Dosen Pembimbing :
Magdalena, A., M. Kes
Kelompok 4 :
1. Deviana Nur Agustin NIM : P07131214085
2. Noor Minawati NIM : P07131213141
3. Syarifah Sofia Nurhuda NIM : P07131214116
PROGRAM DIPLOMA IV
JURUSAN GIZI
BANJARBARU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting dalam memasuki era
globalisasi karena secara langsung akan berpengaruh terhadap kualitas SDM
di suatu negara, umur harapan hidup dan tingkat pendidikan. Tingkat
pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang yang sehat dan
memiliki status gizi baik. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang
bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan
gizi dalam keluarga maupun pelayanan gizi pada individu yang karena suatu
hal harus tinggal di suatu institusi kesehatan, diantaranya rumah sakit
(Depkes, 2005).
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan kegiatan terpadu dalam
pelayanan kesehatan rumah sakit.Salah satu pelayanannya adalah pelayanan
rawat inap, pelayanan gizi ini disesuaikan dengan keadaan individu dan
berdasarkan status gizi, anamnesa dan status metabolisme tubuh.Dengan
memberikan terapi pada makanan dan disesuaikan dengan jenis penyakit
pasien. Keadaan gizi pasien mempunyai peranan penting dalam proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya perjalanan penyakit dapat berpengaruh
pada keadaan gizi seseorang.
Gangguan obstruktif dan1 restriktif pada paru-paru merupakan salah
satu penyebab kematian di dunia. Gangguan ini menyebabkan kematian di
Amerika Serikat 10.000-20.000 orang pertahun. Di Indonesia penyakit asma,
bronkitis kronik dan empisema atau sekarang lebih dikenal dengan penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK) menempati peringkat 5 penyebab kesakitan
utama (Survey Kesehatan Rumah Tangga,1986). Penyakit ini juga menempati
peringkat 6 dari 10 penyebab kematian tersering (Survey Kesehatan Rumah
Tangga,1992). PPOK termasuk empisema dan bronchitis kronik mempunyai
banyak gejala, salah satunya adalah dyspnea (Fauci,2008). Dyspnea adalah
keadaan dimana penderita mengalami kesulitan bernafas. Hal ini dapa
tdisebabkan adanya sumbatan pada jalan pernafasan (Fauci,2008). Dyspnea
ini menimbulkan suatu keadaan yang tidak nyaman bagi penderita
PPOK,yang sering timbul akibat dari kebiasaan merokok. Gejala ini juga
timbul pada penderita penyakit asma (Fauci, 2008).
Edema paru akut (EPA) adalah akumulas cairan di paru-paru yang
terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravascular
2
yang tinggi (edema paru kardia) atau karena peningkatan permeabilitas
membrane kapiler (edema paru non cardiak)yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara
dialveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Pada sebagian besar
edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut diatas, sebab
sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas tanpa adanya gangguan pada
mikrosirkulasi atau sebaliknya.Walaupun demikian penting sekali untuk
menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua mekanisme tersebut
sebagai pedoman pengobatan. EPA adalah suatu keadaan gawa tdarurat
dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4
juta penderita edema paru didunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema
paru yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. DiAmerika
Serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita edema. Di Jerman 6 juta
penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat
perhatian dari perawat didalam merawat klien edema paru secara
komprehensif biopsikosocial dan spiritual.
Penyakit edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun
1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga
sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali
ditemukan, jumlah kasus menunjukan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998
dengan incidence rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%.
Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 19,24 (tahun
2002) dan 23,87 (tahun 2003).
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya
kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG)<60mL/menit dalam
waktu 3 bulan atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-
angsur dan irreversible yang akan berkembang terus menjadi gagal ginjal
terminal. Adanya kerusakan ginjal tersebut dapat dilihat dari kelainan yang
terdapat dalam darah, urin, pencitraan, atau biopsi ginjal. CKD merupakan
masalah kesehatan yang mendunia dengan angka kejadian yang terus
3
meningkat, mempunyai prognosis buruk,dan memerlukan biaya perawatan
yang mahal.Di negara-negara berkembang CKD lebih kompleks lagi
masalahnya karena berkaitan dengan sosiol-ekonomi dan penyakit-penyakit
yang mendasarinya. Perjalanan penyakit CKD tidak hanya terjadi gagal ginjal
tetapi juga dapat terjadi komplikasi lainnya karena menurunnya fungsi ginjal
dan penyakit kardiovaskular
Peningkatan prevalens penderita CKD dari 13,8% menjadi 15,8%
pada populasi dewasa dilaporkan oleh US Renal Data System tahun 2007,
sedangkan pada populasi anak kejadian CKD <2% dari populasi dewasa.
Prevalens CKD pada anak adalah 18 per 1 juta populasi anak. Jumlah
penderita CKD yang dilakukan dialysis dan transplantasi ginjal diproyeksikan
meningkat dari 340.000 pada tahun 1999 menjadi 651.000 pada tahun 2010.
Mortalitas penderita dengan GGT meningkat 10-20 kali dibandingkan
populasi umum.
Bukti-bukti terbaru menunjukkan bahwa perjalanan penyakit CKD
tersebut dapat diperbaiki dengan melakukan deteksi dini dan memberikan
penanganan yang lebih awal. The National Kidney Foundation (NKF)
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) tahun 2002
mengembangkan clinical practice guidelines on CKD yang memuat mengenai
batasan, stadium, penilaian klinis berdasarkan hasil laboratorium, dan
membagi tingkatan risiko akibat penurunan fungsi ginjal. Tujuan guidelines
ini agar dapat diterima secara universal dan dapat memberikan
penanganan yang optimal bagi penderita CKD.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan Nutrition Care Process
(NCP) sesuai dengan keadaan pasien.
