Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

KEPERAWATAN ANAK II

KONSEP PERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT KRONIS/TERMINAL ILLNESS

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu: Ns. Komang Yogi Triana, M.Kep., Sp.Kep.An

Disusun Oleh :

Kelompok 3 – VA Keperawatan

Ni Kadek Ayu Sri Suganti (C1117005)


Made Ayu Paramita (C1117006)
Ni Luh Dewi Risma Astriani (C1117007)
Ni Wayan Ayu Dewi Artini (C1117011)
Ni Made Rahayu Ningsih (C1117033)
Ari Wina Sani (C1117036)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Kemenkes, yang merupakan penyakit terminal adalah penyakit kanker,
penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal
jantung, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS. Setiap tahunnya
dilaporkan adanya peningkatan mengenai penyakit tersebut yang diderita oleh usia dewasa
dan anak-anak.
Menurut World Health Organization (WHO, 2007) bahwa penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif melalui studi Delphi pada orang dewasa adalah Alzheimer,
demensia, kanker, penyakit kardiovaskular, sirosis hati, penyakit paru obstruktif kronik,
diabetes, HIV/AIDS, gagal ginjal, multiple sclerosis, penyakit parkinson, rheumatoid arthritis
dan tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap obat. Adapun jenis penyakit pada anak-anak
adalah kanker, kardiovaskular, sirosis hati, kelainan bawaan, kelainan darah dan kekebalan
tubuh, HIV/AIDS, meningitis, penyakit ginjal, gangguan saraf dan kondisi neonatal (WHO,
2014).
Pihak yang terlibat dalam pelayanan perawatan paliatif salah satu diantaranya adalah
perawat. Pelayanan yang diberikan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada pasien
(individu dan keluarga) dengan harapan bahwa perawat dapat mengetahui lebih jauh mengenai
kesehatan pasien dan keluarga (Asmadi, 2008). Asuhan keperawatan yang diberikan oleh
perawat bersifat holistik meliputi biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Menurut Virginia
Henderson bahwa asuhan keperawatan diberikan untuk membantu individu, baik sehat
maupun sakit yang berkaitan dengan kesehatan, penyembuhan terhadap suatu penyakit
ataupun untuk memberikan kematian yang damai (Potter dan Perry, 2005).
Pelayanan paliatif yang diberikan oleh perawat akan memiliki kualitas yang baik
apabila asuhan keperawatan yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan pasien. Pelayanan
tersebut dapat dicapai dengan memperhatikan pendidikan dan pelatihan yang dimiliki oleh
perawat. Pendidikan dan pelatihan tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi
(Efendi dan Makhfudli, 2009).
Persepsi terjadi dari cara berpikir seseorang dalam memahami informasi yang didapat
melalui stimulus panca indera (Thoha, 2003). Proses yang terintegrasi tersebut menyebabkan
stimulus yang sama tetapi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda oleh masing-masing
individu (Walgito, 1994 dalam Kushariyanti, 2007).
Melalui pendekatan ini, penulis berharap dapat memaparkan bagaimana konsep
penyakit kronis dan terminal illness, khususnya pada klien anak. Pemaparan secara
menyeluruh yang meliputi definisi, jenis penyakit kronis pada anak, teori keperawatan yang
dapat diaplikasikan, gambaran akan kondisi klien dengan penyakit kronis dan terminal illness
serta normalisasi perawatan pada klien anak dengan penyakit kronis/terminal illnes,
diharapkan mampu untuk menunjang perawat dalam mendapatkan pemahaman dan prinsip
dalam merawat klien anak dengan penyakit kronis dan terminal illness.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 apa saja pengertian dari penyakit kronis dan terminak illness?

1.2.2 apa saja jenis penyakit kronis pada pasien anak?

1.2.3 apa saja teori keperawatan yang dapat dikaitkan dengan penyakit kronis dan terminal

illness?

1.2.4 bagaimanakah kondisi klien anak dengan status penyakit kronis/terminal illness?

1.2.5 bagaimanakah pemecahan masalah dari jurnal/literatur pasien anak dengan penyakit
kronis/terminal illness

1.2.6 bagaimanakah prinsip normalisasi dalam perawatan pasien anak dengan penyakit

kronis?
1.3 Tujuan

1.3.1 untuk mengetahui pengertian dari penyakit kronis dan terminal illness

1.3.2 untuk mengetahui jenis penyakit kronis pada pasien anak

1.3.3 untuk mengetahui teori keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan penyakit

kronis dan terminal ilness

1.3.4 untuk mengetahui kondisi klien dengan status penyakit kronis dan terminal illness

1.3.5 untuk mengetahui pemecahan masalah pasien dengan penyakit kronis/terminal illness

1.3.6 untuk mengetahui prinsip normalisasi dalam perawatan pasien anak dengan penyakit

kronis

1.4 Manfaat

Melalui penugasan ini, penulis membuat paper yang dapat membantu untuk menunjang
pengetahuan yang ada tentang Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit Kronis/Terminal
Illnes, tercapainya tujuan penulisan yang dapat memberikan penjelasan tambahan mengenai
Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit Kronis/Terminal Illnes, dapat digunakan untuk
perbandingan dan pertimbangan bagi penulis lain yang mencoba untuk menyusun makalah
yang berbeda, dan secara umum penyusunan makalah ini diharapkan dapat memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan kita.

