Anda di halaman 1dari 21

2.

3 Karsinoma Endometrium

2.3.1 Definisi

Karsinoma endometrium adalah tumor ganas yang muncul dari sel-sel


epitel primer lapisan endometrium. Umumnya dengan differensiasi grandular dan
berpotensi mengenai miometrium dan menyebar jauh. 75% tumor ganas
endometrium adalah adenokarsinoma, sisanya ialah karsinoma epidermoid atau
karsinoma tipe sel squamous (5-10%), adenoakantoma dan adenosquamous
(30%), sarkoma uterin (1-5%) (2,9).

Secara biologis dan histologis, karsinoma endometrium adalah jenis


neoplasma yang memiliki dua model pathogenesis. Karsinoma endometrium tipe
1 yang estrogen dependent dan mempunyai prognosis lebih baik, dan karsinoma
endometrium tipe 2 non- estrogen dependent yang lebih agresif dan berprognosis
lebih buruk (3).

2.3.2 Epidemiologi

Karsinoma endometrium adalah kejadian keganasan tertinggi keenam yang


paling sering terjadi yang terjadi pada wanita di seluruh dunia. Dari 290.000 kasus
baru yang dilaporkan pada 2008, terhitung 5 % dari semua kasus keganasan baru
pada wanita. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara maju seperti Amerika,
negara-negara di Eropa tengah dan Eropa timur dan insiden lebih rendah di Afrika
timur. Tingkat kejadian karsinoma endometrium seiring pertambahan usia juga
meningkat di negara-negara berkembang (3).

Di seluruh dunia, angka kejadian karsinoma endometrium seiring


pertambahan usia berkisar antara 15 per 100.000 wanita (di daerah Amerika dan
sebagian Eropa) sampai kurang dari 5 per 100.000 wanita (di daerah Afrika dan
Asia). Resiko karsinoma endometrium meningkat seiring usia, dimana
kebanyakan kasus terdiagnosa setelah menopause (1,3).

Di Indonesia, sebuah penelitian tahun 2005 mendapatkan prevalensi


kanker endometrium di Jakarta mencapai 7,2 kasus per tahun. Usia penderita
yang cenderung lebih muda pada penelitian tersebut jika dibandingkan dengan
penderita di negara-negara barat dan eropa (berusia>50 tahun terbanyak),
kemungkinan disebabkan di indonesia pengguanaan TSH masih sangat jarang.
Pemakaian TSH menyebabkan tingginya jumlah penderita kanker ini di negara
Barat dan Eropa di era tahun 70-an (2).

2.3.3 Etiologi

Kebanyakan kasus karsinoma endometrium (80%) dihubungkan dengan


endometrium terpapar stimulasi estrogen secara kronis (hormonal) dari sumber
endogen dan eksogen lain. Kanker yang dihubungkan dengan estrogen (estrogen
dependent) ini cenderung untuk mengalami hiperplasia dan berdiferensiasi lebih
baik, dan secara umum punya prognosis baik. Sementara itu, tipe kanker
endometrium yang tidak bergantung pada estrogen (non estrogen dependent)
berkembang dengan non hiperplasia dan berdiferensiasi jelek dan lebih agresif.

Banyak kasus karsinoma endometrium yang dilaporkan pada wanita tanpa


faktor resiko yang sudah diketahui seperti mereka dengan gangguan hormonal.
Beberapa studi menunjukan bahwa sindroma ovarium polikistik dan resistensi
insulin yang merupakan komponen dari sindrom metabolik, dapat berperan dalam
pathogenesis karsinoma endometrium (1,2,3).

2.3.4 Faktor resiko

Kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai resiko


tiga kali lebih besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Berbeda
dengan kanker payudara, usia pertama melahirkan tidak memperlihatkan adanya
hubungan terhadap terjadinya kanker ini walaupun masa laktasi yang panjang
dapat berperan sebagai proteksi (2).

Hipotesis bahwa infertilitas menjadi faktor resiko untuk kanker


endometrium didukung oleh penelitian- penelitian yang menunjukkan resiko yang
lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang tidak pernah
menikah.Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas
dihubungkan dengan resiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi
(estrogen yang lama tanpa progesteron yang cukup), kadar androstenodion serum
yang tinggi (kelebihan androstenodion dikonversi menjadi estrone), tidak
mengelupasnya lapisan endometrium setiap bulan dan efek dari kadar estrogen
bebas dalam serum rendah pada nulipara (2,3).

