Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Kanker Payudara

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Payudara.

a. Anatomi

Jaringan payudara dibentuk oleh glandula yang memproduksi air

susu (lobules) yang dialirkan ke putting (nipple) melalui duktus.

Struktur lainnya adalah jaringan lemak yang merupakan komponen

terbesar, connective tissue, pembuluh darah dan saluran beserta

kelenjar limfatik (Suyatno, 2014).

Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Batas payudara

normal terletak antara iga 2 di superior dan iga 6 inferior (Pada usia

tua atau payudara yang besar bisa mencapai iga 7), serta antara taut

sternokostal di medial dan linea aksilaris anterior di lateral. Pada

bagian lateral atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya

kea rah aksila disebut penonjolan spence atau ekor payudara. Dua

pertiga atas bagian payudara terletak di atas otot pektolaris mayor,

sedangkan sepertiga bagian bawahnya terletak di atas otot seratus

9
10

anterior, otot oblikus eksternus abdiminis dan otot rektus abdominis

(Sjamsuhidajat, 2013).

Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar, Tiap lobus

terdiri dari beberapa lobules yang merupakan tempat produksi air

susu dan sebagai respon dari signal hormonal (Suyatno, 2014).

Diantara lobules terdapat jaringan ikat yang disebut ligamentum

cooper yang memberi kerangka untuk payudara. Payudara sisi

superior dipersarafi oleh nervus supraklavikula yang berasal dari

cabang ke 3 dan 4 pleksus cervical. Payudara sisi medial dipersarafi

oleh cabang kutaneus anterior dari nervus interkostalis 2 – 7. Papila

mama terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari nervus

interkostalis 4, sedangkan cabang kutaneus lateral dari nervus

interkostalis lain mempersarafi aerola dan mamma sisi lateral.

Jaringan kelenjar payudara dipersarafi oleh saraf simpatik

(Sjamsuhidajat, 2013)

b. Fisiologi Payudara.

Terdapat tiga hormone yang mempengaruhi payudara yakni estrogen,

progesterone dan prolactin, yang menyebabkan jaringan glandural

payudara dan uterus mengalami perubahan edema siklus menstruasi

(Suyatno, 2014).
11

Payudara mengalami 3 macam perubahan yang dipengaruhi hormone

yaitu Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa

pubertas, lalu masa fertilitas, sampai masa klimakterium hingga

menopause. Yang dipengaruhi growth Hormon atau hormone

pertumbuhan, LH dan FSH. Perubahan kedua terjadi sesuai dengan

siklus haid. Saat hari pertama haid, payudara membesar dan nyeri.

Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada

kehamilan payudara membesar karena epitel duktus lobul dan duktus

alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru. Hal ini disebabkan

karena peningkatan hormone estrogen dan Progesteron

(Sjamsuhidajat, 2013).

2.1.2 Pengertian Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan perkembangan yang tidak normal dari sel

yang terjadi pada jaringan payudara (Lemone & Burke, 2011). Kanker

Payudara adalah karsinoma yang berasal dari epitel duktus atau lobules

payudara (Suyatno, 2014).

Kanker Payudara adalah Entitas patologi yang dimulai dengan perubahan

genetic pada sel tunggal dan mungkin memerlukan waktu beberapa tahun

untuk dapat terpalpasi. Jenis histologi kanker payudara yang paling umum

adalah karsinoma duktus yang menginfiltrasi (80% kasus), yaitu tumor

muncul dari system pengumpul dan menginvasi jaringan sekitarnya. Jika


12

hal ini tidak tertangani akan terjadi Infiltrasi karsinoma lobular

menyebabkan 10 % sampai 15% kasus. Tumor ini muncul dari epitelium

lobular dan biasanya terjadi sebagai area penebalan yang mendefinisikan

penyakit di payudara. (Smeltzer, 2014).

2.1.3 Etiologi

Tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara, namun

berkaitan erat dengan factor genetic, hormonal dan lingkungan yang dapat

menunjang terjadinya kanker (Black & Hawks, 2014). Penyebab secara

pasti belum diketahui. Namun, risiko untuk menderita kanker payudara

meningkat (Suyatno, 2014) .

Adapun Faktor Risiko mencakup :

a. Riwayat keluarga dangan terkait kanker payudara

Riwayat keluarga adalah salah satu risiko kanker payudara yang

diketahui. Risiko seseorang yang satu anggota keluarga yaitu (Ibu

dan saudara kandung ) yang menderita kanker payudara, meningkat

dua kali lipat. Berdasarkan hasil pemetaan gen yang dilakukan,

mutasi germline pada gen BRCA 1 dan BRCA 2 pada kromosom 17

dan 13 ditetapkan sebagai gen predisposisi kanker payudara dan

kanker ovarium herediter. (Sjamsuhidajat, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul menunjukkan responden

yang pernah mengalami Kanker Payudara yaitu “Gambaran Faktor


13

Risiko Kejadian Kanker Payudara di Rsud Semarang” sejumlah 68

responden (80,0%) dibandingkan responden yang tidak pernah

mengalami Kanker Payudara yaitu sejumlah 17 responden (20,0%)

bahwa Wanita yang memiliki kerabat yang menderita kanker

payudara akan mempunyai risiko kanker payudara lebih tinggi ( Ulfa,

2015)

b. Reproduksi dan Hormonal.

