Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel epitel primer
lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi grandular dan berpotensi mengenai
miometrium dan menyebar jauh. 75% tumor ganas endometrium adalah adenokarsinoma,
sisanya ialah karsinoma epidermoid atau karsinoma tipe sel squamous (5-10%), adenoakantoma
dan adenosquamous(30%),sarkoma uterin (1-5%) (2,9).
Secara biologis dan histologis, karsinoma endometrium adalah jenis neoplasma yang
memiliki dua model pathogenesis. Karsinoma endometrium tipe 1 yang estrogen dependent dan
mempunyai prognosis lebih baik, dan karsinoma endometrium tipe 2 non- estrogen dependent
yang lebih agresif dan berprognosis lebih buruk (3).
2.2 Epidemiologi
Karsinoma endometrium adalah kejadian keganasan tertinggi keenam yang paling sering
terjadi yang terjadi pada wanita di seluruh dunia. Dari 290.000 kasus baru yang dilaporkan pada
2008, terhitung 5 % dari semua kasus keganasan baru pada wanita. Penyakit ini paling banyak
terjadi di negara maju seperti Amerika, negara-negara di Eropa tengah dan Eropa timur dan
insiden lebih rendah di Afrika timur. Tingkat kejadian karsinoma endometrium seiring
pertambahan usia juga meningkat di negara-negara berkembang (3).
Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia
berkisar antara 15 per 100.000 wanita (di daerah Amerika dan sebagian Eropa) sampai kurang
dari 5 per 100.000 wanita (di daerah Afrika dan Asia). Resiko karsinoma endometrium
meningkat seiring usia, dimana kebanyakan kasus terdiagnosa setelah menopause (1,3).
Di Indonesia, sebuah penelitian tahun 2005 mendapatkan prevalensi kanker
endometrium di Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita yang cenderung lebih
muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan penderita di negara-negara barat dan
eropa (berusia>50 tahun terbanyak), kemungkinan disebabkan di indonesia pengguanaan TSH
masih sangat jarang. Pemakaian TSH menyebabkan tingginya jumlah penderita kanker ini di
negara Barat dan Eropa di era tahun 70-an (2).
2.3 Etiologi
Kebanyakan kasus karsinoma endometrium (*0%) dihubungkan dengan endometrium
terpapar stimulasi estrogen secara kronis (hormonal) dari sumber endogen dan eksogen lain.
Kanker yang dihubungkan dengan estrogen (estrogen dependent) ini cenderung untuk
mengalami hiperplasia dan berdiferensiasi lebih baik, dan secara umum punya prognosis baik.
Sementara itu, tipe kanker endometrium yang tidak bergantung pada estrogen (non estrogen
dependent) berkembang dengan non hiperplasia dan berdiferensiasi jelek dan lebih agresif.
Banyak kasus karsinoma endometrium yang dilaporkan pada (anita tanpa faktor resiko
yang sudah diketahui seperti mereka dengan gangguan hormonal. Beberapa studi menunjukan
bah(a sindroma o1arium polikistik dan resistensi insulin yang merupakan komponen dari
sindrom metabolik, dapat berperan dalam pathogenesis karsinoma endometrium (1,2,3).
2.6 Diagnosis
Untuk menge1aluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis dilakukan dengan
biopsi endometrium. Namun, pada pasien yang tidak dapat dilakukan biopsi endometrium
karena stenosis ser1ikal atau gejala tetap bertahan (alaupun hasil biopsi normal, maka dapat
dilakukan dilatasi dan kuretase dengan anastesi. Prosedur dilatasi dan kuretase sampai saat ini
merupakan baku emas untuk diagnosis kanker endometrium (2).