Usia menarche dini (<12 tahun) berhubungan dengan meningkatnya faktor


resiko kanker endometrium walaupun tidak selalu konsisten. Kebanyakan
penelitian juga menunjukkan usia saat menopause mempunyai hubungan langsung
terhadap resiko meningkatnya kanker ini sekitar 70% dari semua wanita yang
didiagnosis kanker endometrium adalah pascamenopause (2).

Selain yang disebutkan diatas, faktor-faktor resiko yang masih terus diteliti
mempunyai hubungan erat dengan kanker ini adalah obesitas, diabetes melitus,
hipertensi, asupan gula, kopi, merokok, penggunaan tamoxifen, dan kebiasaan
(aktivitas fisik,waktu duduk atau berbaring). Resiko karsinoma karena obesitas
dihubungkan dengan kecenderungan peningkatan kadar estrogen yang terjdai
akibat perubahan jaringan lemak oleh hormon androgen menjadi estrogen.

Sedangkan asupan gula yang tinggi berujung pada kondisi hiperinsulinemia, yang
meningkatkan bioavabilitas IGF-1 (insulin- like growth factor-1) sehingga
menstimulasi pertumbuhan sel. Asupan gula dan diabetes juga meningkatkan
resiko karsinoma endometrium dengan meningkatkan stres oxidative (3).

Penyakit- penyakit yang diteliti memiliki resiko langsung menjadi


karsinoma endometrium adalah sindroma polikistik ovarium dan adanya tumor
ovarium, dimana keduanya memiliki dampak menimbulkan ketidakseimbangan
hormon, peningkatan produksi estrogen yang akhirnya mengarah pada karsinoma
endometrium. Selain penyakit, penggunaan obat tamoxifen untuk penatalaksanaan
kanker payudara memiliki pengaruh lain pada jaringan uterus. Pada jaringan
uterus, obat ini bertindak seperti estrogen, sehingga bagi wanita yang telah
menopause, pengaruhnya dapat membuat pertumbuhan lapisan endometrium
secara berlebihan, namun resikonya masih rendah (kurang dari 1% kasus) (5).
2.3.5 Manifestasi Klinis

Diagnosis dini dari karsinoma endometrium hampir sepenuhnya


bergantung pada pengetahuan dan kesadaran pasien akan adanya perdarahan
pervaginam yang tidak teratur. Sebagian besar keluhan utama yang diderita pasien
kanker endometrium adalah perdarahan abnormal pascamenopause bagi pasien
yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi pasien yang belum
menopause. Pasien harus mengetahui adanya perdarahan saat menstruasi yang
berlebihan atau bercak darah. Karena beberapa kelainan atau tumor jinak juga
memberikan gejala serupa. Selain itu keluahan yang dapat menyertai adalah :

a. Keluhan keluar sekret putih atau merah muda dari vagina

b. Keluhan nyeri perut bawah atau panggul yang menetap 2 minggu atau
lebih

c. Nyeri saat berhubungan.

Kebanyakan pasien tidak langsung mendatangi tenaga medis saat sampai


terjadi perdarahan berbulan-bulan, tahun, atau perdarahan yang berlebihan dan
irregular. Pasien dengan tipe Papillary serous tumour atau clear cell tumour sering
datang dengan gejala dan tanda yang mengindikasikan karsinoma epitel ovarium
yang sudah memberat. Tipe papillary serous tumour dan clear cell tumour adalah
termasuk karsinoma endometrium tipe 2 yang berkembang agresif dan memiliki
prognostik cenderung lebih buruk. Tipe papillary serous tumour (insidensinya 5-
10% dari seluruh kasus) adalah jenis yang tumbuh dari sel endometrium yang
atrhropi ( biasanya dari wanita lansia) yang memiliki tipikal histologik
pertumbuhan selnya lebih tidak beraturan, adanya keratinisasi dengan inti yang
atipik. Karsinoma endometrium tipe 2 yang mayor lainnya adalah clear cell
tumour dengan insiden lebih rendah ( <5%). Secara mikroskopik, gambarannya
lebih predominan solid, kistik dan tubular atau dapat bercampur (mixed) dari dua
atau lebih bentuk ini (3,4).
2.3.6 Diagnosis

Untuk mengevaluasi perdarahan intrauterine abnormal, diagnosis


dilakukan dengan biopsi endometrium. Namun, pada pasien yang tidak dapat
dilakukan biopsi endometrium karena stenosis servikal atau gejala tetap bertahan
walaupun hasil biopsi normal, maka dapat dilakukan dilatasi dan kuretase dengan
anastesi. Prosedur dilatasi dan kuretase sampai saat ini merupakan baku emas
untuk diagnosis kanker endometrium (2).

