-sel kanker. Sel-sel kanker mengambil dalam jumlah
besar zat tersebut, yang dimasukkan ke dalam darah melalui infus (intravena).
Dengan menggunakan sebuah kamera khusus maka dapat menunjukkan kemana
zat tersebut pergi dalam tubuh. PET kadang-kadang berguna dalam menemukan
lokasi sel kanker (American Cancer Society, 2012).
ix. Rontgen dada: rontgen dapat menunjukkan apakah kanker telah menyebar ke
paru-paru atau tidak. Hal ini juga dapat digunakan untuk mencari masalah paru
serius atau masalah jantung (American Cancer Society, 2012).
x. Hitung darah lengkap (CBC): Tes ini mengukur sel yang berbeda dalam darah,
seperti sel-sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Banyak sekali
perempuan yang telah kehilangan banyak darah dari rahim yang menyebabkan
pasien tersebut anemia (American Cancer Society, 2012).
xi. CA 125 tes darah: CA 125 adalah zat yang banyak endometrium dan kanker
ovarium lepaskan ke dalam aliran darah. Dalam seseorang dengan kanker
endometrium, CA 125 darah sangat tinggi. Hal tersebut adalah pertanda bahwa
kanker mungkin telah menyebar di luar rahim (American Cancer Society, 2012).

Stadium kanker berdasarkan penyebarannya menurut kriteria FIGO, yaitu sebagai
berikut:

Tabel 2.1. Figo Staging

Gambar 2.5 Stage IA dan IB kanker endometrium (National Cancer Institute, 2012)

Gambar 2.6 Stage II kanker endometrium (National Cancer Institute, 2012)

Gambar 2.7 Stage IIIA kanker endometrium (National Cancer Institute, 2012)

Gambar 2.8 Stage IIIB kanker endometrium (National Cancer Institute, 2012)

Gambar 2.9 Stage IVA kanker endometrium (National Cancer Institute, 2012)

Gambar 2.10 Stage IVB kanker endometrium (National Cancer Institute, 2012)

g. Penatalaksanaan
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan terapi
untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging surgical
yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah bening para-
aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium.
1. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua
tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral) karena
sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif)
yang mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang
dihasilkan oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah
bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika
sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan
kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar
ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani
pengobatan lainnya.


2. Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel
kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel
kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi
penyinaran dan pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker
endometrium menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan
penyinaran. Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil
ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang
tersisa). Stadium I dan II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien
dengan risiko rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi
adjuvan pasca operasi.
Radiasi adjuvan diberikan kepada :
Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau invasi
melebihi setengah miometrium.
Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri (Prawirohardjo,
2006).
Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker
endometrium:
Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk
mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
kali/minggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah
sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam
tubuh.
Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang mengandung
suatu zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama
beberapa hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.
3. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan
terapi sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang
telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.

A. Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk :
(1) Membunuh sel-sel kanker.
(2) Menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
(3) Meningkatkan angka ketahanan hidup selama 5 tahun.
B. Jenis kemoterapi:
1) Terapi adjuvan
Kemoterapi yang diberikan setelah operasi, dapat sendiri atau bersamaan
dengan radiasi, dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah
bermetastase.
2) Terapi neoadjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa
tumor, biasanya dikombinasi dengan radioterapi.
3) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor, yang kemungkinan kecil
untuk diobati, dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol
gejalanya.
4) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya.
5) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.
C. Cara Pemberian Kemoterapi
(1) Per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian peroral,
diantaranya chlorambucil dan etoposide (VP-16).
(2) Intra-muskulus
Pemberian ini relatif lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak diberikan
pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut.
Yang dapat diberikan secara intra-muskulus antara lain bleomicin dan
methotreaxate.
(3) Intravena
Pemberian ini dapat diberikan secara bolus perlahan-lahan atau diberikan
secara infus (drip). Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang
paling umum dan banyak digunakan.
(4) Intra arteri
Pemberian intra arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang
cukup banyak, antara lain, alat radiologi diagnostik, mesin, atau alat filter,
serta memerlukan keterampilan tersendiri.
(5) Intra peritoneal
Cara ini juga jarang dilakukan karena membutuhkan alat khusus (kateter
intraperitoneal) serta kelengkapan kamar operasi karena pemasangan perlu
narkose.
D. Cara Kerja Kemoterapi
Suatu sel normal akan berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang
teratur. Beberapa sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel
yang lain akan mati. Sel yang abnormal akan membelah diri dan
berkembang secara tidak terkontrol yang pada akhirnya akan terjadi suatu
massa yang disebut tumor.
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap:
1. Fase G0: Fase istirahat
2. Fase G1: Sel siap membelah diri yang diperantarai oleh beberapa
protein penting untuk bereproduksi. Berlangsung 18-30 jam
3. Fase S: DNA sel akan dicopy,18-20 jam
4. Fase G2: Sintesa sel terus berlanjut,2-10 jam
5. Fase M: sel dibagi menjadi 2 sel baru,30-60 menit
Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi
mempunyai target dan efek merusak bergantung pada siklus selnya. Obat
kemoterapi aktif pada saat sel bereproduksi, sehingga sel tumor yang aktif
merupakan target utama dari kemoterapi. Namun, efek samping obat
kemoterapi yaitu dapat mempengaruhi sel yang sehat.