Penugasan penugasan paper ini juga dapat memberikan pengalaman secara langsung
kepada kami sebagai mahasiswa dan/ penulis untuk mengetahui lebih dalam mengenai Konsep
Perawatan Anak dengan Penyakit Kronis/Terminal Illnes. Melalui penugasan paper ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih dalam informasi tentang Konsep Perawatan Anak
dengan Penyakit Kronis/Terminal Illnes. Melalui makalah ini diharapkan masyarakat dapat
mengetahui lebih dalam informasi tentang Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit
Kronis/Terminal Illnes.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dari penyakit kronis dan terminak illness


2.1.1 Pengertian penyakit kronis
Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan
yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan
penatalaksnaan jangka panjang.sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar
untuk hidup dengan gejala kecacatan, Sementara juga menghadapi segala bentuk
perubahan identitas yang diakibatkan oleh penyakit.Sebagian lagi mencakup
menjalani perubahan gaya hidup danregimen yang dirancang untuk tetap
menjaga agar tanda dan gejala terkontrol dan untuk dan untuk mencegah
komplikasi.( runner dan Suddarth
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan.
Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness
karena berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit
kronis (Sarafino, 2006)

2.1.2 Pengertian Terminal Illnes


Suatu kondisi dimana pasien sedang menderita sakit ditingkat yang telah mencapai
stadium lanjut sehingga untuk diobati secara medis pun sudah tidak mungkin lagi.

2.2 Jenis jenis penyakit kronis pada anak.


A. Diabetes Mellitus
Berdasarkan World Diabetes Foundation, seorang anak dapat dikatakan menderita
penyakit diabetes mellitus jika mengalami 3 gejala klinis utama sebagai berikut:
- Polifagi (peningkatan frekuensi makan karena rasa lapar yang berlebihan dan
berulang)
- Polidipsi (peningkatan frekuensi minum karena rasa haus yang berlebihan dan
berulang)
- Poliuri (peningkatan frekuensi berkemih, terutama pada malam hari)
B. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi cukup umum terjadi pada anak dan remaja. Anak
yang menderita hipertensi, dapat mengalami gangguan kesehatan untuk jangka
panjang. Hipertensi pada anak, selain diakibatkan oleh faktor genetic, juga dapat
dikaitkan dengan faktor usia, jenis kelamin, dan etnis. Penegakkan diagnosis hipertensi
pada anak ditegakkan setelah dilakukan pengukuran tekanan darah sebanyak 3 kali atau
lebih.

C. Penyakit Jantung Non-Kongenital


Penyakit jantung saat ini tidak hanya umum ditemukan pada orang dewasa saja,
tetapi sudah mulai banyak ditemukan pada usia anak-anak. Walaupun sebagian besar
penyakit jantung pada anak adalah penyakit jantung congenital (bawaan), tetapi tetap
juga didapatkan penyakit jantung non-kongenital (non-bawaan) pada anak. Seperti
pada orang dewasa, penyakit jantung non-kongenital pada anak dapat dilatarbelakangi
beberapa kondisi seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas. Faktor gaya hidup,
termasuk di antaranya konsumsi makanan dengan tinggi lemak, dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya gangguan jantung.

