Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TERAPI KOMPLEMENTER PADA PASIEN ANAK PENYAKIT


TERMINAL DAN PENYAKIT KRONIS
Mata Kuliah Keperawatan Anak II
Dosen Pengampu : Ns. Isra Nur Utari Syachnara Potabuga M. Kep

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Antrinka Novien H (S18167)


2. Diah Ayu Mardi Lestari (S18173)
3. Febrin Melia Morriz (S18179)
4. Iis Alfia Nofitasari (S18183)
5. Kadek Yunita Dewi (S18185)
6. Mevrica Yohand S (S18191)
7. Puji Harti (S18198)
8. Saprodite Dian (S18204)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN & PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan
banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian
penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lainnya
(Snyder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah
pengguna terapi alternatif dan 38 6 juta orang yang mengunjungi praktik
konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan
jumlah pengguna terapi komp
lementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997
(Jurnal Keperawatan Indonesia, Widyatuti, Vol. 12 , Hal.53).
Adapun beberapa terapi komplementer yang digunakan pada penyakit-
penyakit kronis dan terminal pada anak-anak. Contohnya saja adalah kaker.
Kanker adalah pertumbuhan dan pembelahan sel dalam tubuh yang tidak
terkendali, sel terus membelah dan membentuk sel baru yang abnormal yang
dapat menyerang jaringan di sekitarnya.
Gejala dan pengobatan kanker tergantung pada jenis kanker dan
stadiumnya. Pengobatan kanker dapat dilakukan dengan operasi, radiasi dan
kemoterapi (National Cancer Institute, 2009). Kanker pada anak dapat terjadi
secara tiba-tiba tanpa gejala awal. Kanker pada anak yang paling umum adalah
leukemia.Insiden kanker anak di Inggris pada tahun 2009-2011 adalah 1.574
kasus baru, dan 525 anak meninggal akibat kanker. Pada tahun 2006-2010
sebanyak 82% anak berhasil bertahan hidup selama 5 tahun atau lebih
(CancerResearch UK, 2012).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tahun 2013 di Indonesia,
insiden kanker pada anak usia kurang dari 1 tahun (0,3%), usia 1-4 tahun
(0,1%), usia 5-14 tahun (0,1%), dan usia 5-24 tahun (0,6%). Prevalensi kanker
berdasarkan jenis kelamin laki-laki (0,6%) dan perempuan (2,2%). Menurut
National Cancer Institute (2009), jenis kanker yang paling umum terjadi pada
anak-anak dan remaja adalah leukemia, tumor otak, tumor sistem saraf pusat,
limfoma, rhabdomiosarkoma, neuroblastoma, tumor Wilms, osteosarkoma, dan
tumorgonadgermcell. Anak yang menderita kanker sering mengalami
gangguan tidur dan kelelahan (Rosen, Shor, & Geller, 2008). Owens, (2011)
menyatakan bahwa anak dan remaja dengan kanker yang mendapatkan
kemoterapi memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dibandingkan dengan anak
yang sehat. Anak dengan limfoblastik leukemia akut (LLA) 87% mengalami
gangguan tidur pada fase maintenance kemoterapi. Sekitar 26-40% anak yang
mendapatkan terapi kanker mengalami nyeri sedang sampai nyeri hebat, dan
anak yang mengalami nyeri menunjukkan masalah gangguan tidur (Gedaly-
Duff, et al., 2006).
Terapi komplementer adalah salah satu cara untuk mengatasi symtomps
atau gejala dari penyakit kronis atau terminal untuk meningkatkan kualitas
hidup klien. Meningkatnya kebutuhan masyarakat dan berkembangnya
penelitian terhadap terapi komplementer menjadi peluang perawat untuk
berpartisipasi dalam memberikan terapi komplementer. Perawat dapat berperan
sebagai konsultan untuk klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun
membantu memberikan terapi secara langsung. Pemberian terapi
komplementer dalam asuhan keperawatan perlu dikembangkan lebih lanjut
dalam penelitian berdasarkan (evidance based practice) sehingga dapat
dijadikan terapi tambahan dalam asuhan keperawatan. (Jurnal Ilmiah
Keperawatan, Mawar Eka Putri Vol. 15 No.1 Hal.18).

