Anda di halaman 1dari 28

Palliative Care dan End of Life Care

(Diskusi Jumat)

Oleh:

Septilia Sugiarti
1718012183

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Palliative Care dan End of Life Care”. Tujuan pembuatan
makalah ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam
pembuatan makalah ini, oleh karena itu kami memohon maaf jika terdapat kesalahan
dalam penulisan makalah ini.

Bandar Lampung, Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 4
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................................. 6
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Paliative Care...............................................................................8
2.2 Tujuan Paliative Care..................................................................................10
2.3 Tujuan dan Sasaran Kebijakan.....................................................................11
2.4 Ruang Lingkup Terapi Paliative..................................................................11
2.5 Klasifikasi Paliative Care.............................................................................12
2.6 Domain Paliative Care.................................................................................12
2.7 Aspek Medikolegal dalam Paliative Care....................................................13
2.8 Sumber Daya Manusia.................................................................................15
2.9 Tempat dan Organisasi Paliative Care.........................................................16
2.10 Tatalaksana Gejala Fisik dan Psikis...........................................................17
2.11 Paliative Care di Indonesia........................................................................18
2.12 Paliative Care di Puskesmas Kampung Sawah..........................................22
BAB III Critical Appraisal
3.1 Validity........................................................................................................23
3.2 Importance..................................................................................................25
3.3 Applicability................................................................................................25
BAB IV Kesimpulan .......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan perawatan paliatif belum pernah lebih besar dan meningkat dengan
cepat, karena populasi dunia yang menua dan peningkatan kanker dan penyakit
tidak menular lainnya. Meskipun kebutuhan yang meningkat ini, perawatan
paliatif terbelakang di sebagian besar dunia, dan di luar Amerika Utara, Eropa,
dan Australia, akses ke perawatan paliatif berkualitas sangat jarang. Perawatan
paliatif berkembang di negara maju terlepas dari mitos dan kesalahpahaman
tentang sifat dan tujuannya, tetapi baru mulai tersedia di negara berkembang yang
paling dibutuhkan (WPCA, 2014).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007


tantangan yang kita hadapi, nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah pasien
dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak
seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis,
cystic fibrosis,stroke, parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika
dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini,
pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan
penyakit tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak
hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup
yang terbaik bagi pasien dan keluarganya (WHO, 2016).

Palliative care/ perawatan paliatif adalah pendekatan untuk meningkatkan kualitas


hidup pasien dan keluarga yang sedang mengalami masalah penyakit terminal
atau mengancam jiwa, melalui pencegahan dan pembebasan penderitaan dengan
identifikasi dini dan evaluasi yang baik, serta tatalaksana nyeri, fisik, psikososial,
dan spiritual (WHO, 2016). Pada kasus yang sulit dinyatakan sembuh atau tidak

4
ada harapan lagi, bahkan mungkin hampir meninggal dunia atau yang dikenal
pasien stadium terminal (PST) tentunya membutuhkan pelayanan yang spesial,
disinilah perawatan paliatif menjadi aspek penting pada pengobatan. Menurut
Kemenkes (2007) yang termasuk penyakit terminal adalah penyakit kanker,
penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke,
parkinson, gagal jantung, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti
HIV/AIDS (Kemenkes, 2007).

Setiap tahunnya dilaporkan adanya peningkatan mengenai penyakit tersebut yang


diderita oleh usia dewasa dan anak-anak. Menurut World Health Organization
(2011), pada tahun 2011, lebih dari 29 juta orang (29.063.194) meninggal dunia
akibat penyakit terminal. Perkiraan jumlah orang yang membutuhkan perawatan
paliatif sebesar 20.4 juta orang. Proporsi terbesar 94% pada orang dewasa
sedangkan 6% pada anak-anak. Apabila dilihat dari penyebaran penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif adalah penyakit jantung (38,5%) dan kanker
(34%) kemudian diikuti oleh gangguan pernapasan kronik (10,3%), HIV/AIDS
(5,7%) dan diabetes (4,5%). Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang
belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak memerlukan perawatan
paliatif (WHO, 2011).

Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan,
gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien
pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/ pengobatan gejala
fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan
spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai
perawatan paliatif. Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk
pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru
perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini

5
agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik. Perawatan
paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan
melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak
mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. (Doyle & Macdonald,
2003)

Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia


masih terbatas di 5 (lima) ibu kota propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar dan Makassar. Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di
Indonesia masih belum merata sedangkan pasien memiliki hak untuk
mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka
diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi
sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan
paliatif. (Kemenkes RI, 2007).

Maka dari itu, diperlukan pembenahan pada pelaksanaan program paliatif care di
pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai layanan kesehatan tingkat
pertama. Tujuannya agar dapat menyediakan dukungan untuk membantu pasien
hidup seaktif mungkin hingga waktunya tiba, menyediakan dukungan untuk
membantu keluarga mengatasi masalahnya terkait penyakit pasien dan rasa
kehilangannya, memberikan dukungan psikologis dan spiritual dalam tatalaksana
pasien, meningkatkan kualitas hidup pasien di wilayah kerja Puskesmas
khususnya, dan masyarakat Indonesia secara umum.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah:
1. Memahami dan mempelajari pengertian paliatif care dan end of life care.
2. Memahami dan mempelajari tujuan, sasaran dan ruang lingkup paliative care
3. Memahami program puskesmas mengenai perawatan paliatif di Puskesmas
Kampung Sawah.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Paliative Care


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien
dan keluarga mereka menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan pemulihan penderitaan dengan cara
identifikasi dini dan evaluasi yang baik serta tatalaksana nyeri, fisik , psikososial
dan spiritual dan masalah lainnya. Perawatan paliatif (WPCA, 2014):
 Menyediakan layanan tatalaksana untuk rasa sakit dan gejala lainnya;
 Menegaskan kehidupan dan menganggap mati sebagai proses normal;
 Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian;
 Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dari perawatan pasien;
 Menawarkan sistem pendukung untuk membantu hidup pasien seaktif
mungkin sampai mati;
 Menawarkan sistem pendukung untuk membantu keluarga mengatasi
penyakit pasien dan dalam kebahagiaan mereka sendiri;
 Menggunakan pendekatan tim untuk menangani kebutuhan pasien dan
keluarga mereka, termasuk konseling berkabung, jika diindikasikan;
 Hak meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif
mempengaruhi jalannya penyakit;
 Berlaku di awal perjalanan penyakit, dalam hubungannya dengan terapi
lain yang dimaksudkan untuk memperpanjang hidup, seperti kemoterapi
atau terapi radiasi, dan termasuk penyelidikan yang diperlukan untuk lebih
memahami dan mengelola komplikasi klinis.

Perawatan paliatif untuk anak-anak mewakili bidang khusus, meskipun terkait


erat dengan perawatan paliatif dewasa. Definisi perawatan paliatif WHO yang

7
sesuai untuk anak-anak dan keluarga mereka adalah sebagai berikut; prinsip-
prinsip berlaku untuk gangguan kronis pediatrik lainnya (WPCA, 2014).
Perawatan paliatif untuk anak-anak adalah perawatan total aktif dari tubuh,
pikiran dan jiwa anak, dan juga melibatkan memberikan dukungan kepada
keluarga.
 Perawatan paliatif dimulai ketika penyakit didiagnosis, dan berlanjut tanpa
memperhatikan apakah seorang anak menerima pengobatan yang
diarahkan pada penyakit.
 Penyedia layanan kesehatan harus mengevaluasi dan meringankan
penderitaan fisik, psikologis, dan sosial anak.
 Perawatan paliatif yang efektif membutuhkan pendekatan multidisiplin
yang luas yang mencakup keluarga dan memanfaatkan sumber daya
masyarakat yang tersedia; itu dapat berhasil diterapkan bahkan jika
sumber daya terbatas.
 Perawatan paliatif dapat disediakan di fasilitas perawatan tersier, di pusat
kesehatan masyarakat dan bahkan di rumah anak-anak.

Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon, dan
Hervey Schipper (1999), adalah:
1. Gejala fisik,
2. Kemampuan fungsional (aktivitas),
3. Kesejahteraan keluarga,
4. Spiritual,
5. Fungsi sosial,
6. Kepuasan terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan),
7. Orientasi masa depan,
8. Kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri,
9. Fungsi dalam bekerja.

