PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kasus
- kasus kanker di dunia tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-
anakpun resiko terkena kanker tetap ada. Diperkirakan dari seluruh kasus kanker
2% hingga 4% menyerang anak. Hal ini menyumbangkan 10% kematian pada
anak-anak. Di Indonesia sendiri menurut data-data yang ditemukan rata-rata
sekitar 4.000 pasien kanker anak yang baru setiap tahunnya dan penyebab kanker
pada anak-anak belum diketahui dengan pasti (Yudhasmara, 2009). Menurut
Messwati (2009) dari Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) di
Indonesia sampai saat ini belum memiliki angka pasti jumlah anak penderita
kanker, sebagai referensi umumnya data masih menggunakan statistik dari
International Agency for Research on Cancer (IARC). IARC menyatakan bahwa
satu dari 600 anak akan menderita kanker sebelum usia 16 tahun, dan dari
International Confederation of Childhood Cancer Parent Organizatio (ICCCPO),
jumlah anak penderita kanker di seluruh dunia diperkirakan berjumlah 250.000
atau sekitar 4% dari seluruh penderita kanker (Suprapto & Latif, 2009).
Menurut National Cancer Institute (2007) menyatakan di Amerika Serikat
terdapat kira-kira 10.400 anak dengan usia dibawah 5 tahun menderita kanker dan
sekitar 1545 anak meninggal dunia akibat kanker dan setiap tahun rata-rata 1
sampai 2 per 10.000 mengalami kanker. Di Amerika terjadi peningkatan angka
kejadian kanker pada anak yaitu meningkat dari 11.5 kasus per 100.000 anak pada
tahun 1975 menjadi 14.8 kasus per 100.000 di tahun 2004. Berdasarkan data
registrasi pasien anak yang menjalani rawat inap di rumah-sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2010, terdapat 2435 anak yang dirawat.
Menurut American Cancer Society USA, sebanyak 933 (38%) adalah anak yang
menderita kanker pada usia 0-17 tahun. Kasus terbanyak adalah Leukemia
sebanyak 664 (27,3%), Limphoma malignum sebanyak 85 (3,5 %),
retinoblastoma sebanyak 81 (3,3%), rabdomiosarkoma 53 (2,2%), dan
1
neuroblastoma sebanyak 50 (2,1%). Banyak faktor yang diduga menyebabkan
kanker pada anak meliputi stimulus external seperti zat-zat kimia dan terpapar
radiasi serta sinar ultraviolet. Faktor lain adalah karena sistem imun dan
ketidaknormalan gen, serta ketidaknormalan kromosom pada proses genetika
(Ball & Bindler, 2003). Menurut Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI)
(2009) menyatakan bahwa kanker yang banyak menyerang anak-anak adalah
leukemia, tumor otak, retinoblastoma, limfoma, neuroblastoma, tumor wilms dan
osteosarkoma.
American Cancer Society (2010) menyatakan bahwa setelah anak
didiagnosa kanker maka rata-rata harapan hidup hanya 5 tahun atau hanya 50%
serta tergantung pada jenis kanker. Rata-rata harapan hidup 5 tahun saat ini untuk
periode 1999-2005, umumnya meliputi leukemia 82%, tumor otak dan sistem
syaraf 71%, tumor wilms 88%, lim foma 94%, rabdomyosarkoma 66%,
neuroblastoma 74% dan osteosarkoma 69%.
Association for Children’s PalliativeCare (ACT) dan Royal College of
Paediatrics and Child Health (RCPCH) menyatakan bahwa salah satu kelompok
yang memerlukan perawatan paliatif pada anak yaitu kondisi yang membutuhkan
tindakan seumur hidup yang mana tindakan pengobatan memungkinkan tetapi
tidak berhasil seperti pada kanker (Benini, 2009). Menurut Cooke dan Goodger
(2008) dari Association for Children’s Palliative Care (ACT)/Royal College of
Paediatrics and Child Health (RCPCH) menyatakan bahwa perawatan paliatif
pada anak dengan kondisi hidupnya yang terbatas merupakan perawatan total dan
aktif, mencakup fisik, emosional, sosial dan spiritual. Perawatan tersebut
difokuskan pada perubahan kualitas hidup anak, mendukung keluarga dan
penatalaksanaan keluhankeluhan, serta perawatan kematian dan berduka.
