Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam
artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma (Sjamsuhidayat,
2010). Soft tissue tumor adalah suatu kelompok tumor yang biasanya berasal dari
jaringan ikat, dan ditandai sebagai massa di anggota gerak, badan atau reptroperitoneum
(Toyetal,2011).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi tumor/kanker di
indonasia menunjukkan adanya peningkatan dari 1,5 per 1000 penduduk ditahun 2013
menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada tahun 2018.
Penyebab pasti timbulnya soft tissue tumor ini belum jelas, namun banyak faktor
yang di duga berperan. Kondisi genetik 66%, paparan radiasi 1%, infeksi 3 % dan trauma
30 % merupakan faktor resiko yang berhubungan erat dengan terjadinya soft tissue
tumor. Lokasi yang paling sering ditemukan yaitu kira-kira 40% terjadi di ekstermitas
bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher dan 30%
di badan dan retroperitoneum (Clevo,2012).
Salah satu tumor jaringan lunak yang umumnya di temui adalah limpoma. Limpoma
adalah suatu tumor (benjolan) jinak yang berada di bawah kulit yang terdiri dari lemak.
Biasanya limpoma di jumpai pada usia lanjut (40-60 tahun), namun juga dapat di jumpai
pada anak-anak. Karena limpoma merupakan lemak, maka dapat muncul di manapun
pada bagian tubuh. Jenis yang paling sering adalah yang berada lebih pada permukaan
kulit. Biasa nya limpoma berlokasi di kepala, leher, bahu, badan, punggung, atau lengan.
Jenis yang lain adalah yang letaknya lebih dalam dari kulit seperti dalam otot, saraf,
sendi, atau puntendon (Clevo,2012).
Anemia pada lansia menandakan adanya suatu penyakit yang mendasari. Anemia
Defisiensi Besi (ADB) merupakan salah satu penyebab utama anemia pada lansia, karena
pada umumnya lanjut usia kurang efisien dalam menyerap beberapa nutrisi penting,
selain itu, menurunnya nafsu makan karena penyakit yang dideritanya, kesulitan menelan
karena berkurangnya air liur, cara makan yang lambat karena penyakit pada gigi, gigi
yang berkurang dan mual karena masalah depresi, hal ini menyebabkan defisiensi zat

1
besi pada tubuh lansia Secara umum populasi usia lanjut memiliki kadar hemoglobin
yang lebih rendah dibandingkan pada usia yang lebih muda.
Secara individual penurunan kadar hemoglobin dianggap sebagai proses normal
karena bertambahnya usia tetapi penyakit memiliki kontribusi terhadap perkembangan
dari anemia tersebut (Bahtari, 2010). Menurut NHANES III, penyebab anemia pada usia
lanjut antara lain; a) anemia yang berhubungan dengan perdarahan/kekurangan nutrisi
(34%); b) anemia yang berhubungan dengan penyakit kronis/inflamasi atau penyakit
ginjal kronik (32%); c) anemia yang tidak diketahui penyebabnya (34%).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
 Mampu melaksanakan asuhan gizi klinik pada pasien tumor punggung + anemia
di ruang rawat inap RAMONG Rs Bahteramas Kendari.

2. Tujuan Khusus
 Mampu melakukan skrining gizi pada pasien tumor punggung + anemia di
ruang rawat inap RAMONG Rs Bahteramas Kendari.
 Mampu melakukan assessment gizi yang meliputi pengkajian pada data
antropometri, biokimia, fisik/klinis, riwayat gizi serta riwayat personal pasien
tumor punggung + anemia di ruang rawat inap RAMONG Rs Bahteramas
Kendari.
 Mampu menentukan identifikasi masalah dan diagnose gizi tumor punggung +
anemia di ruang rawat inap RAMONG Rs Bahteramas Kendari.
 Mampu merencanakan intervensi gizi yang tepat berdasarkan data-data pada
pasien tumor punggung + anemia di ruang rawat inap RAMONG Rs
Bahteramas Kendari.
 Mampu merencanakan dan melaksanakan monitoring dan evaluasi gizi terhadap
intervensi gizi yang diberikan pada pasien tumor punggung + anemia di ruang
rawat inap RAMONG Rs Bahteramas Kendari.
 Mampu memberikan contoh menu sehari serta makanan apa yang dianjurkan
dan yang tidak dianjurkan/ dibatasi untuk pasien tumor punggung + anemia di
ruang rawat inap RAMONG Rs Bahteramas Kendari.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tumor
Tumor, secara literal, memiliki arti pembengkakan yang abnormal. Dalam bahasa
kedokteran, tumor (neoplasma) merupakan suatu lesi sebagai hasil pertumbuhan
abnormal dari sel yang autonom atau relatif autonom, yang menetap, walau rangsangan
penyebabnya telah dihilangkan. (Shidham, 2017).
Sel normal yang mengalami transformasi menjadi sel tumor disebut sebagai sel
neoplastik. Transformasi tersebut meliputi satu seri perubahan genetik (misalnya mutasi),
sel melepaskan diri secara permanen dari mekanisme pengatur pertumbuhan normal. Sel
neoplastik tumor disebut maligna apabila memiliki tambahan kemampuan khas
mematikan yang memungkinkan sel untuk menembus dan menyebar, atau metastasis ke
jaringan lain. (Shidham, 2017)

B. Struktur tumor
Struktur tumor terdiri dari dua yaitu sel neoplastic dan stroma :
1. Sel neoplastic
Kelompok sel ini akan menghasilkan macam-macam bentuk pertumbuhan dan
aktivitas sintetik sel asal. Tergantung pada fungsi serupa jaringan asal, maka sel ini
akan terus menyintesis dan menyekresi produk sel ke dalam aliran darah sehingga
dapat dideteksi kemudian.
2. Stroma
Ada anyaman jaringan ikat yang melekat dan mendukung kelompok sel
neoplastik. Anyaman ini disebut stroma (dari kata Yunani yang berarti kasur), yang
tugasnya memberi dukungan mekanis dan nutrisi kepada sel neoplastik. Stroma selalu
mengandung pembuluh darah yang tersebar dan menyatu dengan tumor. (Underwood,
1999)

3
C. Klasifikasi tumor
Klasifikasi tumor dapat dibagi menjadi 2, yaitu berdasarkan sifatnya dan
berdasarkan asal sel sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifatnya
Tumor dalam klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu tumor jinak dan tumor
ganas. Berikut ini penjelasan perbedaan kriteria tumor jinak dan tumor ganas pada
tabel (Underwood, 1999)

Tabel. 1
Kriteria Tumor Jinak dan Tumor Ganas

SIFAT JINAK GANAS


Kecepatan tumbuh Lambat Cepat
Aktivitas mitosis Rendah Tinggi
Kemiripan dengan Bermacam-macang, yang
Baik
jaringan normal biasanya buruk
Biasanya hiperkromatik,
Bentuk inti Sering normal irregular, inti banyak dan
pieomorfik
Invasi Tidak Ya
Metastasi Tidak pernah Sering
Perbatasan Batas tegas/berkapsul Batas tidak tegas/iriguler
Nekrosis Jarang Sering
Sering pada permukaan kulit
Ulserasi Jarang
atau permukaan mukosa.
Arah pertumbuhan pada
kulit atau permukaan Sering eksofitik Sering endofitik
mukosa

