Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN STUDI KASUS PARIPURNA PKL MAGK

ASUHAN GIZI KLINIK PENATALAKSAAN DIET PADA PENYAKIT PNENOMIA


DAN DIABETES MELITUS

OLEH :
I MADE RIPA PERSESA
P00313018014

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI D-IV JURUSAN GIZI
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Saat ini terdapat lima penyakit paru (Big Five) dengan insiden terbesar yaitu
Karsinoma Paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Tuberkulosis, Pneumonia dan
Asma. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada orang-
orang dewasa. Pneumonia disebabkan oleh satu atau lebih agens yaitu : virus, bakteri
(mikoplasma), fungi, parasit atau aspirasi zat asing (Betz & Sowden, 2009).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut
pada bronkus (biasa disebut broncho Pneumonia) (Dinkes RI, 2009).
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit),
sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang)
(Riskesdas, 2013). Pneumonia atau pneumonitis merupakan peradangan akut
parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. Sehingga ditemukannya
infeksi nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotic,
ditemukannya organisme-organisme yang baru (seperti legionella). Terlebih jika
penderita yang lemah daya tahan tubuhnya kemungkinan dapat terjadi pneumonia.
Sehingga fenomena yang terjadi pada pneumonia masih sering di dapatkan di rumah
sakit, hal ini menjadi penyebab mengapa pneumonia masih merupakan masalah
kesehatan yang mencolok. Hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
utama pada orang-orang dewasa di negara berkembang.
Menurut Depkes RI 2010 pneumonia merupakan peringkat ke sepuluh besar
rawat inap di seluruh Indonesia 2010. Dengan angka kejadian 17.311 jiwa 53,95%
laki-laki, 46,05% perempuan dan terdapat 7,6% pasien meninggal. Berdasarkan
rekam medik di Ruangan Rawat Inap Paru RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
angka kejadian dari penyakit pneumonia selama bulan Januari sampai Juni 2018
menunjukan angka kejadian sebanyak 4 orang. Perawat sebagai tenaga kesehatan
harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta
dalam upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang diproduksi secara efektif (WHO, 2017). Secara umum, terdapat dua
kategori utama DM, yaitu DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya
produksi insulin sedangkan DM tipe 2 disebabkan penggunaan insulin yang kurang
efektif oleh tubuh (Pusdatin Kemenkes RI, 2014). DM tipe 2 banyak ditemukan
(>90%) dibandingkan dengan DM tipe 1. DM tipe 2 timbul setelah umur 30 tahun
sedangkan DM tipe1 biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun (Tahitian, 2008).
Menurut IDF (2017), sekitar 87% sampai 91% dari semua pasien yang menderita DM
di seluruh dunia yakni DM tipe 2. Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
DM tipe 2 diantaranya usia > 45 tahun, berat badan lebih (BBR > 110% atau IMT >
25 kg/m2 , hipertensi (>140/90 mmHg), ibu dengan riwayat melahirkan bayi >4000
gram, pernah diabetes sewaktu hamil, riwayat keturunan DM, kolesterol HDL < 35
mg/dl atau trigliserida > 250 mg/dl, dan kurang aktivitas fisik . DM sudah merupakan
salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Word Health
Organization (WHO) mempekirakan bahwa pada tahun 2025, jumlah penderita DM
akan membengkak menjadi 300 juta orang (Sudoyo, 2006). Menurut Internasional
Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2015 terdapat 415 juta (8,8%) penderita DM di
seluruh dunia, kemudian pada tahun 2017 mencapai 425 juta dan diprediksikan angka
tersebut akan terus bertambah menjadi 629 juta penderita DM tahun 2045. Sedangkan
jumlah estimasi penyandang DM di Indonesia diperkirakan sebesar 10,3 juta yang
menempatkan Indonesia dalam urutan ke-6 tertinggi di dunia bersama China, India,
United States, Brazil, Rusia, dan Meksiko, Egypt, Germany, Pakistan (IDF, 2017).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2018, prevalensi
diabetes mellitus di Indonesia 8,5%, sedangkan dari laporan RISKESDAS tahun
2013, prevalensi diabetes mellitus di Indonesia 6,9%, meningkat sebesar 1,6%.Dari
laporan hasil RISKESDAS tahun 2018 prevalensi diabetes mellitus di Provinsi Riau
meningkat dari 1,0% (2013) menjadi 1,8% (2018). Data dari Kemenkes (2013)
menyebutkan prevalensi DM tipe 2 secara nasional mencapai 6,9%. Berdasarkan
Kemenkes (2013) bahwa prevalensi penderita DM tipe 2 di Provinsi Riau berada di
urutan nomor tiga tertinggi di Indonesia. Prevalensi DM tipe 2 tertinggi di Indonesia
terdapat di Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1%, kemudian Riau sekitar
10,4%. Prevalensi data Dinas Kesehatan (2016) di Kabupaten Kampar prevalensi DM
tipe 2 tertinggi pada tahun 2016 terdapat pada kelompok usia 45-54 tahun, yaitu
sebesar 34,7%. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Kampar tahun 2018
dari total jumlah penduduk yang berusia >15 tahun di wilayah kerja Puskesmas
seKabupaten Kampar sebanyak 788.390 orang dilakukan pemeriksaan DM tersebut,
sebanyak 2.071 orang mengalami obesitas. Adapun laporan penderita diabetes
mellitus di Puskesmas Kampar Kiri Hulu I tahun 2016 sebanyak 815 orang yang
obesitas dari total 12.666, tahun 2017 sebanyak 389 orang yang obesitas dari total
22.466, dan pada tahun 2018 sebanyak 55 orang yang mengalami penyakit DM dari
total 2.071 orang. Faktor penyebab diabetes mellitus di Puskesmas Kampar Kiri Hulu
I adalah kebiasaan gaya hidup dan pola makan pada masyarakat tersebut yang
mengonsumsi makanan yang mengandung lemak tinggi atau pun memiliki kadar
manis dari gula, obesitas, merokok, dan keturunan.

Asuhan gizi merupakan sarana dalam upaya pemenuhan zat gizi pasien secara
optimal baik berupa pemberian makanan pada pasien yang di rawat inap maupun
konseling gizi pada pasien rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan
masyarakat baik di dalam maupun di luar rumah sakit sebagai salah satu upaya
mewujudkan Indonesia sehat, merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan,
khususnya tenaga yang bergerak di bidang gizi. Dalam Manajemen Asuhan Gizi
Klinik (MAGK), studi kasus merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seorang calon ahli gizi
dalam melakukan asuhan gizi pasien rawat inap.
yang digunakan dalam studi kasus ini adalah pasien dengan penyakit infeksi
paru atau istilah medis di sebut Pneunomia. Pneumonia adalah penyakit infeksi yang
menyerang paru, sehingga menyebabkan kantung udara di dalam paru (alveolus)
meradang dan membengkak. Kondisi kesehatan ini sering kali disebut dengan paru-
paru basah, sebab paru bisa saja dipenuhi dengan air atau cairan lendir. Oleh
karenanya, penulis melakukan studi kasus dengan tujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seorang calon ahli gizi dalam melakukan
asuhan gizi pasien rawat inap.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu merencanakan dan melakukan manajemen asuhan gizi
klinik pada Pasien infeksi paru(Pneunomia) dan Diabetes melitus.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan Skrining Gizi pada pasien penyakit infeksi paru (Pneunomia)dan
Diabetes melitus.
b. Melakukan pengkajian Gizi pada pasien penyakit infeksi paru (Pneunomia)dan
Diabetes melitus.
c. Menetapkan Diagnosa Gizi pada pasien penyakit infeksi paru (Pneunomia)dan
Diabetes melitus.
d. Merencanakan intervensi gizi pada pasien penyakit infeksi paru (Pneunomia)dan
Diabetes melitus.
e. Mengimplementasikan intervensi diet dan edukasi pada pasien infeksi paru
(Pneunomia)dan Diabetes melitus.
f. Melakukan monitoring dan evaluasi gizi pada pasien penyakit infeksi paru
(Pneunomia)dan Diabetes melitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Penyakit Pneunomia


1. Pneumonia
Pneumonia, salah satu bentuk tersering dari Infeksi Saluran Napas Bawah
Akut (ISNBA), adalah suatu peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan klinis dan epidemiologis, yaitu:

No. Klasifikasi Keterangan


Sporadis, muda atau tua,
1 Pneumonia Komunitas (PK) didapat sebelum adanya
perawatan dari rumah sakit
Didapat dengan didahului
2 Pneumonia nosokomial (PN)
perawatan di rumah sakit
Pneumonia pada gangguan Pada pasien keganasan,
3
imun HIV/AIDS
Sering pada pasien alkoholik
4 Pneumonia aspirasi
dan lanjut usia
Tabel 1. klasifikasi pneunomia
2. Pneumonia Komunitas
Pneumonia komunitas merupakan salah satu subtipe dari pneumonia
dengan bentuk epidemiologis yaitu sebagai infeksi pada parenkim paru – paru
yang didapatkan di luar rumah sakit atau fasilitas kesehatan penyedia rawat inap
lain dari pneumonia komunitas adalah suatu infeksi pada paru – paru yang
dimulai dari luar rumah sakit atau didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah
sakit pada pasien yang tidak menempati fasilitas perawatan kesehatan jangka
panjang selama 14 hari atau lebih sebelum gejala muncul, serta biasanya disertai
dengan adanya gambaran infiltrat pada pemeriksaan radiologis dada.

3. Epidemiologi
Pneumonia komunitas merupakan kondisi medis yang akut dan tersebar di
seluruh belahan dunia. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama tingginya
angka rawat inap di rumah sakit dan mortalitas di negara berkembang.
9 Faktor - faktor resiko terjadinya pneumonia komunitas, yaitu sebagai berikut :
a. Usia lanjut lebih dari 65 tahun .
b. Merokok .
c. Riwayat penyakit saluran pernapasan.
d. Memiliki penyakit komorbiditas, seperti diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal, dan lain sebagainya.
e. Gangguan neurologis, yang dapat menyebabkan kesulitan menelan atau
kesadaran yang menurun 6) Imunitas yang memburuk.
f. Imunitas yang memburuk.
g. Alkoholisme .
h. Penggunaan antibiotik dan obat suntik intravena.
i. Riwayat pembedahan atau trauma.