Melalui pemeriksaan mikroskopik biopsi endometrium dan kuret


endoserviks biasanya dapat ditegakkan diagnosis adenokarsinoma jenis
endometrioid atau musinous, tapi jarang dapat dihubungkan dengan lesi awal
berupa adenokarsinoma serviks insitu atau hiperplasia atipik pada endometrium.
Terlebih lagi gambaran histologik kanker endometrium sering tumpang tindih atau
terkontaminasi dengan sel-sel endoserviks. Padahal, darimana pertumbuhan tumor
berasal, apakah dari endometrium atau endoserviks mempengaruhi pilihan terapi
jenis pembedahan dan pasca pembedahan) yang akan dilakukan. Penelitian
terakhir di Jakarta menyatakan bahwa pemeriksaan kimia dengan vimentin dapat
membantu membedakan kanker endometrium dan kanker endoserviks, khususnya
pada gambaran histologi tumpang tindih dengan sensitivitas (93,7%) dan
spesifitas (94,4%) yang cukup tinggi (2,3).

Penggunaan histeroskopi untuk deteksi dini (prosedur diagnostik dengan


melihat langsung kedalam uterus dengan histeroskop yang biasanya dilakukan
bersamaan dengan dilatasi dan kuretase) memiliki sensitifitas dan spesifitas yang
tinggi dalam mendiagnosis dan mengevaluasi uterus jika dicurigai ada lesi awal
karsinoma endometrium. Satu-satunya tumor marker klinis yang berguna dalam
penatalaksanaan kanker endometrium adalah jumlah serum CA-125. Secara
langsung, peningkatan jumlah serum ini menunjukan progresivitas penyakitnya
(sensitivitas 63% dan spesifitas 88% pada level cut off 35 U/mL). Dalam
aplikasinya, pada pasien tingkat lanjut, serum ini dapat membantu mengevaluasi
respon terhadap terapi selama dalam penanganan. Namun, meskipun evaluasi
serum ini cukup bermakna, biasanya penemuan klinis lain masih terbatas (3,10).
Penggunaan radiologi pada karsinoma endometrium juga masih terbatas.
Secara umum, pada wanita dengan karsinoma endometrium tipe 1 yang
progresifitasnya lebih baik, foto thoraks adalah satu-satunya evaluasi radiologis
yang dibutuhkan dalam diagnosa preoperativ. Visualisasi menggunakan Computed
tomography (CT) atau Magnetic Resonance (MR) biasanya tidak banyak
dibutuhkan. Namun dalam beberapa kasus, MRI dapat membantu membedakan
karsinoma endometrium dan perluasan dari karsinoma serviks primer. USG
transvaginal dapat mendeteksi lesi pada endometrium dengan ketebalan lebih dari
4-5cm sehingga sangat akurat dalam mendeteksi polip, mioma, hiperplasia
ataupun karsinoma endometrium (2,7).

2.3.7 Histologi

Umumnya (70-75% kasus) tipe histologik kanker endometrium adalah


endometrial/endometrioid adenokarsinoma, yaitu karsinoma yang berasal dari
jaringan kelenjar atau karsinoma yang memiliki karakteristik sel-sel tumornya
membentuk struktur seperti kelenjar sehingga membedakan dengan jaringan
endometrium normal. Adanya karsinoma tipe endometrium tipe ini biasanya
dihubungkan dengan tumor grade rendah dan invasi ke miometrium yang kurang
masif. Namun, ketika komponen kelenjar berkurang dan diganti dengan jaringan
solid dan sel berlapis, tumor ini akan diklasifikasi sebagai grade yang tinggi,
sebagai tambahan, endometrium yang atropi biasanya lebih dihubungkan dengan
lesi pre-kanker grade tinggi yang umumnya bermetastase (3).