Usia menarche lebih dini, dibawah 12 tahun meningkatkan risiko

kanker payudara sebanyak 3 kali. Usia menopause yang lebih lambat

diatas 55 tahun meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 2 kali

dan usia melahirkan pertama kali diatas 35 tahun mempunyai risiko

tertinggi dari kanker payudara. Hal ini terjadi karena pengingkatan

hormone estrogen dan progesteron. Selain itu, penggunaan

kontrasepsi hormonal eksogen juga meningkatkan risiko kanker

payudara. (Sjamsuhidajat, 2013).

Kandungan estrogen dan progesteron pada kontrasepsi oral akan

memberikan efek proliferasi berlebih pada duktus ephitelium

payudara. Berlebihnya proses poliferasi bila diikuti dengan hilangnya

kontrol atas poliferasi sel dan pengaturan kematian sel yang sudah

terprogram (apoptosis) akan mengakibatkan sel payudara

berpoliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kematian.

(Yulianti, 2016)
14

c. Gaya Hidup

Obesitas pada pasca menopause meningkatkan risiko kanker

payudara. Pada masa pasca menopause, penurunan risiko kanker

payudara yang disebabkan oleh obesitas premenopause secara

bertahap menghilang dan peningkatan biovailabilitas estrogen terjadi

pada masa ini akan meningkatkan risiko kanker payudara. Merokok

terbukti meningkatkan risiko kanker payudara. Alkohol

meningkatkan kadar estrogen sehingga mempengaruhi responsivitas

tumor terhadap hormone. (Sjamsuhidajat, 2013). Alkohol dapat

menyebabkan hambatan dalam metabolisme kadar estrogen dalam

darah. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu fungsi

hati dalam memetabolisme estrogen, sehingga kadar estrogen tetap

tinggi dalam darah, dan hal ini dapat meningkatkan risiko kanker

payudara. ( Ulfa, 2015)

d. Lingkungan dan Diet

Peningkatan insiden kanker payudara dilaporkan pada wanita yang

menerima radiasi mantel untuk penatalaksanaan Hodgkin. Pada

Wanita yang terpapar radiasi sekitar ± 0,1% akan timbul sarcoma

setelah 5 tahun. (Suyatno, 2014). Berbagai studi kasus menunjukkan

diit tinggi lemak dan tinggi kalori dapat berkaitan langsung

timbulnya kanker payudara. (Black & Hawks, 2014).


15

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan judul

“Gambaran Faktor Risiko Kejadian Kanker Payudara di RSUD Kota

Semarang Tahun 2015” diperoleh hasil bahwa sebagian besar

responden yang mengkonsumsi junk food adalah 61 (71,8%)

dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi junk food sebanyak

24 (28,2%). Mengkonsumsi junk food secara berlebihan dapat

meningkatkan risiko 1,13 lebih tinggi terkena kanker payudara,

makanan junk food mengandung garam, lemak & kalori yang tinggi,

termasuk kolesterol yang mencapai 70%. Lemak tinggi yang banyak

terdapat dalam makanan cepat saji juga berpengaruh untuk

memperbesar risiko terkena kanker. ( Ulfa, 2015)

2.1.4 Klasifikasi Kanker Payudara (Sjamsuhidajat, 2013).

Menurut tempat kejadiannya, terdapat beberapa jenis kanker payudara.

Berikut ini gambaran tempat tempat yang sering mengalami karsinoma :

Karsinoma In situ yaitu terjadi proliferasi sel yang memiliki gambaran

sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi belum menginvasi stroma dan

menembus membran basal. Karsinoma Lobular yaitu menyebar ke

seluruh jaringan payudara (bahkan bilateral) dan biasanya tidak teraba

dan tidak terlihat pada pemeriksaan mammogram. Karsinoma Duktal

merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi

sehingga memberi penampilan yang beragam. Karsinoma Invasif

merupakan bentuk keganasan payudara yang paling sering ditemukan.


16

Metastasis makro maupun mikroskopik ke kelenjar aksila terjadi pada

60% kasus. Karsinoma Medular merupakan keganasan payudara yang

dikaitkan dengan BRCA- 1. Karsinoma jenis ini biasanya berukuran

besar dan terletak jauh di dalam payudara. Kanker ini teraba lunak dan

bersifat hemoragik. Karsinoma Musinosus merupakan jenis kanker yang

biasanya timbul pada lanjut usia berupa massa yang cukup besar, kadang

terjadi fibrosis sehingga tumor teraba sebagai massa yang agak kenyal.

