Anda di halaman 1dari 42

TUGAS KELOMPOK

Mata Kuliah :

PALLIATIVE NURSING CARE

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PALLIATIVE CARE PADA


PASIEN ANAK DENGAN LEUKIMIA

Dosen :

Ns. Ulfah Nuraini Karim, SKep., MKep

Kelompok 4 : A’2019

1. Nuraina (011911001)
2. Tiara Nurfajri Aulia (011911021)
3. Ega Ardelia (011911024)
4. Anissa Febriyanti Dewi (011911026)
5. Afifah Salsabila (011911033)
6. Fandi yedidia sialom zebua (011911039)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS BINAWAN
JAKARTA
TA: 2021 – 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua
limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyususnan makalah
yang berjudul Makalah Asuhan Keperawatan Palliative Care Pada Pasien Anak
dengan Leukimia.

Yang terhormat Ibu Ns. Ulfah Nuraini Karim, SKep., MKep selaku
coordinator sekaligus Dosen pengajar mata ajar Palliative Nursing Care. Harapan
kami semoga pada makalah yang tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, sehingga pembaca dapat menambah
wawasan serta pengalama, sehingga nantinya kami dapat memperbaiki bentuk
ataupun isi makalah menjadi lebih baik lagi.

Sebagai penulis, kami mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan yang


terkandung di dalam makalah. Oleh sebab itu, dengan penuh kerendahan hati saya
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran untuk lebih baik
lagi dalam isi bacaan. Terima kasih.

Jakarta, 26 September 2021

(Kelompok 4)

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, sebagian besar penyakit leukemia ditemukan pada stadium
lanjut, ditambah dengan ditemukannya kasus-kasus yang tidak mendapatkan
pengobatan leukemia menyebabkan angka harapan hidup yang lebih pendek. Pasien-
pasien dengan kondisi tersebut mengalami penderitaan yang memerlukan pendekatan
terintegrasi berbagai disiplin agar pasien memiliki kualitas hidup yang baik dan pada
akhirnya meninggal secara bermartabat. Integrasi perawatan paliatif ke dalam tata
laksana leukemia terpadu telah lama dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO,
seiring dengan terus meningkatnya jumlah pasien leukemia dan angka kematian
akibat leukemia. Penatalaksanaan leukemia telah berkembang dengan pesat.
Walaupun demikian, angka kesembuhan dan angka harapan hidup pasien leukemia
belum seperti yang diharapkan. Sebagian besar pasien leukemia akhirnya akan
meninggal karena penyakitnya. Pada saat pengobatan kuratif belum mampu
memberikan kesembuhan yang diharapakan dan usaha preventif baik primer maupun
sekunder belum terlaksana dengan baik sehingga sebagian besar pasien ditemukan
dalam stadium lanjut, pelayanan paliatif sudah semestinya menjadi satu satunya
layanan fragmatis dan jawaban yang manusiawi bagi mereka yang menderita akibat
penyakit- penyakit tersebut di atas.

Pelayanan paliatif pasien leukemia adalah pelayanan terintegrasi oleh tim


paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan bagi
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien dengan
mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini, penilaian yang
seksama serta pengobatan nyeri dan masalah-masalah lain, baik masalah fisik,
psikososial dan spiritual dan untuk memfasilitasi otonomi pasien serta pilihan dalam
kehidupan dalam Pedoman teknis pelayanan paliatif leukemia (Farrell, 2016).

Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multi disiplin yang terintegrasi. Tujuan perawatan
paliatif adalah untuk mengurangi penderitaan, memperpanjang umur, meningkatkan
kualitas hidup, dan memberikan support kepada keluarga penderita. Meski pada
akhirnya penderita meninggal, yang terpenting sebelum meninggal penderita siap
secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang
dideritanya.
Perawatan paliatif diberikan sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat.
Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan
atau tidak, mutlak perawatan paliatif harus diberikan kepada penderita. Perawatan
paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan
memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Perawatan paliatif
mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, pekerja social, psikolog,
konselor spiritual, relawan, apoteker dan profesi lain yang diperlukan. Kemenkes
(2013), menjelaskan prinsip pelayanan paliatif pasien kanker: 1) menghilangkan nyeri
dan gejala fisik lain, 2) menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai
proses normal, 3) tidak bertujuan mempercepat atau menunda kematian, 4)
mengintegrasikan aspek psikologis, social dan spiritual, 5) memberikan dukungan
agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, 6) memberikan dukungan kepada keluarga
sampai masa dukacita, 7) menggunakaan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan
pasien dan keluarganya, 8) menghindari tindakan sia-sia. Perawatan paliatif berupaya
meringankan penderitaan penderita yang sudah sakit parah dan tidak dapat
disembuhkan seperti misalnya pada kasus ini yaitu leukemia

Leukemia merupakan penyakit ganas progresif pada jaringan pembentuk


darah. Leukemia terjadi karena adanya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah
yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering terjadi pada anak yang berusia diatas 1
tahun, dan puncaknya antara usia 2 sampai 6 tahun. (Apriany, 2016).

Sulastriana, dkk (2012) mengatakan bahwa di Indonesia 30-40% kasus


leukemia terjadi pada anak dengan umur di bawah 15 tahun. Sedangkan hasil
penelitian Eunike Pinontoan, dkk (2013) ditinjau dari usia, jumlah penderita yang
berusia 6 bulan sampai 6 tahun sama jumlahnya dengan penderita yang berusia 7
tahun sampai 13 tahun sebanyak 22 orang (50%). Jumlah penderita perempuan
sebanyak 17 orang (39%) dan penderita laki- laki berjumlah 27 orang (61%).

Data dari Global Burden of Cancer (GLOBOCAN) yang dirilis oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa jumlah kasus dan kematian akibat
leukemia sampai dengan tahun 2018 sebesar 18,1 juta kasus dan 9,6 juta kematian di
tahun 2018. Kematian akibat kanker darah putih diperkirakan akan terus meningkat
hingga lebih dari 13,1 juta pada tahun 2030.Berdasarkan data Global Cancer
Observatory 2018 dari World Health Organization (WHO), tahun lalu kematian akibat
leukemia di Indonesia merenggut 11.314 jiwa.Di Jepang, Singapura, dan Filipina
kejadian leukimia per tahun pada anak di bawah 14 tahun adalah 35-49 / 1000.000
anak.

Data hasil Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018 menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi kanker darah putih (leukemia) di Indonesia dari 1,4‰ menjadi
1,49‰. Provinsi Gorontalo memiliki peningkatan tertinggi dari 0,2‰ pada Riskesdas
2013 menjadi 2,44‰ pada Riskesdas 2018. Peningkatan signifikan juga terjadi di
Provinsi Sulawesi Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat beberapa
provinsi yang mengalami penurunan prevalensi yaitu Jambi, Bengkulu, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Maluku Utara. Prevalensi leukemia di Provinsi
DI Yogyakarta tergolong tinggi dibandingkan provinsi lainnya, yaitu sebesar 4,1‰
pada Riskesdas 2013 dan 4,86‰ pada Riskesdas 2018.

Angka kematian akibat kanker darah ini merupakan nomor lima terbanyak
setelah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker serviks (leher rahim), dan kanker
hati. Jika dilihat berdasarkan jumlah kasus, ada 13.498 kasus kanker darah pada tahun
lalu. Jumlah kasus kanker darah merupakan kasus terbanyak kesembilan di Indonesia
setelah kanker payudara, serviks, paru-paru, kanker hati, kanker nasofaring, usus
besar, limfoma non-Hodgkin, dan kanker rektum (anus).WHO menyebutkan
prevalensi kanker darah di Indonesia dalam lima tahun terakhir mencapai 35.870
kasus. Prevalensi ini mencakup semua usia, baik laki-laki maupun perempuan.