Berbagai penelitian epidemiologis sudah banyak dilakukan di tiap negara dan


daerah, dan tidak banyak terdapat perbedaan antara penelitian satu dengan
penelitian lainnya. Pada salah satu penelitian, insidensi meningkat pada
kelompok usia yang lebih tua dengan pria lebih banyak daripada wanita. Hal ini
sejalan dengan penelitian lain oleh Tsai-Ling,dkk yang menyatakan bahwa usia
rerata subyek penelitian adalah sebesar 56,1 ± 22,8 dengan jumlah pria lebih
banyak dibandingkan wanita.
4. Penyebab pneunomia
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga
disebabkan oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
a. Pneumonia terkait Lipid : oleh karena aspirasi minyak mineral.
b. Pneumonia terkait Kimiawi (chemical Pneumonitis) : Inhalasi bahanbahan
organic atau uap kimia seperti Berillium.
c. Extrinsic allergic alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung
allergen, seperti spora aktinomisetis termofilik.
d. Pneumonia terkait obat : Nitrofurantoin, Busulfan, Metotreksat.
e. Pneumonia terkait radiasi.
f. Pneumonia dengan penyebab tidak jelas : Desquamative interstitial
pneumonia, Eosinofilic pneumonia.
5. Tanda dan Gejala Klinis Pneumonia
Secara umum penyakit pneumonia ditandai dengan adanya serangan
secara mendadak dengan demam menggigil, nyeri pleural, dyspnea, tachypnea,
eosinophilia, cyanosis, peningkatan Immunoglobulin M (IgM) dan Immoglobulin
G (IgG), batuk produktif dengan dahak kemerahan disertai lekositosis. Sebagian
dari penderita didahului dengan peradangan saluran nafas bagian atas, kemudian
timbul peradangan saluran nafas bagian bawah. Serangan mendadak biasanya
dengan perasaan menggigil disusul dengan peningkatan suhu (37,7-41,1°C), yang
tertinggi pada pagi dan sore hari, batuk-batuk terdapat pada 75% dari penderita,
batuk dengan berwarna merah dan kadang-kadang berwarna hijau dan purulen,
nyeri dada waktu menarik nafas dalam (pleuritic pain), mialgia terutama daerah
lengan dan tungkai.
Adapun beberapa faktor yang dapat mememengaruhi penyakit pneumonia,
antara lain adalah :
a. Faktor Agent
Jenis dan spesies kuman yang sering menyebabkan pneumonia di
negara berkembang seperti Indonesia adalah Streptococcus pneumonia atau
Haemophillus influenza. Menurut Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (Dirjen P2M dan PLP)
tahun 1992, sebelumnya jenis bakteri yang sering dialporkan sebagai infeksi
saluran pernafasan terbatas pada Streptococcus pneumonia, Haemophillus
influenza, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, Mycoplasma
pneumonia. Tetapi 15 tahun belakangan ini telah terjadi perubahan besar pada
agent penyebab antara lain Moraxella, Legionella penumophillia, dan
Chlamydia pneumonia.
b. Faktor Host
Adapun faktor host yang dapat mempengaruhi pada penyakit
pneumonia adalah dilihat dari umur pasien yang masih berusia kurang dari 5
tahun, atau dari umur terlampau tua lebih dari 50 tahun. Jenis kelamin menurut
dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) prevalensi kejadian batuk dan
nafas cepat lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita.
Riwayat kecukupan gizi, kecukupan pemberian ASI pada bayi, dan kejadian
berat badan lahir rendah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan
prognosis penyakit pneumon.
c. Faktor Environment
1) Status Ekonom
Status ekonomi yang sejahtera memiliki risiko 0,051 dan 0,136 lebih kecil
untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan keluarga dengan tingkat
ekonomi yang rendah.
2) Kepadatan Rumah
Kepadatan rumah disini maksudnya adalah tempat tinggal yang terlampau
padat, baik di dalam rumah maupun kepadatan disekitar rumah. Risiko
pneumonia akan meningkat seiring dengan padatnya faktor ini.
3) Musim
Curah hujan yang tinggi menjadi penyebab tingginya angka penyakit
infeksi saluran pernafasan, selain itu Insonesia merupakan negara dengan
iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi.
6. Cara Penularan Pneumonia
Pada umunya, penularan pneumonia adalah melalui percikan ludah (batuk
oleh penderita lain dan tidak ditutup), kontak langsung melalui mulut atau
melalui kontak secara tidak langsung melalui kontaminasi pada alat makan.
Penyebaran infeksi pneumonia ada dua, yaitu :
a. Melalui aerosol (mikroorganisme yang melayang-layang di udara) yang
keluar pada saat batuk maupun bersin.
b. Melalui kontak langsung dari benda yang telah tercemar mikroorganisme
penyebab (hand to hand transmission).
Dari beberapa penelitian klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh
kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand transmission merupakan
penyebab tersering dibandingkan penularan secara aerosol.
7. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
VAP adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi setelah 48 jam
pada pasien dengan bantuan mekanik baik melalui jalur endotrakea maupun
secara trakeostomi, salah satu keadaan terdapat gambaran infiltrat baru dan
menetap pada foto toraks disertai tanda yaitu, hasil biakan darah atau pleura sama
dengan mikroorganisme pada sputum maupun mikroorganisme pada aspirasi
trakea, kavitas pada foto toraks, dan adanya gejala seperti demam, leukositosis
dan sekret purulen.

8. Etiologi
Bakteri yang menyebabkan VAP terbagi berdasarkan onset atau lamanya
pola kuman. Kelompok pertama dengan onset dini adalah Streptococcus
penumoniae, Haemophilus influemza, Moraxella cattarrhalis, Staphylococcus
aureus, dan kuman aerobik gram negative dan Methicilin sensitive
staphylococcus aureus (MSSA). Kelompok berikutnya dengan onset lambat
adalah Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, Klebsiella pneumonia,
Serratia marcescens, jamur dan E. Coli. Kelompok penyebab VAP lainnya adalah
bakteri anaerob, Legionella penumophillia, Influenza A,B dan Methicillin
resistan staphylococcus aureus (MRSA)
Patogen Frekuensi (%)
Pseudomonas aeruginosa 24,4
Acinetobacter spp 7,9
Stenotrophomonas maltophilia 1,7
Enterobacteriaceae 14,1
Haemophillus spp 9,8
Staphylococcus aureu 20,4
Streptococcus spp 8,0
Streptococcus pneumonia 4,1
Coalugase-negative staphylococci 1,4
Neisseria spp 2,6
Anaerob 0,9
Jamur 0,9
Lain-lain 3,8
Tabel 3. Etiologi VAP dengan bronkoskopi pada 24 penelitian
(dengan total 2490 patogen)

9. Faktor risiko
Meskipun setiap pasien dengan bantuan nafas endotrakea lebih dari 48 jam
berisiko terkena VAP, pasien dengan kondisi tertentu juga dapat mengalami
risiko lebih tinggi untuk mengalami VAP. Faktor risiko untuk VAP dapat dibagi
menjadi 3 kategori :

a. Terkait penjamu
b. Terkait perangkat
c. Terkait pengguna perangkat
Risiko terkait penjamu termasuk kondisi yang suda ada sebelumnya
seperti imunocompromise, penyakit paru-paru obstruktif kronis, dan sindrom
gangguan pernafasan akut. Faktor lainnya termasuk kondisi tubuh pasien, tingkat
kesadaran, jumlah intubasi, dan obat-obatan, termasuk obat anestesi dan
antibiotik. Dalam suatu studi, kontaminasi bakteri sekresi endotrakrea lebih
tinggi pada pasien dengan pada posisi terlentang dibandingkan pada pasien
dengan posisi setengah berbaring. Hilangnya kesadaran yang mengakibatkan
hilangnya reflek batuk dan muntah berkontribusi terhadap risiko aspirasi yang
dimana dapat meningkatkan risiko VAP. Reintubasi dan aspirasi selanjutnya
dapat meningkatkan kemungkinan VAP sebesar 6 kali lipat. Perangkat yang
berhubungan dengan risiko VAP antara lain adalah selang endotrakea, sirkuit
ventilator dan adanya nasogastrik atau orogastrik tube. Sekresi pompa sebuah
tabung endotrakea dan tekanan rendah dapat menyebabkan mikroaspirasi
dan/atau kebocoran yang dapat menyebabkan bakteri masuk kedalam trakea.
Tabung nasogastrik dan orogastrik mengganggu sphincter gastroesophageal, dan
menyebabkan refluks dan peningkatan risiko kejadian VAP. Selain beberapa
faktor risiko tersebut, pembagian risiko VAP juga dapat berdasarkan onsetnya.
VAP onset dini yang terjadi pada 4 hari pertama perawatan di ICU pada
umumnya memiliki prognosis lebih baik karena disebabkan oleh kuman yang
masih sensitif terhadap antibiotika. VAP dengan onset lambat yang terjadi
setelah 5 hari atau lebih perawatan memiliki prognosis yang lebih buruk karena
disebabkan oleh kuman yang multidrug resisten (MDR).23 Berdasarkan derajat
penyakit, faktor risiko dan onsetnya amaka klasifikasi untuk mengetahui kuman
penyebab VAP, sebagai berikut :
1) Penderita dengan faktor risiko biasa, derajat ringan-sedang dan onset kapan
saja selama perawatan atau derajat berat dengan onset dini
2) Penderita dengan faktor risiko spesifik dan derajat ringan-sedang yang
terjadi kapan saja selama perawatan.
3) Penderita derajat berat dan onset dini dengan daktor risiko spesifik atau
onset lambat.

