Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

LAPORAN KASUS PERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

Dosen Pengampu:
Ns. Sukarni, M.Kep.

Disusun Oleh: Kelompok 4


Mia Audina (I1031171004)
Alfi Putri Maharani (I1031171010)
Ika Rahmawandini M (I1031171011)
Ike (I1031171012)
Vega Yamaha (I1031171016)
Akmal Dzulfiqar N. A (I1031171019)
Septy Megawatie (I1031171034)
Elsa Annisa (I1031171039)
Karlina Ollah Adii (I1031171044)
Ardi Agustian (I1031171048)
Atthahirah M. Jamil (I1031171049)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Kelompok yang berjudul “Laporan Kasus Perawatan
Menjelang Ajal dan Paliatif”. Tugas ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Menjelang Ajal dan PaliatifTahun Akademik 2018/2019 di Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura.
Dalam penulisan tugas ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari pihak-
pihak luar, sehingga tugas ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Pada kesempatan
ini, kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan saya kelancaran dalam mengerjakan
review jurnal ini
2. Ns. Sukarni, M. Kep. Selaku dosen Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
PaliatifFakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
3. Teman – teman Program Studi Keperawatan Angkatan 2017 Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura.
Kami menyadari dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kepada para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun.

Pontianak, Mei 2019

Penulis
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik,
psikologis, sosial atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif
seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit
pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan
paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan
penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan
perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun,
dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua Pasifik
Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22% (WHO, 2016). Benua
Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.
Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam benua Asia Tenggara dengan
kata lain bahwa Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan perawatan paliatif.
Kanker masih menjadi penyebab kematian ke-6 akibat penyakit tidak menular di
Indonesia (Depkes RI, 2007). Di Indonesia setiap tahunnya 100 kasus baru terjadi di antara
100.000 penduduk. Sekitar 70% di antaranya ditemukan dalam keadaan stadium yang sudah
lanjut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan kedokteran dan
asuhan keperawatan bagi penderita kanker yang meliputi berbagai terapi modalitas
(kemoterapi, radioterapi, pembedahan, dan terapi kombinasi) telah terbukti dapat
memperpanjang ketahanan hidup penderita dibanding 10 tahun yang lalu. Sejalan dengan
hal tersebut, maka pelayanan kesehatan berkelanjutan untuk penderita kanker yang bisa
bertahan hidup (cancer survivors) sangat diperlukan untuk mencegah kekambuhan dan
meningkatkan kualitas hidup penderita kanker (Oemiati, Rahajeng, dan Kristanto, 2011).
Perawatan paliatif merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan berkelanjutan
untuk penderita kanker. Perawatan paliatif dilakukan secara terpadu untuk meningkatkan
kualitas hidup dengan meringankan keluhan penderita kanker, memberikan dukungan
spiritual dan psikososial mulai dari diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat, serta dukungan
pada keluarga yang merasa kehilangan (WHO, 2016). Fokus perawatan paliatif bukan hanya
pada penderita, tetapi juga keluarga. Perawatan paliatif yang paripurna mencakup berbagai
setting mulai rumah sakit, perawatan komunitas yang dikelola Puskesmas, dan perawatan
di rumah (home care) (Fauzi, 2011).
Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim.
Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga
memudahkan dokter untuk mendeteksi kanker payudara. Berbeda dengan di Negara barat
dimana setiap wanita usia subur diharuskan oleh asuransi kesehatan untuk memeriksakan
payudaranya secara berkala sehingga stadium dini kanker payudara ditemukan jauh lebih
tinggi daripada di Negara berkembang. Insiden kanker payudara di dunia relatif tinggi,
dilaporkan kejadian kanker payudara adalah 20% dari seluruh keganasan. Angka prevalensi
kanker payudara yang tercatat di Amerika Serikat menempati urutan tertinggi pada wanita.
Tahun 2008 diperkirakan 40.930 orang meninggal dunia karena kanker payudara (WHO,
2016).
Penderita kanker payudara di Indonesia tiap tahun diperkirakan terdapat 100 penderita
baru per 100.000 penduduk. Ini berarti dari jumlah 237 juta penduduk, ada sekitar 237.000
penderita kanker baru setiap tahun nya. Sejalan dengan itu, data emperis juga menunjukkan
bahwa kematian akibat kanker dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2007, sekitar 5,7 % kematian semua umur di sebabkan oleh kanker ganas.
Sedangkan berdasarkan data sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahu 2007, kanker
payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia
(16,85 %), disusul kanker leher rahim (11,78 %). Kejadian kanker payudara di Indonesia
sebesar 11% dari seluruh kejadian kanker. Setiap tahun lebih dari 580.000 kasus baru
ditemukan diberbagai negara berkembang dan kurang lebih 372.000 pasien meninggal
karena penyakit ini. Demikian pula di bali, kini jumlah kasusnya meningkat dan menempati
urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks dan cenderung bergerser ke arah yang lebih
muda (Oemiati, Rahajeng, dan Kristanto, 2011).
Meskipun belum ada penyebab spesifik kanker payudara, hampir 60% wanita yang
didiagnosa kanker payudara tidak mempunyai faktor risiko yang teridentifikasi. Hal ini
menunjukkkan bahwa semua wanita dianggap berisiko untuk mengalami kanker payudara
selama hidupnya (Smeltzer, 2012). Keterlambatan mengetahui bahwa seorang wanita telah
mengidap kanker payudara hingga stadium lanjut dikarenakan rendahnya pemahaman
wanita tentang kanker payudara oleh sebab itu banyak pasien datang berobat ke rumah sakit
dengan kondisi yang kurang baik seperti datang dengan kondisi luka kanker yang sudah
cukup luas. Angka kejadian luka kanker tidak sepenuhnya diketahui namun Smeltzer (2012)
melaporkan jumlah luka kanker 9% dari jumlah pasien kanker. Luka kanker disebabkan
oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis dan epidermis kulit,
sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi tidak beraturan. Sel kanker yang
menonjol keluar kulit umumnya berupa benjolan yang keras, sukar digerakkan, berbentuk
seperti bunga kol, mudah terinfeksi sehingga menyebabkan lendir, cairan, darah dan bau
yang tidak sedap.
Perawatan pada pasien kanker payudara merupakan pelayanan perawatan paliatif
yang memerlukan keterampilan dalam mengelola penyakit dan pengobatan, mengelola rasa
sakit dan gejala lain, memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan
merawat saat sekarat dan berduka. Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit
yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan
kualitas hidup (WHO, 2016). Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala;
dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan
perawatan yang tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien.
Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain
dan menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarga mereka (Campbell, 2013).

