Anda di halaman 1dari 24

PELENGKAP MODEL PREDIKSI KELEMAHAN DAN KEMATIAN

PADA PASIEN YANG LEBIH TUA SEBAGAI ALAT UNTUK MENILAI


KEBUTUHAN PERAWATAN PALIATIF

Disusun Oleh :
Kelompok 1

1. Nathalia Dwi Gunitawati 19010103


2. Mohammad Farih Nahdi 20010088
3. Muzayyanah 20010092
4. Nafila Nurdiana 20010097
5. Novita Umami 20010101
6. Nur Wahyu Yuliyana 20010105
7. Oktofina Yolanda O. 20010109
8. Qoriroh Putri Amelinda 20010113
9. Rofilatul Hasanah 20010121

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr.SOEBANDI JEMBER
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT . Shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan junjungan dan suri tauladan kita Nabi besar Muhammad
SAW sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Proposal berjudul “Pelengkap
Model Prediksi Kelemahan Dan Kematian Pada Pasien Yang Lebih Tua Sebagai
Alat Untuk Menilai Kebutuhan Perawatan Paliatif”.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada orang-orang yang telah berperan penting sehingga dapat
terselesaikannya proposal ini. Saya menyadari bahwa proposal penetian ini jauh
dari sempurna. Sebagai akhir saya berharap agar proposal ini dapat bermanfaat
dan menjadi kajian bagi banyak pihak.

Jember, 27 Desember 2022

(Kelompok 1)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa
sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan
penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau
spiritual (World Health Organization (WHO), 2016). Menurut WHO (2016)
penyakit-penyakit yang termasuk dalamperawatan paliatif seperti penyakit
kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan
kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan
paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di
karenakan penyakit yang membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang
yang membutuhkan perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60%
dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-
14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).Prevalensi penyakit paliatif di dunia
berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa dan
Asia Tenggara masing-masing 22% (WHO,2014). Benua Asia terdiri dari
Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia
Tenggara.Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam benua
Asia Tenggara dengan kata lain bahwa Indonesia termasuk dalam Negara
yang membutuhkan perawatan paliatif.Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1.4 per
1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang, diabete melitus 2.1%, jantung
koroner (PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65
-74 tahun yaitu 3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan
kasus HIV sekitar 30.935, kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar
1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit jantung dan penyakit diabetes sekitar
1,5% (KEMENKES, 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain,
memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat
saat sekarat dan berduka (Matzo & Sherman, 2015).Penyakit dengan
perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat
disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan perawatan yang
tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien.
Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan
dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka (Canadian Cancer Society,
2016).
Sedangkan lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun.Populasi lansia berdasarkan Perserikatan BangsaBangsa (PBB),
melalui lembagakependudukan dunia United Nation Population Fund Asian
(UNFPA), jumlah lansia tahun 2009 telah mencapai jumlah 737 juta jiwa dan
sekitar dua pertiga dari jumlah lansia tersebut tinggal di Negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia (Ulfah,2009). Di proyeksikan pada tahun
2020 populasi lansia di Indonesia meningkat 7,2%yang hampir sepadan
dengan proporsi lansia di negara-negara maju saat ini (Tamher,S., 2009).
Seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya jumlah
lansia di Indonesia maka berdampak pada meningkatnya tuntutan untuk
merawat para penderita usia lanjut (Tamher, S., 2009)Hal itu dikarenakan,
lanjut usia (lansia) adalah tahap akhir dari kehidupan manusia yang dianggap
sebagai seseorang yang mengalami berbagai perubahan atau penurunan fungsi
kehidupannya baik secara biologis dan fisiologis yang diikuti oleh degenerasi
pada sistem dan organ pada lansia. Perubahan tersebut antara lain perubahan
kesehatan, perubahan fisik, kemampuan motorik, minat, kemampuan mental,
lingkungan, status sosial, dan perubahan-perubahan lainnya (Santoso,
Hanna.,& Ismail, 2009). Penurunan kondisi tubuh dan penurunan kemampuan
fisik yang dialami oleh lanjut usia, menyebabkan lanjut usia menganggap
bahwa hal ini merupakan suatu bencana, karena kematian dapat menjemput
nyawa mereka setiap waktu. Sebagian dari lanjut usia merasa belum siap
untuk menghadapi kematian, sehingga mereka merasa cemas, takut, dan
frustasi menanti datangnya kematian. Kematian adalah suatu kejadian khusus
danmembutuhkan pendekatan khusus dalam intervensinya (Macleod, R.,
Vella-Brincat, J.,& Macleod, 2012).Pendekatan khusus yang dimaksud adalah
dengan adanya perawatan palliativecare pada lansia. Keperawatan paliatif
menawarkan peningkatan kualitas hidup pasiendan keluarga dalam
menghadapi penyakit yang mengancam kehidupan dari pertamadidiagnosis
sampai proses berduka akibat kematian melalui pendekatan psiko-
sosio,kultural, dan spiritual (Macleod, R., Vella-Brincat, J., & Macleod,
2012). Pada jaman sekarang, palliative care ridak hanya difokuskan pada
pasien yang mengalami penyakit kanker saja akan tetapi diperuntukkan juga
bagi pasien yang mengalami penyakit non-kanker, yaitu penyakit-penyakit
degeneratif. (WHO, 2014) Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan
gejala; dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual; dan kondisi
hidup nyaman.
Kelompok satu menggunakan jurnal ini karna telah disetujui oleh salah
satu dosen mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal Dan Paliatif (KMAP).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pelengkap model prediksi kelemahan dan kematian pada pasien
yang lebih tua sebagai alat untuk menilai kebutuhan perawatan paliatif?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengusulkan pendekatan pembelajaran mesin untuk memprediksi
kelemahan dan kematian pada pasien lansia dalam mendukung
pengambilan keputusan Paliatife Care.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pelengkap model prediksi kelemahan pada pasien
lansia sebagai alat untuk menilai kebutuhan Paliatife Care
2. Mengidentifikasi pelengkap model prediksi kematian pada pasien
lansia sebagai alat untuk menilai kebutuhan Paliatife Care
3. Mengidentifikasi pelengkap model prediksi kelemahan dan kematian
pada pasien lansia sebagai alat untuk menilai kebutuhan
perawatan paliatif
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah wawasan bagi ilmu pengetahuan terkait perawatan
paliatif lansia.
1.4.2 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kontribusi dalam
menambahkan minat, motivasi dan sikap dari mahasiswa sehingga dapat
meningkatkan potensi belajar bagi mahasiswanya.
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti tentang tingkat pengetahuan
perawatan paliatif pada lansia.

1.4.4 Bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memahami
pelayanan yang diberikan oleh perawat terkait perawatan paliatif lansia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Menurut Setianto (2004), seorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia menurut Pudjiastuti (2003), lansia
bukan penyakit namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia menurut Hawari (2001),
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
2.1.2 Permasalahan Lansia dengan Berbagai Kemampuan
Proses menua di dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu
hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikarunia umur panjang.
Hanya cepat lambatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing
individu yang bersangkutan. Adapun permasalahan yang berkaitan dengan
lanjut usia antara lain (Juniati dan Sahar, 2001):

1. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan


berbagai masalah, baik secara fisik, biologi, mental, maupun sosial
ekonomis. Semakin lanjut usia seseorang, ia akan mengalami
kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik, yang dapat
mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini
juga mengakibatkan timbulnya gangguan di dalam hal mencakupi
kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan
yang memerlukan bantuan orang lain.
2. Lanjut usia tidak hanya ditandai dengan kemunduran fisik. Kondisi
lanjut usia dapat pula berpengaruh terhadap kondisi mental.
Semakin lanjut seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin
berkurang. Hal itu akan dapat mengakibatkan berkurangnya
integrasi dengan lingkungannya. Hal ini dapat memberikan
dampak pada kebahagiaan seseorang.
3. Pada usia mereka yang telah lanjut, sebagian dari para lanjut usia
tersebut masih mempunyai kemampuan untuk bekerja.
Permasalahan yang mungkin timbul adalah bagaimana
memfungsikan tenaga dan kemampuan mereka tersebut di dalam
situasi keterbatasan kesempatan kerja.
4. Masih ada sebagian dari lanjut usia yang mengalami keadaan
terlantar. Selain tidak mempunyai bekal hidup dan
pekerjaan/penghasilan, mereka juga tidak mempunyai
keluarga/sebatang kara.
5. Dalam masyarakat tradisional, biasanya lanjut usia dihargai dan
dihormati sehinga mereka masih dapat berperan yang berguna bagi
masyarakat. Akan tetapi, dalam masyarakat industri ada
kecenderungan mereka kurang dihargai sehingga mereka terisolasi
dari kehidupan masyarakat.
6. Karena kondisinya, lanjut usia memerlukan tempat tinggal, fasilitas
perumahan dan perawatan yang khusus.
2.1.3 Perubahan Pada Lansia
Penuaan terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari masa
bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menua bukanlah suatu
penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
dengan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam maupun luar tubuh. Menurut Eka A. Kiswanto (2009) sebagai
berikut:
1. Keinginan terhadap hubungan intim dapat dilakukan dalam bentuk
sentuhan fisik dan ikatan emosional secara mendalam.
2. Perubahan sensitivitas emosional pada lansia dapat menimbulkan
perubahan perilaku.
3. Pembatasan fisik, kemunduran fisik, dan perubahan peran sosial
menimbulkan ketergantungan.
4. Pemberian obat pada lansia bersifat palliatif care, yaitu obat ditujukan
untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan lansia.
5. Pemberian obat pada lansia bersifat palliatif care, yaitu obat ditujukan
untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan lansia.
6. Kesehatan mental memengaruhi integrasi dengan lingkungan.
7. JPKM Lansia
2.2 Paliatif
Perawatan paliatif adalah bagian penting dari layanan kesehatan
terintegrasi yang berpusat pada orang di semua level perawatan dan
memiliki kompleksitas perawatan berbeda dibandingkan dengan asuhan
keperawatan yang lain (Carrillo et al., 2019; Josephsen & Martz, 2014).
Perawatan paliatif diberikan kepada pasien yang menderita penyakit
progresif dimulai sejak tegaknya diagnosa hingga akhir kehidupan pasien,
baik fisik, psikologi, sosial dan spiritual sehingga pasien dapat
menghadapi kematian secara berkualitas (quality of death) dan bermartabat
(die with dignity). Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain,
memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa
ditegakkan sampai akhir kehidupan (end of life) dan dukungan terhadap
keluarga yang kehilangan/berduka (bereavement) (Huang et al., 2019).
Filosofi dari perawatan paliatif adalah penguatan pada paradigma care
yang fokus perawatannya adalah treat the patient (patient center) bukan
treat the deasease (deasease center) (Dobrina et al., 2018; Neiman, 2020).
2.3 Jurnal Penelitian Lainnya
Riwayat spiritual dan pengkajian spiritual harus di lakukan pada setiap
pasien baru dan dapat dilakukan secara berkala pada pasien kunjungan
berulang. Riwayat spiritual menggambarkan peran agama dan spiritualitas
terhadap kemampuan pasien untuk mengatasi penyakitnya. Hubungan
terhadap komunitas keagamaan dan spiritualitas merupakan hal yang sangat
penting pada beberapa individu, sehingga pasien mendapat bantuan terutama
pasien yang tinggal seorang diri atau dukungan keluarga yang kurang.
Kelompok keagamaan tersebut dapat melayani dan memberikan bantuan
terhadap pasien. Studi literatur ini mengidentifikasi 6 model pengkajian
spiritual yang lazim digunakan di setting perawatan paliatif yaitu FICA,
FAITH, SPIRIT, HOPE, ETHNIC(S), dan Ars Morendi Model.
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Pertanyaan Klinis


Bagaimana pelengkap model prediksi kelemahan dan kematian pada
pasien yang lebih tua sebagai alat untuk menilai kebutuhan
perawatan paliatif?

3.2 PICO
Population (jenis Intervention Comparison Outcome (Variabel
responden, inklusi (Intervensi yang (Tindakan apa saja yang diuji,
dan eksklusi) diujikan di jurnal, pembanding jelaskan singkat)
beserta prosedur intervensi
singkat) utama, jika ada)
Lansia Kelemahan dan Tidak ada Kelemahan dan
kematian pada pasien kematian pada
yang lansia sebagai alat pasien lansia paliatif
untuk menilai
kebutuhan perawatan
paliatif

3.3 Pelengkap Model Prediksi Kelemahan Dan Kematian Pada Pasien Yang
Lebih Tua Sebagai Alat Untuk Menilai Kebutuhan Perawatan Paliatif

Jurnal 1:

Jurnal yang berjudul : “Pelengkap Model Prediksi Kelemahan Dan Kematian Pada
Pasien Yang Lebih Tua Sebagai Alat Untuk Menilai Kebutuhan Perawatan
Paliatif”

Author: Vicent Blanes-Selva, Ascension Donate-Martinez, Gordon Linklater,


Juan M Garcia-Gomez

Tahun: 2022

Nama Jurnal Dan Edisi: Jurnal Informatika Kesehatan 1-18


Jurnal 2 :

Jurnal yang berjudul “Instrumen Pengkajian Spiritual Care Pasien Dalam


Pelayanan Paliatif: Literature Review”

Author: Yodang Yodang , Nuridah Nuridah

Tahun: 2020

Nama Jurnal Dan Edisi: Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan.
Volume 5.

3.4 Hasil Telaah Jurnal

Jurnal 1 :

Data diambil dari sistem pada 1 November 2019. Kumpulan data berisi catatan
penerimaan rumah sakit untuk pasien yang lebih tua (usia ≥65) dari 1 Januari
2011 hingga 31 Desember 2018. Data berisi total 39.310 episode rawat inap
sesuai dengan 19.753 pasien unik. Kohort terdiri dari 9780 laki-laki dan 9973
perempuan dengan usia rata-rata 80,75 tahun (lihat Tabel 1).
Akhirnya, kami mengelompokkan FI ke dalam empat kategori menurut penelitian
Hoover et al.35 dan menggabungkan dua kondisi kelemahan yang tidak terlalu
parah (Non-Frail + Rentan) dan dua status yang lebih lemah (Frail + Most Frail).
Variabel yang digunakan dalam FI tercantum dalam Tabel 2 dan diekstraksi
sebagai bagian dari 147 variabel asli.

Pengklasifikasi kematian satu tahun

Gradient Boosting Machine dan DNN bekerja sangat dekat (0,87 CI 95% [0,86,
0,87] dan 0,86 CI 95% [0,85, 0,86] AUC ROC), keduanya mengungguli baseline
regresi logistik, hasil lengkap dan metrik pada Tabel 3.

Regresi kelangsungan hidup


Regresi cox menghasilkan MAE 444,8 hari sedangkan model GBM dan DNN
masing-masing mencapai MAE 333,13 dan 338,88 hari. GBM mengungguli
model lain ketika hanya menggunakan sampel dengan kelangsungan hidup

Pengklasifikasi kelemahan satu tahun

Model klasifikasi berdasarkan regresi logistik mencapai AUC ROC sebesar 0,84,
sedangkan GBM dan DNN mengunggulinya dengan AUC ROC sebesar 0,89.
Metrik lengkap untuk klasifikasi kelemahan tersedia di Tabel 5
Kepentingan Gini

Mengikuti metodologi sebelumnya, kami telah menghitung pentingnya Gini untuk


masing-masing model prediksi GBM. Untuk model mortalitas 1 tahun, variabel
yang paling penting adalah: Jumlah Kelompok Aktif, Indeks Charlson, dan Usia.
Dalam tugas regresi: Jumlah Kelompok Aktif, Indeks Charlson dan Layanan
sedangkan dalam versi model hanya memasukkan kasus dengan kelangsungan
hidup

Rincian lengkapnya ada di Tabel 6


Jurnal 2 :

Riwayat spiritual dan pengkajian spiritual harus di lakukan pada setiap


pasien baru dan dapat dilakukan secara berkala pada pasien kunjungan berulang.
Riwayat spiritual menggambarkan peran agama dan spiritualitas terhadap
kemampuan pasien untuk mengatasi penyakitnya. Hubungan terhadap komunitas
keagamaan dan spiritualitas merupakan hal yang sangat penting pada beberapa
individu, sehingga pasien mendapat bantuan terutama pasien yang tinggal seorang
diri atau dukungan keluarga yang kurang. Kelompok keagamaan tersebut dapat
melayani dan memberikan bantuan terhadap pasien. Studi literatur ini
mengidentifikasi 6 model pengkajian spiritual yang lazim digunakan di setting
perawatan paliatif yaitu FICA, FAITH, SPIRIT, HOPE, ETHNIC(S), dan Ars
Morendi Model.

1. Metode FICA
Pengkajian terkait riwayat spiritual pasien dapat menggunakan
metode FICA yang diperkenalkan oleh Puchalski (1998 dalam Matzo &
Sherman, 2010). FICA merupakan singkatan dari faith, influence,
community, dan addressing spiritual concerns. Pegkajian ini telah
digunakan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Belgia, Inggris,
Belanda, dan Brazil (Lucchetti, Bassi & Lucchetti, 2013).
2. Metode FAITH
Metode FAITH merupakan intrumen pengkajian yang sederhana
dan memiliki kerangka kerja berfokus pada pasien sehingga dapat
diaplikasikan oleh tenaga kesehatan professional dan juga mahasiswa
praktek klinis (Neely & Minford, 2009). Metode ini telah di implementasi
di layanan paliatif maupun hospice di beberapa Negara seperti Inggris,
Belanda, Amerika Serikat, Australia.
3. Metode SPIRIT
Metode SPIRIT merupakan model pengkajian spiritual yang
diperkenalkan oleh Highfield (2000 dalam Matzo & Sherman, 2010).
Dalam aplikasi klinis di setting paliatif metode pengkajian ini telah
diimplementasi di Amerika Serikat, Inggris, Australia, Belanda dan
Jerman.
4. Metode ETHNIC(S)
Metode ETHNIC(S) dikembangkan oleh Kobilarz dkk pada tahun
2002 (Timmins & Caldeira, 2017). Metode ini sudah di perkenalkan di
Amerika Serikat, Brazil, dan Inggris. Pengkajian metode ETHNIC(S)
diperuntukkan tenaga kesehatan professional di bidang gerontik, dan
sasarannya untuk pasien kategori lanjut usia.
5. Metode HOPE
Metode HOPE merupakan model pengkajian spiritual yang
dikembangkan oleh Anandarajah dan Hight tahun 2001 (Timmins &
Caldeira, 2017). Metode HOPE telah diimplementasikan di beberapa
negara seperti Amerika Serikat.
6. The Ars Moriendi Model
Metode pengkajian spiritual untuk pasien paliatif yang
dikembangkan oleh Carlo Leget tahun 2003 dikenal dengan istilah the Ars
Moriendi Model (AMM). Pengkajian ini merupakan bentuk
penyederhanaan dari metode FICA, dimana the Ars Morendi Model lebih
felksibel, dan bantuan komunikasi secara praktis untuk proses tanya jawab
terkait spiritual di setting paliatif (Vermandere et al, 2013). AMM
menekankan pada 5 hal penting yaitu otonomi, batasan tindakan medis,
mengatasi penderitaan, perpisahan, kesalahan, dan pertanyaan mengenai
kepercayaan dan makna. Pengkajian AMM model telah diimplemetasikan
di beberapa Negara seperti Australia, Belanda, Belgia, dan Spanyol
(Forcén & Forcén, 2016; Thornton & Phillips, 2009).

HASIL JURNAL 1

Berikut ini merupakan tabel untuk memprediksi kelemahan dan kematian pada
pasien yang lebih tua dalam mendukung pengambilan keputusan perawatan
paliatif

Variabel Kategori Mortalitas Kelemahan


Lansia ≥65 Tahun AUC ROC 0,87 0,89
MAE 333,13 338,88

PEMBAHASAN JURNAL 1

Hasil ini memberikan perspektif pelengkap berdasarkan ukuran objektif


kelemahan untuk memulai PC awal. Penerimaan rata-rata FI adalah 0,27 ± 0,12,
dan bentuknya menyerupai distribusi normal. Ini adalah perilaku yang koheren
dengan temuan di Mitnitski et al. belajar, 14 di mana kelompok yang paling
terganggu memiliki rata-rata FI yang lebih besar, dan distribusinya berbentuk
seperti distribusi normal, berbeda dengan kelompok yang kurang terganggu, yang
memiliki rata-rata FI yang lebih kecil dan dapat didekati menggunakan distribusi
gamma. Korelasi antara penerimaan FI dan target MR kami dalam beberapa hari
adalah ÿ0.10, lebih rendah dari yang dilaporkan dalam ref. 14, yaitu ÿ0,234. Ini
berarti FI yang digunakan dalam pekerjaan ini untuk sampel ini kurang terkait
dengan kematian. Namun, uji Chi-Squared yang dilakukan pada kedua target
biner membuang hipotesis independensi, sehingga dalam sampel kami, kami
dapat mengonfirmasi hubungan yang lemah antara kedua kriteria tersebut.

Kedua kriteria telah disorot sebagai penting untuk mengakses PC dalam penelitian
sebelumnya dan terkait. Namun, mereka mencerminkan dua distribusi yang
berbeda, dan penulis menganggapnya sebagai dua kriteria pelengkap. Oleh karena
itu, kami menyimpulkan bahwa perkiraan terbaik untuk mengambil keuntungan
dari kriteria mortalitas dan kelemahan adalah memiliki model prediktif berbeda
yang bekerja secara bersamaan, meningkatkan informasi untuk mendukung proses
pengambilan keputusan. Penggabungan kriteria kelemahan dapat mewakili nilai
tambah bagi para profesional kesehatan yang memutuskan tentang inklusi dalam
layanan PC. Hal ini sejalan dengan Almagro et al. (2017),57 menunjukkan bahwa
prognosis vital yang buruk sebagai satu-satunya kriteria untuk memulai PC di
antara pasien PPOK harus dinilai secara kritis.

Dampak klinis penelitian ini terletak pada potensi untuk memprediksi hasil yang
merugikan bagi pasien yang dirawat di rumah sakit dalam tahun berikutnya.
Pertama, kami memilih 1 tahun sebagai horizon untuk membuat prediksi
mortalitas; seperti yang dinyatakan di tempat lain,25 lebih dari 12 bulan tidak
diinginkan karena kesulitan dalam prediksi dan keterbatasan sumber daya
program, yang lebih baik untuk fokus pada kebutuhan mendesak. Dengan
demikian, rujukan ke PC dapat difokuskan pada kebutuhan mendesak. Selain itu,
meskipun lebih sulit diprediksi, informasi yang diberikan oleh model regresi
kelangsungan hidup dapat membantu mengontekstualisasikan hasil model
mortalitas 1 tahun. Oleh karena itu, tenaga kesehatan akan didukung dengan
informasi tambahan seperti besarnya waktu yang tersisa sampai kematian dalam
hitungan hari, minggu atau bulan. Memasukkan modelmodel ini ke dalam praktik
klinis dapat membantu mengantisipasi penurunan pasien yang dirawat, yang
memungkinkan profesional perawatan kesehatan untuk mengalokasikan sumber
daya yang langka kepada pasien yang paling membutuhkannya

Kontribusi utama dari pekerjaan ini adalah pengembangan model prediksi


kelemahan, yang merupakan pendekatan baru untuk mencoba mengidentifikasi
pasien yang membutuhkan ACP. Pendekatan kelemahan ini melengkapi
pendekatan mortalitas yang lebih tradisional, yang juga kami coba perkaya dengan
menambahkan klasifikasi mortalitas 1 tahun dan regresi untuk memberikan lebih
banyak informasi kepada pakar kesehatan selama proses pengambilan keputusan
tanpa memberikan beban informasi tambahan yang berlebihan. Ketiga model
tersebut diimplementasikan sebagai Sistem Pendukung Keputusan Klinis online58
yang tersedia untuk semua pakar kesehatan untuk penggunaan akademik hingga
validasi lebih lanjut pada.59 Selain itu, kami telah menunjukkan saling
melengkapi model mortalitas dan kelemahan yang menguji korelasi rendah antara
kedua faktor dalam dataset kami. , jadi kita harus memperlakukannya sebagai
kriteria pelengkap.

3.5 Prosedur Pengkajian Paliatif


Jurnal ini menggunakan pengkajian Deep Neural Network (DNN) dan
Gradient Boosting Machines (GBM) yang diimplementasikan untuk
klasifikasi model mortalitas 1 tahun, model regresi kelangsungan hidup untuk
memberikan lebih banyak informasi tentang prediksi pertama dan model
kelemahan 1 tahun.
Model mortalitas (kematian) 1 tahun ini menggunakan populasi yang
fokus kepada orang dewasa (lansia) tanpa menggunakan orang yang lebih
muda.

Model Regresi kelangsungan hidup model akan digunakan hanya jika


mortalitas 1 tahun memberikan hasil yang positif; hasil awal menggunakan
konfigurasi GBM

Model kelemahan menggunakan variabel yang berisi informasi tentang


status kelemahan saat ini yang dikombinasikan dengan faktor lain seperti
rawat inap sebelumnya di ruang gawat darurat atau usia untuk menentukan
status kelemahan di masa depan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jurnal ini menggunakan pengkajian Deep Neural Network (DNN) dan
Gradient Boosting Machines (GBM) yang diimplementasikan untuk
klasifikasi model mortalitas 1 tahun, model regresi kelangsungan hidup untuk
memberikan lebih banyak informasi tentang prediksi pertama dan model
kelemahan 1 tahun.
4.2 Saran

4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan terkait, diharapkan hasil penelitian ini


dapat menjadi bahan atau materi pembelajaran baik kalangan mahasiswa
pendidikan sarjana maupun profesi.

4.2.2 Bagi Institusi Kesehatan


Kiranya pengkajian ini dapat diterapkan di institusi kesehatan agar
menjadi manfaat bagi penggunanya.
4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan hal-hal


yang ingin diketahui peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

Blanes-Selva, V., Doñate-Martínez, A., Linklater, G., & García-Gómez, J. M.


(2022). Complementary frailty and mortality prediction models on older
patients as a tool for assessing palliative care needs. Health Informatics
Journal, 28(2). https://doi.org/10.1177/14604582221092592

Suprapto, S. (2022). Perilaku Perawat dalam Perawatan Paliatif di Era Pandemic


Covid-19. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 70–74.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.707

Hamidah, P. R., & Siagian, N. (2021). Pengalaman Caregiver Dalam Merawat


Pasien Paliatif Di Panti Werdha Tulus Kasih. Nutrix Journal, 5(1), 19.
https://doi.org/10.37771/nj.vol5.iss1.525

Yodang, & Nuridah. (2020). Instrumen pengkajian spiritual care pasien dalam
pelayanan paliatif : literature review. Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah
Problema Kesehatan, 5(3)(Oktober), 539–549.

Anda mungkin juga menyukai