E. Persiapan Kemoterapi
Darah tepi : HB, Leukosit, hitung jenis, trobosit.
Fungsi hepar : bilirubin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase.
Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan creatinine clearance test
(bila serum kreatinin meningkat).
Audiogram (terutama pada pemberian cis-platinum).
EKG (terutama pemberian adriamycin, epirubicin).
F. Syarat Pemberian Kemoterapi
(1) Syarat yang harus dipenuhi
Keadaan umum cukup baik.
Penderita mengerti tujuan pengobatan dan mengetahui efek
samping yang akan terjadi.
Faal ginjal dan hati baik.
Diagnosis histopatologik.
Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
Riwayat pengobatan (radioterapi atau kemoterapi)
sebelumnya.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb > 10 gr%,
leukosit > 5000/mm
3
, trombosit > 150.000/mm
3
.
(2) Syarat yang harus dipenuhi oleh pemberi pengobatan.
Mempunyai pengetahuan kemoterapi dan menejemen
kanker pada umumnya
Sarana laboratorium yang lengkap.
G. Efek samping:
1) Pada kulit.
Alopesia.
Berbagai kelainan kulit lain.
2) Gangguan di mukosa.
Stomatitis.
Enteritis yang menyebabkan diare.
Sistitis hemoragik.
Proktitis
3) Pada saluran cerna.
Anoreksia.
Mual muntah.
4) Depresi sumsum tulang.
Pansitopenia atau anemia.
Leukopenia.
Trombositopenia.
5) Menurunnya imunitas.
6) Gangguan organ.
Gangguan faal hati.
Gangguan pada miokard.
Fibrosis paru.
Ginjal.
7) Gangguan pada saraf.
Neuropati.
Tuli.
Letargi.
8) Penurunan libido.
9) Tidak ada ovulasi pada wanita.
2.1.5 Kemoterapi pada Kanker Endometrium
Adjuvan AP (Doxorubicin 50-60 mg/m2,
Cisplatinum 60 mg/m2 dengan
interval 3 minggu)
Kemoradiasi Cis-platinum 20-40 mg/m2 setiap
minggu (5-6 minggu)
Xelloda 500-1000mg/hari (oral)
Gemcitabine 300mg/m2
Paclitacel 60-80 mg/m2, setiap
minggu (5-6 minggu)
Docetaxel 20 mg/m2setiap
minggu (5-6 minggu)

Peran kemoterapi dalam pengobatan kanker endometrium sedang dalam penelitian
clinical trial fase II . Kemoterapi yang dipakai antara lain Daxorubicin, golongan
platinum, fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid, dan paclitaxel. Hasil penelitia
menunjukkan kanker endometrium pasca operasi yang diikuti kemoterapi kombinasi
memiliki angka survival lebih tinggi.Berikut ini rekomendasi pemberian kemoterapi:
Karakteristik penderita Rekomendasi
Tumor stadium lanjut atau
rekuren
Kemoterapi
(cisplatin/doxorubicin/paclitaxel)
Tumor stadium lanjut atau
rekuren dengan reseptor positif
dan/atau grade 1 atau 2
Hormonal therapy (oral progestin
atau magestrol asetat)
Tumor stadium III-IVA Operasi diikuti kemoterapi

h. Prognosis
Factor prognosis yang paling penting dalam kanker endometrium adalah stage
FIGO, invasi myometrium, jenis histologi, dan kelas diferensiasi. Sekitar 5-15% pasien
dengan sitologi peritoneal positif dalam ketiadaan penyakit extrauterine juga
diklasifikasikan memiliki lesi stadium IIIA. Staging FIGO mencerminkan ketahanan
hidup 5 tahun yang bervariasi sesuai tetapi sekitar 85% untuk stadium I, 75% untuk
stadium II, 45% untuk stadium III, dan 25% untuk stadium IV. Ketahanan hidup 5 tahun
untuk staging FIGO (1988) IA-IC berdasarkan kedalaman invasi miometrium lebih jauh
dipengaruhi oleh tumor grade, mulai dari lebih dari 95% untuk kelas rendah lesi stadium
IA dengan hanya 42% untuk highgrade Tahap IC endometrium cancers. Jarak dari serosa
mungkin menjadi faktor prognostik yang lebih baik daripada invasi miometrium dari
cavum uteri. Kanker endometrium non-endometrioid seperti karsinoma serosa merupakan
10% dari semua kanker endometrium tetapi angka kekambuhan dan kematian mencapai
lebih dari 50% (Frederic Amant, 2005).

Gambar 2.11 Teknik operatif (National Cancer Institute, 2012)






American Cancer Society. (2012). Endometrial (Uterine) Cancer. American Cancer Society.
Ayush Giri, S. R.-J. (2011). Caffeinated Coffee, Decaffeinated Coffee and Endometrial.
Nutrients, 937-950.
Emilie Friberg, N. O. (2009). Coffee drinking and risk of endometrial cancer a
populationbased. Int J Cancer, 24132417.
Frederic Amant, P. M. (2005). Endometrial cancer. Lancet, 491505.
G. Plataniotis, M. C. (2010). Endometrial cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines. Annals of
Oncology, 4145.
Xiaofeng Yu, Z. B. (2011). Coffee consumption and risk of cancers:. BMC Cancer.

Anda mungkin juga menyukai