10. Diagnosis
Diagnosis VAP ditentukan berdasarkan beberapa komponen penanda infeksi
sistemik seperti demam, takikardi dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru
ataupun buruknya hasil pemeriksaan foto toraks dan penemuan bakteri penyebab
infeksi paru. Dinyatakan oleh Torres bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda
infiltrat baru maupun leukopeni dan sekret purulen. Gambaran foto torak disertai
dua dari tiga criteria gejala tersebut memberikan sensitivitas 69% dan spesifitas
75%.Hal ini terangkum dalam Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS),
dimana nilai ≥ 6 dinyatakan positif.
11. Patogenesis
Patogenesis VAP sangat kompleks, insidensi VAP tergantung dari
lamanya paparan lingkungan petugas kesehatan, dan faktor risiko lainnya. Faktor
risiko ini meningkatkan kemungkinan terjadinya VAP seiring dengan
pertumbuhan mikroorgansime patogen di traktus orodigestif dan meningkatkan
terjadinya aspirasi sekret yang terkontaminasi ke dalam saluran nafas bagian
bawah. Kuman dalam aspirat tersebut akan menghasilkan biofil di dalam saluran
nafas bawah dan di parenkim paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman
untuk menginvasi parenkim paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi
peradangan di parenkim paru. Lambung dapat merupakan reservoir untuk
pertumbuhan dan aspirasi mikroorganisme. Pemakaian antibiotika, posisi tidur
pasien yang terlentang, pemberian nutrisi enteral dan derajat keparahan
merupakan faktor yang dapat berpengaruh.
Seperti telah kita ketahui bersama, saluran pernafasan normal memiliki
berbagai mekanisme pertahaan terhadap infeksi, reflek batuk, gerak silia trakea,
sekresi musin oleh sel goblet, imunitas humoral dan sistem fagositosis. Sbagian
besar VAP disebabkan oleh aspirasi kuman patogen yang tumbuh di orofaring,
dan akibat intubasi akan mempermudah masuknya kuman dan
menyebabkankontaminasi di ujung pipa endotrakea pada penderita denganposisi
terlentang. Kuman gram negative dan Staphylococcus aureus merupakan koloni
yang sering ditemukan di saluran pernafasan atas saat perawatan lebih dari 5 hari.
VAP juga dapat terjadi akibat makro aspirasi lambung. Bronkoskopi serat optik,
penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat menyebabkan
kuman patogen masuk ke dalam saluran pernafasan bagian bawah, dengan
demikian kuman yang masuk ke saluran nafas bagian bawah akan mengalami
kolonisasi dan berkembangan sehingga menyebabkan hambatan di paru-paru.
Paru-paru yang berusaha bekerja menyalurkan oksigen menjadi terhambat.
12. Terapi
Sebagai masalah yang sedang berkembang dalam perawatan pasien,
infeksi yang didapat di rumah sakit memerlukan perhatian khusus pada pasien
ICU karena secara signifikan berhubungan dengan hasil buruk biaya yang lebih
tinggi. Pneumonia menjadi penyakit yang umum dikalangan pasien ICU, kejadian
berkisar antara 9,3 VAP dan 13,6 kasus per 1000 hari ventilasi. Awal terapi
antimikroba yang tepat dan memadai merupakan faktor penentu yang penting dari
hasil klinis.
Sediaan yang direkomendasikan termasuk monoterapi dengan
acylaminopenicillines + beta-laktamase inhibitor, chepalosporins generasi ketiga,
kuinolon, carbapenemes dan sediaan kombinasi.
13. Ventilator Mekanik
Ventilator mekanik merupakan mesin yang bermanfaat dalam dunia
kedokteran karena dapat mengambil alih kerja dari otot-otot untuk pernapsan.
Ventilator mekanik dirancang untuk mengubah, mengirim dan mengarahan
energi dalam bentuk listrik atau gas yang dikompresi dan kemudian akan di
transmisikan. Ventilator mekanik dapat menjadi terapi suportif, tetapi tidak dapat
mengobati penyakit pokok yang diderita oleh oleh pasien.

Ventilator mekanik harus memiliki tujuan fisiologis, yaitu :


a. Dapat menormalkan gas dalam peredaran darah arteri dan keseimbangan
asam dan basa dengan menyediakan ventilasi yang adekuat dan oksigenasi
dengan penggunaan volume dan tekanaan positif.
b. Mengurangi beratnya kerja perpasan pasien dengan membongkar otot
pernafasan secara sinkron.
Fungsi ventilator secara umum adalah :
1) Mengatur waktu dari inspirasi ke ekspirasi.
2) Mempertahankan paru mengembang saat inspirasi.
3) Mencegah paru untuk menuncup saat ekspirasi.
4) Mengatur waktu dari ekspirasi ke inspirasi.
B. Gambaran Umum Penyakit Diabetus Melistus Tipe 2
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang terutama ditandai oleh
hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin dari sel β pankreas dan gangguan
kerja insulin. Penderita diabetes melitus akan mengalami peningkatan kadar
glukosa darah yang melebihi batas normal yaitu 200 mg/dl. Peningkatan kadar
glukosa darah secara terus-menerus dapat merusak pembuluh darah, saraf, dan
struktur internal. Dengan demikian akan terbentuk zat kompleks di dalam
pembuluh darah sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran
(Sofia dkk., 2011).

Pola makan tinggi energi dan obesitas diyakini sebagai penyebab utama
timbulnya DM melalui peningkatan asam lemak. Asam lemak yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya insulin insensitivity (Silbernagl et al., 2000). Orang
dengan umur diatas 45 tahun, memiliki keluarga dengan riwayat diabetes,
memiliki hipertensi, dan memiliki kelainan dislipidemia adalah yang berisiko
terkena DM (Umami dkk., 2015.)
DM termasuk kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan oleh
tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) karena defek sekresi
insulin, defek kerja insulin atau kombinasi keduanya (American Diabetes
Association, 2003 dalam Smeltzer et al, 2008).
DM adalah suatu ganguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak akibat
dari ketidakseimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan insulin.
Gangguan tersebut dapat berupa definisi insulin absolut, gangguan pengeluaran
insulin oleh sel beta pankreas, ketidak adekuatan atau kerusakan pada reseptor
insulin sebelum bekerja (Soegondo, 2009).
DM merupakan penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein awal terjadinya hyperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah)
(Black & Hawk, 2009).
Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan tabel ketentuan kriteria DM dibawah ini:

Tabel 4.Kriteria Diabetes Melitus Berdasarkan Pemeriksaan Gula Darah


Glukosa darah 2 jam
kategori Glukosa darah puasa setelah
pembebanan/Makan
Normal < 100 mg/dl < 140 mg/dl
Pre-Diabetes 100-125 mg/dl 140-199 mg/dl
Diabetes > 126 mg/dl >200 mg/dl