D. Teori keperawatan yang dapat dikaitkan dengan penyakit kronis dan terminal illness
1. Theory of Unpleasant Sympthom (TOUS)
Konsep TOUS dikembangkan oleh Dr. Elisabeth Lenz, Dr. Milligan, Dr.
Suppe, Linda Pugh dan Audrey Gift pada tahun 1997. TOUS memiliki tiga
komponen utama yaitu gejala tidak menyenangkan yang dialami klien, faktor-
faktor yang berpengaruh pada gejala (fisiologis, psikologis, situasional) dan
penampilan (performance) klien (fisik, kognitif dan sosial) yang terpengaruh oleh
adanya gejala.
Teori unpleasant sympthom merupakan teori yang membahas tentang
pengalaman terhadap gejala yang dirasakan serta dampaknya pada penampilan
individu yang berbentuk cara berfikir, sikap tubuh dan bagaimana berhubungan
social. Penampilan individu dapat memberi umpan balik yang mempengaruhi
kembali seseorang terhadap gejala-gejala dan bagaimana memodifikasi factor-
faktor yang mempengaruhinya
Komponen tersebut dikatakan dapat saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga perawat juga harus jeli saat melakukan asuhan keperawatan. Tyler dan
Pugh (2009) menyatakan bahwa TOUS dapat membantu perawat memahami
karakteristik gejala yang dirasakan klien secara lebih gamblang. Selain itu melalui
penerapan TOUS, perawat dapat mengidentifikasi faktor apa saja yang
berhubungan dengan gejala dan faktor mana saja yang saling berinteraksi satu sama
lain. Cooley menyatakan bahwa TOUS merupakan salah satu konsep yang mampu
membantu perawat dalam mengintegrasikan kompleksitas gejala dan interaksi antar
faktor yang mempengaruhi gejala itu sendiri. Konsep TOUS ini telah diaplikasikan
pada beberapa kasus khususnya pada kasus klien penderita kanker.
Teori keperawatan ini tidak hanya membantu klien mengatasi permasalahan
dari aspek fisik saja, namun juga mengatasi ketidaknyamanan dari aspek psikologis
dan situasional sehingga asuhan keperawatan secara komprehensif dapat diberikan
(Park, Nancy, Marilyn, Douglas, & Virginia, 2012). Penyelesaian masalah
keperawatan menggunakan aplikasi Theory of unpleasant sympthom diharapkan
dapat membantu klien mengatasi permasalahannya.
Teori unpleasant symptoms memiliki tiga komponen yaitu gejala yang
merupakan pengalaman secara individu, terdapat faktor yang mempengaruhi gejala
yang dialami dan akibat dari gejala yang dialami. Faktor fisiologis, psikologis dan
situasional merupakan faktor yang mempengaruhi gejala yang dialami seseorang,
sedangkan hasil output dari suatu gejala yang dialami merupakan performance
yang terdiri dari aktivitas fungsional dan kognitif.
Teori ini menanggapi data-data berupa fisiologis, psikologis dan
situasional. Pada fisologis membahas hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala
adalah anatomi fisiologi (perubahan keadaan normal ke arah patologi/perubahan
yang fisiologi terjadi karena perubahan struktur anatomi), genetic dan tindakan-
tindakan yang didapat oleh individu sebagai bentuk penatalaksanaan suatu gejala
seperti kemoterapi, radiasi dan pengobatan-pengobatan. Psikologis terdiri dari
Afektif (perasaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan sensasi gejala yang
dirasakan) dan kognitif (pengetahuan tentang suatu gejala penyakit atau keadaan
tidak normal akan mempengaruhi respon individu tentang ketidakpastian tentang
penyakit atau keadaannya saat ini). Terakhir Faktor Situasional yang terdiri dari
lingkungan sekitar individu; budaya, latar belakang pengalaman, ketersediaan
sumber-sumber, kemampuan keuangan, emosi, ketersediaannya alat-alat yang
membantu akan mempengaruhi respon atau persepsi seseorang terhadap suatu
gejala yang sedang dialaminya. Bentuk konsekuensi dari gejala-gejala yang sedang
dialami oleh seseorang. Saat suatugejala yang dialami individu akan berdampak
pada kemampuan untuk berfungsi baik bergerak, perilaku sosial dan berfikir.
Gejala merupakan fokus utama dari teori unpleasant symptom diartikan
sebagai indikator perubahan dari fungsi normal pasien. Gejala yang dialami