Dari semua jenis kanker pada anak-anak, leukemia merupakan jenis kanker
yang terjadi sekitar 29% pada anak-anak yang berusia 0-14 tahun (ACS, 2018).
Sebagian besar leukemia yang dialami oleh anak adalah yaitu leukemia limfoblasitk
akut (LLA) (Emadi & Karp, 2017). Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan
bentuk leukemia yang paling lazim dan paling umum dijumpai pada anak yaitu
terhitung sekitar 74% (ACS, 2018). Prevalensi leukemia dari seluruh negara
ditemukan sebanyak 2,4% kasus baru dan 3,2% kasus kematian yang terjadi di tahun
2018 (Global Cancer Statistic, 2018). Data dari American Cancer Society (ACS)
menunjukkan bahwa di Amerika Serikat kejadian leukemia pada tahun 2016 sampai
2017 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2018 terjadi sedikit penurunan,
dan diperkirakan pada tahun 2019 akan terjadi peningkatan kembali. Pada tahun 2016
terdapat sekitar 60.140 kasus baru dan 24.500 kasus kematian, terjadi peningkatan
pada tahun 2017 yaitu 62.130 kasus baru dan 24.500 kasus kematian, sedangkan pada
tahun 2018 mengalami sedikit penurunan sekitar 60.300 kasus baru dan 24.370 kasus
kematian. (ACS, 2016, 2017, 2018). Diperkirakan 61.780 kasus baruleukemia akan
didiagnosis dan diperkirakan 22.840 kasus kematian leukemia akan terjadi di AS pada
tahun 2019 (American Cancer Society, 2019).

Leukemia dibagi menjadi dua tipe yaitu leukemia akut dan leukemia kronis.
Leukemia akut sel – sel darah mengalami kondisi yang abnormal schingga tidak dapat
mngerjakan pekerjaan normal. Jumlah sel- sel abnormal meningkat secara cepat,
singga leukemia akut memburuk secara cepat. Sedangkan pada leukemia kronis sel -
sel darah yang abnormal masih dapat mengerjakan pekerjaan mereka (Maharani,
2009).

Leukemia akut memilki dua jenis yaitu lympoblastic leukemia akut (ALL) dan
leukemia myeloblastic akut (AML). Leukemia kronis juga memilki dua jenis yaitu
leukemia limfosotik kronis (LLK) dan leukemia mielositik kronis (LMK). Tidak
seperti leukemia pada orang dewasa, pada anak biasanya adalah jenis akut dan
limfoblastik. Jenis ALL meliputi kira kira 80% leukimia akut pada anak dan sisanya
adalah leukemia mieloid akut (AML) (Apriany, 2016).

Anak yang menderita leukemia akan menunjukkan gejala demam, terdapat


petekie atau memar tanpa sebab. Leukemia dapat menyebabkan perdarahan, infeksi
sekunder maupun gagal organ. Gagal organ dapat terjadi karena sel - sel leukemia
dapat menginvası testis, ginjal, prostat, ovarium, saluran gastro intestinal, dan paru -
paru. Lokasi invasi yang paling berbahaya adalah Sistem Saraf Pusat (SSP) karena
mengakibatkantekanan intrakranial sehingga dapat menyebabkan kematian (Wong,
2009). Perlu dilakukan asuhan keperawatan secara tepat dan benar sehingga tidak
terjadi infeksi dan perdarahan pada anak.

Perdarahan juga merupakan penyebab kematian yang utama pada pasien


leukemia. Sebagian besar perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan
pemberian konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit, karena infeksi
meningkatkan kecenderungan perdarahan (Apriany, 2016).Perdarahan dapat terjadi
akibat dari trauma atau cedera, untuk menghindari perdarahan, anak dianjurkan
menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan trauma atau cedera perdarahan seperti
bersepeda, dan bermain ayunan. Perawatan mulut anak seperti gosok gigi harus
diperhatikan karena sering terjadi perdarahan pada gusi. Komplikasi lain timbul yaitu
mual, muntah, anoreksia atau penurunan nafsu makan (Wong, 2009).

Leukemia memerlukan terapi untuk meningkatkan angka keberhasilan hidup.


Salah satu terapi leukemia pada anak adalah dengan melakukan kemoterapi. Tujuan
dari kemoterapi adalah mengobati atau memperlambat pertumbuhan kanker atau
mengurangi gejalanya (Apriany, 2016). Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi
yaitu fase induksi, fase profilaksis, dan fase konsolidasi (Suriadi, dkk, 2010).

Kemoterapi yang agresif pada kanker di masa kanak – kanak telah


menghasilkan perbaikan yang dramatis pada angka keberhasilan hidup anak, namum
terdapat peningkatan kekhawatiran mengenai efek lanjutnya (Wong, 2009).
Komplikasi yang sering ditemukan dalam terapi kanker dimasa kanak – kanak adalah
infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Kondisi ini akan
meningkatkan risiko infeksi yang berat akibat penurunan fungsi utama neutrofil
sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme asing (Apriany, 2016).

Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan. Apabila anak dirawat


di Rumah Sakit, perawat harus menggunakan segala cara untuk mengendalikan
penularan infeksi. Cara ini secara khas meliputi pemakaian ruang rawat pribadi,
membatasi semua pengunjung dan mengajarkan teknik mencuci tangan. Pencegahan
infeksi tetap menjadi prioritas sesudah anak pulang dari Rumah Sakit dengan cara
semua anggota keluarga dianjurkan mencuci tangannya sampai bersih untuk
mencegah penyebaran kuman patogen kedalam rumah (Wong, 2009).

Komplikasi yang lebih berbahaya adalah dalam penelitian Nugroho (2010)


mengatakan kemoterapi induksi remisi pada anak dengan LLA menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar kalium dan fosfat serum, serta penurunan kadar kalsium
serum sehingga dapat berdampak terhadap timbulnya hiperkalamia, hiperfosfatemia,
dan hipokalsemia. Gangguan keseimbangan elektrolit tersebut berpotensi
menimbulkan efek kardiotoksik (chemotheraphy-related cardiotoxic) dan nefropati
yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal akut.

Setiap perawat harus memiliki pengetahuan tentang pencegahan, pemeriksaan,


pengobatan, dan kronisitas dari penyakit dalam rangka untuk memberikan perawatan
yang berkualitas tingga kepada orang – orang yang mengalami Leukimia. Disini kami
akan membahas bagaimana leukimia yang dialami oleh anak dan bagaimana asuhan
keperawatan palliative care pada pasien anak dengan Leukimia.