2. Klarifikasi
Menurut Sudoyo (2010) Ada 4 macam tipe diabetes melitus yaitu sebagai
berikut:

a. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 merupakan sebuah kondisi ketika tubuh tidak bisa
memproduksi insulin dengan cukup, yaitu salah satu hormon yang akan di
produksi oleh sel beta dalam pankreas. Insulin dinilai memiliki peran sangat
penting untuk bisa mengontrol jumlah kadar gula darah yang di peroleh sel
tubuh dari darah. Penderita diabetes memiliki cukup banyak sekali gula yang
tersimpan di dalam darah, namun tidak sedikit gula yang bisa diserap oleh sel
tubuh. Sehingga kondisi ini akan mengakibatkan adanya penyakit komplikasi
yang juga dinilai cukup parah menyerang organ lain seperti mata, ginjal, saraf,
dan gusi.
1) Gejalah diabetes tipe 1
a) Pandangan tiba-tiba terasa kabur: penderitadiabetesbiasanya mengalami
gejalatiba-tiba pandangan terasa kabur dan buram. Kondisi ini akan
muncul sewaktu-waktu dan cukup sering.
b) Sering buang air kecil.
c) Merasa kehausan: Jika dibandingkan dengan merasakan lapar, penderita
malah akan cenderung merasa mudah haus. Penderita akan merasakan
dehidrasi yang berkelanjutan padahal sudah mendapatkan asupan cairan
yang cukup.
d) Sistem kekebalan tubuh buruk sehingga sangat mudah terinfeksi:
Semakin hari, kondisi sistem kekebalan tubuh juga akan semakin
memburuk. Kondisi ini juga akan membuat tubuh mudah terinfeksi,
beberapa komplikasi penyakit karena diabetes juga kemungkinan akan
cepat sekali menyerang.
e) Mudah merasa lelah: walaupun belum melakukan aktivitas yang terlalu
berat, penderitaakan mudah mengantuk dan merasakan pegal sekujur
tubuh.
f) Jika mengalami luka akan lama proses penyembuhannya.
g) Berat badan menurun drastis: Gejala lain yang timbul akan sangat
berhubungan dengan penurunan berat badan. Memang, berat badan yang
turun sangatlah baik apalagi untuk mereka yang mempunyai obesitas,
namun bagi penderita diabetes biasanya penurunan akan sangat cepat
sekali.
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan salah satu penyakit kronis yang akan
terjadi saat pankreas atau kelenjar ludah pada perut sudah tidak mampu
memproduksi insulin. Atau saat tubuh secara efektif sudah tidak bisa lagi
menggunakan insulin. Biasanya kondisi diabetes akan ditandai dengan
kondisi gula darah yang berada di atas angka normal, sedangkan pada
diabetes tipe 2 merupakan kondisi diabetes yang disebabkan tubuh
kekurangan insulin(Sudoyo 2010).
Diabetes tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non Insulin Dependent
Diabetest (NIDDM). Dalam Diabetes tipe 2 jumlah insulin yang diproduksi
oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh total (Julien, Senecal, Guay, 2009).
Jumlahnya mencapai 90-95% dari seluruh pasien dengan diabetes, dan
banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih sering
terjadi pada individu obesitas (CDC, 2005). Kasus Diabetes tipe 2 umumnya
mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi
insulin. Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan Diabetes tipe 2
secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan
sampai overkompensasi, insulin disekresi secara berlebihan sehingga terjadi
kondisi hiperinsulinemia dengant ujuan normalisasi kadar glukosa darah.
1) Penyebab diabetes tipe 2
Pada dasarnya, sel yang ada di dalam tubuh manusia sangatlah
memerlukan energi yang berasal dari gula atau glukosa agar bisa
berfungsi dengan sesuai atau secara normal. Sedangkan yang
biasanya akan membantu mengendalikan gula di dalam darah adalah
hormon insulin. Hormon ini akan membantu sel mengambil serta
menggunakan glukosa pada aliran darah. Jika ternyata tubuh
mengalami kondisi kekurangan insulin artinya kadar gula darah akan
semakin banyak karena asupan gula yang berlebihan dan memicu
terjadinya kadar insulin yang berkurang atau munculnya resistensi
insulin pada sel dalam tubuh, kadar gula darah kemudian akan
meningkat secara drastis.
Penderita diabetes tipe 2 biasanya akan terjadi pada mereka
yang mempunyai kondisi berat badan terlalu berlebihan dan
disebabkan karena mereka kurang melakukan aktivitas fisik. Biasanya
juga pola hidup yang tidak aktif akan memicu terjadinya penyakit
diabetes. Itulah kenapa penyakit ini sudah sering ditemukan pada
mereka yang sudah memasuki usia dewasa. Namun saat ini jumlah
penderita dikalangan anak-anak pun sudah mulai mengalami
peningkatan. Pemicunya juga sama, kekurangan aktivitas fisik serta
berat badan yang terlalu berlebihan.
2) Gejalah-gejalah diabetes tipe 2
Gejala yang menyerang penderita diabetes tipe 2 merupakan
gejala klasik, artinya gejala akan selalu ada di dalam kondisi penyakit
diabetes tipe apapun, beberapa gejala tersebut seperti(Sudoyo 2010):
a) Intensitas buang air kecil lebih banyak: Baik pada penderita
diabetes tipe 1 atau tipe 2, gejala ini akan sama-sama muncul.
Biasanya penderita akan sering ingin buang air kecil, terutama
pada malam hari.
b) Dehidrasi: Penderita diabetes tipe 2 juga kerap kali merasakan
kehausan yang terlalu berlebihan dan mereka akan mengalami
dehidrasi dengan cukup berat.
c) Merasa lapar: Penderita juga akan merasakan lapar secara terus
menerus, akibatnya akan memicu keinginan untuk mengkonsumsi
makanan yang memiliki kandungan gula.
d) Merasakan lelah yang berlebihan: Penderita juga kerap kali
merasakan kondisi kelelahan yang terlalu berlebihan padahal
nyatanya mereka belum melakukan aktivitas yang menguras
keringat atau membuat mereka lelah dengan berlebihan.
e) Berkurangnya massa otot: Penderita diabetes tipe 2 juga akan
merasakan massa ototnya mulai berkurang, akibatnya tubuh dan
persendian mereka akan terasa sangat lemas dan tidak bertenaga.
f) Penurunan berat badan: Saat seseorang memiliki kondisi berat
badan yang terlalu berlebihan kemudian mengalami penurunan
berat badan tentu saja itu merupakan hal yang baik, namun
sayangnya penurunan berat badan pada penderita diabetes
tidaklah wajar. Mereka akan mengalami penurunan dengan sangat
drastis bahkan saat Anda tidak melakukan diet apapun.
g) Pandangan yang kabur: Penderita juga kerap kali merasakan
adanya kondisi yang buruk terjadi pada matanya, seperti
penglihatan yang terasa kabur dan buram.
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional merupakan salah satu diabetes yang terjadi
ketika masa kehamilan dan biasanya hanya akan berlangsung sampai
proses melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya akan menyerang pada 9,2
% wanita yang mengandung pada usia 24-28 minggu masa
kehamilan(Sudoyo 2010).
1. Penyebab Diabetes Gestasional
Penyebab dari penyakit ini belum bisa diketahui secara pasti,
namun biasanya salah satu faktor yang sangat sering menjadi
pemicunya karena ada perubahan hormon. Ketika hamil maka
plasenta akan melakukan produksi untuk hormon tambahan misalnya
saja hormon estrogen, HPL dan hormone yang akan membantu
peningkatan resistensi insulin. Namun, seiring berjalannya waktu
hormon tersebut akan mulai mempengaruhi pada kerja insulin.
Sehingga saat semakin tinggi pengaruh hormonnya maka kadar gula
darah di dalam darah juga akan semakin mengalami peningkatan,
inilah yang menyebabkan terjadinya diabetes gestasional. Biasanya
rentan usia yang biasa terkena diabetes ini adalah usia diatas 25 tahun
yang mempunyai riwayat hipertensi, genetik, dan juga kelebihan berat
badan
2. Gejala Diabetes Gestasional
Berikut ini adalah beberapa gejala ketika menderita diabetes
gestasional, pada umumnya gejala hampir mirip dengan jenis diabetes
lainnya, seperti
a) Sering merasa kehausan
b) Sering buang air kecil
c) Mulut yang terasa sangat kering
d) Mudah merasa kelelahan
e) Pandangan yang terasa buram
d. Diabetes sekunder
Jenis diabetes selanjutnya adalah diabetes sekunder(Sudoyo
2010).Diabetes ini merupakan salah satu diabetes jenis melitus yang
disebabkan karena konsekuensi dari kondisi medis yang lainnya.
Diabetes ini bisa masuk dalam kategori yang sangat luas karena akan
berhubungan dengan masalah kesehatan, terutama yang akan
berhubungan dengan pancreas.
1. Penyebab Diabetes Sekunder
Berikut ini adalah beberapa gangguan kesehatan yang akan
memicu terjadinya diabetes sekunder:
a) cystic fibrosis
b) hemochromatosis
c) pankreatitis kronis
d) Sindrom ovarium polikistik (PCOS)
e) Sindrom Cushing
f) kanker pankreas
g) glucagonoma
h) pancreatectomy
3. Faktor-Faktor Penyebab DM Tipe 2
Berdasarkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular di Puskesmas (2012) melalui kegiatan deteksi dini faktor risiko
diharapkan dapat dilakukan penangananya sesegera mungkin, sehingga angka
kesakitan, kecacatan dan kematian dapat diturunkan serendah mungkin. Deteksi
dini Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan mengenali faktor – faktor yang
berisiko, yaitu :
a. Usia
Peningkatan risiko diabetes seiring dengan umur, khususnya pada
usia lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi
peningkatan intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan
berkurangnya kemampuan sel β pankreas dalam memproduksi insulin. Selain
itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas
mitokondria di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% dan memicu terjadinya
resistensi insulin (Trisnawati, 2013).
Pada usia 40 tahun umumnya manusia mengalami penurunan
fisiologis lebih cepat. DM lebih sering muncul pada usia setelah 40 tahun
(Yuliasih & Wirawanni, 2009). Berdasarkan penelitian Made Dewi
Susilawati dan Sri Muljati (2016) mengelompokkan umur menjadi 2 kategori
yaitu kelompok berisiko tinggi ≥40 tahun dan yang berisiko rendah. Rentang
umur berkisar antara usia 15-98 tahun dengan rata-rata 39,87 tahun. Batas
umur 40 tahun digunakan sebagai batas risiko penyakit. Hasil menunjukan
15% responden usia ≥ 40 tahun sebagai penyandang DM.
b. Riwayat Keluarga Menderita Diabetes Melitus
Riwayat keluarga merupakan kondisi yang merefleksikan genetik dan
lingkungan yang sama pada beberapa orang (Ahrens & Pigeot, 2005).
Riwayat keluarga turut mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap
diabetes. Riwayat keluarga dengan DM pada level pertama (misalnya: orang
tua) merupakan faktor risiko yang kuat terhadap kejadian DM pada seseorang
(Holt & Kumar, 2003). Ada dugaan bahwa gen resesif membawa bakat
diabetes pada seseorang. Artinya hanya orang dengan sifat homozigot dengan
gen resesif tersebut yang menderita diabetes (Fatimah, 2015).
Berbagai studi menunjukkan hubungan yang kuat antara riwayat DM
pada keluarga dengan risiko DM tipe 2 terutama pada populasi usia muda.
Anak usia muda memiliki proporsi risiko DM tipe 2 sebesar 45-80% jika
paling sedikit salah satu orangtuanya menderita DM (Nadeau & Dabelea,
2008). Hal ini didukung studi Nainggolan dkk (2013) yang menunjukkan
kejadian diabetes lebih tinggi pada orang dengan riwayat keluarga DM
dibanding yang tidak memiliki riwayat.
Studi yang dilakukan Zahtamal dkk (2007) terdapat hubungan yang
bermakna antara riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM.
Probabilitas terjadinya DM pada orang dengan riwayat DM dibandingkan
orang dengan tidak ada riwayat DM adalah 1 berbanding 4. Disamping itu
73% kasus DM dapat dicegah dengan memperhatikan faktor riwayat turunan
DM. Demikian pula studi yang dilakukan Najah (2014) terdapat hubungan
antara riwayat keluarga dengan kejadian diabetes, dengan odd ratio sebesar
4,78.
c. Obesitas
Obesitas adalah kondisi tubuh dengan Indeks Massa Tubuh lebih dari
30 kg/m2 (Ahrens & Pigeot, 2005).
Obesitas merupakan komponen utama dari sindom metabolik dan
secara signifikan beehubungan dengan resistensi insulin. Pedoman yang
dikeluarkan oleh The National Cholesterol Program-Adult Treatment Panel
(NCEP-ATP III) menunjukkan seseorang terdiagnosa sindrom metabolik jika
menderita tiga atau lebih dari lima faktor risiko berikut (Cordario, 2011):
1) Obesitas abdomen dengan lingkar pinggang > 102 cm (pria) dan >88 cm
(wanita);
2) Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl;
3) Kadar HDL < 40 mg/dl (pria) dan 50 mg/dl (wanita);
4) Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg;
5) Kadar glukosa puasa ≥ 100 mg/dl.
Risiko penyakit DM tipe 2 meningkat bersamaan dengan peningkatan
indeks massa tubuh, rasio pinggul terhadap pinggang, dan penimbunan lemak
terpusat. Masalah obesitas bukan hanya terjadi di negara maju, namun juga di
negara berkembang (seperti Indonesia, India) terutama pada masyarakat
urban. Sebuah studi di India melaporkan bahwa 18% populasi usia 13-18
tahun mengalami overweight, yang behubungan positif dengan usia dan
status sosial ekonomi (Nadeau & Dabelea, 2008). Sementara studi yang
dilakukan Soewondo dan Pramono (2011) proporsi penderita DM yang
mengalami obesitas abdominal di Indonesia sebesar 33,6%. Sementara
proporsi pada obesitas sentral sebesar 40,9%.