Klasifikasi histologik kanker endometrium oleh The International Society


of Gynecologic Pathologist (3,4) :

1. Endometrioid (75%) (secretory, ciliated, papillary or villoglandular)

2. Adenocarcinoma with squamous differentiation.

3. Adenoacanthoma (benign squamous component)

4. Adenosquamous (malignant squamous component)

5. Uterine papillary serous (5%–10%)


6. Clear cell (1%–5%)

7. Malignant mixed Mullerian tumours or carcinosarcomas (1–2%)

8. Uterine sarcomas (leiomyosarcoma, endometrial stromal sarcoma,


undifferentiated) (3%)

9. Mucinous (1%)

10. Undifferentiated.

Berdasarkan histopathologinya, terdapat 2 jenis kanker endometrium,


yaitu adenokarsinoma endometrium tipe 1 dengan karakteristik berdiferensiasi
baik dan invasi secara superfisial. Tipe ini sensitif terhadap progesteron dan
penderita cenderung memiliki prognosis yang baik. Adenokarsinoma
endometrium tipe 2 berdiferensiasi dengan buruk atau bertipe histologik yang
agresif (clear cell, papillary serous) dan berinvasi ke miometrium. Prognosis
penderita tipe ini kurang baik dan memiliki survival rate yang lebih rendah
dibanding penderita tipe 1. Selain itu pada beberapa jenis adenokarsinoma
endometrium tipe 2 ditemukan peningkatan molekul-molekul yang umumnya
ditemukan pada tipe 1, ini mengindikasikan bahwa adenokarsinoma endometrium
tipe 2 dapat terjadi sebagai perburukan dari tipe 1 yang telah ada sebelumnya (4).

2.3.8 Stadium

Pada literatur lama, terdapat 2 jenis stadium pada kanker endometrium,


yaitu stadium klinis dan stadium surgikal. Stadium klinik bertujuan untuk
menentukan jenis terapi yang akan diberikan, sedangkan stadium surgikal
bertujuan untuk menentukan terapi adjuvannya (2,4).

Kini penentuan stadium telah bergeser dari stadium klinik ke stadium


surgikal/operasi. Akan tetapi stadium klinik masih dipergunakan bila penderita
dipertimbangkan tidak dapat menjalani proses pembedahan. Pembagian stadium
menurut FIGO (the International Federation of Gynecology and Obstetric) 2009
terlampir dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Pembagian Stadium FIGO 2009 (4)

Penilaian FIGO secara pathologis meliputi (3) :

1. Kedalaman invasi ke miometrium (ratio invasi dan total ketebalan


miometrium).

2. Keterlibatan serviks (invasi stroma/glandular)

3. Ukuran tumor dan lokasi ( fundus, segmen bawah rahim, atau serviks)

4. Meluasnya tumor ke tuba fallopi dan ovarium.

5. Grade tumor dan tipe histologis sel

6. Invasi ke kelenjar lmfe dan pembuluh darah /Lymphovascular space


invasion (LVSI)

7. Status kelenjar limfe. Tingkat insidensi keterlibatan kelenjar limfe dalam


klasifikasi FIGO ; stage IA :5%, IB :10%, IC; 15%, II: 20%, III : 55%.
Gambar 2.1 Gambaran Pembagian stadium karsinoma endometrium FIGO
2009(3)

2.3.9 Grade

Pada grade 1 lesi minimal dengan kecenderungan belum menyebar keluar


uterus, tumor grade 2 memiliki prognosis sedang / intermediet, dan grade 3
identik dengan meningkatnya potensi invasi dalam miometrium serta metastase
nodular ke jaringan luar. Metastase kgb pelvis dan para aorta meningkat dengan
meningkatnya grade. Pembagian karsinoma endometrium dalam grade yang
paling umum digunakan di seluruh dunia adalah berdasarkan FIGO (4).