1.2.2 Tujuan Khusus
a Mahasiswa dapat mengidentifikasi identitas pasien secara lengkap.
b Mahasiswa dapat melakukan skrining gizi.
c Mahasiswa dapat menggali riwayat penyakit pasien.
d Mahasiswa dapat melakukan nutrition assessment
e Mahasiswa dapat melakukan diagnosis gizi.
f Mahasiswa dapat melakukan nutrition intervention planning.
4
g Mahasiswa dapat melakukan perencanaan menu.
h Mahasiswa dapat melakukan nutrition implementation.
i Mahasiswa dapat melakukan monitoring dan edukasi.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Sebagai sarana menerapkan pelajaran yang telah ditetapkan
khususnya dalam bidang Konsep NCP dan sebagai tambahan
pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan gizi bagi
pasien rumah sakit.
1.3.2 Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan evaluasi dalam memberikan pelayanan gizi
pada pasien rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dispnea
2.1.1 Definisi Dispnea
Perasaan yang bersifat subjektif berupa kesulitan (merasa tidak enak,
merasa tidak nyaman) disaat bernafas. Sinonim lain yang dipergunakan pada
dyspnea adalah shortness of breath merupakan keluhan yang sering
dikemukakan oleh pasien. Dispnea berarti penderitaan mental yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan ventilasi untuk memenuhi kebutuhan
udara.Atau air hunger.
Meskipun merasa tidak nyaman, dyspnea bukanlah sensasi seperti rasa
sakit yang harus diusahakan pasien untuk menguranginya, justru pada dyspnea
(sesak nafas) penderita tetap berusaha untuk tetap bernafas walaupun
5
mengerahkan seluruh perangkat organ yang terlibat dalam sistem pernafasan.
Semua orang dapat mengalami rasa ingin untuk meningkatkan kemampuan
bernafasnya terlebih bila seseorang tersebut melakukan aktivitas yang
melebihi kadar normal, misalnya di saat olah raga baik pada latihan sudah
mencapai ukuran maksimal atau di saat akan mencapai maksimal. Sesak nafas
(dyspnea) hendaklah dibedakan dari tachypnea dan hyperpnea. Di sini secara
objektif dapat ditemukan adanya peningkatan tidal volume dan ventilasi
menit.
a. Faktor lingkungan.
1) Udara dingin dan lembab.
2) Serbuk sari bunga (pollen) dan partikel lain.
3) Bekerja di lingkungan berdebu atau asap dapat memicu sesak nafas
berkepanjangan.
4) Polusi pada saluran hidung disebabkan pula oleh rokok yang dengan
langsung dapat mengurangi suplai oksigen.
6
c. Susunan tulang atau otot tegang pada punggung bagian atas akan
menghambat sensor syaraf dan bioenergi dari dan menuju paru-
paru.
d. Ketidakstabilan emosi.
1) Orang-orang yang gelisah, depresi, ketakutan, rendah diri cendertung
untuk sering menahan nafas. Atau justru menarik nafas terlalu sering
dan dangkal sehingga terengah-engah.
2) Dalam waktu yang lama, kebiasaan ini berpengaruh terhadap
produksi kelenjar adrenal dan hormon, yang berkaitan langsung
dengan sistem pertahanan tubuh.
e. Kelainan pembuluh darah.
1) Kelainan yang gejalanya seperti mendengkur atau napasnya bunyi
(stridor), yang dinamakan dengan vascular ring.
2) Adanya pembuluh darah jantung yang berbentuk seperti cincin
(double aortic arch) yang menekan jalan napas dan jalan makan.
f. Kelainan pada jalan napas/trakea.
Kelainan bawaan/kongenital ini pun paling banyak ditemui pada
bayi. Gejalanya, napas sesak dan napas berbunyi grok-grok. Kelainan
ini terjadi karena adanya hubungan antara jalan napas dengan jalan
makanan/esophagus. Kelainan ini dinamakan dengan trackeo esophageal
fistula.
Disamping bentuk dyspnea yang di atas ada pula bentuk dyspnea
yang terjadi pada kondisi (keadaan) tertentu, namun penyakit yang
mendasarinya tetap bersumber pada kelainan pulmonal atau non-
pulmonal.
Tiga faktor yang sering menyertai sensasi dispnea, yaitu :
Kelainan gas-gas pernafasan dalam cairan tubuh, terutama
hiperkapnia dan hipoksia
Jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapasan untuk
menghasilkan ventilasi yang memadai
Keadaan pikiran orang tersebut.
Seseorang menjadi sangat dispnea terutama akibat pembentukan
karbon dioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh. Namun, pada suatu
waktu, kadar karbon dioksida dan oksigen dalam cairan tubuh dalam
batas normal, tetapi untuk mencapai gas-gas ini dalam batas normal,
orang tersebut harus bernapas dengan kuat. Pada keadaaan seprti ini,
7
aktivitas otot-otot pernapasan yang kuat seringkali memberi sensasi
dispnea pada orang tersebut.
2.1.3 Mekanisme
Pengetahuan tentang sensor yang dipergunakan dan fungsi yang
terintegrasi dari otak diperlukan sekali untuk memahami mekanisme
terjadinya sesak nafas (dyspnea). Elemen berikut ini haruslah ada untuk
menganalisa terjadinya dyspnea tersebut, yaitu : reseptor sensoris, koneksi
neurologi ke otak, pusat integrasi pada otak yang memproses informasi,
koneksi kortikal dalam menginterpretasikan sensasi yang dirasakan, di bawah
ini dipaparkan tentang rangkaian stimulasi yang dapat menyebabkan atau
membantu terjadinya sesak nafas (dyspnea), dinyatakan secara urutan
numerikal sebagai berikut :
Rangsangan (kimia, thermal, psikis, fisis dan sebagainya).
Reseptor iritan pada parenkhime paru dan saluran nafas.
Juxta capillary receptor pada interstitial alveoli akan merespon perubahan
pada compliance.
Otot pada dinding dada, persendian, costosternal junction dan diafragma
memberikan respon berupa regangan, gerakan dan propriosepsi.