B. Ruang Lingkup
1. Objek : Pasien anak dengan Lekimia
2. Subjek : Asuhan Keperawatan Palliative Care pada Pasien Anak dengan
Leukimia

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah mahasiswa dapat menganalisa dan
menyusun perencanaan Asuhan Keperawatan Palliative Care pada Pasien Anak
dengan Leukimia.
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa dapat melakukan pengkajian kepada Pasien Anak dengan
Leukimia.
2) Mahasiswa dapat menegakkan Diagnosa Keperawatan pada Pasien Anak
dengan Leukimia.
3) Mahasiswa dapat menyusun rencana keperawatan pada Pasien Anak dengan
Leukimia.
4) Mahasiswa dapat melakukan tindakan implementasi dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada Pasien Anak dengan Leukimia.
5) Mahasiswa dapat menyusun evaluasi pada Pasien Anak dengan Leukimia.
BAB II

TINJAUAN KASUS

2.1 Konsep Palliative Care

2.1.1 Pengertian Palliative Care

Menurut WHO palliative care merupakan pendekatan untuk meningkatkan


kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berkaitan
dengan masalah yang mengancam jiwa, melalui pencegahan dan menghentikan
penderitaan dengan identifikasi dan penilaian dini, penangnanan nyeri dan masalah
lainnya, seperti fisik, psikologis, sosial dan spiritual (WHO, 2017). Palliatif care
berarti mengoptimalkan perawatan pasien dan keluarga untuk meningkatkan
kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan mengobati penderitaan.
Palliative care meliputi seluruh rangkaian penyakit melibatkan penanganan fisik,
kebutuhan intelektual, emosional, sosial dan spiritual untuk memfasilitasi otonomi
pasien, dan pilihan dalam kehidupan (Ferrell, 2015). Berdasarkan penjelasan diatas
20 Palliative care merupakan sebuah pendekatan yang dapat meningkatkan kualitas
hidup orang-orang dengan penyakit yang mengancam jiwa dan keluarga mereka
dalam menghadapi masalah tersebut, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial
maupun spiritual.

2.1.2 Prinsip Palliative Care

Prinsip Palliative care Palliative care secara umum merupakan sebuah hal
penting dan bagian yang tidak terpisahkan dari praktek klinis dengan mengikuti
prinsip :

a. Fokus perawatan terhadap kualitas hidup, termasuk kontrol gejala yang tepat
b. Pendekatan personal, termasuk pengalaman masa lalu dan kondisi sekarang
c. Peduli terhadap sesorang dengan penyakit lanjut termasuk keluarga atau
orang terdekatnya
d. Peduli terhadap autonomy pasien dan pilihan untuk mendapat rencana
perawatan lanjut, eksplorasi harapan dan keinginan pasien 21
e. Menerapkan komunikasi terbuka terhadap pasien atau keluarga kepada
profesional kesehatan (Cohen and Deliens, 2012).
2.1.3 Peran dan Fungsi Perawat

Dalam menjalankan peran dan fungsi perawat dalam palliative care,


perawat harus menghargai hak-hak pasien dalam menentukan pilihan, memberikan
kenyamanan pasien dan pasien merasa bermartabat yang sudah tercermin didalam
rencana asuhan keperawatan. Perawat memiliki tanggung jawab mendasar untuk
mengontrol gejala dengan mengurangi penderitaan dan support yang efektif sesuai
kebutuhan pasien. Peran perawat sebagai pemberi layanan palliative care harus
didasarkan pada kompetensi perawat yang sesuai kode etik keperawatan (Combs,
et al.,2014). Hal-hal yang berkaitan dengan pasien harus dikomunikasikan oleh
perawat kepada pasien dan keluarga yang merupakan standar asuhan keperawatan
22 yang profesional. Menurut American Nurse Associatiuon Scope And Standart
Practice dalam (Margaret, 2013) perawat yang terintegrasi harus mampu
berkomuniasi dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya mengenai
perawatan pasien dan ikut berperan serta dalam penyediaan perawatan tersebut
dengan berkolaborasi dalam membuat rencana yang berfokus pada hasil dan
keputusan yang berhubungan dengan perawatan dan pelayanan, mengindikasikan
komunikasi dengan pasien, keluarga dan yang lainnya.

2.1.4 Pedoman Perawat Palliative

Berdasarkan National Consensus Project For Quality Palliative Care (NCP,


2013) pedoman praktek klinis untuk perawat palliative dalam meningkatkan
kualitas pelayanan palliative terdiri dari 8 domain diantaranya :

 Domain 1 : structure and proses of care

Structure and proses of care merupakan cara menyelenggarakan pelatihan dan


pendidikan bagi para profesional paliatif dalam memberikan perawatan yang
berkesinambungan pada pasien dan keluarga (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015).
Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan sebagai berikut :

a. Semua perawat harus menerima pendidikan tentang palliative care primer baik
itu tingkat sarjana, magister dan doctoral
b. Semua perawat harus diberikan pendidikan lanjut untuk palliative care primer
c. Semua perawat menerima orientasi palliative care primer yang termasuk
didalamnya mengenai sikap, pengetahuan dan keterampilan dalam domain
palliative care. Ini termasuk penilaian dasar dan manajemen gejala
nyeri,keterampilan komunikasi dasar tentang penyakit lanjut, prinsip etika, 24
kesedihan dan kehilangan keluarga, komunitas dan pemberi layanan.
d. Semua perawat harus mampu melakasanakan palliative care dengan kerjasama
tim dari multidisplin ilmu
e. Perawat hospice dan perawat palliative harus tersetifikasi dalam memberikan
pelayanan palliative care
f. Semua perawat harus berpartisipasi dalam inisatif memperbaiki kualitas
layanan palliative care
g. Perawat hospice dan perawat palliative memperomosikan kontinuitas dalam
palliative care sesuai aturan kesehatan dan mempromisikan hospice sebagai
pilihan (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).

Domain 2 : Physical Aspect Of Care

Physical Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk mengukur dan
mendokumentasikan rasa nyeri dan gejala lain yang muncul seperti menilai,
mengelola gejala dan efek samping yang terjadi pada 25 masalah fisik pada pasien
(De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif
dijelaskan sebagai berikut :

a. Semua perawat harus mampu menilai nyeri, dyspnea dan fungsinya dengan
menggunakan pedoman yang konsisten pada pasien dengan penyakit lanjut
yang mengancam jiwa
b. Semua perawat harus mendokumentasikan pedoman dan temuan dalam
rencana asuhan keperawatan
c. Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan berdasarkan bukti evident
based nursing untuk memberikan perawatan manajemen nyeri dan menilai
ulang gejala yang ditimbulkan (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).

Domain 3: Psychological And Psychiatric Aspect Of Care


Psychological And Psychiatric Aspect Of Care merupakan cara yang
dilakukan untuk menilai status psikologis pasien dan keluarga seperti mengukur,
26 mendokumentasikan, mengelola kecemasan, dan gejala psikologis lainnya (De
Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat paliatif dijelaskan
sebagai berikut :
a. Semua perawat harus mampu menilai depresi, kecemasan, dan delirium
menggunakan pedoman yang tepat pada pasien yang mengancam jiwa
b. Semua perawat harus mendokumentasikan temuan dalam rencana perawatan
c. Semua perawat harus mengikuti jalur pengobatan berbasis EBN untuk
mengelola gejala psikologis yang ditimbulkan
d. Perawat hospice dan perawat palliative harus mempersiapkan duka cita bagi
keluarga yang ditinggalkan
e. Perawat hospice dan perawat palliative harus ikut andil dalam pengembangan
palliative care (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).

Domain 4 : Social Aspect Of Care

Social Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk


mendiskusikan segala informasi, mendiskusikan tujuan perawatan, dan
memberikan dukungan sosial yang komperhensif (De Roo et al., 2013). Adapun
panduan bagi perawat paliatif dijelaskan sebagai berikut :

a. Semua perawat harus meninjau kembali kekhawatiran pasien dan keluarga


terhadap penyakit lanjut yang mengancam jiwa
b. Perawat hospice dan perawat palliative harus membantu dan mengembangkan
sebuah rencana perawatan sosial yang komperhensif yang termasuk
didalamnya hubungan dengan keluarga, komunitas, dan orang yang terlibat
dalam merawat pasien (Ferrell et al., 2007; Ferrell, 2015).

