Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kasus

­ kasus kanker di dunia tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak­

anakpun resiko terkena kanker tetap ada. Diperkirakan dari seluruh kasus kanker

2% hingga 4% menyerang anak. Hal ini menyumbangkan  10% kematian  pada

anak­anak.   Di   Indonesia   sendiri   menurut   data­data   yang   ditemukan   rata­rata

sekitar 4.000 pasien kanker anak yang baru setiap tahunnya dan penyebab kanker

pada   anak­anak   belum   diketahui   dengan   pasti   (Yudhasmara,   2009).   Menurut

Messwati   (2009)   dari   Yayasan   Kasih   Anak   Kanker   Indonesia   (YKAKI)   di

Indonesia   sampai   saat   ini   belum   memiliki   angka   pasti   jumlah   anak   penderita

kanker,   sebagai   referensi   umumnya   data   masih   menggunakan   statistik   dari

International Agency for Research on Cancer (IARC). IARC menyatakan bahwa

satu   dari   600   anak   akan   menderita   kanker   sebelum   usia   16   tahun,   dan   dari

International Confederation of Childhood Cancer Parent Organizatio (ICCCPO),

jumlah anak penderita kanker di seluruh dunia diperkirakan berjumlah 250.000

atau sekitar 4% dari seluruh penderita kanker (Suprapto & Latif, 2009).

Menurut National Cancer Institute (2007) menyatakan di Amerika Serikat

terdapat kira­kira 10.400 anak dengan usia dibawah 5 tahun menderita kanker dan

sekitar   1545  anak   meninggal   dunia   akibat   kanker   dan   setiap   tahun   rata­rata   1

sampai 2 per 10.000 mengalami kanker. Di Amerika terjadi peningkatan angka

kejadian kanker pada anak yaitu meningkat dari 11.5 kasus per 100.000 anak pada

tahun   1975   menjadi   14.8   kasus   per   100.000   di   tahun   2004.   Berdasarkan   data

registrasi   pasien   anak   yang   menjalani   rawat   inap   di   rumah­sakit   Cipto

Mangunkusumo   Jakarta   pada   tahun   2010,   terdapat   2435   anak   yang   dirawat.

1
Menurut  American Cancer Society USA, sebanyak 933 (38%) adalah anak yang

menderita   kanker   pada   usia   0­17   tahun.   Kasus   terbanyak   adalah   Leukemia

sebanyak   664   (27,3%),   Limphoma   malignum   sebanyak   85   (3,5   %),

retinoblastoma   sebanyak   81   (3,3%),   rabdomiosarkoma   53   (2,2%),   dan

neuroblastoma   sebanyak   50   (2,1%).   Banyak   faktor   yang   diduga   menyebabkan

kanker pada anak meliputi stimulus external seperti zat­zat kimia dan terpapar

radiasi   serta   sinar   ultraviolet.   Faktor   lain   adalah   karena   sistem   imun   dan

ketidaknormalan   gen,   serta   ketidaknormalan   kromosom   pada   proses   genetika

(Ball   &   Bindler,   2003).   Menurut   Yayasan   Onkologi   Anak   Indonesia   (YOAI)

(2009)   menyatakan   bahwa   kanker   yang   banyak   menyerang   anak­anak   adalah

leukemia, tumor otak, retinoblastoma, limfoma, neuroblastoma, tumor wilms dan

osteosarkoma.

American   Cancer   Society  (2010)   menyatakan   bahwa   setelah   anak

didiagnosa kanker maka rata­rata harapan hidup hanya 5 tahun atau hanya 50%

serta tergantung pada jenis kanker. Rata­rata harapan hidup 5 tahun saat ini untuk

periode   1999­2005,   umumnya   meliputi   leukemia   82%,   tumor   otak   dan   sistem

syaraf   71%,   tumor   wilms   88%,   lim   foma   94%,   rabdomyosarkoma   66%,

neuroblastoma 74% dan osteosarkoma 69%. 

Association   for   Children’s   PalliativeCare   (ACT)  dan  Royal   College   of

Paediatrics and Child Health (RCPCH) menyatakan bahwa salah satu kelompok

yang memerlukan perawatan paliatif pada anak yaitu kondisi yang membutuhkan

tindakan   seumur   hidup   yang   mana   tindakan   pengobatan  memungkinkan   tetapi

tidak berhasil seperti pada kanker (Benini, 2009).  Menurut Cooke dan Goodger

(2008) dari  Association for Children’s Palliative Care (ACT)/Royal College of

Paediatrics  and  Child  Health   (RCPCH)  menyatakan   bahwa  perawatan  paliatif

pada anak dengan kondisi hidupnya yang terbatas merupakan perawatan total dan

aktif,   mencakup   fisik,  emosional,   sosial   dan   spiritual.   Perawatan   tersebut

2
difokuskan   pada   perubahan  kualitas   hidup   anak,   mendukung   keluarga   dan

penatalaksanaan keluhankeluhan, serta perawatan kematian dan berduka.