Tabel 2.3 Kriteria Histopatologik untuk menentukan grade FIGO (3)

Grade Defenition

1 ≤5 % of a non squamous or nonmorular solid growth


pattern

2 6-50 % of a non squamous or nonmorular solid growth


pattern

3 >50% of a non squamous or nonmorular solid growth


pattern

2.3.10 Gambaran Radiologis


1. Ultrasonografi

Transvaginal Ultrasonography (TVUS) sering digunakan sebagai


penilaian awal pada perempuan dengan riwayat perdarahan postmenopause karena
pengerjaannya yang cepat, murah dan pasien tidak terpapar dengan radiasi
pengion. karsinoma endometrium biasanya tampak seperti penebalan pada
endometrium dan diagnosis karsinoma endometrium dari TVUS berdasarkan
ketebalan dari endometrium yang diukur dari dimensi anteroposterior (Gambar
2.2). Sensitivitas dan spesifitas dari TVUS untuk mendeteksi karsinoma
endometrium mendekati 96% dan 61%, dan ketika ambang batas ketebalan
endometrium adalah 5 mm pada wanita postmenopause digunakan sebagai
penanda kelainan penebalan endometrium.11

Gambar 2.2. Perempuan usia 67 tahun dengan karsinoma endometrium :


(A) Longitudinal transabdominal scan.
(B) Transvaginal scan dan pencitraan 3-D reconstructed ultrasonography
(C) Pada uterus menunjukkan penebalan dan heterogenitas dari endometrium yang
berukuran 2.0 cm (tanda panah). Kesan batas endometrial-myometrial yang
regular dengan tanpa tanda invasi (arrowheads).
(D) Kesan peningkatan vaskular pada color Doppler US (panah hitam) 11
Suatu meta-analisis memberikan kesan sensitivitas 68-100% dan
spesifisitas 71-90% untuk penilaian dari invasi endometrium yang dalam.
Kemudian, nilai prediktif negatif dari endometrium yang tipis sangat tinggi.
Kanker juga lebih mungkin memberikan kesan ketika endometrium memiliki
echostructure yang heterogen dan batas yang irregular atau tidak tegas.

Sangat sulit untuk mengambarkan batas tumor pada ultrasonografi,


terutama ketika tumor tersebut menginfiltrasi miometrium secara difus (Gambar
2.3). Laporan sensitivitas dan spesifitas dari TVUS dalam menentukan kedalaman
invasi miometrium masing-masing sebesar 69% dan 70%. Invasi miometrium
memberikan kesan ketika adanya perbatasan endometrium dan miometrium yang
irreguler dan dan gangguan gangguan halo subendometrium (lapisan dalam
miometrium) atau tumor memanjang secara asimetris ke miometrium.
Penggunaan infus saline (yaitu, sonohysterography) meningkatkan akurasi dari
TVUS menjadi 84-89% dalam menentukan kedalaman invasi miometrium.
Namun, penggunaannya masih controversial dengan sejumlah laporan
menunjukkan bahwa prosedur tersebut dapat menyebarkan sel-sel ganas ke ruang
peritoneal. 11

Gambar 2.3 Perempuan 72 tahun dengan karsinoma endometrium. Pencitraan


transvaginal posisi longitudinal pada uterus menunjukkan tanda
penebalan dan heterogenitas dari endometrium (tanda panah) dengan
batas anterior yang tidak jelas dan tidak ada pemisahan yang jelas dari
miometrium (panah), sugestif dari invasi miometrium 11

Keterbatasan dari TVUS mencakup ketergantungan terhadap operator dan


keterbatasan lapangan pandang. TVUS dapat lebih memperkirakan invasi
miometrium dalam penampakan tumor yang luas, adenomiosis, dan invasi celah
limfovaskuler. Sebagai tambahan, terdapat kekurangan data terhadap penilaian
TVUS dalam memprediksi ekstensi dari cervical, invasi parametrium, atau
limfadenopati.
Meskipun ultrasound Doppler warna sering menunjukkan peningkatan
vaskularisasi dengan pola multivessel dan indeks Doppler spektral mungkin
memiliki aliran impedansi rendah., cara ini memiliki peranan yang terbatas dalam
mengevaluasi pasien dengan karsinoma endometrium karena tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam aliran darah uterus antara proses endometrium jinak dan
ganas.11

2. CT-Scan

Pada CT yang ditingkatkan dengan kontras, karsinoma endometrium


tampak sebagai massa hypoattenuating dan hipoenhancing di rongga
endometrium (Gambar 2.4). Namun, gambaran ini tidak spesifik dan diagnosis
banding dari massa endometrium pada CT-scan dengan hipoenhancing termasuk
leiomioma submukosa, polip endometrium, atau stenosis serviks. 11

Gambar 2.4. Perempuan 66 tahun dengan karsinoma endometrium.