Salah satu jenis terapi paliatif yang mudah diaplikasikan bagi pasien
adalah terapi seni. Art therapy adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan
media seni, material seni, dengan pembuatan karya seni untuk berkomunikasi.2
Media seni dapat berupa pensil, kapur berwarna, warna, cat, potonganpotongan
keratas, dan tanah liat.8 Kegiatan art therapy mencakup berbagai kegiatan seni
2
seperti menggambar, melukis, memahat, menari, gerakan-gerakan kreatif, drama,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui bagaimana penerapan perawatan paliatif : Art terapi pada
anak dengan penyakit terminal
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui teknik pelaksanaan art terapi pada pasien dengan kanker
b. Mengetahui perawatan paliatif yang dapat diberikan pada anak dengan
penyakit kanker
c. Mengetahui penerapan perawatan paliatif : Art terapi pada anak dengan
penyakit terminal
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematikan penulisan yang digunakan pada makalah ini terdiri
dari empat bab yaitu bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III
pembahasan dan bab IV simpulan dan saran.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perawatan Paliatif
Ungkapan “palliative” berasal dari bahasa latin yaitu ”pallium” yang artinya
adalah menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan untuk
menutupi atau menyembunyikan keluhan pasien dan memberikan kenyamanan
ketika tujuan penatalaksanaan tidak mungkin disembuhkan (Muckaden, 2011).
Menurut Children’s Hospice and Palliative Care Coalition’s Professional
Advisory Comitte, (2007) perawatan paliatif pada anak merupakan filosofi dan
organisasi perawatan, sistem yang terstruktur dalam memberikan perawatan pada
anak dengan keluarganya. Tujuan perawatan paliatif adalah melindungi dan
memperbaiki atau mengatasi keluhan dan memaksimalkan kualitas hidup anak
pada semua tingkatan usia, dan dukungan pada anggota keluarganya (Coyle &
Fereel, 2010). Sedangkan The Royal College of Paediatrics and Child Health
(RCPCH) dan Asscosiation for Children (ACT) dengan kondisi terminal anak dan
keluarganya, mengartikan bahwa perawatan paliatif merupakan pendekatan aktif
dan total dalam merawat anak, menerima aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Pendekatan secara aktif menunjukan perawatan yang tidak hanya menghentikan
tindakan. Semuanya ditujukan untuk mengatasi pada semua keluhan yang dialami
meliputi keluhan fisik, emosi, dan spiritual. Word Health Organization (WHO)
menekankan bahwa dalam memberikan pelayanan paliatif harus berpijak pada
pola sebagai berikut 1) meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian
sebagai proses yang normal, 2) tidak mempercepat atau menunda kematian, 3)
menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu, 4) menjaga
keseimbangan psikologis dan spiritual, 5) mengusahakan agar penderita tetap aktif
sampai akhir hayatnya, 6) mengusahakan dan membantu mengatasi suasana duka
4
cita pada keluarga (Djauzi, et al, 2003).
Dalam memberikan perawatan paliatif sangat penting memperhatikan
prinsip-prinsipnya. Commitee on Bioethic and Committee on Hospital Care
(2000) mengembangkan untuk pengamanan praktik dan standar minimum dalam
meningkatkan kesejahteraan anak dengan kondisi hidup yang terbatas dan
keluarganya, dengan tujuan memberikan dukungan yang efektif selama
pengobatan, dan memperpanjang kehidupan. Prinsip dasarnya terintegrasi pada
model perawatan paliatif yang meliputi :
a. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya.
Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghargai dan
menghormati keingingan anak dan keluarga. Sesuai dengan prinsip menghormati
maka informasi tentang perawatan paliatif harus disiapkan untuk anak dan
orangtua, yang mungkin memilih untuk mengawali program perawatan paliatif.
Kebutuhan-kebutuhan keluarga harus diadakan/disiapkan selama sakit dan setelah
anak meninggal untuk meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi cobaan
berat.
b. Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang
pantas.
Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka
petugas kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang sesuai untuk
meningkatkan kualitas hidup anak, terapi lain meliputi pendidikan, kehilangan
dan penyuluhan pada keluarga, dukungan teman sebaya, terapi musik, dan
dukungan spiritual pada keluarga dan saudara kandung, serta perawatan
menjelang ajal.
c. Mendukung pemberi perawatan (caregiver).
Pelayanan keperawatan yang profesional harus didukung oleh tim
perawatan paliatif, rekan kerjanya, dan institusi untuk penanganan proses berduka
dan kematian. Dukungan dari institusi seperti penyuluhan secara rutin dari ahli
psikologi atau penanganan lain.
d. Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif pada
anak.
5
Penyuluhan pada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan perawatan
anak dan nilai perawatan paliatif serta usaha untuk mempersiapkan serta
memperbaiki hambatan secara ekonomi. Perawatan paliatif pada anak merupakan
area kekhususan karena sejumlah anak dan sebagian kecil anak yang masih kecil
meninggal serta kebutuhannya akan perawatan paliatif lebih ke pemberian jangka
panjang, gambaran kematian penyakitnya berbeda, perawatan yang dibutuhkan
tidak hanya kebutuhan fisik anak tetapi juga kebutuhan, emosi, pendidikan dan
kebutuhan sosial, serta keluarganya, anak- anak akan tumbuh dan berkembang
secara fisik dan emosi sehingga dalam memberikan perawatan pada anak harus
dilatih secara khusus sesuai yang dianjurkan (Cooke & McNamara, 2008).
C. Konsep Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang ditandai adanya emosi negatif
yang kuat dan simptom ketegangan tubuh1, menyangkut rasa ketakutan, distress,
6
dan kegelisahan sebagai respons terhadap situasi tertentu yang dirasakan
mengancam (Hamama, 2008). Kecemasan ini terdiri atas state anxiety (keadaan
cemas) dan trait anxiety (sifat cemas). Keadaan cemas menunjuk pada kondisi
emosional sementara yang dicirikan dengan ketegangan, kekhawatiran, ketakutan
kegelisahan, dan keresahan yang disertai dengan psychological arousal
berhubungan dengan sistem syaraf otonom yang diterima sebagai pengalaman
tidak menyenangkan. Kecemasan bisa ditimbulkan karena adanya rangsangan
yang berasal dari luar atau rangsangan dari dalam yang diterima dan
diinterpretasikan sebagai bahaya atau ancaman. Sedangkan sifat cemas menunjuk
pada kecenderungan seseorang untuk merasa cemas dan sensitif dalam menerima
suatu situasi sebagai bahaya atau ancaman dan direspons dengan meningkatnya
keadaan cemas (Hamama, 2008).
Kecemasan dapat dikenali karena biasanya disertai dengan berbagai tanda
kecemasan secara fisik, kognitif, dan tingkah laku (Mash, 2005). Tanda-tanda
kecemasan secara fisik, yaitu meningkatnya detak jantung, pernafasan menjadi
lebih cepat, munculnya rasa mual, munculnya masalah pencernaan, merasa
pusing, pandangan kabur, mulut kering, otot tegang, jantung berdebar, permukaan
wajah menjadi lebih merah, muntah, mati rasa, dan berkeringat.
Tanda-tanda kecemasan secara kognitif, yaitu berpikir takut atau tersakiti,
berpikir/membayangkan monster atau binatang buas, berpikir untuk mengkritik
diri sendiri, berpikir tidak mampu, sulit berkonsentrasi, lupa, berpikir kelihatan
bodoh, berpikir tubuh tersakiti, membayangkan disakiti oleh orang yang dicintai,
berpikir menjadi gila, dan berpikir terkontaminasi. Tanda-tanda kecemasan secara
tingkah laku, yaitu menghindar, manangis atau menjerit, menggigit jari, suara
bergetar, gagap, bibir bergetar, perasaan melayang, tidak dapat bergerak, gugup,
menghisap jempol, menghindari kontak mata, menghindari kedekatan fisik,
merasa rahang terkunci, gelisah.
E. Leukemia
Tanda dan gejala leukemia bisa berbeda dari satu penderita dengan penderita
lainnya. Gejala yang umum terjadi adalah: a) lemah, pucat, mudah lelah, serta
7
denyut jantung yang meningkat. Keadaan ini terjadi karena jumlah sel darah
merah yang berkurang akibat terdesak oleh selsel leukemik; b) sering demam dan
mengalami infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena berkurangnya jumlah sel
darah putih yang baik yang bertugas untuk melawan organisme-organisme
penyebab penyakit; c) terlihat biru-biru di beberapa bagian tubuh, bintik-bintik
merah, mimisan, serta gusi berdarah. Keadaan ini terjadi karena berkurangnya
jumlah trombosit; d) merasakan nyeri-nyeri pada tulang. Keadaan ini terjadi
akibat sudah menyebarnya sel-sel blast (sel darah yang masih muda) ke dalam
tulang; e) pembesaran hati, limpa, dan kelenjar limfa. Keadaan ini juga terjadi
akibat sudah menyebarnya sel-sel blast ke dalam organ-organ tersebut di atas; f)
toleransi exercise menurun; g) kehilangan berat badan; dan h) nyeri perut
(Tehuteru, 2009). Gejala yang khas adalah pucat, panas, dan pendarahan disertai
splenomegali (pembesaran limpa), kadangkadang hepatomegalia (pembesaran
hati) serta limfadenopatia (pembesaran kelenjar getah bening). Pucat dapat terjadi
secara mendadak. Pendarahan dapat berupa ekimosis (pendarahan), petekia
(bintik-bintik merah), epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, dan sebagainya.
Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali. Gejala
yang tidak khas adalah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahtafsirkan
sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel
leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi plura, kejang pada
leukemia serebral dan sebagainya (Rusepno, 1985).
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini, namun
menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia, yaitu (a) Radiasi dosis tinggi. Radiasi dengan
dosis sangat tinggi, seperti ketika bom atom di Jepang pada masa perang dunia ke-
2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yang
menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan
radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak
berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia. (b) Pajanan terhadap zat
kimia tertentu, yaitu benzene, formaldehida. (c) Kemoterapi. Pasien kanker jenis
lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita leukemia di kemudian
8
hari. Misalnya, kemoterapi jenis alkylating agents. Namun, pemberian kemoterapi
jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.
(d) Sindrom Down. Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker. (e)
Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1).
Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis
virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus
leukemia feline. (e) Sindroma mielodisplatik. Sindroma mielodisplastik adalah
suatu kelainan pembentukan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel
(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai
pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang
menjadi leukemia. (f) Merokok (Detak, 2008).
F. Analisis Jurnal
KRITISI JURNAL
a. Judul: (5 poin) = 5
Dilihat dari judul, judul dalam penelitian ini telah jelas menguraikan masalah
variable yang diteliti dan variable yang diteliti sudah termasuk dalam judul
penelitian dan populasi yang digunakan yaitu anak remaja juga termasuk dalam
judul penelitian.
diterbitkan sesuai dengan jurnal yaitu Jurnal tentang Kanker yang diterbitkan
9
di “Indonesian Journal of Cancer Vol. 5, No. 1”.
Hal tersebut terlihat dari beberapa komponen yang belum ditampilkan dalam
tersebut tidak diatasi, hal yang sudah dilakukan di Rumah Sakit untuk pasien
dengan kecemasan seperti perawatan paliatif yang didalamnya adalah art terapi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Metode yang digunakan sangat memadai karena sampel yang
digunakan juga sedikit yaitu 2 sampel perlakuan dan 3 orang sampel control.
namun jika menggunakan penelitian kualitatif hal tersebut dapat dilakukan karena
pada penelitian kualitatif yang dilihat adalah fenomenologi bukan data kuantitatif.
Kriteria inklusi dan eksklusi sesuai, studi dapat digeneralisasikan kepada bidang
psikologi, bidang keperawatan atau tenaga kesehatan lain seperti dokter. Bias dari
10
sampel tidak teridentifikasi karena 22 dan 24 sesi dari terapi seni tidak dijelaskan
Dalam artikel ini, strategi pengumpulan dat tidak dijelaskan secara terperinci
hanya dituliskan sehingga pembaca tidak dapat mengidentifikasi teknik kerja dari
penelitian ini, hal tersebut telah dijelaskan pada artikel bahwa peneliti tidak
penelitian tidak dijelaskan pada artikel ini, serta cara pengumpulan data juga tidak
dan hak subyek tidak dieksplisitkan dalam penelitian ini. Mungkin saja, di
makalah asli ditampilkan sedangkan dalam artikel ini tidak ada yang
Tidak ada penggunaan statistic penelitian dalam penelitian ini, data kuantitatif
penelitian. Penyajian table disajikan, namun penilaian HRSA ada yang tidak
11
menggambarkan secara kualitatif hasil dari penelitian yang diperoleh. Namun
diskusi yang digunakan kurang optimal. Peneliti hanya terfokus pada hasil
beberapa penelitian seputar art terapi sejak tahun 2002 sedangkan jurnal yang
dukungan keluarga atau care giver, kondisi fisik, social, spiritual pada
eksplisit, namun jika dilihat dari penelitian lainnya penelitian ini sangat
bermanfaat bagi dunia keperawatan karena art therapy merupakan salah satu
NIC.
12
8 Pertimbangan etik 10 points 0
9 Analisa data 10 points 4
10 Diskusi 10 points 7
11 Kesimpulan 10 points 6
Total 100 55
Isu yang terkait dalam penelitian ini adalah art terapi yang merupakan
salah satu dari teknik perawatan paliatif dan juga terapi modalitas. Dalam
Sakit terutama Rumah Sakit yang memiliki keperawatan anak seperti di RSUP
Sanglah Denpasar. Hambatan dan tantangan yang ada selama pemanfaatan riset
ini adalah menyeimbangkan antara hobi atau kesenangan pasien dengan art
therapy yang akan dilakukan harus sesuai sehingga pelaksanaan art terapi ini
bersifat fleksibel inovatif. Keuntungan dilakukan art terapi ini sangat banyak
Peran perawat dalam pelaksanaan art terapi sangat penting karena disini Art terapi
merupakan salah satu NIC yang merupakan kompetensi seorang perawat sehingga
PEMANFAATAN RISET
13
6 Strategi untuk meningkatkan pemanfaatan riset 15 points 10
7 Tren dari pemanfaatan hasil riset 10 points 10
8 Kesimpulan 10 points 9
Total 100 89
2. Kelayakan
penelitian terkait yang memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan penelitian ini.
Namun, melihat manfaat yang baik dari hasil penelitian ini, untuk lebih
sebagai perbandingan dan kelayakan dari terapi ini untuk diterapkan akan dibahas
pada bab 3 dengan mencantumkan studi literature dan jurnal yang mendukung dan
teknik art terapi yang lebih beragam dan sesuai dengan kemampuan pasien serta
a. Analisis P.I.C.O.T
1) Population
14
M5) dan M (remaja perempuan, berusia 13 tahun 8 bulan, kelas II SMP,
menderita AML M2).
Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling/judgemental.
bahwa siapa yang dapat memberikan informasi terbaik untuk mencapai tujuan dari
penelitian tersebut. Penelitian ini dilakukan di bangsal anak Rumah Sakit Kanker
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A), dan Child Anxiety subscale of the
Revised Children’s Manifest Anxiety Scale (RCMAS) yang diisi oleh subjek, dan
tes grafis, seperti Draw A Person (DAP), Baum, dan House Tree Person (HTP).
2) Intervention
Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian Art terapi
pada pada pasien. Art terapi yang dipilih dalam penelitian ini adalah terapi
menggambar.
3) Comparison
4) Outcome
15
digunakan untuk melihat efektivitas art therapy dalam mengurangi kecemasan
pada remaja penderita leukemia. Desain pre-test/post-test adalah desain yang tepat
untuk mengukur pengaruh atau efektivitas dari suatu program intervensi.
SUBYEK 1 (F)
16
kenapa Tuhan seperti mengambil kebahagiaannya. Rasa marah ini terkadang
keluar melalui mimpi dan rasa mengigau karena
F adalah anak yang baik dan selalu memiliki kontrol.
Dalam keadaan sadar ia bisa mengontrol tingkah lakunya sehingga semua
rasa marahnya ditekan ke dalam alam bawah sadarnya yang akhirnya muncul
dalam bentuk mimpi.
SUBYEK 2 (M)
Sedangkan pada subjek 2 (M) reaksi emosional yang alaminya adalah rasa
takut. M merasa takut dengan kondisi di rumah sakit, yaitu tentang kondisi fisik
pasien. Rasa takut M ini ditunjukkan dengan menjaga jarak dengan pasien lain
yang berada satu kamar dengan dirinya, terutama jika kondisi pasien tersebut
parah. M berusaha tidak terlibat interaksi dengan pasien yang kondisi fisiknya
parah karena M takut pasien tersebut meninggal dan dirinya menjadi terbayang-
bayang dengan pasien tersebut. Ketakutan ini juga ditunjukkan oleh M dengan
tidak mau melihat foto-foto pasien yang telah meninggal yang terpajang di
dinding dekat ruang bermain. Reaksi emosional lainnya yang dirasakan oleh M
adalah perasaan cemas. Kecemasan yang dirasakan oleh M terkait dengan kondisi
fisiknya saat ini, yaitu rambut M yang rontok dan mulai terlihat gundul. M merasa
cemas dengan pendapat orang-orang mengenai penampilannya. Kecemasan ini
membuat M malas untuk beraktivitas di luar ruangan. M menganggap bahwa
penampilannya yang menggunakan masker dan terlihat gundul akan dianggap
aneh oleh orang-orang yang melihat dirinya. Kondisi fisik ini juga membuat M
merasa malu terhadap lingkungan. M juga merasakan adanya perasaan marah
terkait dengan kondisinya saat ini. Rasa marah M berhubungan dengan
keterbatasannya melakukan kegiatan yang disukainya, yaitu bermain basket. Rasa
marah M terlihat dari intonasi suaranya ketika menceritakan kebosanannya berada
di rumah sakit dan tidak bisa bermain basket lagi seperti sebelumnya. M juga
merasakan marah karena banyaknya larangan untuk mengonsumsi makanan-
makanan yang disukainya.
HASIL KUANTITATIF
SUBYEK 1 (F)
17
Berdasarkan pengukuran Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)
menunjukkan bahwa F mengalami kecemasan sedang. Sedangkan berdasarkan
Revised Children’s Manifest Anxiety Scale (RCMAS) faktor kecemasan yang
menonjol adalah faktor II, yaitu worry oversensitivity. Tanda-tanda kecemasan
yang ditunjukkan oleh F adalah gangguan tidur, berkeringat, menghindari kontak
mata, perasaan dan pikiran tentang kekhawatiran, serta
sering menggoyang-goyangkan kaki.
SUBYEK 2 (M)
Berdasarkan pengukuran Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A)
menunjukkan bahwa M mengalami kecemasan berat. Sedangkan berdasarkan
Revised Children’s Manifest Anxiety Scale (RCMAS) faktor kecemasan yang
menonjol adalah faktor III, yaitu physilogical
concerns. Tanda-tanda kecemasan yang ditampilkan oleh M adalah menghindar,
gangguan tidur, gangguan pencernaan, memiliki perasaan dan pikiran tentang
kekhwatiran, serta sering mengoyang-goyangkan kakinya.
OBSERVASI DALAM PROSES SESI MENGGAMBAR
F dan M keduanya adalah remaja yang cukup tertutup sehingga art therapy
melalui kegiatan menggambar merupakan bentuk terapi yang lebih sesuai untuk F
dan M dalam mengurangi kecemasan yang dialami oleh F dan M. Melalui
kegiatan menggambar, F dan M merasa lebih nyaman dan aman karena mereka
tidak merasa sedang diintrograsi untuk menceritakan apa yang mereka rasakan
dan pikirkan terkait dengan kondisi mereka saat ini yang sedang menjalani
pengobatan leukemia di rumah sakit. Memaksa remaja untuk menceritakan apa
yang mereka rasakan dan pikirkan justru membuat mereka merasa tidak nyaman.
Ketika remaja ditanya mengenai keadaannya mereka pasti akan menjawab baik-
baik saja. Melalui proses art therapy remaja dibuat untuk merasa aman dan
nyaman. Gambar yang dibuat, nuansa gambar, pemilihan warna mencerminkan
kondisi F dan M saat itu. Melalui gambar-gambar yang dibuat oleh F dan M dapat
menunjukkan apa yang sedang dipikirkan dan dipikirkan oleh F dan M. Begitu
juga dengan terjalinnya hubungan tereupatik yang hangat dengan F dan M
membuat F dan M menjadi terbuka untuk mencerikan permasalahan-
18
permasalahan yang mereka alami terkait dengan kondisi keduanya saat ini yang
sedang menjalani pengobatan leukemia di rumah sakit. Pada akhirnya dengan
kemampuan F dan M untuk memahami permasalahan yang mereka rasakan dapat
menimbulkan insight bagi keduanya dan menyelesaikan permasalahan yang ada,
yaitu mengurangi tingkat kecemasan yang dirasakan oleh F dan M.
5) Time
terperinci dalam artikel, diperkirakan pada tahun 2010 karena artikel diterbitkan
19
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
20
kematiannya sesuai dengan golongan usia yaitu usia pra sekolah, usia sekolah dan
remaja.
Pada jurnal Foster, Terah (2012), dikemukakan bahwa pelayanan paliatif
yang dilakukan dengan menekankan pada pengenalan gejala gangguan spiritual
(individu, keluarga dan lingkungan) dan penatalaksanaan pada pasien dengan
penyakit terminal. Disini dijelaskan tentang gejala dan verbal yang sering
dikemukakan oleh pasien anak menjelang ajalnya. Pemberian terapi dilakukan
setiap hari dengan prinsip holistic care. Berbagai terapi diberikan pada pasien
anak dengan penyakit terminal seperti intervensi kesehatan spiritual yang
mencakup terapi komunikasi. Terapi fisik, terapi sendiri (terapi seni, terapi music,
bercerita)
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
21
anak yang mengalami kanker selama perawatan di rumah sakit atau di rumah agar
memberikan art terapi kepada mereka, namun art terapi tersebut sesuai dengan
kemampuan, minat, motivasi dan melakukan terapi terseebut secara berkelompok
dengan keluarga sehingga kehidupan social anak akan lebih baik.
2. Ruang Anak
Diharapkan ruangan anak dapat melakukan terapi yang efektif pada pasien
anak terutama melakukan pengkajian terlebih dahulu untuk pemberian art terapi
seperti memasukkan pertanyaan tentang kegiatan seni yang diminati ke dalam
pengkajian keperawatan terutama kebutuhan rekreasi sehingga perawat dapat
menyarankan kepada orang tua teknik art terapi yang tepat inovatif untuk pasien
tersebut selama perawatan di rumah sakit.
3. Institusi Pendidikan
Institusi pendidikan diharapkan lebih mengembangkan art terapi ini dengan
pembuatan SOP art terapi yang beragam sesuai umur anak, sehingga mahasiswa
memiliki banyak pilihan terapi dan sesuai dengan tingkat perkembangan anak
tersebut serta tidak membosankan.
DAFTAR PUSTAKA
22
CancerHelps. What is art therapy. Diambil tanggal 26 September 2007, dari
http://www.cancerhelp.org,uk/help. default.asp?page=25615.
Malchiodi, C.A. (2001). Trauma and Loss : Research and Interventions, volume 1
number 1, 2001.Malchiodi, C.A. (2003). Handbook of Art Therapy.
Guilford Publications.
Rusepno, H., Husein, A. Buku kuliah Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.1985.
Tehuteru, E.S. Leukemia pada anak : selalu ada harapan. Diambil tanggal 11
Febuari 2009, dari http://www.dharmais,co,id/
23