2.1.5 Patofisiologi Kanker Payudara (Sjamsuhidajat, 2013).

Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel

yang membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya

terdapat hiperplasia sel dengan perkembangan sel - sel yang

atipikal. Sel - sel ini kemudian berlanjut menjadi karsinoma in

situ. Pada Karsinoma in situ terjadi proliferasi sel tetapi belum

menginvasi stroma dan menembus dinding membrane basal. Setelah sel

sel menembus membrane basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi

invasive, dapat menyebar secara hematogen dan limfagen sehingga

menimbulkan metastasis.

Manifestasi Klinis (Lemone & Burke, 2011)

a. Massa payudara atau penebalan

Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan

bertambah besar secara jelas.

b. Benjolan yang tidak biasa pada aksila


17

c. Perubahan warna kulit di dekat area putting susu

Ketika vasa limfatik subkutis tersumbat sel kanker, hambatan drainase

limfe menyebabkan udem kulit, folikel rambut tenggelam ke bawah

tampak sebagai tanda „kulit jeruk‟.

d. Perubahan posisi putting susu, gatal, nyeri dan keluarnya cairan dari

putting susu seperti darah, putting susu tenggelam ke bawah.

2.1.6 Diagnostik Kanker Payudara (Suyatno, 2014)

a. SADARI yaitu Pada preventif dapat dilakukan dengan Pemeriksaan

Palpasi pada seluruh kuadran payudara secara sistematis,

menyeluruh dan overlap baik secara sirkuler ataupun radier.

b. Mammografi, yaitu dilakukan pada masing masing payudara dibuat

dalam posisi Cranio – caudal (CC) dan metode medo – lateral –

oblique (MLO).

c. USG Payudara, Secara umum di lakukan untuk membedakan masa

kistik dengan solid dan sebagai pengaruh (guide) untuk Biopsi.

d. MRI ( Magnetic resonance imaging) merupakan instrument yang

sensitive untuk deteksi kanker payudara.

e. Biopsi, merupakan prosedur diagnostic awal untuk evaluasi massa

di payudara.

f. Pemeriksaan Laboratorium dan Marker.

Tumor dan Marker untuk Kanker payudara yang dianjurkan

American Society of Clinical Onkology adalah


18

Carsinomaembryonic Antigen (CEA), cancer antigen CA 15-3 dan

CA 27, 29. Pemeriksaan genetika BRCA – 1 dan BRCA -2

dianjurkan pada pasien dengan keluarga (ibu atau Saudara kandung)

menderita kanker Payudara (Suyatno, 2014)

2.1.7 Stadium Kanker Payudara (Sjamsuhidajat, 2013)

Sistem klasifikasi TNM diadaptasi oleh The American Joint Committee

on Cancer Staging and End Result Reporting. Dengan keterangan T

(Tumor Primer), N (Nodus limfe regional), M (Metastasis Jauh )

Pengelompokkan Kanker Payudara Sebagai berikut :

a. Stadium 0 : Tis N0 M0

b. Stadium 1A : T1 N0 M0

c. Stadium 1B : T0 N1 M0

d. Stadium IIA : T0 N1 M0 / T1 N1 M0 / T2 N0 M0

e. Stadium IIB : T2 N1 M0 / T3 N0 M0

f. Stadium IIIA : T0 N2 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N1 M0 / T3

N2 M0

g. Stadium IIIB : T4 N0 M0 / T4 N1 M0 / T4 N2 M0

h. Stadium IIIC : Tiap T N3 M0

i. Stadium IV : Tiap T Tiap N M1


19

2.1.8 Penatalaksanaan Kanker Payudara

Penatalaksanaan kanker payudara meliputi tindakan operasi, kemoterapi,

radioterapi, terapi hormone, targeting therapy, terapi rehabilitasi medic

serta terapi paliatif (Sjamsuhidajat, 2013). Prosedur yang paling sering

digunakan untuk penatalaksanaan kanker payudara adalah Mastektomy

dengan atau tanpa adanya rekonstruksi dan bedah penyelamatan payudara

yang dikombinasi dengan terapi radiasi. (Smeltzer, 2014).

2.2 Konsep Mastektomy.

2.2.1 Pengertian

Mastektomy adalah pengangkatan seluruh tubuh payudara dan beberapa

nodus limfe (Smeltzer, 2014). Mastektomy merupakan terapi pilihan jika

terdapat indikasi berikut (Black & Hawks, 2014).

a. Tumor meliputi seluruh putting aerola

b. Tumor lebih besar dari 7 cm

c. Tumor memperlihatkan penyakit intraduktal ekstensif yang meliputi

beberapa kuadran payudara.

d. Pasien yang gagal radiasi.