(A) Coronal dan (B) sagittal dengan pencitraan contrast-enhanced computed tomography pelvis
menunjukkan hypodense dan hypoenhancing tebal pada endometrium (tanda panah). (C) Coronal,
pencitraan T2W MR menunjukkan penebalan dan heterogenitas endometrium (tanda panah) pada
pasien iniPembedaan jaringan
yang dibuktikan lunak
dari biopsy pada CT-Scan
didiagnosis yang buruk
sebagai karsinoma membatasi
endometrium. 11

penggunaannya dalam staging karsinoma endometrium lokal. CT-Scan bersifat


kurang sensitif dan kurang spesifik memvisualisasikan invasi miometrium dan
keterlibatan serviks secara akurat daripada MRI. Sensitivitas dan spesifisitas CT
dalam mengevaluasi invasi miometrium dengan rentang masing-masing dari 40%
hingga 83% dan 42% hingga 75%.

Sebuah penelitian terbaru dalam evaluasi pra operasi invasi miometrium


dan ekstensi serviks pada kasus karsinoma endometrium menggunakan CT-Scan
multidetektor menunjukkan terjadinya peningkatan akurasi diagnostik masing-
masing menjadi 95% dan 81%. Saat ini, CT –Scan digunakan terutama dalam
penilaian penyakit lanjut, seperti untuk staging pasien dengan karsinoma
endomterium dengan mendeteksi metastasis nodal dan metastasis jauh (Gambar
2.5). 11

Gambar 2.5. Perempuan 75 Tahun dengan karsinoma endometrium


(A) Pencitraan CT contrast-enhanced potongan Axial pada pelvis menunjukkan
hypodense endometrium yang tebal (tanda panah hitam).
(B) Pencitraan CT contrast-enhanced potongan Axial menunjukkan implan peritoneum
(tanda panah putih) pada pasien dengan clear cell endometrial carcinoma 11

3. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI dianggap sebagai modalitas pencitraan yang paling akurat untuk


staging karsinoma endometrium lokal sebelum pengobatan untuk
menggambarkan jaringan lunak dengan baik. Pada MRI, Karsinoma
endometrium biasanya dilihat sebagai massa hipo-isointense pada gambar T1-
weighted (T1WI) dengan intensitas sinyal antara lebih rendah dari endometrium
normal pada gambar T2-weighted (T2WI). Pada gambar pasca kontras dinamis,
karsinoma endometrium kurang enchance dari myometrium (Gambar 2.6).
Keakuratan staging secara umum dari pencitraan MR dilaporkan 83-92%.11

Gambar 2.6. Perempuan 64 tahun dengan kanker endometrium.


(A) Pencitraan Sagittal T2W menunjukkan tumor dengan intensitas sinyal hyperintense
pada pembesaran rongga endometrium (tanda panah).
(B) Pada pencitraan T1W pasca kontrasgambar, tumor (tanda panah) menunjukkan sinyal
lebih rendah dibandingkan enhancing miometrium yang berdekatan.

Gambaran ini menunjukkan difusi terbatas dengan sinyal yang tinggi pada gambar DW
(C) dan sinyal rendah pada ADC map (D) (tanda panah).
(E) Gambaran ini menunjukkan pengambilan FDG yang tinggi pada FDG-PET / CT
(tanda panah) 11
Kedalaman invasi miometrium adalah salah satu faktor prognostik yang
paling penting [Gambar 2.7-2.9]. Kedalaman invasi miometrium secara optimal
digambarkan dengan urutan T2-weighted (T2WI). Namun, ada beberapa
keterbatasan seperti penipisan miometrium pada wanita pascamenopause,
kompresi miometrium dari tumor polypoid, dan adanya leiomioma atau
adenomiosis. 11

Gambar 2.7. Perempuan, 70 tahun dengan kanker endometrium.


(A) Pencitraan Sagittal T2W menunjukkan intensitas sinyal tinggi di rongga endometrium
(tanda panah hitam) dengan intensitas sinyal yang rendah pada zona junctional (tanda
panah putih).
(B) Pencitraan pasca kontras T1W tidak menunjukkan bukti invasi miometrium atau
keterlibatan serviks yang menunjukkan penyakit stadium IA11

Gambar 2.8. Perempuan, 68 tahun dengan kanker endometrium.