8
Menurut Kemenkes RI Nomor: 812, 2007 kualitas hidup pasien adalah keadaan
pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan
sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya.
Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di
rumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan
tenaga paliatif. Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium
terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan
yang harus dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di
rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-
gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri. Sarana
(fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara
medis bagi masyarakat. Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien
sedemikian rupa sehingga mampu menerima dan memahami informasi yang
diperlukan dan mampu membuat keputusan secara rasional berdasarkan informasi
tersebut.

2.2 Tujuan Paliative Care


Perawatan paliatif memiliki fokus pada peredaan rasa sakit, gejala serta stress
akibat penyakit kritis seperti kanker stadium lanjut. Ini merupakan perawatan
medis yang dapat membantu meminimalisir penderitaan serta meningkatkan
kualitas hidup pasien yang menderita penyakit kritis yang mengancam jiwa,
seperti kanker stadium lanjut.
Tujuan Paliative Care (Emmanuel, 2012):
1. Menghilangkan nyeri dan gejala lain yang mengganggu
2. Menyediakan dukungan untuk membantu pasien hidup seaktif mungkin hingga
waktunya tiba.
3.Menyediakan dukungan untuk membantu keluarga mengatasi masalahnya
terkait penyakit pasien dan rasa kehilangannya.
4. Memberikan dukungan psikologis dan spiritual dalam tatalaksana pasien.

9
5. Meningkatkan kualitas hidup dan mempengaruhi perjalanan penyakit secara
positif.
6. Dapat dikombinasikan dengan terapi lain untuk memperpanjang kehidupan
(kemoterapi, radioterapi, dll.).
2.3 Tujuan dan Sasaran Kebijakan
2.3.1. Tujuan Kebijakan
Tujuan umum kebijakan paliatif yaitu sebagai payung hukum dan arahan bagi
perawatan paliatif di Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya adalah
terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di
seluruh Indonesia, tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak
perawatan paliatif, tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih, serta
tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

2.3.2 Sasaran kebijakan pelayanan paliatif


Sasaran kebijakan pelayanan paliatif yaitu seluruh pasien (dewasa dan anak)
dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di
manapun pasien berada di seluruh Indonesia. Untuk pelaksana perawatan
paliatif yaitu dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait
lainnya. Sedangkan institusi-institusi terkait, misalnya Dinas Kesehatan
Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit pemerintah dan
swasta, Puskesmas, Rumah perawatan/hospis, Fasilitas kesehatan pemerintah
dan swasta lain. (Kemenkes RI Nomor: 812, 2007).

2.4 Ruang Lingkup Terapi Paliatif


Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan
keluhan fisik lain, asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social,
dukungan kultural dan spiritual, dukungan persiapan dan selama masa dukacita
(bereavement). Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan /rawat rumah. (Kemenkes RI, 2007).

10
Menurut dr. Maria A. Witjaksono, prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah
sebagai berikut:
1. Menghargai setiap kehidupan.
2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan
pasien dan Keluarga.
7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai
dengan kondisinya sampai akhir hayat.
9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita

2.5 Klasifikasi Paliative Care


Terapi paliatif menurut Lynch et al (2013), diklasifikasikan menjadi enam
tingkat:
Tingkat 1 : tidak ada pelayanan paliatif
Tingkat 2 : proses peningkatan kapasitas pelayanan
Tingkat 3a : pelayanan paliatif terbatas
Tingkat 3b : pelayanan paliatif umum
Tingkat 4a : integrasi pelayanan primer
Tingkat 4b : integrasi pelayanan lanjut

2.6 Domain Terapi Paliatif


Menurut Emmanuel (2012), terdapat empat domain yang penting dalam terapi
paliatif yang harus diperhatikan:
a. Gejala fisik
b. Gejala psikologis
c. Kebutuhan sosial (hubungan interpersonal, pengasuhan, urusan ekonomi)

11
d. Kebutuhan spiritual

Gejala Fisik Gejala Psikologi


Nyeri Kecemasan
Kelemahan Depresi
Sesak Nafas Kehilangan harapan
Insomnia Kehilangan arti
kehidupan
Mulut Kering Iritabilitas
Anoreksia Gangguan Konsentrasi
Mual Muntah Kebingungan
Konstipasi Delirium
Batuk-batuk Libido yang menurun
Pembengkakan Lengan dan
kaki
Gatal-gatal
Diare
Disfagia
Pusing
Inkontinensia urin et alvi
Baal/kesemutan di tangan/kaki

2.7 Aspek Medikolegal Dalam Terapi Paliatif


2.7.1 Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif
a. Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif melalui, komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara
tim perawatan paliatif dengan pasien dan keluarganya.
b. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
c. Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.

12
d. Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien
sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga
terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
e. Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan
atau pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang
harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila
kompetensinya kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat
memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten.
Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi
tim perawatan paliatif.
f. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan
paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan
informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.

2.7.2 Resusitasi/ Tidak resusitasi pada pasien paliatif.


a. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat
dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif..
b. Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif.
c. Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat
keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam
bentuk pesan (advanced directive) atau dalam informed consent menjelang
ia kehilangan kompetensinya.
d. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis.

13
Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu
yang layak dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga
terdekat dapat dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
e. Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien
berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut. (Kemenkes RI Nomor: 812, 2007).

2.7.3 Perawatan pasien paliatif di ICU


a. Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-
ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas.
b. Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti
pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-
supporting. (Kemenkes RI, 2007)

2.7.4 Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif


a. Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah pasien.
b. Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh
tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan
keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada
tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana
dengan pembuat kebijakan harus dipelihara. (Kemenkes RI, 2007)

2.8 Sumber Daya Manusia


a. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial,
rohaniawan, keluarga relawan.

14
b. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti
pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.
c. Pelatihan dilaksanakan dengan modul pelatihan.
 Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama antara para
pakar perawatan paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan
Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktorat
Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari
modul untuk dokter, modul untuk perawat, modul untuk tenaga
kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis.
 Pelatih dalam pelatihan adalah Pakar perawatan paliatif dari RS
Pendidikan dan Fakultas Kedokteran.
 Sertifikasi dikeluarkan dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan
dan Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan
sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima)
propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar.
Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan.
(Kemenkes RI, 2007)
d. Pendidikan.
Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran palliatif, ilmu
keperawatan palliatif) (Kemenkes RI, 2007).

2.9 Tempat dan Organisasi Paliative Care


2.9.1 Tempat Perawatan Paliatif
a. Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang
memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.
b. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.
c. Rumah singgah/panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan
pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum
dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga
kesehatan.

15
d. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,
tindakan khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang
tidak mungkin dilakukan oleh keluarga.
2.9.2 Organisasi Perawatan Paliatif
Organisasi perawatan paliatif menurut tempat pelayanan/sarana
kesehatannya adalah:
a. Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas.
b. Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan kelas
B non pendidikan.
c. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B Pendidikan
dan kelas A.
d. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan
melibatkan semua unsur terkait. (Kemenkes RI, 2007)
2.10 Tatalaksana Gejala Fisik dan Psikis
a. Intervensi dapat berupa farmakologis (berdasarkan etiologi) dan
nonfarmakologis (konseling, terapi perilaku, terapi relaksasi, dll.)
Terapi dalam bentuk komunikasi yang memungkinkan orang untuk berbicara
tentang masalah dan perasaannya dalam lingkungan yang konfidensial dan
dependabel”. (National Health Service, 2014). Tujuan konseling yaitu
membantu mengatasi berbagai kondisi kejiwaan (depresi, cemas, penyakit
jangka panjang, dll.), mengatasi stress yang berhubungan dengan pekerjaan,
mengatasi kehilangan atau keretakan hubungan antar seseorang, memberi
pengertian akan masalah yang dihadapi (National Health Service, 2014).

Saat pasien menderita penyakit terminal atau mengancam jiwa, ada banyak
momen yang berpotensi membuat konflik dan meningkatkan emosi pasien
karena situasi berita buruk. Konseling yang baik meliputi komunikasi efektif
dan empatik yang esensial untuk hal ini.Tujuh langkah efektif untuk
mengkomunikasikan berita buruk: P-SPIKES (Emmanuel, 2012).

16
b. Memastikan adanya perhatian dan kasih sayang dari keluarga, saudara, teman
dekat : kunjungan lebih sering, bantuan aktivitas tertentu, dll.

c. Membuat kelompok pendukung dari komunitas religius untuk menenangkan


pasien berdasarkan agamanya.

2.11 Palliative Care di Indonesia

17
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang sedang menghadapi masalah yang
beruhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial, dan
spiritual (WHO, 2016).

Menurut WHO (1996) terdapat empat aspek mengenai kualitas hidup,


diantaranya :
1. Kesehatam fisik, diantaranya aktivitas sehari-hari, ketergantungan
terhadap zat obat atau alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitas,
rasa sakit dan ketidak nyamanan, tidur dan istirahat, serta kapastas kerja.
2. Kesejahteraan psikologis, diantaranya image tubuh dan penampilan,
perasaan negatif, perasaan positif, harga diri,
spiritualitas/agama/keyakinan pribadi, berpikir, belajar, memori, dan
konsentrasi.
3. Hubungan sosial, diantaranya hubungan pribadi, dukungan social, dan
aktivitas seksual.
4. Hubungan dengan lingkungan, diantaranya sumber keuangan, kebebasan,
keamanan fisik dan keamanan kesehatan dan perawatan sosial.

Perawatan paliatif memiliki fokus pada peredaan rasa sakit, gejala serta stress
akibat penyakit kritis seperti kanker stadium lanjut. Ini merupakan perawatan
medis yang dapat membantu meminimalisir penderitaan serta meningkatkan
kualitas hidup pasien yang menderita penyakit kritis yang mengancam jiwa,
seperti kanker stadium lanjut.

Tujuan umum kebijakan paliatif yaitu sebagai payung hukum dan arahan bagi
perawatan paliatif di Indonesia. Sedangkan tujuan khususnya adalah
terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di
seluruh Indonesia, tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak

18
perawatan paliatif, tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih, serta
tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan. Sasaran kebijakan
pelayanan paliatif yaitu seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota
keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di manapun pasien
berada di seluruh Indonesia (Kemenkes RI Nomor: 812, 2007).

Palliative care atau terapi paliatif di Indonesia dilakukan di rumah sakit dan
diberikan untuk pasien di semua usia. Terapi paliatif juga memperluas layanan
dengan kunjungan rumah dan layanan berbasis komunitas, bergabung dengan
organisasi lain. Organisasi tersebut meliputi puskesmas, Pemberdayaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Indonesian Cancer Foundation
(Rochmawati, et.al, 2015).

Dewasa ini, Menteri Kesehatan sedang giat mempromosikan terapi paliatif


sebagai tatalaksana tersier untuk pasien dengan kanker. Menteri Kesehatan juga
sedang bekerja sama dengan pemerintah regional, organisasi profesi, organisasi
non-pemerintah, dan kelompok lain untuk merealisasikan Indonesian Cancer
Control Program (ICCP) dari tahun 2010 ke 2019. Terapi paliatif termasuk
dalam salah satu program ICCP (WHO, 2016).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.


812/Menkes/SK/VII/2007 tentang Kebijakan Terapi Paliatif di Layanan
Kesehatan di Indonesia, terdapat organisasi paliatif di berbagai layanan
kesehatan: Tim terapi paliatif di pusat layanan kesehatan, Unit terapi paliatif di
RS tipe B, C, dan D (nonpendidikan), Instalasi terapi paliatig di RS tipe B
(pendidikan) dan tipe A. RSCM sebagai rumah sakit tipe A telah membentuk
Instalasi Terapi Paliatif yang disebut Tim Terapi Paliatif dan Akhir Kehidupan
(Palliative and End of Life Care Team).

19
Aktivitas Tim Terapi Paliatif di RSCM:
 Layanan medis: konsultasi dan home care untuk pasien.
 Edukasi/pengembangan: membuat pelatihan dan workshop untuk dokter,
perawat, care giver.
 Penelitian: tentang tatalaksana nyeri, kualitas hidup, kebutuhan terapi paliatif
pasien yang belum terpenuhi.
Mini survey di RSCM pada 95 pasien geriatri yang dirawat, tahun 2015
menunjukkan: Sebagian besar pasien yang membutuhkan terapi paliatif
adalah pasien gagal ginjal kronik (31,6%). Masalah paliatif terbanyak adalah
sesak napas (35%).

Umumnya, implementasi terapi paliatif di Indonesia belum ideal karena


ketakutan dan ketidaktahuan dokter, pasien, dan keluarga, kurangnya
konsolidasi dari tim yang dibentuk, keterbatasan dana yang dapat digunakan
kurangnya care giver paliatif yang terdidik dan terlatih, ketidakrataan distribusi
fasilitas layanan paliatif (sebagian besar terpusat di kota-kota besar).

Rekomendasi untuk terapi Paliatif di Indonesia perlu dilakukan pelatihan,


kursus, seminar tentang terapi paliatif untuk tenaga medis dan paramedis yang
memberikan layanan paliatif, harus diberikan, pemberian modul pendidikan
tentang terapi paliatif dan proses penuaan perlu diberikan secara dini untuk
mahasiswa kedokteran dan paramedis, menambah layanan paliatif di pusat

20
pelayanan kesehatan daerah perifer, seperti RS tipe C atau D, juga penambahan
tenaga paliatif bersertifikasi, yang bersedia ditempatkan disana, memberikan
pendidikan dan motivasi untuk dokter umum untuk memberikan pelayanan
paliatif yang berbasis komunitas, menyediakan layanan kesehatan yang
fasilitasnya lengkap, untuk tenaga medis dan paramedis, agar dapat
memberikan pelayanan paliatif dengan kualitas tinggi, memberdayakan fasilitas
perawatan jangka panjang (long term care), terutama home care untuk layanan
paliatif bagi pasien lansia, membuat pusat pelayanan komunitas yang
komprehensif, dimana masyarakat dapat menerima informasi dan saran dari
fasilitas tersebut, menghubungkan pusat pelayanan komunitas, pusat pelayanan
sosial, tenaga paramedis, sekolah, dan organisasi komunitas lainnya, sehingga
masyarakat bisa mendapatkan konsultasi sekali jalan (one stop consultation)
dan layanan bantuan untuk masalah kesehatan dan gaya hidup. (WHO, 2016).

2.12 Palliative Care di Puskesmas Kampung Sawah

Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Tugas (UPT) dari Dinas Kesehatan


yang berperan sebagai penyelenggara dari tugas teknis operasional Dinas
Kesehatan dan merupakan ujung tombak pembangunan Kesehatan didaerah.
Puskesmas Kampung Sawah merupakan salah satu unit pelaksana tugas kerja
Dinas Kesehatan Tanjung Karang yang memiliki wilayah kerja. Puskesmas
Kampung Sawah memiliki tanggung jawab upaya kesehatan dibidang promotif,
preventif, kuratif dan rehabilatif dengan wilayah kerja terdiri dari 5 kelurahan
yaitu Kota baru, tanjung Agung, Sawah Lama, Sawah brebes dan Kebon Jeruk.
Fungsi dari Puskesmas Kampung Sawah tersebut adalah sebagai pusat
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan
keluarga menuju masayarakat yang mandiri dan sehat serta pusat pelayanan
strata I (pelayanan tingkat dasar).

21
Program khusus palliative care dan end of life care di Puskesmas
kampung Sawah belum ada. Penyakit-penyakit yang membutuhkan terapi
paliatif selama ini langsung di rujuk ke Rumah Sakit.

BAB III
CRITICAL APPRAISAL

Jurnal yang penulis dapat untuk ditelaah berjudul Quality of Life Among
Patients recieving palliative care in South Africa and Uganda: a Multi-centred study.
Jurnal ini telah menjawab pertanyaan dasar telaah jurnal, yaitu:

3.1 Validity
Jurnal ini merupakan suatu jurnal dengan metode penelitian menggunakan
komponen dari proyek kolaboratif 30-bulan dan, proyek Encompass. Selama
proyek Encompass, data kualitatif dan kuantitatif dikumpulkan dalam empat fase
selama validasi dan pengujian African Paliative Care Association. Pada fase yang
dilaporkan di sini, peneliti melakukan survei cross-sectional menggunakan
MVQOLI di tiga layanan perawatan paliatif di Afrika Selatan dan satu layanan
rumah sakit di Uganda. Instrumen yang digunakan adalah dari Missoula Vitas
Quality of Life Index (MVQOLI), dengan validitas r > 0,43 (valid).

Setelah dilakukan telaah jurnal menggunakan “Check List Umum Penilaian


Struktur dan Isi Makalah”, didapatkan hasil sebagai berikut:

22
1. Judul Jurnal
“Quality of life among patients receiving palliative care in South Africa and
Uganda: a multi-centred study”. Judul menarik, menggambarkan isi
penelitian, tidak menggunakan singkatan dan tidak terlalu pendek atau
panjang.
2. Pengarang dan Institusi
Nama pengarang pada penelitian ini telah dituliskan sesuai dengan aturan
baku penulisan. Aturan baku penulisan nama pengarang yaitu nama lengkap
(tidak disingkat), tidak mencantumkan gelar, nama keluarga ditulis lebih
dahulu lalu diikuti dengan nama awal, dan nama dituliskan dibawah judul
sehingga mengikuti standar baku penulisan nama pengarang. Sedangkan
penulisan institusi pada jurnal ini dituliskan sesuai dengan aturan baku
penulisan. Aturan baku penulisan adalah meliputi alamat lembaga afiliasi
penulis, alamat untuk korespondensi tetapi tidak dilengkapi dengan nomor
telepon dan HP, hanya ada kode pos, e-mail.
3. Abstrak
Abstrak jurnal ini sudah memenuhi syarat abstrak yang cukup baik. Abstrak
ditulis secara terstruktur dan sudah tercakup komponen Setiap bagian dari
abstrak merepresentasi isi jurnal yang dijelaskan dengan ringkas dan
informatif. Abstrak terdiri dari 321 kata, tidak sesuai dengan penulisan
abstrak yang baik memiliki jumlah kata tidak lebih dari 250.
4. Pendahuluan
Pendahuluan pada jurnal ini telah memenuhi syarat penulisan pendahuluan
yang baik. Bagian pertama mengemukakan latar belakang penelitian disertai
bagian berikutnya yang menyatakan tujuan penelitian, dan desain yang
digunakan. Pendahuluan didukung oleh pustaka yang kuat dan relevan
ditandai dengan adanya sitasi-sitasi yang merujuk ke daftar kepustakaan.
Pendahuluan juga tidak lebih dari satu halaman.
5. Metode

23
Pada penulisan metode, disebutkan desain, tempat, teknik sampling, populasi
sumber (populasi terjangkau). Pada penulisan dicantumkan kriteria inklusi
dan eksklusi, serta waktu penelitian. Perkiraan besar sample disebutkan
namun tidak disertai alasannya. Disebutkan teknik pengukuran, variable
yang dianalisis, rencana analisis, nilai kemaknaan. Dan dijelaskan
kelemahan yang mungkin terjadi saat penelitian.
6. Hasil
Penulisan hasil didukung dengan adanya tabel deskripsi subjek penelitian.
Tabel menjelaskan lebih ringkas mengenai karakteristik responden
penelitian. Analisis dilakukan dengan uji yang sesuai. Dalam hasil disertakan
pula diagram yang mepermudah pembaca memahami isi jurnal ini. Tidak
disebutkan subyek yang drop out dalam hasil analisis.
7. Pembahasan
Semua hal yang relevan dibahas pada pembahasan. Hal yang dikemukakan
pada hasil tidak sering diulang. Pembahasan dilakukan dengan
menghubungkannya dengan pertanyaan penelitian, teori dan hasil penelitian
terdahulu. Dibahas keterbatasan penelitian, kemungkinan dampaknya
terhadap hasil. Disebutkan kesulitan penelitian, penyimpangan dari protokol
dan kemungkinan dampaknya terhadap hasil. Lalu juga disebutkan saran
untuk penelitian selanjutnya.
8. Kesimpulan
Pada akhir paragraf ditulis kesimpulan dari penelitian tersebut. Kesimpulan
didasarkan pada data yang didapatkan dan ditambahkan dengan hasil
tambahan.
9. Daftar Pustaka
Daftar pustaka disusun sesuai dengan aturan jurnal yang baku. Semua foot
note pada naskah dijelaskan di daftar pustaka dan merujuk pada sumber
yang jelas.

3.2 Importance

24
Penelitian ini cukup penting bagi penyedia pelayanan kesehatan untuk
mengetahui faktor yang berperan dalam keberhasilan dari perawatan paliatif
yang diberikan yaitu kualitas hidup. Secara umum, hasil penelitian ini dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien tersebut. Terdapat lima
subskala yaitu Fungsi, Gejala, Interpersonal, Kesejahteraan, Transenden,
didukung oleh data fisik, sosial, psikologi dan spiritual yang diperkirakan dapat
menjadikan poin untuk menilai kualitas hidup seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran tingkat kualitas hidup paling
berhubungan dengan merasa damai dan memiliki rasa makna dalam hidup lebih
penting bagi pasien daripada kenyamanan aktif atau fisik, dan kesejahteraan
spiritual berkorelasi paling tinggi dengan QOL keseluruhan.

3.3 Applicability
Hasil penelitian ini dapat diterapkan di pelayanan kesehatan sebagai salah satu
pertimbangan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien terhadap
pelayanan paliatif yang diberikan

25
BAB IV
KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:


1. Perawatan paliatif adalah memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga
yang sedang menghadapi masalah yang beruhubungan dengan penyakit yang
mengancam jiwa, melalui pencegahan penanganan nyeri dan masalah-
masalah fisik, psikososial, dan spiritual.
2. Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju
ke arah kematian. Penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup
sangat kecil.
3. Perawatan paliatif dapat dilakukan di rumah sakit, puskesmas, panti, serta
rumah sendiri.
4. Tujuan konseling adalah membantu pasien/keluarga untuk meringankan
kondisi kesehatan, termasuk penyakit jangka panjang.
5. Agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan
dalam penyakit fisik yang serius. Profesi kesehatan memberikan perawatan

26
secara medis dan menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan
spiritual dan keagamaan serta pentingnya Psychoonkologi.
6. Terapi paliatif di Indonesia belum ideal karena ketakutan dan ketidaktahuan
dokter, pasien, dan keluarga, kurangnya care giver paliatif yang terdidik dan
terlatih, perlu dilakukan pelatihan, kursus, seminar tentang terapi paliatif
untuk tenaga medis dan paramedis yang memberikan layanan paliatif.

27
DAFTAR PUSTAKA

Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford
Medical Publications (OUP) 3rd edn 2003
Emmanuel EJ. Palliative and End of Life Care. Harrison’s Principles of Internal
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd
ed. New York, NY:Oxford University Press
Medicine. 18th Edition. United States of America; 2012.
Implementation of Palliative Care Team in Cipto Mangunkusumo National
General Hospital. Palliative Care Team; 2015.
Indonesian Ministry of Health. Indonesian Health Profile. 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan
tentang Kebijakan Perawatan Paliatif. Diakses dari
paliatif_SK_Menkes_812_2007_kebijakan_paliatif_pdf
Medical Record for Elderly Patient. Medical Record Unit of Cipto Mangunkusumo
National General Hospital; 2015.
National Health Service. Counselling. 2014.
Rochmawati E, Wiechula R, Cameron K. Current status of palliative care services in

Indonesia: a literature review. International Nursing Review. 2015.


Selman LE, et al. 2011. Quality of life among patients receiving palliative care in
South Africa and Uganda: a multi-centred study. Health and Quality of Life
Outcomes 2011, 9:21
White,PG,2002 , Word Hospice Palliative Care The Loss of Child Day, Pediatric
Heart Network, www.hospiceinternational.com, diambil pada tanggal 19 Maret 2019
WHO. WHO Definition of Palliative Care. 2016.
WHO SEARO. A Review of Long Term Care and Palliative Care for Older Persons.
2016
Yosep Iyus,(2007), Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung

28

Anda mungkin juga menyukai