B. Kasus
Seorang perempuan berusia 55 tahun dirawat diruang bedah 3 hari yang lalu dengan keluhan
adanya pembengkakan dan nyeri pada mamae sebelah kiri. Hasil pengkajian didapatkan
bahwa pasien lemah, kurang makan, mual dan muntah serta sesak. Pasien kurang
bersemangat dan meringis kesakitan. Terdapat luka pada mamae dengan karakteristik luka
banyak slough, berbau dan mudah terjadi perdarahan. Hasil pemeriksaan
didapatkan TD: 110/70 mmHg, frekuensi napas 24 x/menit, frekuensi nadi 75 x menit.
Terpasang oksigen 4 l//menit dengan nasa kanul. Pasien didiagnosis kanker dengan stadium
4. Pasien merupakan seorang janda beranak 2. Kedua anaknya masing-masing berusia 12
dan 10 tahun. Kebutuhan harian dibantu oleh keluarga dan lingkungan tempat tinggal
pasien.
1. Hasil pemeriksaan:
- Leukosit: 16.000 gr/dl
- Hemoglobin: 6 gr/dl
2. Pemeriksaan Diagnostik: metastase ke paru
C. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kondisi Paliatif
1) Pengkajian
Menurut NANDA (2015), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Pasien
Seorang perempuan berusia 55 tahun didiagnosis kanker dengan stadium 4.
2) Identitas Penanggung Jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien): Tidak Terkaji.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pembengkakan dan nyeri pada mamae sebelah kiri
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pembengkakan dan nyeri pada mamae sebelah kiri. Pasien lemah, kurang makan,
mual dan muntah serta sesak. Pasien kurang bersemangat dan meringis
kesakitan. Terdapat luka pada mamae dengan karakteristik luka banyak slough,
berbau dan mudah terjadi perdarahan.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak terkaji
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terkaji
c. Pola Fungsional Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan
Tidak terkaji
2. Pola Nutrisi dan Cairan
Pasien lemah, kurang makan, mual dan muntah.
3. Pola Eliminasi
Tidak terkaji
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Tidak terkaji
5. Pola Tidur dan Istirahat
Tidak terkaji
6. Pola Persepsi Kognitif
Tidak terkaji
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien kurang bersemangat dan meringis kesakitan.
8. Pola Reproduksi dan Seksual
Tidak terkaji
9. Pola Mekanisme Koping
Tidak terkaji
10. Pola Hubungan
Pasien merupakan seorang janda beranak 2. Kedua anaknya masing-masing
berusia 12 dan 10 tahun. Kebutuhan harian dibantu oleh keluarga dan lingkungan
tempat tinggal pasien.
11. Pola Keyakinan dan Spiritual
Tidak terkaji
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pasien lemah, kurang makan, mual dan muntah serta sesak. Pasien kurang
bersemangat dan meringis kesakitan. TD: 110/70 mmHg, frekuensi napas 24
x/menit, frekuensi nadi 75 x menit. Terpasang oksigen 4 l//menit dengan nasal
kanul.
2. Sistem pernapasan
Frekuensi napas 24 x/menit. Pasien sesak. Terpasang oksigen 4 l//menit dengan
nasa kanul. Pemeriksaan Diagnostik: metastase ke paru.
3. Sistem kardiovaskuler
TD: 110/70 mmHg, frekuensi nadi 75 x menit.
4. Sistem pencernaan
Pasien lemah, kurang makan, mual dan muntah.
5. Sistem musculoskeletal
Tidak terkaji.
6. Sistem integument
Terdapat luka pada mamae dengan karakteristik luka banyak slough, berbau dan
mudah terjadi perdarahan.
e. Pemeriksaan Laboratorium
- Hemoglobin: 6 gr/dl
- Leukosit: 16.000 gr/dl
Nilai normal leukosit berada pada kisaran 4.000-11.000 mm3. Normalnya
jumlah leukosit Leukosit terdiri dari enam jenis, dan berperan dalam sistem
imun. Sel neutrofil, eosinofil, basofil dan monosit termasuk dalam sistem imun
nonspesifik, sedangkan sel limfosit termasuk dalam sistem imun spesifik. Sel
basofil berperan dalam respon peradangan. Sel eosinofil berperan dalam respon
terhadap penyakit parasitik dan alergi. Sel neutrofil berperan dalam pertahanan
awal imunitas non spesifik terhadap infeksi bakteri. Sel limfosit berperan dalam
membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam sistem
kekebalan seluler. Sel Monosit mengalami proses pematangan menjadi
makrofag setelah masuk ke jaringan. Sel makrofag berperan dalam
membersihkan tubuh dari sel mati dan debris lainnya (Bakhri, 2018).
f. Pemeriksaan Diagnostik: metastase ke paru

No. Analisa Data Etiologi Problem

1. DS: Faktor biologis: Ketidakseimbangan


- Klien mengatakan tidak gangguan metabolisme nutrisi kurang dari
nafsu makan kebutuhan tubuh
DO:
- Berat badan menurun
- Pasien mual dan
muntah
2. DS: - Hyperplasia pada sel
Ketidakefektifan pola
DO: mammae
nafas
- Pasien sesak.
- TD: 110/70 mmHg,
frekuensi napas 24 Mendesak jaringan
x/menit, frekuensi nadi mammae
75 x menit.
- Terpasang oksigen 4
l//menit dengan nasa Peningkatan
kanul. konsistensi mammae
- Pasien didiagnosis Mammae membengkak
kanker dengan stadium
4.
- Hemoglobin: 6 gr/dl Massa tumor mendesak
- Pemeriksaan ke jaringan luar
diagnostik: metastase
ke paru
Infiltrasi pleura
parietale