Salah   satu   jenis   terapi   paliatif   yang   mudah   diaplikasikan   bagi   pasien

adalah   terapi   seni.  Art   therapy   adalah   bentuk   psikoterapi   yang   menggunakan

media seni, material seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi.2

Media seni dapat berupa pensil, kapur berwarna, warna, cat, potonganpotongan

keratas, dan tanah liat.8 Kegiatan art therapy mencakup berbagai kegiatan seni

seperti menggambar, melukis, memahat, menari, gerakan­gerakan kreatif, drama,

puisi, fotografi, melihat dan menilai karya seni orang lain.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan perawatan paliatif : Art terapi pada anak dengan

penyakit kanker
2. Bagaimana aplikasi pelaksanaan art terapi pada anak di Rumah Sakit

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui   bagaimana   penerapan   perawatan   paliatif   :   Art   terapi   pada

anak dengan penyakit terminal  
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui teknik pelaksanaan art terapi pada pasien dengan kanker
b. Mengetahui   perawatan   paliatif   yang   dapat   diberikan   pada   anak   dengan

penyakit kanker
c. Mengetahui   penerapan   perawatan   paliatif   :   Art   terapi   pada   anak   dengan

penyakit terminal

D. Sistematika Penulisan

3
Adapun sistematikan penulisan yang digunakan pada makalah ini terdiri

dari   empat   bab   yaitu   bab   I   pendahuluan,   bab   II   tinjauan   pustaka,   bab   III

pembahasan dan bab IV simpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perawatan Paliatif

Ungkapan “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu ”pallium” yang artinya

adalah   menutupi   atau   menyembunyikan.   Perawatan   paliatif   ditujukan   untuk

menutupi   atau   menyembunyikan   keluhan   pasien   dan   memberikan   kenyamanan

ketika   tujuan   penatalaksanaan   tidak   mungkin   disembuhkan   (Muckaden,   2011).

Menurut  Children’s   Hospice   and   Palliative   Care   Coalition’s   Professional

Advisory Comitte, (2007) perawatan paliatif  pada anak merupakan filosofi dan

organisasi perawatan, sistem yang terstruktur dalam memberikan perawatan pada

4
anak   dengan   keluarganya.   Tujuan   perawatan   paliatif   adalah   melindungi   dan

memperbaiki   atau  mengatasi  keluhan  dan  memaksimalkan  kualitas   hidup  anak

pada semua tingkatan usia, dan dukungan pada anggota keluarganya (Coyle &

Fereel,  2010). Sedangkan  The Royal College  of Paediatrics  and Child Health

(RCPCH) dan Asscosiation for Children (ACT) dengan kondisi terminal anak dan

keluarganya, mengartikan bahwa perawatan paliatif merupakan pendekatan aktif

dan total dalam merawat anak, menerima aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.

Pendekatan secara aktif menunjukan perawatan yang tidak hanya menghentikan

tindakan. Semuanya ditujukan untuk mengatasi pada semua keluhan yang dialami

meliputi keluhan fisik, emosi, dan spiritual.  Word Health Organization  (WHO)

menekankan   bahwa   dalam   memberikan   pelayanan   paliatif   harus   berpijak   pada

pola sebagai berikut 1) meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian

sebagai proses yang normal, 2) tidak mempercepat atau menunda kematian, 3)

menghilangkan   nyeri   dan   keluhan   lain   yang   mengganggu,   4)   menjaga

keseimbangan psikologis dan spiritual, 5) mengusahakan agar penderita tetap aktif

sampai akhir hayatnya, 6) mengusahakan dan membantu mengatasi suasana duka

cita pada keluarga (Djauzi, et al, 2003).

Dalam   memberikan   perawatan   paliatif   sangat   penting   memperhatikan

prinsip­prinsipnya.  Commitee   on   Bioethic   and   Committee   on   Hospital  Care

(2000) mengembangkan untuk pengamanan praktik dan standar minimum dalam

meningkatkan   kesejahteraan   anak   dengan   kondisi   hidup   yang   terbatas   dan

keluarganya,   dengan   tujuan   memberikan   dukungan   yang   efektif   selama

pengobatan,  dan memperpanjang  kehidupan. Prinsip dasarnya terintegrasi  pada

model perawatan paliatif yang meliputi :

a. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya.

Dalam   memberikan   perawatan   paliatif,   perawat   harus   menghargai   dan

menghormati keingingan anak dan keluarga. Sesuai dengan prinsip menghormati

5
maka   informasi   tentang   perawatan   paliatif   harus   disiapkan   untuk   anak   dan

orangtua, yang mungkin memilih untuk mengawali program perawatan paliatif.

Kebutuhan­kebutuhan keluarga harus diadakan/disiapkan selama sakit dan setelah

anak meninggal untuk meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi cobaan

berat.

b. Kesempatan   atau   hak   mendapatkan   kepuasan   dan   perawatan   paliatif   yang

pantas.

Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka

petugas kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang sesuai untuk

meningkatkan  kualitas  hidup   anak,  terapi  lain  meliputi  pendidikan,  kehilangan

dan   penyuluhan   pada   keluarga,   dukungan   teman   sebaya,   terapi   musik,   dan

dukungan spiritual pada keluarga dan saudara kandung, serta perawatan

menjelang ajal.

c. Mendukung pemberi perawatan (caregiver).

Pelayanan   keperawatan   yang   profesional   harus   didukung   oleh   tim

perawatan paliatif, rekan kerjanya, dan institusi untuk penanganan proses berduka

dan kematian. Dukungan dari institusi seperti penyuluhan secara rutin dari ahli

psikologi atau penanganan lain.

d. Pengembangan   profesi  dan dukungan  sosial   untuk  perawatan  paliatif   pada

anak.

Penyuluhan pada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan perawatan

anak   dan   nilai   perawatan   paliatif   serta   usaha   untuk   mempersiapkan   serta

memperbaiki hambatan secara ekonomi. Perawatan paliatif pada anak merupakan

area kekhususan karena sejumlah anak dan sebagian kecil anak yang masih kecil

meninggal serta kebutuhannya akan perawatan paliatif lebih ke pemberian jangka

panjang,   gambaran   kematian   penyakitnya   berbeda,   perawatan   yang   dibutuhkan

tidak hanya kebutuhan fisik anak tetapi juga kebutuhan, emosi, pendidikan dan

6
kebutuhan   sosial,   serta   keluarganya,   anak­   anak   akan   tumbuh   dan   berkembang

secara fisik dan emosi sehingga dalam memberikan perawatan pada anak harus

dilatih secara khusus sesuai yang dianjurkan (Cooke & McNamara, 2008).