=elalui pemeriksaan mikroskopik biopsi endometrium dan kuret endoser1iks biasanya
dapat ditegakkan diagnosis adenokarsinoma jenis endometrioid atau musinous, tapi jarang dapat
dihubungkan dengan lesi a(al berupa adenokarsinoma ser1iks insitu atau hiperplasia atipik pada
endometrium. Terlebih lagi gambaran histologik kanker endometrium sering tumpang tindih
atau terkontaminasi dengan sel-sel endoser1iks. Padahal, darimana pertumbuhan tumor
berasal, apakah dari endometrium atau endoser1iks mempengaruhi pilihan terapi jenis
pembedahan dan pasca pembedahan) yang akan dilakukan. Penelitian terakhir di 2akarta
menyatakan bah(a pemeriksaan kimia dengan 1imentin dapat membantu membedakan
kanker endometrium dan kanker endoser1iks, khususnya pada gambaran histologi tumpang
tindih dengan sensiti1itas (&3,7%) dan spesifitas (&<,<%) yang cukup tinggi (2,3).
Penggunaan histeroskopi untuk deteksi dini (prosedur diagnostik dengan melihat
langsung kedalam uterus dengan histeroskop yang biasanya dilakukan bersamaan dengan
dilatasi dan kuretase) memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi dalam mendiagnosis
dan menge1aluasi uterus jika dicurigai ada lesi a(al karsinoma endometrium. Satu-satunya
tumor marker klinis yang berguna dalam penatalaksanaan kanker endometrium adalah jumlah
serum
>A-125. Secara langsung, peningkatan jumlah serum ini menunjukan progresi1itas penyakitnya
(sensiti1itas 63% dan spesifitas **% pada le1el cut off 35 U@mA). )alam aplikasinya, pada
pasien tingkat lanjut, serum ini dapat membantu menge1aluasi respon terhadap terapi selama
dalam penanganan. Namun, meskipun e1aluasi serum ini cukup bermakna, biasanya penemuan
klinis lain masih terbatas (3,10).
Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas. Secara umum,
pada (anita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang progresifitasnya lebih baik, foto thoraks
adalah satu-satunya e1aluasi radiologis yang dibutuhkan dalam diagnosa preoperati1. Bisualisasi
menggunakan >omputed tomography (>T) atau =agnetic Resonance (=R) biasanya tidak
banyak dibutuhkan. Namun dalam beberapa kasus, =R0 dapat membantu membedakan
karsinoma endometrium dan perluasan dari karsinoma ser1iks primer. US8 trans1aginal dapat
mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari <-5cm sehingga sangat akurat
dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma endometrium (2,7).
4istologi
Umumnya (70-75% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah
endometrial@endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar
atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya membentuk struktur seperti
kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan endometrium normal. Adanya karsinoma tipe
endometrium tipe ini biasanya dihubungkan dengan tumor grade rendah dan in1asi ke
miometrium yang kurang masif. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti
dengan jaringan &6,5% dan spesifitas &3,6% bagi histeroskopi dalam mengenali lesi intra uterin
pada pasien menopause dengan perdarahan per1aginam, termasuk lesi a(al karsinoma
endometrium.
Satu-satunya tumor marker klinis yang berguna dalam penatalaksanaan kanker
endometrium adalah jumlah serum >A-125. Secara langsung, peningkatan jumlah serum ini
menunjukan progresi1itas penyakitnya (sensiti1itas 63% dan spesifitas **% pada le1el cuttoff
35 U@mA). )alam aplikasinya, pada pasien tingkat lanjut, serum ini dapat membantu
menge1aluasi respon terhadap terapi selama dalam penanganan. Namun, meskipun e1aluasi
(3,10)
serum ini cukup bermakna, biasanya penemuan klinis lain masih terbatas .
Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas. Secara umum,
pada (anita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang progresifitasnya lebih baik, foto thoraks
adalah satu-satunya e1aluasi radiologis yang dibutuhkan dalam diagnosa preoperatif. Bisualisasi
menggunakan >omputed tomography (>T) atau =agnetic Resonance (=R) biasanya tidak
banyak dibutuhkan. Namun dalam beberapa kasus, =R0 dapat membantu membedakan
karsinoma endometrium dan perluasan dari karsinoma ser1iks primer. US8 trans1aginal dapat
mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari <-5cm sehingga sangat akurat
dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia ataupun karsinoma endometrium (2,7).