2.2.2 Klasifikasi Mastektomy (Black & Hawks, 2014)

Jenis pembedahan Mastectomy yang dapat dilakukan adalah Mastektomy

Radikal yang dimodifikasi Pengangakatan en bloc (bersamaan) dari

payudara, nodus limfatik aksila dan kulit di atasnya, dengan otot otot
20

dibiarkan utuh. Mastektomy Simpel yaitu Seluruh kelenjar payudara

diangkat termasuk putting namun tidak menyertakan kelenjar limfe

aksila dan otot pectoris. Mastektomy simple hanya dilakukan bila

dipastikan tidak ada penyebaran ke kelenjar aksila. Radikal Mastektomy,

Pengangkatan sebagian dari payudara biasanya disebut lumpectomy.

Lumpectomy adalah pengangakatan hanya pada jaringan yang

mengandung sel kanker bukan seluruh payudara. Biasanya

direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya kurang dari 2 cm

dan letaknya di pinggir payudara.

2.2.3 Komplikasi Mastektomy (Black & Hawks, 2014).

Komplikasi yang mungkin terjadi dari pembedahan payudara meliputi

limfedema, infeksi, serosa, hematoma dan selulitis. Maka pasien harus

diajarkan adanya bukti tanda infeksi seperti menggigil, demam atau area

kemerahan atau inflamasi.

2.2.4 Nyeri pada pasca Mastektomy

Pengkajian keperawatan yang teratur tentang nyeri adalah penting

karena pasien mengalami tingkat intensitas nyeri yang berbeda.

Beberapa wanita dapat mengalami nyeri yang hebat sementara wanita

lainnya lebih mengalami nyeri dan ketidaknyamanan umum pada

dinding dada dan pada lengan yang sakit.


21

Nyeri saraf setelah mastektomi atau lumpektomi disebut sindrom nyeri

pasca mastektomi atau PMPs. Tanda-tanda PMPs adalah dinding dada

nyeri dan kesemutan bawah lengan. Nyeri juga bisa dirasakan di bahu,

bekas luka, lengan, atau ketiak. Keluhan umum lainnya termasuk mati

rasa, nyeri tertusuk/tajam, atau rasa gatal tak tertahankan (LeMone &

Burke, 2016)

2.2.5 Asuhan Keperawatan Pre dan Pasca Mastektomy

a. Askep Pre Mastektomy

Pada persiapan pre mastectomy yang dilakukan meliputi Adminitrasi

dan Pengetahuan tentang mastectomy. Persiapan administrasi

diantaranya kelengkapan status mulai dari identitas pasien,

pemeriksaan penunjang, persetujuan tindakan operasi, dan

pemeriksaan lain yang diperlukan. Dan persiapan pengetahuan

tentang mastectomy dengan cara pasien diberikan pendidikan dan

persiapan tentang terapi bedah seperti menginformasikan bahwa akan

mengalami penurunan mobilitas lengan dan bahu, memberikan

edukasi dalam mengurangi rasa nyeri yang diakibatkan pembedahan

selain dengan menggunakan terapi farmakologis dapat juga

dilakukan dengan terapi nonfarmakologis seperti mengajarkan tehnik

relaksasi guided imagery. Mengurangi ketakutan dan ansietas serta

meningkatkan kemampuan kooping seperti menginformasikan

ekspetasi realistis mengenai proses penyembuhan dan pemulihan


22

yang diharapkan untuk membantu mengatasi ketakutannya.

(Smeltzer, 2014 dan SOP RSUP Persahabatan)

b. Askep Pasca Mastektomy

Pada keperawatan pasca mastectomy kemungkinan nyeri meningkat

pada hari pertama pasca mastectomy di sekitar tempat pembedahan.

Pasien dianjurkan untuk melakukan terapi non farmakologis dengan

tehnik relaksasi guided imagery yang telah diberikan. Dengan

relaksasi guided imagery dapat mengurangi rasa nyeri dan

meningkatkan koping yang positif sehingga dapat menurunkan

tingkat kecemasan pasien. Serta memberikan dukungan dan motivasi

pasien untuk melakukan tehnik relaksasi guided imagery lebih sering.

Beberapa hal perawatan Luka Mastektomy yang perlu diperhatikan

meliputi : Kondisi luka operasi, adanya tanda infeksi dari luka

mastectomy dan dukungan keluarga terhadap pengobatan selanjutnya

yang efektif (Smeltzer, 2014 dan SOP RSUP Persahabatan).

2.3 Konsep Nyeri

2.3.1 Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang actual dan potensial.

(Smeltzer, 2014). Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak

menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda

pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang
23

tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya. (Hidayat & Uliyah, 2014).