Domain 5 : Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of Care

Spiritual, Religious, And Existential Aspect Of Care merupakan cara yang


dilakukan untuk menyediakan atau memfasilitasi diskusi terkait kebutuhan spiritual
pasien dan keluarga (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi
perawat paliatif sebagai berikut :

a. Perawat hospice dan perawat palliative harus melakukan pengkajian spiritual


mencakup masalah agama, spiritual, dan eksistensial menggunakan pedoman
instrument yang terstruktur dan terintegrasi dalam penilaian dalam rencana
palliative care
b. Semua perawat harus mampu merujuk pasien dan keluarga pada kondisi yang
serius dengan menghadirkan rohaniawan, pendeta jika diperlukan(Ferrell et
al., 2007; Ferrell, 2015)

Domain 6 : Culture Aspect Of Care

Culture Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan menilai budaya dalam
proses pengambilan keputusan 29 dengan memperhariakn preferensi pasien atau
keluarga, memahami bahasa yang digunakan serta ritual-ritual budaya yang dianut
pasien dan keluarga (De Roo et al., 2013). Adapun panduan bagi perawat paliatif
sebagai berikut :

a. Semua perawat harus mampu menilai budaya pasien sebagai komponen yang
tidak terpisahkan dalam memberikan palliative care dan perawatan dirumah
yang komperhensip mencakup pengambilan keputusan,prrepernsi pasien,
komunikasi keluarga, terapi komplementer, dan duka cita bagi keluarga yang
ditinggalkan, serta pemakaman dan ritual pemakaman pasien. (Ferrell, 2015).

Domain 7 : Care Of The Patient At End of life

Care Of The Patient At End of life merupakan cara yang dilakukan untuk
menggali lebih dalam tentang kesiapan menghadapi kematian dan duka cita setelah
kematian bagi keluarga yang ditinggalkan (De Roo et al., 2013). Adapun panduan
bagi perawat apaliatif sebagai berikut :

a. Perawat hospice dan perawat palliative harus mampu mengenali tanda dan
gejala kematian pasien, keluarga dan komunitas.ini harus dikomunikasikan
dan didokumentasikan.
b. Semua perawat harus mampu menjamin kenyamanan pada akhir kehidupan
c. Semua perawat harus meninjau kembali ritual budaya, agama, dan adat dalam
menghadapi kematian pasien.
d. Semua perawat harus mampu memberikan dukungan pasca kematian pada
keluarga yang ditinggalkan e. Semua perawat harus mampu merawat jenazah
sesuai dengan budaya, adat dan agama pasien (Ferrell, 2015).

Domain 8 : Ethical And Legal Aspect Of Care


Ethical And Legal Aspect Of Care merupakan cara yang dilakukan untuk
membuat perencanaan dengan memperhatian preferensi pasien dan keluarga
sebagai 31 penerima layanan dengan tidak melanggar norma dan aturan yang
belaku (De Roo et al., 2013; Dy et al., 2015). Adapun panduan bagi perawat
paliatif sebagai berikut :

a. Semua perawat harus meninjau kembali asuhan keperawatan yang telah


diberikan dan semua dokumentasinya
b. Semua perawat harus menjaga prinsip etik berdasarkan komite etik
keperawatan
c. Semua perawat harus mengerti hukum aspect palliative dan mencari pakar
hukum jika diperlukan (Ferrell, 2015).

2.1.5 Tempat-tempat Pelayanan Paliatif

Berdasarkan Permenkes Nomor 812/ Menkes/ SK/VII/2007 dijelaskan


tempat untuk layanan paliatif meliputi :

a. Rumah Sakit : untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan
32 pengawawasan ketat, tindakan khusus atau perawalatan khusus.
b. Puskesmas : untuk pasien yang memerlukan perawatan rawat jalan
c. Rumah singgah / panti (hospice) : untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khsus tetapi belum dapat dirawat
dirumah karena memerlukan pengawasan
d. Rumah pasien : untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat tindakan
khsusus atau peralatan khusus atau keterampilan perawatan yang tidak mungkin
dilakukan oleh keluarga (PERMENKES, 2007).

2.1.6 Langkah- langkah dalam Pelayanan Paliatif

a. Menentekun tujuan perawatan dan harapan pasien


b. Membantu pasien dalam membuat advance care planning
c. Pengobatan penyakit penyerta dari aspek sosial yang muncul
d. Tata laksana gejala
e. Dukungan psikologis, kultural dan sosial
f. Respon pada fase terminal : memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan
keluarga bila wasiat belum dibuat.
g. Pelayanan terhadap pasien dan keluarga termasuk persiapan duka cita.
(KEMENKES, 2013).

2.1.7 Layanan Palliative Home Care

Palliative home care merupakan pelayanan palliative care yang dilakukan


dirumah pasien oleh tenaga palliative dan atau keluarga atas bimbingan dan
pengawasan tenaga palliative (KEPMENKES, 2007). Palliative home care dinilai
baik dan pilihan yang tepat untuk dapat menghindari perawatan di rumah sakit
yang dinilai mahal dan tidak efektif bagi pasien terminal, hal ini juga dapat
membantu dan melatih 34 pasien , keluarga dan pemberi layanan dalam
menghadapi situasi yang sulit (Pompili et al., 2014). Berbagai manfaat pelayanan
palliative home care yang dapat dirasakan oleh pasien ataupun keluarga
diantaranya merasa lebih nyaman, bermartabat dan juga dapat menghemat biaya
dari pada meninggal dirumah sakit (Ventura et al., 2014)

2.2. Konsep Leukimia

2.1 Pengertian Leukimia

Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan yang disebabkan karena


adanya abnormalitas gen pada sel hematopoetik sehingga menyebabkan poliferasi
klonal dari sel-sel yang tidak terkendali, sekitar 40% leukemia yang terjadi pada
anak (Widagdo, 2012). Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor
diantaranya radiasi, faktor leukemogenik, virus dan herediter. Penderita leukemia
biasanya menunjukkan gejala mudah terpapar infeksi, pendarahan, nyeri tulang,
nyeri perut, pembengkakan kalenjer lympa, dan kesulitan bernafas (Yuni, 2015).

2.2.2 Tanda dan Gejala

a. Pucat, lemah, anak rewel, nafsu makan menurun


b. Demam tanpa sebab yang jelas
c. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
d. Mata menonjol
e. Kejang sampai penurunan kesadaran
f. Perdarahan kulit (petekie, hematom) dan atau perdarahan spontan (epistaksis,
perdarahan gusi)
g. Nyeri tulang pada anak. Seringkali ditandai pada anak yang sudah dapat
berdiri dan berjalan, tiba-tiba tidak mau melakukannya lagi, anak lebih
nyaman untuk digendong.
h. Pembesaran testis dengan konsistensi keras

2.2.3 Klasifikasi Leukemia

Menurut Kemas et al. (2014) Leukemia diklasifikasikan berdasarkan maturitas


dan jenis turunan sel seperti leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia
limfositik akut (LLA), leukemia mielositik kronik (LMK), dan leukemia limfositik
kronik (LLK).

a. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang terjadi pada seri myeloid, meliputi
neutrofil, eosinofil, monosit, basofil, megakariosit dan sebagainya.
Patogenesis utama LMA adalah adanya blockade maturitas yang
menyebabkan proses diferensiasi sel-sel myeloid terhenti pada sel-sel muda
(blast) akibat terjadinya akumulasi blast di sumsum tulang (Esti et al, 2014).
b. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfosit Akut (LLA) adalah keganasan klonal dari selsel
precursor limfoid. Lebih dari 80% kasus, sel- sel ganas berasl dari limfosit B,
dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk
leukemia yang paling banyak pada anakanak (Fianza, 2007). Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan sel yang terjadi akibat proliferasi
sel limfoid yang diblokir pada tahap awal deferensiasinya. Penyebab spesifik
LLA belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses multifaktorial yang
berkaitan dengan genetik, imunologi, lingkungan, toksik, paparan virus,
ionization radiation (Maulyda et al., 2015).
c. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)
LMK merupakan suatu penyakit mieloproliferatif ditandai dengan
adanya peningkatan proliferasi sel induk hematopoetik seri mieloid pada
berbagai tingkat diferensiasi. Sebagian besar LMK terdiagnosis pada fase
kronik, dimana sepertiga dari fase ini tidak menunjukkan gejala, tetapi dalam
jangka waktu tertentu dapat berubah ke fase selanjutnya yang lebih agresif.
Respon terapi pada fase yg lebih lanjut ( fase akselerasi dan fase krisis blast)
kurang memuaskan sehingga tujuan utama dari pengobatan LMK adalah agar
tidak berkembang ke fase ini (Muthia et al, 2012).
d. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
LLK adalah keganasan hematologis yang ditandai dengan akumulasi
limfosit B neoplastik dalam darah, limfonodi, limpa, hepar, dan sumsum
tulang. LLK merupakan penyakit yang tidak 18 bisa sepenuhnya
disembuhkan, deteksi dini dan pengobatan dapat mengendalikan progresifitas
dari penyakit ini, sedangkan pasien stadium akhir sering tidak responsif
dengan berbagai pengobatan (Muthia et al, 2012).

2.2.4 Patofisiologi

Sel leukemia ganas berasal dari sel prekursor pada elemen pembentuk darah.
Sel-sel ini dapat terakumulasi dan mendesak elemen normal dalam sumsum tulang,
mengalir kedalam darah perifer, dan akhirnya menginvasi organ dan jaringan tubuh.
Penggantian elemen hematopoietik normal oleh sel-sel leukemia mengakibatkan
supresi sumsung tulang, yang ditandai dengan penurunan produksi sel darah merah
(SDM), SDP yang normal, dan trombosit. Supresi sumsum tulang mengakibatkan
anemia karena penurunan produksi SDM, merupakan predisposisi terhadap infeksi
akibat neutropenia, dan kecenderungan perdarahan sebagai akibat trombositopenia.
Hal ini menyebabkan anak beresiko terhadap kematian akibat infeksi atau
perdarahan.

Infiltrasi pada organ retikuloendolial (mis., limpa, hepar, dan kelenjar limfe)
menyebabkan pembesaran yang khas dan akhirnya fibrosis. Infiltrasi leukemik pada
SSP mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan efek lainnya,
bergantung pada area spesifik yang terkena. Kemungkinan daerah yang terinfiltrasi
lainnya mencakup ginjal, testis, prostat, ovarium, traktus GI, dan paru-paru.

Sel leukemik hipermetabolik akhirnya menolak semua sel nutrisi tubuh yang
penting untuk kelangsungan hidup. Pertumbuhan sel leukemik yang tidak terkendali
dapat mengakibatkan starvasi metabolic.

2.2.5 Gambaran Klinik

Leukemia menimbulkan beberapa gejala yaitu :

a. Anemia akibat supresi sel darah merah, yang terdiri dari keletihan, pucat,
dan takikardi.
b. Perdarahan akibat supresi trombosit, yang mencakup ptekie, purpura,
hematuria, epiktaksis, dan feses seperti dempul.
c. Imunosupresi akibat supresi sel darah putih, yang dimanifestasikan dengan
demam, infeksi, dan penyembuhan luka yang buruk.
d. Gejala-gejala dari gangguan retikuloendotelial, yang mencakup
hepatosplenomegali, nyeri tulang, dan limfadenopati.
e. Gejala-gejala umum, yang mencakup penurunan berat badan, anoreksia,
dan muntah.

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium/hematologik memperlihat kan adanya anemia


normositik normokromik dengan trombositopenia pada sebagian kasus.
Jumlah leukosit total dapat menurun, normal atau meningkat.
2) Pemeriksaan sediaan apus darah biasanya memperlihatkan adanya sel blas
dalam jumlah yang bervariasi. Sumsum tulang hiperseluler dengan bias
lekomotik >30%. Sel-sel bias tersebut dicirikan oleh morfologi, uji
imonologik, dan analisa sito genetik. Fungsi lumbal untuk pemeriksaan
cairan cerebrospinal harus dilakukan dan dapat menunjukkan bahwa
tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung sel leukemia.
2.2.7 Pentalaksanaan

Secara umum pengobatan yang tepat untuk kasus leukemia pada anak adalah
kemoterapi dan transplantasi sum-susm tulang belakang. Karena prevaliansi leukemia
dan limfoma pada anak cukup tinggi, sekitar 97-98% dapat mencapai remisi
sempurna. Pengobatan kemoterapi umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak
semua fase yang digunakan untuk semua orang.

1) Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap awal pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia didalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada
tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin,
prednison dan asparaginase.

2) Tahap 2 (terapi konsolidasi/intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera lakukan terapi intensifikasi yang


bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga
timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan
kemudian.

3) Tahap 3 (profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan


yang digunakan pada tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada
tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang di
kombinasikan 21 dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan
sistem saraf pusat.

4) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun (Cahyono, 2012).

2.2.8 Komplikasi
Menurut Zelly, 2012 komplikasi leukemia yaitu :

1) Tombositopenia
Berkurangnya jumlah trombosit pada leukemia akut biasanya merupakan
akibat infiltrasi sumsum tulang atau kemoterapi, selain itu dapat juga disebabkan
oleh beberapa faktor lain seperti koagulasi intravaskuler diseminata, proses
imunologis dan hipersplenisme sekunder terhadap pembesaran limpa.
Trombositopenia yang terjadi bervariasi dan hampir selalu ditemukan pada saat
leukemia didiagnosis.
2) Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID)
Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik berupa pembentukan dan
penyebaran deposit fibrin dalam sirkulasi sehingga menimbulkan trombus
mikrovaskuler pada berbagai organ yang dapat mengakibatkan kegagalan
multiorgan. Aktivasi koagulasi yang terus berlangsung menyebabkan konsumsi
faktor pembekuan dan trombosit secara berlebihan sehingga mengakibatkan
komplikasi perdarahan berat. KID bukanlah suatu penyakit tetapi terjadinya
sekunder terhadap penyakit lain yang mendasari.
3) Fibrinolisis Primer
Beberapa peneliti menemukan bahwa leukosit pada leukemia akut memiliki
aktivitas fibrinolitik yang dapat menyebabkan fibrinolisis primer terutama pada
leukemia promielositik akut. Pada fibrinolisis primer, perdarahan disebabkan oleh
degradasi faktor pembekuan yang diinduksi plasmin seperti fibrinogen.
BAB III