memiliki empat dimensi yaitu intensitas, durasi, distres dan kualitas (Meyrs, 2009).
Gejala yang dialami oleh individu dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain faktor
fisiologi, psikologis dan situasional. Kombinasi atau interaksi lebih dari satu faktor
akan menimbulkan gejala yang berbeda bila dibandingkan dengan hanya satu saja
faktor yang mempengaruhi.
Intensitas merupakan karakteristik yang paling sederhana untuk diukur dari
pasien, contohnya pengukuran skala nyeri. Durasi termasuk frekuensi intermiten
terjadinya gejala, durasi persisten gejala yang muncul terus menerus dan kombinasi
antara frekuensi dan durasi munculnya). Gejala dapat muncul secara intermiten atau
persisten pada masa kronik tetapi beragam dalam hal intensitas gejala yang muncul.
Distres menggambarkan aspek afektif dari gejala yang dialami mengarah
kepada seberapa sering gejala tersebut dialami (Meyrs, 2009). Derajat pengalaman
distres terhadap suatu gejala berhubungan dengan intensitas. Distres dapat
mempengaruhi perhatian individu terhadap gejala yang dialami. Kualitas diartikan
sebagai cara suatu gejala untuk dimanifestasikan atau dirasakan oleh individu
(Meyrs, 2009).
Berdasarkan kualitas dari suatu gejala harus disertai dengan deskripsi
lengkap karena gejala yang sama akan muncul berbeda pada satu penyakit dengan
yang lain atau pada tahap perkembangan dari penyakit tersebut, maka diperlukan
pengkajian dan penyelesaian yang efektif untuk gejalan yang dialami (Lenz &
Pugh, 2008; Meyrs, 2009; Hsiao, 2008; Cobb, 2007). Penggambaran dan
pengukuran dari suatu gejala yang dialami tergantung pada kemampuan pasien
untuk menggambarkan apa yang mereka rasakan. Setiap individu akan berbeda
dalam menggambarkan gejala yang dialaminya tergantung dari bagaimana cara
menggambarkan dan kemampuan menggunakan komunikasi.
 Contoh kasus penerapan aplikasi teori Unpleasant Sympthom pada pasien
anak yang mengalami mual akibat menjalani kemoterapi di Ruang Rawat
non Infeksi di RSCM Jakarta
Salah satu keluhan yang menimbulkan ketidaknyamanan pada anak
kanker adalah mual saat kemoterapi. Mual merupakan salah satu efek
samping pemberian obat kemoterapi yang paling sering muncul karena efek
emetogenik tinggi obat kemoterapi.
Mual dapat terjadi saat dan setelah kemoterapi, bahkan pada
beberapa klien dapat terjadi sebelum kemoterapi. Rasa tidak enak pada area
perut dan tenggorokan akibat mual menjadi keluhan serius bagi anak. Mual
yang terjadi dapat menyebabkan gejala lain seperti penurunan nafsu makan
dan kelemahan akibat menahan mual terus menerus (Wilson &
Hockenberry, 2009).
Saat melakukan aplikasi TOUS, gejala (symptoms) yang muncul
pada ketiga klien adalah mual dengan intensitas yang berbedabeda. Gejala
ini baik secara subyektif maupun obyektif memang dirasakan sebagai gejala
yang mengganggu selama kemoterapi berlangsung. Faktor-faktor yang
mempengaruhi (influencing factors) gejala mual yang dirasakan
diantaranya adalah jenis obat kemoterapi, kondisi psikologis anak serta
dukungan keluarga saat anak merasakan mual. Penampilan akhir
(performance outcomes) klien menunjukkan bahwa nafsu makan klien
berkurang sehingga porsi makan yang dihabiskan pun banyak berkurang.
Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis keperawatan yang
ditemukan diantaranya yaitu mual, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh serta konstipasi. Rencana intervensi ditetapkan guna
mengurangi gejala yang muncul serta meningkatkan penampilan akhir klien
menjadi lebih baik. Melalui konsep TOUS perawat dapat mengasah
kreativitas dan kemampuan berpikir kritis dalam menentukan manajemen
gejala yang tepat diterapkan pada klien. Hal ini dikarenakan konsep TOUS
tidak secara spesifik menyebutkan pelaksanaan manajemen gejala di suatu
tatanan klinik atau pada gejala tertentu sehingga dapat diterapkan pada
seluruh tatanan klinik dan seluruh gejala yang muncul pada klien. (Peterson
& Bredow, 2004; Lenz & Pugh, 2014; Hockenberry & Wilson, 2009).

