I.1. DEFINISI
Myeloma multiple adalah penyakit klonal yang ditandai poliferasi salah satu jenis limfosit B,
dan sel-sel plasma yang berasal dari limfosit tersebut. Sel-sel ini menyebar melalui sirkulasi
dan mengendap terutama di tulang, menyebabkan tulang mengalami kerusakan, inflamasi,
dan nyeri. Antibody yang dihasilkan oleh sel-sel plasma tersebut biasanya adalah IgG atau
IgA klonal. Fragmen-fragmen monoclonal dari antibody tersebut dapat ditemukan di urin
pasien yang sakit. Fragmen-fragmen ini disebut protein Bence Jones. Penyebab myeloma
multiple tidak diketahui, tetapi factor resiko yang dipercaya antara lain pajanan okupasional
terhadap materi dan gas tertentu, radiasi pengion, dan kemungkinan alergi obat multiple.
Angka keselamatan hidup biasanya rendah, meskipun beberapa pasien dapat hidup lebih lama
dengan penyakit ini. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
Myeloma multiple merupakan bentuk yang paling sering ditemukan di antara gemopati yang
ganas; penyakit kanker ini merupakan neoplasma sel plasma pada orang tua yang ditandai
oleh lesi destruktif tulang pada lokasi yang multiple. (Robbins & Cotran / Richard N.
Mitchell, 2008)
Myeloma multiple ditandai dengan pertumbuhan dan proliferasi satu klona sel plasma yang
progresif tidak terkendali yang akhirnya menyebabkan kematian pasien. Ini adalah penyakit
pada orang berusia lanjut, dengan tanda berupa infiltarsi difus sel plasma di sumsum tulang
dan pembentukan berlebihan hanya immunoglobulin monoclonal utuh (IgG, IgA, dan yang
jarang IgD) atau rantai ringan. Gangguan ini biasanya menyebabkan keterlibatan difus
sumsum tulang tetapi kadang-kadang dapat bermanifestasi sebagai massa tumor fokal
(plasmasitoma), yang mungkin terdapat di sumsum tulang atau di tempat ekstramedula
(biasanya nasofaring). Bentuk-bentuk varian myeloma multiple mencakup smoldering
myeloma, myeloma nonsekretorik, leukemia sel plasma, dan plasmasitoma.
Myeloma multiple lebih sering terjadi pada orang berkulit putih dan merupakan salah satu
keganasan hematologic tersering pada populasi kulit hitam. Pada populasi kulit hitam,
penyakit ini juga muncul pada usia lebih muda. (Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson,
2004)
I.2. ETIOLOGI
Belum diketahui penyebab pasti dari multiple myeloma. Ada beberapa penelitian yang
menunjukan bahwa faktor-faktor risiko tertentu meningkatkan kesempatan seseorang akan
mengembangkan penyakit multiple myeloma, diantaranya:
2) Ras (Bangsa): Risiko dari multiple myeloma adalah paling tinggi diantara orang-orang
Amerika keturunan Afrika dan paling rendah diantara orang-orang Amerika keturunan Asia.
Sebab untuk perbedaan antara kelompok-kelompok ras belum diketahui.
3) Jenis Kelamin: Setiap tahun di Amerika, kira-kira 11.200 pria dan 8.700 wanita
terdiagnosa dengan multiple myeloma. Tidak diketahui mengapa lebih banyak pria-pria
terdiagnosa dengan penyakit ini.
Banyak faktor-faktor risiko lain yang dicurigai sedang dipelajari. Para peneliti telah
mempelajari apakah terpapar pada kimia-kimia atau kuman-kuman tertentu (terutama virus-
virus), yang mempunyai perubahan-perubahan pada gen-gen tertentu, memakan makanan-
makanan tertentu, atau menjadi kegemukan (obesitas) meningkatkan risiko mengembangkan
multiple myeloma.
– Infiltrasi tulang, nyeri tulang dan fraktur patologis yang disebabkan oleh resorpsi
tulang. Hiperkalsemia sekunder turut menimbulkan penyakit ginjal serta poliuria dan dapat
menyebabkan beberapa manifestasi neurologis yang meliputi kebingungan, kelemahan,
letargi serta konstipasi.
– Infeksi bakteri yang rekuren terjadi karena berkurangnya produksi immunoglobulin
yang normal.
– Sindrom hiperviskositas kadang-kadang terjadi karena produksi dan agregasi protein
M yang berlebihan.
– Insufisiensi ginjal (hingga 50% pasien) bersifat multifaktorial. Proteinuria Bence
Jones agaknya menjadi tanda terpenting karena light chains yang diekskresikan bersifat
toksik bagi sel-sel epitel tubulus ginjal.
– Kelainan sumsum tulang yang luas menyebabkan anemia normositik normokromik
dan kadang-kadang pensitopenia yang moderat.
(Robbins & Cotran / Richard N. Mitchell, 2008)
I.4. PATOFISIOLOGI
Limfosit B mulai di sumsum tulang dan pindah ke kelenjar getah bening. Saat limfosit B
dewasa dan menampilkan protein yang berbeda pada permukaan sel. Ketika limfosit B
diaktifkan untuk mengeluarkan antibodi, dikenal sebagai sel plasma.
Multiple myeloma berkembang di limfosit B setelah meninggalkan bagian dari kelenjar getah
bening yang dikenal sebagai pusat germinal. Garis sel normal paling erat hubungannya
dengan sel multipel mieloma umumnya dianggap baik sebagai sel memori diaktifkan B atau
para pendahulu untuk sel plasma, plasmablast tersebut.
Sistem kekebalan menjaga proliferasi sel B dan sekresi antibodi di bawah kontrol ketat.
Ketika kromosom dan gen yang rusak, seringkali melalui penataan ulang, kontrol ini hilang.
Seringkali, bergerak gen promotor (atau translocates) untuk kromosom yang merangsang gen
antibodi terhadap overproduksi.
Sebuah translokasi kromosom antara gen imunoglobulin rantai berat dan suatu onkogen
sering diamati pada pasien dengan multiple myeloma. Hal ini menyebabkan mutasi diregulasi
dari onkogen yang dianggap peristiwa awal yang penting dalam patogenesis myeloma.
Hasilnya adalah proliferasi klon sel plasma dan ketidakstabilan genomik yang mengarah ke
mutasi lebih lanjut dan translokasi. 14 kelainan kromosom yang diamati pada sekitar 50%
dari semua kasus myeloma. Penghapusan (bagian dari) ketiga belas kromosom juga diamati
pada sekitar 50% kasus. Produksi sitokin (terutama IL-6) oleh sel plasma menyebabkan
banyak kerusakan lokal mereka, seperti osteoporosis, dan menciptakan lingkungan mikro di
mana sel-sel ganas berkembang. Angiogenesis (daya tarik pembuluh darah baru) meningkat.
Antibodi yang dihasilkan disimpan dalam berbagai organ, yang menyebabkan gagal ginjal,
polineuropati dan berbagai gejala myeloma terkait lainnya.
I.5. PATHWAY
I.6. KOMPLIKASI
1) Dapat terjadi gagal ginjal akibat pengendapan protein Bence Jones di tubulus ginjal.
I.7. PEMERIKSAAN
Pasien biasanya memperlihatkan anemia normokromik normositik yang dapat menjadi
makrositik. Hemoglobin biasanya kurang dari 10g/dL, dan hematokrit biasanya kurang dari
30%. Morfologi sel darah merah umumnya biasa, dengan pengecualian pembentukan
rouleaux akibat dilapisinya eritrosit oleh protein; hal ini juga berperan menyebabkan
peningkatan mencolok laju endap darah. Laju endap darah yang lebih dari 100 mm/jam
sering dijumpai pada myeloma multiple. Pada awalnya, hitung sel darah putih dan hitung
trombosit tidak menurun, tetapi seiring dengan perkembangan penyakit atau akibat
pemakaian kemoterapi dapat terjadi pansitopenia. Beberapa pasien memperlihatkan
gambaran darah leukoeritroblastik, dan kadang-kadang tampak sel plasma di daerah perifer
(apabila jumlahnya melebihi 5% disebut “leukemia sel plasma”).
Aspirat sumsum tulang biasanya memperlihatkan sumsum yang sangat hiperselular disertai
banyak sel plasma dalam semua tahap pematangan. Yang khas adalah sel plasma abnormal
dengan nucleolus yang cekung (punched out) yang sangat mencolok. Dapat ditemukan sel
plasma binukleus. Pada myeloma multiple, sel plasma membentuk lebih dari 20% populasi
sel sumsum tulang, dan sumsum tulang mungkin hamper seluruhnya terisi oleh sel plasma
ganas.
Apabila terjadi insufisiensi ginjal, kadar kreatinin dan nitrogen urea darah akan meningkat,
selain asam urat, yaitu produk penguraian nukleotida purin. Kalsium serum akan sangat
meningkat karena resorpsi. Apabila kadar mikroglobulin beta2meningkat, prognosis lebih
buruk. Elektroforesis protein serum biasanya memperlihatkan protein monoclonal (“M”).
biasanya tonjolan M lebih besar daripada 2 g/dL, tetapi kadar ini bergantung pada tipe
myeloma yang ada. Myeloma rantai-ringan tidak menyebabkan penonjolan M serum, tetapi
rantai ringan monoclonal hanya ditemukan dalam urin. Dapat dilakukan uji-uji tambahan
untuk membuktikan adanya krioglobulin atau hiperviskositas. Frekuensi paraprotein
monoclonal pada myeloma multiple adalah sebagai berikut:
a) IgG—52%
b) IgA—25%
d) Lain-lain—1%
I.8. PENATALAKSANAAN
1) Kemoterapi dapat memperpanjang hidup. Satu jenis kemoterapi yang digunakan adalah
obat lama, talidomid, yang bekerja sebagai imunomodulator dan penyekat perkembangan
pembuluh darah. Terapi obat lain antara lain penyekat proteasom (bortezomib) dan agens
alkilasi.
2) Terapi radiasi digunakan untuk menurunkan ukuran lesi tulang dan meredakan nyeri.
3) Transplantasi sumsum tulang mungkin dapat berhasil pada beberapa klien.
II.1. PENGKAJIAN
1. Riwayat Penyakit
Perlu dikaji perasaan nyeri atau sakit yang dikeluhkan pasien, kapan terjadinya, biasanya
terjadi pada malam hari. Tanyakan umur pasien, riwayat dalam keluarga apakah ada yang
menderita kanker, prnah tidaknya terpapar dalam waktu lama terhadap zat-zat karsinogen dan
sesuai dianjurkan
1. Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi adanya nyeri, bengkak, pergerakan terbatas,
kelemahan.
1) Aktivitas / istirahat
Tanda: gelisah siang dan malam, gangguan pola istrahat dan pola tidur, malaise (kelemahan
dan keletihan) dan gangguan alat gerak.
2) Sirkulasi
Gejala: Palpitasi , adanya pembengkakan mempengaruhi sirkulasi dan adanya nyeri pada
dada karena sumbatan pada vena
3) Integritas Ego
Gejala: Menarik diri dari lingkungan, karena faktor stress (adanya gangguan pada keuangan,
pekerjaan, dan perubahan peran), selain itu biasanya menolak diagnosis, perasaan tidak
berdaya, tidak mampu, rasa bersalah, kehilangan control dan depresi.
4) Eliminasi
Gejala: Perubahan pada eliminasi urinarius misalnya nyeri, pada saat berkemih dan poliurin,
perubahan pada pola defekasi ditandai dengan adanya darah yang bercampur pada feses, dan
nyeri pada saat defekasi.
Tanda: adanya perubahan pada warna urin, perubahan pada peristaltik usus, serta adanya
distensi abdomen
5) Makanan / Cairan
Gejala: kurang nafsu makan, pola makan buruk, (misalnya rendah tinggi lemak, adanya zat
aditif, bahan pengawet), anoreksia, mual / muntah
Tanda: Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot, dan perubahan pada turgor kulit.
6) Hiegine
Gejala: Melakukan higene diri sendiri harus dibantu orang lain, karena gangguan ekstremitas
maka menjaga hygiene tidak dapat dilakuakan, malas mandi
7) Neurosensori
Gejala: Pusing
8) Kenyamanan
Gejala: adanya nyeri dari nyeri ringan sampai nyeri berat, sangat mempengaruhi kenyamanan
pasien
Tanda: Pasien sering mengeluh tentang nyeri yang dirasakan, dan keterbatasan gerak karena
nyeri tersebut.
9) Pernapasan
Gejala: Pasien kadang asma, karena kebiasaan merokok, atau pemajanan asbes.
10) Keamanan
Gejala: Karena adanya pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama /
berlebihan.
11) Seksualitas
Gejala: adanya perubahan pada tingkat kepuasan seksualitas karena adanya keterbatasan
gerak.
1. Riwayat Psikososial
Kaji adanya kecemasan, takut ataupun depresi
1. Pemeriksaan diagnostik
Periksa adanya anemi, hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan hiperurisemia
II.2. DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan proses patologik.
2. Resiko terhadap cedera: fraktur patologik berhubungan dengan tumor.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan program terapeutik.
4. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan rasa takut tentang ketidaktahuan,
persepsi tentang proses penyakit dan system pendukung tidak adekuat.
5. Gangguan harga diri berhubungan dengan hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja
peran.
II.3. INTERVENSI
1. Nyeri b/d proses patologis penyakit
Kriteria hasil : nyeri berkurang atau terkontrol
Intervensi :
R/ mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat memudahkan
intervensi selanjutnya
Intervensi :
1) Sangga tulang yang sakit dan tangani dengan lembut selama pemberian asuhan
keperawatan
R/ Tumor tulang akan melemahkan tulang sampai ke titik dimana aktivitas normal atau
perubahan posisi dapat mengakibatkan fraktur
R/ Adanya pembatasan akan membantu klien dalam penahanan berat badan yang tidak
mampu ditahan oleh tulang yang sakit
4) Ajarkan bagaimana cara untuk menggunakan alat ambulatory dengan aman dan
bagaimana untuk menguatkan ekstremitas yang tidak sakit
R/ Penggunaan alat ambulatory dengan aman mampu menguatkan ekstremitas yang sehat
Kriteria Hasil : Pengetahuan yang tepat mengenai proses penyakit dan menggambarkan
program pengobatannya.
Intervensi :
1) Kenali tingkat pengetahuan pasien saat ini tentang kanker atau tumor
R/ Data akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi
3) Berikan informasi mengenai terapi dan atau pilihan pengobatan yang potensial terjadi
dan atau keuntungan dari setiap terapi tersebut
4) Gunakan brosur, gambar, video tape dalam penyuluhan pasien atau keluarga
6) Instruksikan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala pada pemberi pelayanan
kesehatan; memberi nomor telepon yang penting
4. Ketidakefektifan koping individu b/d rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang
proses penyakit dan system pendukung tidak adekuat.
Kriteria Hasil : Ansietas, kekhawatiran, dan kelemahan menurun pada tingkat yang dapat
diatasi, mendemonstrasikan kemandirian yang meningkat dalam aktivitas dan proses
pengambilan keputusan
Intervensi :
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan satu suasana lingkungan yang dapat
diterima
6) Kenalkan pasien pada seseorang atau kelompok yang telah memiliki pengalaman
penyakit yang sama
R/ Memberikan informasi dan dukungan dari orang lain dengan pengalaman yang sama
5. Gangguan harga diri b/d hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
Kriteria Hasil : harga diri klien meningkat
Intervensi :
2) Berikan kepastian yang realistis tentang masa depan dan perjalanan kembali aktivitas
yang berhubungan dengan peran; beri dorongan untuk perawatan mandiri dan sosialisasi
R/ Peyakinan yang masuk akal mengenai masa depan dan penyesuaian aktivitas yang
berhubungan dengan peran harus dilakukan untuk memandirikan pasien
3) Libatkan pasien dan keluarga sepanjang pengobatan untuk meningkatkan rasa tetap
memiliki kontrol dalam kehidupan seseorang
R/ Keterlibatan pasien dan keluarganya sepanjang terapi dapat mendorong kepercayaan diri,
pengembalian konsep diri, dan perasaan dapat mengontrol hidupnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku / Elizabeth J. Corwin. Jakarta: EGC.
http://aangjoen.wordpress.com/2011/01/18/as_kep-multiple-mieloma/. Diakses tanggal 23
April 2014.
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT). 2008. Buku Saku Dasar Patologis
Penyakit Robbins & Cotran / Richard N. Mitchell, Edisi 7. Jakarta: EGC.
Sacher, Ronald A., McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Edisi 11. Jakarta: EGC.