ANALISA MASALAH

3.1 Kasus

An. T usia 8 tahun dirawat di Rumah Sakit X sejak tanggal 20 Januari 2020, hari
ini adalah hari rawat ke 4. An. T sudah di diagnosis leukemia sejak 2 tahun yang
lalu pada stadium awal (stage 1). Sejak terdiagnosis, An. T sudah melakukan
kemoterapi per 3 bulan sekali, namun pada bulan agustus Mei 2019 An. T tidak
melakukan kemoterapi karena faktor ekonomi keluarga dan keluarga merasa
anaknya tidak kunjung sembuh. Sejak saat itu keluarga hanya melakukan
pengobatan secara alternative di rumah. Pada tanggal 20 Januari 2020 pukul
06.00, keluarga membawa An.T ke IGD Rumah Sakit X karena sangat takut
dengan keadaan An. T. Keluarga mengatakan sudah 1 bulan, badan An.T sangat
lemah, sering mimisan, memar dibeberapa bagian tubuhnya, serta keringat selalu
keluar di malam hari. Keluarga sangat khawatir melihat anaknya merasa
kesakitan dan lemah tidak berdaya. Keluarga menyesali perbuatannya karena
hanya mengobati anaknya dengan pengobatan alternative. Setelah dilakukan
pemeriksaan lengkap di IGD, dokter telah mendiagnosis bahwa leukemia yang
dialami An. T sudah pada stadium lanjut (stage 3) dan sudah metastase ke
beberapa organ lainnya. Dan dokter mengatakan bahwa hidup An. T sudah tidak
lama lagi. Saat mendengar kabar tersebut keluarga sangat syok dan tidak
menyangka akan terjadi secepat ini. Keluarga mengatakan ingin mendapat
pengobatan semaksimal mungkin untuk hidup anaknya, namun pada stadium ini
kemoterapi dan obat-obatan sudah tidak akan berpengaruh banyak. Akhirnya
diputuskan bahwa An. T akan dirawat di ruang rawat inap dengan pengobatan
yang terus diberikan. Pengobatan An.T sudah berjalan selama 3 hari, namun
keadaan An. T semakin hari semakin memburuk. Pada hari ke 4, An. T menangis
mengeluh sakit kepala hebat, lemas, demam dan nyeri pada tulangtulangnya
hingga merasa tidak nyaman. Ia juga mimisan sejak kemarin malam sampai pagi
ini. An. T megatakan pasrah karena tidak kuat merasakan rasa sakitnya. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan An. T sangat pucat, CRT >
detik, GCS 11, konjungtiva anemis, akral dingin, BB klien turun dari 18 kg (20
Januari) menjadi 15 kg (24 Januari), dan mual (+). Selain itu terdapat pembesaran
limfa (splenomegali) dan hati (hepatomegali). Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital diperoleh: TD: 96/50 mmHg, N: 99x/menit, RR: 30x/menit, S: 38,6°C. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil lab: Hb: 5,2 gr/dl, leukosit:
13,9x103/µl, trombosit: 99.000 mcL.

3.2 Pengkajian

No. Register : 123.XXX

Tanggal MRS : 01 Oktober 2021

Tgl & Jam Pengkajian : Senin, 04 Oktober 2021 jam 07.00 WIB

Diagnosa Medis : Leukemia Limfoblaktik Kronik Stage 3

1. Biodata Pasien

Nama : An. T

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 8 Tahun

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Surabaya

Sumber Biaya : Umum

2. Penanggung Jawab

Nama : Tn. I

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Agama : Islam

Pekerjaan : Guru

Hub dg px : Ayah

Alamat : Surabaya

3. Keluhan Utama
- Klien menangis mengeluh sakit kepala hebat, lemas, demam dan nyeri
pada tulang-tulangnya hingga merasa tidak nyaman.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
- Klien sudah didiagnosis leukemia sejak 2 tahun yang lalu pada stadium
awal (stage 1)
- Klien sudah menjalani berbagai pengobatan kemoterapi dan juga
alternative
- Namun karena kondisi klien semakin memburuk, keluarga membawa ke
RS pada tanggal 20 Januari 2020 dengan keluhan sudah 1 bulan badan
An.T sangat lemah, sering mimisan, memar dibeberapa bagian tubuhnya,
serta keringat selalu keluar di malam hari.
- Pada hari ke 4 (24 Januari 2020), An. T menangis mengeluh sakit kepala
hebat, lemas, demam dan nyeri pada tulang-tulangnya hingga merasa
tidak nyaman. Ia juga mimisan sejak kemarin malam sampai pagi ini. An.
T megatakan pasrah karena tidak kuat merasakan rasa sakitnya.
5. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
6. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
7. Riwayat Pembedahan : Tidak ada
8. Pola Pemenuhan Nutrisi
- Klien mengalami penurunan nafsu makan
- Klien mengeluh mual sejak 3 hari yang lalu
- Berat badan klien mengalami penurunan dari 18 kg (20 Januari) menjadi
15 kg (24 Januari)
9. Pengkajian kualitas hidup
- Saat ini klien membutuhkan banyak bantuan dan perawatan medis yang
sering. Tidak dapat merawat diri sendiri, memerlukan perawatan
institusional setara atau rumah sakit dan memerlukan dukungan dari
keluarga maupun orang lain, penyakit mungkin maju dengan cepat.
1) Psikososial
- Sosial/interaksi
Klien tidak dapat berinteraksi dengan teman-temannya,
Klien hanya ditemani oleh ibu dan ayahnya.
- Psikologis
Klien terlihat sangat cemas dan sering menangis, klien juga
mengatakan pasrah karena tidak kuat dengan sakit yang dirasakan.
- Toleransi koping
Klien mengatakan takut dengan keadaan dirinya sekarang.
Klien merasa dirinya hanya menyusahkan ayah dan ibunya.
Klien mengatakan tidak nyaman dengan keadaannya saat ini.
2) Spiritual
Menggunakan pengkajian FICA
- Faith (keyakinan): kilen percaya tentang adanya tuhan/Allah dan dia
percaya pada agama islam
- Influence (pangaruh): klien marah karena tuhan memberikan sakit
pada dirinya bukan orang lain.
- Community (komunitas): klien mengikuti kegiatan mengaji/TPQ
setiap hari di masjid dekat rumahnya.
- Addressing Spiritual Concerns (cara mengatasi isu spiritual): keluarga
klien selalu berdoa untuk kesembuhan anaknya.
3) Pengkajian Prognosis
- Klien sudah didiagnosis pada leukemia stadium lanjut dengan
prognosis buruk, karena segala pengobatan tidak akan berpengaruh
banyak pada kesembuhan klien.
- Dokter sudah mengatakan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.
4) Ekonomi
- Ayah klien adalah seorang guru honorer, penghasilannya tergolong
rendah.
- Keluarga ini mempunyai 2 orang anak
10. Kesadaran : Delirium E4V3M4
Tanda-tanda Vital
- TD: 96/50 mmHg,
- N: 99x/menit,
- RR: 30x/menit,
- S: 38,6°C.
11. Body System
1) B1 (Breath)
- RR 30x/menit, sesak napas, menggunakan otot bantu pernapasan yaitu
otot sternokleidomastoid.
2) B2 (Blood)
- TD 96/50 mmHg, CRT >2detik, akral dingin, HR 99x/menit, Hb:6,7
gr/dl, leukosit: 13,2 x 103/µl, trombosit: 99.000 mcL.
- Konjungtiva anemis
- Akral dingin
- Turgor kulit memburuk
3) B3 (Brain)
- Kesadaran pasien delirium dengan GCS, yaitu : E = 4, V = 3 dan M= 4
4) B4 (Bladder)
- Tidak ada gangguan
5) B5 ( Bowel)
- BB turun dari 18 kg menjadi 14 kg, mual, pembesaran limfa, dan
pembesaran hati.
6) B6 ( Bone)
- Nyeri pada tulang-tulangnya sehingga pasien mengatakan sangat tidak
nyaman.
- Nyeri ini dirasakan saat klien mulai melakukan terapi medis (tanggal 20-
24 Januari)

3.3 Diagnosis Keperawatan

Data Masalah/Problem Etiology


Data Subjektif : Ansietas Krisis Situasional
-Klien mengatakan lemas
-Klien mengatakan takut
dengan keadaannya
dirinya yang sekarang

Data Objektif :
-Klien tampak cemas
-Klien tampak menangis
-Klien tampak lemah

TD = 96/50 mmHg
N=90x/menit
RR=30x/menit
S=38,6oC

Data Subjektif : Gangguan rasa nyaman Efek Samping Terapi


-Klien mengatakan lemas
-Klien mengatakan sakit
kepala
-Klien mengatakan mual
-Klien mengatakan nyeri
pada tulang – tulangnya
sehingga tidak nyaman
-Klien mengatakan tidak
nyaman dengan dirinya
yang sekarang

Data Objektif :
-Klien tampak lemas
-Klien tampak tidak
nyaman
-Klien tampak kesakitan
-Klien tampak menangis
Data Subjektif : Keputusasaan Penurunan Kondisi
-Klien mengatakan takut Fisiologis
dengan dirinya
-Klien mengatakan pasrah
karena tidak kuat dengan
sakit yang dirasakan

Data Objektif :
-Klien tampak menangis
-Klien tampak lemah
-Klien tampak pasrah
dengan hidupnya

Diagnosa Keperawatan :

1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan tampak


gelisah, frekuensi napas dan nadi meningkat.
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping terapi ditandai
dengan klien mengeluh tidak nyaman dan tampak menangis.
3. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiologis ditandai
dengan klien mengungkapkan keputusasaan dan afek datar.
3.4 Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI
Dx KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
Dx Dx Kep : Setelah dilakukan 1. Ciptakan suasana
1 Ansietas berhubungan asuhan keperawatan terapeutik untuk
dengan krisis 2x24 jam, diharapkan menumbuhkan
situasional ditandai tingkat ansietas kepercayaan
dengan tampak gelisah, klien menurun, dengan 2. Temani pasien untuk
frekuensi napas dan kriteria hasil : mengurangi kecemasan
nadi meningkat - Verbalisasi khawatir 3. Pahami situasi yang
akibat kondisi yang menyebabkan ansietas
Data Subjektif : dihadapi menurun 4. Dengarkan dengan
-Klien mengatakan - Perilaku gelisah penuh perhatian
lemas menurun 5. Gunakan pendekatan
-Klien mengatakan - Frekuensi pernapasan yang tenang dan
takut dengan menurun meyakinkan
keadaannya dirinya - Frekuensi nadi 6. Anjurkan keluarga
yang sekarang menurun untuk tetap bersama pasien
- Bantuan yang 7. Anjurkan
ditawarkan oleh mengungkapkan perasaan
Data Objektif : keluarga dan perawat dan persepsi
-Klien tampak cemas meningkat 8. Anjurkan rileks selama
-Klien tampak - Dukungan emosi yang mendengarkan musik
menangis disediakan oleh 9. Kolaborasi pemberian
-Klien tampak lemah keluarga dan perawat obat antiansietas, jika
meningkat perlu
TD = 96/50 mmHg
N=90x/menit
RR=30x/menit
S=38,6oC
2 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan 1. Identifikasi penurunan
berhubungan dengan asuhan keperawatan tingkat energy,
efek samping terapi 2x24 jam, diharapkan ketidakmampuan
status kenyamanan berkonsentrasi, atau gejala
klien meningkat, lain yang mengganggu
Data Subjektif : dengan kriteria hasil : 2.Identifikasi frekuensi
-Klien mengatakan - Keluhan tidak nyaman nadi, tekanan darah, dan
lemas menurun suhu sebelum dan sesudah
-Klien mengatakan - Gelisah menurun latihan
sakit kepala - Mual menurun 3. Identifikasi isyarat
-Klien mengatakan - Menangis menurun Nonverbal
mual ketidaknyamanan pada
-Klien mengatakan anak
nyeri pada tulang – 4. Identifikasi faktor
tulangnya sehingga penyebab mual
tidak nyaman 5. Monitor mual dan juga
-Klien mengatakan asupan nutrisi dan kalori
tidak nyaman dengan 4. Kurangi atau hilangkan
dirinya yang sekarang keadaan penyebab mual
(seperti kecemasan)
5. Ciptakan lingkungan
Data Objektif : tenang dan tanpa gangguan
-Klien tampak lemas dengan pencahayaan dan
-Klien tampak tidak suhu ruang yang nyaman,
nyaman jika memungkinkan
-Klien tampak 6. Gunakan nada suara
kesakitan lembut dengan irama
-Klien tampak lambat dan berirama
menangis 7. Gunakan relaksasi
sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau
tindakan medis lain, jika
sesuai
8. Jelaskan tujuan,
manfaat, dan jenis
relaksasi yang
tersedia (misal musik)
9. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
14. Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
15. Kolaborasikan dalam
pemberian obat
3 Keputusasaan Setelah dilakukan 1. Fasilitasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan mengungkapkan
penurunan kondisi 2x24 jam, diharapkan perasaan cemas, marah,
fisiologis harapan klien atau sedih
meningkat, dengan 2. Buat pernyataan suportif
kriteria hasil : atau empati
Data Subjektif : - Minat komunikasi 3. Identifikasi harapan
-Klien mengatakan verbal meningkat pasien
takut dengan dirinya - Verbalisasi dan keluarga dalam
-Klien mengatakan keputusasaan menurun pencapaian hidup
pasrah karena tidak - Pikiran berfokus masa 4. Beri sentuhan untuk
kuat dengan sakit yang depan meningkat memberikan dukungan
dirasakan - Upaya mencari 5. Bantu mengingat
dukungan sesuai kembali kenangan yang
kebutuhan meningkat menyenangkan
Data Objektif : - Harga diri positif 6. Ciptakan lingkungan
-Klien tampak meningkat yang memudahkan
menangis - Keyakinan positif mempraktikkan kebutuhan
-Klien tampak lemah meningkat spiritual
-Klien tampak tidak 7. Anjurkan
dapat berinteraksi mengungkapkan
dengan teman – perasaan yang dialami
temannya 8. Anjurkan
-Klien tampak pasrah mengungkapkan
dengan hidupnya pengalaman emosional
sebelumnya dan pola
respons yang biasa
digunakan
9. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan terhadap kondisi
dengan realistis
10. Anjurkan
mempertahankan
hubungan terapeutik
dengan orang tua
11. Kolaborasikan dalam
pemberian obat
3.5 Implementasi Keperawatan
No Dx Hari/Tgl & Jam Implementasi Paraf &
Kep nama
Dx 1 Selasa, 05 Oktober 1. Menciptakan suasana terapeutik Kelompok 4
2021 untuk menumbuhkan kepercayaan
08:00-08:30 2. Menemani pasien untuk
mengurangi kecemasan
3. Memahami situasi yang
menyebabkan ansietas
4. Mendengarkan dengan penuh
perhatian
5. Menggunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
6. Menganjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
7. Menganjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
8. Menganjurkan rileks selama
mendengarkan musik
9. Mengkolaborasikan pemberian
obat antiansietas, jika perlu
Dx 2 Selasa, 05 Oktober 1. Mengidentifikasi penurunan Kelompok 4
2021 tingkat energy, ketidakmampuan
08:30-08:45 berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu
2.Mengidentifikasi frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
3. Mengidentifikasi isyarat
Nonverbal ketidaknyamanan pada
anak
4. Mengidentifikasi faktor penyebab
mual
5. Memonitor mual dan juga
asupan nutrisi dan kalori
4. Mengurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(seperti kecemasan)
5. Menciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang yang
nyaman, jika memungkinkan
6. Menggunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan berirama
7. Menggunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan analgetik
atau tindakan medis lain, jika sesuai
8. Menjelaskan tujuan, manfaat, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (misal musik)
9. Menganjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
14. Menganjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
15. Mengkolaborasikan dalam
pemberian obat