B. Konsep Art Terapi

Art   therapy   adalah   bentuk   psikoterapi   yang   menggunakan   media   seni,

material   seni,   dengan   pembuatan   karya   seni   untuk   berkomunikasi   (British

Association   of   Art   Therapy,   2007).   Media   seni   dapat   berupa   pensil,   kapur

berwarna, warna, cat, potongan­potongan kertas, dan tanah liat (Hallowell, 2007).

Kegiatan   art   therapy   mencakup   berbagai   kegiatan   seni   seperti   menggambar,

melukis,   memahat,   menari,   gerakan­gerakan   kreatif,   drama,   puisi,   fotografi,

melihat dan menilai karya seni orang lain (Cancer Helps, 2007). Dalam penelitian

ini, peneliti memilih menggambar sebagai bentuk kegiatan dalam art therapy. Art

therapy telah banyak digunakan di lingkungan medis, seperti pada pasien kanker,

penyakit ginjal,  penderita rematik,  penyakit kronis, dan luka bakar yang parah

(Malchiodi,   2001).  Penderita   kanker   dapat   memanfaatkan   art   therapy   untuk

membantu diri mereka guna merasa lebih baik dan lebih positif. Art therapy dapat

menjadi   cara   yang   aman   untuk   penderita   kanker   dan   keluarga   mereka   untuk

mengungkapkan emosi­emosi seperti marah, takut, dan cemas tentang kanker dan

pengobatannya (Malchiodi, 2001).

C. Konsep Kecemasan

Kecemasan   adalah   suatu   perasaan   yang   ditandai   adanya   emosi   negatif

yang kuat dan simptom ketegangan tubuh1, menyangkut rasa ketakutan, distress,

dan   kegelisahan   sebagai   respons   terhadap   situasi   tertentu   yang   dirasakan

mengancam (Hamama, 2008). Kecemasan ini terdiri atas state anxiety (keadaan

cemas) dan trait anxiety (sifat cemas). Keadaan cemas menunjuk pada kondisi

7
emosional sementara yang dicirikan dengan ketegangan, kekhawatiran, ketakutan

kegelisahan,   dan   keresahan   yang   disertai   dengan   psychological   arousal

berhubungan   dengan   sistem   syaraf   otonom   yang   diterima   sebagai   pengalaman

tidak   menyenangkan.   Kecemasan   bisa   ditimbulkan   karena   adanya   rangsangan

yang   berasal   dari   luar   atau   rangsangan   dari   dalam   yang   diterima   dan

diinterpretasikan sebagai bahaya atau ancaman. Sedangkan sifat cemas menunjuk

pada kecenderungan seseorang untuk merasa cemas dan sensitif dalam menerima

suatu situasi sebagai bahaya atau ancaman dan direspons dengan meningkatnya

keadaan cemas (Hamama, 2008).

Kecemasan dapat dikenali karena biasanya disertai dengan berbagai tanda

kecemasan   secara   fisik,   kognitif,   dan  tingkah   laku   (Mash,   2005).  Tanda­tanda

kecemasan  secara  fisik, yaitu meningkatnya  detak  jantung, pernafasan menjadi

lebih   cepat,   munculnya   rasa   mual,   munculnya   masalah   pencernaan,   merasa

pusing, pandangan kabur, mulut kering, otot tegang, jantung berdebar, permukaan

wajah menjadi lebih merah, muntah, mati rasa, dan berkeringat.

Tanda­tanda kecemasan secara kognitif, yaitu berpikir takut atau tersakiti,

berpikir/membayangkan monster atau binatang buas, berpikir untuk mengkritik

diri sendiri, berpikir tidak mampu, sulit berkonsentrasi, lupa, berpikir kelihatan

bodoh, berpikir tubuh tersakiti, membayangkan disakiti oleh orang yang dicintai,

berpikir menjadi gila, dan berpikir terkontaminasi. Tanda­tanda kecemasan secara

tingkah   laku,   yaitu   menghindar,   manangis   atau   menjerit,   menggigit   jari,   suara

bergetar, gagap, bibir bergetar, perasaan melayang, tidak dapat bergerak, gugup,

menghisap   jempol,   menghindari   kontak   mata,   menghindari   kedekatan   fisik,

merasa rahang terkunci, gelisah.

E. Leukemia

Tanda dan gejala leukemia bisa berbeda dari satu penderita dengan penderita

8
lainnya. Gejala yang umum terjadi adalah: a) lemah, pucat, mudah lelah, serta

denyut   jantung   yang   meningkat.   Keadaan   ini   terjadi   karena   jumlah   sel   darah

merah yang berkurang akibat terdesak oleh selsel leukemik; b) sering demam dan

mengalami infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena berkurangnya jumlah sel

darah   putih   yang   baik   yang   bertugas   untuk   melawan   organisme­organisme

penyebab penyakit; c) terlihat biru­biru di beberapa bagian tubuh, bintik­bintik

merah,  mimisan,  serta  gusi berdarah.  Keadaan ini  terjadi  karena  berkurangnya

jumlah   trombosit;   d)   merasakan   nyeri­nyeri   pada   tulang.   Keadaan   ini   terjadi

akibat sudah menyebarnya sel­sel blast (sel darah yang masih muda) ke dalam

tulang; e) pembesaran hati, limpa, dan kelenjar limfa. Keadaan ini juga terjadi

akibat sudah menyebarnya sel­sel blast ke dalam organ­organ tersebut di atas; f)

toleransi   exercise   menurun;   g)   kehilangan   berat   badan;   dan   h)   nyeri   perut

(Tehuteru, 2009). Gejala yang khas adalah pucat, panas, dan pendarahan disertai

splenomegali   (pembesaran   limpa),   kadangkadang   hepatomegalia   (pembesaran

hati) serta limfadenopatia (pembesaran kelenjar getah bening). Pucat dapat terjadi

secara   mendadak.   Pendarahan   dapat   berupa   ekimosis   (pendarahan),   petekia

(bintik­bintik merah), epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, dan sebagainya.