(A) Pencitraan Sagittal T2W menunjukkan massa hypointense (tanda panah hitam) yang
membengkokkan rongga endometrium dengan integritas zona junctional (tanda panah
putih).
(B) Pencitraan pasca kontras T1W menunjukkan heterogenitas peningkatan rongga
endometrium (tanda panah) tanpa bukti invasi miometrium atau keterlibatan serviks
yang menunjukkan penyakit stadium IA 11
Gambar 2.9. Perempuan, 68 tahun dengan kanker endometrium.
(A) Pencitraan Sagittal T2W MR,
(B) Pencitraan pasca-kontras T1W,
(C) Pencitraan DW menunjukkan tumor endometrium dengan invasi lebih dari 50% di
dinding miometrium anterior (tanda panah) menunjukkan stadium penyakit IB 11

Pencitraan dynamic contrast-enhanced meningkatkan akurasi penilaian


kedalaman invasi miometrium. Karsinoma endometrium kurang enchance dari
miometrium normal setelah pemberian gadolinium intravena. MRI yang
ditingkatkan kontras dinamis memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
81% dan 72%, dan pencitraan T2-weighted (T2WI) memiliki sensitivitas dan
spesifisitas masing-masing 87% dan 58%, dalam penilaian invasi
miometrium.Pencitraan Dynamic contrast-enhanced dan T2WI bersama-sama
memiliki akurasi 98% untuk menilai invasi miometrium. 11

Struma serviks normal memiliki intensitas sinyal rendah pada T2WI,


berbeda dengan intensitas sinyal menengah-tinggi pada infiltrasi tumor.
Sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi diagnostik penilaian pencitraan MRI pada
kasus invasi serviks telah dilaporkan masing-masing sebesar 100%, 87%, dan
90%, pada T2WI masing-masing sebesar 100%, 95%, dan 96%, dan pada T1WI
pasca-kontras sebesar 100%, 100%, dan 100%. Dalam suatu penelitian yang
mengkorelasikan temuan pencitraan dengan kuretase fraksional dan hasil
histeroskopi, MRI memiliki akurasi 86% dan CT memiliki akurasi 83% untuk
mendiagnosis keterlibatan serviks pada karsinoma endometrium. 11

Resolusi jaringan lunak yang baik pada MRI menjadikannya sebagai yang
modalitas lebih baik daripada pencitraan cross-sectional lainnya dalam menilai
metastasis adneksa, keterlibatan vagina, dan invasi ke kandung kemih dan rectum.
Persiapan pasien diperlukan untuk mendapatkan gambaran diagnostik.
Puasa selama sekitar 4-6 jam biasanya dianjurkan mengurangi artefak dari
gerakan usus. Mengosongkan kandung kemih sebelum pemindaian juga akan
membantu menggambarkan bidang antara uterus dan kandung kemih. Glukagon,
agen antiperistaltik, dapat digunakan karena mengurangi gerakan usus yang dapat
menghasilkan artefak yang mengaburkan endometrium dan leher rahim. Ketika
diberikan secara intravena, glukagon berlangsung selama sekitar 10 menit, namun,
jika diberikan secara intramuscular, glukagon dapat bertahan selama sekitar 30
menit. 11

2.3.11 Terapi

Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan


pilihan terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi,
sedangkan staging surgikal (surgical staging) yang meliputi histerktomi simpel
dan pengambilan contoh kelenjar getah bening para aorta adalah penatalaksanaan
umum adenokarsinoma endometrium. Staging surgikal dengan bantuan
laparoskopi untuk kanker endometrium stadium 1 telah banyak dilaporkan, yaitu
meliputi histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi disertai
limpadenektomi kgb pelvis dan para-aorta (2,3).

a. Pembedahan

Pasien dengan karsinoma endometrium sebagian besar harus menjalani


histerektomi. Penentuan stadium surgikal meliputi insisi mediana, bilasan
peritoneum, eksplorasi metastasis, histerektomi total, salpingoforektomi bilateral,
limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta. Beberapa ahli hanya
melakukan sampel biopsi pada kelenjar getah bening, terutama pada yang
mengalami pembesaran (2,6).