Histologi
Umumnya (70-75% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah
endometrial@endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari jaringan kelenjar
atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya membentuk struktur seperti kelenjar
sehingga membedakan dengan jaringan endometrium normal. Adanya karsinoma tipe
endometrium tipe ini biasanya dihubungkan dengan tumor grade rendah dan in1asi ke
miometrium yang kurang masif. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti
dengan jaringan solid dan sel berlapis, tumor ini akan diklasifikasi sebagai grade yang tinggi,
sebagai tambahan, endometrium yang atropi biasanya lebih dihubungkan dengan lesi pre-kanker
grade tinggi yang umumnya bermetastase (3).
Empat 1arian dari tipe endometrioid dan tipe histologis lainnya dapat dilihat dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi histologik kanker endometrium oleh The 0nternational Society of
8ynecologic Pathologist (3,<).
1. Endometrioid (75%) (secretory, ciliated, papillary or 1illoglandular)
2. Adenocarcinoma (ith squamous differentiation.
3. Adenoacanthoma (benign squamous component)
<. Adenosquamous (malignant squamous component)
5. Uterine papillary serous (5%C10%)
6. >lear cell (1%C5%)
7. =alignant mixed =ullerian tumours or carcinosarcomas (1C2%)
*. Uterine sarcomas (leiomyosarcoma, endometrial stromal sarcoma, undifferentiated)
(3%) &. =ucinous (1%)
10. Undifferentiated.
Berdasarkan histopathologinya, terdapat 2 jenis kanker endometrium, yaitu
adenokarsinoma endometrium tipe 1 dengan karakteristik berdiferensiasi baik dan in1asi secara
superfisial. Tipe ini sensitif terhadap progesteron dan penderita cenderung memiliki prognosis
yang baik. Adenokarsinoma endometrium tipe 2 berdiferensiasi dengan buruk atau bertipe
histologik yang agresif (clear cell, papillary serous) dan berin1asi ke miometrium. Prognosis
penderita tipe ini kurang baik dan memiliki sur1i1al rate yang lebih rendah dibanding penderita
tipe 1. Selain itu pada beberapa jenis adenokarsinoma endometrium tipe 2 ditemukan
peningkatan molekul-molekul yang umumnya ditemukan pada tipe 1, ini mengindikasikan
bah(a adenokarsinoma endometrium tipe 2 dapat terjadi sebagai perburukan dari tipe 1 yang
telah ada sebelumnya (<).
Stadium
Pada literatur lama, terdapat 2 jenis stadium pada kanker endometrium, yaitu stadium
klinis dan stadium surgikal. Stadium klinik bertujuan untuk menentukan jenis terapi yang akan
diberikan, sedangkan stadium surgikal bertujuan untuk menentukan terapi adju1annya (2,<).
Kini penentuan stadium telah bergeser dari stadium klinik ke stadium surgikal@operasi.
Akan tetapi stadium klinik masih dipergunakan bila penderita dipertimbangkan tidak dapat
menjalani proses pembedahan. Pembagian stadium menurut F08D (the 0nternational Federation
of 8ynecology and Dbstetric) 200& terlampir dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Pembagian Stadium FIGO 2009 (4)
Penilaian F08D secara pathologis meliputi (3) :
1. Kedalaman in1asi ke miometrium (ratio in1asi dan total ketebalan miometrium).
2. Keterlibatan ser1iks (in1asi stroma@glandular)
3. Ukuran tumor dan lokasi ( fundus, segmen ba(ah rahim, atau ser1iks)
<. =eluasnya tumor ke tuba fallopi dan o1arium.
5. 8rade tumor dan tipe histologis sel
6. 0n1asi ke kelenjar lmfe dan pembuluh darah @Aympho1ascular space in1asion (ABS0)
7. Status kelenjar limfe. Tingkat insidensi keterlibatan kelenjar limfe dalam klasifikasi
F08D E stage 0A :5%, 0B :10%, 0>E 15%, 00: 20%, 000 : 55%.