Pada   stadium   permulaan   mungkin   tidak   terdapat   splenomegali.   Gejala

yang tidak khas adalah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahtafsirkan

sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel

leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi plura, kejang pada

leukemia serebral dan sebagainya (Rusepno, 1985).

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini, namun

menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan

risiko timbulnya penyakit leukemia, yaitu (a) Radiasi dosis tinggi. Radiasi dengan

dosis sangat tinggi, seperti ketika bom atom di Jepang pada masa perang dunia ke­

2   menyebabkan   peningkatan   insiden   penyakit   ini.   Terapi   medis   yang

9
menggunakan   radiasi   juga   merupakan   sumber   radiasi   dosis   tinggi.   Sedangkan

radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak

berhubungan   dengan   peningkatan   kejadian   leukemia.   (b)   Pajanan   terhadap   zat

kimia tertentu, yaitu benzene, formaldehida. (c) Kemoterapi. Pasien kanker jenis

lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita leukemia di kemudian

hari. Misalnya, kemoterapi jenis alkylating agents. Namun, pemberian kemoterapi

jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat­risikonya.

(d) Sindrom Down. Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang

disebabkan   oleh   kelainan   kromosom   dapat   meningkatkan   risiko   kanker.   (e)

Human T­Cell Leukemia Virus­1 (HTLV­1).

Virus tersebut menyebabkan leukemia T­cell yang jarang ditemukan. Jenis

virus   lainnya   yang   dapat   menimbulkan   leukemia   adalah   retrovirus   dan   virus

leukemia   feline.   (e)   Sindroma   mielodisplatik.   Sindroma   mielodisplastik   adalah

suatu kelainan pembentukan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel

(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai

pre­leukemia.   Orang   dengan   kelainan   ini   berisiko   tinggi   untuk   berkembang

menjadi leukemia. (f) Merokok (Detak, 2008).

F. Analisis Jurnal

1. Kritisi Jurnal dan Pemanfaatannya

KRITISI JURNAL

a. Judul: (5 poin) = 5

Dilihat dari judul, judul dalam penelitian ini telah jelas menguraikan masalah

variable   yang   diteliti   dan   variable   yang   diteliti   sudah   termasuk   dalam   judul

10
penelitian dan populasi yang digunakan yaitu anak remaja juga termasuk dalam

judul penelitian.

b. Kualifikasi penulis: (5 poin) = 5

Penulis   adalah   seorang   psikolog   (spesialis   psikologi),   jika   dilihat   dari

kualifikasi   tentunya   seorang   ahli   psikolog   memiliki   kualifikasi   yang   baik

dalam   bidangnya   terutama   penatalaksanaan   kecemasan.   Artikel   yang

diterbitkan sesuai dengan jurnal yaitu Jurnal tentang Kanker yang diterbitkan

di “Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1”.

c. Pernyataan Masalah: (10 poin) = 6

Fenomena telah dijelaskan pada pendahuluan masih kurang mencerminkan.

Hal   tersebut   terlihat   dari   beberapa   komponen   yang   belum   ditampilkan   dalam

penelitian   ini   diantaranya   besarnya   masalah   tersebut,   dampak   jika   masalah

tersebut  tidak  diatasi,  hal   yang  sudah  dilakukan  di  Rumah  Sakit   untuk  pasien

dengan kecemasan seperti perawatan paliatif yang didalamnya adalah art terapi. 

d. Tujuan: (10 poin) = 5

Tujuan   dalam   penelitian   ini   tidak   dinyatakan   secara     eksplisit   dalam

artikel,   namun   secara   implisit.   Makna   yang   diproyeksikan   untuk   tindakan

keperawatan   juga   tidak   dijelaskan   secara   eksplisit,   namun   dijelaskan   dengan

bahasa yang abstrak dan kurang operasional.

e. Metode: (10 poin) = 9

11
Metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan yang

ingin   dicapai.   Metode   yang   digunakan   sangat   memadai   karena   sampel   yang

digunakan juga sedikit yaitu 2 sampel perlakuan dan 3 orang sampel control.

f. Sampling: (10 poin) = 4

Seleksi   terhadap   responden   telah   dijelaskan   dalam   penelitian   dengan

teknik   purposive   sampling.   Ukuran   sampel   yang   digunakan   tidak   memadai,

namun jika menggunakan penelitian kualitatif hal tersebut dapat dilakukan karena

pada penelitian kualitatif yang dilihat adalah fenomenologi bukan data kuantitatif.

Kriteria inklusi dan eksklusi sesuai, studi dapat digeneralisasikan kepada bidang

psikologi, bidang keperawatan atau tenaga kesehatan lain seperti dokter. Bias dari

sampel tidak teridentifikasi karena 22 dan 24 sesi dari terapi seni tidak dijelaskan

dalam artikel ini melainkan hanya dijelaskan pada abstrak. 

g. Pengumpulan Data: (10 poin) = 4

Dalam artikel ini, strategi pengumpulan dat tidak dijelaskan secara terperinci

hanya dituliskan sehingga pembaca tidak dapat mengidentifikasi teknik kerja dari

penelitian   ini,   hal   tersebut   telah   dijelaskan   pada   artikel   bahwa   peneliti   tidak

menjabarkan   teknik   pengumpulan   data   maupun   alat   pengumpulan   data.   Etika

penelitian tidak dijelaskan pada artikel ini, serta cara pengumpulan data juga tidak

dijelaskan secara eksplisit.

h. Pertimbangan etik (10 poin) = 0

12
Dalam artikel tidak diungkapkan persetujuan peninjau maupun komite etik,

dan hak subyek tidak dieksplisitkan dalam penelitian ini. Mungkin saja, di

makalah   asli   ditampilkan   sedangkan   dalam   artikel   ini   tidak   ada   yang

menyinggung hal tersebut.