Pada stadium II dimana terbukti ada keterlibatan endoserviks, prosedur


pengangkatan uterus dilakukan secara radikal (histerektomi radikal). Akan tetapi,
beberapa ahli tetap melakukan histerktomi total apabila diyakini bahwa keganasan
memang berasal dari endometrium, dengan alasan lokasi kekambuhan terbanyak
pada vagina dan angka kekambuhan yang kurang dari 10% (2,6).
Pada stadium III dan IV dapat dilakukan radiasi, dan/ atau kemoterapi.
Penanganan pasien stage III dan IV sangat bersifat individual dengan radiasi dan
kemoterapi. Pada beberapa literatur untuk stage III dan IV dengan metastase
masih menganjurkan dilakukan histerektomi paliativ dengan pengangakatan kedua
tuba dan ovarium serta eksisi metastase bila mungkin, tergantung kondisi pasien,
manfaat yang diharapkan dan keputusan tim ahli. Pembedahan dapat diikuti
dengan terapi radiasi dan kemoterapi (2,4).

b. Radioterapi

Stadium I dan II yang inoperabel secara medis hanya diberi terapi radiasi,
angka ketahanan hidup 5 tahunnya menurun 20-30 % dibanding pasien dengan
terapi operatif dan radiasi. Pada pasien dengan resiko rendah (stadium IA grade
1atau 2) tidak memerlukan radiasi ajuvan pascaoperasi. Radiasi ajuvan diberikan
pada :

1. Penderita stadium 1, apabila berusia diatas 60 tahun, grade III dan atau
invasi melebihi setengah miometrium.
2. Penderita stadium II A/II B, grade I,II,III
3. Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberikan terapi secara tersendiri
(2,3)

c. Terapi medikamentosa

Kemoterapi
a. Cisplatin dan doxorubicin adalah agen yang paling sensitif
b. Agen kemoterapi lain adalah paclitaxel, doxorubicin, dan ifosfamide.

Hormon
Tumor yang mempunyai reseptor estrogen dan progesteron akan
memberikan respon yang lebih baik terhadap terapi hormon. Pemberian progestin
oral sama efektifnya dengan pemberian intramuskular. Sepertiga pasien yang
mengalami kekambuhan memberikan respon terhadap progestin (2,3).
Dosis yang dianjurkan :

- Depo-Provera, 400mg IM per minggu

- Provera, 200 mg per oral 4 x sehari

- Megastrol acetate (Megace), 800 mg per oral 4 x sehari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Endometrial Cancer 2013 Report. American Institute for Cancer Research.


http://www.dietandcancerreport.org. Diakses pada 15-09-2018.
2. Farid, M. Abdul S. Onkologi ginekologi. Edisi 1. Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo; 2006

3. Barbara L, Hoffman w. Et al. Williams Gynecology. Second Edition. United


States: McGraw-Hill Companies.Inc; 2008

4. Platnois G, Castiglione M. Endometrial Cancer. :ESMO Clinical Practice


Guidelines for diagnosis, treatment and follow up. Annals of Oncology 21 :
V41-V45. 2010. http://annonc.oxfordjournals.org/. Diakses tanggal 15-09-
2018.

5. William B, Orr. J, Leitao M, Et al. Endometrial cancer: A review and current


management strategies: Part I. Gynecologic Oncologic 134 :382-385.2014.
http://www.elsevier.com/locate/ygyno. Diakses tanggal 15-09-2018.

6. Endometrial Cancer. CLINICAL PRACTICE GUIDELINE GYNE-002.


Alberta healt Service 2014. http://Albertahealthservices.ca/ diakses tanggal
16-09-2018.

7. Yela D.A, Et al. Comparative Study of Trasvaginal Ultrasound and Outpatient


Hysterecopy for Diagnosing Pathologic endometrial Lession in
Postmenopausal Women. Revised Association Medical Brass; 2009.

8. William T, Marion J. Endometrial Cancer treatment protocol. Distinguished


University Professor, Department of Obstetrics and Gynecology, Medical
University of South Carolina College of Medicine. Dalam
http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 19-03-2015.

9. Stern J. Uterus : Endometrial Carcinoma. Womens Cancer Information


Center. http://www.womenscancercenter.com/info/types/uterus.html . Diakses
tanggal 16-09-2018.

10. Sebastianelli A. Preoperative CA-125 Tumour marker in Endometrial


Cancer : Correlation with Advanced Stage Disease. Gynaecology. JOGC.
September 2010 : 856-860.
11. Faria , Silvana C. et. All, Imaging in endometrial carcinoma, Indian Journal
of Radiology and Imaging; 2015; Vol 25

Anda mungkin juga menyukai