Ekspansi paru menurun

Penurunan energy dan


kelelahan

Ketidakefektifan pola
nafas

3. DS: Perkembangan kanker


Nyeri Kronis
Mamae yang sudah
- Klien mengeluh Nyeri
bermetastase keparu-
pada mamae sebelah
paru dan luka yang
kiri.
terdapat pada mamae
dengan karakteristik
Luka banyak slough,
DO:
berbau dan mudah
- Klien Kurang pendarahan.
bersemangat dan
tampak meringis
kesakitan
- Terdapat luka pada
mamae Luka banyak
slough, berbau dan
mudah pendarahan
- Klien Didiagnosis
kanker dengan stadium
4.
- Klien kurang makan dan
mual.
- TD: 110/70 mmHg
- RR: 24 kali/menit
- Nadi: 74 kali/menit
- Pemeriksaan
diagnostik: metastase ke
paru

4. DS: Kerusakan Integritas


Ulkus akibat
Jaringan
- Mengeluhkan nyeri hyperplasia
pada mammae (penekanan/desakan
(payudara) sebelah kiri tumor ke jaringan luar)
pada sel mammae
DO:
menyebabkan
- Adanya pembengkakan penekanan pada
dan nyeri pada mamae jaringan sekitar
sebelah kiri.
- Terdapat luka pada
mamae dengan
karakteristik luka
banyak slough, berbau
dan mudah terjadi
perdarahan.
- TD: 110/70 mmHg,
frekuensi napas 24
x/menit, frekuensi nadi
75 x menit.
- Pasien didiagnosis
kanker dengan stadium
4.
- Leukosit: 16.000 gr/dl

5. DS: Resiko Infeksi


Nyeri berhubungan
- Klien mengeluh adanya dengan peripheral
perdarahan pada mamae arterial disease (luka
sebalah kiri pada mamae dengan
karakteristik luka
DO:
banyak slough, berbau
- Adanya pembengkakan dan mudah terjadi
dan nyeri pada mamae perdarahan).
sebelah kiri
- Pasien lemah, kurang
makan, mual dan
muntah serta sesak.
- Terdapat luka pada
mamae dengan
karakteristik luka
banyak slough, berbau
dan mudah terjadi
perdarahan.
- TD: 110/70 mmHg,
frekuensi napas 24
x/menit, frekuensi nadi
75 x menit.
- Pasien didiagnosis
kanker dengan stadium
4.
- Leukosit: 16.000 gr/dl
- Pemeriksaan
diagnostik: metastase ke
paru

6. DS: Keletihan akibat anemia Intoleransi Ativitas


- Klien mengatakan
badannya lemah

DO:
- Klien tampak tidak
bersemangat dan
meringis
- Klien tampak lemah
- Hb: 6 gr/DLl

7. DS: Kelesuan fisiologis Keletihan

- Klien mengatakan
kurang minat terhadap
sekitar
- Klien mengatakan
ativitas harian dibantu
keluarga dan orang
sekitar
DO:

- Klien tampak lemah


- Klien tampak kurang
energi
- Tidak mampu
mempertahankan
aktivitas rutin
- Klien tampak meringis
kesakitan
8. DS: Resiko
Penurunan kualitas
Ketidakberdayaan
- Klien mengeluh nyeri hidup berhubungan
dan adanya perdarahan dengan nyeri akibat
pada mamae sebalah peripheral arterial
kiri disease (luka pada
mamae dengan
DO:
karakteristik luka
- Pasien merupakan banyak slough, berbau
seorang janda beranak 2 dan mudah terjadi
(dua). perdarahan, pasien),
- Kedua anaknya masing- dan kondisi keluarga
masing berusia 12 dan pasien yang tidak
10 tahun. lengkap lagi, pasien
- Kebutuhan harian tampak murung.
dibantu oleh keluarga
dan lingkungan tempat
tinggal pasien.

2) Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor
biologis: gangguan metabolisme.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan metastase kanker mamae ke paru-
paru.
3. Nyeri kronis berhubungan dengan perkembangan kanker mamae yang sudah
bermetastase keparu-paru dan luka yang terdapat pada mamae dengan karakteristik
luka banyak slough, berbau dan mudah pendarahan.
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka kanker (luka pada mamae
kiri).
5. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (luka pada pada mamae dengan
karakteristik luka banyak slough, berbau dan mudah terjadi perdarahan serta adanya
peningkatan leukosit 16.000 gr/dl).
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
7. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologi
8. Resiko ketidakberdayaan berhubungan dengan nyeri akibat peripheral arterial
disease (luka pada mamae dengan karakteristik luka banyak slough, berbau dan
mudah terjadi perdarahan, pasien), dan kondisi keluarga pasien yang tidak lengkap
lagi, pasien tampak murung.

3) Rencana Intervensi dan Implementasi


No. Diagnosa NOC NIC Implementasi

1. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1. Memonitor


nutrisi: kurang dari tindakan keperawatan (1100) : kecenderungan
kebutuhan b/d Manajemen nutrisi 1. Monitor terjadinya
faktor biologis: selama 3 x 24 jam, kecenderungan penurunan dan
gangguan diharapkan nutrisi terjadinya kenaikan berat
metabolisme klien terpenuhi dengan penurunan dan badan
kriteria hasil: kenaikan berat 2. Menentukan
1. Mampu badan status gizi
mengidentifikasi 2. Tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan nutrisi pasien dan kemampuan
2. Adanya kemampuan pasien pasien untuk
peningkatan berat untuk memenuhi memenuhi
badan sesuai kebutuhan gizi kebutuhan gizi
dengan tujuan 3. Identifikasi adanya 3. Mengidentifika
3. Malnutrisi tidak alergi atau si adanya alergi
terjadi intoleransi makanan atau intoleransi
4. Tidak terjadi yang dimiliki pasien makanan yang
penurunan berat 4. Kolaborasi dengan dimiliki pasien
badan yang ahli gizi terkait 4. Mengkolaboras
terlalu signifikan asupan diet yang ikan dengan
diperlukan ahli gizi terkait
5. Kolaborasikan asupan diet
bersama dokter yang diperlukan
terkait pemberian 5. Mengkolaboras
obat-obatan ikan bersama
sebelum makan dokter terkait
6. Anjurkan keluarga pemberian
untuk membawa obat-obatan
makanan favorit sebelum makan
pasien sementara 6. Mengananjurka
pasien berada di n keluarga
rumah sakit untuk
membawa
makanan
favorit pasien
sementara
pasien berada di
rumah sakit