(3)
Gambar 2.1 Gambaran Pembagian stadium karsinoma endometrium FIGO 2009
Grade
Pada grade 1 lesi minimal dengan kecenderungan belum menyebar keluar uterus, tumor
grade 2 memiliki prognosis sedang @ intermediet, dan grade 3 identik dengan meningkatnya
potensi in1asi dalam miometrium serta metastase nodular ke jaringan luar. =etastase kgb pel1is
dan para aorta meningkat dengan meningkatnya grade. Pembagian karsinoma endometrium
dalam grade yang paling umum digunakan di seluruh dunia adalah berdasarkan F08D (<).
+3)
Tabel 2.3 Kriteria Histopatologik untuk menentukan grade FIG(
8rade )efenition
1 F5 % of a non squamous or nonmorular solid gro(th pattern
2 6-50 % of a non squamous or nonmorular solid gro(th pattern 350%
3 of a non squamous or nonmorular solid gro(th pattern
Untuk menentukan stadium surgikal kanker uterus, dua faktor prognosis- grade dan
kedalaman in1asi miometrium harus dicantumkan dalam penulisannya.
2.7 Terapi
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pel1is merupakan pilihan terapi
untuk adenokarsinoma endoser1iks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging surgikal
(surgical staging) yang meliputi histerktomi simpel dan pengambilan contoh kelenjar getah
bening para aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium. Staging surgikal
dengan bantuan laparoskopi untuk kanker endometrium stadium 1 telah banyak dilaporkan, yaitu
meliputi histerektomi 1aginal dengan bantuan laparoskopi disertai limpadenektomi kgb
pel1is dan para-aorta (2,3).
Pembedahan
Pasien dengan karsinoma endometrium sebagian besar harus menjalani histerektomi.
Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana, bilasan peritoneum, eksplorasi metastasis,
histerektomi total, salpingoforektomi bilateral, limfadenektomi kelenjar getah bening pel1is dan
para-aorta. Beberapa ahli hanya melakukan sampel biopsi pada kelenjar getah bening, terutama
pada yang mengalami pembesaran (2,6).
Pada stadium 00 dimana terbukti ada keterlibatan endoser1iks, prosedur pengangkatan
uterus dilakukan secara radikal (histerektomi radikal). Akan tetapi, beberapa ahli tetap
melakukan histerktomi total apabila diyakini bah(a keganasan memang berasal dari
endometrium, dengan alasan lokasi kekambuhan terbanyak pada 1agina dan angka kekambuhan
yang kurang dari 10% (2,6).
Pada stadium 000 dan 0B dapat dilakukan radiasi, dan@ atau kemoterapi. Penanganan
pasien stage 000 dan 0B sangat bersifat indi1idual dengan radiasi dan kemoterapi. Pada beberapa
literatur untuk stage 000 dan 0B dengan metastase masih menganjurkan dilakukan histerektomi
paliati1 dengan pengangakatan kedua tuba dan o1arium serta eksisi metastase bila mungkin,
tergantung kondisi pasien, manfaat yang diharapkan dan keputusan tim ahli. Pembedahan dapat
diikuti dengan terapi radiasi dan kemoterapi (2,<).
Radioterapi
Stadium 0 dan 00 yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi radiasi, angka
ketahanan hidup 5 tahunnya menurun 20-30 % dibanding pasien dengan terapi operatif dan
radiasi. Pada pasien dengan resiko rendah (stadium 0A grade 1atau 2) tidak memerlukan radiasi
aju1an pascaoperasi. Radiasi aju1an diberikan pada :
1. Penderita stadium 1, apabila berusia diatas 60 tahun, grade 000 dan atau in1asi melebihi
setengah miometrium.
2. Penderita stadium 00 A@00 B, grade 0,00,000
3. Penderita dengan stadium 000A atau lebih diberikan terapi secara tersendiri (2,3)
Terapi medikamentosa
Kemoterapi
a. >isplatin dan doxorubicin adalah agen yang paling sensitif
b. Agen kemoterapi lain adalah paclitaxel, doxorubicin, dan ifosfamide.