Carrotid bodi atau pusat respirasi pada CNS akan aktif melalui beberapa
kombinasi rangsangan seperti hypercapnea, hypoxemia dan acidosis.
Tanpa memperhatikan alat sensor yang dipakai, pathway koneksi ke otak
adalah nervus vagus dan nervus phrenicus akan menuju RAS pada brain
stem.
8
Kenaikan ventilasi paru yang mendadak saat kita naik ke tempat tinggi
akan menghilangkan sejumlah besar karbon dioksida, sehingga PCO2 turun
dan meningkatkan pH cairan tubuh. Semua perubahan itu akan menghambat
pusat pernapasan batang otak dan dengan demikian melawan efek PO2 yang
rendah untuk merangsang pernapasan menggunakan kemoreseptor
pernapasan perifer di badan carotid dan badan aortic. Namun, efek hambatan
ini perlahan-lahan hilang dalam waktu 2 sampai 5 hari, sehingga pusat
pernapasan dapat mengadakan respon maksimal terhadap rangsangan
kemoreseptor sebagai akibat dari hipoksia, dan ventilasi meningkat sekitar 5
kali normal.
9
c. Talking dyspnea
Terjadi saat penderita sedang berbicara
d. Dyspnea on exertion
Terjadi pada saat atau setelah penderita melakukan aktifitas fisik
e. Dyspnea neurogenik
Dimana fungsi pernafasan sedah normal tetapi tetap masih merasakan
dyspnea ringan karena perasaannya masih abnormal.
f. Acute pulmonary dypsnea
g. Akumulasi cairan alveoli akibat tekanan tinggi kapiler pulmonary
Skala Dyspnea.
10
melakukan aktivitas yang lebih berat.Pada waktu naik tangga atau
mendaki, sesak napas mulai terasa, tetapi bila berjalan di jalan yang datar
tidak sesak.Sebaiknya penderita bekerja pada kantor/tempat yang tidak
memerlukan tenaga lebih banyak atau pada pekerjaan yang tidak
berpindah-pindah.
Sesak Napas Tingkat III
Sesak napas sudah terjadi bila penderita melakukan aktivitas sehari-hari,
seperti mandi atau berpakaian, tetapi penderita masih dapat melakukan
tanpa bantuan orang lain. Sesak napas tidak timbul di saat penderita
sedang istirahat.Penderita juga masih mampu berjalan-jalan di daerah
sekitar, walaupun kemampuannya tidak sebaik orang-orang sehat
seumurnya.Lebih baik penderita tidak dipekerjakan lagi, mengingat
penyakit cukup berat.
Sesak Napas Tingkat IV
Penderita sudah sesak pada waktu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari
seperti mandi, berpakaian dan lain-lain sehingga tergantung pada orang
lain pada waktu melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas belum
tampak waktu penderita istirahat, tetapi sesak napas sudah mulai timbul
bila penderita melakukan pekerjaan ringan sehingga pada waktu mendaki
atau berjalan-jalan sedikit, penderita terpaksa berhinti untuk istirahat
sebentar.Pekerjaan sehari-hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa.
Sesak Napas Tingkat V
Penderita harus membatasi diri dalam segala tindakan atau aktivitas sehari-
hari yang pernah dilakukan secara rutin.
Keterbatasan ini menyebabkan penderita lebih banyak berada di tempat
tidur atau hanya duduk di kursi. Untuk memenuhi segala kebutuhannya,
penderita sangat tergantung pada bantuan orang lain.
11
2.2 Edema Paru Akut
2.2.1 Definisi Edema Paru Akut
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba
akibat peningkatan tekanan intravaskular.Edema Paru Akut (Kardiak) adalah
pembengkakan dan/atau akumulasi cairan dalam paru.Hal ini dapat
menyebabkan terganggunya pertukaran gas dan dapat menyebabkan gagal
napas.Edema Paru dapat terjadi akibat kegagalan jantung memindahkan
cairan dari sirkulasi paru (Edema Paru Kardiogenik) atau akibat trauma
langsung pada parenkim paru (Edema Paru Non-Kardiogenik).Pengobatan
tergantung dari penyebab, tapi lebih menitikberatkan pada memaksimalkan
fungsi respirasi dan menyingkirkan penyebab.
Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena
meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Akut (Kardiak)
menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru
dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri
melebihi keluaran ventrikel kiri.
2.2.2 Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes
keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan.Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan
dalam pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein
dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah
yang tidak megandung segala sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di
paru-paru.Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada
paru-paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang
disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah
yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar.Alveoli normalnya mempunyai dinding
yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan
12
biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya.
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai
gantinya udara.Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan
pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan
bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.Adakalanya, ini dapat
dirujuk sebagai air dalam paru-paru ketika menggambarkan kondisi ini
pada pasien-pasien.Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-
faktor yang berbeda.Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,
disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-
sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
2.2.3 Etiologi
a. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
Peningkatan tekanan kapiler paru :
1) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
2) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary
edema).
Penurunan tekanan onkotik plasma.
1) Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal,
hati, protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau
penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
2) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory
volume (asma).
Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
1) Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
13
b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome)
1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
2) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon,
NO2, dsb).
3) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
4) Aspirasi asam lambung.
5) Pneumonitis radiasi akut.
6) Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
7) Disseminated Intravascular Coagulation.
8) Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
9) Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10) Pankreatitis Perdarahan Akut.
c. Insufisiensi Limfatik
1) Post Lung Transplant.
2) Lymphangitic Carcinomatosis.
3) Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
2.2.4 Gejala
Gejala-gejalanya dapat terjadi atas :
Gejala yang ditimbulkan oleh kegagalan jantung untuk memenuhi
oksigenasi pada jaringan tubuh terutama cerebral, koroner dan ginjal.
a. Cardiac asma, sesak terjadi secara tiba-tiba biasanya bersifat nocturnal
dan orthopnoe, berkeringat dingin, wheezing dapat terdengar pada
seluruh paru, batuk-batuk dengan expectorasi disebabkan oleh karena
congestive paru. Kadang-kadang terdapat hemoptysis sehingga
menyebabkan terjadinya bloody sputum.
b. Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan cardiac output
sehingga timbul stuper, coma atau mental depresi.
c. Gejala-gejala cardiovaskuler dapat timbul suatu shock syndrome oleh
karena penurunan cardiac output dengan berbagai gejala cardiogenic
shock ditandai dengan tachycardia, auriculas flutter atau uriculas
fibrilasi.
Berkumpulnya berbagai zat oleh karena kegagalan fungsi transportasi
pembawa zat sisa.
a. Berkurangnya substrat yang dipengaruhi jaringan terutama glukosa
sehingga jaringan dalam hal ini mempergunakan cadangan energi
14
ataupun sumber energi yang lainnya misalnya lemak dan protein.
Kekurangan substrat ini hanya terjadi bila kegagalan aliran darah.
b. Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang disebabkan
oleh dua hal yaitu
Peranan mikro sirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan makanan
tidak sempurna.
Fungsi exkresi dari ginjal tidak sempurna.
Kedua hal ini disebabkan oleh karena gangguan dalam hubungan
hemodinamik dimana transportasi zat dipengaruhi oleh hukum
Vick dan hipotesa Starling. Gejala-gejala retensi dari zat sisa yang
terjadi ialah tingginya kadar ureum darah yang dapat
diklarifikasikan sebagai prerenal failure.
15
Pada stadium ini terjadi edema alveolar.Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia.Penderita nampak sesak sekali dengan
batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.Pada keadaan ini morphin
hams digunakan dengan hati-hati.
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru.Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi
arteria koronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal,
yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin sebelumnya.
Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut
dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun
tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa
penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh
karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
16
menurunnya kecepatan penyaringan ini, kadar urea darah meningkat dan
nefron yang masih berfungsi (yang tersisa) akan mengalami hipertofi.
17
2.3.4 Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) akan menimbulkan gangguan pada
berbagai sistem atau organ tubuh, antara lain :
1. Gangguan pada Sistem Gastrointestinal
Gangguan yang dialami dapat berupa:
Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus. Gangguan ini juga terjadi karena
terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti
ammonia dan metal guanidine, serta sembabnya mukosa usus.
Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur
diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas
berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan
parotitis.
Cegukan (hiccup), sebabnya yang pasti belum diketahui, dan lain-
lain.
2. Gangguan pada Kulit
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom serta gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin
uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.Selain itu juga timbul
gangguan seperti ekimosis akibat gangguan hematoligik dan timbul bekas-
bekas garutan pada kulit akibat garukan karena gatal.
3. Gangguan pada Sistem Hematologik34
4. Anemia normokrom, normositer.
Dapat disebabkan oleh karena berkurangnya produksi eritropoetin
sehingga rangsangan pada sumsum tulang menurun, hemolisis, defisiensi
besi dan asam folat, perdarahan pada saluran pencernaan dan kulit, serta
fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
5. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
Hal ini disebabkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang
berkurang serta menurunnya faktor trombosit III dan ADP (adenosine
difosfat).Gangguan ini juga dikarenakan masa perdarahan yang
memanjang.
6. Gangguan fungsi leukosit.
Gangguan ini dapat berupa hipersegmentasi leukosit, fagositosis dan
kemotaksis berkurang.Terjadi penurunan fungsi limfosit sehingga tingkat
imunitas menurun.
7. Gangguan pada Sistem Saraf dan Otot
18
Restless leg syndrome. Penderita merasa pegal di tungkai bawah dan
selalu menggerakkan kakinya.
Burning feat syndrome. Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama
di telapak kaki.
Ensefalopati metabolik. Badan lemas, tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi, tremor dan kejang-kejang.
Miopati. Kelemahan dan hipotropi otot-otot.
8. Gangguan pada Sistem Kardiovaskular
Gangguan yang timbul berupa hipertensi, nyeri dada serta sesak
nafas.Gangguan irama jantung juga terjadi akibat aterisklerosis dini serta
edema akibat penimbunan cairan.
9. Gangguan pada Sistem Endokrin
Gangguan pada sistem ini berupa gangguan seksual seperti libido, fertilitas
dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosterone dan
spermatogenesis yang menurun, sedangkan pada wanita timbul gangguan
menstruasi dan gangguan ovulasi. Gangguan lain dapat berupa gangguan
toleransi glukosa, metabolisme lemak dan metabolisme vitamin D.
10. Gangguan Cairan dan Natrium
Kekurangan air (dehidrasi) dan kekurangan garam (penurunan volume
cairan ekstraseluler) adalah dua kelainan utama dan sering terjadi pada
GGK. Kelainan ini bersifat reversible dan apabila koreksi tidak segera
dilaksanakan akan merupakan tahap pertama dari rangkaian kelainan yang
akan menurunkan faal ginjal. Hidrasi dapat dipertahankan dengan
pemberian 3 liter air, sehingga urin yang terbentuk sekitar 2 - 2,5 liter.
Natrium perlu dibatasi, karena natrium dipertahankan dalam tubuh
walaupun faal ginjal sudah menurun.
2.4 Hipertensi
2.4.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang).7 Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi
berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang.Faktor pemicu hipertensi
19
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis
kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung
natrium dan lemak jenuh.
Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan
jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang
berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan
jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian.Hipertensi atau yang
disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling
berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular).
20
dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor
yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.
Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom
Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan, dan lain-lain.
2.4.3 Patofisiologi
21
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis
merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh
darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah
seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh
darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan
tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi
luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ
atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam
pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah
vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.
Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE).Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan
ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak.Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
22
dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah.
BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA
23
Jenis data studi kasus ini meliputi :
a. Data primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara
langsung oleh peneliti.Data primer ini meliputi data
antropometri, data riwayat gizi, keluhan atau perkembangan fisik
serta data kebiasaan makan dan asupan makan pasien.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak
lain. Dalam studi kasus ini data sekunder diperoleh dari data
rekam medik, meliputi data identitas pasien, keluhan utama, hasil
pemeriksaan fisik dan klinis, hasil pemeriksaan laboratorium,
data riwayat penyakit dan diagnosa medik.
3.2.2 Cara pengumpulan data
a. Data antropometri diperoleh melalui pengukuran secara langsung
terhadap pasien.
b. Data riwayat gizi diperoleh melalui wawancara terhadap pasien
dan keluarga.
c. Data asupan makan dan kebiasaan makan pasien diperoleh
melalui wawancara dan observasi langsung terhadap pasien.
d. Data status/keadaan pasien didapat dari catatan rekam medik.
24
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.2 Skrining
Tabel 1. Skrining Awal
Parameter Skor
Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang
1.
tidak direncanakan?
Tidak 0
25
Tidak yakin (ada tanda : baju longgar) 2
Ya, ada penurunan BB sebanyak :
1-5 kg 1
6-10 kg 2
11-15 kg 3
>15 k 4
Tidak tahu berapa kg penurunannya 2
Apakah asupan makan pasien berkurang karena penurunan
2.
nafsu makan / kesulitan menerima
Tidak 0
Ya 1
Total Skor 2
26
sekarang RSUD yang berada di Amuntai dengan
diagnosa CKD. Setelah dilakukan
diagnosa lebih lanjut , pasien diketahui
juga menderita Dispnea, Odema Paru
Akut, CKD stage 5
Kesimpulan :
Berdasarkan perhitungan LILA/U, dapat diketahui bahwa status gizi
pasien baik.
4.2.2 Biokimia
27
MCHC 23 38 g/dl
PCO2 35 45 mmHg
PO2 > 85 mmHg
Leukosit 1-5/hpf -
Eritrosit 0-2/hpf -
Silinder Negatif -
Epitel Negatif -
Bakteri Jumlah kuman < -
10.000/ml urin
Klorida 98-109 mEq/L 107 (normal)
SGPT <47 U/L 48 (tinggi)
Ureum 10-50 mg/dl 79 (tinggi)
Bilirubin Negatif -
Nitrit Negatif -
Urogilinogen 0,1-1,0 -
Lain lain - -
Sumber Rekam Medik No. : 1-20-83-XX April 2017
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dilaksanakan pada
saat pasien masuk RS (tanggal 11 April 2017), dapat diketahui bahwa yang
bermasalah yaitu Hb rendah menunjukan pasien mengalami anemia,
kreatinin tinggi menunjukan adanya gangguan pada fungsi ginjal, SGPT
tinggi menandakan adanya masalah pada organ hati, empedu, atau jantung,
Ureum tinggi menunjukan adanya ginjal yang tidak berfungsi dengan
normal.
4.2.3 Fisik/Klinis
Fisik :
Data Fisik 11/04/2017 Keterangan
Compos Mentis + -
Mual + -
Muntah + -
Lemah + -
Batuk - -
Pusing + -
Ulkus - -
Susah menelan + -
Susah mengunyah + -
Kesimpulan :
28
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara fisik yang dilaksanakan pada
saat pasien masuk RS (tanggal 11 April 2017), dapat diketahui bahwa
keadaan umum pasien composmentis disertai pusing, mual, muntah, lemah,
adanya kesusahan menelan dan mengunyah.
Klinis :
Pemeriksaan Normal 11/04/2017
Tekanan Darah 120/80 mmHg 190/100 mmHg ()
Suhu 36oC -37oC 37 oC (N)
Nadi 60-100x/menit 100x/menit ()
Sumber Rekam Medik No. : 1-20-83-XX April 2017
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang dilaksanakan pada saat
pasen masuk RS (tanggal 11 April 2017), dapat diketahui bahwa tekanan
darah pasien tinggi.
Keterangan :
Pasien tidak mengonsumsi makanan dari RS, tetapi mengonsumsi
makanan dari luar.
Pagi :
Bubur: Beras (28 gr)
Telur rebus ( 30 gr)
Siang :
Roti Putih (35 gr)
Selai (10 gr)
Jumlah asupan berdasarkan kebutuhan pasien (individu) pada tanggal 12
April 2017 :
29
Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) KH (g)
Asupan 236,5 11,52 6 33,7
Kebutuhan 2371,22 55 51.49 408,47
Kategori Kurang Kurang Kurang Kurang
30
4.3 Diagnosis Gizi
NI.2.1. Asupan oral inadekuat berkaitan dengan kurangnya nafsu makan
akibat mual, muntah, dan susah menelan ditandai dengan hasil
recall kalori yang deficit.
NI.5.4. Penurunan kebutuhan gizi terhadap natrium barkaitan dengan
tingginya tekanan darah dengan hasil TD = 190/100 (tinggi).
NC.2.2. Perubahan nilai lab terkait gizi berkaitan dengan penyakit GGK
yang diderita ditandai dengan hasil lab yang tinggi terhadap nilai
ureum, kreatinin, dan SGPT.
NB.1.3. Tidak siap untuk diet atau merubah gaya hidup berkaitan dengan
tidak menerimanya makanan yang disediakan di Rumah Sakit
ditandai dengan pasien mengonsumsi makanan dari luar.
31
6. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah
pengeluaran cairan melalui keringat dan pernapasan ( 500 ml).
7. Vitamin dan mineral cukup.
g. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan :
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Nasi, bihun, jagung, -
kentang, macaroni,
mie, tepung-tepungan,
singkong, ubi, selai,
madu dan permen.
Sumber protein Telur, daging, ikan, Kacang-kacangan
ayam dan susu. dan hasil olahnya
seperti tempe dan
tahu.