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen Jalan 1. Memonitor tanda-


pola nafas b/d tindakan asuhan Nafas (3140) : tanda vital klien
metastase kanker keperawatan selama 2. Memonitor
1. Monitor tanda-tanda
mamae ke paru- 1x24 jam maka respirasi dan
vital klien
paru diharapkan pola nafas status O2
2. Monitor respirasi
klien kembali normal 3. Mengkaji
dan status O2
dengan kriteria hasil: frekuensi,
3. Kaji frekuensi,
kedalaman
Status Pernapasan kedalaman
pernafasan dan
(0415) : pernafasan dan
ekspansi dada
ekspansi dada
1. Pasien yang 4. Memberikan pada
4. Berikan pada klien
awalnya sesak klien posisi semi
posisi semi fowler
menjadi tidak sesak fowler
5. Ajarkan klien
2. Pasien yang 5. Mengajarkan
menggunakan
awalnya terpasang klien
inhaler
oksigen menjadi menggunakan
6. Auskultasi bunyi
tidak terpasang inhaler
nafas, dan catat
oksigen 6. Mengauskultasi
adanya bunyi nafas
bunyi nafas dan
tambahan.
catat adanya
3. Pernapasan klien 7. Kolaborasi dalam bunyi nafas
yang awalnya cepat pemberian oksigen tambahan
menjadi normal. tambahan. 7. Berkolaborasi
dalam pemberian
oksigen tambahan

