Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN ONKOLOGI

DENGAN PENDEKATAN FCC (LLA)

Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah onkologi

Dosen Fasilitator:
Lingga Curnia Dewi, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Syarifah Qurrotu A’yun 132011123032
Adi Sukma Septiana 132011123033
Muhammad Iqbal 132011123034

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan selesai tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang “Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Gangguan Onkologi Dengan Pendekatan FCC (LLA)”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Onkologi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun. Kritik dari pembaca penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Harapan penulis semoga berbagai saran dan kritik yang bersifat membangun
dapat menjadi bekal penulis untuk penyempurnaan penulisan makalah selanjutnya.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia atau yang dikenal sebagai kanker darah merupakan keganasan yang
menyerang jaringan pembentuk darah atau yang dikenal sebagai sumsum tulang (Keene,
2018). Leukemia dapat menyerang semua jenis usia dengan insidensi yang paling sering
terjadi adalah pada anak (WHO, 2015). Dari semua jenis kanker pada anak-anak, leukemia
merupakan jenis kanker yang terjadi sekitar 29% pada anak-anak yang berusia 0-14 tahun
(ACS, 2018). Sebagian besar leukemia yang dialami oleh anak adalah yaitu leukemia
limfoblasitk akut (LLA) (Emadi & Karp, 2017). Leukemia limfoblastik akut (LLA)
merupakan bentuk leukemia yang paling lazim dan paling umum dijumpai pada anak yaitu
terhitung sekitar 74% (ACS, 2018).

Prevalensi leukemia dari seluruh negara ditemukan sebanyak 2,4% kasus baru dan
3,2% kasus kematian yang terjadi di tahun 2018 (Global Cancer Statistic, 2018). Data dari
American Cancer Society (ACS) menunjukkan bahwa di Amerika Serikat kejadian leukemia
pada tahun 2016 sampai 2017 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2018 terjadi
sedikit penurunan, dan diperkirakan pada tahun 2019 akan terjadi peningkatan kembali. Pada
tahun 2016 terdapat sekitar 60.140 kasus baru dan 24.500 kasus kematian, terjadi
peningkatan pada tahun 2017 yaitu 62.130 kasus baru dan 24.500 kasus kematian, sedangkan
pada tahun 2018 mengalami sedikit penurunan sekitar 60.300 kasus baru dan 24.370 kasus
kematian. (ACS, 2016, 2017, 2018). Diperkirakan 61.780 kasus baru 12 leukemia akan
didiagnosis dan diperkirakan 22.840 kasus kematian leukemia akan terjadi di AS pada tahun
2019 (American Cancer Society, 2019). Di Indonesia, kasus baru dan kasus kematian akibat
leukemia cenderung meningkat setiap tahunnya, dimana pada tahun 2010 terdapat 19 kasus
baru dan 31 kasus kematian, pada tahun 2011 tidak terjadi peningkatan kasus baru yaitu
tetap pada angka 19 kasus baru, namun terjadi peningkatan kasus kematian menjadi 35
kasus, pada tahun 2012 terjadi peningkatan kasus baru dan kematian menjadi 23 kasus baru
dan 42 kasus kematian, dan tahun 2013 terjadi peningkatan lagi menjadi 30 kasus baru dan
55 kasus kematian (Riskesdas, 2013). Pada tahun 2014 mengalami peningkatan kembali
menjadi 46 kasus leukemia (Kemenkes, 2015). Pada tahun 2016 tercatat 51 kasus anak
penderita LLA, lalu terjadi peningkatan pada tahun 2017 yaitu tercatat 89 kasus anak
penderita LLA, dan terjadi peningkatan kembali pada tahun 2018, yaitu tercatat sebanyak
144 anak penderita LLA (Data Rekam Medik Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. M. Djamil
Padang, 2016, 2017, 2018).

Penatalaksanaan leukemia meliputi kemoterapi, radioterapi, transplantasi sumsum


tulang dan steroid. Masing-masing terapi memiliki dampak yang berbeda-beda terhadap
kesehatan dan perkembangan pasien selanjutnya, oleh karena itu dampak setiap terapi harus
dikenali untuk memungkingkan akses 3 informasi pengobatan (Whitaker & Green, 2014).
Terapi yang dinilai sangat efektif untuk leukemia adalah kemoterapi. Kemoterapi dinilai
efektif dalam pengobatan kanker, menjaga dan menahan penyebaran sel kanker,
memperlambat pertumbuhan sel kanker, membunuh sel kanker yang menyebar ke bagian
tubuh lainnya dan mengurangi gejala yang disebabkan oleh kanker (ACS, 2018).
Kemoterapi untuk penderita leukemia terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap induksi,
konsolidasi, dan maintenance (Wong et al, 2009). Pengobatan dengan kemoterapi telah
berhasil menaikkan angka kesembuhan pada penderita leukemia tetapi memiliki gejala bagi
fisik maupun psikologis pada anak.

Pada penelitian Nurgali, Jagoe & Abalo (2018) gejala fisik yang ditimbulkan akibat
kemoterapi ialah mual, munttidah, mukositis, gangguan gastrointestinal, anoreksia,
malabsorpsi, penurunan berat badan, anemia, kelelahan dan peningkatan resiko sepsis.
Kemoterapi juga memiliki dampak signifikan pada status psikologis pasien yaitu harga diri
yang rendah pada anak anak (Sherief, 2015). Pasien yang hidup dengan kanker stadium lanjut
mengalami gejala psikologis yaitu, kecemasan, gejala depresi, dan keputusasaan (Bail et al,
2018). Gejala fisiologis yang tidak ditangani secara tepat dapat mempengaruhi psikologis
pasien, yang mana gejala fisiologis yang timbul akibat kemoterapi dapat menimbulkan stres
bagi pasien (Djoerban, 2014). Hal ini dibuktikan dengan Penelitian Mcculloch, Hemsley &
Kelly (2018) mengatakan bahwa gejala-gejala fisiologis yang dialami pasien selama
kemoterapi seperti nyeri, mukositis, mual, muntah, perubahan berat badan, kekurangan
nutrisi, kelelahan, gangguan tidur, 4 dapat menimbulkan gejala psikologis yang akan terjadi
seperti perasaan sedih, depresi, cemas, takut, dan khawatir akan terjadi gejala yang lebih
parah selama perawatan mereka. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan terhadap gejala
fisiologis kemoterapi terlebih dahulu untuk mengurangi gejala psikologis yang akan terjadi.

Dalam praktik keperawatan anak, pendekatan asuhan keperawatan yang diterapkan


berdasarkan Family-Centered Care (perawatan berpusat pada keluarga). Sebagaimana yang
didefinisikan oleh Association for the Care of Children’s Health, FCC difilosofikan sebagai
pemberi perawatan yang melibatkan peran penting dari keluarga. Orang tua secara bertahap
semakin terlibat dalam perawatan anak di rumah sakit. Peran yang didapatkan keluarga
dalam perawatan terpadu memperoleh pengakuan, sehingga fokus saat ini adalah pemberian
perawatan kesehatan pada anak bergeser dari berpusat pada anak menjadi model yang
berpusat pada keluarga (Hill, Kna & Santacroce, 2017). Selama menjalani perawatan, pada
umumnya anak selalu didampingi oleh orangtuanya, dan yang paling sering ialah didampingi
oleh ibu. Figur seorang ibu sangat penting dalam membantu proses penyembuhan saat
menghadapi gejala yang ditimbulkan akibat kemoterapi seperti gangguan fisik, psikologis
dan sosial anak. Apabila masalah tidak teratasi, maka hal ini akan menghambat proses
perawatan anak dan kesembuhan anak itu sendiri (Wong et al, 2009). Di China, praktek
keluarga dalam menemani anak yang sakit adalah hal yang lumrah terjadi, penelitian Kong
(2010) tentang keluarga dengan anak-anak yang dirawat di rumah sakit menjelaskan bahwa
keluarga setidaknya sudah mampu memberikan asuhan keperawatan dasar seperti makan, dan
lain-lain. Begitupun fenomena yang terjadi di Indonesia, orang tua merasa memiliki
kewajiban untuk merawat anaknya yang sakit. Keluarga memiliki peran penting dalam
integrasi perawatan, karena ketika melihat anaknya sakit keluarga terutama seorang ibu akan
turut merasakan hal yang sama, sehingga keluarga akan melakukan segala upaya dalam
perawatan kesehatan bagi anggota keluarganya yang sakit (Friedman, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Dasar Penyakit leukemia limfoblasitk akut (LLA) pada Anak?
2. Bagaimana Konsep Dasar Family-Centered Care?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Anak dengan LLA dengan Pendekatan FCC?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep dasar penyakit leukemia limfoblasitk akut (LLA) pada anak
2. Mengetahui konsep dasar Family-Centered Care
3. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Anak dengan LLA dengan PendekatanFamily-
Centered Care
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leukemia Limfoblastik Akut


2.1.1 Definisi
Leukemia limfoblastik akut pada anak (LLA) adalah penyakit neoplastik sebagai
hasil dari mutasi somatik beberapa tahap dalam sebuah sel progenitor limfoid pada satu
dari sebagian tahap perkembangan (Kaushansky and Williams, 2016). Leukemia
limfoblastik akut adalah salah satu jenis keganasan yang terjadi pada sel darah dimana
terjadi proliferasi berlebihan dari sel darah putih. Pada LLA, terjadi proliferasi dari sel
prekursor limfoid dimana 80% kasus berasal dari sel limfosit B dan sisanya dari sel
limfosit T. Keganasan ini bisa terjadi pada stase manapun pada saat proses diferensiasi
sel leukosit (Howard & Hamilton, 2008).