B. Rumusan Masalah :
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit kronis, penyakit terminal, dan terapi
komplementer?
2. Bagaimana etiologi penyakit kronis maupun penyakit terminal?
3. Bagaimana manifestasi klinis pada penyakit kronis?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit kronis?
5. Apa manfaat dari terapi komplementer yang diberikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui mengenai Terapi Komplementar
pada pasien anak penyakit terminal dan penyakit kronis.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian terapi komplementar pada pasien anak penyakit
terminal dan penyakit kronis
b. Memahami Penyebab terjadinya Penyakit Terminal dan Penyakit Kronis
dan penyakit leukemia
c. Mengetahui manifestasi klinis penyakit terminal dan penyakit kronis
dan leukemia
d. Memahami patofisiologi terjadinya penyakit terminal dan penyakit kronis
dan leukemia
e. Mengetahui manfaat terapi komplomenter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kasus Pemicu
Anak yang menderita kanker sering mengalami gangguan tidur dan
kelelahan. Anak dan remaja dengan kanker yang mendapatkan kemoterapi
memiliki kualitas tidur yang lebih buruk dibandingkan dengan anak yang
sehat. Anak dengan limfoblastik leukemia akut (LLA) 87% mengalami
gangguan tidur pada fase maintenance kemoterapi. Sekitar 26-40% anak yang
mendapatkan terapi kanker mengalami nyeri sedang sampai nyeri hebat, dan
anak yang mengalami nyeri menunjukkan masalah gangguan tidur.
Pada kasus keadaan umum pasien lemah, berat badan 16 kg, lingkar
lengan atas 14 cm, terdapat melena dan petekie, terdapat hepatomegali,
splenomegali dan terdapat fraktur oblik komplit mid diafisis femur dekstra
dengan displacement fragmen distal ke anterolateral. Kesadaran pasien
kompos mentis, keluarga mengatakan pasien tidak bisa tidur nyenyak, pasien
selalu mengigau dan tidak bisa terlepas dari main game online dengan telepon
genggam. Saat tertidur pun posisi tangan pasien memegang telepon genggam
dan saat dicoba diambil pasien akan terbangun dan menangis. Durasi tidur
siang tidak lebih dari 1 jam, durasi tidur malam 5 jam dengan frekuensi
bangun di malam hari lebih dari 4 kali. Pasien membutuhkan waktu lebih dari
30 menit untuk dapat tertidur. Kelopak mata pasien tampak ada lingkaran
hitam dan edema. Pasien tampak sangat kelelahan dan rewel, pasien hanya
mau ditemani oleh ibunya dan menolak didekati oleh ayah maupun anggota
keluarga yang lain.

B. Definisi

Penyakit kronis didefinisikan sebagai suatu keadaan sakit, atau


ketidakmampuan baik itu psikis, kognitif maupun emosi, berlangsung
minimal 6 bulan yang memerlukan intervensi medis secara terus-menerus
untuk merawat episode akut atau masalah kesehatan yang timbul berulang
(Wilkes et al, 2008).

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang


menuju ke arah kematian yang membutuhkan pendekatan dengan perawatan
Palliative sehingga menambah kualitas hidup seseoran. Sasaran kebijakan
pelayanan paliatif Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga,
lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada
di seluruh Indonesia.

Terapi komplementer sebagai pengobatan, level pencegahan, dan upaya


promosi kesehatan meliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik dengan
adanya teori dan keyakinan dengan menyesuaikan kebiasaan dan budaya yang
ada (Synder & Lindquis, 2014).
Sebagai contoh adalah penyakit leukimia. Leukemia merupakan suatu
penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berebihan dari sel darah
putih. Leukemia juga bisa didefinisikan sebagai keganasan hematologis
akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai
tingkatan sel induk hematopoietic.

