BLOK ELEKTIF
DISUSUN OLEH:
WILDAN YOGA WINATA
1102011292
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii
Abstrak................................................................................................................iii
Pendahuluan..........................................................................................................1
Case Report...........................................................................................................2
Diskusi..................................................................................................................3
Kesimpulan.........................................................................................................14
Saran...................................................................................................................14
Ucapan Terimakasih...........................................................................................15
Daftar Pustaka.....................................................................................................16
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit yang dialami oleh individu akan memberikan pengaruh besar dalam emosi,
penampilan dan perilaku sosial dan individu. Di lain pihak, aspek psikologi dan sosial juga akan memberikan
pengaruh terhadap kesehatan dan perkembangan penyakit pasien itu sendiri
Presentasi Kasus: Seorang ibu ( 42 tahun) mengidap penyakit kanker serviks stadium terminal. Sebelumnya
telah menjalani terapi sebanyak 25 kali di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta dan belum menunjukkan
tanda perbaika yang kemudian dirujuk ke sebuah rumah sakit kanker di jakarta. Ia tinggal di daerah
kemanggisan ilir, suaminya telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu, ibu ini tinggal di rumah dengan
seorang anak yang telah menikah dan bekerja sebagai karyawan pabrik, di lingkungan rumahnya, ia di kelilingi
oleh tetangga yang masih ada ikatan keluarga dengannya. Ibu ini pun semangat untuk bertahan dengan sakit
yang dihadapinya dikarenakan diperhatikan oleh keluarga
Diskusi dan Simpulan: Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling tergantung
(depkes RI, 1988). Ketika keluarga telah memilih untuk melakukan perawatan paliatif di rumah, di sinilah
dimana keadaan pasien sangat bergantung pada perhatian dan kasih sayang keluarga, bagaimana keluarga itu
memberikan motivasi, semangat, dan perhatian lebih agar menumbuhkan rasa untuk berjuang pasien dalam
melawan kanker
Keywords: sosial, keluarga, psikososial, perawatan paliatif
PENDAHULUAN
Kanker merupakan istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat
mempengaruhi setap organ tubuh. Penyakit kanker sangat di takuti oleh kebanyakan orang.
Hal ini dikarenakan tingginya angka kemattian yang di sebabkan oleh penyakit kanker
(sarafino, 2006 dalam rusli, 2011) pengobatan kanker pada sadium lanjut sangat sulit dan
hasilnya kurang memuaskan (manuaba, 2008). Pada stadium lanjut, pasien kanker tidak
hanya mengalami berbagai masalah fisik, tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Dalam sebuah penelitian oleh
Heydarnejad dkk 2009, mengenai kualitas hidup penderita kanker pasca kemoterapi pada 200
pasien kanker, di dapatkan sebanyak 22 (11%) pasien tingkat kualitas hidupnya baik, 132
(66%) pasien tingkat kualitas hidupnya sedang, dan 46 (23%) pasien kualitas hidupnya buruk.
Oleh sebab itu, kebutuhan pasien tidak hanya pada pemenuhan atau pengobatan gejala fisik,
namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikososial dan spiritual yang
dilakukan dengan pendekatan inter disiplin. Hal inilah yang dikenal sebagai prawatan paliatif
(Menkes RI, 2007)
WHO (2010) menyatakan bahwa semua pasien kanker membutuhkan perawatan
paliatif. Hal ini berarti bahwa perawatan paliatif diberikan sejak awal diagnosa ditegakkan
tanpa mempedulikan stadium penyakit. Pendapat yang berbeda diungkapkan oleh Australian
Palliative Care, yang menyatakan bahwa ketentuan perawatan paliatif tidak harus
berdasarkan waktu, namun atas dasar kebutuhan fisik dan psikososial yang diidentifikasi dari
pasien dan keluarga. Tidak semua orang dengan penyakit yang mengancam nyawa akan
membutuhkan perawatan paliatif (Waller et al., 2011).
Tujuan penulis mengangkat case report yang berjudul : Hubungan Antara Psikososial
dengan Pasien Penyakit Terminal dalam Perawatan Paliatif adalah untuk menjelaskan dam
mengenalkan sistem perawatan paliatif ini, penulis ingin agar perawatan paliatif di kenal
dikalangan masyarakat biasa hingga tenaga medis, karena pasien dengan penyakit terminal
sudah seharusnya dimasukkan kedalam perawatan paliatif dengan pendekatan holistik.
Dengan maksud agar pasien merasa bahwa dia harus berjuang untuk melawan penyakitnya
dan meningkatkan kualitas hidup dari pasien itu sendiri.
CASE REPORT
Identitas pasien:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nama
Jenis kelamin
Usia
Alamat
Agama
Pekerjaan
: Ny. S
: Perempuan
: 42 tahun
: Kemanggisan Ilir
: Islam
:-
Seorang ibu berusia 42 tahun bernama Ny. S mengidap penyakit kanker serviks stadium
terminal , sebelumnya telah dilakukan radiasi sebanyak 25 kali sebelum akhirnya di rujuk ke
salah satu RS kanker di jakarta, setelah mengerti keadaannya pasien pun memilih untuk
perawatan paliatif oleh keluarga dan di rawat di rumah, kondisi ibu komposmentis , tekanan
darah 90/80 mmhg, hb 7, leukosit 6,5, pasien dapat menggerakkan kaki dan sesekali belajar
duduk, terdapat luka terbuka diatas kemaluan setinggi umbilikus berdiameter 12 cm dengan
vena porta terlihat. Luka hanya ditutupi kassa dan perban dengan ditambah dengan
metronidazol bubuk agar membantu penyeraan cairan, pasien mendapatkan kunjungan
berkala oleh tim paliatif RS setempat
Pasien mulai tervonis mengidap kanker serviks dimulai pada tahun 2013 lalu, dan
menjalani terapi radiasi sebanyak 25 kali di sebuah rumah sakit di jakarta pada maret 2013,
namun tak kunjung menunjukkan perbaikan, akhirnya pasien dirujuk ke salah satu rumah
sakit kanker di jakarta pada desember 2014 lalu, pasien sempat berputus asa ingin bunuh diri
karena tidak kuat menahan sakit dan juga ada masalah keluarga yang tidak mendukung
pengobatan pasien, mengenai hal ini akhirnya tim paliatif rumah sakit setempat melakukan
family meeting untuk meluruskan masalah keluarga yang dihadapi ibu ini, setelah menemui
jalan tengahnya akhirnya keluarga mendukung dan ibu pun semangat melawan penyakitnya.
Pasien tinggal di daerah kemanggisan ilir, suami pasien telah meninggal beberapa waktu
yang lalu, di rumah, pasien tinggal dengan seorang anak laki laki yang telah bekerja di
sebuah pabrik di perusahaan swasta dan telah menikah, tetangga pasien masih ada hubungan
keluarga , pasien menjalani perawatan paliatif di rumah di rawat oleh menantunya dengan
ditambah kunjungan berkala dari tim paliatif rumah sakit setempat.
DISKUSI
5
PERAWATAN PALIATIF
Perawatan paliatif menurut Doyle (1998) adalah suatu studi dan penanganan terhadap pasienpasien dengan penyakit yang akitf, progresif dan lama yang prognosisnya terbatas dan fokus
perawatannya adalah pada kualitas hidup. Atau menurut WHO (2002), perawatan paliatif
adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa,
melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual.
Dasar perawatan paliatif adalah pendekatan holistik: pasien dirawat secara seimbang dari
sudut fisik psikologis, sosial (termasuk keluarganya) dan spiritual. Oleh karena itu pola dasar
pemikiran perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penyakit yang dialami oleh individu akan memberikan pengaruh besar dalam emosi,
penampilan dan perilaku sosial individu. Di lain pihak, aspek psikologis, dan sosial juga akan
memberikan pengaruh terhadap kesehatan fisik pasien (johnson, louise c dan l schwartz,
1991) dari penjelasan tersebut maka dapat digambarkan mengenai bagaimana aspek biologis,
psikologis dan sosial saling mempengaruhi. (zastrow, charles dan karen k 1994)
Sistem
Psikologis
Sistem
Sosial
Sistem
Biologis
1) Beberapa alasan penarikan diri dari dunia sosial merupaan hal yang normal dalam
menggambarkan suatu proses kehilangan. Situasi tersebut dapat menimbulkan
kesulitan komunikasi menjadi lebih buruk karena sulit bagi pasien untuk
mengekspresikan perasaannya kepada orang lain sementara pasien juga harus
mempersiapkan diri untuk meninggalkan mereka.
2) Penarikan diri dapat juga disebabkan karena ketakutan akan membuat orang lain
depresi melihat dan memikirkan keadaan pasien. Pasien juga dapat merasa bersalah
karena telah menyita waktu, tenaga dan biaya yang dimiliki keluarganya untuk proses
pengobatan.
3) Penyebab lain penarikan diri dapat disebabkan karena pasien merasakan kepanikan
mengenai kemarian yang akan segera datangdan kemarahan terhadap kehidupan
sehingga pasien ingin menyendiri.
C. MASALAH-MASALAH KOMUNIKASI
Ketika penyakit pasien bertambah buruk, komunikasi dapat pula menjadi menurun.
Penurunan komunikasi tersebut dapat disebabkan karena beberapa faktor. Pertama , kematian
masih merupakan tema yang tabu dalam masyarakan sehingga jarang di bicarakan. Kedua,
pendapat yang salah mengenai apa yang orang lain dengar. Pasien takut akan membuat
keluarga atau staf medis merasa tidak enak karena pasien menanyakan pertanyaan-pertanyaan
tentang kematian. Anggota-anggota keluarga mungkin juga tidak mau membahas mengenai
masalah kematian pasien karena takut pasien belum mengetahui bahwa mereka tidak lagi
memiliki harapan hidup yang panjang sehingga keluarga merasa pembicaraan mengenai
harapan hidup pasien akan membuat pasien stres sehingga membuat kondisi medisnya
semakin memburuk. Ketiga , bahwa setiap prinsip-prinsip dalam komunikasi, secara tidak
langsung , memiliki alasan-alasan pribadi yang kuat untuk tidakmau mendiskusikan
kematian. Kebanyakan pasien tidak ingin mendengar jawaban-jawaban dari pertanyaanpertanyaan mengenai penyakitnya yang tidak mereka tanyakan walaupun sebenernya mereka
ingin mengetahui jawabannya. Hal ini di karenakan pasien merasa takut menghadapi jawaban
bahwa mereka divonis tidak dapat di sembuhkan lagi serta tidak memiliki harapan hidup
yang panjang (zastrow, charles dan karen k 1994)
Berkaitan dengan masalah-maslah psikologis dan sosial yang dihadapi oleh pasien dengan
penyakit terminal, pasien akan melewati lima tahap yang mungkin dilewati oleh pasien
penyakit terminal, yang divonis tidak akan hidup lama lagi, yaitu: (zastrow, charles dan karen
k 1994)
1. Tahap kaget
Biasanya hal ini sudah dilalui oleh penderita penyatik terminal (terminal-ill). Tetapi
adakalanya mereka masih juga kaget dan tidak pervaya bila diberitahu atau menyadari
kondisi sebenarnya. Dalam situasi ini penderita tampak kebingungan bahkan yang
bersangkutan dapat melakukan segala sesuatu tanpa disadari atau tampak seperti
orang linglung. Kecelakaan mudah terjadi pada saat ini. Adakalanya orang orang
tertentu ingin menyendiri untuk mengumpulkan energi dan mental dan ingin membuat
rencana kedepannya.
8
2. Tahap penolakan
Pada tahap ini penolakan sering terjadi tidak saja pada penderita tetapi juga pada
keluarga. Untuk perawatan yang berkualitas sebaiknya keluarga diberi peneranganpenerangan yang intensif agar timbul kesadaran dan tidak lari dari kenyataan.
3. Tahap amarah
Pada tahap ini penderita marahmarah dan tidak jarang menyalahkan keluarga, tim
medis bahkan tuhan atau takdiryang di terimanya. Kondisi yang hipersensitif dan
ledakan emosi yang tidak jarang menjemukan tim keluarga bahkan tim medis, yang
tidak jarang diakhiri dengan saling salah menyalahkan oleh anggota tim.
4. Tahap depresi
Disini penderita pasif sekali bahkan ada yang melakukan penelantaran diri bahkan
percobaan bunuh diri. Pada umumnya untuk para dokter ini adalah tanda tanda ajal
makin dekat. Adakalanya dalam keadaan depresi orang-orang ingin menyendiri untuk
mengumpulkan sisa tenaga dan pemikiran membuat keputusan yang tepat.
5. Tahap Pasrah
Sebetulnya bila seseorang mendekati ajalnya maka ia akan sampai ke tahap pasrah.
Pada tahap ini bila ia masih memiliki kekuatan fisik dan kejernihan berpikir maka
masih ada harapan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus. Pasien terminal biasanya dihinggapi rasa depresi yang berat,
perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya
ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan
spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis
dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam yang kekal.
Menurut konsep Islam, fase akhir tersebut sangat menentukan baik atau tidaknya kematian
seseorang dalam menuju kehidupan alam kekal dan perawat sendiri kelak akan diminta
pertanggungjawaban oleh ALLAH SWT karena upaya pemenuhan kebutuhan pasien di
rumah sakit mutlak diperlukan.
Melihat betapa menderita dan sakitnya pasien yang sedang dalam keadaan sakratul maut,
yang sebaiknya perawat lakukan adalah :
1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Pada sakaratul maut
perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Muslem. 'Jangan sampai seorang dari kamu mati
kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah', selanjutnya Allah berfirman
dalam hadist qudsi, Aku ada pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu
bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik.
2.
3. Berbicara yang baik dan doa untuk jenazah ketika menutupkan matanya. Disamping
berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi
terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda:
'Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami
berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat
Sakit dalam pandangan Islam merupakan bagian dari cobaan yang mengandung
banyak faedah bagi seorang muslim, namun mayoritas manusia tidak mengetahuinya.
Faedah-faedah sakit sesungguhnya adalah: ( imam,2003)
1. Sakit sebagai penebus dosa dan kesalahan
10
11
Sesungguhnya sakit merupakan sebab untuk mencapai kedudukan yang tinggi, hal itu
diindikasikan oleh hadits Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah Swt, ia tidaklah
memperolehnya dengan amalan, Allah Swt senantiasa terus mengujinya dengan
sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnya (HR. al-Hakim dan ia
menshahihkannya 1/495).
4. Sakit merupakan bukti bahwa Allah Swt menghendaki kebaikan terhadap
hamba-Nya
Hal itu ditunjukkan oleh hadits-hadits yang sangat banyak, diantaranya adalah:
1.Hadits Shuhaib bin Sinan r.a, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya
menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi seorang mukmin: jika
ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya, dan
jika ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya (HR.
Muslim no. 2999).
2. Hadits Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
Barangsiapa yang Allah Swt menghendaki kebaikan dengannya, niscaya Dia
menimpakan musibah kepadanya (HR. al-Bukhari No.5645).
3. Hadits Anas bin Malik r.a. dari Nabi Saw, beliau bersabda:
Sesungguhnya besarnya balasan disertai besarnya cobaan, dan sesungguhnya
apabila Allah Swt mencintai suatu kaum, Dia mencoba mereka, barangsiapa yang
ridha maka untuknya keridhaan dan barangsiapa yang murka maka baginya
kemurkaan (HR. at-Tirmidzi no. 5645).
5. Sakit membawa kepada Muhasabah (introspeksi diri)
Sesungguhnya sakit membawa kepada muhasabah (introspeksi diri) dan tidak sakit
membuat orang terperdaya. Hukum ini berdasarkan kebiasaan, pengalaman dan
realita. Sesungguhnya apabila seseorang menderita sakit, ia akan kembali kepada
Rabb-nya, kembali kepada petunjuk-Nya, dan memulai untuk melakukan intropeksi
terhadap dirinya sendiri atas segala kekurangan dalam ketaatan, dan menyesali
tenggelamnya dia dalam nafsu syahwat, perbuatan haram serta penyebab-penyebab
yang mengarah kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Musibah yang engkau terima
dengannya terhadap Allah Swt lebih baik bagimu daripada nikmat yang membuatmu
lupa untuk berdzikir kepada-Nya. (Tasliyatu ahli al-Masha`ib).
6. Sakit menjadi penyebab kembalinya hamba kepada Rabb-Nya
12
KESIMPULAN
Dasar perawatan paliatif adalah pendekatan holistik: pasien dirawat secara seimbang dari
sudut fisik psikologis, sosial (termasuk keluarganya) dan spiritual. Oleh karena itu pola dasar
pemikiran perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sistem biologis, sistem psikologis dan sistem sosial individu saling terikat erat. Untuk itu,
dalam setiap penanganan penyakit, terutama pada pasien dengan penyakit terminal,
13
hendaknya juga memperhatikan kondisi psikologis dan sosial pasien dan keluarga pasien.
Pemberian perawatan yang menyeluruh akan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
SARAN
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada RS Kanker Dharmais dan dr. Maria A.
Witjaksono, Mpall yang telah memberikan bimbingan saat kunjungan ke rumah pasien yang
membutuhkan perawatan paliatif. Kepada dr. Hj. ulfahimayati yang telah memberikan
bimbingannya sehingga laporan kasus ini bisa terselesaikan. Tidak lupa kepada dr. Hj. Riyani
Wikaningrum, DMM, MSc. selaku dosen pengampu bidang kepeminatan palliative care, dr.
Hj. Susilowati, M.Kes selaku koordinator pelaksana blok elektif dan DR. Drh. Hj. Titiek
Djannatun selaku koordinator penyusun blok elektif. Dan terakhir terimakasih kepada seluruh
anggota kelompok 5 palliative care atas kerjasamanya selama blok elektif ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Berliana, Rotua. Peran Pekerja Sosial Medis Dalam Pemberdayaan Keluarga Untuk
Pengobatan dan Pemulihan Penderita Kanker (Skripsi). Depok : FISIP, UI, 1999
KLINIK PALIATIF, Mengutamakan Kualitas Hidup Pasien. Diakses pada 15 April 2015.
Dalam.
http://www.kanopiinsansejahtera.com/content/admin/artikel/klinik
%20paliatif.php
Doyle, Derek, Geoffrey W. C. Hanks & Neil MacDonald. Oxford Textbook of palliatife
medicine : Second Edition. New York: Oxford University Press, Inc. 1998.
15
Zastrow, Charles and KarenK. Kirst Ashman. Understanding Human Behavior and The
Social Enviroment : Third Edition. Illnois, United States: Nelson-Hall, Inc. 1994
Boediwarsono. Perawatan Paliatif Sebagai Upaya Utama-Nyata Dalam Program
Penanggulangan Kanker di Indonesia. Anima. Indonesian Psychological Journal
2002, Vol. 17, No. 4, 318-331.
16