Nyeri menurut koizer dan Erb, 1983 nyeri adalah sensasi

ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai suatu penderitaan yang

diakibatkan oleh persepsi yang nyata, ancaman dan fantasi luka

(Zakiyah, 2015). Dari beberapa pengertian nyeri diatas dapat

disimpulkan bahwa nyeri adalah sesuatu pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan

yang actual dan potensial, yang bersifat subjektif dan setiap orang

memiliki tingkatan skala nyeri yang berbeda.

a. Klasifikasi Nyeri (Zakiyah, 2015)

Berdasarkan lama keluhan atau waktu kejadian dapat dibedakan


menjadi
1). Nyeri akut
Menurut Federation of state Medical Boards of united States,

nyeri akut adalah respons fisiologis normal yang diramalkan

terhadap rangsangan kimiawi, panas atau mekanik menyusul

suatu pembedahan, trauma atau penyakit akut.

2). Nyeri Kronis

Dibedakan menjadi dua yaitu nyeri nonmaligna dan nyeri

kronis maligna. Karakteristik nyeri kronis tidak dapat


24

diprediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan, namun

beberapa kasus penyebabnya kadang sulit ditentukan.

b. Berdasarkan Lokasi nyeri,dapat dibedakan menjadi :

1). Somatic Pain

Nyeri timbul karena gangguan bagian luar tubuh,di bedakan

menjadi 2 yaitu nyeri superficial dan nyeri visceral

2). Nyeri Pantom (Phantom Pain)

Nyeri khusus yang dirasakana klien yang mengalami amputasi.

3). Nyeri Menjalar (Radiation of Pain)

Nyeri menjalar merupakan sensasi yang meluas dari tempat

awal cidera ke bagian tubuh yang lain.

4). Nyeri Alih ( Reffered Pain)

Nyeri alih merupakan nyeri yang timbul akibat adanya nyeri

visceral yang menjalar ke organ lain sehingga nyeri dirasakan

pada beberapa tempat.

2.3.2 Fisiologi Nyeri (Potter & Perry, 2010)

Terdapat empat proses fisiologi dari nyeri nosiseptif yaitu Tranduksi,

Transmisi, Persepsi dan Modulasi.yaitu :

a. Tranduksi

Diawali dimana suatu stimulus noxious (kerusakan jaringan) dan

kemudian akan mengakibatkan stimulasi nociceptor ( reseptor yang

berespon terhadap nyeri ). Stimulus noxious tersebut akan diubah


25

menjadi aktifitas listrik pada ujung ujung saraf sensoris. Zat zat

algesic seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostaglandin dan

substansi P akan mengaktifkan reseptor reseptor nyeri. Interaksi

antara zat algesic dan reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya

impuls nyeri, kemudian impuls nyeri di transmisikan menuju

susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri.

b. Transmisi

Merupakan tahapan pertama adanya konduksi impuls dari neuron

aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu

dorsalis ini neuron aferen bersinap dengan susunan saraf pusat.

Selanjutnya jaringan neuron tersebut akan naik di medulla spinalis

menuju batang otak dan thalamus.

Ada tiga jenis sel saraf dalam penghantaran nyeri yaitu sel saraf

aferen atau neuro sensonri, serabut konduktor atau interneuron dan

sel saraf eferen atau neuron motoric. Sel sel saraf ini mempunyai

reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri

dihantarkan ke medulla spinalis dan otak.

Selama transmisi, informasi atau signal elektrik nyeri tergantung

dari serabut saraf perifer ( Serabut saraf A – delta) yang

menghantarkan stimulus nyeri yang sangat cepat, dan serabut saraf

C yang menghantarkan stimulus nyeri lebih lambat.


26

Neurotransmitter membantu impuls saraf menghantarkan signal

elektrik ke medulla spinalis dan berakhir di thalamus.

c. Modulasi

Proses dimana terjadi interaksi antara system analgesic endogen

yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke

kornu posterior medulla spinalis. Proses ini merupakan proses

desenden yang dikontrol oleh otak. Proses modulasi ini juga

mempengaruhi subjektivitas dan derajat nyeri yang dirasakan

seseorang.

d. Persepsi

Hasil dari proses interaksi yang kompleks dan unik dari proses

transmisi pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan subjektif

yang dikenal sebagai persepsi nyeri.

2.3.3 Teory Tentang Nyeri (Hidayat & Uliyah, 2014)

Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri,

diantaranya sebagai berikut (Long,1989).

a. Teori Pemisahan (Specificity Theory)

Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis

(spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah

posterior, kemudian naik ke traktus lissur dan menyilang di garis

median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat

rangsangan nyeri tersebut diteruskan.


27

b. Teori Pola (Pattern Theory)

Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla

spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan

suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu

korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot

berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi

oleh modalitas respons dari reaksi sel T.

c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory).

Nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang

keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada

serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa

yang mengakibatkan tertutupnya mekanisme sehingga aktivitas sel

T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.

Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang koteks serebri.

Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis

melalui serat eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T.

Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas substansia

gelatinosa dan membuka pintu mekanisme,sehingga merangsang

aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan

nyeri.
28

d. Teori Transmisi dan Inhibisi

Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls impuls

saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh

neurotransmitter yang spesifik.

2.3.4 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri (Zakiyah, 2015)

a. Usia

Usia mempengaruhi persepsi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri.

Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan

fisiologis dan psikologis.

b. Ansietas

Hubungan antara ansietas dengan nyeri merupakan suatu hal yang

kompleks. Ansietas dapat meningkatkan persepsi nyeri dan

sebaliknya, nyeri juga dapat menyebabkan timbulnya ansietas bagi

pasien yang mengalami nyeri.

c. Jenis Kelamin

Dalam hal tingkat nyeri perempuan secara konsisten melaporkan

intensitas nyeri yang lebih tinggi, nyeri ketidaknyamanan dan

frustasi dibandingkan dengan laki laki.

d. Budaya

Budaya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berespons

terhadap nyeri atau seseorang berperilaku dalam berespons

terhadap nyeri.
29

e. Pengalaman nyeri sebelumnya.

Seorang klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi

pertama dapat mengganggu mekanisme koping terhadap nyeri,

akan tetapi pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti

bahwa klien tersebut akan dengan mudah menerima nyeri pada

masa yang akan datang.

f. Dukungan Keluarga dan social

Kehadiran orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap

klien dapat mempengaruhi respons terhadap nyeri.

2.3.5 Pengkajian Nyeri (Zakiyah, 2015)

Untuk mendapatkan pengkajian secara komprehensif dapat

menggunakan pendekatan alternative berdasarkan “hierarchy of pain

measure” . Adapun pengakajian yang dilakukan dengan cara PQRST.

P (Provoking Incident) : Faktor pencetus atau penyebab

Q (Quality/Quantity) : Karakteristik nyeri

R (Region) : Daerah perjalanan nyeri

S (Severity) : Intensitas Nyeri.

T (Time) : Lama/Waktu serangan atau frekuensi nyeri.


30

2.3.6 Metode Pengukuran Skala Nyeri

Pengukuran intensitas nyeri dapat melalui skala nyeri menurut (Potter &

Perry, 2010)

a. Skala Deskriptif

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar. 2.1 Skala nyeri Deskriptif

Keterangan ;

0 = Tidak nyeri

1 – 3 = Nyeri Ringan secara objektif pasien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4 – 6 = Nyeri Sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri,dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7 – 9 = Nyeri Berat, Secara objektif kadang pasien tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,

tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan

distraksi.
31

10 = Nyeri tidak tertahankan, pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, tidak dapat mengendalikan diri.

b. Visual Analog Scale (VAS).

Suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus

dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujung. Skala ini

memberikan kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan

nyeri.

analog visual

Tidak Nyeri Nyeri yang tidak tertahankan

Gambar 2.2 Skala nyeri Vas

c. Skala Numerik

Adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa

nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala 0 – 10

atau 0 – 100. Angka 0 berarti no pain dan 10 atau 100 berarti severe

pain (nyeri hebat).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat

Gambar 2.3 Skala nyeri Numerik


32

d. Skala Wong Baker Faces Rating Scale.

Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan

cara memperhatikan mimic pasien pada saat nyeri tersebut

menyerang. Cara ini ditetapkan pada pasien yang tidak dapat

menyatakan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnya pada

anak anak dan lansia.

Gambar 2.4 Skala nyeri Wong Baker Faces

2.3.7 Strategi Penatalaksanaan Nyeri

Menurut (Smeltzer, 2014) Strategi Penatalaksanaan Nyeri mencakup

baik pendekatan farmakologis dan non farmakologis.

a. Intervensi Farmakologis

Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian

analgesik atau obat penghilang rasa sakit (Black & Hawks, 2014).

Penatalaksanaan nyeri memerlukan kolaborasi erat dan komunikasi


33

yang efektif diantara pemberi perawatan kesehatan (Smeltzer,

2014). Adapun agen yang digunakan untuk meredakan nyeri :

1. Opioid

Analgesik opioid ini mempunyai daya penghalang nyeri yang

sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan saraf

pusat. Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan

menimbulkan perasaan nyaman. (Zakiyah, 2015)

Efek Samping yang dapat terjadi : Toleransi dan

ketergantungan, depresi Pernafasan, Hipotensi, Mual dan

Muntah, konstipasi .