Sumber lemak Minyak jagung, Kelapa, santan,
minyak kacang tanah, minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, margarin, mentega
minyak kedelai, biasa dan lemak
margarin dan mentega hewan.
rendah garam.
Sumber vitamin dan Semua sayuran dan Sayuran dan buah
mineral buah kecuali pasien tinggi kalium pada
dengan hyperkalemia pasien dengan
dianjurkan yang hyperkalemia.
mengandung kalium
rendah/sedang.
32
% protein = 41,25 gr x 4 : 2317,22 kkal
=7%
Karbohidrat= 65 % x 2317,22 kkal : 4
= 376,5 gr
Lemak = 28% x 2317,22 kkal : 9
= 72,09 gr
i. Persentasi pembagian makan :
Pagi / Malam = 25% x 2317,22 kkal
= 579,304 kkal
Snack = 10% x 2317,22 kkal
= 231.722 kkal
4.5 Perencanaan Menu
Perencanaan Menu Tanggal 13 April 2017 :
4.6 Nutrition
Implementation
a. Tema : Diet RG I dan Diet GGK
b. Tujuan :
1. Agar pasien dan keluarga mengetahui diet yang diberikan serta
mengetahui bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan.
2. Untuk memberikan motivasi kepada pasien dalam menjalankan diet
yang diberikan.
d. Sasaran : Pasien dan keluarga
e. Waktu : 15 menit
f. Tempat : Poligizi atau Ruang Pasien
g. Metode : Konsultasi
h. Alat Bantu : Leaflet Diet RG I dan Diet GGK Food model,
Daftar bahan makanan penukar (DBMP), Ukuran rumah tangga (URT).
i. Materi :
c. Pola makan dan kebiasaan makan yang benar
33
d. Pengenalan secara umum Diet RG I dan Diet GGK, Makanan yang
dianjurkan dan yang perlu dihindari
e. Memotivasi pasien untuk patuh terhadap dietnya
f. Bahan makanan yang diajurkan dan tidak dianjurkan
34
BAB IV
PEMBAHASAN
5.1 Antropometri
Lingkaran Lengan Atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang
jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh banyak oleh cairan tubuh.
Pengukuran ini berguna untuk skrining malnutrisi protein yang biasanya
digunakan oleh DepKes untuk mendeteksi ibu hamil dengan resiko
melahirkan BBLR bila LILA < 23,5 cm (Wirjatmadi B, 2007). Pengukuran
LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang
Energi Kronis. Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia
adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23.5 cm atau dibagian merah pita
LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah ( Arisman, 2007)
Interpretasi status gizi berdasarkan %% LILA:
Obesitas: >120%
Overweight : 110-120%
Normal : 90-110%
Underweight : < 90%
Berikut adalah adalah hasil pengkuran LILA pada pengambilan kasus
(13 April 2017) adalah sebagai berikut :
Pengukuran status gizi menggunakan LILA/U
Tanggal LILA/U Keterangan
13 April 2017 88,05 % Status gizi baik
Sumber Rekam Medik No. : 1-20-83-XX April 2017
Hasil pemeriksaan LILA/U yaitu sebesar 88,05 % hasilnya pasien
memiliki status gizi baik, hal ini berdasarkan klasifikasi bahwa perhitungan
LILA lebih dari 86% ialah baik.
Disribusi lemak dalam tubuh dapat diketahui dengan menggunakan
pengukuran lingkar lengan atas (LLA), pengukuran lingkar
panggul/pinggang, dan melihat cirri fisik bentuk tubuh. Lemak yang berada
di sekitar perut memberikan resiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan
lemak didaerah paha atau bagian tubuh yang lain. Suatu metoda yang
35
sederhana namun cukup akurat untuk mengetahui hal tersebut adalah lingkar
pinggang.
Pengukuran Pria Wanita
5.2 Biokimia
Pada studi kasus ini, pemeriksaan biokimia dilaksanakan pada awal
masuk rumah sakit (11 April 2017)
Pemeriksaan Normal Satuan 11/04/2017
GDS < 200 mg/dl
GD 2 jam PP < 200 mg/dl
Kalium 3,5-5 mEq/l
Kreatinin < 1,3 mg/dl 10,9 (tinggi)
Natrium 135-148 mmol/l
Hb 12-15 g/dl 8,1 (rendah)
Eritrosit 4,4 5,9 jt/ul
Ht 37 43 %
HCH 22 34 Pg
MCHC 23 38 g/dl
PCO2 35 45 mmHg
PO2 > 85 mmHg
Leukosit 1-5/hpf -
Eritrosit 0-2/hpf -
Silinder Negatif -
Epitel Negatif -
Bakteri Jumlah kuman < -
10.000/ml urin
Klorida 98-109 mEq/L 107 (normal)
SGPT <47 U/L 48 (tinggi)
Ureum 10-50 mg/dl 79 (tinggi)
Bilirubin Negatif -
Nitrit Negatif -
Urogilinogen 0,1-1,0 -
Lain lain - -
36
Dari hasil pemeriksaan didapati bahwa kadar Hb rendah menunjukan
pasien mengalami anemia, kreatinin tinggi menunjukan adanya gangguan
pada fungsi ginjal, SGPT tinggi menandakan adanya masalah pada organ hati,
empedu, atau jantung, Ureum tinggi menunjukan adanya ginjal yang tidak
berfungsi dengan normal.
Eritrosit, Hb dan Ht yang sangat rendah menunjukkan adanya anemia,
yaitu sel tidak mendapat cukup oksigen untuk berfungi secara normal. Jika
anemia, kita sering merasa lelah dan terlihat pucat (Spiritia, 2014)
Terjadinya anemia juga sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angin dan sesak napas.
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal.