Menurut Infodatin Kemenkes RI (2014) faktor risiko DM akibat


obesitas di Indonesia banyak terjadi pada kelompok usia di atas 18 tahun
(14,8%). Obesitas sentral merupakan faktor risiko utama penyebab diabetes
yakni mencapai 26,6% (pada kelompok usia 15 tahun ke atas). Jenis kelamin
perempuan lebih besar proporsinya (42,1%) dibanding laki-laki (11,3%).
Studi yang dilakukan Soetiarto, Roselinda, dan Suhardi (2010)
menunjukkan prevalensi obesitas baik abdominal atau sentral, mulai
meningkat pada umur ≥ 25 tahun dan mulai menurun pada usia ≥ 65 tahun
sampai dengan usia 75+ tahun . Prevalensi DM mulai meningkat pada usia ≥
35 tahun pada wanita dan menurun di usia 75+ tahun. Berbeda dengan laki-
laki yang mulai meningkat prevalensi DM pada usia ≥ 45 tahun tetapi makin
tinggi sampai usia 75+ tahun. Terlihat bahwa mulainya tinggi prevalensi
obesitas pada usia yang lebih muda dari pada mulai tingginya prevalensi DM,
ini menunjukkan kejadian obesitas mendahului terjadinya DM.
Studi Yuliasih dan Wirawanni (2009) dan Nainggolan dkk (2013)
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas abdominal
dengan peningkatan kadar Gula Darah Puasa dan Gula Darah 2 Jam PP.
Studi lain menunjukkan, wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) di atas 35
kg/m2 memiliki risiko 40 kali menderita diabetes dibanding wanita dengan
IMT < 23 kg/m2 (Laakso, 2008). Sementara menurut Trisnawati dan
Setyorogo (2012) orang dengan obesitas memiliki risiko 2,7 kali lebih besar
dibanding yang tidak obesitas. Studi Nainggolan dkk (2013) juga
menunjukkan bahwa berat badan kurus maupun kegemukan sama-sama
memiliki risiko diabetes dibandingkan dengan berat badan normal.
d. Aktifitas Fisik
Aktivitas fisik digunakan untuk menggambarkan gerakan tubuh
manusia sebagai hasil kerja otot rangka menggunakan sejumlah energi.
Perilaku sedenter atau tidak aktif merupakan faktor risiko penting penyebab
kematian, penyakit kronik salah satunya adalah Diabetes, dan disabilitas
(Nani Cahyo Sudarsono, 2015).
Kurang aktivitas fisik merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya Diabetes Melitus. Dengan melakukan aktivitas fisik dapat
mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat
beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat
sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang
berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi
ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi
untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Kemenkes,
2010).
Pada waktu melakukan aktivitas fisik, otot-otot akan memakai lebih
banyak glukosa daripada waktu tidak melakukan aktivitas fisik, dengan
demikian konsentrasi glukosa darah akan menurun. Melalui aktivitas fisik,
insulin akan bekerja lebih baik sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel
untuk dibakar menjadi tenaga (Soegondo, 2008). WHO merekomendasikan
untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit per
hari dalam satu minggu atau 20 menit perhari selama 5 hari dalam satu
minggu dengan intensitas berat untuk mendapatkan hasil yang optimal dari
aktivitas fisik atau olahraga (Rumiyati, 2008).
Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan seseorang rentan
terhadap kondisi prediabetes. Penelitian Soewondo dan Pramono (2011)
menyebutkan bahwa kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko sebesar 23%.
Aktivitas fisik dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga
meningkatkan kerja insulin dalam mengontrol kadar glukosa dalam darah.
Selain itu akitivitas fisik juga dapat membakar lemak dalam tubuh, seseorang
yang memiliki nilai status gizi normal memberikan efek protektif terhadap
peningkatan kadar glukosa darah.
e. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah secara
persisten dalam dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit pada
saat kondisi cukup istirahat/tenang dimana tekanan darah sistolik lebih dari
140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah dalam jangka waktu yang lama dan tidak dideteksi secara dini
dapat menyebabkan gagal ginjal, penyakit jantung koroner dan stroke
(Kemenkes RI, 2014).
Klasifikasi hipertensi menurut AHA (2017) yaitu :
a. Normal : 180/>110 mmHg
b. Prehipertensi : 120-139/80-89 mmHg
c. Hipertensi Stadium I : 140-159/90-99 mmHg
d. Hipertensi Stadium II : ≥160/≥110 mmHg
e. Krisis Hipertensi :>180/>110 mmHg
Bersamaan dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran
fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi. Tekanan darah
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini berhubungan dengan
berkurangnya elastisitas pembuluh darah arteri. Dinding arteri akan semakin
kaku, sehingga tahanan pada arteri akan semakin besar dan meningkatkan
tekanan darah (Sarasaty, 2012).
Pada pasien diabetes tipe 2, hipertensi seringkali bagian dari sindrom
metabolik dari resistensi insulin. Hipertensi mungkin muncul selama
beberapa tahun pada pasien ini sebelum Diabetes Melitus muncul.
Hiperinsulinemia memperbesar patogenesis hipertensi dengan menurunkan
ekskresi sodium pada ginjal, aktivitas stimulasi dan tanggapan jaringan pada
sistem saraf simpatetik, dan meningkatkan resistensi sekeliling vaskular
melalui hipertropi vaskular (Puput, 2016).

BAB III
RENCANA PAGT
A. SKRINING PASIEN
Tanggal skrining : 25-10-2021

No Parameter Skor
1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak direncanakan /
tidak diinginkan dalam 6 bulan terakhir?

Tidak 0√
Tidak yakin ( ada tanda : baju menjadi lebih
1
longgar )
Ya ada penurunan BB sebanyak :
- 1-5 kg 1
- 6-10 kg 2
- 11-15 kg 3
- >15 kg 4
- Tidak tahu berapa kg turunnya
2
2.
Apakan asupan makan pasein berkurang karena penurunan nafsu
makan/kesulitan menerima makan ?

Tidak 0
Ya
1√
Total skor 1
Penilaian gizi : total skor pasien 2 pasien tidak beresiko malnutrisi
Keterangan : bila skor > , pasien beresiko malnutrisi

Petugas Skrining

( I Made Ripa Persesa )

B. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. L
Usia : 44 Tahun
Tanggal Lahir : Raha, 01 Januari 1977
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Jl. Mekar Mawar. Mekar Jaya 1
Agama : Islam
Tanggal Mrs : 23-10-2021
Kamar Perawatan : Laika Waraka Lt.1 Kamar 14
No. RM : 58-96-21
Diagnosa Medis : Pneumonia + Dm Tipe 2

C. Assesment gizi
1. Antropometri
TB = 160 cm
BB = 58 kg
BB 58 58
IMT = = = = 22,06 ( status gizi normal )
TB ² 1,60 x 1,60 2,56
2. Biokimia
Tabel 5. Hasil pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Keterangan


WBC 15,90/uL 4,0-10,0 u/L infeksi
HB 14,1 g/dl 12,0-16,0 g/dl Normal
PLT 297/uL 31,5-35,0/uL infeksi
Limfosit 17,7% 52,0-75,0% Rendah
SGPT 35 µ/L < 41 µ/L Normal
SGOT 20 µ/L < 45 µ/L Normal
Glukosa sewaktu 469 mg/dl 70-180 mg/dl Tinggi
Ureum darah 44 mg/dl 19-44 mg/dl Normal
Kreatinin darah 1,2 mg/dl 0,7-1,2 mg/dl Normal
135,0-145,0 Tekanan darah
Natrium darah 148,8 mmol/L
mmol/L naik
Kalium darah 3,6 mmol/L 3,5-5,5 mmol/L Normal
98,0-108,0
Klorida darah 104,9 mmol/L Normal
mmol/L
Data primer RS Bahterama,2021
Berdasarkan pemeriksaan laboratorim pasien mengalami DM, infeksi paru dan
gejala Hipertensi.

3. Fisik klinis
Tabel 6. Hasil pemeriksaan fisik/klinis

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan


Nyeri pinggang (+) (-) ( +)
KU Lemah Baik Lemah
Kesadaran CM CM CM
Tekanan Darah 90/60 mmHg 120-80 mmHg Normal
Nadi 80x/menit 60-100x/menit Normal
RR 20x/menit Normal
Suhu 36 ̊ C 36 ̊,5 C Normal
Data primer RS Bahteramas, 2021
Berdasarkan pemeriksaan fisik klinis pasien mengalami nyeri pinggang (+),
KU lemah.
4. Dietary History
a. Riwayat makan dahulu : sebelum sakit pasien frekuensi makan pasien 3x
sehari, berupa makanan pokok ( nasi putih ) 3x/hari 2-3 sebanyak centong,
lauk hewani ikan 3x/hari 1 ptg, ayam (ayam kampung ) 1x/sebulan, lauk
nabati ( tahu tempe ) tidak pernah semenjak pasien pernah terkena asam urat,
sayur jarang 1x/seminggu hanya mengkonsumsi sayuran yang tidak berwarna
hijau, buah jarang 1x/sebulan.
b. Riwayat makan sekarang : Pasien Mendapat Diet DM berupa makanan
pokok ( nasi merah dan bubur putih ) 3x/sehari, lauk hewani 3x sehari,
lauknabati 3x/ sehari, sayuran 3x/sehari, buah 2x sehari dan selingan
2x/sehari. Pasien hanya bisa mengkonsumsi makanan pokok ½ porsi, lauk
hewani kadang dimakan dan terkadang tidak, lauk nabati tidak pernah
dimakan karena kebiasaan makan pasien yang sejak dulu, sayur selalu
dihabiskan dan buah juga. Berdasarkan hasil recall 24 jam diperoleh % asupan
E = 37 %, P = 32 %, L = 10 % dan KH = 43 % kurang dari kebutuhan , dapat
dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Hasil recall 24 jam

Energi
Kategori Protein (gr ) Lemak ( gr ) KH ( gr )
( kkal )
Asupan 791,6 25,4 4,9 170,7
Kebutuhan 2088 78,3 46,4 339,3
% asupan 37% 32% 10% 43%
Keterangan Kurang Kurang Kurang Kurang

5. Riwayat Personal
a. Riwayat 0bat-obatan
Tabel 8. Riwayat obat

Riwayat obat-
No Fungsi Efek samping
obat
- Nyeri perut
- Mual
- Muntah
- Diare
Mengobati dan - Pusing
1 Ceptriaxone mencegah infeksi - Mengantuk
bakteri - Sakit kepala
- Bengkak dan iritasi
pada area suntikan
- Muncul keringat
berlebihan
- Neuritis periter
- Kelelahan otot
- Mual
- Muntah
Untuk mencegah - Nyeri abdomen
dan mengatasi - Diare
2 Recolfol
serangan gout - Ertikaira
(gejala asam urat) - Anemia aplastik,
- Agranulositosis,
- Dermatitis
- Purpura
- alopesia
- mual
- muntah
Mengobati
- sakit perut
3 Acetylsisteine keracunan
- pilek
paracetamol
- sariawan
- demam
- sakit kepala
- mulut kering
Mengatasi - lemas
4 Alprazolam kecemasan dan - nafsu makan hilang
gangguan panik - gairah seksual
meningkat atau
menurun
5 Novorapid Insulin analog kerja - kulit kemerahan,
cepat terjadi
pembengkakan
pada kulit yang di
suntik
- kulit terasa
berbeda, lebih
tebal, atau justru
sebaliknya
- kenaikan berat
badan
- sembelit
-
-

b. Sosial ekonomi
Pekerjaan pasien adalah seorang supir mobil , aktifitas sehari-hari pasien
membawa kendaraan penumpang, saat masuk rumah sakit pasien hanya
berbaring dan kurang aktifitas.
c. Riwayat penyakit
1) Penyakit dahulu: asam urat dan DM tipe 2
2) Penyakit sekarang: pasien terdiagnosa dengan Pneumonia + DM
3) Riwayat penyakit kelurga: Asam urat
D. Diagnosa Gizi
a) Domain intake
1. NI-2.1 = kekurangan intake makanan dan minuman oral berkaitan dengan
kurangnya asupan makan pasien ditandai dengan hasil recall 24 jam diperoleh
energi 37%, protein 32%, lemak 10%, karbohidrat 43% kurang dari kebutuhan
2. NI.1.2= Peningkatan kebutuhan energi di sebabkan adanya infeksi yang di
tandai nilai WBC 15,90/ul tinggi, PCT 297/ul tinggi, li,posit rendah 17,7 %
b) Domain klinis
NC-2.2= perubahan nilai laboratorium terkait zat gizi khusus berkaitan dengan
adanya gangguan fungsi endokrin ditandai dengan nilai gula darah tinggi ( 469
mg/dl).
c) Domain behavior
NB1.2 kepercayaan/sikap yang salah mengenai makanan atau zat gizi berkaitan
dengan keinginan untuk menyembuhkan penyakit (asam urat) ditandai dengan
tidak mengkonsumsi sayuran berwarna hijau dan protein nabati.

E. Intervensi gizi
1. Perencanaan intervensi
a. Jenis terapi diet
Diet DM VI dan diet TKTP . bentuk makanan biasa dan frekuensi makan
3x sehari 2x selingan.
b. Tujuan diet
1) Mempertahankan status gizi normal.
2) Membantu menurunkan kadar GDS mencapai normal.
3) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
4) Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
c. Syarat diet
a. Energi diberikan 2088 kkal.
b. Protein diberikan 15% dari total kebutuhan yaitu 78,3 gr.
c. Lemak diberikan 20% dari total kebutuhan yaitu 46,4 gr.
d. Karbohidrat diberikan 65% dari total kebutuhan yaitu 393,3 gr.
e. Vitamin dan mineral cukup.
d. Perhitungan kebutuhan
Rumus perkeni:
Energi basal = 30 kkal x BB1
=30 kkal x 58 kg
= 1740 kkal
TEE =energi basal + FA + FS - KU
= 1740 + 10% + 15% x-5%
= 1740 + 174 + 261 - 87
= 2088 kkal
Protein = 15% x 2088 : 4
= 78,3 gr
Lemak = 20% x 2088: 9
= 46,4 gr
Karbohidrat = 65% x 2088 :4
= 339,3 gr
F. Rencana Edukasi
1. Tujuan edukasi
a) Agar pasien mematuhi diet yang diberikan.
b) Pasien dan keluarga mengerti dan paham tentang zat gizi dan makanan
yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.
2. Metode
Konseling dan tanya jawab
3. Topik
Diabetes melitus dan TKTP
4. Alat bantu
Leaflet DM dan TKTP
5. Sasaran
Pasien dan keluarga pasien
6. Waktu dan tempat
± 30 menit , di ruang Laika Waraka Lt.2 Kamar 14
7. Evaluasi
Menanyakan kembali materi yang diberikan yaitu diit DM dan TKTP serta
bahan makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi.

G. Rencana monitoring
Tabel 9. Rencana monitoring
Parameter Target Pelaksanaan
Memonitoring asupan
makan pasien selama 3 hari
apakah pasien
Asupan makan menghabiskan makanan Awal dan akhir studi kasus
yang diberikan dan
mematuhi diet yang telah
diberikan
memonitoring dan
mengevaluasi antropometri
Antropometri Awal dan akhir studi kasus
pasien selama 3 hari

Biokimia Nilai biokimia yang normal Awal dan akhir kasus


Fisik Tidak nyeri pinggang lagi Setiap hari
Klinis Glukosa sewaktu Awal dan akhir studi kasus
BAB IV

IMPLEMENTASI INTERVENSI GIZI

A. Implementasi intervensi gizi


Jenis diet : Diet DM VI (Eneri 2100 kkal, Protein 62 gr, Lemak
53 gr, Karbohidrat 319) dan TKTP
Bentuk makanan : Makanan biasa.
Pemberian : Oral.
Frekuensi makan pasien : Makanan utama 3x/hari dan 2x selingan.
Makanan pokok (beras merah) 3x/hari ± 200 gr/hari, lauk hewani (ayam, ikan,
telur) 3x/hari sebanyak 250-300 gr /hari, lauk nabati 3x/hari berupa tahu/tempe
sebanyak 80 gr/hari, sayur sebanyak 200 gr/hari, buah 2x/hari sebanyak 200
gr/hari. Makanan selingan 2x/hari (berupa kue DM dan gabin crakers).
B. Implementasi intervensi edukasi/konseling
Edukasi yang diberikan pada pasien berupa diet DM VI san TKTP
meliputi pengertian DM dan TKTP tujuan DM dan TKTP penyebab DM dan cara
mengatasi DM bertujuan agar pasien mematuhi diet yang telah diberikan, serta
mampu mengetahui makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi. Pada saat edukasi/konseling pasien dan keluarga sangat antusias
dalam memberikan tanggapan dan bersedia menjalankan apa yang dianjurkan.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

A. Antropometri
Tabel 10. Pemeriksaan Antropometri

Monitoring
Jenis pengukuran Data Awal
Hari 1 Hari 2 Hari 3
 BB (Kg)  59 kg - - 59 kg
 TB (Cm)  160 cm - - 160 cm
 IMT  23.05 - - 23.05
 Kategori Status Gizi  Normal - -  Normal
Data Sekunder RD bahteramas 2021
Pembahasan : berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3
hari diperoleh status gizi pasien masih dalam kisaran normal dengan IMT
22,6 kg/m².
B. Biokimia
Tabel 11. Pemeriksaan Biokimia

Monitoring
Data Standar Data
Hari
Biokimia Normal Awal Hari 1 Hari 3
2
WBC 4.0 – 10.0 15.90 - - -

Hb 12-16 12,6 - - -
SGPT < 41 36 - - -

SGOT < 45 45 - - -

Glukosa
70 – 180 469 - - -
Sewaktu

Kreatinin
0,7– 1,2 1.3 - - -
Darah

Glukosa
15 – 40 46 - - -
Darah

Data Sekunder RS Bahteramas, 2021


Keterangan : berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 3
hari pemeriksaan laboraturium hanya dilakukan 1 kali yang dimana diperoleh
nilai glukosa darah 46 ( tinggi), kreatinin darah 1.3 ( tinggi), dan glukosa
seaktu 469 (tinggi).

C. Fisik/Klinis
Tabel 12. Pemeriksaan fisik klinis
Standar Monitoring
Pemeriksaan Data Awal
Normal Hari 1 Hari 2 Hari 3
90/60 – 110/70 110/80 120/80
Tekanan Darah 90/60 mmhg
120/80 mmhg mmhg mmhg mmhg

60 – 100 85
Nadi 80 x/menit 80 x/menit 80 x/menit
x/menit x/menit

12 – 20 24
RR 20 x/menit 20 x/menit 20 x/menit
x/menit x/menit

Suhu 36.5 ℃ 36 ℃ 36 ℃ 36 ℃ 36.5 ℃

Nyeri pinggang (-) (+) (+) (+) (+)

Ku Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah

Data Sekunder RS Bahteramas, 2021


Pembahasan : berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 3 hari
diperoleh suhu dan RR dalam keadaan normal. Dan untuk tekanan darah pada
saat sebelum studi kasus normal namun pada hari 1 sampai hari ke-3 nyeri (+)
dan KU lemah.
D. Asupan Zat Gizi
Tabel 13. Asupan zat gizi
Data awal Monitoring
Asupan
Hari 1 Hari 2 Hari 3
gizi
RS*) LRS*) RS*) LRS*) RS*) LRS*) RS*) LRS*)
Energi
791,6 - 1492.2 - 1218.9 - 1433.2 -
(Kkal)
Protein
25.4 - 66.2 - 46.8 - 55.2 -
(gr)
Lemak
4.9 - 29.1 - 19.6 - 31.1 -
(gr)
KH (gr) 170.7 - 242.1 - 215 - 230.3 -
RS*) : Dari Rumah Sakit
LRS**) : Dari luar Rumah Sakit (di isi jika ada asupan atau makanan dari luar
rumah sakit yang di konsumsi pasien).

Berdasarkan recall 24 jam sebelum studi kasus nafsu makan pasien berkurang
disebabkan adanya nyeri uluhati pada hari pertama masuk RS. Asupan energi
pasien sebelum kasus hanya sebesar 797 kkal dari total kebutuhan, asupan protein
25.4 gr dari kebutuhan, asupan lemak 4.9 gr dari kebutuhan dan KH 170.7 gr dari
kebutuhan .
Asupan energi pasien dihari pertama masuk RS sebesar 1492.2 kkal dari total
kebutuhan, asupan protein 66.2 gr dari kebutuhan, asupan lemak 29.1 gr dari total
kebutuhan. Asupan energi pasien menurun di hari ke 2 dan ke 3 meningkat.
Adapun gambaran pencapain asupan makan zat gizi pasien di bandingkan
dengan kebutuhan dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 1. Asupan Energi

2500

2000

1500

1000

500

0
data awal hari 1 hari 2 hari 3

asupan kebutuhan

Berdasarkan diagram monitoring asupan energi selama studi kasus di


ketahui asupan data awal yaitu 37% ,pada hari ke-1 meningkat sebesar71% dan
hari ke-2 kembali menurun menjadi 58% dikarenakan pasien mengalami demam,
dan hari ke-3 kembali meningkat sebesar 68%.
Grafik 2. Asupan Protein

80
70
60
50
40
30
20
10
0
data awal hari 1 hari 2 hari 3

asupan kebutuhan

Berdasarkan diagram monitoring asupan protein selama studi kasus di


ketahui asupan data awal yaitu 32% ,pada hari ke-1 meningkat sebesar 84% dan
hari ke-2 kembali mnurun sebesar 60% dan hari ke-3 kembali meningkat sebesar
70%, asupan protein tidak tercapay karena pasien jarang mengkonsumsi lauk
hewani (ayam,ikan,telur) yang diberikan oleh pihak rumah sakit.

Grafik 3. Asupan Lemak

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
data awal hari 1 hari 2 hari 3

asupan kebutuhan

Berdasarkan diagram monitoring asupan lemak selama studi kasus di


ketahui asupan data awal yaitu 10% ,pada hari ke-1 meningkat sebesar 63% dan
hari ke-2 kembali menurun menjadi 43% dan hari ke-3 kembali meningkat
sebesar 67%.
Grafik 4. Asupan Karbohidrat

350

300

250

200

150

100

50

0
data awal hari 1 hari 2 hari 3

asupan kebutuhan

Berdasarkan diagram monitoring asupan energi selama studi kasus di


ketahui asupan data awal yaitu 50% ,pada hari ke-1 meningkat sebesar 71% dan
hari ke-2 kembali menurun menjadi 63% dikarenakan pasien mengalami demam,
dan hari ke-3 kembali meningkat sebesar 67%.
BAB IV
KESIMPILAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil skrining, pasien tidak mengalami malnutrisi.
2. Berdasarkan pengkajian gizi selama studi kasus dilakukan, didapatkan hasil
sebagai berikut:
 Antropometri status gizi pasien masuk dalam kategori normal dengan
IMT 22,6 kg/m².
 Bio kimia hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan nilai WBC 15,90/
uL ( ) pada hari pertama pasien MRS, PLT 297/uL ( ), Glukosa sewaktu
469 mg/dl ( ) dan Natrium Darah 148,8 mmol/L( ↑ ) .
 Fisik/klinis pasien keluhan yang dirasakan nyeri pinggang, keaadan
lemah, tekanan darah normal, suhu normal, nadi normal, respirasi normal.
 Dietery asupan hasil recall 24 jam yaitu energi 37%, protein 32%, lemak
10%, dan karbohidrat 43%.
3. Berdasarkan hasil studi kasus diketahui diagnosa pasien yaitu :
 Domain intake
- NI-2.1 = kekurangan intake makanan dan minuman oral berkaitan
dengan kurangnya asupan makan pasien ditandai dengan hasil recall
24 jam diperoleh energi 37%, protein 32%, lemak 10%, karbohidrat
43% kurang dari kebutuhan
- NI.1.2= Peningkatan kebutuhan energi di sebabkan adanya infeksi
yang di tandai nilai WBC 15,90/ul tinggi, PCT 297/ul tinggi, li,posit
rendah 17,7 %
 Domain klinis
- NC-2.2= perubahan nilai laboratorium terkait zat gizi khusus
berkaitan dengan adanya gangguan fungsi endokrin ditandai dengan
nilai gula darah tinggi ( 469 mg/dl).
 Domain behavior
- NB1.2 kepercayaan/sikap yang salah mengenai makanan atau zat gizi
berkaitan dengan keinginan untuk menyembuhkan penyakit (asam
urat) ditandai dengan tidak mengkonsumsi sayuran berwarna hijau
dan protein nabati.
4. Rencana intervensi gizi pada pasien berupa pemberian diet DM VI dan TKTP.
5. Implementasi edukasi gizi yang diberikan kepada pasien yaitu tentang bagimana
asupan makanan yang telah diberikan sesuai dengan jenis diet.kemudian
menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan yang telah di berikan sesuai
porsi diet. Membiasakan makan tepat waktu serta memperhatikan jumlah dan
jenisnya.
6. Berdasarkan monitoring dan avaluasi yang dilakukan selama studi kasus 3 hari
meliputi :
 Antropometri : BB, status gizi tidak mengalami peningkatan atau
perubahan selama studi kasus.
 Biokimia : berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama studi
kasus di peroleh hasil pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan satu kali
yaitu pada saat sebelum studi kasus dan tidak ada pemeriksaan lanjutan.
 Fisik/klinis : berdasarkan pemeriksaan fisik/klinis selama studi kasus
pasien mengalami perubahan yang signifikan KU pasien membaik tidak
lagi nyeri pinggang .
 Asupan : berdasarkan hasil pengamatan selama studi kasus diketahui rata-
rata % asupan energi, protein, lemak, dan KH sampai hari ke 3
pengamatan belum cukup, hal ini disebabkan nafsu makan pasien
menurun.
B. SARAN
1. Instalasi Gizi
Tetap meningkatkan pelayanan maksimal.
2. Nutritionist/Ahli Gizi
Tetap memberikan edukasi dan motivasi ke pasien agar pasien memenuhi Diet
yang diberikan.
3. Pasien
a. Pasien mampu melaksanakan diet yang telah diberikan dan menyadari bahwa
makanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat proses
penyembuhan dengan menghabiskan makanan dapat terhindar dari defisiensi gizi
sehingga dapat mempercepat hari rawat.
b. Pasien dan keluarga mengetahui cara pemilihan makanan yang tepat dan
sesuai diet yang di berikan.

LAMPIRAN
PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR ( PAGT )

INSTALASI GIZI BAHTERAMAS

NAMA : Tn. L DIAGNOSA MEDIS : Pneumonia + DM

UMUR :44 tahun NO. RM : 58-96-21

TANGGAL LAHIR : 01-01-1977 TANGGAL MRS :23-10-20211

AGAMA : islam TANGGAL STUDI KASUS :25-10-2021

PEKERJAAN : Supir mobil (wiraswasta) BAGIAN :Laika Waraka L.1 kamar 14

ASSESMENT
INTERVENSI
DIAGNOSA GIZI RENCANA
IDENTIFIKASI ( PES ) MONEV
DATA DASAR TERAPI DIET TERAPI EDUKASI
MASALAH
ANTROPOMETRI Domain intake Jenis diet : Tujuan : memonitoring
TB = 160 cm Diet DM VI dan TKTP Memberikan edukasi
NI-2.1= dan
tentang diet DM IV dan
BB = 58 kg
kekurangan intake menganjurkan makanan mengevaluasi
Tujuan diet :
BB 58 58 makanan dan  Memenuhi kebutuhan
yang boleh dan tidak
antropometri
IMT = = = = 22,6 ( status boleh dikonsumsi.
TB ² 1,60 x 1,60 2,56
minuman oral energi dan protein pasien selama 3
gizi normal ) Topik :
berkaitan dengan yang meningkat untuk hari
Diet DM VI
kurangnya asupan mencegah dan
Pokok bahasan/ materi :
makan pasien mengurangi  Mengetahui
ditandai dengan kerusakan jaringan jenis diet yang
diberikan
hasil recall 24 jam tubuh.  Mengetahui
diperoleh energi  Mempertahankan tujuan diet yang
diberikan
37%, protein 32%,
lemak 10%, status gizi normal  Mengetahui
syarat diet yang
karbohidrat 43%  Membantu
diberikan
kurang dari menurunkan kadar  Mengetahui
makan yang
kebutuhan GDS mencapai
boleh dan tidak
NI.1.2=Peningkata normal. boleh
dikonsumsi.
n kebutuhan energi  Meningkatkan derajat
 Melakukan diet
di sebabkan adanya kesehatan secara yang
direncanakan.
infeksi yang di keseluruhan melalui
tandai nilai WBC gizi yang optimal.
Sasaran :
15,90/ul tinggi, Syarat diet :
Pasien dan keluarga
- Energi diberikan
PCT 297/ul tinggi,
2088kkal Waktu :
li,posit rendah 17,7
± 30 menit
- Protein diberikan 15%
%
dari total kebutuhan Media :
Domain klinis
Leaflet DM dan TKTP
yaitu 78,3 gr
NC-2.2= perubahan
- Lemak diberikan Metode :
nilai laboratorium
Konseling dan tanya
20% dari total
terkait zat gizi jawab
kebutuhan yaitu 46,4
khusus berkaitan
Evaluasi :
gr
dengan adanya Menanyakan kembali
- Karbohidrat diberikan
gangguan fungsi materi yang diberikan
65% dari total
endokrin ditandai yaitu diit DM dan TKTP
kebutuhan yaitu 339,3
dengan nilai gula serta bahan makanan
gr
darah tinggi ( 469 yang boleh dan tidak
- Vitamin dan mineral
mg/dl). boleh dikonsumsi.
cukup
Domain behavior
Bentuk makanan :
NB1.2
kepercayaan/sikap Makanan biasa
yang salah Cara pemberian :
mengenai makanan
Oral
atau zat gizi
Frekuensi makan :
berkaitan dengan 3x makanan pokok 2x selingan
keinginan untuk
menyembuhkan Perhitungan kebutuhan:
penyakit (asam Rumus perkeni:
urat) ditandai Energi basal = 30 kkal x
dengan tidak BB1
mengkonsumsi =30 kkal x 58 kg
sayuran berwarna = 1740 kkal
hijau dan protein TEE =energi basal
nabati. + FA + FS - KU
= 1740 + 10% + 15% x-5%
Biokimia (B): memonitoring
Tanggal Pemeriksaan : 25/10/2021 = 1740 + 174 + 261 - 87
dan
Pemeriksaan Hasil Nilai Keterangan = 2088 kkal
mengevaluasi
rujukan Protein = 15% x 2088 : 4
- WBC = tinggi
WBC 15,90/Ul 4,0-10,0 Tinggi biokimia hasil
- PLT = tinggi = 78,3 gr
u/L - Limfosit= lab pasien
HB 14,1 g/dl 12,0-16,0 Normal rendah Lemak = 20% x 2088: 9
selama 3 hari
- Glukosa = 46,4 gr
g/dl sewaktu =
PLT 297/uL 31,5- Tinggi tinggi Karbohidrat = 65% x
35,0/uL - Natrium darah 2088 :4
Limfosit 17,7% 52,0- Rendah = tinggi
= 339,3 gr
75,0%
SGPT 35 µ/L < 41 µ/L Normal
SGOT 20 µ/L < 45 µ/L Normal
Glukosa 469 mg/dl 70-180 Tinggi
sewaktu mg/dl
Ureum darah 44 mg/dl 19-44 Normal
mg/dl
Kreatinin darah 1,2 mg/dl 0,7-1,2 Normal
mg/dl
Natrium darah 148,8 135,0- Tinggi .
mmol/L 145,0
mmol/L
Kalium darah 3,6 3,5-5,5 Normal
mmol/L mmol/L
Klorida darah 104,9 98,0- Normal
mmol/L 108,0
mmol/L
Klinis/Fisik (C) memonitoring
Tanggal pemeriksaan : 25-10-2021 dan
Nilai mengevaluasi
Pemeriksaan Hasil Keterangan fisik klinis
Rujukan
pasien selama 3
Nyeri (+) (-) ( +) hari
pinggang
KU Lemah Baik Lemah - KU = lemah
Kesadaran CM CM CM - Nyeri
Tekanan 90/60 120-80 Normal punggung
Darah mmHg mmHg
Nadi 80x/menit 60- Normal
100x/menit
RR 20x/menit Normal
Suhu 36 ̊ C 36 ̊,5 C Normal
memonitoring
DIETARY HISTORY
dan
1. Riwayat gizi dahulu - Jarang
sebelum sakit pasien frekuensi makan pasien 3x mengkonsums mengevaluasi
sehari, makanan pokok ( nasi putih ) 3x/hari 2-3 i sayur dan zat gizi pasien
buah.
centong, lauk hewani ikan 3x/hari 1 ptg, ayam selama 3 hari .
(ayam kampung ) 1x/sebulan, lauk nabati ( tahu
tempe ) tidak pernah semenjak pasien pernah
terkena asam urat, sayur jarang 1x/seminggu
hanya mengkonsumsi sayuran yang tidak
berwarna hijau, buah jarang 1x/sebulan.

2. Riwayat gizi sekarang


sejak masuk rumah sakit pasien diberikan
makanan pokok ( nasi merah dan bubur putih )
3x/sehari, lauk hewani 3x sehari, lauknabati 3x/
sehari, sayuran 3x/sehari, buah 2x sehari dan
selingan 2x/sehari. Pasien hanya bisa
mengkonsumsi makanan pokok ½ porsi, lauk
hewani kadang dimakan dan terkadang tidak, lauk
nabati tidak pernah dimakan karena kebiasaan
makan pasien yang sejak dulu, sayur selalu
dihabiskan dan buah juga. Berdasarkan hasil
recall 24 jam diperoleh % asupan energi 58%,
protein 41%, lemak 13%, karbohidrat 70%

3. Asupan recall 24 jam


Energi Protein Lemak KH ( gr
( kkal ) (gr ) ( gr ) )
Asupan 791,6 25,4 4,9 170,7
Kebutuhan 2088 78,3 46,4 339,3
% asupan 37% 32% 10% 43%
Keteranga Kurang Kurang Kurang Kurang
n

Riwayat personal
1. Keluhan utama
pasien masuk rumah sakit dengan keluhan lemah,
demam, nyeri tulang belakang.
2. Riwayat penyakit dulu
Asam urat dan DM tipe 2
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien Tn. L di Diagnosa menderita penyakit
Pneumonia + DM

4. Riwayat penyakit keluarga


Asam urat
5. Aktifitas fisik
Pekerjaan pasien adalah seorang supir mobil ,
aktifitas sehari-hari pasien membawa kendaraan
penumpang, saat masuk rumah sakit pasien hanya
berbaring dan kurang aktifitas.

Nama Pembimbing Klinik ( RS ) Nama Mahasiswa

( WIDYASARI, SST ) ( I MADE RIPA PERSESA )


NIP. NIM.P00313018014
Lampiran Perencanaan Menu Pasien Pneunomia+DM

Protein (g)
Energi Lemak H A
Waktu Menu Bahan Makanan Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g)

MAKAN PAGI nasi merah Beras merah tumbuk 50 179.5 0.0 3.8 0.5 38.8
ikan panggang Ikan segar 100 113.0 17.0 0.0 4.5 0.0
sayur bening Labu siam 60 15.6 0.0 0.4 0.1 4.0
buah pepaya 100 46.0 0.0 0.5 0.0 12.2
Snack Pagi pisang rebus pisang kepok 100 115.9 0.8 0.0 0.2 31.2
jus jeruk Jeruk manis 100 45.0 0.0 0.9 0.2 11.2
Makan Siang nasi merah Beras merah tumbuk 90 323.1 0.0 6.8 0.8 69.8
ikan kuah kuning Ikan segar 100 113.0 17.0 0.0 4.5 0.0
perkedel kentang Kentang 40 33.2 0.0 0.8 0.0 7.6
Tepung terigu 15 54.8 0.0 1.3 0.2 11.6
Minyak kelapa 10 87.0 0.0 0.1 9.8 0.0
sup sayur wortel 25 10.5 0.0 0.3 0.1 2.3
buncis 20 7.0 0.0 0.5 0.0 1.5
Kol merah/putih 15 3.6 0.0 0.2 0.0 0.8
Bihun 10 36.0 0.0 0.5 0.0 8.2
buah Jeruk manis 100 45.0 0.0 0.9 0.2 11.2
Sanck Sore ubi jalar rebus Ubi jalar putih 50 61.5 0.0 0.9 0.4 14.0
jus pepaya pepaya 100 46.0 0.0 0.5 0.0 12.2
Makan Malam nasi merah Beras merah tumbuk 90 323.1 0.0 6.8 0.8 69.8
telur rebus telur ayam 50 81.0 6.4 0.0 5.8 0.4
perkedel jagung Jagung segar kuning 20 28.0 0.0 0.9 0.3 6.6
Tepung terigu 15 54.8 0.0 1.3 0.2 11.6
sayur lodeh kacang panjang 35 15.4 0.0 0.9 0.1 2.7
Terong 35 8.4 0.0 0.4 0.1 1.9
buah melon 100 8.6 0.6 0.0 0.4 7.2
Hasil recall sebelum paripurna kasus

Protein (g)
Energi Lemak H A
Waktu MenuBahan Makanan
Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g)

MAKAN PAGI bubur Beras gili 25 90.0 0.0 1.7 0.2 19.7
sayur sup Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/ 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
Makan Siang nasi merah Beras mer 75 269.3 0.0 5.6 0.7 58.2
sayur sup Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/ 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
buah Melon 100 8.6 0.6 0.0 0.4 7.2
Makan Malam nasi merah Beras mer 75 269.3 0.0 5.6 0.7 58.2
ikan bumbu Ikan sega 50 56.5 8.5 0.0 2.3 0.0
sayur sup Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/ 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
buah Melon 100 8.6 0.6 0.0 0.4 7.2
Total Asupan 791.6 25.4 4.9 170.7
Hasil recall 24 hari ke 1

Protein (g)
Energi Lemak H A
Waktu Menu Bahan Makanan Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g)

MAKAN PAGI nasi merah Beras merah tumbuk 50 179.5 0.0 3.8 0.5 38.8
ikan kuah Ikan segar 100 113.0 17.0 0.0 4.5 0.0
sayur sup Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
tempe becem Tempe kedele murni
Snack Pagi air putih
kue krekers Biscuit 35 160.3 0.0 2.4 5.0 26.3
Makan Siang nasi merah Beras merah tumbuk 75 269.3 0.0 5.6 0.7 58.2
ikan goreng Ikan segar 100 113.0 17.0 0.0 4.5 0.0
Minyak kelapa sawit 5 45.1 0.0 0.0 5.0 0.0
sayur sup Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
tempe goreng bb Tempe kedele murni
buah Melon 100 8.6 0.6 0.0 0.4 7.2
Sanck Sore air putih
kue krekers Biscuit 35 160.3 0.0 2.4 5.0 26.3
Makan Malam nasi merah Beras merah tumbuk 75 269.3 0.0 5.6 0.7 58.2
ikan bumbu Ikan segar 50 56.5 8.5 0.0 2.3 0.0
sayur sup Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
tahu goreng bb saus Tahu
buah semangka 100 28.0 0.0 0.5 0.2 6.9
Hasil recaal 24 hari ke 2

Protein (g)
Energi Lemak H A
Waktu Menu Bahan Makanan Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g)

MAKAN PAGI nasi merah Beras merah tumbuk 50 179.5 0.0 3.8 0.5 38.8
ayam masak kecap Ayam
sayur sup Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
tempe becem Tempe kedele murni
Snack Pagi air putih
kue krekers Biscuit 35 160.3 0.0 2.4 5.0 26.3
Makan Siang nasi merah Beras merah tumbuk 75 269.3 0.0 5.6 0.7 58.2
ikan goreng Ikan segar 100 113.0 17.0 0.0 4.5 0.0
Minyak kelapa sawit 5 45.1 0.0 0.0 5.0 0.0
sayur sup Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
orek tempe Tempe kedele murni
buah Melon 100 8.6 0.6 0.0 0.4 7.2
Sanck Sore
Makan Malam nasi merah Beras merah tumbuk 75 269.3 0.0 5.6 0.7 58.2
ikan bumbu Ikan segar 50 56.5 8.5 0.0 2.3 0.0
sayur sup Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
tahu goreng bb saus Tahu
buah semangka 100 28.0 0.0 0.5 0.2 6.9
Hasil recall 24 hari ke 3

Protein (g)
Energi Lemak H A
Waktu Menu Bahan Makanan Berat
(Kcal) Hewani Nabati (g) (g)

MAKAN PAGI nasi merah Beras merah tumbuk 50 179.5 0.0 3.8 0.5 38.8
telur mata sapi Telur ayam 50 81.0 6.4 0.0 5.8 0.4
sayur sup Minyak kelapa sawit 5 45.1 0.0 0.0 5.0 0.0
Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
tempe goreng BB Tempe kedele murni
Snack Pagi air putih
kue bolu Bolu peca 25 49.3 0.0 0.8 1.2 8.9
Makan Siang nasi putih Beras giling 75 270.0 0.0 5.1 0.5 59.2
ikan goreng Ikan segar 100 113.0 17.0 0.0 4.5 0.0
Minyak kelapa sawit 5 45.1 0.0 0.0 5.0 0.0
sayur sup Kentang 20 16.6 0.0 0.4 0.0 3.8
Kol merah/putih 20 4.8 0.0 0.3 0.0 1.1
Wortel 20 8.4 0.0 0.2 0.1 1.9
tahu goreng bb saus Tahu
buah semangka 100 28.0 0.0 0.5 0.2 6.9
Sanck Sore air putih
krekers Biscuit 35 160.3 0.0 2.4 5.0 26.3
Makan Malam nasi merah Beras merah tumbuk 75 269.3 0.0 5.6 0.7 58.2
ikan goreng Ikan segar 50 56.5 8.5 0.0 2.3 0.0
bening bayam Bayam merah 60 30.6 0.0 2.8 0.3 6.0
tempe goreng BB Tempe kedele murni
buah pepaya 100 46.0 0.0 0.5 0.0 12.2
Dokumentasi pemberian edukasi mengenai penyakit DM pada pasien

Media leafleat DM dan bahan Penukar

Anda mungkin juga menyukai