2. Non Steroid Anti – Inflamatory drug.

NSAIDs Mengurangi rasa sakit dengan menghambat

pembentukan prostaglandin dari jaringan yang mengalami

trauma atau Inflamasi. Pengobatan nyeri pasca operatif yang

ringan hingga sedang dimulai dengan pemberian NSAIDs

kecuali jika kontraindikasi. Kebanyakan NSAIDs bekerja

pada reseptor saraf periifer untuk mengurangi transmisi

stimulus nyeri. (Potter & Perry, 2010)

3. Anestesi Lokal.

Anestesi local bekerja dengan memblok konduksi saraf saat

diberikan langsung ke serabut saraf dan dapat diterapkan

langsung ke tempat cidera. (Smeltzer, 2014).


34

b. Intervensi Non Farmakologi.

Metode pereda nyeri nonfarmakologi biasanya mempunyai resiko

yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan

pengganti obat obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan atau

sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya

beberapa detik atau menit. (Smeltzer, 2014). Adapun cara

menghilangkan rasa nyeri dengan non farmakologis meliputi :

1) Masase kutaneus

Masase ini bertujuan untuk menutup atau memblok transmisi

nyeri yang dihantarkan serabut saraf sesuai dengan teori gate

control. Masase ini tidak secara spesifik menstimulasi pada

reseptor namun dapat memiliki dampak pada kontrol desenden.

2) Terapi Kompres dingin dan Hangat

Terapi kompres dingin dan hangat dipercaya bekerja pada non

nosiseptor yang dapat mengurangi inflamasi dan nyeri pada

cidera.

3). Stimulasi saraf elektris transkutans

Stimulasi saraf elektris transkutans merupakan tindakan yang

menggunakan alat Transcutaneus Eletrik Nervy Stimulation

(TENS) yang memberi efek kesemutaan sehingga nyeri

berkurang.

4). Distraksi

Tehnik pengalihan perhatian dari nyeri yang dirasakan.


35

5). Relaksasi

Tehnik relaksasi dapat dipercaya dapat mengurangi ketegangan

otot terutama. Adapun jenis jenis tehnik Relaksasi adalah

Meditasi, Tehnik Imajinasi (Guided Imagery), Biofeedback,

Accupresure, dan tehnik relaksasi nafas dalam.

2.4 Konsep Guided Imagery.

2.4.1 Pengertian Guided Imagery

Guided Imagery (Imajinasi Terbimbing) adalah proses yang

menggunakan kekuatan pikiran dengan menggerakan tubuh untuk

menyembukan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui

komunikasi dalam tubuh melibatkan semua indera meliputi sentuhan,

penciuman, penglihatan dan pendengaran. (Potter & Perry, 2010)

Guided Imagery (imajinasi terbimbing) adalah upaya untuk menciptakan

kesan dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut

sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap

nyeri. (Prasetyo, 2010).

Guided Imagery (Imajinasi Terbimbing) Merupakan suatu tehnik untuk

mengkaji kekuatan pikiran saat sadar maupun tidak sadar untuk

menciptakan bayangan gambar yang membawa ketenangan dan


36

keheningan (National Safety Council, 2004 dalam saduran Khoirul anis,

2016).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Guided

Imagery adalah Suatu tehnik untuk menciptakan konsentrasi pikiran

yang dapat membawa ketenangan dan keheningan untuk menurunkan

persepsi pasien terhadap nyeri.

2.4.2 Tujuan Guided Imagery

Menurut Jhonson JY,2005 Guided Imagery memberikan efek relaksasi

dengan menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang.

Pasien yang akan melakukan guided imagery diharuskan berkonsentrasi

terhadap imajinasi yang disukai dengan dipimpin oleh perawat. Guided

Imagery ini akan diharapkan meningkatkan relaksasi pasien.

(Wulandari, 2015)

2.4.3 Manfaat Guided Imagery

Menurut (Potter & Perry, 2010) memiliki efek relaksasi yang

bermanfaat terhadap kesehatan seseorang antara lain :

a. Menurunkan ketegangan otot.

b. Menurunkan nadi, tekanan darah dan pernafasan.

c. Meningkatkan kesadaran global.


37

d. Mengurangi perhatian terhadap stimulus lingkungan

e. Membuat tidak adanya perubahan posisi volunteer

f. Meningkatkan perasaan damai dan sejahtera

g. Menjadikan periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam.

2.4.4 Mekanisme Guided Imagery

Imajinasi terbimbing (Guided Imagery) merupakan suatu tehnik yang

menuntut seseorang untuk membentuk bayangan / imajinasi tentang hal

hal yang disukai. Imajinasi yang terbentuk akan diterima sebagai

rangsang oleh berbagai indera, kemudian rangsangan tersebut akan

dijalankan ke batang otak menuju sensor thalamus. Di Thalamus

rangsang diformat sesuai dengan bahasa otak, sebagian kecil rangsangan

ditransmisikan ke amigdala dan hipokampus sekitarnya dan sebagian

besar lagi dikirim ke korteks cerebri, di korteks cerebri akan terjadi

proses asosiasi penginderaan dimana rangsangan dianalisis, dipahami

dan disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak mengenali objek

dan arti kehadiran tersebut.