Secara teori dalam penelitian Saryono dalam Makmur (2010) bahwa
kadar ureum dan kreatinin pasien yang akan menjalani hemodialisis rata-rata
mengalami hiperuremik. Seringnya menjalani hemodialisis tidak
mencerminkan penurunan kadar ureum dan kreatinin menjadi normal. Namun
situasi dan kepatuhan diet sehari-hari yang memegang peranan penting dalam
pengaturan kadar ureum dan kreatinin tersebut. Menurut Verma (2006),
tingkat kreatinin pada individu dapat dipengaruhi oleh diet. Kadar kreatinin
yang rendah hasil dari diet protein sebagai pengurangan massa otot.
Peningkatan kadar kreatinin dapat terjadi karena mengkonsumsi daging,
glukosa, firuvat, dan fruktosa.
Menurut Bellizi dalam Nugrahani (2007) berdasarkan sebuah
penelitian klinik menunjukkan bahwa pasien HD yang mengkonsumsi energi
dan protein dibawah nilai cut of threshold, yaitu asupan protein dibawah 0,8
gr/kgBB/hr dan asupan energi dibawah 25 kkal/kgBB/hr tidak bisa
mempertahankan keseimbangan nitrogen netral. Pranawa (1997) juga
menyebutkan asupan protein < 0,8 gr/kgBB/hr dapat meningkatkan risiko
morbiditas dan mortalitas.
37
Tingginya kadar SGPT pasien kemungkinan disebabkan adanya
adanya gangguang pada hati berupa penumpukan lemak di hati/liver.
Pemeriksaan biokimia secara lengkap hanya dilakukan pada awal
masuk rumah sakit, sedangkan untuk pemeriksaan selanjutnya hanya
memeriksa data biokomia yang diperlukan perhatian lebih, yaitu kreatinin,
Hb, SGPT, dan ureum.
38
Pada hari pengambilan kasus dilakukan salah satunya pemantauan
keadaan klinis pasien yang dipantau setiap hari saat pemeriksaan yaitu nilai
tekanan darah dan suhu.
Menurut Depkes RI, menyatakan bahwa tekanan darah normal dewasa
(>30 tahun) adalah 110/70 sampai 140/90 mmHg.Namun tekanan darah
pasien pada awal masuk rumah sakit (11 April 2016) hasilnya melebihi
standar yakni 190/100 mmHg. Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami
Hipertensi.
Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme
terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan
garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA).
Untuk pemeriksaan suhu menurut Depkes RI, suhu normal adalah
36oC 37,5oC dan denyut nadi normal adalah dari 60-100x/menit.Sehingga
suhu badan pasien saat awal masuk rumah sakit dalam kategori
normal.Sedangkan untuk pemeriksaan nadi, pada awal masuk rumah sakit
denyut nadi pasien juga normal.
39
5.4 Asupan Makan Pasien
Pasien yang menjalani rawat inap dalam waktu yang cukup lama,
makanan yang disajikan dari rumah sakit seringkali tidak habis. Hal ini
dimungkinkan akan berakibat terjadinya kekurangan zat gizi pada pasien.
Kekurangan zat gizi tersebut sangat memudahkan terjadinya infeksi dan
mendorong terjadinya malnutrisi.
Sisa makanan dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Waste yaitu makanan yang hilang karena tidak dapat diperoleh/diolah
atau makanan hilang karena tercecer.
b. Platewaste yaitu makanan yang terbuang karena setelah dihidangkan
tidak habis dikonsumsi.
c. Menurut ilmu kesehatan keseluruhan dari benda atau hal-hal yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang disebut
benda-benda bekas (waste). Sisa pengolahan ataupun sisa makanan
yang mudah membusuk dalam ilmu kesehatan lingkungan disebut
garbage (Azwar, 1996).
40
Evaluasi makan dilakukan hanya 1 hari, yaitu pada hari
pengambilan kasus (13 April 2017). Tujuan evaluasi makanan ini untuk
melihat keberhasilan perencanaan diet bagi pasien selama studi kasus.
Adapun aspek-aspek yang dinilai adalah :
Dalam menganalisis asupan makan pasien dilakukan dengan melihat
seberapa besar porsi yang dapat dihabiskan pasien, dibantu dengan
standar diet RS, pembuatan menu lewat computer, dan siklus menu 10
hari.
41
mengalami candidiasis oral yang menyebabkan sulit untuk mengunyah
makanan sehingga makanan yang diberikan untuk pasien yaitu makanan
lunak yang menjadi makanan yang mudah diterima pasien.
Asupan lemak yang kurang juga disebabkan oleh paseian yang
tidak mengkonsumsi makanan rumah sakit karena alasan pasien tidak
menyukai menu yang diberikan rumah sakit.
Pada pembahasan asupanan makanan pasien dikarena faktor
ketidaksukaan pasien dengan menu yang diberikan oleh rumah sakit
menyebabkan konsumsi kebutuhan zat gizi pasien menjadi kurang. Dan
gangguan pada candidiasis oral pada pasien yang menyebabkan sulit untuk
mengunyah makanan yang diberikan.
Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan
terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia terutama indera
penglihatan,indera pencium, dan indera pengecap. Makanan yang
memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan dengan
menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat
(Moehyi,1992).
Cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan
makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu dimakan. Kedua
aspek itu sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat
menghasilkan makanan yang memuaskan (Moehyi, 1992).
Dua aspek yang berkaitan dengan cita rasa adalah sebagai berikut:
a. Penampilan makanan
Penampilan yang ditimbulkan oleh makanan yang disajikan dengan
penampilan makanan yaitu:
1. Warna Makanan
Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan
dapat memberikan penampilan lebih menarik terhadap makanan
yang disajikan (West dan Wood, 1998).
Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan
membantu dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak
langsung dapat merangsang selera makan, dimana makanan yang
penuh warna mempunyai daya tarik untuk dilihat, karena warna
juga mempunyai dampak psikologis pada konsumen.
42
Makanan yang bergizi, enak dimakan dan aromanya juga enak,
tidak akan dimakan apabila warnanya memberikan kesan
menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1992).