 Konsep Asuhan Keperawatan dengan teori Unpleasant Sympthom pada


pasien anak dengan mual akibat kemoterapi:
a) Pengkajian
Pada konsep TOUS, tidak dijelaskan secara spesifik mengenai
pengkajian apa saja yang harus dilakukan oleh perawat guna
menerapkan kerangka kerja TOUS. Namun konsep TOUS
menjelaskan bahwa untuk menentukan manajemen gejala yang tepat
bagi klien, perawat harus mempertimbangkan ketiga elemen dalam
TOUS yaitu gejala (symptoms), faktor yang mempengaruhi
(influencing factors) serta penampilan akhir (performance
outcomes) klien. Berdasarkan hal tersebut, dapat diartikan bahwa
pengkajian yang dilakukan oleh perawat untuk menerapkan TOUS
setidaknya terdiri atas ketiga hal tersebut. Penulis juga menyusun
format pengkajian berdasarkan ketiga komponen TOUS untuk
mendapatkan data yang lebih komprehensif terutama pada gejala
mual yang dialami oleh klien.
b) Diagnosa Keperawatan
Pada konsep TOUS, tidak ada ketentuan khusus mengenai
sistematika atau penulisan diagnosis keperawatan, sehingga dapat
menggunakan panduan diagnosis keperawatan yang dikeluarkan
NANDA 2012-2014. Menentukan diagnosis keperawatan
berdasarkan data pengkajian yang telah didapatkan sebelumnya.
Hasil pengkajian dari ketiga elemen dalam konsep TOUS dapat
digunakan sebagai dasar dalam menegakkan diagnosis keperawatan,
jadi tidak terbatas pada gejala yang muncul saja. Selain itu, hasil
pengkajian masing-masing elemen juga dapat menjadi etiologi
untuk diagnosis keperawatan yang ditegakkan oleh perawat. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa ketiga elemen dalam TOUS
memang saling berinteraksi dan memiliki efek timbal balik satu
sama lain (Peterson & Bredow, 2004; Lenz & Pugh, 2014).
c) Intervensi Keperawatan
Penyusunan rencana intervensi keperawatan mengacu pada
manajemen gejala yang dirasakan klien sesuai dengan konsep dalam
TOUS. Rencana intervensi tidak hanya mempertimbangkan aspek
gejala saja, namun juga memperhatikan aspek faktor yang
mempengaruhi dan penampilan akhir klien. Pada contoh
aplikasinya, penulis tidak hanya merencanakan tindakan untuk
mengurangi mual tapi juga merencanakan tindakan untuk
menurunkan terjadinya risiko kekurangan nutrisi pada ketiga klien.
Tujuan yang ditetapkan pada intervensi keperawatan dapat mengacu
pada perbaikan gejala itu sendiri, perubahan pada faktor yang
mempengaruhi serta peningkatan penampilan akhir klien. Pada
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman, tujuan akhir rencana intervensi
adalah memberikan kenyamanan pada klien seoptimal mungkin
meski klien masih merasakan mual. Rasa nyaman antara klien satu
dengan yang lainnya dapat berbeda-beda, sehingga penyusunan
intervensi pun dapat berbeda pula disesuaikan dengan kondisi klien
(Peterson & Bredow, 2004; Lenz & Pugh, 2014; Hockenberry &
Wilson, 2009).
d) Evaluasi Keperawatan
Pada konsep TOUS, evaluasi berfokus pada kemunculan gejala tak
menyenangkan yang dialami klien. Selain itu, TOUS juga
mengungkapkan bahwa perawat perlu mengevaluasi penampilan
akhir klien guna mengetahui apakah kualitas hidup klien secara
umum terganggu atau tidak. Evaluasi hasil dapat dilakukan secara
berkala sesuai dengan perkembangan kondisi klien. Hasil evaluasi
dapat digunakan oleh perawat guna melakukan tindak lanjut
intervensi dan implementasi keperawatan. Selain itu, hasil evaluasi
juga dapat digunakan untuk pengkajian lanjut jika ditemukan gejala
baru atau keluhan baru saat proses perawatan (Peterson & Bredow,
2004; Lenz & Pugh, 2014; Hockenberry & Wilson, 2009).

 Kesimpulan aplikasi Theory of Unpleasant Symptom pada pasien anak


dengan keluhan mual akibat kemoterapi:
Konsep Theory of Unpleasant Symptoms (TOUS) dapat diterapkan
pada asuhan keperawatan pada anak yang mengalami mual akibat
kemoterapi karena anak dengan mual akibat kemoterapi membutuhkan
manajemen gejala yang tepat agar kebutuhan rasa nyaman tetap terpenuhi
meski klien mengalami mual selama kemoterapi. Integrasi konsep TOUS
dalam proses keperawatan dapat melibatkan ketiga elemen utama TOUS
yaitu gejala, faktor yang mempengaruhi serta penampilan akhir klien.
Aplikasi konsep TOUS pada asuhan keperwatan anak hendaknya
memperhatikan aspek tumbuh kembang anak serta aspek psikologis anak.
Salah satu kendala dalam aplikasi konsep TOUS pada klien anak adalah
pada anak usia muda seringkali kurang dapat menggambarkan gejala yang
dirasakan serta kadang kurang tepat dalam menggambarkan perasaan yang
sedang dirasakan. Oleh karena itu, perawat perlu menggunakan serta
mengembangkan berbagai instrumen pengkajian obyektif serta instrumen
pengukuran aspek psikologis anak agar data yang didapatkan menjadi lebih
akurat.
2. Peaceful End of Life Theory
“Peaceful End of Life Theory” dikembangkan oleh Cornelia M. Ruland dan
Shirley M. Moore pada tahun 1998 yang telah banyak digunakan dalam setting
keperawatan palliative (Alligood &Tomey, 2010), lebih menekankan pada 5 aspek
dengan kriteria hasil yang ingin dicapai pada standar perawatan “Peaceful End of
Life Theory” adalah klien dalam menghadapi penyakitnya tidak merasa nyeri, klien
tidak mengalami mual, klien merasa dihormati, klien mendapatkan kenyamanan,
klien merasa damai dan klien tidak merasa sendiri dalam menghadapi kematiannya
(Alligood & Tomey, 2010). Ruland and Moore mengatakan lima konsep diatas
dengan menghormati integritas dari klien dan keluarga merupakan hak kebebasan
untuk mengambil keputusan, nyeri yang dirasakan sebagai pengalaman pribadi dan
emosioanal yang tidak menyenangkan dan damai merupakan perasaan yang tenang
bagi klien, harmonis dan kepuasan serta terbebas dari rasa cemas dan kekhawatiran
serta ketakutan akan kematian. Prinsip Peaceful End of Life Theory adalah
meningkatkan kualitas hidup klien sebelum akhirnya meninggal dengan kualitas
dan iman yang baik (Kinghorn & Gamlin, 2004).
Teori Peacefull End of Life merupakan salah satu teori yang masuk kriteria
middle range teori dengan level yang lebih tinggi (Higgin & Moore, 2000).Teori
ini dikembangkan pertama kali oleh Ruland dan Moore pada tahun 1998, dimana
teori ini memberikan informasi tentang kerangka kerja pada tindakan keperawatan
untuk klien paliatif. Dengan mengadopsi berbagai teori keperawatan yang terkait,
maka Ruland dan Moore mendefinisikan teori tersebut sebagai suatu kondisi
menjelang akhir masa kehidupan yang dijalani dengan penuh kedamaian dengan
beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu terbebas dari rasa nyeri, merasakan
kenyamanan, merasa bermartabat dan merasa dihargai, merasakan kedamaian, dan
merasakan kedekatan yang berarti dengan orang yang sangat bermakna dalam
hidup. Selain berorientasi pada keputusan klien, teori ini juga menekankan
pentingnya peran serta aktif dari keluarga dan kelanjutan dalam perawatan.
 Konsep Peaceful End of Life Theory
Teori .“Peaceful End of Life.” telah diterapkan pada setting
pelayanan keperawatan paliatif. Penerapan teori ini tidak hanya dititik
beratkan pada klien saja, akan tetapi melibatkan keluarganya. Sehingga titik
sentral dari teori ini adalah klien dan keluarga sebagai support system
(Ruland & Moore, 2001 dalam Alligood & Tomey, 2010). Lima konsep
utama yang mendasari teori ini dan dijadikan sebagai filosofi dalam praktik
keperawatan adalah tidak merasa nyeri, merasakan kenyamanan, merasa
bermartabat dan dihargai, merasakan kedamaian dan merasakan kedekatan
dengan orang yang bermakna.
Teori ini dapat diterapkan pada klien kuratif pada stadium 1 dan 2
sampai klien dengan penyakitnya sudah tidak responsif terhadap
pengobatan kuratif, diberikan perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan
penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat
diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga
yang kehilangan atau berduka (Alligood & Tomey, 2010).Teori
keperawatan dari Ruland dan Moore, dapat diterapkan pada klien paliatif
agar dapat terbebas dari nyeri, merasa nyaman, merasa dihargai, merasa
damai, bahkan dapat merasakan kedekatan dengan orang yang bermakna
dalam kehidupannya, dan jika kematian harus terjadi, klien dapat meninggal
dengan damai. Selain itu setting struktur pada teori ini, yaitu bagaimana
keluarga sebagai pendukung bersama profesional perawatan dapat
membantu klien untuk memperoleh pengalaman yang menyenangkan
selama hidupnya (Alligood & Tomey, 2010).
Terdapat beberapa asumsi utama yang diidentifikasi oleh teori yang
dipaparkan oleh Ruland dan Moore (Alligood & Tomey, 2010), yaitu: a.
Perasaan dan pengalaman end of life klien merupakan sesuatu yang bersifat
sangat individual. b.Pelayanan keperawatan berperan penting dalam
menciptakan pengalaman end of life tersebut melalui penerapan asuhan
keperawatan profesional yang bersifat paliatif. c. Keluarga sebagai support
sistem dalam pelayanan keperawatan klien end of life. d. Memaksimalkan
pelayanan demi pencapaian kualitas hidup dan kematian yang penuh
kedamaian.
Ruland dan Moore juga mengidentifikasi lima pernyataan yang
bersifat eksplisit dalam pengembangan peaceful end of life theory (Alligood
& Tomey, 2010), yaitu:1) Mengkaji, mengobservasi dan mengintervensi
sensasi nyeri yang dirasakan oleh klien dengan mengutamakan tindakan
nonfarmakologi untuk mengoptimalkan pengalaman hidup tanpa disertai
rasa nyeri. 2) Mencegah, memantau dan memberikan kenyamanan fisik,
membantu klien untuk dapat beristirahat, mengajarkan teknik relaksasi serta
mencegah komplikasi yang berkontribusi pada peningkatan pengalaman
akan rasa nyaman. 3) Melibatkan klien dan orang terdekat dalam proses
pengambilan keputusan, memperlakukan klien secara bermartabat,
berempati dan bersikap terbuka terhadap pemenuhan kebutuhan klien,
sehingga klien merasa selalu dihargai dan dihormati. 4) Mendukung
perasaan emosi klien, membantu klien akan pemenuhan kebutuhan spiritual
sesuai keyakinannya sehingga klien akan terus merasakan kedamaian
sampai menjelang kematiannya. 5) Memfasilitasi keterlibatan orang-orang
terdekat dalam pelayanan keperawatan klien. Dalam hal ini keluarga
memiliki peran ganda, yaitu sebagai pelaku caregiver, dan yang kedua
adalah sebagai objek perawatan.
Perawat dapat membantu keluarga akan proses penerimaan rasa
berduka, kekhawatiran, dan memberi kesempatan pada keluarga untuk
mengalami kedekatan klien Kelima konsep tersebut dapat berkontribusi
pada akhir kehidupan yang penuh kedamaian. Perawat spesialis dapat
menggunakan teori ini sebagai pendekatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada berbagai setting pelayanan keperawatan, utamanya pada
kondisi menjelang akhir kehidupan, dengan tetap berpegang pada kelima
konsep dalam peaceful end of life theory. Target pencapaian dari teori ini,
yaitu bukan lagi pada proses penyembuhan, namun bagaimana
mengupayakan agar klien memperbaiki kualitas hidupnya dengan lebih
baik. Teori ini juga mencakup faktor-faktor bio-psiko-sosio-spiritual dan
cukup luas digunakan dengan melibatkan klien dan keluarganya dalam
semua komponen proses keperawatan.
2.4. Pemecahan masalah dari jurnal/literatur pasien anak dengan penyakit
kronis/terminal illness

Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia


Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014
Sampai saat ini, penyakit pneumonia merupakan penyebab utama kematian
balita di dunia. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak diakibatkan
oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkulosis.1 Di
Indonesia, pneumonia juga merupakan urutan kedua penyebab kematian pada balita
setelah diare. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) porkan bahwa kejadian
pneumonia sebulan terakhir (pe-riod prevalence) mengalami peningkatan pada
tahun 2007 sebesar 2,1 ‰ menjadi 2,7 ‰ pada tahun 2013. Kematian balita yang
disebabkan oleh pneumonia tahun 2007 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%.2,3
Demikian juga hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), yang
melaporkan bahwa prevalensi pneumonia dari tahun ke tahun terus meningkat,
yaitu 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007.
Menurut definisi, pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli)
yang bersifat akut. Penyebabnya adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia
atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit
lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan
Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah
adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV) dan
para influenza virus.
a. Keluhan fisik Pneumonia pada Anak Balita
Terjadinya pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan
bernapas seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita
pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat
batuk atau bersin. Untuk selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke
saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan
cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh
penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di
sekitar penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena
sekresi saluran pernapasan penderita.
b. Keluhan psikologis Pneumonia pada Anak Balita
Anak mengalami penurunan nafsu makan. Nafsu makan yang berkurang
membuat anak balita lebih jarang merasa lapar, makan lebih sedikit dari
biasanya, atau merasa kenyang meskipun baru makan sedikit sehingga orang
tua susah untuk mengatur pola makan anaknya. Dan kerap anak balita yang
mengalami penyakit Pneumonia mengalami penurunan berat badan karena
faktor psikologisnya.
c. Keluhan sosial Pneumonia pada Anak Balita
Analisis bivariat juga menunjukkan bahwa kepadatan hunian yang buruk
meningkatkan risiko pneumonia pada balita, hal ini karena tingkat kepadatan
hunian yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas rumah yang tidak
sebanding dengan jumlah anggota rumah tangga yang menempatinya. Rumah
yang padat penghuni memungkinkan penularan bakteri, virus penyebab
penyakit pneumonia melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu ke
penghuni rumah lainnya dengan mudah dan cepat. Hasil analisis pada
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cardoso dkk,18 dan Yuwono,19
yang menyatakan bahwa rumah yang tidak memenuhi syarat kepadatan
mempunyai risiko terhadap pneumonia
Risiko pneumonia balita pada rumah tangga dengan tingkat ekonomi rendah
(menengah dan terbawah) lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat ekonomi
tinggi (menengah atas sampai teratas). Hal ini dimungkinkan karena rumah
tangga dengan status ekonomi yang lebih tinggi dapat memiliki kemampuan
lebih baik dalam pemenuhan kebutuhannya, termasuk pemeliharaan kesehatan
(meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan ibu yang
berpendidikan lebih tinggi diharapkan mempunyai informasi dan wawasan
yang lebih baik termasuk dalam pemecahan masalah kesehatan.

