KEPERAWATAN ANAK II
Disusun Oleh :
Kelompok 3 – VA Keperawatan
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.1 apa saja pengertian dari penyakit kronis dan terminak illness?
1.2.3 apa saja teori keperawatan yang dapat dikaitkan dengan penyakit kronis dan terminal
illness?
1.2.4 bagaimanakah kondisi klien anak dengan status penyakit kronis/terminal illness?
1.2.5 bagaimanakah pemecahan masalah dari jurnal/literatur pasien anak dengan penyakit
kronis/terminal illness
1.2.6 bagaimanakah prinsip normalisasi dalam perawatan pasien anak dengan penyakit
kronis?
1.3 Tujuan
1.3.1 untuk mengetahui pengertian dari penyakit kronis dan terminal illness
1.3.3 untuk mengetahui teori keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan penyakit
1.3.4 untuk mengetahui kondisi klien dengan status penyakit kronis dan terminal illness
1.3.5 untuk mengetahui pemecahan masalah pasien dengan penyakit kronis/terminal illness
1.3.6 untuk mengetahui prinsip normalisasi dalam perawatan pasien anak dengan penyakit
kronis
1.4 Manfaat
Melalui penugasan ini, penulis membuat paper yang dapat membantu untuk menunjang
pengetahuan yang ada tentang Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit Kronis/Terminal
Illnes, tercapainya tujuan penulisan yang dapat memberikan penjelasan tambahan mengenai
Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit Kronis/Terminal Illnes, dapat digunakan untuk
perbandingan dan pertimbangan bagi penulis lain yang mencoba untuk menyusun makalah
yang berbeda, dan secara umum penyusunan makalah ini diharapkan dapat memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dan wawasan kita.
Penugasan penugasan paper ini juga dapat memberikan pengalaman secara langsung
kepada kami sebagai mahasiswa dan/ penulis untuk mengetahui lebih dalam mengenai Konsep
Perawatan Anak dengan Penyakit Kronis/Terminal Illnes. Melalui penugasan paper ini
diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih dalam informasi tentang Konsep Perawatan Anak
dengan Penyakit Kronis/Terminal Illnes. Melalui makalah ini diharapkan masyarakat dapat
mengetahui lebih dalam informasi tentang Konsep Perawatan Anak dengan Penyakit
Kronis/Terminal Illnes.
BAB II
PEMBAHASAN
D. Teori keperawatan yang dapat dikaitkan dengan penyakit kronis dan terminal illness
1. Theory of Unpleasant Sympthom (TOUS)
Konsep TOUS dikembangkan oleh Dr. Elisabeth Lenz, Dr. Milligan, Dr.
Suppe, Linda Pugh dan Audrey Gift pada tahun 1997. TOUS memiliki tiga
komponen utama yaitu gejala tidak menyenangkan yang dialami klien, faktor-
faktor yang berpengaruh pada gejala (fisiologis, psikologis, situasional) dan
penampilan (performance) klien (fisik, kognitif dan sosial) yang terpengaruh oleh
adanya gejala.
Teori unpleasant sympthom merupakan teori yang membahas tentang
pengalaman terhadap gejala yang dirasakan serta dampaknya pada penampilan
individu yang berbentuk cara berfikir, sikap tubuh dan bagaimana berhubungan
social. Penampilan individu dapat memberi umpan balik yang mempengaruhi
kembali seseorang terhadap gejala-gejala dan bagaimana memodifikasi factor-
faktor yang mempengaruhinya
Komponen tersebut dikatakan dapat saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga perawat juga harus jeli saat melakukan asuhan keperawatan. Tyler dan
Pugh (2009) menyatakan bahwa TOUS dapat membantu perawat memahami
karakteristik gejala yang dirasakan klien secara lebih gamblang. Selain itu melalui
penerapan TOUS, perawat dapat mengidentifikasi faktor apa saja yang
berhubungan dengan gejala dan faktor mana saja yang saling berinteraksi satu sama
lain. Cooley menyatakan bahwa TOUS merupakan salah satu konsep yang mampu
membantu perawat dalam mengintegrasikan kompleksitas gejala dan interaksi antar
faktor yang mempengaruhi gejala itu sendiri. Konsep TOUS ini telah diaplikasikan
pada beberapa kasus khususnya pada kasus klien penderita kanker.
Teori keperawatan ini tidak hanya membantu klien mengatasi permasalahan
dari aspek fisik saja, namun juga mengatasi ketidaknyamanan dari aspek psikologis
dan situasional sehingga asuhan keperawatan secara komprehensif dapat diberikan
(Park, Nancy, Marilyn, Douglas, & Virginia, 2012). Penyelesaian masalah
keperawatan menggunakan aplikasi Theory of unpleasant sympthom diharapkan
dapat membantu klien mengatasi permasalahannya.