Hipokampus berperan sebagai penentu sinyal sensorik dianggap penting

atau tidak sehingga jika hipokampus memutuskan sinyal yang masuk

adalah penting maka sinyal tersebut akan disimpan sebagai ingatan. Hal

hal yang yang disukai dianggap sebagai sinyal penting hipokampus

sehingga diproses sebagai memori. Ketika terdapat rangsangan berupa


38

bayangan tentang hal hal yang disukai tersebut, memori yang disimpan

akan muncul kembali dan menimbulkan suatu persepsi dari pengalaman

sensori yang sebenarnya, walaupun pengaruh / akibat yang timbul

hanyalah suatu memori dari suatu sensasi.(Guyton & Hall, 2007 dalam

saduran Khoirul Anis, 2016).

Guided Imagery akan memberikan efek rileks dengan menurukan

ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang. Pasien dalam keadaan

rileks secara alamiah akan memicu pengeluaran hormone endorphin.

Hormon ini merupakan analgesic alamiah dari tubuh yang terdapat pada

otak, spinal dan traktus gastrointestinal. (Wulandari, 2015).

2.4.5 Prosedur Tindakan Guided Imagery

Terapy guided Imagery dalam aplikasinya terhadap pasien memiliki

prosedur yang berbeda beda. Terapi ini diberikan kepada pasien untuk

meningkatkan relaksasi. Keadaan relaksasi ini akan mengurangi kondisi

patologis fisik maupun mental pada pasien. Guided Imagery yang

diberikan kepada pasien harus didukung oleh keadaan intern dan

ekstern. Keadaan intern yang mendukung dalam kelancaran prosesnya

adalah pasien harus kooperatif dengan perawat, tidak mengalami

gangguan dan mudah konsentrasi. Keadaan ekstern yang mendukung

proses terapi ini adalah lingkungan yang tenang dan nyaman sehingga

akan meningkatkan konsentrasi pada saat terapi berlangsung.


39

Prosedur Tindakan Guided Imagery (Grocke & Moe, 2015) dan SOP

“Distraksi” RSUP Persahabatan tahun, 2015 :

A. Tahap Pra Interaksi

1. Siapkan Instrumen : Lembar Observasi, Lembar edukasi, Lembar

inform consent

2. Monitor Hemodinamik pasien : Vital Sign., Keadaan Umum

Pasien stabil.

3. Pada Pasien 24 Jam pasca Mastektomy

B. Tahap Orientasi

1. Membina hubungan saling percaya

2. Memberikan dukungan atau motivasi pasien.

C. Tahap Interaksi / Tahap Kerja

a. Mereview tindakan guided imagery terhadap pasien

b. Menanyakan kesiapan pasien.

c. Berikan Privasi pada pasien dan lingkungan yang nyaman.

d. Anjurkan pasien mencari tempat posisi yang nyaman menurut

pasien.

e. Duduk dengan pasien tetapi tidak menganggu.


40

f. Meminta pasien untuk menarik nafas dalam dan perlahan

sebanyak 3 kali untuk merelaksasikan semua otot dengan mata

terpejam.

g. Lakukan pembimbingan dengan baik terhadap pasien sebagai

berikut:

1) Bimbing pasien untuk memikirkan hal hal yang

menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan

semua indra dengan suara yang lembut.

2) Ketika pasien rileks, pasien berfokus pada bayangan dan saat

itu perawat tidak perlu bicara lagi.

3) Jika pasien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau

tidak nyaman perawat harus menghentikan latihan dan

memulainya lagi ketika pasien lebih siap.

4) Relaksasi akan mengenai seluruh tubuh. Setelah 15 menit

pasien dan daerah nyeri akan digantikan dengan relaksasi.

Biasanya pasien rileks dengan menutup mata atau

mendengarkan music yang lembut sebagai background yang

membantu.

5) Minta Pasien untuk membuka mata dan tersenyum.

6) Catat hal-hal yang digambarkan pasien dalam pikiran untuk

digunakan pada latihan selanjutnya dengan melihat respon

yang diberikan pasien dan tidak membuat perubahan

pernyataan pasien.
41

D. Tahap Terminasi

1. Evaluasi intensitas nyeri dengan menggunakan skala deskriptif

setelah tehnik relaksasi Guided Imagery.

2. Menanyakan Perasaan pasien setelah dilakukan tehnik relaksasi

guided Imagery.

3. Meminta pasien untuk mengulangi cara melakukan tehnik

relaksasi guided imagery.

4. Menganjurkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi guided

imagery lebih sering lagi.

5. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respon

pasien.

Anda mungkin juga menyukai