i. Analisis Data: (10 poin) = 4

Tidak ada penggunaan statistic penelitian dalam penelitian ini, data kuantitatif

dibandingkan   hanya   dengan   membandingkan   nilai   rata­rata   saja.   Proses

analisis   data   sesuai,   hasil   memberikan   jawaban   terhadap   pertanyaan

penelitian. Penyajian table disajikan,  namun penilaian HRSA ada yang tidak

sesuai dengan kaidah penilaian sesuai teori HRSA, sehingga kemungkinan

terdapat kesalahan dalam pemberian skoring pada penelitian ini.

j. Diskusi (10 poin) = 7

Diskusi   atau   pembahasan   yang   dilakukan   sesuai   dengan   data,   peneliti

menggambarkan secara kualitatif hasil dari penelitian yang diperoleh. Namun

diskusi yang digunakan kurang optimal. Peneliti hanya terfokus pada hasil

dari   art   terapi,   bukan   hal­hal   yang   mendukung   penelitian.   Penelitian­

penelitian terdahulu tidak ditampilkan, sedangkan penulis telah menemukan

beberapa penelitian seputar art terapi sejak tahun 2002 sedangkan jurnal yang

memiliki variable yang sama terdapat pada tahun 2006.

k. Kesimpulan, Implikasi, dan Rekomendasi: (10 poin) = 6

13
Peneliti telah mengidentifikasi keterbatasannya, namun keterbatasan tersebut

telah   dilakukan   rasionalisasi   yang   mendukung   proses   penelitian.   Berbagai

keterbatasan   lain   tidak   ditampilkan   dalam   penelitian   ini,   diantaranya

dukungan   keluarga   atau   care   giver,   kondisi   fisik,   social,   spiritual   pada

seorang yang mengalami leukemia tidak dilakukan control dalam penelitian

ini.   Kesimpulan   yang   ditampilkan   belum   mencerminkan   hasil   penelitian

secara   keseluruhan.   Pentingnya   penelitian   untuk   medis   dinyatakan   secara

eksplisit,   namun   jika   dilihat   dari   penelitian   lainnya   penelitian   ini   sangat

bermanfaat bagi dunia keperawatan karena art therapy merupakan salah satu

NIC.

FORMAT PENILAIAN KRITIK RESEARCH

No Acuan Kritik Research Points Nilai


1 Judul 5 points 5
2 Kualifikasi penulis 5 points 5
3 Pernyataan masalah 10 points 6
4 Tujuan penelitian 10 points 5
5 Metode 10 points 9
6 Teknik pengumpulan data/sampling 10 points 4
7 Pengumpulan data 10 points 4
8 Pertimbangan etik 10 points 0
9 Analisa data 10 points 4
10 Diskusi 10 points 7
11 Kesimpulan 10 points 6
Total 100 55

Pemanfaatan Hasil Penelitian/Research Utilization  

14
Isu   yang   terkait   dalam   penelitian   ini   adalah   art   terapi   yang   merupakan

salah   satu   dari   teknik   perawatan   paliatif   dan   juga   terapi   modalitas.   Dalam

pelaksanaannya,   sebenarnya   pelaksanaan   art   terapi   telah   dilakukan   di   Rumah

Sakit terutama Rumah Sakit yang memiliki keperawatan anak seperti di RSUP

Sanglah Denpasar. Hambatan dan tantangan yang ada selama pemanfaatan riset

ini   adalah   menyeimbangkan   antara   hobi   atau   kesenangan   pasien   dengan   art

therapy   yang   akan   dilakukan   harus   sesuai   sehingga   pelaksanaan   art   terapi   ini

bersifat   fleksibel   inovatif.   Keuntungan   dilakukan   art   terapi   ini   sangat   banyak

selain menurunkan kecemasan, juga dapat meningkatkan kualitas  hidup pasien.

Peran perawat dalam pelaksanaan art terapi sangat penting karena disini Art terapi

merupakan salah satu NIC yang merupakan kompetensi seorang perawat sehingga

disini perawat memiliki kewenanan untuk melakukan tindakan ini.

PEMANFAATAN RISET

No Acuan Kritik Research Points Nilai


1 Isu terkait praktik keperawatan dan terkini 10 points 5
2 Hambatan terkait pemanfaatan riset 15 points 15
3 Tantangan terkait pemanfaatan riset 15 points 15
4 Keuntungan pemanfaatan riset dalam praktek  10 points 10
keperawatan
5 Peran perawat dalam pemanfaatan riset 15 points 15
6 Strategi untuk meningkatkan pemanfaatan riset 15 points 10
7 Tren dari pemanfaatan hasil riset 10 points 10
8 Kesimpulan 10 points 9
Total 100 89

15
2. Kelayakan

Berdasarkan   hasil   penelitian   di   atas,   sebenarnya   hasil   dari   penelitian   ini

sangat   bagus   bagi   perkembangan   keperawatan.   Hanya   saja   masih   banyak

penelitian terkait yang memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan penelitian ini.

Namun,   melihat   manfaat   yang   baik   dari   hasil   penelitian   ini,   untuk   lebih

mengefektifkan keperawatan pembaca dapat mempertimbangkan penelitian lain

sebagai perbandingan dan kelayakan dari terapi ini untuk diterapkan akan dibahas

pada bab 3 dengan mencantumkan studi literature dan jurnal yang mendukung dan

teknik art terapi yang lebih beragam dan sesuai dengan kemampuan pasien serta

budaya dari pasien tersebut.