Hormon
Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan memberikan respon
yang lebih baik terhadap terapi hormon. Pemberian progestin oral sama efektifnya dengan
pemberian intramuskular. Sepertiga pasien yang mengalami kekambuhan memberikan respon
terhadap progestin (2,3).
)osis yang dianjurkan :
- )epo-Pro1era, <00mg 0= per minggu
- Pro1era, 200 mg per oral < x sehari
- =egastrol acetate (=egace), *00 mg per oral < x sehari.
Tabel 2.4 Pembagian kelompok pengobatan berdasarkan resiko rekurensi dan prognosis
2. * Residif dan penanganannya
Pada penelitian Sofian A (2005), angka bebas dari kekambuhan penderita kanker
endometrium pada tahun pertama adalah &7,* %dan angka bebas dari kekambuhan pada tahun
kelima adalah 71,&%. Angka ini sedikit rendah dibandingkan jika semua penderita tidak
mempunyai faktor resiko derajat diferensiasi dan in1asi miometrium, dimana rata-rata bebas
kekambuhan dalam 3 tahun dapat mencapai &2,7%. Kenyataan ini menunjukkan bah(a
ketahanan hidup penderita cukup baik (2).
Pilihan terapi untuk pasien residif meliputi terapi hormonal dan kemoterapi. Terapi
hormonal merupakan pilihan utama bagi pasien dengan diferensiasi baik dan sedang.respon
terapi endokrin akan maksimal pada kasus kanker endometrium berdsiferensiasi baik, disease
free inter1al setelah terapi utama yang panjang dan meningkatnya konsentrasi reseptor
progesterone (<).
Kemoterapi untuk pasien kanker endometrium stadium lanjut yang residif bersifat
paliatif. Sebagian kecil penderita yang mengalami remisi komplit, responya akan bertahan
sampai beberpa tahun. Tidak ada keuntungan mengombinasikan kemoterapi dengan terapi
hormonal.(2,6).
DAFTAR PUSTAKA
1. Endometrial Cancer 2013 Report. American Institute for Cancer Research.
http://www.dietandcancerreport.org. Diakses pada 28-02-2015
2. Farid M. Abdul S. Onkologi ginekologi. Edisi 1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta 2006
3. Barbara L, Hoffman w. Et al. Williams Gynecology. Second Edition. McGraw-Hill
Companies.Inc. United States. 2008
4. Platnois G, Castiglione M. Endometrial Cancer. :ESMO Clinical Practice Guidelines for
diagnosis, treatment and follow up. Annals of Oncology 21 : V41-V45. 2010.
http://annonc.oxfordjournals.org/. Diakses tanggal 28-02-2015.
5. William B, Orr. J, Leitao M, Et al. Endometrial cancer: A review and current management
strategies: Part I. Gynecologic Oncologic 134 :382-385.2014.
http://www.elsevier.com/locate/ygyno. Diakses tanggal 3 - 03-2015
6. Endometrial Cancer. CLINICAL PRACTICE GUIDELINE GYNE-002. Alberta healt
Service 2014. http://Albertahealthservices.ca/ diakses tanggal 3-03-2015
7. Yela D.A, Et al. Comparative Study of Trasvaginal Ultrasound and Outpatient
Hysterecopy for Diagnosing Pathologic endometrial Lession in Postmenopausal Women.
Revised Association Medical Brass 2009 ; 55 (5)..
8. William T, Marion J. Endometrial Cancer treatment protocol. Distinguished University
Professor, Department of Obstetrics and Gynecology, Medical University of South
Carolina College of Medicine. Dalam http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 19-
03-2015.
9. Stern J. Uterus : Endometrial Carcinoma. Womens Cancer Information Center.
http://www.womenscancercenter.com/info/types/uterus.html . Diakses tanggal 19-03-
2015.
10. Sebastianelli A. Preoperative CA-125 Tumour marker in Endometrial Cancer :
Correlation with Advanced Stage Disease. Gynaecology. JOGC. September 2010 :
856- 860.
11. Muggia,F. Oliva E. Uterine Cancer-Screening,Diagnostik and treatment. 2009.
http://www.springer.com/978-1-58829-736-5. Diakses tanggal 3-03-2015.