Teori unpleasant symptoms memiliki tiga komponen yaitu gejala yang
merupakan pengalaman secara individu, terdapat faktor yang mempengaruhi gejala
yang dialami dan akibat dari gejala yang dialami. Faktor fisiologis, psikologis dan
situasional merupakan faktor yang mempengaruhi gejala yang dialami seseorang,
sedangkan hasil output dari suatu gejala yang dialami merupakan performance
yang terdiri dari aktivitas fungsional dan kognitif.
Teori ini menanggapi data-data berupa fisiologis, psikologis dan
situasional. Pada fisologis membahas hal-hal yang mempengaruhi timbulnya gejala
adalah anatomi fisiologi (perubahan keadaan normal ke arah patologi/perubahan
yang fisiologi terjadi karena perubahan struktur anatomi), genetic dan tindakan-
tindakan yang didapat oleh individu sebagai bentuk penatalaksanaan suatu gejala
seperti kemoterapi, radiasi dan pengobatan-pengobatan. Psikologis terdiri dari
Afektif (perasaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan sensasi gejala yang
dirasakan) dan kognitif (pengetahuan tentang suatu gejala penyakit atau keadaan
tidak normal akan mempengaruhi respon individu tentang ketidakpastian tentang
penyakit atau keadaannya saat ini). Terakhir Faktor Situasional yang terdiri dari
lingkungan sekitar individu; budaya, latar belakang pengalaman, ketersediaan
sumber-sumber, kemampuan keuangan, emosi, ketersediaannya alat-alat yang
membantu akan mempengaruhi respon atau persepsi seseorang terhadap suatu
gejala yang sedang dialaminya. Bentuk konsekuensi dari gejala-gejala yang sedang
dialami oleh seseorang. Saat suatugejala yang dialami individu akan berdampak
pada kemampuan untuk berfungsi baik bergerak, perilaku sosial dan berfikir.
Gejala merupakan fokus utama dari teori unpleasant symptom diartikan
sebagai indikator perubahan dari fungsi normal pasien. Gejala yang dialami
memiliki empat dimensi yaitu intensitas, durasi, distres dan kualitas (Meyrs, 2009).
Gejala yang dialami oleh individu dipengaruhi oleh tiga faktor antara lain faktor
fisiologi, psikologis dan situasional. Kombinasi atau interaksi lebih dari satu faktor
akan menimbulkan gejala yang berbeda bila dibandingkan dengan hanya satu saja
faktor yang mempengaruhi.
Intensitas merupakan karakteristik yang paling sederhana untuk diukur dari
pasien, contohnya pengukuran skala nyeri. Durasi termasuk frekuensi intermiten
terjadinya gejala, durasi persisten gejala yang muncul terus menerus dan kombinasi
antara frekuensi dan durasi munculnya). Gejala dapat muncul secara intermiten atau
persisten pada masa kronik tetapi beragam dalam hal intensitas gejala yang muncul.
Distres menggambarkan aspek afektif dari gejala yang dialami mengarah
kepada seberapa sering gejala tersebut dialami (Meyrs, 2009). Derajat pengalaman
distres terhadap suatu gejala berhubungan dengan intensitas. Distres dapat
mempengaruhi perhatian individu terhadap gejala yang dialami. Kualitas diartikan
sebagai cara suatu gejala untuk dimanifestasikan atau dirasakan oleh individu
(Meyrs, 2009).
Berdasarkan kualitas dari suatu gejala harus disertai dengan deskripsi
lengkap karena gejala yang sama akan muncul berbeda pada satu penyakit dengan
yang lain atau pada tahap perkembangan dari penyakit tersebut, maka diperlukan
pengkajian dan penyelesaian yang efektif untuk gejalan yang dialami (Lenz &
Pugh, 2008; Meyrs, 2009; Hsiao, 2008; Cobb, 2007). Penggambaran dan
pengukuran dari suatu gejala yang dialami tergantung pada kemampuan pasien
untuk menggambarkan apa yang mereka rasakan. Setiap individu akan berbeda
dalam menggambarkan gejala yang dialaminya tergantung dari bagaimana cara
menggambarkan dan kemampuan menggunakan komunikasi.
Contoh kasus penerapan aplikasi teori Unpleasant Sympthom pada pasien
anak yang mengalami mual akibat menjalani kemoterapi di Ruang Rawat
non Infeksi di RSCM Jakarta
Salah satu keluhan yang menimbulkan ketidaknyamanan pada anak
kanker adalah mual saat kemoterapi. Mual merupakan salah satu efek
samping pemberian obat kemoterapi yang paling sering muncul karena efek
emetogenik tinggi obat kemoterapi.