C. Etiologi

Ada banyak faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi


masalah kesehatan yang banyak ditemukan hampir di seluruh Negara. D i
antaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah
pada menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi serius
lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di
tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya
hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah meningkatkan
insiden penyakit kronis (Smeltzer & Bare, 2010).
Adapun Beberapa factor yang terbukti dapat menyebabkan leukemia :

1. Factor genetic insidensi


Leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom down 20 kali lebih
banyak dari pada anak normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insidensi leukemia akut juga meningkat pada
penderita kelainan congenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis
congenital, sindrom ellis van grevelend, penyakit seliak, sindrom bloom,
anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D.
2. Sinar radioaktif
Sinar radioaktif merupakan factor eksternal yang paing jelas dapat
menyebabkan leukemia pada binatang maupun pada manusia. Angka
kejadian leukemia mieloblastik akut (AML) dan leukemia granulositik
kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah sinar radioktif. Akhir-akhir
ini dibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan
menderita leukemia pada 6 % klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
3. Virus
Beberapa virus tertentu sudah terbukti menyebabakan leukemia pada
binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus
sebagai penyebabeukimia, yaitu enzyme reverse transcriptase ditemukan
daalam darah manusia.

D. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinis Fisik Penyakit Kronis
a. Penurunan fungsi organ pada tubuh
b. Aktifitas dari GI berkurang
c. Kulit kebiruan dan pucat
d. Denyut nadi tidak teratur dan lemah
e. Nafas berbunyi keras dan cepat
f. Penglihatan mulai kabur
g. Nyeri
h. Penurunan kesadaran

2. Psikososial
Sesuai fase-fase kehilangan menurut E.Kubbler Ross mempelajari respon-
respon atas menerima kematian.
a. Respon Kehilangan, yaitu rasa takut diungkapkan dengan ekspresi
wajah, cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang dan
kemudian mengendor, kemudian rasa sedih diungkapkan dengan mata
setengah terbuka/ menangis.
b. Hubungan dengan Orang Lain
Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidakmampuan untuk
berhubungan secara interpersonal serta akibat dari penolakan.

3. Manifestasi Klinis Leukemia


Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia,
trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena
infiltrasi, hipermetabolisme.
a. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan.
Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum,
tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya
terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit
yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami
gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu
juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan
hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK
yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata,
penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu
makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat
malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang
akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah
penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan
anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai
infeksi.

E. Patofisiologi
1. Patosisiologi Penyakit Kronis :
a. Fase Pra-Trajectory
Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetik
atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap
penyakit kronis.
b. Fase Trajectory
Adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering
tidak jelas karena sedang dievalusi dan pemeriksaan diagnostic sering
dilakukan.
c. Fase Stabil
Terjadi ketika gejala gejala dan perjalanan penyakit terkontrol.
Aktivitas sehari-hari dapat ditangani dalam keterbatasan penyakit.
d. Fase Tidak Stabil
Periode ketidakmampuan menjaga gejala tetap terkontrol atau
reaktivitas penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
e. Fase Akut
Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau
komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
menanganinya.

2. Patofisologi Leukemia
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah,
dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal.
Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi
seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah normal,
merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah
dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai
aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia.
Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang
menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan
struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan
genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap
menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel
darah putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah
keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan
kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari
pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi
ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan
menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang
normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya termasuk
hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