3. Nyeri kronis b/d Setelah dilakukan Manjemen Nyeri 1. Mengobservasi


perkembangan tindakan asuhan (1400) : adanya petunjuk
kanker mamae yang keperawatan dalam 1. Observasi adanya non verbal
sudah bermetastase waktu 2x24 jam petunjuk non verbal mengenai
keparu-paru dan diharapkan nyeri yang mengenai ketidak
luka yang terdapat klien rasakan dapat ketidaknyamanan nyamanan
pada mamae dengan berkurang kriteria 2. Lakukan pengkajian 2. Melakukan
karakteristik luka hasil: nyeri komprehensif pengkajian nyeri
banyak slough, Tingkat Nyeri (2102) yang meliputi lokasi, komprehensif
berbau dan mudah 1. Klien yang karakteristik, yang meliputi
pendarahan. awalnya onset/durasi, lokasi,
mengeluh nyeri frekuensi, kualita, karakteristik,
dibagian mamae integritas atau onset/durasi,
kiri menjadi tidak beratnya nyeri dan frekuensi,
mengeluh nyeri. faktor pencetus. kualita,
2. Ekspresi wajah 3. Kurangi atau integritas atau
klien yang eliminasi faktor- beratnya nyeri
awalnya kurang faktor yang dapat dan faktor
bersemangat dan mencetuskan atau pencetus.
tampak meringis meningkatkan nyeri. 3. Mengurangi
menjadi rileks. 4. Kendalikan faktor atau eliminasi
3. Klien yang lingkungan yang faktor-faktor
awalnya kurang dapat mempengaruhi yang dapat
makan dan mual respon klien mencetuskan
menjadi mau terhadap nyeri. atau
makan 5. Ajarkan penggunaan meningkatkan
teknik non nyeri.
farmakologi (seperti
teknik relaksasi dan 4. Mengendalikan
distraksi). faktor
6. Kolaborasi lingkungan yang
pemberian analgesic dapat
dengan adjuvants mempengaruhi
(AINS, analgesik respon klien
opioid) terhadap nyeri.
5. Mengajarkan
penggunaan
teknik non
farmakologi
(seperti teknik
relaksasi dan
distraksi).
6. Mengkolaborasi
pemberian
analgesik
dengan
adjuvants
(AINS,
analgesik
opioid)
4. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Luka 1. Mengganti
integritas jaringan tindakan keperawatan (3660) : balutan sesuai
berhubungan selama 3x24 jam dengan jumlah
1. Ganti balutan sesuai
dengan luka kanker diharapkan intoleransi eksudat dan
dengan jumlah
(luka pada mamae aktivitas dapat teratasi drainase.
eksudat dan
kiri). dengan kriteria hasil 2. Memonitor
drainase.
sebagai berikut: karakteristik
2. Monitor
luka termasuk
Penyembuhan Luka: karakteristik luka
drainase, warna,
Sekunder (1103) termasuk drainase,
ukuran dan bau.
warna, ukuran dan
bau.
1. Mamae klien 3. Ukuran luas luka 3. Mengukurkan
yang awalnya yang sesuai. luas luka yang
bergranulasi (5) 4. Bersihkan dengan sesuai.
menjadi sedang normal saline atau 4. Membersihkan
(3) pembersihan yang dengan normal
2. Pembentukan tidak bercun dan saline atau
bekas luka pada tepat. pembersihan
awalnya (5) 5. Berikan perawatan yang tidak
berkurang pada ulkus pada kulit bercun dan
menjadi 3) yang diperlukan. tepat.
3. Drainase purulen 6. Oleskan salep yang 5. Memberikan
(1) menjadi sesuai dengan lesi. perawatan pada
terbatas (4) 7. Pertahankan teknik ulkus pada kulit
4. Pada awalnya balutan steril ketika yang
jaringan melakukan diperlukan.
mengalami perawatan luka 6. Mengoleskan
nekrosis sangat dengan tepat. salep yang
besar (1) menjadi 8. Reposisi pasien sesuai dengan
tidak ada (5) setidaknya 2 jam, lesi.
5. Bau busuk pada dengan tepat. 7. Mempertahanka
luka yang sangat 9. Anjurkan pasien dan n teknik balutan
berbau (1) keluarga pada steril ketika
berubah menjadi prosedur perawatan. melakukan
tidak ada (5) 10. Anjurkkan pasien perawatan luka
dan keluarga dengan tepat.
mengenal tanda- 8. Mereposisi
tanda infeksi. pasien
11. Dokumentasi ukuran setidaknya 2
luka, lokasi dan jam, dengan
tampilan. tepat.
9. Menganjurkan
pasien dan
keluarga pada
prosedur
perawatan.
10. Menganjurkkan
pasien dan
keluarga
mengenal tanda-
tanda infeksi.
11. Mendokumenta
si ukuran luka,
lokasi dan
tampilan.
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan Perlindungan Infeksi 1. Memonitor
berhubungan tindakan asuhan (6550) : kerentanan
dengan penyakit keperawatan selama terhadap infeksi.
1. Monitor kerentanan
kronis (luka pada 3x24 jam maka 2. Memeriksa
terhadap infeksi.
pada mamae dengan diharapkan tidak kondisi luka.
2. Periksa kondisi luka.
karakteristik luka terjadi penyebaran 3. Mengkaji tanda-
3. Kaji tanda-tanda
banyak slough, infeksi pada luka tanda adanya
adanya penyebaran
berbau dan mudah dengan kriteria hasil: penyebaran
infeksi dan
terjadi perdarahan infeksi dan
Keparahan Infeksi peradangan seperti
serta adanya peradangan
(0703) demam, kemerahan,
peningkatan seperti demam,
serta adanya pus dan
leukosit 16.000 1. Luka klien yang kemerahan,
adanya peningkatan
gr/dl) awalnya serta adanya pus
nyeri.
menghitam dan adanya
4. Ikuti tindakan
menjadi sembuh peningkatan
pencegahan dengan
secara adekuat nyeri.
mencuci tangan.
2. Luka klien yang 4. Mengikuti
5. Pertahankan keadaan
awalnya berbau tindakan
aseptis pada klien
menjadi tidak pencegahan
baik itu prosedur
berbau dengan mencuci
infasif maupun
3. Luka klien yang tangan.
perawatan luka.
awalnya nyeri
menjadi tidak 6. Tingkatakan asupan 5. Mempertahanka
nyeri nutrisi yang cukup. n keadaan
4. Jumlah leukosit 7. Ajarkan klien dan aseptis pada
klien yang keluarga bagaimana klien baik itu
awalnya cara menghindari prosedur infasif
meningkat yaitu infeksi. maupun
18.000 gr/dl 8. Lakukan perawatan perawatan luka.
menjadi kembali luka salah satunya 6. Meningkatkan
normal yaitu dengan asupan nutrisi
4.500-10.000 mengguanakan yang cukup.
gr/dl. madu. 7. Mengajarkan
9. Kolaborasi dengan klien dan
tim medis lainnya keluarga
dalam pemberian bagaimana cara
antibiotik (pycin). menghindari
infeksi.
8. Melakukan
perawatan luka
dengan
menggunakan
madu atau obat
topikal lainnya.
9. Berkolaborasi
dengan tim
medis lainya
dalam
pemberian
antibiotik
(pycin).
6. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi 1. Mengkaji status
b/d kelemahan tindakan asuhan (0180) : fisiologi klien
akibat anemia keperawatan dalam 1. Kaji status fisiologi yang
waktu 2x24 jam klien yang menyebabkan
diharapkan intoleransi menyebabkan kelelahan sesuai
aktivitas yang dialami kelelahan sesuai dengan konteks
klien dapat teratasi dengan konteks usia usia dan
dengan kriteria hasil: dan perkembanga perkembangan.
Daya Tahan (0001) 2. Anjurkan klien 2. Menganjurkan
1. Klien yang mengungkapkan klien
awalnya tidak secara verbal mengungkapkan
bersemangat keterbatasan yang secara verbal
menjadi dialami. keterbatasan
bersemangat 3. Monitor waktu dan yang dialami.
2. Klien yang lamanya istirahat 3. Memonitor
awalnya lemah klien waktu dan
menjadi tidak 4. Pilih intervensi lamanya
lemah untuk mengurangi istirahat klien.
3. Hemoglobin yang kelelahan baik 4. Memilih
awalnya secara farmakologis intervensi untuk
jumlahnya maupun non mengurangi
menurun menjadi farmakologis kelelahan baik
kembali normal dengan tepat secara
5. Perbaiki defisit farmakologis
status fisikologis maupun non
(misalnya farmakologis
kemoterapi yang dengan tepat
menyebabkan 5. Memperbaiki
anemia) sebagai defisit status
prioritas utama fisikologis
6. Kurangi (misalnya
ketidaknyamanan kemoterapi yang
fisik yang dialami menyebabkan
klien yang dapat anemia) sebagai
mempengaruhi prioritas utama
fungsi kognitif, 6. Mengurangi
pemantauan diri, ketidaknyamana
dan pengaturan n fisik yang
aktivitas klien dialami klien
7. Hindari jadwal yang dapat
perawatan selama mempengaruhi
jadwal istirahat klien fungsi kognitif,
8. Konsultasi dengan pemantauan
ahli gizi mengenai diri, dan
cara meningkatkan pengaturan
asupan energy dari aktivitas klien
makanan 7. Menghindari
9. Kolaborasikan jadwal
dengan dokter dalam perawatan
pemberian tindakan jadwal istirahat
transfusi darah. klien
8. Mengkonsultasi
dengan ahli gizi
mengenai cara
meningkatkan
asupan energi
dari makanan
9. Mengkolaborasi
kan denagan
dokter dalam
pemberian
tindakan
transfusi darah.

7. Keletihan b/d Setelah dilakukan Manajemen Energi 1. Melakukan


kelesuan fisiologi tindakan asuhan 0180 : pengkajian
keperawatan selama 1. Lakukan pengkajian status fisiologis
3x24 jam maka status fisiologis klien klien yang
diharapkan kelemahan yang menyebabkan menyebabkan
kelelahan sesuai kelelahan sesuai
dapat berkurang dengan konteks usia dengan konteks
dengan kriteria hasil: dan perkembangan usia dan
2. Anjurkan klien perkembangan
Manajemen Energi mengungkapkan 2. Menganjurkan
0180 perasaan secara klien
1. Klien yang verbal mengenai mengungkapkan
awalnya tampak keterbatasan yang perasaan secara
kurang energi (2) dialami verbal mengenai
menjadi 3. Kolaborasi dengan keterbatasan
berenergi (4) ahli gizi mengenai yang dialami
2. Klien yang cara meningkatkan 3. Berkolaborasi
awalnya meringis asupan nutrisi energi dengan ahli gizi
kesakitan (2) dari makanan mengenai cara
menjadi tudak 4. Monitor lokasi dan meningkatkan
meringis sumber asupan nutrisi
kesakitan (4) ketidaknyamanan energi dari
yang dialami klien makanan
selama aktivitas 4. Memonitor
lokasi dan
sumber
ketidaknyamana
n yang dialami
klien selama
aktivitas

8. Resiko Setelah dilakukan Peningkatan Koping 1. Memberikan


ketidakberdayaan tindakan asuhan (5230) : penilaian
berhubungan keperawatan selama (kemampuan)
1. Berikan penilaian
dengan nyeri 2x24 diharapkan klien penyesuaian
(kemampuan)
peripheral arterial yang awalnya pasien terhadap
penyesuaian pasien
disease (luka pada mengalami perubahan-
terhadap perubahan-
mamae kiri). ketidakberdayaan perubahan
perubahan dalam
dalam citra
kembali memiliki citra tubuh, sesuai tubuh, sesuai
harapan dengan indikasi. dengan indikasi.
2. Berikan penilaian 2. Memberikan
Dengan kriteria hasil:
mengenai penilaian
Harga Diri Rendah, pemahaman pasien mengenai
Situasi Rendah terhadap proses pemahaman
penyakit pasien terhadap
1. Klien yang
3. Sediakan informasi proses penyakit
awalnya
aktual mengenai 3. Menyediakan
mengeluh nyeri
diagnosis, informasi aktual
pada mamae kiri
penanganan, dan mengenai
menjadi tidak
prognosis diagnosis,
mengeluh nyeri
4. Dukung sikap pasien penanganan,
2. Klien yang
terkait dengan dan prognosis
awalnya tampak
harapan yang 4. Mendukung
lemah menjadi
realistis sebagai sikap pasien
lebih semangat
upaya untuk terkait dengan
3. Klien yang
mengatasi harapan yang
awalnya murung
ketidakberdayaan realistis sebagai
menjadi kembali
5. Kaji koping yang upaya untuk
ceria
sesuai dengan mengatasi
4. Klien yang
kondisi dan ketidakberdayaa
awalnya tidak
keinginan pasien n
bersemangat
guna meningkatkan 5. Mengkaji
menjadi
harapan koping yang
bersemangat
6. Edukasi pasien sesuai dengan
terkait kondisi dan kondisi dan
penyakitnya keinginan
7. Kolaborasi dengan pasien guna
keluarga untuk meningkatkan
mendampingi dan harapan
memberikan 6. Mengedukasi
dukungan emosional pasien terkait
kepada pasien kondisi dan
selama perawatan penyakitnya
7. Berkolaborasi
dengan keluarga
untuk
mendampingi
dan memberikan
dukungan
emosional
kepada pasien
selama
perawatan

4) Evaluasi

No Diagnosa Evaluasi

1. Nyeri Kronis  Klien tidak mengeluh nyeri.


 Klien tidak meringis kesakitan

2. Ketidakseimbangan  Mual dan muntah pasien berkurang


Nutrisi: Kurang dari  Nutrisi pasien tercukupi
Kebutuhan Tubuh

3. Kerusakan integritas  Granulasi mamae klien menjadi berkurang.


Jaringan  Berkurangnya pembentukan bekas luka
 Drainase purulen menjadi berkurang
 Nekrosis pada jaringan klien menjadi berkurang
 Bau busuk pada luka klien menjadi tidak ada
4. Resiko infeksi  Luka klien sembuh secara adekuat
 Luka klien menjadi tidak berbau
 Luka klien menjadi tidak nyeri
 Jumlah leukosit kembali normal yaitu 4.500-10.000 gr/dl.
5. Ketidakberdayaan  Klien tidak mengeluh nyeri dan tidak meringis
 Klien menjadi lebih semangat
 .Klien kembali ceria
6. Intoleransi aktivitas  Klien dapat beraktivitas

7. Keletihan  Klien bersemangat


 Klien tidak merasa lemah lagi
8. Ketidakefektifan pola  Frekuensi napas klien kembali normal
nafas  Pasien tidak merasa sesak

5) Pembahasan (Pilih salah satu intervensi yang didasarkan pada evidence based
untuk dilakukan pembahasan)
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini
dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan kematian. Kanker
adalah sekelompok penyakit yang dicirikan dengan pertumbuhan dan penyebaran sel
tidak terkontrol dan sel yang abnormal. Salah satu jenis penyakit kanker adalah kanker
payudara (Misgiyanto, 2014).
Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan utama bagi wanita di seluruh
dunia. Angka kejadian penyakit ini terus mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun
terakhir diberbagai belahan dunia. Penyakit kanker menyebar merata diseluruh penjuru
dunia, termasuk Indonesia yang banyak menyebabkan kematian. ( Desmita, 2010), harga
diri adalah dimensi penilaian yang menyeluruh dari diri. Harga diri (Self-Esteem) juga
sering disebut dengan Self-Worth atau Self-Image.
Data International Agency For Research On Cancer (2012) mencatat bahwa 1,7
juta wanita terdiagnosis kanker payudara atau sekitar 11,9 persen dari seluruh insidensi
kanker. Data WHO menunjukan pravelensi kanker payudara diseluruh dunia mencapai
6,3 juta diakhir tahun 2012 tersebar di 140 negara. International Agency for Research on
Cancer (IARC) (2012) menemukan bahwa kanker menyumbang 7,6 juta kematian
diseluruh dunia. WHO memperkirakan angka kematian akibat kanker akan meningkat
secara signifikan, sekitar 13,1 juta kematian per tahun diseluruh dunia pada tahun 2030.
Kasus kanker di Indonesia berdasarkan penelitian dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013, menyebutkan prevalensi kanker di Indonesia mencapai 1,4 pada
1.000 orang. Kasus kanker payudara menjadi kasus kematian tertinggi dengan angka 21,5
pada setiap 100.000 orang (Yayasan Onkologi Anak Indonesia). Hal ini menimbulkan
permasalahan yang kompleks bagi pasien kanker, baik dari segi fungsi fisik, fungsi
kognitif dan fungsi social ( Murgic dkk , 2012). Data Dinas Kesehatan 2013, terindikasi
angka kejadian di Sulut mencapai 1,7 kasus per 1000 penduduk, diperkirakan ada kurang
lebih 4000 jiwa penderita kanker di Sulut (Bapelkes Provinsi Sulut) (Makisake, Juwita,
2018).
Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, kanker tertinggi di Indonesia pada perempuan
adalah kanker payudara dan kanker leher rahim (Depkes, 2014).
Angka kejadian kanker payudara berdasarkan data sistem informasi rumah sakit
(SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap
di seluruh rumah sakit di Indonesia (16.85%), dan disusul kanker leher rahim (11.78%),
sedangkan pada tahun 2010, kasus rawat inap kanker payudara 12.014 kasus (28,7%),
kanker leher rahim 5.349 kasus (12,8%) (Depkes RI, 2014).
Penyebab langsung terjadinya kanker payudara hingga saat ini belum diketahui,
namun menurut Hawari (2004) bahwa ternyata banyak faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya kanker payudara diantaranya wanita berumur 25 tahun keatas, wanita tidak
kawin, wanita yang memiliki anak setelah usia 35 tahun, wanita yang mengalami
menstruasi pertama pada usia kurang dari 12 tahun, pernah mengalami
penyinaran/radiasi, serta mengalami masa menopause yang terlambat lebih dari 55 tahun
dan masih banyak faktor-faktor lain yang terkait gaya hidup wanita tersebut. Selain faktor
resiko yang telah dijelaskan oleh Hawari (2004), salah satu faktor resiko yang lain
menurut National Cancer Institute (2015) adalah dari pola makan daging merah. Daging
merah adalah jenis daging yang berwarna merah saat belum dimasak. Contohnya seperti
daging sapi, kerbau, kambing, domba dan babi. Jenis pengobatan diberikan sesuai dengan
perkembangan stadium kanker payudara. Operasi dilakukan pada stadium awal (Ia-IIa),
radiasi dapat diberikan pada stadium awal atau lanjut, sedang kemoterapi diberikan pada
stadium lanjut dan sudah menyebar jauh atau dapat diberikan bila terjadi residif atau
kambuh (Aziz, 2001).
Perubahan fisik dan psikologis yang dialami oleh pasien akan ikut memberikan
pengaruh dalam kehidupan sosial pasien seperti dalam perubahan status pekerjaan,
perubahan hubungan dalam masyarakat atau perubahan peran sebagai istri dan ibu.
Perubahan tersebut akan menimbulkan dampak masalah sosial bagi pasien kanker
payudara. Kebanyakan wanita melihat payudaranya sebagai bagian yang penting dari
feminitas dan identitas seksual (Odgen, 2004). Kebanyakan budaya, terdapat stereotip
seksual yang kuat dimana payudara dianggap secara simbolik berkaitan dengan
kehangatan, keibuan, dan kasih sayang. Wanita dapat mengalami distress karena
perubahan fisik atau menjadi pobia sosial dan menarik diri dari interaksi dengan orang
lain (Tavistock & Routledge, 2002).
Nyeri pada pasien kanker merupakan suatu fenomena subjektif yang merupakan
gabungan antara faktor fisik dan non fisik. Nyeri dapat berasal dari berbagai bagian tubuh
ataupun sebagai akibat dari terapi dan prosedur yang dilakukan termasuk operasi,
kemoterapi dan radioterapi. Nyeri yang dialami oleh penderita kanker payudara
diakibatkan pengaruh langsung terhadap organ yang terkena dan pengaruh langsung
terhadap jaringan lunak yang terkena (Rasjidi, 2010).
Dari data awal yang diperoleh jumlah penderita kanker payudara di Yayasan
Kanker Indonesia Surabaya pada tahun 2012 terdapat 32 orang, sedangkan pada tahun
2013 terdapat 43 orang. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, distribusi penyakit
kanker di Jawa Timur pada tahun 2010 terdapat 1253 orang yang mengidap kanker
payudara. Pada tahun 2011 terdapat 1527 orang yang menderita kanker payudara.
Laporan ini menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah penderita kanker payudara tiap
tahunnya di provinsi Jawa Timur, (Dinas Kesehatan Provinsi, 2012).
Pasien kanker payudara yang mengalami nyeri, biasanya di rumah sakit hanya
diberikan terapi secara farmakologis tanpa ada intervensi khusus dalam perawatannya,
dengan begitu bisa dikatakan bahwa intervensi mandiri perawat dalam mengatasi nyeri
belum adekuat. Perawat masih mengutamakan tindakan kolaboratif dengan pemberian
analgesik. Obat analgesik jenis NSAID (Non-Steroid Anti Inflamasi Drugs) masih
merupakan kunci utama dan yang biasa digunakan dalam menangani nyeri kanker.
Hand massage merupakan langkah yang paling efektif untuk meningkatkan
relaksasi dan dijadikan sebagai terapi paliatif (Kolcaba et al, 2004). Hand massage
artinya memberikan stimulasi di bawah jaringan kulit dengan memberikan sentuhan dan
tekanan yang lembut untuk memberikan rasa nyaman (Ackley et al, 2008). Hand
massage diberikan untuk menimbulkan efek yang menyenangkan bagi pasien kanker
payudara. Apabila pasien kanker payudara mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus
untuk rileks, kemudian akan muncul respon relaksasi. Relaksasi juga dapat mengurangi
rasa cemas akibat nyeri, sehingga dapat mencegah nyeri bertambah berat. Hand massage
dapat menjadi pilihan untuk memberikan sensasi kenyamanan yang dapat meredakan
ketegangan dan membuat pasien menjadi rileks akibat nyeri. Cara kerja dari masase ini
menyebabkan terjadinya pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri
(Potter & Perry, 2005).
Teknik untuk melakukan hand massage dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, salah satu metode dilakukan adalah dengan memberikan tekanan lembut dan
gesekan di seluruh telapak tangan klien dengan melibatkan gerakan melingkar kecil
dengan menggunakan ujung jari atau ibu jari perawat dalam waktu 5-10 menit (Kolcaba
et al, 2004). Upaya sentuhan yang lembut dapat memberikan kesenangan dan
kenyamanan bagi pasien. Teknik ini sederhana dan mudah dilakukan, sehingga bisa di
terapkan kepada siapapun yang mengalami rasa nyeri khususnya pada pasien kanker
payudara. Pengaruh yang ditimbulkan dari hand massage adalah mengurangi
ketegangan, meningkatkan relaksasi fisik dan psikologi. hand massage dapat membantu
kemandirian klien dan keluarga dalam mengelola nyeri, khususnya bagi pasien yang
tidak ingin mengatasi nyeri dengan menggunakan terapi farmakologis. Selain itu dalam
pemberian hand massage tidak perlu menggunakan alat khusus yang membutuhkan
biaya besar sehingga stimulus ini dapat diberikan pada klien dengan strata ekonomi
apapun.
Hand massage merupakan salah satu teknik relaksasi untuk menurunkan nyeri
dengan cara memberikan sentuhan dan tekanan yang lembut dibawah jaringan kulit. Efek
relaksasi yang ditimbulkan dari hand massage dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan oleh pasien, sehingga dapat mencegah nyeri bertambah berat. Selain itu,
sebelum melakukan tindakan hand massage sebaiknya menghilangkan sumber-sumber
suara yang berisik di lingkungan, menyapa klien dengan ramah dan rasa penuh perhatian.
Hal ini dapat membuat klien merasa diperhatikan. Sehingga rasa nyaman timbul dan
nyeri menjadi berkurang, namun setiap responden yang dipijat mengungkapkan ekspresi
dan letak kenyamanan yang berbeda-beda.
Hand massage artinya memberikan stimulasi dibawah jaringan kulit dengan
memberikan sentuhan dan tekanan yang lembut untuk memberikan rasa nyaman (Ackley
et al, 2008). Stimulasi kulit akan merangsang serat-serat non- nosiseptif yang
berdiameter besar untuk menutup gerbang bagi serat-serat berdiameter kecil yang
menghantarkan nyeri sehingga dapat dikurangi. Dihipotesiskan bahwa stimulasi kulit
juga dapat menyebabkan tubuh mengeluarkan endorphin dan neurotransmitter lain yang
menghambat nyeri (Price et al, 2012). Teknik dalam melakukan hand massage lebih
ditekakan pada masase di punggung tangan dan pergelangan tangan, karena di dua tempat
tersebut terdapat titik meridian jantung yang melewati dada. Titik ini membantu dalam
pelepasan endorfin ke dalam tubuh yang dapat memperlancar peredaran darah dan
menutrisi sel, sehingga menimbulkan efek relaksasi (Fengge, 2012).

D. Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi
dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis, sosial atau spiritual, dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang
tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif
dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan
pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka.
Perawatan pada pasien kanker payudara merupakan pelayanan perawatan paliatif
yang memerlukan keterampilan dalam mengelola penyakit dan pengobatan, mengelola
rasa sakit dan gejala lain, memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga,
dan merawat saat sekarat dan berduka. Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan
penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat
meningkatkan kualitas hidup.
Dari kasus yang ada dapat diketahui bahwa klien dalam keadaan paliatif dengan
penyakit kanker payudara pada umumnya klien akan merasakan nyeri yang hebat pada
mamae yang luka, sesak napas, mual, dan diagnosa yang dapat diangkat adalah delapan
iagnosa yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ketidakefektifan
pola napas, nyeri kronis, kerusakan integritas jaringan, resiko infeksi, intoleransi aktivitas,
keletihan, dan resiko ketidakberdayaan.

E. Daftar Pustaka
Bakhri, Syamsul. (2018). Analisis Jumlah Leukosit Dan Jenis Leukosit Pada Individu Yang
Tidur Dengan Lampu Menyala Dan Yang Dipadamkan. Jurnal Media Analis
Kesehatan, Vol. 1.
Baxter, S., Beckwith, S. K., Clark, D., Cleary, J., Falzon, D., Glaziou, P., et al. (2014).
Global Atlas of Palliative Care at the End of Life. (S. R. Connor, & M. C. Bermedo,
Penyunt.) Worldwide Palliative Care Aliance.
Campbell, M. L. (2013). Nurse to nurse : Perawatan Paliatif. (D. Daniaty, Penerj.) Jakarta:
Salemba Medika.
Depkes RI. (2007). Kepmenkes 812/Menkes/SK/ VII/2007 tentang Kebijakan Perawatan
Paliatif.
Fauzi, A. (2011). Mengembangkan perawatan paliatif di Indonesia. Website:
http://ugm.ac.id/new/id/berita/2936-mengembangkan-perawatan-paliatifdi
indonesia.xhtml
Hammad Said. (2016). 77 Resep Sehat dengan Minyak Zaitun. Indonesia: Aqwam.
NANDA. (2015). Nursing Diagnoses: Definition and Classification : Diagnosisi
Keperawatan Definisi & Klasifikasi (10th ed.). (T. H. Herdman, S. Kamitsuru,
Penyunt., A. B. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & M. A. Subu,
Penerj.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Oemiati, R., Rahajeng, E., & Kristanto, A. (2011). Prevalensi tumor/kanker dan beberapa
faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Bulleting Penelitian Kesehatan, Vol
39 No 4, 190–204.
Purnamawati, et al. 2013. Perbedaan Proses Penyembuhan Luka Terbuka Menggunakan
Balutan Madu dan Nacl 0,9%. E-journal Poltekkes Kemenkes Mataram, Vol. (4) :
(1) ISSN 1979-8091.
Smeltzer, S.C. & Bare B.G. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 volume
1. Jakarta : EGC.
WHO. (2016). WHO. Dipetik Mei 25, 2019, dari WHO: http://www.who.int/en/

Anda mungkin juga menyukai