Gambar 2.1 Tahap perkembangan sel darah normal

2.1.2  Patofisiologi 
Patogenesis leukemia secara genetik terjadi akibat tidak seimbangnya kerja proto
onkogen dan gen supresor. Gen-gen berperan pada patogenesis  terjadinya  kanker
melalui dua mekanisme umum. Mekanisme pertama adalah gangguan struktur gena
yang normal (proto-oncogene) yang akan menghasilkan gena baru (sebagai oncogene)
menghasilkan protein yang berperan pada sel  pejamunya  untuk menginduksi terjadinya

6
malignansi. Produk protein biasanya berperan pada proliferasi sel, diferensiasi, atau
survival. Mekanisme kedua adalah hilang atau tidak aktif gen  yang menyandi protein
penekan kanker. Gen klas ini dikenal sebagai  tumor-  suppressor genes atau anti-
oncogenes (Cline, M.J, 2004).
Pada leukemia anak gen yang banyak berperan salah satunya adalah gen
Translocation Ets Leukemia-Acute Myeloid Leukemia1(TEL-AML1). Fusi gen TEL-
AML1 menyebabkan peningkatan secara tidak terkendali kapasitas perbanyakan diri
(self-renewel), kegagalan kontrol proliferasi normal, terhalangnya diferensiasi dan
terjadi resistensi terhadap sinyal apoptosis. Fusi gen TEL-AML1 banyak  ditemukan
pada anak dengan LLA dan dapat  dijadikan  sebagai  penilaian  prognosis (Mulatsih,
Set al., 2009).
Leukemia akut menyebabkan morbiditas dan mortalitas melalui defisiensi jumlah
dan fungsi sel darah, invasi organ vital, gangguan sistemik oleh ketidakseimbangan
metabolik. Pada LLA, sel progenitor limfoid berubah  secara  genetik kemudian
mengalami proliferasi disregulasi dengan ekspansi klonal. Sel  limfoid yang berubah
mencerminkan perubahan ekspresi gen yang biasanya terlibat dalam perkembangan
normal dari sel B dan sel T. Terdapat sel induk leukemia pada jenis LLA tertentu
(Kanwar, 2017).
2.1.3  Etiologi
Penyakit leukemia akut pada anak masih belum diketahui jelas penyebabnya,
kemungkinan disebabkan oleh zat-zat kimiawi, fisis, infeksi virus  dan  atau bakteri.
Ada beberapa faktor-faktor yang membantu meningkatkan angka  kejadian  LLA 
seperti faktor lingkungan, faktor genetik, dan faktor paparan terhadap radiasi pada saat
sedang dalam kandungan maupun pada saat kanak-kanak. Selain itu, infeksi virus
Epstein-barr serta sel limfosit B juga berperan terhadap kejadian LLA pada negara
berkembang (Tubergen dan Bleyer, 2007).
Paparan kronis dari bahan kimia seperti benzen telah dikaitkan dengan
perkembangan AML pada orang dewasa. Walaupun belum ada bukti langsung yang
menghubungkan paparan terhadap perkembangan LLA anak. Namun, riset terbaru 
NAD (P) H: quinone oxidoreductase 1 merupakan salah satu enzim yang bertanggung
jawab untuk benzena dan kuinon lainnya. Metabolismenya memiliki mutasi dengan
penurunan aktivitas enzimatik yang telah dikaitkan dengan perkembangan AML dan
ALL pada orang dewasa. Pada penderita yang rendah NAD (P) H, aktivitas quinone
oxidoreductase 1 kurang mampu merespon stres oksidatif, mengalami peningkatan
jumlah translokasi kromosom, dan memiliki peningkatan risiko terkena  leukemia 
secara umum (Pizzo et al., 2001).
Anak-anak dengan beberapa sindrom genetik lebih cenderung terkena LLA
daripada anak-anak lain. Sindrom tersebut adalah down syndrome,  bloom syndrome,
dan anemia fanconi (Lanzkowsky, P, 2011). Kelainan kromosom lain seperti sindrom
klinefelter atau sindrom trisomi G walaupun jarang tetapi juga dihubungkan dengan
leukemia pada anak. Anak dengan neurofibromatosis dan sindrom schwachman juga
dilaporkan memiliki risiko yang lebih tinggi terkena leukemia. Risiko lebih tinggi
terjadinya leukemia anak juga dihubungkan dengan peningkatan usia kehamilan. Hal ini
dapat mencerminkan peningkatan kejadian kelainan kariotipe pada bayi  yang
dilahirkan oleh ibu yang lebih tua (Pizzo et al, 2001). 
Penyebab yang pasti untuk LLA ini belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu : (Sibuea,2009) 
1. Faktor genetik : virus tertntu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell
Leukimia-Lhympoma virus/HLTV) 
2. Radiasi 
3. Obat–obat imunosupresi, obat-obat kardiogenik seperti diet hylstilbestrol 
4. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
5. Kelainan kromoson missal nya pada down sindrom leukemia biasanya mengenai sel-
sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui.
Pemaparan terhadap penyinaran radiasi dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena)
dan pemakain obat anti kanker, meningalkan resoko terjadinya leukemia. Orang yang
memiliki kelainan genetic tertentu (misalnya down sindrom dan sindrom fanconi),
juga lebih peka terhadap leukemia.
2.1.4 WOC

Virus
(Enzym Retrovirus Transcriptase) Genetik Sinar Radioaktif

Invasi ke Sumsum Tulang Kelainan Kromosom 21 Perubahan Ionisasi


(Syndrom Down) Sumsum Tulang

Leukemia Limfoblastik
Akut

Proliferasi Sel Darah


Kemoterapi
Putih Immatur

Asam Lambung (HCl) Ketidaktahuan tentang Imunisupresi Sumsum Hematopiosis Eritrosit,


efek samping obat Tulang Neutrofil & Trombosit

Mual dan Muntah


Kecemasan Nyeri Kronis
Eritropenia Neutropeni Trombositopenia

Anoreksia
Hemoglobin

Resiko Defisit Nutrisi


Sirkulasi O2 Pertahanan Perdarahan
dalam Darah Imunitas
menurun

Kelelahan Resiko Infeksi Resiko


Hipovolemia

Intoleransi
Aktivitas
2.1.5 Faktor risiko
1. Jenis kelamin
Insiden LLA terjadi lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan dan
paling tinggi pada remaja. Anak laki-laki memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan perempuan (Hunger et al., 2012). Hal ini kemungkinan karena
relaps testis, namun dengan perkembangan teknologi buruknya prognosis pada
laki-laki dipengaruhi beberapa hal seperti jenis leukemia sel T, index DNA yang
lebih kecil, adanya kromosom abnormal pseudo diploid,  kromosom 
philadelphia,  Rearrangement of The Mixed Lineage Leukemia (MLL-r) serta
perbedaan  metabolik  dan  endokrin yang belum dapat dijelaskan secara pasti
(Pollock et al., 2007; Conter et al., 2010; Pui  et al., 2000; Silverman, 2000).
2. Usia
Leukemia akut pada anak-anak mencakup 30%-40% dari keganasan pada anak
yang dapat terjadi pada semua umur, dengan angka kejadian tertinggi pada usia 
2-5 tahun (Widiaskara et al, 2010). Ditemukan pula adanya hubungan antara umur
pasien saat diagnosis dan hasil pengobatan yaitu pasien dengan  umur  dibawah 
18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai prognosis lebih buruk daripada  usia 
diantaranya. Khusus pasien < 1 tahun terutama < 6  bulan  mempunyai  prognosis 
paling buruk. Hal ini karena kelainan biomolekuler tertentu. 
3. Paparan
Paparan sinar-x prenatal menyumbang sebagian kecil dari kasus LLA anak. Salah
satu studi menunjukkan bahwa sekitar 1% dari semua kasus leukemia dewasa
dapat diasumsikan sebagai hasil paparan radiografi diagnostik. Penyinaran
terapeutik dikaitkan dengan risiko leukemia akut yang lebih tinggi pada  pasien 
dengan ankylosing spondylitis yang diobati dengan radiasi dosis relatif tinggi dan 
pada neonatus yang diberikan iradiasi timus. Tingkat kematian leukemia
meningkat juga diamati dalam satu penelitian untuk anak-anak yang menerima
radiasi kulit  kepala untuk pengobatan tinea capitis (Pizzo et al., 2001).
Penduduk yang hidup di kota dan daerah industri umumnya terpapar benzena
dalam kadar yang lebih tinggi daripada yang hidup di pedesaan. Hal ini
disebabkan karena tinggal di dekat tempat pembuangan limbah yang mengandung
benzena, cerobong asap pabrik, kilang minyak, pabrik petrokimia, atau pompa
bensin. Paparan radiasi ionisasi dan bahan kimia beracun tertentu dapat
mempermudah perkembangan leukemia akut (Khalade A., 2010).
4. Riwayat leukemia dalam keluarga
Frekuensi leukemia lebih tinggi pada keluarga yang menderita leukemia. Saudara
kandung dengan LLA memiliki kira-kira dua kali  sampai empat kali lipat  lebih
besar mengembangkan penyakit dibanding populasi umum. Pada anak kembar
identik jika salah satu kembar mengalami leukemia pada usia dibawah 5 tahun,
risiko kembar kedua mengalami leukemia adalah 20%. Kejadian leukemia pada
saudara kandung dari pasien leukemia adalah 4x lebih besar dibandingkan dengan
populasi umum mungkin karena klon leukemia atau pre leukemia menyebar ke
saudara kembar melalui anastomosis vaskular plasenta (Greaves MF et al., 2013).