3. Analisis Isi Jurnal

a. Analisis P.I.C.O.T

1) Population

Subjek   dalam   penelitian   ini   memiliki   karakteristik   :   (a)   laki­laki   atau

perempuan,   (b)   berusia   11­20   tahun   (adolescents),   (c)   di   diagnosis   menderita

leukemia, AML atau ALL, dan (d) dirawat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”,

Jakarta. Pada penelitian ini ada 5 subjek, yaitu 3 remaja laki­laki dan 2 remaja

perempuan. Tiga subjek laki­laki adalah F (12 tahun 1 bulan, kelas VI SD), Ar (15

tahun,   kelas   I   SMU),   dan   An   (13   tahun,   4   bulan   kelas   I   SMP).   Dua   subjek

perempuan adalah M (13 tahun 8 bulan, kelas II SMP) dan R (12 tahun 7 bulan,

home schooling). Dari 5 subjek penelitian, 2 subjek yang diberikan art therapy,

16
yaitu F (remaja laki­laki, berusia 12 tahun 1 bulan, kelas VI SD, menderita AML

M5)   dan   M   (remaja   perempuan,   berusia   13   tahun   8   bulan,   kelas   II   SMP,

menderita AML M2).

Teknik   pengambilan   sampel   adalah   purposive   sampling/judgemental.

Pertimbangan   awal   dalam   purposive   sampling   adalah   penilaian   dari   peneliti

bahwa siapa yang dapat memberikan informasi terbaik untuk mencapai tujuan dari

penelitian tersebut. Penelitian ini dilakukan di bangsal anak Rumah Sakit Kanker

“Dharmais”,   Jakarta.   Instrumen   yang   digunakan   dalam   penelitian   ini   adalah

pedoman   wawancara,   pedoman   observasi,   skala   pengukuran   kecemasan   yaitu

Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS­A), dan Child Anxiety subscale of the

Revised Children’s Manifest Anxiety Scale (RCMAS) yang diisi oleh subjek, dan

tes grafis, seperti Draw A Person (DAP), Baum, dan House Tree Person (HTP).

2) Intervention

Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian Art terapi

pada   pada   pasien.   Art   terapi   yang   dipilih   dalam   penelitian   ini   adalah   terapi

menggambar. 

3) Comparison

Pembanding   dalam   penelitian   ini   adalah   control   yaitu   kelompok   yang

tidak dilakukan terapi apapun. 

4) Outcome

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif sebagai metode

17
utama   dan   metode   kuantitatif   sebagai   metode   pendukung.   Metode   kualitatif

digunakan untuk menggambarkan kecemasan yang dialami oleh remaja penderita

leukemia, yaitu penyebab terjadinya kecemasan, perilaku keseharian subjek yang

menunjukkan   kecemasan,   dan   bagaimana   perubahan   kecemasan   subjek   setelah

diberikan   art   therapy.   Sedangkan   metode   kuantitatif   melalui   pre­post   test

digunakan   untuk   melihat   efektivitas   art   therapy   dalam   mengurangi   kecemasan

pada remaja penderita leukemia. Desain pre­test/post­test adalah desain yang tepat

untuk mengukur pengaruh atau efektivitas dari suatu program intervensi.

SUBYEK 1 (F)

Pada   subjek   1   (F)   reaksi   emosional   yang   dialaminya   adalah   perasaan

sedih, cemas, merasa bersalah, dan marah. F merasa sedih karena saat ini dirinya

sedang sakit sehingga ia tidak bisa melakukan aktivitas sehari­hari secara bebas

dan melakukan kegiatan yang disukainya. Sedangkan anak­anak lain yang tidak

sakit bisa melakukan kegiatan apapun yang mereka sukai. Keadaan ini membuat F

merasa   sedih   dan   menganggap   bahwa   anak­anak   lain   lebih   bahagia   dari   pada

dirinya. Kecemasan yang dirasakan oleh F berhubungan dengan gusinya saat ini

yang bengkak dan menutupi  seluruh permukaan giginya. F cemas  memikirkan

apakah nantinya giginya akan terlihat seperti sebelumnya atau tidak. F juga cemas

memikirkan   apakah   nantinya   bisa   sembuh   atau   tidak.   F   juga   merasa   cemas

memikirkan  sekolahnya karena tidak  lama lagi  dirinya akan menghadapi  ujian

akhir. F merasa cemas bahwa dirinya tidak bisa mengikuti ujian akhir dan tidak

lulus. F juga merasakan perasaan rasa bersalah terhadap kedua orang tuanya dan

juga adiknya. Rasa bersalah ini dikarenakan F merasa menjadi beban bagi kedua

orang tuanya karena kedua orang tuanya harus menghabiskan dana yang cukup

besar untuk biaya pengobatan F. Rasa bersalah ini  sempat ditunjukkan  oleh F

dengan mengigau dengan menyalahkan diri sendiri. F juga merasa bersalah karena

18
dengan kondisinya yang sakit saat ini, F menganggap bahwa dirinya membuat

keluarganya repot karena harus menjaga dirinya di rumah sakit dan meninggalkan

aktivitas mereka di Bogor. F juga merasa bersalah karena perhatian kedua orang

tuanya  menjadi   tertuju   pada  dirinya,  sedangkan   adiknya   yang  masih  duduk  di

bangku

kelas III SD harus bisa mengurus diri sendiri. F merasakan adanya rasa marah,

yaitu dengan mempertanyakan apakah Tuhan benar­benar menyayanginya karena

F   menganggap   jika   Tuhan   benar­benar   menyayanginya   karena   ia   adalah   anak

yang baik, kenapa Tuhan memberikan penyakit yang berat kepada dirinya dan

kenapa   Tuhan   seperti   mengambil   kebahagiaannya.   Rasa   marah   ini   terkadang

keluar melalui mimpi dan rasa mengigau karena

F adalah anak yang baik dan selalu memiliki kontrol. 

Dalam keadaan sadar ia bisa mengontrol tingkah lakunya sehingga semua

rasa   marahnya   ditekan   ke   dalam   alam   bawah   sadarnya   yang   akhirnya   muncul

dalam bentuk mimpi.