F. Manfaat Terapi Komplementer


1. Efek samping pengobatan berkurang
Beberapa metode terapi komplementer seperti terapi hipnosis dan
relaksasi, serta akupunktur dapat membantu pasien mengatasi rasa nyeri.
Pada konferensi konsensus National Institutes of Health tahun 1997,
akupunktur diketahui bermanfaat mengurangi mual dan muntah akibat
kemoterapi serta dalam penanganan nyeri pasca-operasi.
2. Kekebalan tubuh meningkat
Salah satu tujuan terapi komplementer kanker adalah dengan menguatkan
kekebalan tubuh selama masa pengobatan sehingga kualitas hidup pasien
bisa ditingkatkan. Bahkan saat ini sedang dikembangkan pengobatan
kanker yang mengandalkan kekebalan tubuh dalam menghambat
pertumbuhan sel kanker. Pengobatan tersebut dikenal dengan istilah
imunoterapi.
3. Mood positif
Tak hanya berkutat di masalah fisik, terapi komplementer memasukkan
pemulihan psikososial sebagai salah satu jenis metode yang digunakan.
Pemulihan psikososial dilakukan dengan membantu pasien meningkatkan
kepercayaan dirinya, memberi empati dan kasih sayang padanya, juga
membimbingnya secara spiritual. Dengan begitu, pasien akan memperoleh
mood positif dan harapan hidup yang lebih lama.
4. Lebih bersemangat menjalani pengobatan
Penyakit kanker dan pengobatannya sangat rentan terhadap penurunan
mental dan semangat pasien. Di sinilah pasien kanker membutuhkan
dukungan psikososial untuk mengembalikannya. Dukungan psikososial ini
termasuk salah satu metode terapi komplementer yang sering dilakukan di
samping pengobatan kanker secara medis.
5. Membantu penyembuhan
Menurut Drajat Ryanto Suardi, ketua umum Pengurus Pusat Perhimpunan
Onkologi Indonesia, akhir–akhir ini beberapa terapi komplementer  telah 
semakin  teruji  manfaat  dan  keamanannya  sehingga  dapat  terintegrasi  
dengan   pengobatan   medis.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit kronis merupakan suatu keadaan sakit, atau ketidakmampuan baik itu
psikis, kognitif maupun emosi, berlangsung minimal 6 bulan yang memerlukan
intervensi medis secara terus-menerus untuk merawat episode akut atau
masalah kesehatan yang timbul berulang.
Terapi komplementer adalah salah satu cara untuk mengatasi symtomps atau
gejala dari penyakit kronis atau terminal untuk meningkatkan kualitas hidup
klien
Perawat dapat berperan sebagai konsultan untuk klien dalam memilih alternatif
yang sesuai ataupun membantu memberikan terapi secara langsung.
Pemberian terapi komplementer dalam asuhan keperawatan perlu
dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian berdasarkan evidance based
practice sehingga dapat dijadikan terapi tambahan dalam asuhan keperawatan.
(Jurnal Ilmiah Keperawatan, Mawar Eka Putri Vol. 15 No.1 Hal.18).
B. Saran
Pada perawatan anak dengan penyakit kronis atau terminal untuk
meningkatkan kualitas hidupnya, tentu banyak sekali cara dan terapi yang
diberikan untuk mengurangi gejala atau masalah lain yang mengakibatkan
penurunan kualitas hidup pasien. Dengan terapi komplementer diharapkan
perawat mampu mengaplikasikan dan memberikan intervensi keperawatan
kepada pasien anak dengan penyakit kronis atau terminal.
DAFTAR PUSTAKA

Rokhaidah, Allenidekania2, Happy Hayati. 2016. Pendekatan Model Levine


dalam Mengatasi Gangguan Tidur Anak Kanker : Jurnal Keperawatan
Indonesia.

Terapi Komplementer Dalam Keperawatan


https://jki.ui.ac.id/index.php/kji/article/download/200/311 Jurnal Nasional
(online) (diakses 12 Juni 2020)

Pengaruh Terapi pada Pasien Kronis 178577-ID-pengaruh-swedish-massage-


therapy-terhada.pdf Jurnal Nasional (download) (diakses pada 12 juni
2020)

Kebutuhan Keluarga Pada Pasien Anak Penyakit Terminal


file:///C:/Users/userkim/AppData/Local/Temp/WPDNSE/%7B82F87808-
0000-0000-0000-000000000000%7D/7480-14819-1-SM.pdf Jurnal
Nasional (download) Diakses 13 Juni 2020

Lawan kanker. 2016. https://lawankanker.org/keuntungan-melakukan-terapi-


komplementer/ Diakses 13 Juni 2020

Anda mungkin juga menyukai