Mual dapat terjadi saat dan setelah kemoterapi, bahkan pada
beberapa klien dapat terjadi sebelum kemoterapi. Rasa tidak enak pada area
perut dan tenggorokan akibat mual menjadi keluhan serius bagi anak. Mual
yang terjadi dapat menyebabkan gejala lain seperti penurunan nafsu makan
dan kelemahan akibat menahan mual terus menerus (Wilson &
Hockenberry, 2009).
Saat melakukan aplikasi TOUS, gejala (symptoms) yang muncul
pada ketiga klien adalah mual dengan intensitas yang berbedabeda. Gejala
ini baik secara subyektif maupun obyektif memang dirasakan sebagai gejala
yang mengganggu selama kemoterapi berlangsung. Faktor-faktor yang
mempengaruhi (influencing factors) gejala mual yang dirasakan
diantaranya adalah jenis obat kemoterapi, kondisi psikologis anak serta
dukungan keluarga saat anak merasakan mual. Penampilan akhir
(performance outcomes) klien menunjukkan bahwa nafsu makan klien
berkurang sehingga porsi makan yang dihabiskan pun banyak berkurang.
Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis keperawatan yang
ditemukan diantaranya yaitu mual, risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh serta konstipasi. Rencana intervensi ditetapkan guna
mengurangi gejala yang muncul serta meningkatkan penampilan akhir klien
menjadi lebih baik. Melalui konsep TOUS perawat dapat mengasah
kreativitas dan kemampuan berpikir kritis dalam menentukan manajemen
gejala yang tepat diterapkan pada klien. Hal ini dikarenakan konsep TOUS
tidak secara spesifik menyebutkan pelaksanaan manajemen gejala di suatu
tatanan klinik atau pada gejala tertentu sehingga dapat diterapkan pada
seluruh tatanan klinik dan seluruh gejala yang muncul pada klien. (Peterson
& Bredow, 2004; Lenz & Pugh, 2014; Hockenberry & Wilson, 2009).
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan terdiri dari klasifikasi data dan analisa data. Pada penyakit
pneumonia, diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam masalah pemenuhan
kebutuhan oksigenasi ialah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas:
mucus berlebih
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler (Herdman & Kamitsuru, 2015)
Intervensi:
3.1. Kesimpulan
Jadi dapat di simpulkan bahwa teknologi juga mempengaruhi terhadap
terjangkitnya penyakit kronis, kenapa? Karna teknologi juga dapat mengakibatkan
masalah masalah kronis yang hampir sama melemahkannya seperti yang di rancang
untuk menyembuhkannnya. Sebagai cintoh teknologi sangat meningkatkan angka
bertahan hidup bayi bayi yang sangat premature namun pada saat yang sama
teknologi tersebut juga membuat mereka rentan terhadap komplikasi seperti
ketergantungan terhadap ventilator dan kebutaan.
3.2. Saran
Sebagai calon perawat profesional, alangkah lebih baik nya jika dalam
memberikan asuhan keperawatan menggunakan teknik teknik komonikasi secara
benar dan bijaksana sehingga terciptalah generasi generasi penerus yang
berkualitas
DAFTAR PUSTAKA
Faqih R. 2014. Analisis Terhadap Penerapan Teori Peaceful End of Life Pada Pasien Kanker
Tyroid dan Intervensi Representasional untuk Menurunkan Nyeri [karya ilmiah]. Depok (ID):
Universitas Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Fekadu GA, Terefe MW, Aleme GA. Prevalence of pneumonia among under five children in
Este Town and the surrounding rural Kebeles, Northwest Ethiopia; A Community Based Cross
Sectional Study. Science Journal of Public Health [serial on internet]. 2014 [cited 2014 Jan 5]; 2
(3): 150-5. Available from: http://www.sciencepublishinggroup. com/j/sjph.
. World Health Organization. Pneumonia. Fact sheet N°331 [cited 2013 Nov 13]. Available
from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331 /en/2013.
Azhar K, Perwitasari D. Kondisi fisik rumah dan perilaku dengan prevalensi TB paru di Provinsi
DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Utara. Media Litbangkes. 2013; 23 (4):172- 81
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar, laporan akhir tahuin 2010.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2010
Listyowati. Hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada balita di
wilayah kerja puskesmas Tegal Barat, Kota Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat [online]. 2013
[diakses tanggal 15 Mei 2013]. Diunduh dalam: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/ jkm