5. Suku
Terdapat perbedaan yang signifikan pada kejadian LLA antara ras kulit hitam dan
kulit putih, dimana  anak-anak kulit putih memiliki  insiden hampir 2 kali lipat 
lebih besar (Robinson, 2011).
6. Status gizi
Status gizi merupakan keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan gizi untuk
pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan fungsi normal tubuh, produksi energi
dan intake zat gizi lain serta pemeliharaan kehidupan. Terdapat banyak faktor
yang mempengaruhi status gizi pada balita misalnya kondisi sosial ekonomi,
asupan makanan, serta penyakit yang sedang diderita (Rachmawati, 2014).
Kanker dan pengobatannya dapat mempengaruhi asupan energi dan
penggunaannya. Peningkatan kerusakan lipid yang mengakibatkan berkurangnya
penyimpanan lipid, dan perubahan dalam metabolisme karbohidrat, sehingga
menyebabkan kehilangan energi. Umumnya pada penderita kanker akan terjadi
perubahan termasuk turunnya berat badan serta konsentrasi plasma protein
tertentu seperti albumin dan transferin menjadi rendah abnormal. Perubahan ini
terjadi karena asupan protein dan energi yang tidak adekuat yang merupakan efek
samping dari kemoterapi dan/atau penyakit itu sendiri (Delbeque-Bouchard et al.,
1997).
Pasien dengan penyakit keganasan seringkali menjadi rentan  terhadap penyakit
akibat penyakit yang mendasarinya ataupun akibat terapi yang diberikan.
Beberapa keganasan berhubungan dengan defek imun spesifik yang mendasari
infeksi oleh patogen tertentu. Pasien LLA mempunyai risiko tinggi terkena infeksi
bacterial Gram negatif karena neutropenia secara kuantitatif maupun fungsional
(Bosnjak S, 2004).
2.1.6 Gejala dan Tanda Klinis
Leukemia limfoblastik akut biasanya  dimulai  perlahan-lahan  sebelum menjadi
parah karena jumlah sel darah putih yang belum matang meningkat dalam darah.
Sebagian besar gejala tersebut disebabkan oleh kurangnya sel darah  putih  normal
dalam darah (Lanzkowsky, 2011). Tanda dan gejala dari anak  LLA  menunjukan kadar
infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia dan menyebar ke ekstramedular. Gejala
klinis yang paling sering ditemui adalah anemia (lelah, pucat, penurunan kesadaran),
trombositopenia (memar, petekie, dan perdarahan mukosa), dan leukopenia (demam,
infeksi) yang menunjukan kegagalan  dari  proses  pembuatan darah (hematopoiesis)
(Brix N et al., 2014).
Kelelahan dan kelesuan adalah manifestasi umum  anemia  pada  pasien dengan
ALL. Pada pasien yang lebih tua, anemia terkait dyspnea (Kaushansky and Williams,
2016). Sekitar 50% pasien datang dengan demam, berasal dari infeksi yang disebabkan
neutropenia atau sel leukemia  yang melepaskan sitokin misal interleukin-  1,
interleukin-6, dan tumor nekrosis faktor (Kaushansky and Williams, 2016).
Pada 40-50% pasien, terutama anak kecil pincang karena nyeri tulang atau
artralgia, disebabkan oleh infiltrasi leukemia periosteum, tulang, atau sendi atau
perluasan rongga sumsum oleh sel leukemia (Brix N et al., 2014). Lokasi terutama di
tulang panjang. Nyeri tulang yang signifikan dihubungkan dengan jumlah darah yang
lebih normal dibanding pasien tanpa nyeri tulang (Jonsson OG et al.,1990 ; Brix N et
al., 2015). Sakit punggung juga memperingatkan dokter untuk kemungkinan adanya
massa intradural. Nyeri punggung harus diwaspadai dokter kemungkinan terjadi patah
tulang belakang. Enam belas persen anak yang memiliki fraktur vertebral saat 
diagnosis, 55% diantaranya memiliki nyeri punggung dan 35%  pasien  yang 
mengalami nyeri punggung akan mengalami fraktur vertebral (Halton J et al., 2009).
Limfadenopati, hepatomegali, dan splenomegali adalah manifestasi leukemia pada
ekstramedular. Hepatosplenomegali biasanya muncul pada  dua  pertiga  pasien dan
biasanya tidak disadari (asimptomatik). Limfadenopati  biasanya  tidak  terasa  sakit,
bisa teraba secara lokal atau general (Pizzo et al., 2001).
Tanda atau gejala dari keterlibatan CNS jarang diamati pada saat diagnosis awal,
8-10% pasien terdeteksi adanya blast pada cairan serebrospinal saat diagnosis  (Pui CH
et al., 2008; Sirvent N et al., 2011) tetapi kurang dari  5%  datang dengan gejala
neurologis. Sindrom meningeal ditemui  dengan  peningkatan  tekanan intrakranial
(sakit kepala, muntah, papiledema), kejang,  mual  dan  muntah,  penglihatan kabur dan
diplopia. Pemeriksaan fundus dapat memperlihatkan adanya papiledema dan kadang-
kadang pendarahan. Manifestasi yang lebih jarang terjadi adalah pembengkakan testis
atau tanda-tanda kompresi mediastinum di LLA-T. Infiltrasi lokal dapat menyebabkan
kelumpuhan saraf kranial, paling sering  syaraf  wajah yang dapat salah didiagnosis
sebagai gejala Bell’s  Palsy  atau  gejala  hipotalamus dan serebelum (Krishnamurthy S
et al., 2002).
Subtipe T-sel ALL sering mempengaruhi timus, yaitu organ kecil di bagian tengah
dada di belakang tulang dada (tulang dada) dan di depan trakea (tenggorokan). Timus
yang membesar bisa menekan trakea, menyebabkan batuk atau sulit bernafas. Secara
umum gejala klinis LLA yaitu demam (61%), perdarahan (48%)  misal  petechiae atau
purpura sakit tulang (23%), limfadenopati (50%), splenomegali (63%), dan
hepatosplenomegali (68%) (Lanzkowsky, 2011).
2.1.7 Penatalaksanaan 
Hambatan mobilitas fisik umpai Gangguan pola tidur Pengobatan pada anak
dengan LLA tergantung pada gejala, umur, kromosom dan tipe penyakit, pengobatan
LLA yang utama adalah kemoterapi terdiri dari 6 fase yaitu: 
1) Fase induksi 
Terjadinya pengurangan secara lengkap dan pengurangan lebih 50% sel leukemia
pada sumsung tulang yang disebut dengan remisi.
2) Terapi profilatik 
Berfungsi untuk mencegah sel leukemia masuk kedalam sistem saraf pusat. 3)
Terapi konsolidasi Membasmi sisa sel leukemia diikuti dengan terapi intensifikasi
lanjutan untuk mencegah resistensi sel leukemia. 
3) Kemoterapi 
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase
digunakan. 
4) Radioterapi 
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia 
5) Transplantasi sumsum tulang 
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang
rusak karena dosis tinggi kemoterapi atau radiasi (penyinaran). Selain itu
transplantasi sumsum tulang berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak
karena kanker (NANDA, 2015).
2.1.8 Terapi
Menurut penelitian Cooper and Brown (2015) ada 4 komponen utama pengobatan
pada Leukemia Limfoblastik Akut yaitu :
1. Induksi Remisi
Keadaan ini didefinisikan sebagai jumlah sel blas < 5% dalam sumsum tulang,
hitung darah tepi normal, dan tidak ada gejala lain. Tujuan terapi remisi-induksi
adalah untuk membunuh sebagian besar sel  tumor  secara  cepat dan
mengembalikan hematopoiesis normal.
2. Terapi konsolidasi/ Intensifikasi
Tujuan dari terapi ini adalah memberantas sel-sel leukemia residu submikroskopis
yang tersisa untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya resisten terhadap obat
dengan menggunakan kemoterapi multi-obat dosis  tinggi Terapi ini diberikan
setelah memperoleh remisi lengkap. Terapi ini diberikan selama 6-9 bulan dengan
rawat jalan.
3. Terapi pada Sistem Saraf Pusat (CNS)
Terapi ini diberikan pada pasien dengan diagnosis penyakit SSP klinis dan
profilaksis pada pasien subklinis.
4. Maintenance/ pemeliharaan jangka panjang
Bisa dengan preparat 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat setiap minggu
selama 2-3 tahun. Vinkristin intravena dengan kortikosteroid oral singkat selama 5
hari ditambahkan dengan interval bulanan atau 3 bulan pada dewasa. Selama terapi
ini anak yang tidak mempunyai imunitas terhadap virus-virus akan memiliki risiko
tinggi menderita varicella atau campak.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang 
1) Darah tepi adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan
gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast, yang merupakan gejala
patognomonik untuk leukemia.
2) Sumsum tulang Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem yang
lain terdesak. 
3) Pemeriksaan lain : Biopsi Limpa. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000-
200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitive (NANDA, 2015).
2.2 Family Centered Care (FCC)
2.2.1 Pengertian
FamilyCentered Care didefinisikan oleh Association for the Care of Children's
Health (ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan
melibatkan peran penting dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan,
membantu untuk membuat suatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan pola normal
yang ada dalam kesehariannya selama anak sakit dan menjalani penyembuhan.
Family centered care didenifisikan menurut Hanson (199, dalam dunst dan
Trivette 2009) sebagai pendekatan inovatif dalam merencanakan, melakukan, dan
mengevaluasi tindakan keperawatan Yang diberikan didasarkan pada manfaat
hubungan antara perawat dan keluarga yaitu orang tua.
Stower (1992 dalam Fiane, 2012), Family Centered Care merupakan suatu
pendekatan yang holistik. Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan
asuhan keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan
biologis, pisikologi, sosial, dan spiritual (biopisikospritual) tetapi juga melibatkan
keluarga sebagai bagian yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak.
2.2.2 Tujuan family centered care
Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam perawatan anak, menurut
Brunner and Suddarth (1986 dalam Fretes, 2012) adalah memberikan kesempatan bagi
orangtua untuk merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan pengawasan
dari perawat sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu Family Centered Care juga bertujuan untuk meminimalkan trauma
selama perawatan anak dirumah sakit dan meningkatkan kemandirian sehingga
peningkatan kualitas hidup dapat tercapai.
1. Element Family Centered Care
Menurut Shelton (1987, dalam Fretes 2012), terdapat beberapa elemen Family
Centered Care, yaitu:
a. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam
kehidupan anak, sementara system layanan dan anggota dalam system
tersebut berfluktuasi.
Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang konstan,
merupakan hal yang penting. Fungsi perawat sebagai motivator menghargai
dan menghormati peran keluarga dalam merawat anak serta bertanggung
jawab penuh dalam mengelola kesehatan anak. Selain itu, perawat
mendukung perkembangan sosial dan emosional, serta memenuhi
kebutuhan anak dalam keluarga. Oleh karena itu, dalam menjalankan
sistem perawatan kesehatan, keluarga dilibatkan dalam membuat
keputusan, mengasuh, mendidik, dan melakukan pembelaan terhadap hak
anak-anak mereka selama menjalani masa perawatan. Keputusan keluarga
dalam perawatan anak merupakan suatu pertimbangan yang utama karena
keputusan ini didasarkan pada mekanisme koping dan kebutuhan yang ada
dalam keluarga. Dalam pembuatan keputusan, perawat memberikan saran
yang sesuai namun keluarga tetap berhak memutuskan layanan yang ingin
didapatkannya. Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan
mendukung individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam satu keluarga
seperti
1) Kunjungan yang dibuat dirumah keluarga atau ditempat lain dengan
waktu dan lokasi yang disepakati bersama keluarga,
2) Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga,
3) Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus utama dari
perawatan yang diberikan mereka turut merencanakan perawatan dan
peran mereka dalam perawatan anak.
4) Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan
perawatan memberikan semua perawatan yang dibutuhkan misalnya
perawatan pada anak, dukungan kepada orangtua, bantuan keuangan,
hiburan dan dukungan emosional (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012).
b. Memfasilitassi kerjasama antara keluarga den perawat di semua tingkat
pelayanan kesehatan, merawat anak secara individual, pengembangan
program, pelaksanaan dan evaluasi serta pembentukan kebijakan hal ini
ditujukan ketika:
Kalaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak peran kerjasama
antara orangtua dan tenaga perofesional sangat penting dan vital. Keluarga
bukan sekedar sebagai pendamping, tetapi terlibat didalam pemberian
pelayanan kesehatan kepada anak mereka. Tenaga professional
memberikan pelayanan sesuai dengan keahlian dan ilmu yang mereka
peroleh sedangkan orangtua berkontribusi dengan memberikan imformasi
tentang anak mereka. Dalam kerja sama antara orangtua dengan tenaga
professional, orangtua bisa memberikan masukan untuk perawatan anak
mereka. Tapi, tidak semua tenaga professional dapat menerima masukan
yang diberikan. Beberapa disebabkan karena kurangnya pengalaman tenaga
professional dalam melakukan kerjasama dengan orang tua (Shelton 1987,
dalam Fretes, 2012).
1) Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan pelayanan rumah
sakit Pada tahap ini anak-anak dengan kebutuhan khusus merasakan
mampaat dari kemamfuan orangtua dan perawat dalam
mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi program. Hal yang
harus diutamakan pada tahap ini adalah kalaborasi dengan bidang yang
lain untuk menunjang proses perawatan. Family Centered Care
memberikan kesempatan kepada orangtua dengan professional untuk
berkontribusi melalui pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki
untuk mengembangkan perawatan terhadap anak di rumah sakit.
Pengalaman merawat anak membuat orangtua dapat memberikan
perspektif yang penting, berkaitan dengan perawatan anak serta cara
perawat untuk menerima dan mendukung keluarga (Shelton 1987,
dalam Fretes, 2012).
2) Kolaborasi dalam tahap kebijakan Family Centered Care dapat tercapai
melalui kolaborasi orangtua dan tenaga professional dalam tahap
kebijakan. Kalaborasi ini untuk memberikan mamfaat kepada orangtua,
anak dan tenaga professional. Orangtua bisa menghargai kemampuan
yang mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka tentang
sistem pelayanan kesehatan serta kompotensi mereka. Keterlibatan
mereka dalam membuat keputusan menambah kualitas pelayanan
kesehatan.
c. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan sosial ekonomi dalam
keluarga. Tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilan perawatan anak
mereka dirumah sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan
anak diagnosa medis. Hal ini akan menjadi sulit apabila program perawatan
diterapkan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga
(Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012).
d. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan
perbedaan mekanisme koping dalam keluarga elemen ini mewujudkan 2
konsep yang seimbang pertama, Family Centered Care harus
menggambarkan keseimbangan anak dan keluarga. Hal ini berarti dalam
menemukan maslah pada anak, maka kelebihan dari anak dan keluarga
harus dipertimbangkan dengan baik. Kedua menghargai dan menghormati
mekanisme koping dan individualitas yang dimiliki oleh anak maupun
keluarga dalam kehidupan mereka.
e. Memberikan imformasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua dan secara
berkelanjutan dengan dukungan penuh. Memberikan imformasi kepada
orangtua bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua
terhadap perawat anak mereka. Selain itu, dengan demikian imformasi
orangtua akan merasa menjadi bagian yang penting dalam perawatan anak.
Ketersedian imformasi tidak hanya memiliki pengaruh emosional,
melainkan hal ini merupakan faktor kritikal dalam melibatkan partisifasi
orangtua secara penuh dalam proses membuat keputusan terutama untuk
setiap tindakan medis dalam perawatan anak mereka (Shelton, 1987, dalam
Fretes, 2012).
f. Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling mendukung. Pada bagian
ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan yang lain yang dapat diberikan
kepada keluarga adalah dukungan antar keluarga. Elemen ini awalnya
diterapkan pada perawatan anak-anak dengan kebutuhan kusus misalnya down
syndrome atau autisme. Perawat ataupun tenaga professional yang lain
memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan dukungan dari keluarga lain yang
juga memiliki masalah yang sama mengenai anak mereka. Dukungan antara
keluarga ini berfungsi untuk: 1). Saling memberikan dukungan dan menjalin
hubungan persahabatan dan 2). Bertukar imformasi mengenai kondisi dan
perawatan anak dan 3).Memamfaatkan dan meningkatkan system pelayanan
yang ada untuk kebutuhan perawatan anak mereka.
g. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan
bayi, anak-anak, remaja dan keluarga mereka ke dalam system perawatan
kesehatan. Pemahaman dan penerapan setiap kebutuhan dalam
perkembangan anak mendukung perawat untuk menerapkan pendekatan
yang komprehensif terhadap anak dan keluarga agar mereka mampu dalam
melewati setiap tahap perkembangan dengan baik (Shelton, 1987, dalam
Fretes, 2012)
h. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program program yang
memberikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Dukungan kepada keluarga bervariasi dan berubah
setiap waktu sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut. Jenis dukungan
yang diberikan misalnya mendukung keluarga untuk memenuhi waktu
istrahat mereka, pelayanan home care, pelayan konseling, promosi
kesehatan, program bermaian, serta koordinasi layanan keseehatan yang
baik untuk membantu keluarga memamfaatkan layanan kesehatan yang ada
untuk menunjang kebutuhan layanan kesehatan secara pinansial.
i. Merancang system perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat dijangkau
dengan mudah dan responsip terhadap kebutuhan keluarga teridentifikasi
Sistem pelayanan kesehatan yang fleksibel didasarkan pada pemahaman
bahwa setiap anak memiliki kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang
berbeda maka layanan kesehatan yang ada harus menyesuaikan dengan
kebutuhan dan kelebihan yang dimiliki oleh anak dan keluarga. Oleh
karena itu, tidak hanya satu intervensi kesehatan untuk semua anak tetapi
lebih dari satu intervensi yang berbeda untuk setiap anak.
Selain layanan yang fleksibel, dalam Family Centered Care juga
mendukung agar layanan kesehatan mudah diakses oleh anak dan keluarga
misalnya sistem pembayaran layanan kesehatan yang dipakai selama anak
menjalani perawatan dirumah sakit baik menggunakan asuransi atau
jaminan kesehatan pemerintah dan swasta, konsultasi kesehatan, prosedur
pemeriksaan dan pembedahan, layanan selama anak menjalani rawat inap
dirumah sakit dan sebagainya. Oleh karena itu perawat harus mengkaji
kebutuhan anak atau keluarga terhadap akses layanan kesehatan yang
dibutuhkan lalu melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan anak dan
keluarga. Apabila layanan kesehatan yang direncanakan fleksibel dan dapat
diakses oleh anak dan keluarga maka layanan kesehatan tersebut akan lebih
responsif karena memproritaskan kebutuhan anak dan keluarga (Shelton,
1987, dalam Fretes, 2012)
2.2.3 Prinsip FCC menurut Potter & Perry (2007)
1. Martabat dan kehormatan
Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan dan pilihan
pasien. Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang budaya pasien dan
keluarg abergabung dalam rencana dan intervensi keperawatan.
2. Berbagi informasi
Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi yang
berguna bagi pasien dan keluarga denganbenar dan tidak memihak kepada
pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga menerima informasi setiap waktu,
lengkap, akurat agar dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pengambilan
keputusan.
3. Partisipasi
Pasien dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan dan
pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.
4. Kolaborasi
Pasien dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar kolaborasi.
Perawat berkolaborasi dengan pasien dan keluargadalam pengambilan
kebijakan dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi, desain
fasilitas kesehatan dan pendidikan profesional terutama dalam pemberian
perawatan. (Potter & perry 2007)

2.2.4 Kebijakan terkait family centered (Harson,1997 dalam fiane, 2012)


1. Pengaturan jadwal kegiatan untuk anak
Mengatur jadwal aktivitas anak pada saat dirawat dengan melibatkan anak dan
orangtua. Pengaturan jadwal dengan berdasarkan aktivitas yang dilakukan
dirumah seperti jam mandi, makan, nonton televisi, bermain. Pengaturan
jadwal ini akan membantu anak beradaptasi, meningkatkan kontrol diri
terhadap aktivitas selama dirawat dan meminimalkan kejadian anak
kekurangan istirahat, seperti; anak sedang istirahat, kemudian ada suster yang
memberikan tindakan pada anak, sehingga waktu istirahat anak berkurang.
2. Fasilitasi kemandirian anak
Anak dilibatkan dalam proses keperawatan dengan melibatkan kemandirian
melalui self care seperti; mengatur jadwal kegiatan, memilih makanan,
mengenakan baju, mengatur waktu tidur. Prinsip tindakan ini adalah perawat
respek terhadap individualitas pasien dan keputusan yang diambil pasien.
3. Berikan pemahaman atau informasi
Anak memiliki kemampuan kognitif berfikir magis yang mengakibatkan
kesalahan interpretasi terhadap sakit dan perawatan. Anak merasa sakit
sebagai hukuman. Petugas kesehatan memberikan informasi yang jelas tentang
prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan anak memegang alat yang
akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya stetoskop.atau kompetensi anak
selama penyembuhan dan dapat digunakan sebagai dasar pengalaman untuk
dimasa mendatang.
4. Mempertahankan sosialisasi
Memfasilitasi terbentuknya support grupdiantara orang tua dan anak,
sehinggaorang tua dan anak mendapatkan dukungan dari lingkungan.
Misalnya grup orang tua dengan talasemia, grup anak dengan penyakit asma.
Perawat dapat menfasilitasi grup untuk tukar menukar pengalaman selama
merawat dengan anak, baik melalui kegiatan informal atau formal seperti
seminar.
5. Fasilitas
Ruangan pengkajian khusus untuk anak Pengadaan ruangan khusus yang
menjamin privacy orang tua untuk menjelaskan riwayat kesehatan anak akan
memberikan dampak orangtua tidak ragu-ragu, tidak khawatir informasi akan
didengar orang lain. Kerahasiaan informasi dipertahankan oleh tenaga
kesehatan. Setelah data tentang anak didapatkan petugas kesehatan dapat
melibatkan orangtua dalam perencanaan asuhan keperawatan anak yang
merupakan salah satu prinsip family centered care. Selain itu terkait dengan
konsep atraumatic care dan hospitalisasai, maka ruang rawat anak perlu
didekorasi (Room’s setting, colour, pictures) untuk meningkatkan rasa nyaman
toddler dan ruang tindakan harus dapat menurunkan kecemasan toddler.
Diperlukan juga adanya ruangan bermain dan berbagai macam permainan
(Toys in pediatric room) untuk menunjang dan menstimulasi tumbuh
kembang, menurunkan stranger ansietas, takut dalam pain, dan hospitalization.
6. Menyediakan ruangan bermain
Pengadaan ruang bermain akan membantu anak beradaptasi selama perawatan
dirumah sakit. Kegiatan bermain akan memberikan stimulasi perkembangan
motorik halus, kasar, personal sosial dan bahasa pada anak. Kegiatan bermain
akan meimbulkan perasaan relaks pada anak, dan meminimalkan kebosanan
selama perawatan. Anak dengan bermain diharapkan dapat mengekspresikan
kekreatifan dan perasaannya.(Denmis, 2012).
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental sosial dan
lingkungan (Dermawan, 2012:36).
1. Identitas
Leukemia limfoblastik akut sering terdapat pada anak-anak usia dibawah 15 tahun
(85%), puncaknya berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.
2. Riwayat Kesehatan
- Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pada anak dengan LLA mengeluh nyeri pada tulang-tulang, mual
muntah, tidak nafsu makan dan lemas.
- Riwayat penyakit dahulu
Biasanya mengalami demam yang naik turun, gusi berdarah, lemas dan dibawa
ke fasilitas kesehatan terdekat karena belum mengetahui tentang penyakit yang
diderita.
- Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang pernah mengalami penyakit LLA karena merupakan
penyakit genetik (keturunan)
- Riwayat pada faktor-faktor pencetus
Seperti pada dosis besar, radiasi dan obat-obatan tertentu secara kronis.
- Manifestasi dari hasil pemeriksaan
Biasanya ditandai dengan pembesaran sumsum tulang dengan sel-sel leukemia
yang selanjutnya menekan fungsi sumsum tulang, sehingga menyebabkan
gejala seperti dibawah ini.
- Anemia
Ditandai dengan penurunan berat badan, kelelahan, pucat, malaise, kelemahan,
dan anoreksia.
- Trombositopenia
Ditandai dengan perdarahan gusi, mudah memar, dan petekie.
- Netropenia
Ditandai dengan demam tanpa adanya infeksi, berkeringat di malam hari
(Nursalam dkk, 2008:100).
3. Pemeriksaan Fisik
Didapati adanya pembesaran dari kelenjar getah bening (limfadenopati),
pembesaran limpa (splenomegali), dan pembesaran hati (splenomegali), dan
pembesaran hati (hepatomegali). Pada pasien dengan LLA precursor sel-T dapat
ditemukan adanya dispnea dan pembesaran vena kava karena adanya supresi dari
kelenjar getah bening di mediastinum yang mengalami pembesaran . sekitar 5%
kasus akan melibatkan sistem saraf pusat dan dapat ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial (sakit kepala, muntah, papil edema) atau paralisis saraf
kranialis (terutama VI dan VII) (Roganovic, 2013).
4. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu:
- Darah tepi : adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast, yang
merupakan gejala patognomonik untuk leukemia.
- Sumsum tulang : dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran
yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik sedangkan sistem yang
lain terdesak (apabila sekunder).
- Pemeriksaan lain : biopsi limpa, kimia darah, cairan serebrospinal dan
sitogenik.
2.3.2 Diagnosis Keperawatan 
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu,
keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual,
potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan, 2012:58).
a. Nyeri kronis b.d. infiltrasi tumor d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis (D.0078)
b. Gangguan pola tidur b.d. kurang kontrol tidur d.d. pola tidr hanya 4-5 jam
dimalam hari, dan istirahat tidak cukup (D.0055)
c. Gangguan mobilitas fisik b.d. nyeri d.d. mengeluh sulit berjalan, nyeri saat
bergerak, dan kekuatan otot menurun (D.0054)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi TTD
kriteria hasil
1. Nyeri kronis b.d. infiltrasi Setelah dilakukan Pemantauan Nyeri
tumor d.d. mengeluh nyeri,
tindakan selama 2 (I.08242)
tampak meringis (D.0078)
x 24 jam Observasi :
diharapkan nyeri a. Monitor faktor
berkurang atau pencetus nyeri
hilang, dengan b. Monitor kualitas
kriteria hasil: nyeri
a. Skala nyeri 1- c. Monitor lokasi dan
3 (1-10) penyebaran nyeri
b. Meringis d. Monitor skala nyeri
menurun 5 (1- e. Monitor durasi dan
5) frekuensi nyeri
c. Gelisah Dukungan koping
keluarga (I.09260)
menurun 5 (1-
Observasi :
5) a. Identifikasi
d. Kesulitan tidur kesesuaian antara
menurun 5 (1- harapan pasien,
5) keluarga, dan tenaga
e. Pola tidur kesehatan
membaik 5 (1- Terapeutik:
a. Diskusikan rencana
5)
medis dan
f. Nafsu makan
perawatan
meningkat 5
b. Dengarkan masalah,
(1-5)
perasaan, dan
(L.08066)
pertanyaan keluarga
Pemberian Analgesik
(I.08243)
Observasi :
a. Monitor TTV
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
Kolaborasi :
a. Santagesik (IV) 3 x
250 mg
Gangguan pola tidur b.d. Setelah dilakukan Dukungan Tidur
kurang kontrol tidur d.d.
tindakan selama 2 (I.09265)
pola tidr hanya 4-5 jam
dimalam hari, dan istirahat x 24 jam Observasi
tidak cukup (D.0055)
diharapkan pola a. Identifikasi pola
tidur klien aktivitas dan tidur
membaik, dengan b. Identifikasi faktor
kriteria hasil: penggangu tidur
a. Keluhan sulit Terapeutik
tidur menurun a. Modifikasi
b. Keluhan lingkungan
istirahat tidak b. Lakukan prosedur
2.
cukup untuk meningkatkan
menurun kenyamanan
(L.05045) c. Tetapkan jadwal
tidur rutin
d. Fasilitasi
menghilangkan
stress sebelum tidur
Edukasi
a. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
b.d. nyeri d.d. mengeluh
tindakan selama 2 (I.05173)
sulit berjalan, nyeri saat
bergerak, dan kekuatan x 24 jam Observasi :
otot menurun (D.0054)
diharapkan a. Identitikasi nyeri
mobilitas fisik dan keluhan fisik
meningkat, lainnya
dengan kriteria b. Identifikasi
hasil: toleransi fisik
a. Pergerakan melakukan
ekstremitas 5 pergerakan
(1-5) c. Monitor kondisi
b. Kekuatan otot umum selama
5 5 melakukan
5 5 mobilisasi
c. Rentang Terapeutik :
gerak (ROM) a. Fasilitasi aktifitas
5 (1-5) mobilisasi dengan
(L.05042) alat bantu missal
pagar tempat tidur
b. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
a. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (misal duduk
ditempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)

2.3.4 Implementasi keperawatan 


Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan (kozier, 2011) 
2.3.5 Evaluasi Keperawatan 
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnos keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah
berhasil dicapai. Meskipun tahapp evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan (Dermawan,
2012)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Klien masuk rumah sakit 18 Oktober 2021. An. C menderita penyakit Leukemia Limfoblastik
akut sejak 2016. Ibu An.C mengatakan sebelum dibawa RS Universitas Airlangga klien
terlihat lemas, mengalami batuk pilek lima hari yang lalu, nyeri dibagian kedua kaki dan
rencana untuk kemoterapi lanjut yang ke 18 kali pada tanggal 24 Oktober 2021 saat di
lakukan pengkajian ibu klien mengatakan klien sering mengeluh nyeri dibagian kaki,
mengeluh susah berjalan sering memegang kedua kaki nya dan mengatakan sakit, dan susah
menjaga keseimbangan tubuh nya saat berdiri. kekuatan otat 5/5/3/3, ibu klien mengatakan
anak nya sulit tidur dimalam hari, jarang tidur siang , klien terlihat mengantuk dipagi hari ,
pola tidur malam hanya 4-5 jam terlihat lingkaran hitam dibawah mata.

Tanggal MRS : 18 Oktober 2021 Jam Masuk : 22.50


Tanggal Pengkajian : 19 Oktober 2021 No. RM : 81.91.xx
Jam Pengkajian : 07.00 Hari rawat ke : 2
Dx. Masuk : Leukimia Limfoblastik Akut
A. PENGKAJIAN
IDENTITAS
1. Nama Pasien : An. C
2. Umur : 8 tahun
3. Suku/ Bangsa : Jawa
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SD
6. Pekerjaan : -
7. Alamat : Surabaya
8. Sumber Biaya : Orang Tua
PENANGGUNG JAWAB
Nama : Ny. B
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan Px : Ibu
Alamat : Surabaya
KELUHAN UTAMA
Keluhan utama:
Nyeri pada kedua kaki
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Riwayat Penyakit Sekarang:
klien terlihat lemas, mengalami batuk pilek lima hari yang lalu, nyeri dibagian kedua kaki,
saat di lakukan pengkajian ibu klien mengatakan klien sering mengeluh nyeri dibagian
kaki, mengeluh susah berjalan sering memegang kedua kaki nya dan mengatakan sakit,
dan susah menjaga keseimbangan tubuh nya saat berdiri. kekuatan otat 5/5/3/3, ibu klien
mengatakan anak nya sulit tidur dimalam hari, jarang tidur siang , klien terlihat mengantuk
dipagi hari , pola tidur malam hanya 4-5 jam terlihat lingkaran hitam dibawah mata
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
1. Pernah dirawat :  ya tidak
Kapan : 2 bulan yang lalu
Diagnosa : leukemia limfoblastik akut
Keluhan : tidak ada keluhan
2. Riwayat penyakit kronik dan menular :  ya tidak jenis: -
Riwayat kontrol : Tidak ada
Riwayat penggunaan obat : Tidak ada
3. Riwayat alergi: Tidak ada
Obat ya  tidak jenis: -
Makanan ya  tidak jenis: -
Lain-lain : -
4. Riwayat operasi : ya tidak 

- Kapan :-
- Jenis operasi :-
5. Lain-lain :-
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
1. Prenatal
Ibu mengatakan hamil Anak C selama 39 Minggu dan Anak C merupakan anak ke 2
2. Intranatal
Ibu mengatakan selama hamil Anak C pernah mengalami Tekanan Darah Tinggi
3. Postnatal
Ibu mengatakan melahirkan Anak C secara cesar dengan berat badan 3600 gram
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
 Ya tidak
- Jenis : Pasien mengatakan dari keluarga ada yang mempunyai penyakit seperti sang
anak Leukemia Limfoblastik akut
- Genogram: -

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG ANTOPOMETRI BB (SEBELUM DAN SESUDAH


SAKIT)
BB Anak C sebelum sakit dan sesudah sakit tidak mengalami penurunan berat badan
33 Kg, TB Anak C 119 cm, LK 49 cm, LD 75 cm, LILA 23 cm.

PENGKAJIAN POLA KEGIATAN


1. Pola nutrisi dan metabolik
Ibu mengatakan anak C biasanya makan di rumah sebanyak 1-3 kali sehari, jenis makanan
yang biasa dia makan adalah seperti nasi, lauk pauk, kue, buadan anak C memakan semua
makanan yang diberikan, namun kurang menyukai sayuran tidak ada pantangan makanan
adapun makanan yang disukai anak C adalah pecel. Minuman yang diberikan kepada anak
C adalah air putih, susu dan jus buah. Semenjak sakit ibu mengatakan nafsu makan anak C
menurun anak hanya 4 sendok
2. Pola aktivitas dan latihan
Ibu mengatakan anak C adalah anak yang aktif, lebih sering bermain di dalam rumah
bersama ayah ataupun sodaranya
3. Pola tidur
Ibu mengatakan anak C selama di rumah tidur siang ± 3 jam dan tidur malam ± 8 jam,
sedangkan di rumah sakit jarang tidur siang jam dan tidur malam ± 5 jam. Anak sering
terbangun dimalam hari karna nyeri

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala dan rambut
terhidrasi. Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada lesi. Penyebaran
rambut tidak merata berwarna hitam rambut mudah rontok , dan tidak ada kelainan
b. Mata
Mata lengkap, simetris kanan dan kiri., kornea mata jernih kanan dan kiri. Konjuntiva
anemis dan sklera tidak ikterik Kelopak mata/palepebra tidak ada pembengkakan.
Adanya reflek cahaya pada pupil dan bentuk isokor kanan dan kiri, iris kanan kiri
berwarna hitam, tidak ada kelainan

c. Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung, posisi septum nasal ditengah, lubang hidung
bersih, tidak ada secret, tulang hidung dan septum nasi tidak ada pembengkakan dan
tidak ada polip
d. Mulut dan lidah
Keadaan mukosa bibir kering dan pucat. Tonsil ukuran normal uvula letak simetris
ditengah
e. Telinga
Bentuk telinga sedang, simetris kanan dan kiri. Lubang telinga bersih, dan
menegeluarkan c, pendengiran bening di telinga sebelah kanan pendengran berfungsi
dengan baik
f. Leher
Kelenjar getah bening tidak teraba, tiroid tidak teraba, posisi trakea letak ditengah
tidak ada kelainan

2. Tanda Tanda Vital


S : 36, 2o C N : 100 x/menit T : 120/80mmHg
RR : 25xmenit
Kesadaran : Compos Mentis  Apatis Somnolen Sopor Koma
3. Sistem Pernafasan
a. RR: 25 x/menit
b. Keluhan: - sesak - nyeri waktu nafas orthopnea
Batuk produktif tidak produktif
Sekret: - Konsistensi :-
Warna: - Bau : -
c. Penggunaan otot bantu nafas:
Tidak ada reraksi otot pernafasan.
PCH: ya tidak 
d. Irama nafas  teratur tidak teratur
e. Friction rub:-
f. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot
g. Suara nafas: Tidak ada suara nafas tambahan
Tracheal Bronkhial
Ronki Wheezing
Crackles
h. Alat bantu napas ya  tidak
Jenis: -
i. Penggunaan WSD : Tidak
- Jenis :-
- Keluhan :-
j. Tracheostomy: ya tidak 
k. Lain-lain:
4. Sistem Kardio Vaskuler
a. TD: 120/80 mmHg
b. N: 100 x/menit
c. Keluhan nyeri dada: ya tidak 
d. Irama jantung: reguler  ireguler
e. Suara jantung:  normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain: -
f. Ictus Cordis: Tidak terlihat
g. CRT :<2 detik
h. Akral: hangat  dingin
i. Sikulasi perifer : normal  menurun
j. JVP : Normal.
k. CVP :Normal
l. CTR:Normal
m. ECG & Interpretasinya: -
n. Lain-lain : -
5. Sistem Persyarafan
a. Keadaan Umum : Baik
b. GCS : E4V5M6
c. Refleks fisiologis patella triceps  biceps
 
  
d. Refleks patologis babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing ya tidak

f. Pemeriksaan saraf kranial:
N1 : normal tidak

N2 : normal tidak

N3 :  normal tidak
N4 :  normal tidak
N5 :  normal tidak
N6 : normal tidak

N7 : normal tidak

N8 : normal tidak

N9 : normal tidak

N10:  normal tidak
N11:  normal tidak
N12:  normal tidak
g. Pupil: anisokor  isokor
h. Sclera  anikterus ikterus
i. Konjunctiva  ananemis anemis
6. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genetalia :  Bersih Kotor
b. Sekret : Ada  Tidak
c. Ulkus : Ada  Tidak
d. Kebersihan meatus uretra :  Bersih Kotor
e. Keluhan kencing : Ada  Tidak
f. Kemampuan berkemih :  Spontan Alat bantu, sebutkan :
g. Produksi urine : 700 cc/ 24 jam
h. Warna : Kuning
i. Bau :-
j. Kandung kemih : Membesar ya  tidak
k. Nyeri tekan ya  tidak
l. Intake cairan oral : 500 cc/hari parenteral : 1500 cc/hari
7. Sistem pencernaan
a. TB: 119 cm BB: 39 kg
b. Mulut:  bersih kotor berbau
c. Membran mukosa: lembab  kering stomatitis
d. Tenggorokan:
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan
e. Abdomen: tegang kembung ascites
f. Nyeri tekan: ya  tidak
g. Luka operasi: ada  tidak
h. Peristaltik: 15 x/menit
i. BAB: 1x/hari
j. Konsistensi: keras  lunak cair lendir/darah
k. Diet: padat  lunak cair
l. Diet Khusus: -
m. Nafsu makan: baik menurun Frekuensi: 3x/hari

n. Porsi makan: habis  tidak Keterangan: makan hanya 4
sendok
8. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: Normal
b. Keluhan nyeri: ya tidak

c. Luka operasi: ada  tidak
d. Pemeriksaan penunjang lain: -
e. Lain-lain: -
9. Sistem Pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: Normal
b. Tes Audiometri: Normal
c. Keluhan nyeri: ya  tidak
d. Luka operasi: ada  tidak
e. Alat bantu Dengar: Tidak
f. Lain-lain: -
10. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi :  bebas terbatas
b. Kekuatan otot :
5 5
3 3


c. Kelainan ekstremitas : ya tidak
d. Kelainan tulang belakang : ya  tidak
e. Fraktur : ya  tidak
f. Traksi : ya  tidak
g. Penggunaan spalk/gips : ya  tidak
h. Keluhan nyeri :  ya tidak
P : saat kaki digerakkan, Q : seperti ditimpa beban berat, R : kedua sendi kaki, S : 4
(0-10), T : Hilang timbul.
i. Sirkulasi perifer : Baik
j. Kompartemen syndrome : ya  tidak
k. Kulit : ikterik sianosis kemerahan
l. Turgor :  baik kurang jelek
m. ROM : Aktif
11. Sistem Integumen
a. Warna: Kemerahan
b. Pitting edema: - grade:-
c. Lain-lain:
12. Sistem Endokrin
a. Pembesaran tyroid : ya tidak

b. Pembesaran kelenjar getah bening : ya tidak

c. Hipoglikemia : ya tidak
d. Hiperglikemia : ya tidak

SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY


Parameter Kriteria Nilai Skor
Usia < 3 Tahun 4
3-7 Tahun 3
2
7-13 Tahun 2
≥ 13 Tahun 1
Jenis Kelamin Laki-laki 2
1
Perempuan 1
Diagnosis Diagnosa Neurologi 4 3
Perubahan Oksigenasi
(Diagnosis respiratorik,
dehidrasi, anemia, 3
anoreksia, sinkop, pusing,
dsb)
Gangguan Perilaku 2
/Psikiatri
Diagnosis Lainnya 1
Gangguang Tidak menyadari
3
Kognitif keterbatasan dirinya
Lupa akan adanya
2 1
keterbatasan
Orientasi baik terhadap diri
1
sendiri
Faktor Lingkungan Riwayat Jatuh/bayi
diletakkan di tempet tidur 4
dewasa
Pasien menggunakan alat
bantu/ bayi diletakkan
3 2
dalam tempat tidru
bayi/perabot rumah
Pasien diletakkan di tempat
2
tidur
Area diluar rumah sakit 1
Pembedahan/Sedasi/Anestesi Dalam 24 jam 3
Dalam 48 jam 2
> 48 jam atau tidak
1
menjalani
1
pembedahan/sedasi/anestesi

Penggunaan Medikamentosa Penggunaan multiple : 3


sedatif, obat hipnosis,
barbiturat, fenotiazin, anti
depresan, pencahar,
diuretik, narkose
1
Penggunaan salah satu obat
2
diatas
Penggunaan medikasi
lainnya/tidak ada 1
Medikasi
Jumlah skor humpty dumpty 11

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG , dll)


1. Pemerikasaan Laboratorium
No Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil
1. Leukosit 5,0 – 14,5 2.2x103 /μL
2. Eritrosit 4.0 - 4.9 3.38x106/ μL
3. Hemoglobin 11.5 - 14.5 10.6 g/dL
4. Hematokrit 35 - 42 30.9 %
5. Neutrofil 3-5 1.3

2. Terapi
a. Santagesik (IV) 3 x 250 mg
b. Ceftriaxone (IV) 2 x 50 mg
c. D5 (IVFD) 15 tpm

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Analisa data
No Data Fokus Etiologi Masalah
DS : Nyeri kronis b.d.
Leukemi
Ibu klien mengatakan anaknya Limfoblastik Akut
infiltrasi tumor d.d.
sering mengeluh kakinya sakit mengeluh nyeri,
DO : Proliferasi Sel Darah tampak meringis
Putih Immatur
- Klien terlihat meringis (D.0078)
kesakitan
Imunosupresi
- P : nyeri saat kaki digerakkan Sumsum Tulang
1. - Q : seperti ditimpa beban
berat Nyeri Kronis
(D.0078)
- R : nyeri dirasakan dikedua
sendi
- S:4
- T : hilang timbul
- TTV : Nadi 100 x/menit, RR
25 x/menit, suhu 36,2°C
2. DS : Data su
Sel-Sel Leukemik
Ibu klien mengatakan anaknya
sulit tidur. Pola tidur hanya 4-5
jam dimalam hari, jarang tidur Penumpukan di
Sumsum Tulang
siang
DO :
Nyeri Tulang
- Terlihat lingkaran hitam
disekitar mata
Gangguan pola tidur
- klien terlihat mengantuk (D.0055)
dipagi hari
DS: Gangguan mobilitas
Kekuatan Otot
Ibu klien mengatakan anaknya Menurun fisik b.d. nyeri d.d.
mengalami kesulitan dalam mengeluh sulit
berjalan dan nyeri saat bergerak Kelemahan berjalan, nyeri saat
3. DO : bergerak, dan
Kekuatan otot kekuatan otot
5 5 Gangguan
mobilitas Fisik menurun (D.0054)
3 3
(D.0054)

2. Diagnosis keperawatan
a. Nyeri kronis b.d. infiltrasi tumor d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis (D.0078)
b. Gangguan pola tidur b.d. kurang kontrol tidur d.d. pola tidr hanya 4-5 jam
dimalam hari, dan istirahat tidak cukup (D.0055)
c. Gangguan mobilitas fisik b.d. nyeri d.d. mengeluh sulit berjalan, nyeri saat
bergerak, dan kekuatan otot menurun (D.0054)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan dan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi TTD
kriteria hasil
1. Nyeri kronis b.d. infiltrasi Setelah dilakukan Pemantauan Nyeri
tumor d.d. mengeluh nyeri,
tindakan selama 2 (I.08242)
tampak meringis (D.0078)
x 24 jam Observasi :
diharapkan nyeri f. Monitor faktor
berkurang atau pencetus nyeri
hilang, dengan g. Monitor kualitas
kriteria hasil: nyeri
g. Skala nyeri 1- h. Monitor lokasi dan
3 (1-10) penyebaran nyeri
h. Meringis i. Monitor skala nyeri
menurun 5 (1- j. Monitor durasi dan
5) frekuensi nyeri
i. Gelisah Dukungan koping
keluarga (I.09260)
menurun 5 (1-
Observasi :
5) b. Identifikasi
j. Kesulitan tidur kesesuaian antara
menurun 5 (1- harapan pasien,
5) keluarga, dan tenaga
k. Pola tidur kesehatan
membaik 5 (1- Terapeutik:
c. Diskusikan rencana
5)
medis dan
l. Nafsu makan
perawatan
meningkat 5
d. Dengarkan masalah,
(1-5)
perasaan, dan
(L.08066)
pertanyaan keluarga
Pemberian Analgesik
(I.08243)
Observasi :
b. Monitor TTV
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
Kolaborasi :
b. Santagesik (IV) 3 x
250 mg
2. Gangguan pola tidur b.d. Setelah dilakukan Dukungan Tidur
kurang kontrol tidur d.d.
tindakan selama 2 (I.09265)
pola tidr hanya 4-5 jam
dimalam hari, dan istirahat x 24 jam Observasi
tidak cukup (D.0055)
diharapkan pola c. Identifikasi pola
tidur klien aktivitas dan tidur
membaik, dengan d. Identifikasi faktor
kriteria hasil: penggangu tidur
c. Keluhan sulit Terapeutik
tidur menurun e. Modifikasi
d. Keluhan lingkungan
istirahat tidak f. Lakukan prosedur
cukup untuk meningkatkan
menurun kenyamanan
(L.05045) g. Tetapkan jadwal
tidur rutin
h. Fasilitasi
menghilangkan
stress sebelum tidur
Edukasi
b. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
b.d. nyeri d.d. mengeluh
tindakan selama 2 (I.05173)
sulit berjalan, nyeri saat
bergerak, dan kekuatan x 24 jam Observasi :
otot menurun (D.0054)
diharapkan d. Identitikasi nyeri
mobilitas fisik dan keluhan fisik
meningkat, lainnya
dengan kriteria e. Identifikasi
hasil: toleransi fisik
d. Pergerakan melakukan
ekstremitas 5 pergerakan
(1-5) f. Monitor kondisi
e. Kekuatan otot umum selama
5 5 melakukan
5 5 mobilisasi
f. Rentang Terapeutik :
gerak (ROM) c. Fasilitasi aktifitas
5 (1-5) mobilisasi dengan
(L.05042) alat bantu missal
pagar tempat tidur
d. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
b. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (misal duduk
ditempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dx
Tanggal Jam Implementasi Respon TTD
Kep
19-21 1,2,3 07.0 Mencuci tangan sebelum -
dan sesudah kontak
Oktober 0
dengan pasien dan
2021 lingkungan pasien
1 07.0 - Memonitor faktor TTV :
RR : 25x/menit,
5 pencetus nyeri
N : 100 x/menit
- Memonitor kualitas TD : 120/80 x/menit
suhu 370C.
nyeri
Skala nyeri : 2
- Memonitor lokasi dan
penyebaran nyeri
- Memonitor skala nyeri
- Memonitor durasi dan
frekuensi nyeri
- Mengidentifikasi
kesesuaian antara
harapan pasien,
keluarga, dan tenaga
kesehatan
- Mendiskusikan rencana
medis dan perawatan
- Mendengarkan
masalah, perasaan, dan
pertanyaan keluarga
2 07.2 - Mengidentifikasi pola Ibu klien mengatakan
0 aktivitas dan tidur bahwa anaknya mulai
- Mengidentifikasi faktor bertambah waktu tidurnya
penggangu tidur (7-8 jam waktu tidur
- Memodifikasi malam)
lingkungan
- Melakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan
- Menetapkan jadwal
tidur rutin
- Menjelaskan
pentingnya tidur cukup
selama sakit
3 08.1 - Mengidenti Pasien mengatakan sudah
menggerakkan kedua
5 fikasi nyeri dan keluhan kakinya secara perlahan,
fisik lainnya Keluarga mampu terlibat
dalam membantu
- Mengidenti meningkatkan pergerakan
fikasi toleransi fisik pasien
melakukan pergerakan Kekuatan otot
- Memonitor 5 5
kondisi umum selama 4 4
melakukan mobilisasi
- Memfasilita
si aktifitas mobilisasi
dengan alat bantu yaitu
pagar tempat tidur
- Melibatkan
keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
- Menganjur
kan melakukan
mobilisasi dini
- Mengajarka
n mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan
(duduk ditempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi)
1,2,3 14.0 - Mencuci -
0 tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
1 14.0 - Memonitor Pasien kooperatif, dan tidak
ada tanda tanda alergi obat
0 TTV sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
- Memberika
n Santagesik (IV) 3 x
250 mg
- Memonitor
efektifitas pemberian
analgesik

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Hari,
Dx Kep Jam Evaluasi Keperawatan (SOAP) TTD
Tanggal
Kamis, 21 1 14.00 S:
- Pasien mengatakan nyeri
Oktober
berkurang
2021
O:
- Skala nyeri : 2 (0-10)
- Pasien tidak tampak meringis
- Pasien tidak tampak gelisah
A : Masalah nyeri teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Monitor skala dan durasi nyeri serta pemberian
analgesik
2 14.00 S:
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya mulai
bertambah waktu tidurnya (7-8 jam waktu tidur
malam)
O:
Pasien terlihat segar, dan tidak mengantuk
dipagi hari
A : Masalah teratasi
P : pertahankan intervensi modifikasi
lingkungan, lakukan prosedur meningkatkan
kenyamanan dan tetapkan jadwal rutin.
3 14.00 S:
Pasien mengatakan sudah menggerakkan kedua
kakinya secara perlahan
O:
- Keluarga mampu terlibat dalam membantu
meningkatkan pergerakan pasien
- Kekuatan otot
5 5

4 4
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Anjurkan mobilisasi sederhana
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


Pada pengkajian keperawatan didapatkan hasil bahwa klien masuk rumah sakit
18 Oktober 2021. An. C menderita penyakit Leukemia Limfoblastik akut sejak 2016.
Ibu An.C mengatakan sebelum dibawa RS Universitas Airlangga klien terlihat lemas,
mengalami batuk pilek lima hari yang lalu, nyeri dibagian kedua kaki dan rencana
untuk kemoterapi lanjut yang ke 18 kali pada tanggal 24 Oktober 2021 saat di lakukan
pengkajian ibu klien mengatakan klien sering mengeluh nyeri dibagian kaki,
mengeluh susah berjalan sering memegang kedua kaki nya dan mengatakan sakit, dan
susah menjaga keseimbangan tubuh nya saat berdiri. kekuatan otat 5/5/3/3, ibu klien
mengatakan anak nya sulit tidur dimalam hari, jarang tidur siang , klien terlihat
mengantuk dipagi hari , pola tidur malam hanya 4-5 jam terlihat lingkaran hitam
dibawah mata.
Didapatkan riwayat kehamilan pada Ibu Anak C. bahwa ibu mengatakan selama
hamil anak C pernah mengalami tekanan darah tinggi. Ibu anak C mengatakan
keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama seperti anak C yakni leukemia
limfoblastik akut. Pada pengkajian pola kegiatan didapatkan bahwa anak C tidur di
rumah saat siang selama kurang lebih 3 jam dan tidur malam kurang lebih 8 jam
sedangkan pada saat di rumah sakit anak C mengalami gangguan tidur dengan jam
tidur siang dan malam kurang lebih 5 jam anak C sering terbangun di malam hari
karena merasa nyeri pada kakinya.
Klien mengeluhkan nyeri pada kedua kaki. Riwayat penyakit sekarang yakni klien terlihat
lemas, mengalami batuk pilek lima hari yang lalu, nyeri dibagian kedua kaki, saat di lakukan
pengkajian ibu klien mengatakan klien sering mengeluh nyeri dibagian kaki, mengeluh susah
berjalan sering memegang kedua kaki nya dan mengatakan sakit, dan susah menjaga
keseimbangan tubuh nya saat berdiri. kekuatan otat 5/5/3/3, ibu klien mengatakan anak nya
sulit tidur dimalam hari, jarang tidur siang , klien terlihat mengantuk dipagi hari , pola tidur
malam hanya 4-5 jam terlihat lingkaran hitam dibawah mata. Klien didiagnosa leukemia
limfoblastik akut.
Pada pemeriksaan fisik kepala dan rambut tidak ada kelainan, penyebaran
rambut tidak merata rambut mudah rontok. Pada pemeriksaan fisik mata didapatkan
mata simetris kanan dan kiri, kornea mata jernih kanan dan kiri, konjungtiva anemis,
dan sklera tidak ikterik, tidak ada pembengkakan, reflek cahaya pada pupil (+) dan
bentuk isokor pada mata kanan dan kiri, iris berwarna hitam dan tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan fisik hidung didapatkan hasil tidak ada pernafasan cuping hidung,
posisi septum nasal ditengah, lubang hidung bersih, tidak ada secret, tulang hidung
dan septum nasi tidak ada pembengkakan dan tidak ada polip. Pada pemeriksaan fisik
mulut dan lidah didapatkan hasil keadaan mukosa bibir kering dan pucat. Tonsil
ukuran normal uvula letak simetris ditengah. Pada pemeriksaan fisik telinga
didapatkan hasil bentuk telinga sedang, simetris kanan dan kiri. Lubang telinga bersih,
dan menegeluarkan c, pendengiran bening di telinga sebelah kanan pendengran
berfungsi dengan baik. Pada pemeriksaan fisik leher didapatkan hasil kelenjar getah
bening tidak teraba, tiroid tidak teraba, posisi trakea letak ditengah tidak ada kelainan.
Pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil Suhu : 36, 2o C, Nadi : 100
x/menit, Tekanan Darah : 120/80mmHg, RR : 25x/menit. Pasien tidak ada keluhan
pada sistem pernafasan irama nafas teratur tidak ada suara nafas tambahan pasien
tidak menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem kardiovaskuler irama jantung
reguler tidak ada nyeri dada CRT kurang dari 2 detik akral hangat sirkulasi perifer
normal. Pada sistem persyarafan terdapat reflek patella, reflek trisep dan reflek bisep,
pemeriksaan saraf kranial tidak ada kelainan tidak ada gangguan. Pupil isokor sklera
anikterik dan konjungtiva anemis. Pada sistem perkemihan kebersihan genitalia
tampak bersih tidak ada sekret tidak ada ulkus kemampuan berkemih spontan. Pada
sistem pencernaan mulut tampak bersih, membran mukosa lembab tidak ada nyeri
tekan tidak ada luka bekas operasi, konsistensi feses lunak nafsu makan menurun
porsi makan tidak habis. Pada sistem muskuloskeletal pergerakan sendi bebas dengan
kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 5/5/3/3. Keluhan nyeri pada kaki dirasakan
saat pasien menggerakkan kaki Ki nyeri dirasakan seperti ditimpa beban berat dan
dirasakan pada kedua sendi kaki skala nyeri didapatkan 4 (0-10), nyeri dirasakan
nyeri hilang timbul. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukosit 2.2x103
/μL , eritrosit 3.38x106/ μL, hemoglobin 10.6 g/dL, hematokrit 30.9 %, neutrofil 1.3.
pasien mendapatkan terapi obat : Santagesik (IV) 3 x 250 mg, Ceftriaxone (IV) 2 x 50
mg, D5 (IVFD) 15 tpm.

4.2 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri kronis b.d. infiltrasi tumor d.d. mengeluh nyeri, tampak meringis (D.0078)
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan denga
n kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat d
an berintensitas ringan hingga berat dan konstan yang berlangsung lebih 3 bulan.
Data Subjektif pasien didapatkan Ibu klien mengatakan anaknya sering mengeluh
kakinya sakit, dan data objektif didapatkan, Klien terlihat meringis kesakitan, P :
nyeri saat kaki digerakkan, Q : seperti ditimpa beban berat, R : nyeri dirasakan
dikedua sendi, S : 4, T : hilang timbul, TTV : Nadi 100 x/menit, RR 25 x/menit,
suhu 36,2°C, dengan etiologi leukemi limfoblastik akut menyebabkan proliferasi
sel darah putih immatur, terjadilah imunosupresi sumsum tulang, dan timbul nyeri
kronis. dengan masalah yang muncul nyeri kronis b.d. infiltrasi tumor d.d.
mengeluh nyeri, tampak meringis (d.0078).
b. Gangguan pola tidur b.d. kurang kontrol tidur d.d. pola tidr hanya 4-5 jam dimalam
hari, dan istirahat tidak cukup (D.0055)
Data Subjektif pasien didapatkan Ibu klien mengatakan anaknya sulit tidur. Pola
tidur hanya 4-5 jam dimalam hari, jarang tidur siang. data objektif didapatkan
terlihat lingkaran hitam disekitar mata, klien terlihat mengantuk dipagi hari.
Etiologi sel-sel leukemik, menyebabkan, penumpukan di sumsum tulangm, muncul
nyeri tulang, dengan masalah yang muncul gangguan pola tidur b.d. kurang kontrol
tidur d.d. pola tidr hanya 4-5 jam dimalam hari, dan istirahat tidak cukup (d.0055).
c. Gangguan mobilitas fisik b.d. nyeri d.d. mengeluh sulit berjalan, nyeri saat
bergerak, dan kekuatan otot menurun (D.0054)
Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerakan fisik dari satua
atau lebih ekstremitas secara mandiri. Data subjektif didapatkan Ibu klien
mengatakan bahwa anaknya mengalami kesulitan dalam berjalan dan nyeri saat
bergerak. Data objektif didapatkan hasil kekuatan otot eksteritas atas dan bawah
5/5/3/3, klien terlihat mengantuk dipagi hari. Etiologi Kekuatan Otot Menurun
maka terjadi Kelemahan. Masalah yang muncul Gangguan mobilitas fisik b.d.
nyeri d.d. mengeluh sulit berjalan, nyeri saat bergerak, dan kekuatan otot menurun
(D.0054).

4.3 Intervensi Keperawatan


Terdapat beberapa rencana tindakan keperawatan di dalam Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016) yang di terapkan pada klien. Secara umum,
tahap perencanaan tinjauan kasus mengacu pada tinjauan teori, tetapi tetap
disesuaikan dengan situasi dan kondisi baik klien maupun prosedur rumah sakit.
Sehingga tidak semua perencanaan keperawatan yang ditetapkan dari teori dapat
diterapkan pada kasus. Pada hal ini intervensi yang diterapkan pada kasus mencakup
4 tindakan yaitu observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.
Pada diagnose nyeri kronis, intervensi dilakukan selama 2 x 24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau hilang, dengan kriteria hasil, skala nyeri 1-3 (1-10), meringis
menurun 5 (1-5), gelisah menurun 5 (1-5), kesulitan tidur menurun 5 (1-5), pola tidur
membaik 5 (1-5), nafsu makan meningkat 5 (1-5) (l.08066), dengan intervensi yang
meliputi pemantauan nyeri (i.08242) monitor faktor pencetus nyeri, monitor kualitas
nyeri, monitor lokasi dan penyebaran nyeri, monitor skala nyeri, monitor durasi dan
frekuensi nyeri. Dukungan koping keluarga (i.09260) identifikasi kesesuaian antara
harapan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan, diskusikan rencana medis dan
perawatan, dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga. Pemberian
analgesik (i.08243), monitor ttv sebelum dan sesudah pemberian analgesik, santagesik
(iv) 3 x 250 mg.
Pada diagnose gangguan pola tidur, intervensi dilakukan selama 2 x 24 jam
diharapkan pola tidur klien membaik, dengan kriteria hasil keluhan sulit tidur
menurun, keluhan istirahat tidak cukup menurun (l.05045), dengan intervensi meliputi
dukungan tidur (i.09265), identifikasi pola aktivitas dan tidur, identifikasi faktor
penggangu tidur, modifikasi lingkungan, lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan, tetapkan jadwal tidur rutin, fasilitasi menghilangkan stress sebelum
tidur, jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit.
Pada diagnose gangguan mobilitas fisik, intervensi diberikan selama 2 x 24 jam
diharapkan mobilitas fisik meningkat, dengan kriteria hasil pergerakan ekstremitas 5
(1-5), kekuatan otot 5/5/5/5, rentang gerak (rom) 5 (1-5) (l.05042), dengan intervensi
dukungan mobilisasi (i.05173) identitikasi nyeri dan keluhan fisik lainnya, identifikasi
toleransi fisik melakukan pergerakan, monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi, fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan alat bantu missal pagar tempat tidur,
libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan, anjurkan
melakukan mobilisasi dini dan ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(misal duduk ditempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan dilakukan mulai tanggal 19 oktober 2021 pada pukul
07.00 wib. Pada diagnose nyeri kronis tindakan yang dilakukan yaitu memonitor
faktor pencetus nyeri, memonitor kualitas nyeri, memonitor lokasi dan penyebaran
nyeri, memonitor skala nyeri, memonitor durasi dan frekuensi nyeri, mengidentifikasi
kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan, mendiskusikan
rencana medis dan perawatan, mendengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan
keluarga.
Pada diagnose gangguan pola tidur, tindakan yang sudah dilakukan yaitu
mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur, mengidentifikasi faktor penggangu tidur,
memodifikasi lingkungan, melakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan,
menetapkan jadwal tidur rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit.
Pada diagnose gangguan mobilitas fisik, tindakan yang sudah dilakukan yaitu
mengidentifikasi nyeri dan keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan, memonitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi,
memfasilitasi aktifitas mobilisasi dengan alat bantu yaitu pagar tempat tidur,
melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan,
menganjurkan melakukan mobilisasi dini, mengajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (duduk ditempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi).

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan antara teori dan kasus sama yaitu menggunakan soap. Evaluasi
keperawatan dilakukan pada tanggal 21 oktober 2021 pukul 14.00 wib. Pada diagnose nyeri
kronis didapatkan pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri : 2 (0-10), pasien tidak
tampak meringis, pasien tidak tampak gelisah, masalah nyeri teratasi sebagian, lanjutkan
intervensi, monitor skala dan durasi nyeri serta pemberian analgesik.
Pada diagnosa gangguan pola tidur hasil evaluasi Ibu klien mengatakan bahwa anaknya
mulai bertambah waktu tidurnya (7-8 jam waktu tidur malam), Pasien terlihat segar, dan tidak
mengantuk dipagi hari, Masalah teratasi, pertahankan intervensi modifikasi lingkungan,
lakukan prosedur meningkatkan kenyamanan dan tetapkan jadwal rutin.
Pada diagnosa gangguan mobilitas fisik didapatkan hasil, pasien mengatakan sudah
menggerakkan kedua kakinya secara perlahan, Keluarga mampu terlibat dalam membantu
meningkatkan pergerakan pasien, Kekuatan otot 5/5/4/4, Masalah teratasi sebagian,
Lanjutkan intervensi, Anjurkan mobilisasi sederhana.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

KLeukemia atau yang dikenal sebagai kanker darah merupakan keganasan


yang menyerang jaringan pembentuk darah atau yang dikenal sebagai sumsum tulang
(Keene, 2018). Leukemia dapat menyerang semua jenis usia dengan insidensi yang
paling sering terjadi adalah pada anak (WHO, 2015). Dari semua jenis kanker pada
anak-anak, leukemia merupakan jenis kanker yang terjadi sekitar 29% pada anak-
anak yang berusia 0-14 tahun (ACS, 2018). Sebagian besar leukemia yang dialami
oleh anak adalah yaitu leukemia limfoblasitk akut (LLA) (Emadi & Karp, 2017).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan bentuk leukemia yang paling lazim
dan paling umum dijumpai pada anak yaitu terhitung sekitar 74% (ACS, 2018).

Perlunya perawatan holistic pada pasien dengan leukemia limfoblasitk akut


(LLA) dan dukungan yang memadai untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien,
sehingga dapat meningkatkan keinginan pasien untuk sembuh dan mampu
mempertakankan kualitas hidup yang baik.

5.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari dan semoga makalah dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai