Anda di halaman 1dari 17

BAB I

1.1 Latar Belakang

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).

Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif seperti
penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis
10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-
60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif
berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59
tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi tumor/kanker di


Indonesia adalah 1.4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang, diabete melitus 2.1%,
jantung koroner (PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74
tahun yaitu 3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan kasus HIV sekitar
30.935, kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar 1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit
jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014).

Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan bahwa kebutuhan pasien paliatif
tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual yang dilakukandengan pendekatan yang
dikenal sebagai perawatan paliatif.

Romadoni (2013) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan


beribadah, rasa nyaman, motivasi dan kasihsayang tehadap sesama maupun sang
penciptanya. Spiritual merupakan bagian penting dalam perawatan, ruang lingkup dari
pemberian dukungan spiritual adalah meliputi kejiwaan, kerohanian dan juga keagamaan.
Susilawati (2015) mengatakan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung akan selalu siap memberi pertolongan dan bantuan yang diperlukan. Adanya
dukungan keluarga mempermudah penderita dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan
persoalan-persoalan yang dihadapinya juga merasa dicintai.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian paliatif care?


2. Bagaimana sejarah perkembangan paliatif care?
3. Perbedaan perawatan paliatf vs perawatan Rumah Sakit?
4. Bagaimana sejarah perawatan paliatif di Amerika Serikat?
5. Bagaimana praktek paliatif care?
6. Apa tujuan paliatif care?
7. Bagaimana karakteristik paliatif care?
8. Bagaimana klasifikasi paliatif care?
9. Bagaimana kebijakan paliatif care di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan : Umum dan Khusus

a. Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menambah pengetahuan lebih luas tentang “Materi
Perkembangan Paliatif Care”

b. Khusus
Mahasiswa mampu menjelaskan yang berkaitan dengan “Materi Perkembangan Paliatif
Care” pada mahasiswa yang lain, yaitu :
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian paliatif care
b. Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah perkembangan paliatif care
c. Mahasiswa mampu menjelaskan perawatan paliatif vs perawatan Rumah Sakit
d. Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah perawatan paliatif di Amerika Serikat
e. Mahasiswa mampu menjelaskan praktek paliatif care
f. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan paliatif care
g. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik paliatif care
h. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi paliatif care
i. Mahasiswa mampu menjelaskan kebijakan paliatif care di Indonesia
1.4 Sistematika Penulisan
Penulis membuat sistematika penulisan dengancara membaginya kedalam 3 bab dimana
masing-masingnya mempunyai kaitan satu sama lain secara sistematika yaitu sebagai berikut
:
BAB I PENDAHULUAN : Dalam bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan ada umum dan khusus, sistematika penulisan, dan manfaat penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI : Dalam bab ini teori-teori perkembangan paliatif care
BAB III PENUTUP : Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA

1.5 Manfaat Penulisan

a. Manfaat yang diharapkan bagi pendidik :


Sebagai suatu sarana untuk meningkatkan pengetahuan yang telah didapat dari materi
perkembangan paliatif care ini. Yang sebenernya sebagai masukan bagi semua
mahasiswa dalam upaya menjelaskan, mampu berdiskusi dalam perkuliahan, dapat
digunakan sebagai acuan, dan referensi dalam pembelajaran.
a. Manfaat yang diharapkan bagi keperawatan :
Perawat dapat mengetahui dan memahami mengenai perkembangan paliatif care.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian Palitaif Care

World Health Organization, perawatan paliatif adalah penndekatan yang bertujuan


meningkatkan kualitas hidup pasien baik itu pasien dewasa maupun anak-anak serta
keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan
pendekatan rasa sakit melalui identifikasi didni, pengkajian yang sempurna, dan
penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial dan spritual. Tujuan
utamanya yaitu meningkatkan kualitas kehidupan baik bagi pasien dan juga keluarganya.
Perawatan paliatif merupakan kolaborasi dari tim yang terdiri daari dokter, perawat, dan
tenaga ahli lainnya untuk menyediakan dukungan. Perawatan paliatif bisa untuk pasien usia
berapa saja dan pada stage sakit berapa saja serta dapat berdampingan dengan perawatan
kuratif (Vadivelu, Kaye and Berger, 2013; Pantilat et al., 2015).

Definisi Palliative Care telah mengalami beberapa evolusi. Menurut WHO pada 1990
Palliative Care adalah perawatan total dan aktif dari untuk penderita yang penyakitnya tidak
lagi responsive terhadap pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini maka jelas Palliative
Care hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya sudah tidak respossif terhadap
pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun.
Tetapi definisi Palliative Care menurut WHO 15 tahun kemudian sudah sangat berbeda.
Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa perawatan paliatif
adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara
meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial
mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang
kehilangan/berduka.

Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative Care diberikan sejak diagnosa ditegakkan
sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa
disembuhkan atau tidak, mutlak Palliative Care harus diberikan kepada penderita itu.
Palliative Care tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan
memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Palliative Care tidak hanya
sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis,
sosial dan spiritual.

Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya
penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu,
namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik
adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait.
Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi
fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care atau perawatan
paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-
medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.

Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif
berpijak pada pola dasar berikut ini :

1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.

2.2 Sejarah Perkembangan Paliatif Care


Munculnya palliative care di dunia dimulai dari sebuah gerakan rumah sakit pada awal
abad ke-19, kaum beragama menciptakan hospice yang memberikan perawatan untuk orang
sakit dan sekarat di London dan Irlandia. Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan paliatif
telah menjadi suatu pergerakan yang besar, yang mempengaruhi banyak penduduk.
Pergerakan ini dimulai sebagai sebuah gerakan yang dipimpin relawan di Negara-negara
Amerika dan telah berkembang menjadi bagian penting dari system perawatan di kesehatan.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak tahun 1960-an. Cicely Saunders
seorang pekerja yang merintis perawatan ini dimana sangat memiliki peran penting dalam
menerik perhatian pasien pada akhir kehidupannya saat mengidap penyakit ganas stadium
lanjut. Palliative care mulai didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun 1970 dan dating
untuk menjadi sinonim dengan dukungan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual pasien dengan
penyakit yang membatasi hidup, disampaikan oleh tim multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di Jepang. Pendidikan palliative
care masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah kedokteran dan semua sekolah keperawatan.
Dua puluh layanan yang terkait dengan palliative care tersedia di seluruh negeri. Tiga belas
organisasi yang dibangun di Singapura untuk menyediakan palliative care. Modul palliative
care ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah mulai menerapkan di setiap
kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan suatu palliative care pada tahun
1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam rencana kesehatan nasional
Mongolia. Modul palliative care termasuk dalam kurikulum sekolah kedokteran di Mongolia.
Sebuah program pendidikan palliative care telah diterapkan untuk asisten keperawatan di
Selandia Baru. Empat puluh satu pelayanan palliative care ini sudah tersebar di seluruh
negeri dan mulai tahun 2005 palliative care diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula dari adanya perubahan
yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk membahas system penanggulangan penyakit
kanker pada tahun 1989. Penanggulangan penyakit kanker ini harus dilaksanakan secara
paripurna dengan mengerjakan berbagai intervensi mulai dari pencegahan, deteksi dini,
terapi, dan perawatan paliatif.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menerbitkan surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VIII/2007 pada tanggal 19 Juli 2007 yang berisi
keputusan Menkes tentang kebijakan palliative care. Dengan terbitnya surat keputusan
tersebut diharapkan bisa menjadi pedoman-pedoman pelaksanaan palliative care di seluruh
Indonesia serta mendorong lajunya pengembangan palliative care secara kualitas maupun
kuantitas.

2.3 Perawatan Paliatif vs Perawatan Rumah Sakit


Perbedaan antara perawatan paliatif dan hospis berbeda-beda bergantung pada konteks
global.
Di Amerika Serikat, layanan rumah sakit dan program perawatan paliatif memiliki tujuan
yang sama untuk mengurangi gejala yang tidak menyenangkan, mengendalikan rasa sakit,
mengoptimalkan kenyamanan, dan mengatasi tekanan psikologis. Perawatan rumah sakit
berfokus pada kenyamanan dan dukungan psikologis dan terapi kuratif tidak dilakukan. Di
bawah Medicare Hospice Benefit, individu yang disertifikasi oleh dua dokter memiliki masa
hidup kurang dari enam bulan (dengan asumsi kursus biasa) memiliki akses ke layanan
hospice khusus melalui berbagai program asuransi ( Medicare , Medicaid , dan sebagian
besar organisasi pemeliharaan kesehatan dan perusahaan asuransi swasta ). Manfaat rumah
sakit individu tidak dicabut jika individu tersebut hidup melebihi jangka waktu enam bulan.
Di luar Amerika Serikat, istilah hospice biasanya mengacu pada bangunan atau institusi yang
berspesialisasi dalam perawatan paliatif. Lembaga-lembaga ini memberikan perawatan
kepada pasien dengan akhir hidup dan kebutuhan perawatan paliatif. Dalam bahasa sehari-
hari di luar Amerika Serikat, perawatan rumah sakit dan perawatan paliatif adalah sama dan
tidak bergantung pada cara pendanaan yang berbeda. 
Lebih dari 40% dari semua pasien sekarat di Amerika saat ini menjalani perawatan rumah
sakit. Sebagian besar perawatan rumah sakit dilakukan di lingkungan rumah selama minggu /
bulan terakhir kehidupan mereka. Dari pasien tersebut, 86,6% percaya bahwa perawatan
mereka "luar biasa". Filosofi Hospice adalah bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan,
sehingga bersifat pribadi dan unik. Pengasuh didorong untuk mendiskusikan kematian
dengan pasien dan mendorong eksplorasi spiritual (jika mereka menginginkannya). 

2.4 Sejarah Perawatan paliatif di Amerika Serikat


Bidang perawatan paliatif tumbuh dari gerakan rumah sakit, yang umumnya dikaitkan
dengan Dame Cicely Saunders , yang mendirikan Rumah Sakit St. Christopher untuk orang
yang sakit parah pada tahun 1967, dan Elisabeth Kübler-Ross yang menerbitkan karya
pentingnya " On Death and Dying " pada tahun 1969.  Pada tahun 1973, Balfour Mount ,
seorang ahli urologi akrab dengan Drs. Karya Saunders dan Kübler-Ross, menciptakan
istilah "perawatan paliatif" dan menciptakan bangsal perawatan paliatif pertama di Royal-
Victoria Hospital di Montreal.  Pada tahun 1987, Declan Walsh mendirikan layanan
pengobatan paliatif di Cleveland Clinic Cancer Center di Ohio yang kemudian berkembang
menjadi tempat pelatihan persekutuan penelitian dan klinis perawatan paliatif pertama serta
unit rawat inap nyeri akut dan perawatan paliatif pertama. di Amerika Serikat.  Program ini
berkembang menjadi The Harry R. Horvitz Center for Palliative Medicine yang ditetapkan
sebagai proyek demonstrasi internasional oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan diakreditasi
oleh European Society for Medical Oncology sebagai Pusat Terintegrasi Onkologi dan
Perawatan Paliatif. 
Kemajuan dalam perawatan paliatif sejak itu telah mengilhami peningkatan dramatis dalam
program perawatan paliatif berbasis rumah sakit. Hasil penelitian penting yang meneruskan
implementasi program perawatan paliatif meliputi:
- Bukti bahwa tim konsultasi perawatan paliatif rumah sakit dikaitkan dengan rumah sakit
yang signifikan dan penghematan biaya sistem kesehatan secara keseluruhan. 
- Bukti bahwa layanan perawatan paliatif meningkatkan kemungkinan meninggal di
rumah dan mengurangi beban gejala tanpa memengaruhi kesedihan pengasuh di antara
sebagian besar orang Amerika yang lebih memilih untuk meninggal di rumah. 
- Bukti bahwa memberikan perawatan paliatif bersama-sama dengan perawatan onkologi
standar di antara pasien dengan kanker stadium lanjut dikaitkan dengan tingkat depresi
yang lebih rendah, peningkatan kualitas hidup, dan peningkatan panjang kelangsungan
hidup dibandingkan dengan mereka yang menerima perawatan onkologi standar. [23] 
Lebih dari 90% rumah sakit AS dengan lebih dari 300 tempat tidur memiliki tim perawatan
paliatif, namun hanya 17% rumah sakit pedesaan dengan 50 tempat tidur atau lebih yang
memiliki tim perawatan paliatif.  Pengobatan paliatif telah menjadi sub-spesialisasi
kedokteran bersertifikat dewan di Amerika Serikat sejak tahun 2006. Selain itu, pada tahun
2011, Komisi Bersama memulai Program Sertifikasi Lanjutan untuk Perawatan Paliatif yang
mengakui program rawat inap rumah sakit yang menunjukkan perawatan yang luar biasa dan
peningkatan kualitas hidup orang dengan penyakit serius

2.5 Praktek
1. Penilaian Gejala
Salah satu instrumen yang digunakan dalam perawatan paliatif adalah Edmonton
Symptom Assessment Scale (ESAS), Skor 0 menunjukkan tidak adanya gejala, dan skor
10 menunjukkan kemungkinan tingkat keparahan yang paling buruk. Instrumen dapat
dilengkapi oleh pasien, dengan atau tanpa bantuan, atau oleh perawat dan kerabat. 

2. Perawatan akhir hidup


Informasi lebih lanjut: Perawatan di akhir masa hidup Pengobatan yang digunakan dalam
perawatan paliatif dapat menjadi obat yang umum tetapi digunakan untuk indikasi yang
berbeda berdasarkan praktik yang sudah mapan dengan berbagai tingkat bukti. 
Contohnya termasuk penggunaan obat antipsikotik untuk mengobati mual, antikonvulsan
untuk mengobati nyeri, dan morfin untuk mengobati dispnea. Rute pemberian mungkin
berbeda dari perawatan akut atau kronis, karena banyak orang dalam perawatan paliatif
kehilangan kemampuan untuk menelan. Rute pemberian alternatif yang umum adalah
subkutan, karena tidak terlalu traumatis dan tidak terlalu sulit untuk dipertahankan
daripada obat intravena. Rute administrasi lainnya termasuk sublingual, intramuskular
dan transdermal. Pengobatan sering kali ditangani di rumah oleh keluarga atau dukungan
perawat. 

Intervensi perawatan paliatif di panti jompo dapat berkontribusi untuk menurunkan


ketidaknyamanan bagi penghuni demensia dan meningkatkan pandangan anggota
keluarga tentang kualitas perawatan.  Namun, penelitian berkualitas lebih tinggi
diperlukan untuk mendukung manfaat intervensi ini bagi lansia yang meninggal di
fasilitas ini. 

3. Berurusan dengan kesusahan


Lihat juga: Kesulitan dalam perawatan kanker
Bagi banyak pasien, perawatan di akhir hayat dapat menyebabkan tekanan emosional dan
psikologis, yang berkontribusi pada penderitaan total mereka.  Sebuah tim perawatan
paliatif interdisipliner yang terdiri dari seorang profesional kesehatan mental, pekerja
sosial , konselor , serta dukungan spiritual seperti seorang pendeta , dapat memainkan
peran penting dalam membantu orang dan keluarganya mengatasi dengan menggunakan
berbagai metode seperti konseling, visualisasi, metode kognitif, terapi obat dan terapi
relaksasi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hewan peliharaan paliatif dapat berperan
dalam kategori terakhir ini. 
- Nyeri total
Pada 1960-an, pelopor rumah sakit Cicely Saunders pertama kali memperkenalkan
istilah "nyeri total" untuk menggambarkan sifat nyeri yang heterogen. Ini adalah
gagasan bahwa pengalaman pasien tentang rasa sakit total memiliki akar yang
berbeda di alam fisik, psikologis, sosial dan spiritual tetapi semuanya masih terkait
erat satu sama lain. Mengidentifikasi penyebab nyeri dapat membantu memandu
perawatan untuk beberapa pasien, dan memengaruhi kualitas hidup mereka secara
keseluruhan.
- Sakit fisik
Nyeri fisik dapat ditangani dengan menggunakan obat pereda nyeri selama obat
tersebut tidak menempatkan pasien pada risiko lebih lanjut untuk mengembangkan
atau meningkatkan diagnosis medis seperti masalah jantung atau kesulitan
bernapas.Pasien di akhir hayat dapat menunjukkan banyak gejala fisik yang dapat
menyebabkan rasa sakit yang luar biasa seperti dispnea [36] (atau kesulitan
bernapas), batuk, xerostomia (mulut kering), mual dan muntah, sembelit,
demam, delirium , berlebihan sekresi oral dan faring (" Death Rattle "). Radiasi
biasanya digunakan dengan tujuan paliatif untuk mengurangi rasa sakit pada pasien
kanker. Karena efek dari radiasi mungkin memerlukan waktu berhari-hari hingga
berminggu-minggu untuk terjadi, pasien yang meninggal dalam waktu singkat
setelah perawatan mereka kemungkinan tidak menerima manfaat.
- Sakit psikososial
Setelah rasa sakit fisik segera ditangani, penting untuk diingat untuk menjadi
pengasuh yang penuh kasih dan empati yang ada untuk mendengarkan dan
mendampingi pasien mereka. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat
stres dalam hidup mereka selain rasa sakit dapat membantu mereka menjadi lebih
nyaman. Ketika kebutuhan pasien terpenuhi, mereka akan cenderung terbuka
terhadap gagasan rumah sakit atau perawatan di luar perawatan
kenyamanan. Memiliki penilaian Psikososial memungkinkan tim medis untuk
membantu memfasilitasi pemahaman pasien-keluarga yang sehat tentang
penyesuaian, penanganan, dan dukungan. Komunikasi antara tim medis dan pasien
serta keluarga ini juga dapat membantu memfasilitasi diskusi tentang proses
memelihara dan meningkatkan hubungan, menemukan makna dalam proses sekarat,
dan mencapai rasa kendali saat menghadapi dan mempersiapkan kematian. 
- Sakit spiritual
Spiritualitas adalah komponen fundamental dari perawatan paliatif. Menurut
Pedoman Praktik Klinis untuk Kualitas Perawatan Paliatif, spiritualitas adalah "aspek
dinamis dan intrinsik kemanusiaan ..." dan telah dikaitkan dengan "peningkatan
kualitas hidup bagi mereka yang menderita penyakit kronis dan
serius ...".  Keyakinan dan praktik spiritual dapat memengaruhi persepsi rasa sakit
dan kesusahan, serta kualitas hidup di antara pasien kanker stadium lanjut. 

2.6 Tujuan Paliatif Care


Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya,
meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu
pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga
agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Palliative care tidak bertujuan untuk
mempercepat ataypun menunda kematian.

2.7 Karakteristik Palliative Care

Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya
mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial,
psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan melayani
sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat rumah (home
care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien,
terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk
memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan
keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual.
Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang
merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan
respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog atau
psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dan lain-lain.
Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
1. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya,
termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan
penyakit.
9. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih
memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.

2.8 Klasifikasi Palliative Care


Palliative care / perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi beberapa macam diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan. Terapi religious sangat
penting dalam memberikan palliative care. Kurangnya pemenuhan kehidupan beragama,
menimbulkan masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-masing agama
sangat membantu dalam mengembangkan palliative care.
Terkadang palliative care spiritual sering disamakan dengan terapi paliatif religious.
Palliative care spiritual bisa ditujukan kepada pasien yang banyak meyakini akan adanya
Tuhan tanpa mengalami ritual suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius dimana
selain meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah dalam suatu agama.
Dalam agama islam perawatan paliatif yang bisa diterapkan adalah :
a. Doa dan dzikir
b. Optimisme
c. Sedekah
d. Shalat Tahajud
e. Puasa
2. Terapi Paliatif Radiasi
Terapi paliatif radiasi merupakan salah satu metode pengobatan dengan
menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan sel kanker yang akan membantu
pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan. Terapi radiasi dapat diberikan melalui dua
cara. Pertama dengan menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua dengan brakiterapi.
Radiasi eksterna adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi berada di luar tubuh
pasien. Radiasi ini menggunakan suatu mesin yang mengeluarkan radiasi yang ditujukan
kea rah sel kanker. Brakiterapi adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi
diletakkan di dalam tubuh pasien dekat dengan sel kanker tersebut. Peran radioterapi
pada palliative care terutama adalah untuk mengatasi nyeri, yaitu nyeri yang disebabkan
oleh infiltrasi tumor local.
3. Terapi Paliatif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk memperkecil masa tumor
dan kanker dan untuk mengurangi nyeri, terutama pada tumor yang kemosensitif.
Beberapa jenis kanker yang sensitive terhadap kemoterapi dan mampu menghilangkan
nyeri pada lymphoma. Myeloma, leukemia, dan kanker tentis.Pertimbangan pemakaian
kemoterapi paliatif harus benar-benar dipertimbangkan dengan menilai dan mengkaji
efek positif yang diperoleh dari berbagai aspek untuk kepentingan pasien.
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk mengurangi nyeri
dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh akibat desakan massa tumor /
metastasis. Pada umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah ortopedi / bedah
untuk mengatasi obstruksi visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan pada stadium
paliatif adalah fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur limpeding / tulang panjang.
5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke, demikian hasil riset
yang dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang rajin mendengarkan music setiap hari,
menurut hasil riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan
memiliki mood yang lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik. Musik
memang telah lama digunakan sebagai salah satu terapi kesehatan, penelitian di Finlandia
yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset pertama yang membuktikan efeknya pada
manusia. Temuan ini adalah bukti pertama bahwa mendengarkan music pada tahap awal
pasca stroke dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya
perasaan negative.
6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra fisik, harga diri
dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah / dikurangi
dengan melakukan penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat
dilaksanakan secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat
sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa
bermanfaat dalam menerapi banyak gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress,
fobia (ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau keadaan tertentu), gangguan
kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.

2.9 Kebijakan Palliative Care di Indonesia


Kebijakan ini berdasararkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007.
1. Tujuan Dan Sasaran Kebijakan
Tujuan kebijakan
a. Tujuan umum:
Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia.
b. Tujuan khusus:
1) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di
seluruh Indonesia
2) Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
3) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

2. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif


a. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang
memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia.
b. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga
terkait lainnya.
c. Institusi-institusi terkait, misalnya:
1) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
2) Rumah Sakit pemerintah dan swasta
3) Puskesmas
4) Rumah perawatan/hospis
5) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

3. Lingkup Kegiatan Palliative Care


a. Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
1) Penatalaksanaan nyeri.
2) Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
3) Asuhan keperawatan
4) Dukungan psikologis
5) Dukungan sosial
6) Dukungan kultural dan spiritual
7) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b. Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat
rumah.

4. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif


a. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
1) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif
melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara tim perawatan
paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
3) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang membutuhkan
informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang
berisiko dilakukan informed consent.
4) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien sendiri
apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu
yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi dengan keluarga
terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya
melakukannya atas nama pasien.
5) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau
pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau
boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian
menurun (advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang
yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak
kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama
bagi tim perawatan paliatif. 6) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik
pasien, tim perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang
diperlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.

b. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif


1) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat
oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
2) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif.
3) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah
dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced
directive) atau dalam informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
4) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun
demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan
patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan
penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada
dalam tahap terminal dan indakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan
atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.

c. Perawatan pasien paliatif di ICU


1) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-ketentuan
umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas.
2) Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti
pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-
supporting.
d. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
1) Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh
Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah
pasien.
2) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga
medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien
tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non
medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan
harus dipelihara.

5. Sumber Daya Manusia


a. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan,
keluarga, relawan.
b. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan
perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.
c. Pelatihan
1) Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama
antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan
Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktorat Jenderal
Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter,
modul untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga
non medis.
2) Pelatih : Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran.
3) Sertifikasi : dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan Pendidikan
Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi pemutihan untuk
pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah
mengikuti pelatihan.
d. Pendidikan Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran paliatif, ilmu
keperawatan paliatif).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).

Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya,
meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu
pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga
agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Palliative care tidak bertujuan untuk
mempercepat ataypun menunda kematian.

B. Saran
Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata
sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu,
komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang
memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan yang berada di keperawatan kritis untuk
menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif secara maksimal.

Pada permasalahan dalam keperawatan paliatif di ruang perawatan kritis memerlukan


kesiapan yang baik oleh setiap perawat yang berada dalam tatanan kerja tersebut sehingga
dalam pelayanannya dapat dilakukan secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, M. L. (2013) Nurse to Nurse Palliative Care : Expert Interventions. First. New York:
McGraw-Hill Companies. doi: DOI: 10.1036/0071493239.
Doyle, D. and Woodruff, R. (2013) The IAHPC Manual of Palliative Care. 3rd editio, Journal of
Pain and Palliative Care Pharmacotherapy.3rd editio.doi: 10.3109/15360288.2013.848970.

Kelley, A. S. and Morrison, R. S. (2015) ‘Palliative Care for the Seriously Ill’, The New England
Jornal of Medicine, 373(8), pp. 747–755. doi: 10.1056/NEJMra1404684.

Sepulveda, Cecilia; Marlin, Amanda; Yoshida, Tokuo; Ullrich, Andreas (2 Agustus


2002). "Perawatan Paliatif: Perspektif Global Kesehatan Dunia"  . Jurnal Manajemen Nyeri dan
Gejala . 24 (2): 91–96. doi : 10.1016 / S0885-3924 (02) 00440-2 . PMID 12231124 .

Kavalieratos D , Corbelli J, Zhang D, Dionne-Odom JN, Ernecoff NC, Hanmer J,


dkk. (November 2016). "Asosiasi Antara Perawatan Paliatif dan Hasil Pasien dan Pengasuh:
Tinjauan Sistematis dan Meta-analisis" . JAMA . 316 (20): 2104–2114.doi : 10.1001 /
jama.2016.16840  . PMC  5226373 . PMID  27893131 .

Anda mungkin juga menyukai