d. Keluhan spiritual yang dialami anak dan keluarga


Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien dan keluarga biasa
bergumul dengan isu-isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Kekhawatiran semacam itu telah diamati bahkan pada pasien yang telah dirawat
di rumah sakit.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan terdiri dari klasifikasi data dan analisa data. Pada penyakit
pneumonia, diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam masalah pemenuhan
kebutuhan oksigenasi ialah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas:
mucus berlebih
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler (Herdman & Kamitsuru, 2015)

4. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yaitu suatu rencana tindakan


keperawatan yang dibuat untuk menangani serta mencegan terjadinya komplikasi.
Berikut intervensi yang diberikan berdasarkan Nursing Outcomes Clasification
(Moorhead et al, 2016) dan Nursing Interventions Clasification (Bulechek et al,
2016):
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas: mucus berlebih NOC: Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas
Tujuan: setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan diharapkan bersihan
jalan napas efektif
Kriteria Hasil:
1) Dyspnea tidak ada
2) Suara napas tambahan berkurang atau tidak ada
3) Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
4) Secret berkurang atau tidak ada
5) Batuk produktif berkurang atau tidak ada

NIC: Manajemen Jalan Napas

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda vital


Rasional: Pada anak balita dengan pneumonia mengalami hipertermi,
takikardi dan takipnea yang disebabkan terjadinya infeksi pada
parenkim paru.
2) Posisikan pasien dengan posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler dapat mengurangi sesak
3) Auskultasi area paru, catat area penurunan dan bunyi napas tambahan
Rasional: penurunan aliran udara dapat terjadi pada area paru yang
terdapat eksudat dan juga dapat menimbulkan bunyi napas tambahan
4) Lakukan fisioterapi dada (postural drainage, perkusi, dan vibrasi)
apabila tidak terdapat kontraindikasi
Rasional: fisioterapi dada dapat membantu untuk mengeluarkan secret
yang terdapat pada jalan napas.
5) Lakukan suction
Rasional: Suction dilakukan apabila SPO2 100% tanpa pemasangan
ventilator
6) Lakukan pemberian inhalasi (nebulizer)
Rasional: membantu mempermudah secret untuk keluar
7) Kelola oksigen yang dilembabkan sebagaimana mestinya
Rasional: memenuhi kebutuhan oksigen pasien
8) Instruksikan pada keluarga untuk tidak merokok di lingkungan sekitar
pasien
9) Kolaborasi pemberian obat
BAB III

3.1. Kesimpulan
Jadi dapat di simpulkan bahwa teknologi juga mempengaruhi terhadap
terjangkitnya penyakit kronis, kenapa? Karna teknologi juga dapat mengakibatkan
masalah masalah kronis yang hampir sama melemahkannya seperti yang di rancang
untuk menyembuhkannnya. Sebagai cintoh teknologi sangat meningkatkan angka
bertahan hidup bayi bayi yang sangat premature namun pada saat yang sama
teknologi tersebut juga membuat mereka rentan terhadap komplikasi seperti
ketergantungan terhadap ventilator dan kebutaan.

3.2. Saran

Sebagai calon perawat profesional, alangkah lebih baik nya jika dalam
memberikan asuhan keperawatan menggunakan teknik teknik komonikasi secara
benar dan bijaksana sehingga terciptalah generasi generasi penerus yang
berkualitas
DAFTAR PUSTAKA

Faqih R. 2014. Analisis Terhadap Penerapan Teori Peaceful End of Life Pada Pasien Kanker
Tyroid dan Intervensi Representasional untuk Menurunkan Nyeri [karya ilmiah]. Depok (ID):
Universitas Indonesia

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

Fekadu GA, Terefe MW, Aleme GA. Prevalence of pneumonia among under five children in
Este Town and the surrounding rural Kebeles, Northwest Ethiopia; A Community Based Cross
Sectional Study. Science Journal of Public Health [serial on internet]. 2014 [cited 2014 Jan 5]; 2
(3): 150-5. Available from: http://www.sciencepublishinggroup. com/j/sjph.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian infeksi saluran pernafasan


akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012

. World Health Organization. Pneumonia. Fact sheet N°331 [cited 2013 Nov 13]. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331 /en/2013.

Azhar K, Perwitasari D. Kondisi fisik rumah dan perilaku dengan prevalensi TB paru di Provinsi
DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Utara. Media Litbangkes. 2013; 23 (4):172- 81

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar, laporan akhir tahuin 2010.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2010

Listyowati. Hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada balita di
wilayah kerja puskesmas Tegal Barat, Kota Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat [online]. 2013
[diakses tanggal 15 Mei 2013]. Diunduh dalam: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/ jkm

Anda mungkin juga menyukai