2. Berdasarkan asal sel


Klasifikasi tumor dibuat secara histogenetik, adapun pembagian luasnya sebagai
berikut :
 Berasal dari sel epitel
 Berasal dari jaringan ikat
 Berasal dari organ yang limfoid dan homopoietik. (Underwood, 1999)

4
Tabel.2
Karakteristik Karsinoma dan Sarkoma

BENTUK KARSINOMA SARKOMA


Asal epitel jaringan ikatSifat
Sifat ganas ganas
Frekuensi sering relative jarang
Alur metastasi limfe darah
Tahan in situ ya tidak
Kelompok umur biasanya > 50tahun biasanhya < 50 tahun

D. Etiologi
Terdapat beberapa penyebab tunor jaringan lunak, diantaranya yaitu :
1. Genetik
Kelainan genetik tertentu dan mutasi gen adalah faktor predisposisi bagi
sebagian tumor jaringan lunak yang jinak maupun ganas (Shidham, 2017). Kanker
dapat disebabkan oleh mutasi (defek) DNA yang menyebabkan oncogen terus aktif
dan membuat gen suppressor tumor tidak berfungsi. (American Cancer Society,
2016). Gen NF1 dalam neurofibromatosis adalah contohnya, yang condong
mengalami transformasi sehingga menjadi multiple neurofibroma yang bersifat
ganas.
2. Radiasi
Mekanisme patogenesisnya adalah mutasi genetik akibat radiasi lebih dari 2000
cGy yang menyebabkan transformasi neoplastik (Shidham, 2017). Jarak waktu
antara perawatan radiasi dan diagnosis sarkoma adalah lebih kurang 10 tahun
(American Cancer Society, 2016) dan mengakibatkan angka insiden kurang dari 5%
kasus sarkoma.
3. Limfedema kronis
Setelah nodul-nodul limfe diangkat atau rusak akibat radioterapi, cairan limfe
dapat berkumpul dan menyebabkan pembengkakan yang disebut limfedema
(American Cancer Society, 2016). Pada pasien karsinoma payudara tingkat akhir,
limfedema kronis dapat berkembang menjadi limfangiosarkoma (Shidham, 2017).
4. Karsinogen dari lingkungan
Hubungan antara paparan berbagai bahan karsinogen dengan meningkatnya
insiden tumor jaringan lunak memang ada. Angiosarkoma hati, misalnya,

5
disebabkan oleh paparan bahan arsenik, thorium dioksida, dioxin, asam
phenoxyacetic, dan vynil klorida. (Shidham, 2017).
5. Infeksi
Contoh tumor jaringan lunak yang disebabkan oleh infeksi adalah Kaposi
sarcoma yang disebabkan oleh human herpes virus tipe-8 (HHV-8), yang menyerang
pasien-pasien human immunodeficiency virus (HIV). Infeksi virus Epstein-Barr
pada pasien immunocompromised juga meningkatkan kemungkinan
berkembanganya tumor jaringan lunak. (Shidham, 2017)
6. Trauma
Relasi antara trauma dengan tumor jaringan lunak sifatnya kebetulan. Adanya
suatu trauma memungkinkan terjadinya lesi tumor jaringan lunak. (Shidham, 2017)
E. Tata Laksana Penanggulangan
1. Tindakan medis
Berikut tindakan-tindakan pengobatan untuk pasien tumor punggung, yaitu :
 Melakukan operasi
Operasi pengangkatan lokal adalah penatalaksanaan yang tepat untuk tumor
jaringan lunak yang jinak. Meskipun begitu, ada berbagai macam pilihan pengobatan,
termasuk operasi itu sendiri, atau dikombinasi dengan terapi radiasi atau kemoterapi,
yang dapat dipertimbangkan untuk menata laksana tumor primer jaringan lunak yang
sifatnya ganas, maupun pengulangannya (Shidham, 2017).
 Terapi radiasi
 Kemoterapi
 Fisiosterapi
 Pemberian obat-obatan yaitu berupa
- NaCl (II) Bloodset (I)
- Cefriaxone (II), Metronidazole (III), PCT (I)
- Pasien telah melakukan 4 kali transfuse darah.
2. Terapi gizi
 Pelaksanaan asuhan gizi di rungan pasien tumor punggung + anemia dan
memeberikan edukasimengenai diet TETP di RS sesuai dengan hasil asuhan gizi
 Bentuk makanan lunak dan melaliu jalur oral
 Frekuensi makan : 3 x hari dan 2 x selinga

6
F. Definisi anemia
Salah satu masalah kesehatan yang sering diderita orang-orang lansia yaitu anemia, dan
ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada lansia. Anemia
merupakan masalah yang signifikan pada pasien usia lanjut. Anemia bukanlah suatu
kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi merupakan gejala berbagai macam
penyakit dasar (underlying disease). Prevalensi anemia pada pria lanjut usia adalah 6-30% ,
sedangkan pada wanita lanjut usia adalah 10-22%. Akan tetapi, prevalensi tersebut
meningkat secara signifikan pada usia di atas 75 tahun. (WHO, 2002).
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan
suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit
atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik
yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium. (Ganong, 2003).
G. Etiologi anemia pada lansia
Anemia pada lanjut usia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya
genetic, defisiensi vitamin, defisiensi besi, dan penyakit lainnya. Penyebab anemia paling
umum pada lanjut usia adalah penyakit kronik termasuk inflamasi kronik, keganasan, dan
infeksi kronis. Sedangkan menurut hasil studi NHANES III (National Health and Nutrition
Examination Study), terdapat 3 penyebab utama anemia pada pasien lanjut usia, yaitu :
1. Inflamasi/penyakit kronik
Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses
infeksi atau inflamasi kronik. Mekanisme terjadinya anemia pada penyakit kronis
hingga saat ini masih banyak yang belum dapat dijelaskan. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa sitokin-sitokin proses inflamasi seperti tumor necrosis faktor alfa
(TNF a), interleukin 1 dan interferon gamma (γ) yang diproduksi oleh sumsum tulang
penderita anemia penyakit kronis akan menghambat terjadinya proses eritropoesis.
(Lisyani dkk. 2009). Dari sejumlah penilitian disampaikan beberapa faktor yang
kemungkinan memainkan peranan penting terjadinya anemia pada penyakit kronik
antara lain :

7
 Menurunnya umur hidup sel darah merah (eritrosit) sekitar 20-30% atau
menjadi sekitar 80 hari. Hal ini dibuktikan oleh Karl tahun 1969 pada
percobaan binatang yang menemukan pemendekan masa hidup eritrosit
segera setelah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal
yang sama.
 Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit
kronik. Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada
penyakit kronik. Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang
menderita infeksi kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan
dengan merangsang binatang tersebut dengan pemberian eritropoetin.
 Sering ditemukannya sideroblas berkurang dalam sumsum tulang disertai
deposit besi bertambah dalam sistem retikuloendotelial, yang mana ini
menunjukkan terjadinya gangguan pembebesan besi dari sel
retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyediaan untuk
eritroblas.
 Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari
adanya hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin
yang berasal dari makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari
leukosit makrofag. Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum
tulang berespon terhadap pemendekan masa hidup eritrosit dan juga
menyebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang aktif secara biologis.
 Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan
oleh suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.
 Kegagalan produksi transferin. (Panjaitan, 2003).
2. Defisiensi nutrisi/kehilangan darah
Penyebab kedua tersering untuk anemia pada lanjut usia. Penyebabnya antara lain
perdarahan gastrointestinal yang dipicu oleh gastritis karena pemakaian obat-obatan anti
inflamsi non steroid, kanker kolon, divertikel dan angiodisplasia. Kehilangan darah
kronis akibat kanker traktus urogenital, hemoptisis kronik dan kelainan perdarahan juga
dapat mengakibatkan defisiensi besi. Lanjut usia dapat kekurangan besi karena
pemasukan maupun penyerapan besi yang tidak adekuat. Tanpa kehilangan darah,

8
anemia baru dapat terjadi dalam beberapa tahun. Terdapat 4 tingkatan beramya
kekurangan zat besi :
a. Penurunan cadangan besi (iron depletion)
b. Defisiensi besi tanpa anemia
c. Defisiensi besi dengan anemia dalam tahap awal
d. Defisiensi besi dengan anemia tahap lanjut. (Bakta, 2006)
3. Anemia yang tidak dapat dijelaskan
Proses menua akan berjalan searah dengan menurunnya kapasitas fungsional, baik
pada tingkat seluler maupun tingkat organ. Menurunnya kapasitas untuk berespon
terhadap lingkungan intemal yang berubah cenderung membuat orang usia lanjut sulit
untuk memelihara kestabilan status fisik. Lansia secara progresif akan kehilangan daya
tahan terhadap infeksi dan akan makin banyaknya distorsi metabolik dan struktural yang
disebut sebagai "penyakit degeneratif. Dengan banyaknya distorsi dan penurunan
cadangan sistem fisiologis akan terjadi pula gangguan terhadap system hematopoiesis.
(Ganong, 2003).
H. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi anemia pada lansia, antara lain:
1. Genetik dan sejarah keluarga
Sejarah keluarga merupakan faktor risiko untuk anemia yang disebabkan oleh
genetik, misalnya sicklecell anemia, talasemia, atau fancony anemia.
2. Nutrisi
Pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti zat besi, vitamin
B12, dan asam folat yang dapat meningkatkan resiko anemia.
3. Kondisi saluran pencemaan
Kondisi saluran pencemaan yang dapat mempengaruhi absorbsi nutrisi yang
penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat meningkatkan resiko anemia.
Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung, tukak peptik, dan infeksi parasit pada
saluran cema juga dapat menyebabkan anemia.

9
4. Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat meningkatkan resiko
anemia.
5. Zat kimia dan obat : beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin, primaquin,
dan sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.
6. Faktor lain seperti infeksi, penyakit autoimun.
Seseorang lansia dikatakan menderita anemia apabila konsentrasi hemoglobin pada
orang tersebut lebih rendah dari nilai normal hemoglobin yang sesuai dengan jenis kelamin
dan umur dari orang tersebut. Oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO: World Health
Organization) telah ditetapkan batasan anemia yaitu untuk wanita lansia apabilah
konsentrasi hemoglobinnya di bawah 12 gr/dL (7,5 mmol/L) dan untuk pria lansia apabilah
konsentrasi hemoglobinnya di bawah 13 gr / dL (8,1 mmol / L)
I. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Lansia
1) Pencegahan anemia pada lansia
Pencegahan anemia pada lansia dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Memperbaiki nutrisi atau makanan yang di konsumsi setiap hari (makanan bergizi
seimbang dan beragam.
b. Menambah variasi menu makanan sehat setiap hari, dan yang terpenting yaitu
makanan-makanan yang banyak mengandung zat besi, asam folat, dan zat-zat
penambah darah.
c. Menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan iritasi seperti obat nyeri tanpa
resep dokter yang di konsumsi secara terus- menerus.
2) Penanggulangan anemia
Penanggulangan anemia dapat dilakukan dengan memberikan diet tinggi kalori
tinggi protein. Diet TKTP diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan
makanan sumber protein tingggi seperti susu, telur, daging, atau dalam bentuk minuman
enteral energi tinggi protein tinggi. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai
cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap.

10
3) Terapi diet
Pasien diberikan diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP), untuk mempercepat
penyembuhan luka, yang terdiri dari :
a. Energi tinggi, yaitu 45 kkal/kg BBI, yaitu sebesar 2475 kkal/hari
b. Protein tinggi, yaitu 2 g/kg BBI, yaitu sebesar 110
c. Lemak cukup, yaitu 25% dari kebutuhan energi (68,75)
d. Karbohidrat cukup, yaitu 57% atau 352,6 gram sisa dari total energi (protein
dan lemak).
e. Vitamin C 75 mg/hari dan mineral cukup, sesuai kebutuhan gizi atau angka
kecukupan gizi yang dianjurkan.
f. Makanan diberikan dalam bentuk mudah dicerna.
g. Untuk kondisi tertenti diet dapat diberikansecara bertahap sesuai kondisi/status
metabolic.
4) Bahan makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan/dibatasi
a. Bahan Makanan Yang Dianjurkan
 Sumber karbohidrat : nasi, roti, mi, macaroni, dan hasil olah tepung-tepungan
lain seperti cake, tarcis, puding dan pastry, dodol, ubi, dan karbohidrat
sederhana seperti gula pasir.
 Sumber protein hewani : daging sapi, ayam, ikan, telur, susu dan hasil
olahannya seperti keju, yoghurt custard dan es cream.
 Sumber protein nabati : semua jenis kacang-kacangan dan hasil olahannya
seperti temped an tahu.
 Sumber lemak : minyak goreng, mentega, margarin, santan encer, dan salad
dressing.
 Sayuran : Semua jenis sayuran terutama jenis B seperti bayam, buncis, daun
singkong, kacang panjang, labu siam, dan wortel direbus, dikukus dan
ditumis
 Buah-buahan : semua jenis buah segar, buah kaleng, buah kering dan jus
buah.
 Minuman : soft drink, madu, sirup, teh, dan kopi encer

11
 Bumbu : bumbu tidak tajam, seperti bawang merah, bawang putih,laos,
salam, dan kecap.
b. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan/Dibatasi
Sumber karbohidrat : -
Sumber protein hewani : dimasak dengan banyak minyak atau kelapa
Sumber protein nabati : dimasak dengan banyak minyak atau santan kental
Sumber lemak : santan kental
Sayuran : dimasak dengan banyak minyak atau santal kental
Buah-buahan : -
Minuman : minuman rendah energi
Bumbu : bumbu yang tajam seperti cabe dan merica.

12
BAB III
PERENCANAAN PAGT
A. SKRINING GIZI
SKRINING GIZI MNA (Mini Nutritional Assesment)

SKRINING GIZI SKOR


A. Apakah terjadi penurunan asupan makan pasien selama 3 bulan terakhir 1
berkaitan dengan penurunan nafsu makan, gangguan saluran cerna, kesulitan
mengunyah dan kesulitan menelan ?
0 = Penurunan nafsu makan tingkat berat
1 = Penurunan nafsu makan tingkat sedang
2 = Tidak kehilangan penurunan nafsu makan
B. Penurunan berat badan selama 3 bulan terakhir ? 2
0 = Penurunan berat badan > 3 kg (6,6 lbs)
1 = Penurunan berat badan tidak diketahui
2 = Penurunan berat badan antara 1 dan 3 kg
3 = Tidak terjadi penurunan berat badan
C. Mobilitas 1
0 = Hanya diatas kasur atau di kursi roda
1 = Dapat beranjak dari kursi/kasus, tetapi tidak mampu
beraktivitas normal
2 = Mampu beraktivitas normal
D. Menderita penyakit psikologis atau penyakit akut dalam 3 bulan terakhir 1