2. Bentuk Makanan
Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan
ketertarikan dalam menu karena dari bermacam-macam bentuk
makanan yang disajikan (Speardan Vaden,1984). Bentuk
makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi
setiap makanan yang disajikan (Moehyi, 1992)
3. Besar Porsi
Besar porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan,
porsi untuk setiap individu berbeda sesuai kebutuhan makan.
Porsi yang terlalu besar atau terlalu kecil akan mempengaruhi
penampilan makanan. Porsi makanan juga berkaitan dengan
perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang
disajikan (Muchatab,1991)
4. Penyajian Makanan
Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam
penyelenggaraan makanan sebelum dikonsumsi, penyajian
makanan meliputi pemilihan alat, cara penyusunan makanan, dan
penghiasan hidangan. Penyajian makanan juga merupakan faktor
penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan (Moehyi,
1992).
43
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Kebutuhan Kalori pasien perhari 2317,22 kkal, Protein 41,25 gr,
Karbohidrat 376,5 gr dan Lemak 72,09 gr.
2. Pasien datang dengan rujukan dari RSUD di Amuntai dengan diagnose
CKD. Setelah dilakukan diagnosa lebih lanjut, pasien diketahui juga
menderita Dispnea, Odema Paru Akut, CKD stage 5.
3. Diketahui keluarga pasien menderita Hipertensi.
4. Dari hasil pemeriksaan didapati bahwa kadar Hb rendah menunjukan
pasien mengalami anemia, kreatinin tinggi menunjukan adanya gangguan
pada fungsi ginjal, SGPT tinggi menandakan adanya masalah pada organ
44
hati, empedu, atau jantung, Ureum tinggi menunjukan adanya ginjal yang
tidak berfungsi dengan normal.
5. Berdasarkan klien history, dapat diketahui bahwa pasein sudah menderita
penyakit CKD sejak 2 tahun yang lalu dan memiliki riwayat penyakit
keluarga Hipertensi. Setalah dilakukan diagnosalebih lanjut, pasein
menderita Dispnea, Odema Paru Akut, CKD stage 5.
6. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara fisik yang dilaksanakan pada saat
pasien masuk RS (tanggal 11 April 2017), dapat diketahui bahwa
keadaan umum pasien composmentis (sadar) disertai pusing, mual,
muntah, lemah, adanya kesusahan menelan dan mengunyah.
7. Pada pembahasan asupanan makanan pasien dikarena faktor
ketidaksukaan pasien dengan menu yang diberikan oleh rumah sakit
menyebabkan konsumsi kebutuhan zat gizi pasien menjadi kurang. Dan
gangguan pada candidiasis oral pada pasien yang menyebabkan sulit
untuk mengunyah makanan yang diberikan.
8. Pasien menderita penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 sejak 2 tahun yang
lalu.
45
9. Diagnosis gizi pasien meliputi:
NI.2.1. Asupan oral inadekuat berkaitan dengan kurangnya nafsu
makan akibat mual, muntah, dan susah menelan ditandai dengan hasil
recall kalori yang deficit.
NB.1.3. Tidak siap untuk diet atau merubah gaya hidup berkaitan dengan
tidak menerimanya makanan yang disediakan di Rumah Sakit ditandai
dengan pasien mengonsumsi makanan dari luar.
6.2 Saran
1. Pasien disarankan untuk tetap menjalani diet yang telah diberikan.
2. Keluarga pasien diharapkan memotivasi pasien agar mematuhi diet yang
telah dianjurkan terutama mengenai pola makan pasien.
3. Pasien disarankan untuk tetap menjalani pemeriksaan Hemaglobin,
Ureum, Kreatinin, SGPT dan klorida, tekanan darah secara rutin,
membatasi makanan atau minuman yang manis.
46
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. F., 1998, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 17. EGC, Jakarta
Guyton, A. C., 1995, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 7. RGC, Jakarta.
Guyton, A. C. & Hall, J. E., 1997, Buku ajar: Fisiologi kedokteran. Edisi 9. EGC,
Jakarta.
Perbedaan Kadar Ureum Dan Kreatijnin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Berdasarkan Lama Menjalani Terapi Hemodialisa Di Rs Pku
Muhammadiyah Yogyakarta oleh Denita Nur Indrasari
Price, S. A. & Wilson, L. M., 1995, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Rose, B. D. & Post, T. W, 2006, Hemodialysis: Patient information, Terdapat
pada: http://www.patients.uptodate.com.
Anonim, http://manjilala.info/pengukuran-status-gizi-
padaremaja/#sthash.dAMms7IQ.dpuf
Anonim, https://bidandelima.wordpress.com/2015/01/09/597/
Unisa Yogya., http://opac.unisayogya.ac.id/196/1/NASKAH%20PUBLIKASI
%20FIX.pdf
Anonim., Diet Rendah Garam Penderita Hipertensi.,
https://jadiberita.com/6537/diet-rendah-garam-penderita-hipertensi.html
Anonim., 2009., Dyspnea.,
http://tutorialkedokteran.blogspot.co.id/2009/07/dyspnoe.html
Ifan., 2010., Edema Paru., https://ifan050285.wordpress.com/2010/02/12/edema-
paru/
Cahaya, Aini., Edema Paru Akut., https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-
only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/edema-paru-akut/
Dina., 2013., Dyspnea., https://dinafishy.wordpress.com/2013/05/17/dyspnea/
Anonim., SGOT dan SGPT Naik Pada GGK., http://www.klikdokter.com/tanya-
dokter/read/2787900/sgot-dan-sgpt-naik-pada-ggk
Anonim., 2012., Gagal Ginjal Kronik.,
http://ilmugreen.blogspot.co.id/2012/06/gagal-ginjal-kronik.html
47
Anonim., 2016., Infeksi Ginjal.,
http://infolengkappenyakit.blogspot.co.id/2016/02/infeksi-ginjal.html
48