SUBYEK 2 (M)

Sedangkan pada subjek 2 (M) reaksi emosional yang alaminya adalah rasa

takut. M merasa takut dengan kondisi di rumah sakit, yaitu tentang kondisi fisik

pasien. Rasa takut M ini ditunjukkan dengan menjaga jarak dengan pasien lain

yang   berada   satu   kamar   dengan   dirinya,   terutama   jika   kondisi   pasien   tersebut

parah. M berusaha tidak terlibat  interaksi dengan pasien yang kondisi fisiknya

parah karena M takut pasien tersebut meninggal dan dirinya menjadi terbayang­

bayang dengan pasien tersebut. Ketakutan ini juga ditunjukkan oleh M dengan

tidak   mau   melihat   foto­foto   pasien   yang   telah   meninggal   yang   terpajang   di

dinding dekat ruang bermain.  Reaksi emosional lainnya yang dirasakan oleh M

adalah perasaan cemas. Kecemasan yang dirasakan oleh M terkait dengan kondisi

fisiknya saat ini, yaitu rambut M yang rontok dan mulai terlihat gundul. M merasa

19
cemas   dengan   pendapat   orang­orang   mengenai   penampilannya.   Kecemasan   ini

membuat   M   malas   untuk   beraktivitas   di   luar   ruangan.   M   menganggap   bahwa

penampilannya   yang   menggunakan   masker   dan   terlihat   gundul   akan   dianggap

aneh oleh orang­orang yang melihat dirinya. Kondisi fisik ini juga membuat M

merasa   malu   terhadap   lingkungan.   M   juga   merasakan   adanya   perasaan   marah

terkait   dengan   kondisinya   saat   ini.   Rasa   marah   M   berhubungan   dengan

keterbatasannya melakukan kegiatan yang disukainya, yaitu bermain basket. Rasa

marah M terlihat dari intonasi suaranya ketika menceritakan kebosanannya berada

di rumah sakit dan tidak bisa bermain basket lagi seperti sebelumnya. M juga

merasakan   marah   karena   banyaknya   larangan   untuk   mengonsumsi   makanan­

makanan yang disukainya.

HASIL KUANTITATIF

SUBYEK 1 (F)

Berdasarkan   pengukuran   Hamilton   Rating   Scale   for   Anxiety   (HRS­A)

menunjukkan   bahwa   F   mengalami   kecemasan   sedang.   Sedangkan   berdasarkan

Revised   Children’s   Manifest   Anxiety   Scale   (RCMAS)   faktor   kecemasan   yang

menonjol  adalah faktor II, yaitu worry oversensitivity. Tanda­tanda kecemasan

yang ditunjukkan oleh F adalah gangguan tidur, berkeringat, menghindari kontak

mata, perasaan dan pikiran tentang kekhawatiran, serta

sering menggoyang­goyangkan kaki.

SUBYEK 2 (M)

Berdasarkan   pengukuran   Hamilton   Rating   Scale   for   Anxiety   (HRS­A)

menunjukkan   bahwa   M   mengalami   kecemasan   berat.   Sedangkan   berdasarkan

Revised   Children’s   Manifest   Anxiety   Scale   (RCMAS)   faktor   kecemasan   yang

menonjol adalah faktor III, yaitu physilogical

concerns. Tanda­tanda kecemasan yang ditampilkan oleh M adalah menghindar,

gangguan   tidur,   gangguan   pencernaan,   memiliki   perasaan   dan   pikiran   tentang

20
kekhwatiran, serta sering mengoyang­goyangkan kakinya. 

OBSERVASI DALAM PROSES SESI MENGGAMBAR

F   dan   M   keduanya   adalah   remaja   yang   cukup   tertutup   sehingga   art   therapy

melalui kegiatan menggambar merupakan bentuk terapi yang lebih sesuai untuk F

dan   M   dalam   mengurangi   kecemasan   yang   dialami   oleh   F   dan   M.   Melalui

kegiatan menggambar, F dan M merasa lebih nyaman dan aman karena mereka

tidak merasa sedang diintrograsi untuk menceritakan apa yang mereka rasakan

dan   pikirkan   terkait   dengan   kondisi   mereka   saat   ini   yang   sedang   menjalani

pengobatan leukemia di rumah sakit. Memaksa remaja untuk menceritakan apa

yang mereka rasakan dan pikirkan justru membuat mereka merasa tidak nyaman.

Ketika remaja ditanya mengenai keadaannya mereka pasti akan menjawab baik­

baik   saja.   Melalui   proses   art   therapy   remaja   dibuat   untuk   merasa   aman   dan

nyaman. Gambar yang dibuat, nuansa gambar, pemilihan warna mencerminkan

kondisi F dan M saat itu. Melalui gambar­gambar yang dibuat oleh F dan M dapat

menunjukkan apa yang sedang dipikirkan dan dipikirkan oleh F dan M. Begitu

juga   dengan   terjalinnya   hubungan   tereupatik   yang   hangat   dengan   F   dan   M

membuat   F   dan   M   menjadi   terbuka   untuk   mencerikan   permasalahan­

permasalahan yang mereka alami terkait dengan kondisi keduanya saat ini yang

sedang   menjalani   pengobatan   leukemia   di   rumah   sakit.   Pada   akhirnya   dengan

kemampuan F dan M untuk memahami permasalahan yang mereka rasakan dapat

menimbulkan insight bagi keduanya dan menyelesaikan permasalahan yang ada,

yaitu mengurangi tingkat kecemasan yang dirasakan oleh F dan M.

5) Time

21
Waktu   diakukan   penelitian   dalam   penelitian   ini   tidak   dijelaskan   secara

terperinci dalam artikel, diperkirakan pada tahun 2010 karena artikel diterbitkan

pada awal Januari 2011.

22
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Madden (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Creative Arts Therapy

Improves Quality of Life for Pediatric Brain Tumor Patients Receiving Outpatient

Chemotherapy, menunjukkan hasil bahwa pelaksanaan Creative Art Therapy yang

salah   satunya   Art   therapy   menunjukkan  pengaruh   yang   baik   dalam   mengatasi

nyeri (P = .03), mual (P = .0061), mood (P < .01), ketertarikan (P < .05), perasaan

senang (P < .02), and nervous (P < .02).

Purwandari (2011) dengan judul penelitian pengaruh terapi seni dalam


menurunkan tingkat kecemasan anak usia  sekolah yang
menjalani hospitalisasi di wilayah Kabupaten Banyumas. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi terapi seni
tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan tingkat
kecemasan, namun efektif untuk menurunkan denyut nadi yang
merupakan salah satu respon fisiologis kecemasan.
Nainis, et al (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Relieving Symptoms

in   Cancer:   Innovative   Use   of   Art   Therapy.   Penelitian   tersebut   menunjukkan

bahwa pemberian terapi seni dapat menurunkan 8 gejala dari kanker kecuali mual.

8 gejala tersebut diantaranya nyeri, kelelahan, depresi, ansietas, drowsiness, nafsu

makan, sesak, dan kesejahateraan.

Foster,   et   al   (2012),   menjelaskan   domain   dari   fisik,   psikologi,   social   dan

spiritual   yang   akan   diungkapkan   oleh   anak   selama   fase   mengerti   tentang

23
kematiannya sesuai dengan golongan usia yaitu usia pra sekolah, usia sekolah dan

remaja. 

Pada jurnal Foster, Terah (2012), dikemukakan bahwa pelayanan paliatif

yang dilakukan dengan menekankan pada pengenalan gejala gangguan spiritual

(individu,   keluarga   dan   lingkungan)   dan   penatalaksanaan   pada   pasien   dengan

penyakit   terminal.   Disini   dijelaskan   tentang   gejala   dan   verbal   yang   sering

dikemukakan   oleh   pasien   anak   menjelang   ajalnya.   Pemberian   terapi   dilakukan

setiap   hari  dengan  prinsip  holistic  care.   Berbagai  terapi   diberikan  pada  pasien

anak   dengan   penyakit   terminal   seperti   intervensi   kesehatan   spiritual   yang

mencakup terapi komunikasi. Terapi fisik, terapi sendiri (terapi seni, terapi music,

bercerita) 

B. Implikasi Keperawatan di Ruangan Pudak

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran
Adapun saran dari makalah ini adalah :
1. Orang Tua
Mengingat   bahwa   art   terapi   memiliki   pengaruh   yang   positif   terhadap

kecemasan pasien anak dengan kanker, maka diharapkan orang tua yang memiliki

24
anak yang mengalami kanker selama perawatan di rumah sakit atau di rumah agar

memberikan art terapi kepada mereka, namun art terapi tersebut sesuai dengan

kemampuan, minat, motivasi dan melakukan terapi terseebut secara berkelompok

dengan keluarga sehingga kehidupan social anak akan lebih baik.
2. Ruang Anak
Diharapkan ruangan anak dapat melakukan terapi yang efektif pada pasien

anak terutama melakukan pengkajian terlebih dahulu untuk pemberian art terapi

seperti  memasukkan  pertanyaan   tentang   kegiatan  seni  yang   diminati   ke  dalam

pengkajian   keperawatan   terutama   kebutuhan   rekreasi   sehingga   perawat   dapat

menyarankan kepada orang tua teknik art terapi yang tepat inovatif untuk pasien

tersebut selama perawatan di rumah sakit. 
3. Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan diharapkan lebih mengembangkan art terapi ini dengan

pembuatan SOP art terapi yang beragam sesuai umur anak, sehingga mahasiswa

memiliki   banyak   pilihan   terapi   dan   sesuai   dengan   tingkat   perkembangan   anak

tersebut serta tidak membosankan.

DAFTAR PUSTAKA

Himelstein,   et   al,   2010,  Pediatric   Palliative   Care   :   Medical   Progress,


Downloaded from www.nejm.org at LOYOLA UNIVERSITY on April
15, 2010, Copyright © 2004 Massachusetts Medical Society. All rights
reserved.

Barraclough, J. Cancer and Emotion third edition A practical guide to psycho­
oncology. UK : John Wiley & Sons, LTD. 2009.

25
CancerHelps.   What   is   art   therapy.   Diambil   tanggal   26   September   2007,   dari
http://www.cancerhelp.org,uk/help. default.asp?page=25615.

Detak.   (2008).   Leukemia.   Diambil   tanggal   2   Febuari   2009,   dari


http://www.detak.org/aboutcancer.php?id=10&c_id=9.

Hamama,   L.,Ronen,   T.,   Rahav,   G.   (2008).   Self­Control,   Self­Efficacy,   Role


Overload and Stress Responses among Siblings of Children with Cancer.
Health & Social Work. Academic Research Library.

Malchiodi, C.A. (2001). Trauma and Loss : Research and Interventions, volume 1
number   1,   2001.Malchiodi,   C.A.   (2003).   Handbook   of   Art   Therapy.
Guilford Publications.

Rusepno, H., Husein, A. Buku kuliah Ilmu  kesehatan  anak. Jakarta : Fakultas


kedokteran Universitas Indonesia.1985.

Tehuteru,   E.S.   Leukemia   pada   anak   :   selalu   ada   harapan.   Diambil   tanggal   11
Febuari 2009, dari http://www.dharmais,co,id/

Nainis,   et   al   (2006)  Relieving   Symptoms   in   Cancer:   Innovative   Use   of   Art


Therapy@2006   U.S.   Cancer   Pain   Relief   Committee   Published   by
Elsevier Inc. All rights reserved.

26

Anda mungkin juga menyukai