Anda di halaman 1dari 12

RESUME KONSEP PERAWATAN ANAK DENGAN

PENYAKIT KRONIS/TERMINAL DAN PERIOPERATIVE

CARE PADA ANAK

OLEH :

NI KETUT KRISTINAWATI DEWI


233221443

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2023
KONSEP PERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT
KRONIS/TERMINAL

1. Definisi
Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang
atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam
bulan. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat
kecemasan yang tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan hopelessness
dan helplessness karena berbagai macam pengobatan tidak dapat
membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino, 2006).
Penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit kronik/ penyakit akut
yang sifatnya tidak bisa disembuhkan dan mengarah pada kematian
(Bernita,2021).

2. Etiologi Penyakit Terminal Pada Anak


Infeksi Saluran Nafas Bawah, Pneumonia dan Bronkhitis, Malaria
,Diare,Campak, Tetanus ,Infeksi Selaput Otak (Meningitis), Difteri, Penyakit
Kanker, Akibat Kecelakaan Fatal.

3. Kriteria Menemtukan Kondisi Kronis dan Terminal


Penyakit kronik mempunyai beberapa sifat diantaranya :
1) Progresif :Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah.
Contoh penyakit kanker, Jantung.
2) Menetap : Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut
akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus.
3) Kambuh : Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu - waktu dengan
kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit Tuberkolosis.
Sedangkan kriteria penyakit terminal yaitu:
1) Penyakit sudah tidak dapat disembuhkan
2) Mengarah pada kematian
3) Diagnosa medis sudah jelas
4) Tidak ada obat untuk menyembuhkan
5) Prognosis jelek dan bersifat progresif.

4. Fase Penyakit Kronis


Menurut Smeltzer & Bare (2010), ada sembilan fase dalam penyakit kronis,
yaitu sebagai berikut.
1) Fase pra-trajectory adalah risiko terhadap penyakit kronis karena faktor-
faktor genetik atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang
terhadap penyakit kronis.
2) Fase trajectory adalah adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis.
Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan sering dilakukan
pemeriksaan diagnostik.
3) Fase stabil adalah tahap yang terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan
penyakit terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari tertangani dalam
keterbatasan penyakit.
4) Fase tidak stabil adalah periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala
tetap terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
5) Fase akut adalah fase yang ditandai dengan gejala yang berat dan tidak dapat
pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
penanganannya.
6) Fase krisis merupakan fase yang ditandai dengan situasi kritis atau
mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan
kedaruratan.
7) Fase pulih adalah keadaan pulih kembali pada cara hidup yang diterima
dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
8) Fase penurunan adalah kejadian yang terjadi ketika perjalanan penyakit
berkembang disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan
dalam mengatasi gejala-gejala.
9) Fase kematian adalah tahap terakhir yang ditandai dengan penurunan
bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.
5. Manifestasi klinik pada pasien terminal
1) Fisik : Gerakan pengindraan menghilang , Aktifitas dari GI berkurang,
Reflek mulai menghilang, Kulit kebiruan dan pucat, Denyut nadi tidak
teratur dan lemah, Nafas berbunyi keras dan cepat ngorok, Penglihatan
mulai kabur, kelihatan rasa nyeri, Klien dapat tidak sadarkan diri.
2) Psikososial : Sesuai fase-fase kehilangan menurut E.Kubbler Ross :
a. Respon kehilangan : rasa takut, cemas, rasa sedih/ menangis
b. Hubungan dengan orang lain
c. Respon klien terhadap penyakit terminal yaitu kehilangan : kesehatan,
kemandirian, situasi, rasa nyaman, fungsi fisik, fungsi mental, konsep
diri.
d. Rentang Respon : respon adaptif (masih punya harapan, yakin bisa
sembuh), respon mal adaptif (keputusasaan ,pasrah ) respon
ketidakpastian (respon antara adaptif dan mal adaptif)
6. Respon Klien Terhadap Penyakit Terminal
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang
dihadapkan pada kematian.
1) Denial (penyangkalan)
2) Anger (Marah)
3) Bargaining (menawar)
4) Depresi
5) Penerimaan (acceptance)

7. Asuhan Paliatif Care


Pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya,
dalam menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan penyakit yang
mengancam hidup, melalui pencegahan dan tindakan yang meringankan
penderitaan, melalui identifikasi dini, penilaian yang menyeluruh, serta
penanganan rasa sakit dan permasalahan lain, seperti isu fisik, psikososial, dan
spiritual.
1) Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
2) Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan
kondisi (kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau
kesenangan hidup anak.
3) Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social atau
spiritualnya dari anak dalam kondisi terminal.
Prinsip Dari Perawatan Palliative Care :
• Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan
keluarga pasien.
• Dukungan untuk caregiver
• Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet
• Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative
care
• Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui
penelitian dan pendidikan
Palliative Care Plane (Rencana Asuhan Perawatan Palliative)
Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru,
staff sekolah dan petugas keseatan yang professional
• Suport phisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya
• Melibatkan anak pada self car
• Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi
(kondisi penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Wong.Donna.L.2007, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.EGC.Jakarta


Wong. Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. EGJ.Jakarta
Angraini.https://www.academia.edu/37683368/Konsep_Anak_Penyakit_Kronis
Kaaarf. https://www.scribd.com/presentation/457280618/Askep-
Anak-dengan Penyakit-Terminal-pptx
PERIOPERATIVE CARE PADA ANAK

1. Definisi Perioperatif
Perawatan perioperatif adalah perawatan yang dilakukan kepada setiap pasien
yang sedang menjalani operasi (Shields, 2022). Perioperative merupakan tahapan
dalam proses pembedahan yang dimulai dari sebelum operasi (preoperatif), saat
tindakan operasi (operatif), dan dan setelah operasi (postoperatif) (Anasril &
Husaini, 2020). Keperawatan perioperative mencakup praoperatif, intraoperatif dan
postoperatif. Peran perawat dalam tiga fase ini yaitu memberikan tindakan baik
secara mandiri maupun tindakan kolaborasi yang bertujuan supaya pasien
mendapatkan hasil yang diharapkan dari proses pembedahan yang akan dilakukan
(Bouka & Widani, 2019).

2. Fase Perioperatif
1) Fase Pre Operatif
Fase pre operative merupakan awal dari suatu tindakan keperawatan
perioperative. Yaitu menyampaikan pendidikan yang meliputi tahapan prosedur
bedah, obat - obatan, batasan makanan sebelum operasi, dan memberi
pengetahuan perawatan usai seorang pasien pulang ke rumah. Fase pra operasi
dimulai saat mendapatkan keputusan untuk diberikan intervensi operasi dan
diakhiri saat pasien sampai di meja operasi sebelum proses pembedahan dilakukan
(Khoerur, 2019). Sebelum bedah atau pre operatifve yaitu waktu sebelum dimulai
tindakan pembedahan yang diawali saat menentukan dan mempersiapkan operasi
dan diakhiri saat pasien dipindahkan di meja operasi (Anasril, 2020)
2) Fase Intra Operatif
Fase intra operative yaitu tindakan yang dilakukan setelah pemberian
anestesi dan ketika dalam proses operasi. Fase saat operasi diawali saat pasien
sudah berada atau masuk ke dalam ruang operasi (meja operasi) dan diakhiri
ketika pasien dibawa ke dalam kamar untuk pemulihan operasi (Recovery Room)
atau bahasa lain yaitu disebut Post Anesthesia Care Unit (PACU) (Khoerur,
2019).
3) Fase Post Operatif
Fase post operatif yaitu proses selanjutnya urutan dari sebelum tindakan
dan saat tindakan operasi. Fase setelah tindakan diawali dari masuknya pasien
dalam kamar pemulihan kemudian diakhiri dengan mengevaluasi perawatan
lanjut pada ruang tindakan atau ruang rawat inap atau ke rumah (Khoerur, 2019).

3. Peran Perawat Selama Perioperatif


Dalam perawatan perioperative perawat memiliki peran menyampaikan
informasi kepada pasien dan keluarganya yang berhubungan dengan penyakit yang
dialami dan rencana perawatan kedepannya. Informasi yang disampaikan tersebut
harus menggunakan informasi yang efektif juga harus jelas. Komunikasi
interpersonal merupakan keahlian terpenting dalam pekerjaan bagi seorang perawat.
Semua tugas keperawatan berkaitan terhadap kebutuhan bagi perawat untuk menjadi
pemberi informasi (Murdiman et al., 2019). Perawat bertugas sebagai koordinator
perawatan pasien dan menyampaikan informasi yang dibutuhkan sebelum pasien
dilakukan tindakan pembedahan. Perawat melakukan pengkajian dan memberikan
konsultasi pada pasien serta membagi informasi dengan tim multidisiplin yang
mengikutsertakan pasien dan keluarga (Kurniawan & Dwiantoro, 2018). Peran
Perawat Selama Perawatan Perioperatif :
1) Pra Operasi
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan sebelum pemberian tindakan
yaitu, merencanakan tindakan, mengedukasi keluarga sebagai pengetahuan
sebelum tindakan dilakukan dimana penyampaian informasi disampaikan dari
perawat ke orang tua ataupun keluaga secara langsung dan dismpaikan dengan
baik dan benar, pemberian konseling, mencatat yang diperlukan, dan melaporkan
pemeriksaan lanjutan. Edukasi sebelum operasi membantu keluarga supaya dapat
memahami dan mempersiapkan mental sebelum dilakukan prosedur operasi serta
perawatannya (Khoerur, 2019).
2) Intra Operasi
Fase ini terdiri dari memperiksa tanda - tanda vital, mempersiapkan dan
melengkapi kelengkapan alat yang akan digunakan, memantau aliran infus,
melihat kelancaran pemberian obat dan cairan melewati pembuluh darah vena,
menjaga keseterilan dan kebersihan lingkungan, mempersiapkan pasien sesuai
posisi yang benar dalam tindakan operasi, memastikan jumlah jarum dan jumlah
kasa yang digunakan agar tidak ada kasa yang tertinggal didalam tubuh pasien
(Khoerur, 2019).
3) Post Operasi
Pada fase ini tugas perawat memantau efek bius, mengecek tanda - tanda
vital, mengecek kelancaran jalan nafas, dan menghentikan komplikasi yang
dapat muncul setelah operasi (Khoerur, 2019). Proses perawatan yang dapat
diberikan setelah operasi mencakup dalam 8 tindakan yaitu meliputi pengkajian
kelancaran jalan napas, memonitor sirkulasi, memonitor cairan dan elektrolit,
memonitor suhu tubuh, mengkaji menggunakan aldrete score, mengelola
keamanan dan kenyamanan pasien, menyerahkan pasien dengan petugas kamar
operasi dan menyerahkan pasien dengan petugas kamar perawatan (Eriawan,
2013). Selama fase ini proses perawatan ditujukan untuk upaya mengembalikan
kondisi pasien dalam keadaan keseimbangan fisiologis pasien, meminimalisir
nyeri dan pencegahan komplikasi yang dapat terjadi. Pengkajian yang teliti dan
intervensi yang cepat dan akurat bisa membantu pasien kembali pada fungsi
optimalnya (Sulastri et al., 2018).

4. Persiapan Pasien Pre Operatif


1) Persiapan Psikologis
a. Dukungan keluarga, sangat penting untuk menetukan sejauh mana dukungan
dari anggota keluarga dan orang terdekat pasien. Biarkan pasien
mengidentifikasi sumber dukungannya (Potter & Perry, 2010).
b. Persepsi dan pengetahuan tentang Operasi, pengalaman masa lalu pasien
terhadap operasi mempengaruhi respon fisik dan psikologis terhadap prosedur
pembedahan yang akan dilakukan. Mengkaji pemahaman pasien terhadap
pengetahuan pasien dan keluarga, harapan dan persepsi akan memudahkan
perawat untuk merencanakan edukasi dan untuk memberikan dukungan
emosional (Potter & Perry, 2010).
2) Persiapan Fisiologis
a. Status fisik secara umum. Persiapan fisik preoperatif bergantung pada status
kesehatan pasien, operasi yang akan dilaksanakan dan pilihan dokter bedah.
Perawat menjelaskan tujuan semua prosedur yang akan dilaksanakan. Pasien
dengan rencana operasi elektif mayor/operasi besar akan lebih banyak mendapat
perawatan suportif dalam bentuk obat- obatan, terapi cairan IV dan pemantauan
daripada pasien yang direncanakan utk operasi elektif minor (Potter & Perry,
2009).
b. Status nutrisi dan Keseimbangan cariran elektrolit. Tindakan operasi dapat
menyebabkan banyak kehilangan darah dan cairan tubuh. Respons stres akibat
operasi memperburuk terjadinya ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
Untuk mencegah terjadinya ketidak seimbangan cairan cairan dan elektrolit dan
mengurangi risiko infeksi, perawat menentukan jumlah makan dan minum
sebelum pasien berpuasa untuk memastikan bahwa asupan cairan dan nutrisi
adekuat. Diet klien harus mencakup makanan tinggi protein, disertai karbohidrat,
lemak dan vitamin yang cukup (Potter & Perry, 2009).
c. Persiapan kulit. Tujuan persiapan kulit preoperatif adalah untuk mengurangi
sumber bakteri tanpa mencederai kulit. Protokol untuk persiapan kulit bervariasi,
banyak ahli bedah lebih menyukai rambut dibersihkan dari area yang akan
dioperasi. Perawat harus menjelaskan tentang prosedur mencukur rambut
disekitar area operasi (Christensen & Kockrow, 2007).
d. Personal hygiene. Tindakan kebersihan dasar dapat memberikan rasa nyaman
sebelum operasi. Perawat memberikan edukasi tentang pentingnya mandi dan
membersihkan mulut/oral hygiene sebelum operasi (Potter & Perry, 2009).
e. Pencegahan inkontinensia usus dan urine. Manipulasi bagian saluran
gastrointestinal selama pembedahan akan menyebabkan hilangnya gerakan
peristaltik ususelama 24 jam atau lebih. Enema membersihkan saluran
gastrointestinal untuk mencegah inkontinensia intraoperasi dan konstipasi
pascaoperatif. Usus yang kosong akan mengurangi risiko cedera dan mencegah
kontaminasi luka operasi jika bagian usus diinsisi atau dibuka. Kandung kemih
dipersiapkan pada pagi hari sebelum pembedahan, Perawat menganjurkan
pasien untuk berkemih sesaat sebelum meninglkan kamar menuju ruang operasi.
Kandung kemih yang kosong akan mencegah terjadinya inkontinensia selama
operasi berlangsung (Potter & Perry, 2009).
f. Persiapan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan
laboratorium dilakukan sebelum operasi, selain pemeriksaan darah lengkap juga
analisis urine, peofil kimia darah untuk mengetahui fungsi hepar, endokrin dan
kardiovaskuler. Hasil foto thoraks/rontgen dada dan elektrocardiogram/EKG
atau rekam jantung digunakan untuk mengidentifikasi penyakit yang telah
terdiagnosa, adakah gangguan pernafasan atau gangguan jantung sebelumnya.
Perawat berkewajiban menjelaskan tujuan pemeriksaan tersebut (Christensen &
Kockrow, 2007).
g. Pemasangan stocking antioemboli. Stocking antiemboli digunakan untuk
menyangga ekstremitas bawah dan mempertahankan kompresi vena kecil dan
kapiler. Stocking antiemboli dengan ukuran yang tepat dan terpasang dengan
baik, dapat mengurangi risiko terjadinya trombus (Dougherty, Lister 2015).
h. Edukasi dan Latihan Pasca Operasi
Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya pembelajaran.
Edukasi merupakan suatu upaya untuk memberikan informasi yang diharapkan
meningkatkan pengetahuan pasien dan akan meningkatkan keyakinan dan
kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang akan diberikan (Potter &
Perry, 2009). Selanjutnya apabila pasien sudah mempunyai keyakinan dan
kemampuan yang baik akan mampu meningkatkan aktifitas latihan pasien pada
post operasi. Edukasi pre operasi mempunyai beberapa manfaat dan
mempengaruhi kondisi post operasi. Edukasi efektif menurunkan kecmasan
sebelum pembedahan, selain itu edukasi dan informasi yang didapatkan individu
sebelum operasi mampu meningkatkan pemulihan terutama pada individu yang
membutuhkan support atau yang tidak dapat melakukan pergerakan dengan baik
(Mc Donald et al, 2008)
DAFTAR PUSTAKA

Bouka, S., & Widani, N. L. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pre


Operasi Dan Relaksasi Autogenic Terhadap Perubahan Tingkat
Ansietas Pasien Pre Operasi Di Rs Karitas Weetebula NTT. Carolus
Journal of Nursing, 1(2), 167–184. http://ejournal.stik-
sintcarolus.ac.id/index.php/CJON/article/view/22/17
Bouka, S., & Widani, N. L. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pre
Operasi Dan Relaksasi Autogenic Terhadap Perubahan Tingkat
Ansietas Pasien Pre Operasi Di Rs Karitas Weetebula NTT. Carolus
Journal of Nursing, 1(2), 167–184. http://ejournal.stik-
sintcarolus.ac.id/index.php/CJON/article/view/22/17
Kurniawan, H., & Dwiantoro, L. (2018). Koordinasi Keperawatan
Yang Efektif Untuk Pasien Preoperatif. Jurnal Ilmiah Permas,
8(1), 20–28.

Anda mungkin juga menyukai