0 = ya 1 = tidak
E. Masalah neuropsikologis 2
0 = Demensia tingkat berart atau depresi
1 = Demensia tingkat sedang
2 = Tidak ada masalah psikologis
F. Body Mass Index (BMI) 0
0 = BMI < 19,0
1 = BMI 19 - < 21
2 = BMI 21 - < 23
3 = BMI ≥ 23
JUMLAH 7

Skor Skrining (subtotal maksimal 14 poin)


 12 -14 poin : Status gizi normal Petugas
 8 - 11 poin : Berstatus malnutrisi
 0 – 7 poin : Malnutrisi
Berdasarkan hasil skrining diatas, pasien mengalami malnutrisi.
(Ni Putu Trisnawati )

13
B. IDENTITAS

 Nama : Ny. S
 Umur : 55 tahun
 Sex : Perempuan
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT)
 Tgl MRS : 23 Oktober 2021
 Ruang perawatan : Raha Mongkilo (RAMONG)
 Kamar : No. 12
 Diagnosa medis : Tumor punggung + anemia
 Tanggal studi kasus : 25 Oktober 2021

C. PENGKAJIAN GIZI (Assesment Gizi)

1. Antropometri
 PU : 24 cm
 LILA ukur : 24 cm
 LILA standard : 28,5 cm
 LILA persentil : 30,3 cm

 Estimasi TB menurut PU, yaitu :

TB = ( 81,927 + 3,034 x PU)


= (81,927 + 3,034 x 24 cm )
= 81,927 + 72,816
= 155 cm
 Estimasi BB menurut LILA, yaitu:

LILA ukur
BB = x (TB-100)
LILA Standar

24 cm
= x (155 cm -100)
28,5 cm

= 0,84 x 55 = 46,2 kg

14
 BBI
Perhitungan BBI menggunakan rumus Brocca modifikasi (Pedoman Pelayanan
Dietetik RS, Depkes RI) :
BBI = (TB-100)
BBI = 155 cm -100

BBI = 55 kg

 Status Gizi
LILA ukur 24 cm
Status Gizi = x 100% = x 100%
LILA standard 28,5 cm

= 79 % (Gz. kurang)

2. Biokimia
Tabel 3.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Oktober 2021

Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai rujukan Keterangan


SGOT 13 u/l < 31 Normal
SGPT 26 u/l < 31 Normal
Hb 5,8 g/dl 12-16 g/dl Anemia
Glukosa sewaktu 151 mg/dl 70-180 mg/dl Normal
Ureum darah 15 mg/dl 15-40 mg/dl Normal
Kreatinin darah 0,7 mg/dl 0,5-1,0 mg/dl Normal
WBC 12,63 10^3/ul 4,0-10 10^3/ul Adanya infeks
HCT 18,8 % 37-48 % Anemia
MCV 77,7 fl 80-97 fl Anemia
MCH 24 pg 26,5 – 33,5 pg Anemia
Sumber : Rekam Medik RS Bahteramas Provensi Sultra

Penilaian : Dari hasil pemeriksaan laboratorium Ny. S, dinyatakan mengalami anemia dengan
kadar Hb 5,8 g/dl, kadar Hct rendah, kadar Mcv dan Mch yang masih rendah.
Sedangkan untuk kadar WBC darah berada dalam kategori tinggi yaitu 12,63
10^3/ul.

15
3. Fisik/Klinis
Tabel. 4
Hasil Pemeriksaan Fisik./ Klinis
Jenia pemeriksaan Hasil pereriksaan Rujukan Keterangan
KU Baik Baik Baik
Kesadaran CM Baik Baik
Nyeri pada punggung (+) (-) (+)
Pusing (+) (-) (+)
Tensi 106/64 mmHg 90/60 -120/80 mmHg Normal
RR 20 x/menit 12-20 x/menit Normal
Nadi 96 x/menit 60-100 x/ menit Normal
Suhu 36,7 ℃ 36-37 ℃ Normal
Sumber : Rekam Medik RS Bahteramas Provensi Sultra

Penilaian : Dari hasil pemeriksaan fisik/ klinis Ny. S, kesadaran compos mentis, KU (baik),
pasien mengeluh nyeri punggung, pusing. untuk tekanan darah, respirasi, nadi,
dan suhu dalam kategori normal.

4. Dietary History
a. Riwayat gizi terdahulu
 Frekuensi makan Ny. S sebelum masuk rumah sakit, yaitu 3 x/hari. Untuk
makanan pokok (nasi) menggunakan beras merah dan beras putih dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 2 sendok nasi.
 Untuk frekuensi sayuran dalam sehari yaitu 3 x/ hari (sayur bayam, kelor,
kacang panjang dan kentang) sebanyak 4 sdm.
 Untuk lauk hewani dan nabati pasien tidak pernah mengkonsumsinya.
 Untuk frekuensi buah-buahan yaitu 2x sehari ( buah naga dan apel).
 Jus wortel 1 gelas (menggunakan 2 potong wortel ukuran sedang)
b. Riwayat gizi sekarang
 Pasien mendapatkan diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
 Frekuensi makanan pasien (nasi atau bubur) 3x sehari.
 Frekuensi makan lauk hewani 3 x sehari yaitu telur rebus, ayam kecap, ayam
bumbu kuning, ikan woku kemangi, dan ikan goreng
 Frekuensi makan lauk nabati 3x sehari yaitu tahu bumbu kuning dan tempe
goreng

16
 Frekuensi sayuran 3 x sehari yaitu sayur tumis, sup sayuran dan sayur bening.
 Frekuensi buah 2 x sehari yaitu melon, semangka.atau kadang pepaya
 Frekuensi snack 2 x sehari yaitu kue bolu dan teh .
c. Asupan recall 24 jam
Tabel. 5
Hasil Recall 24 jam Sebelum Studi Kasus

Hasil recall 24 jam


Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (gr) KH (gr)
Asupan 1376 33,1 10,2 287,8
Kebutuhan 2475 110 68,75 352,6
% AKG 55% 30% 14% 81%

Penilaian : Berdasarkan hasil recall 24 jam yang telah dilakukan pada pasien hasil recall
asupan energi, protein, dan lemak dikategorikan deficit berat dan untuk KH
dikategorikan deficit sedang.

5. Riwayat Personal
a. Riwayat obat-obatan dari rumah sakit :

Tabel. 6
Riwayat Obat-Obatan
No. Nama Obat Fungsi
1 NaCl (II) Untuk menjaga tekanan osmotik darah tetap
sama sebelum tranfisi darah selain itu jga dapat
mencegah overload, namun jika diberikan terlalu
sedikit dapat menambah kekentalan darah dan
beban jangtung.
2 Cefriaxone (II) Untuk mengobati berbagai macam penyakit
yang diakibatkan oleh infeksi baikteri. Cefriaxone
termasuk dalam kelas antibiotic yang bernama
cephalosporin yang bekerja dengan cara
menghentikan pertumbuhan bakteri.
3 Metronidazole (III) Untuk menghentikan pertumbuhan berbagai
bakteri dan parasite.
4 PCT (I) Untuk meredakan rasa nyeri pada tubuh.

b. Riwayat penyakit

17
 Riwayat penyakit dahulu
Terdapat benjolan pada payudara Ny. S ± 25 tahun yang lalu,namun tidak
membesar dan hilang.
 Riwayat penyakit keluarga : -
 Riwayat penyakit sekarang : Tumor punggung + anemia

c. Riwayat sosial ekonomi


Ny. S adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya bekerja sebagai
penjual. Kurang lebih 25 tahun yang lalu Ny. S merasakan ada benjolan pada
payudaranya, namun seiring berjalannya waktu benjolan tersebut mulai hilang pada
payudara. Namun beberapa waktu terakhir benjolan tersebut muncul kembali pada
punggung Ny. S. Awalnya benjolan tersebut hanya dianggap benjolan biasa, namun
semakin hari benjolan tersebut semakin besar dan bernanah hingga benjolan tersebut
pecah dan baru lah Ny. S dibawa ke rumah sakit.
Pola konsumsi/ frekuensi makan ny. S sebelum masuk rumah sakit yaitu 3 x sehari,
namun ny. S sangat jarang meengkonsumsi makanan sumber protein baik hewani
maupun nabati.

6. Identifikasi Masalah

Tabel. 7
Identifikasi Masalah
Parameter Masalah
Antropometri Status gizi kurang
Biokimia - Hb, Hct, dan Mcv rendah
- WBC tinggi

Asupan - kurang asupan oral


- kebiasaan kurang konsumsi makanan
sumber protein
D. DIAGNOSA GIZI

Tabel. 8

Penentuan Diagnosa Gizi

Domain Kode Problem Etiologi Signs


Intake NI.2.1 Asupan oral tidak berkaitan ditandai dengan
adekuat dengan penyakit asupan energi (55%),
yang diderita protein (24%), lemak

18
(14%) dan karbohidrat
(87%) yang masih
dibawah standard
AKG 90-110 %

NI.5.1 Peningkatan berkaitan ditandai dengan kadar


kebutuhan zat gizi dengan adanya Hb rendah : 5,8 g/dl
(protein) anemia
NC.3.1 Berat badan kurang berkaitan ditandai dengan status
dengan intake gizi berdasarkan LILA
Klinis energi kurang 79% atau
(55%) < AKG dikategorikan gizi
90-100% kurang.
NC.2.2 Perubahan nilai berkaitan ditandai dengan kadar
laboratorium dengan penyakit kadar Hb, HCT, MCV
terkait gizi yang diderita dan MCH masih
rendah. Sedangkan
hasi pemeriksaan
WBC tinggi.
NB.1.1 Kurang Ditandai dengan Ditandai dengan hasil
pengetahuan terkait frekuensi makan recall asupan protein
makanan dan zat sumber protein 24 %
gizi yang rendah,
Behavior seperti ikan 1
kali dalam
seminggu dan
tempe/tahu 2
kali seminggu.

E. RENCANA INTERVENSI

1. Rencana Intervensi Gizi

 Tujuan diet

Tujuan diet tinggi kalori tinggi protein yaitu untuk :

19
 Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
 Meningkatkan berat badan hingga mencapai status gizi normal.
 Menurunkan kadar WBC dalam tubuh
 Meningkatkan kadar Hb, HCT, MCV dan MCH yang masih rendah.
 Prinsip Diet
 Mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein, guna mempercepat
penyembuhan luka.
 Syarat Diet
 Energi tinggi, yaitu 45 kkal/BBI sebesar 2475 kkal dalam sehari.
 Protein tinggi, yaitu 137 gram atau sebesar 22 %
 Lemak cukup, yaitu 68,75 gram atau 25% dari kebutuhan energi total
 Karbohidrat cukup, yaitu 327,9 gram atau sebesar 53% sisa dari total energi
(protein dan lemak)
 Vitamin C dan mineral cukup, sesuai kebutuhan gizi atau angka kecukupan gizi
yang dianjurkan.
 Untuk kondisi tertentu diet dapat diberikan secara bertahap sesuai kondisi atau
status metabolic.
 Terapi Diet
Jeni diet : Tinggi Energi dan Tinggi Protein

 Perhitungan kebutuhan
 Kebutuhan energi perhari

Energi = 45 kkal/kg BB
= 45 kkal x 46,2 kg
= 2475 kkal

 Kebutuhan Protein

Protein = 2 g/kg BB
= 2 gram x 46,2 kg
= 110 gram

20
Konversi protein dari gram ke persen, yaitu :
= 110 gr x 4 kalori / energi x 100%
= 18%

 Kebutuhan lemak

Lemak = (25% x energi total) : 9


= (25% x 2475 kkal): 9
= 68,75 gram

 Kebutuuhan karbohidrat

KH = (57 % x energi total) : 4


= (57% x 2475 kkal) : 4
= 352,6 gram.

 Kebutuhan vitamin C
Kebutuhan vitamin C dalam sehari untuk wanita usia 55 tahun yaitu sebesar 75
gram sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG) tahun 2019.

2. Rencana Intervensi Edukasi

1. Tujuan : Meningkatkan atau menambah pengetahuan dan memotivasi pasien


serta keluarga pasien untuk melakukan diet tinggi energi dan tinggi
protein (TKTP)

2. Sasaran : Pasien dan keluarga pasien

3. Waktu : ± 30 menit

4. Media/Leaflet : Leaflet diet TETP dan leaflet bahan makanan penukar

5. Metode : Ceramah dan Tanya jawab

6. Topik : Topik yang diberikan pada pasien dan keluarga pasien saaat
melakukan konseling yaitu diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP)

7. Materi :

 Pengertian diet tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP)


 Tujuan melakukan diet TKTP

21
 Syarat diet melakukan diet TKTP
 Bahan makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan untk pasien
tumor punggung + anemia dengan diet TKTP
 Memberikan contoh menu sehari untuk pasien

8. Evaluasi : memberikan pertanyaan seperti feedback apakah pasien dan keluarga


pasien memahami penjelasan yang telah diberikan agar dapat
menjalankan diet yang telah disarankan/dianjurkan.

F. RENCANA MONITORING DAN EVALUASI

Tabel. 9

Rencana Monitoring dan Evaluasi

Parameter Target Pelaksanaan


Memonitoring berat badan pasien Hari pertama dan hari
Antropometri pada hari ke 3 apakah berat badan terakhir studi kasus
dan status gizi sudah kembali normal
Hb, Hct, Mcv, dan WBC ditargetkan Setiap hari atau jika
normal dilakukan
Biokimia
pemeriksaan

Mengecek/menanyakan kembali Setiap hari


apakah selama 3 hari pasien
Asupan menghabiskan makanan yang
diberikan dari RS serta mematuhi
diet yang telah disarankan

BAB IV
IMPLEMENTASI INTERVENSI GIZI

A. Implementasi Intervensi Diet

22
Jenis diet yang diberikan yaitu diet tinggi energi tinggi protein (TKTP), berupa
makanan biasa, cara pemberian secara oral, dimana frekuensi makan utama 3x dalam sehari
dan untuk snack diberikan 2 x/hari, berupa :
 Makanan pokok ( nasi putih ) ± 250 gr/hari
 Lauk hewani (telur, ikan dan ayam) ± 300 gr/ hari, berupa telur rebus gram dan
ayam woku dan ikan kuah kuning.
 Lauk nabati ( tahu dan tempe) ± 80 gr/hari, berupa tahu bumbu kacang dan tempe
goreng
 Untuk sayur yaitu ± 150 – 200 gr/ hari, berupa sayur sup, sayur timis dan sayur
bening
 Snack yang diberikan berupa kue bolu, kue nagasari, kue lapis legit.
 Buah 2 x sehari ± 200 gr berupa melon dan semangka

B. Implementasi Intervensi Edukasi atau Konseling


Konseling atau edukasi yang diberikan berupa diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP),
tujuan dilakukan edukasi yaitu untuk meningkatkan/ menambah pengetahuan pasien dan
keluarga pasien terkait gizi agar dapat menjalankan/mematuhi diet yang telah diberikan.
Evaluasi dari edukasi yang diberikan yaitu menanyakan kembali pasien dan kelurga pasien
terkait materi yang telah diberikan agar jika belum dipahami dapat disampaikan ulang materi
yang belum dipahami.

BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

A. Monitoring dan Evaluasi

23
1. Antropometri
Tabel. 10
Perkembangan Status Gizi selama Studi Kasus
Antropometri Data awal Monitoring
Hari 1 Hari 2 Hari 3
LILA (cm) 24 cm - - 24 cm
PU(cm) 24 cm - - 24 cm
Status gizi 79 % - - 79 %
Kriteria Status Gizi Gizi Kurang Gizi Gizi Kurang Gizi
Kurang Kurang

Berdasarkan hasil pengamatan status gizi dari awal studi kasus hingga hari ke tiga studi
kasus, pasien tidak mengalami perubahan nilai antropometri maupun perubahan status gizi
yang masih sama dari awal studi kasus hingga hari terakhir. Hal ini dikarenakan pengamatan
dilakukan dalam waktu yang singkat sehingga tidak ditemukan perubahan yang signifikan
terhadap status gizi pasien.
2. Biokimia
Tabel. 11

Perkembangan data biokimia selama studi kasus

Data Standar Data awal Monitoring


Hari 1 Hari 2 Hari 3 Keterangan
biokimia normal
Hb 12-16 g/dl 5,8 g/dl 5,8 g/dl - - Anemia
WBC 4,0-10,0 12,63 12,63 - - adanya
10^3/ul 10^3/ul 10^3/ul infeksi
HCT 37-48% 18,8% 18,8% - - Anemia
MCV 80-97 fl 77,7 fl 77,7 fl - - Anemia
MCH 26,5-33,5 pg 24 pg 24 pg - - Anemia

Penilaian : Berdasarkan tabel monitoring hasil pemeriksaan laboratorium diatas diketahui


kadar Hb, Hct, Mcv dan Mch masih rendah sedangkan kadar WBC dalam
kategori tinggi. Pemeriksaan biokimia pasien hanya dilakukan satu kali ketika
pasien saat pertama masuk rumah sakit sehingga tidak dicantumkan pada hari ke
2 dan ke 3.

24
3. Fisik/ Klinis
Tabel. 12
Perkembangan fisik klinis selama studi kasus

Monitoring
Pemeriksaan Data awal Ket
Hari 1 Hari 2 Hari 3
81/55 102 /62 101/ 106/64 Normal
Tekanan darah
mmHg mmHg 62mmHg mmHg
91 x/menit 102 92 x/menit 96 x/menit Normal
Nadi
x/menit
21 x/menit 20 x/menit 20 x/menit 20x/menit Normal
Respirasi
Suhu 36,5 ℃ 36,5 ℃ 36,6 ℃ 36,7 ℃ Normal
KU Baik Baik Baik Baik Baik
Kesadaran CM CM CM CM Normal

Penilaian : Berdasarkan hasil pengamatan selama studi kasus diatas, terjadi peningkatan
tekanan darah dari hari pertama hingga hari terakhir. Namun peningkatan
tersebut masih dalam batas normal. Sedangkan untuk nadi, respirasi, suhu, KU
dan kesadaran masih dikategorikan normal.

4. Asupan makan
Tabel. 13
Perkembangan asupan selama studi status

Monitoring
Data Awal
Asupan Hari 1 Hari 2 Hari 3
zat gizi *RS **LRS %akg *RS ** %akg *RS **LRS %akg *RS **LR %akg
LRS S

25
Energi
- 1376,1 55% 1854,0 - 75% 2222,4 - 90% 1960 - 79%
(kkal)
Protein
- 33,1 30% 80,4 - 73% 75,8 - 69% 83,7 - 76 %
(gr)
Lemak
- 10,2 14% 63,3 - 92% 74,1 - 108% 67,3 - 98%
(gr)
KH (gr) - 287,8 81% 243,9 - 69% 318,6 - 90% 263,8 - 75%
Vit. C - 164,9 2% 118,3 2% 215,8 3% 132,0 2%

Keterangan :
*RS : Dari Rumah Sakit
**LRS : Dari luar rumah sakit (diisi jika ada asupan /makanan yang dikonsumsi pasien
selain dari RS)
Berdasarkan tabel diatas, menunjukan bahwa total asupan energi pasien sebelum studi
kasus hingga hari terakhir recall 24 jam mengalami peningkatan, dimana sebelum studi
kasus asupan energi pasien 1376,1 kkal(55%). Kemudian mengalami peningkatan pada hari
terakhir yaitu sebesar 1960 kkal (79%).
Asupan protein pasien sebelum studi kasus hingga hari terakhir recall 24 jam
mengalami peningkatan, dimana sebelum studi kasus asupan protein pasien 33,1 gram
(30%). Kemudian mengalami peningkatan pada hari terakhir yaitu sebesar 83,7 gram (76%).
Namun asupan persen protein masih sangat kurang dari sebelum studi kasus hingga hari terakhir
berturut-turut (30%,73%,69% dan 76%) < AKG (90-100%).
Asupan lemak pasien sebelum studi kasus hingga hari terakhir recall 24 jam
mengalami peningkatan, dimana sebelum studi kasus asupan lemak pasien 10,2 gram (14%).
Kemudian mengalami peningkatan pada hari terakhir yaitu sebesar 67,3 gram (98 %).
Asupan persen lemak mengalami peningkatan dari sebelum studi kasus hingga hari terakhir
berturut-turut ( 14%%, 92%, 108% dan 98%) AKG (90-110%).
Sedangkan asupan karbohidrat sebelum studi kasus hingga hari terakhir recall 24 jam
mengalami peningkatan pada hari kedua yaitu sebesar 90% kemudian mengalami
penurunan pada hari ketiga yaitu menjadi 75%.
Untuk Asupan vitamin C, dari seblum studi kasus asupan vitamin pasien angat kurang
yaitu sebesar 2 % pada hari pertama kemudian mengalami peningkatan pada hari ke 2
menjadi 3%, lalu mengalami penurunan kembali pada hari ke tiga menjadi 2 %. Selama
berada dirumah sakit motivasi pasien untuk sembuh sangat tinggi sehingga semua makanan
yang diberikan dari rumah sakit diusahakan agar selalu habis. Namun pada hari ketiga

26
terjadi penurunan pada asupan energi dan karbohidrat dikarenakan post operasi sehingga
nafsu makan pasien sedikit berkurang.
Adapun gambaran pencapaian asupan zat gizi pasien dibandingkan dengan kebutuhan
dapat dilihat pada diangram berikut ini:
1) Asupan Energi

Diangram. 1
Monitoring Asupan Energi selama Studi Kasus

Energi (kkal)
3000
2475 2475 2475 2475
2500 2222.4
1854 1960 asupan
2000
kebutuhan
1500 1376.1 % AKG m
1000

500
0.55 0.75 0.9 0.79
0
Recall H1 H2 H3

Berdasarkan diagram diatas asupan energi pasien dari recall sebelum studi kasus hingga
hari ke tiga studi kasus mengalami peningkatan di hari ketiga yaitu dari 1376,1 kkal (55%)
menjadi 1960 kkal (79%). Hal ini dikarenakan motivasi pasien untuk sembuh sangat tinggi
sehingga dalam waktu 3 hari sudah terdapat peningkatan asupan energi pasien. Walaupun
asupan energi pasien meningkat dari sebelum studi kasus hingga hari ketiga namun belum
mencapai standard AKG (90-110%).
2) Asupan Protein

Diagram. 2
Monitoring Asupan Protein selama Studi Kasus

27
Protein (gr)
120 110 110 110 110
100
80.4 83.7
80 75.8 asupan
kebutuhan
60 % AKG

40 33.1

20
0.3 0.73 0.69 0.76
0
Recall H1 H2 H3

Berdasarkan diagram diatas asupan protein pasien dari recall sebelum studi kasus
hingga hari ke tiga studi kasus mengalami peningkatan dari hari pertama yaitu 33,1 gram
menjadi 83,7 gram pada hari ke tiga. Walaupun asupan protein pasien meningkat dari
sebelum studi kasus hingga hari ketiga namun belum mencapai standard AKG (90-110%).

3) Asupan Lemak

Diagram. 3
Monitoring Asupan Lemak selama Studi Kasus

28
Lemak (gr)
80 74.1
68.75 68.75 68.75 67.368.75
70 63.3
60
asupan
50 kebutuhan
40 % AKG
30
20
10.2
10
0.14 0.92 1.08 0.98
0
Recall H1 H2 H3

Berdasarkan diagram diatas asupan lemak pasien dari recall sebelum studi kasus
hingga hari ke tiga studi kasus mengalami peningkatan dari hari pertama hingga hari ketiga
yaitu dari 10,2 gram menjadi 67,3 gram. Peningkatan ini dikarenakan motivasi pasien untuk
sembuh sangat tinggi sehingga semua makanan dari RS diusahakan habis. Walaupun asupan
lemak pasien meningkat dari sebelum studi kasus hingga hari ketiga namun belum mencapai
standard AKG (90-110%).

29
4) Asupan Karbohidrat

Diagram. 4
Monitoring Asupan KH selama Studi Kasus

KH (gr)
400
352.6 352.6 352.6 352.6
350 318.6
300 287.8
263.8 asupan
243.9
250 kebutuhan
200 % AKG
150
100
50
0.81 0.69 0.9 0.75
0
Recall H1 H2 H3

Berdasarkan diagram diatas asupan KH pasien dari recall sebelum studi kasus hingga
hari ke tiga studi kasus mengalami penurunan dari hari pertama hingga hari ketiga yaitu dari
287,8 gram menjadi 254,6 gram. Peningkatan ini dikarenakan paost op sehingga untuk
mengkonsumsi makanan pokok tidak begitu banyak.

30
5) Asupan Vitamin C
Diagram. 5
Monitoring Asupan Vitamin C selama Studi Kasus

Vitamin C
8000 7500 7500 7500 7500
7000
6000
asupan
5000
kebutuhan
4000 % AKG
3000
2000
1000
164.9 0.02 118.3 0.02 215.8 0.03 132.2 0.02
0
Recall H1 H2 H3

Berdasarkan diagram diatas asupan vitamin C pasien dari recall sebelum studi kasus
hingga hari ke tiga studi kasus mengalami peningkatan pada dari hari kedua yaitu sebesar
215,8 mg (3%). Namun pada hari ketiga mengalami penurunan menjadi 132,2 mg (2%). Hal
ini dikerenakan nafsu makan pasien sedikit kurang setelah dilakukan operasi.

31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Skrining Gizi
Dari hasil skrining gizi yang dilakukan pada awal studi kasus dengan metode MNA
pasien Ny. S termasuk dalam kategori malnutrisi dengan skor 7.
2. Dari hasil pengkajuan gizi (Assesment) yang dilkukan berdasarkan ADIME, pasien
mengalami :
 Assesment
- Antropometri :
Pasien mengalami status gizi kurang dengan status gizi berdasarkan LILA
sebesar 79 % (normal : 90-110%)
- Biokimia :
Bedasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Ny. S menderita tumor pada
punggungnya dan juga anemia, dengan hasil pemeriksaan laboratorium yaitu
Hb (5,8 g/dl), Hct (18,8%), Mcv (77,7 fl) dan Mch (24 pg) berkaitan dengan
adanya anemia . Sedangkan hasil pemeriksaan WBC tinggi yaitu 12,63 10^3/ul
berkaitan dengan adanya infeksi.
- Fisik/ Klinis
Dari hasil pemeriksaan fisik/ klinis Ny. S, mulai dari tekanan darah 81/55
mmHg sebelum studi kasus dan menalami peningkatan pada hari ke tiga yaitu
106/64 mmHg, respirasi 96 x/menit, nadi 20 x/menit, suhu 36,7 ℃, kesadaran
dan KU semua dalam kategori normal.
- Dietary History

32
Jenis diet yang diberikan yaitu diet tinggi energi tinggi protein (TKTP),
berupa makanan biasa, cara pemberian secara oral, dimana frekuensi makan
utama 3x dalam sehari dan untuk snack diberikan 2 x/hari, berupa : makanan
pokok ( nasi putih ) ± 250 gr/hari, lauk hewani (telur, ikan dan ayam) ± 300 gr/
hari, berupa telur rebus gram dan ayam woku dan ikan kuah kuning, lauk nabati
( tahu dan tempe) ± 80 gr/hari, berupa tahu bumbu kacang dan tempe goreng,
untuk sayur yaitu ± 150 – 200 gr/ hari, berupa sayur sup, sayur timis dan sayur
bening, snack yang diberikan berupa kue bolu, kue nagasari, kue lapis legit, dan
buah 2 x sehari ± 200 gr berupa melon dan semangka. Hasil recal 24 jam
dibandingkan dengan kebutuhan dan diperoleh energi 55% (deficit berat),
protein 30% (deficit berat), lemak 14% deficit berat, KH 81% (deficit sedang)
dan vitamin C 2 % (deficit berat).

3. Diagnosa Gizi
a) Domain Intake
 NI. 2.1 Asupan oral tidak adekuat (P) berkaitan dengan penyakit yang diderita
(E) ditandai dengan asupan energi (55%), protein (30%), lemak (14%),
dan asupan KH (81%) yang masih dibawah standard AKG 90-110 % (S/S)
 NI. 5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi (protein) (P), berkaitan dengan adanya
anemia (E), ditandai dengan kadar Hb rendah : 5,8 g/dl (S/S)
b) Domain Klinis
 NC. 2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi (P), berkaitan dengan penyakit
yang diderita (E), ditandai dengan kadar kadar Hb, HCT, MCV dan MCH masih
rendah. Sedangkan hasi pemeriksaan WBC tinggi. (S/S)
 NC. 3.1 Berat badan kurang (P) berkaitan dengan asupan sumber energi, protein,
dan lemak yang masih kurang dari standard AKG (90-110%) (E) ditandai
dengan status gizi kurang (79%) (S/S).
c) Domain Behavior

 NB.1.1 Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi (P) Ditandai dengan
frekuensi makan sumber protein yang rendah, yaitu seperti ikan 1 kali dalam

33
seminggu dan tempe/tahu 2 kali seminggu (E) Ditandai dengan hasil recall
asupan protein 30%.

4. Rencana Intervensi
a. Rencana Intervensi Gizi
Intervensi gizi yang dilakukan berupa diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP),
dengan jumlah kebutuhan energi 2475 kkal, protein 110 gram, lemak 68,75 gram dan
KH 352,6 gram dalam sehari.
b. Rencana Intervensi Edukasi
Rencana intervensi edukasi dilakukan bertujuan untuk meningkatkan atau
menambah pengetahuan dan memotivasi pasien serta keluarga pasien untuk
melakukan diet tinggi energi dan tinggi protein (TKTP). Media yang digunakan
selama melakukan edukasi/konseling yaitu leaflet tinggi energi tinggi protein (TETP)
dan leaflet bahan makanan penukar. Metode yang digunakan dalam melakukan
konseling yaitu metode ceramah dan tanya jawab. Adapun topik dan materi yang
disampaikan yaitu :
 Topik : Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP)
 Materi :
 Pengertian diet tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP)
 Tujuan melakukan diet TKTP
 Syarat diet melakukan diet TKTP
 Bahan makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan untk
pasien tumor punggung + anemia dengan diet TKTP
 Memberikan contoh menu sehari untuk pasien
 Evaluasi : memberikan pertanyaan seperti feedback apakah pasien dan
keluarga pasien memahami penjelasan yang telah diberikan agar dapat
menjalankan diet yang telah disarankan/dianjurkan.

34
5. Implementasi Intervensi
a. Implementasi Intervensi Gizi
Jenis diet yang diberikan yaitu diet tinggi energi tinggi protein (TKTP), berupa
makanan biasa, cara pemberian secara oral, dimana frekuensi makan utama 3x dalam
sehari dan untuk snack diberikan 2 x/hari, berupa :

 Makanan pokok ( nasi putih ) ± 250 gr/hari


 Lauk hewani (telur, ikan dan ayam) ± 300 gr/ hari, berupa telur rebus gram dan
ayam woku dan ikan kuah kuning.
 Lauk nabati ( tahu dan tempe) ± 80 gr/hari, berupa tahu bumbu kacang dan
tempe goreng
 Untuk sayur yaitu ± 150 – 200 gr/ hari, berupa sayur sup, sayur timis dan sayur
bening
 Snack yang diberikan berupa kue bolu, kue nagasari, kue lapis legit.
 Buah 2 x sehari ± 200 gr berupa melon dan semangka

b. Implementasi Intervensi Edukasi


Konseling atau edukasi yang diberikan berupa diet tinggi kalori tinggi protein
(TKTP), tujuan dilakukan edukasi yaitu untuk meningkatkan/ menambah pengetahuan
pasien dan keluarga pasien terkait gizi agar dapat menjalankan/mematuhi diet yang
telah diberikan. Evaluasi dari edukasi yang diberikan yaitu menanyakan kembali
pasien dan kelurga pasien terkait materi yang telah diberikan agar jika belum dipahami
dapat disampaikan ulang materi yang belum dipahami.

6. Hasil dari monitoring dan evaluasi selama studi kasus (3 hari) diperoleh :

 Antropommetri

Berdasarkan hasil pengamatan status gizi dari awal studi kasus hingga hari ke
tiga studi kasus, pasien tidak mengalami perubahan nilai antropometri maupun
perubahan status gizi yang masih sama dari awal studi kasus hingga hari terakhir.

35
Hal ini dikarenakan pengamatan dilakukan dalam waktu yang singkat sehingga tidak
ditemukan perubahan yang siknifikan terhadap status gizi pasien.

 Biokimia
Berdasarkan tabel monitoring hasil pemeriksaan laboratorium diatas diketahui
kadar Hb, Hct, Mcv dan Mch masih rendah sedangkan kadar WBC dalam tubung
sangat tinggi. Pemeriksaan biokimia pasien hanya dilakukan satu kali ketika pasien
pertama masuk rumah sakit sehingga tidak dicantumkan pada hari ke 2 dan ke 3.

 Fisik/klinis
Berdasarkan hasil pengamatan selama studi kasus diperoleh kesadaran CM,
KU (baik), terjadi peningkatan tekanan darah dari hari pertama hingga hari terakhir.
Namun peningkatan tersebut masih dalam batas normal.

 Dietery History
Berdasarkan hasil pengamatan selama studi kasus diperoleh :
- Asupan energi sebelum studi kasus yatiu 1376, 1 (55%), kemudiam terus
mengalami peningkatan dari hari pertama hingga hari ketiga yaitu berturut-turut
energi 1854,0 kkal (75%), 2222,4 kal (90%) dan 1960 kkal (79%).
- Asupan protein sebelum studi kasus yatiu 33,1 (30%), kemudiam terus
mengalami peningkatan dari hari pertama hingga hari ketiga yaitu berturut-turut
protein 80,4 gram (73%), 75,8 (69%) dan 83,7 (76%).
- Asupan lemak sebelum studi kasus yatiu 10,2 (14%), kemudiam terus mengalami
peningkatan dari hari pertama hingga hari ketiga yaitu berturut-turut lemak 63,3
gram (92%), 74,1 (108%) dan 67,3 (98%).
- Asupan KH sebelum studi kasus yatiu 287,8 (81%), kemudiam terus mengalami
peningkatan dari hari pertama hingga hari ketiga yaitu berturut-turut KH 243,9
gram (69%), 318,6 (90%) dan 263,8 (75%).
- Asupan vitamin C sebelum studi kasus yatiu 164,9 mg (2%), kemudiam
mengalami peningkatan pada hari ke tiga yaitu 215,8 mg (3%) dan mengalami
penurunan kembali pada hari ke 3 yaitu 132,0 (2%).

36
B. Saran
 Bagi Institusi
Tetap memberikan pelayanan gizi yang prima untuk meningkatkan pelayanan gizi
yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kesehatan pasien.
 Dietesien
Tetap memberikan edukasi dan motivasi kepada pasien agar dapat melaksanakan
diet yang telah dianjurkan (diet TKTP) dengan baik dan diharapkan terjadi perubahan
terhadap kondisi pasien terkait dengan penyakit yang diderita pasien saat ini sehingga
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
 Pasien
Pasien tetap menjaga pola makan bergizi seimbang sesuai dengan isi piringku,
serta mengikuti diet TKTP yang telah diberikan pada saat dirumah sakit walaupun
pasien sudah berada dirumahnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

Abilash, V. G., Banerjee, R., Bandopadhyay, D. 2013, ‘Epidemiology, Pathology, Types, and
Diagnosis of Soft Tissue Sarcoma Research Review’, Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Research, Vol. 6, Suppl. 3, pp. 18-25

Achmadi, A., Narkubo, C. 2005, Metode Penelitian, h. 85, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Alektiar, K. M., Brennan, M. F., Singer, S. 2011, Local control comparison of adjuvant
brachytherapy to intensity-modulated radiotherapy in primary high-grade sarcoma of the
extremity, Cancer.

American Cancer Society, 2016, Soft Tissue Sarcoma Causes, Risk Factors, and Prevention,
available from: www.cancer.org

Arfiana, W., Burhanuddin, L., Fidiawati, W.A. 2016, The distribution of soft tissue sarcoma
based on histopathology check in Pekanbaru’s hospital between 2009-2013, Jom FK
Volume 3.

Adamson WJ et al, 2005. Anemia and Polycythemia in Harrison's Principles of Intemal Medicine
16*^ edition. New York : McGraw Hill.

Bakta, I Made. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia dalam Sudoyo, Am W, et.al. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 632-33.

Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Am W, et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Merah dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M.
2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

38
LAMPIRAN

39
40

Anda mungkin juga menyukai