Dx 3 Selasa, 05 Oktober 1.Memfasilitasi mengungkapkan Kelompok 4


2021 perasaan cemas, marah, atau sedih
2. Membuat pernyataan suportif
atau empati
3. Mengidentifikasi harapan pasien
dan keluarga dalam
pencapaian hidup
4. Memberi sentuhan untuk
memberikan dukungan
5. Membantu mengingat kembali
kenangan yang
menyenangkan
6. Menciptakan lingkungan yang
memudahkan
mempraktikkan kebutuhan
spiritual
7. Menganjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami
8. Menganjurkan mengungkapkan
pengalaman emosional
sebelumnya dan pola respons yang
biasa digunakan
9. Menganjurkan mengungkapkan
perasaan terhadap kondisi
dengan realistis
10. Menganjurkan mempertahankan
hubungan terapeutik dengan orang
tua
11. Mengkolaborasikan dalam
pemberian obat
3.6 Evaluasi Keperawatan
No Dx Tgl&jam Evaluasi Paraf&nama
Kep
1 Selasa, 05 Oktober S : -Klien mengatakan tidak Kelompok 4
2021 takut lagi dengan keadaannya
14:00
O : -Klien tampak tidak
menangis lagi
-Klien tidak tampak cemas
-Klien tampak tidak menangis
lagi

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
2 Selasa, 05 Oktober S : -Klien mengatakan nyaman Kelompok 4
2021 dengan dirinya
14:10
O : -Klien tampak nyaman
dengan dirinya yang sekarang
-Klien tampak tidak menangis
lagi

A: Masalah Teratasi

P : Intervensi dihentikan

3 Selasa, 05 Oktober S : -Klien mengatakan tidak Kelompok 4


2021 takut lagi dengan hidupnya
04:15 -Klien mengatakan akan
berjuang demi hidupnya
O : -Klien tampak
bersemangat
-Klien tampak bias berinteraksi
dengan teman – temannya

A : Masalah Teratasi

P : Intervensi dihentikan
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Palliative care merupakan pendekatan untuk meningkatkan kualitas


hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan
masalah yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, dan menghentikan
penderitaan menghentikan penderitaan dengan identifikasi dan penilaiandini,
penangnanan nyeri dan masalah lainnya, sepertifisik, psikologis, sosial dan
spiritual (WHO, 2017). Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan yang
disebabkan karena adanya abnormalitas gen pada sel hematopoetik sehingga
menyebabkan poliferasi klonal dari sel-sel yang tidak terkendali, sekitar 40%
leukemia yang terjadi pada anak (Widagdo, 2012).
1. Pengkajian
Klien menangis mengeluh sakit kepala hebat, lemas, demam dan nyeri
pada tulang-tulangnya hingga merasa tidak nyaman.
2. Analisa Data
Didapatkan 3 analisa data yaitu Ansietas b.d Krisis Situasional d.d Klien
mengatakan lemas, Klien mengatakan takut dengan keadaannya dirinya
yang sekarang, Klien tampak cemas, Klien tampak menangis, Klien
tampak lemah, TD = 96/50 mmHg, N=90x/menit, RR=30x/menit,
S=38,6oC. kedua adalah Gangguan Rasa Nyaman b.d Efek Samping
Terapi d.d Klien mengatakan lemas, Klien mengatakan sakit kepala,
Klien mengatakan mual, Klien mengatakan nyeri pada tulang – tulangnya
sehingga tidak nyaman, Klien mengatakan tidak nyaman dengan dirinya
yang sekarang, Klien tampak lemas, Klien tampak tidak nyaman, Klien
tampak kesakitan, Klien tampak menangis. Ketiga adalah Keputusasaan
b.d Penurunan Kondisi Fisiologis d.d Klien mengatakan takut dengan
dirinya, Klien mengatakan pasrah karena tidak kuat dengan sakit yang
dirasakan, Klien tampak menangis, Klien tampak lemah, Klien tampak
pasrah dengan hidupnya.
3. Rumusan Masalah
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, Gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan efek samping terapi, Keputusasaan berhubungan
dengan penurunan kondisi fisiologis ditandai dengan klien
mengungkapkan keputusasaan dan afek datar.
4. Intervensi Keperawatan
Pada rencana tindakan keperawatan meliputi tujuan, criteria hasil serta
rencana tindakan yang akan dilakukan. Pada tahap perencanaan
keperawatan penulis menetapkan prioritas masalah.
5. Implementasi Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini pada umumnya telah sesuai
dengan rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap pelaksanaan ini
penulis menerapkan pengetahuan dan keterampilan berdasarkan teori
yang ada.
6. Evaluasi Keperawatan
Dari implementasi yang telah dilakukan hasil evaluasi yang didapatkan
adalah masalah teratasi dan intervensi dihentikan.

4.2 Saran

Setelah melakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam pada klien dengan


Leukimia. Pada tahap ini penulis menyampaikan saran kepada orang tua agar
lebih memperhatikan menu makanan yang diberikan kepada anak sesuai
dengan kebutuhan gizi menurut tahap tumbuh-kembangnya dan menurut
usianya, menjaga berat badannya tetap ideal, mengindari dari paparan bahan
kimia, asap rokok dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Rahajeng Ekowati, 2011. Pedoman Penemuan Dini Kanker Pada Anak.


Kementrian Kesehatan RI. Diakses pada 26 September 2021. Tersedia
pada : http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Pedoman-
Penemuan-Dini-Kanker-Pada-Anak.pdf

Anita, 2016. Perawatan Paliatif dan Kualitas Hidup Penderita Kanker. Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang. Diakses pada 26 September 2021. Tersedia
pada :

https://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/237/223#:~:text=Perawatan
%20paliatif%20adalah%20perawatan%20kesehatan,memberikan
%20support%20kepada%20keluarga%20penderita.

Ningsih Yosi Oktavia, 2017. Asuhan Keperawatan Pada An.K dan An. G dengan
Leukimia di Ruangan Kronis Irna Kebidanan dan Anak RSUP DR. M.
Djamil Padang. Diakses pada 26 September 2021. Tersedia pada :
http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/yosi_oktavia_ningsih_keperawatan_2017.pdf

Kementrian Kesehatan RI, 2013. Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker.


Diakses pada 26 September 2021. Tersedia pada :
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Pedoman-Teknis-
Pelayanan-Paliatif-Kanker.pdf

Oktavia Santi; dkk, 2020. Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Kanker Pada Anak :
Leukimia. Universitas Airlangga Surabaya. Diakses pada 05 Oktober
2021. Tersedia pada : file:///C:/Users/lenovo/Downloads/toaz.info-
makalah-keperawatan-menjelang-ajal-dan-paliatif-asuhan-
keperawatan-paliatif-pad-
pr_4ce939343eb887cb5fecd651f54eab12.pdf
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/22345/BAB%20II.pdf?
sequence=5&isAllowed=y

http://repository.unism.ac.id/57/4/BAB%20II.pdf

http://eprints.ums.ac.id/64270/12/Bab%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai