Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI : CA PROSTAT

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Christina (40120123023K)
Fransiska Xaveria Da Kleden (40120123018K)
Nathalia Ratu Permatasari (40120123022K)
Iis Adiningsih (40120123025K)
Rini Anggraeni Pasaribu (40120123026K)
Puput Novel Nainggolan (40120123019K)
Irene Ira Rayanti (40120123024K)

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SANTO BORROMEUS
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat yang melimpah, sehingga tim penulis mampu menyelesaikan makalah dengan tema
Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Reproduksi Ca Prostat dengan
tepat waktu dan tanpa halangan suatu apapun.

Tim penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungan yang telah di
berikan dalam proses penyusunan makalah dengan tema Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Reproduksi Ca Prostat ini kepada :

1. Ns. Florentina Dian, M.Kep. sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Anak
2. Teman-teman kelompok 4
3. Semua pihak yang telah berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan makalah
Keperawatan Anak ini

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah dengan tema Asuhan


Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Reproduksi Ca Prostat ini masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak, agar pembuatan makalah ini menjadi lebih baik dan mampu
memberikan manfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Penyusun,

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan........................................................................................................2
BAB II KONSEP MEDIS/PENYAKIT CA PROSTAT
A. Definisi.......................................................................................................................4
B. Anatomi dan Fisiologi................................................................................................5
C. Penyebab....................................................................................................................8
D. Klasifikasi..................................................................................................................13
E. Manifestasi Klinis .....................................................................................................13
F. Komplikasi ................................................................................................................14
G. Tes Diagnostik ..........................................................................................................14
H. Penatalaksanaan Medis .............................................................................................15
I. Evidence Based Nursing terkait Ca Prostat...............................................................16
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian..................................................................................................................17
B. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................22
C. Intervensi Keperawatan.............................................................................................24
D. Implementasi Keperawatan........................................................................................29
E. Evaluasi Keperawatan................................................................................................29
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kesimpulan................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Prostat merupakan organ eproduksi seukuran buah kenari yang terletak
dibagian bawah kandung kemih. Ukuran prostat yang kecil ini wajib
dicermati sebab mempunyai tingkatan morbiditas yang besar. Pemicu utama
morbiditas pada organ prostat antara lain BPH (benign prostatic hyperplasia),
karsinoma prostat, serta prostatitis. Karsinoma prostat ialah kanker
nonkutaneus paling banyak pada laki-laki di Amerika, diperkirakan satu dari
6 laki-laki berwarna serta satu dari 5 laki-laki Afrika-Amerika terdiagnosa
karsinoma prostat pada hidupnya. Umur yang terus menjadi tua menjadikan
seorang terus menjadi beresiko terserang karsinoma prostat Wahyudi, 2019).
Biasanya ditandai dengan miksi yang tidak puas, kurang/lemahnya
pancaran urine, kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. Penyebab
gangguan ini tidak dipahami dengan baik, tetapi bukti menunjukkan adanya
pengaruh hormonal dan sering terjadi pada pria berusia lebih dari 40 tahun
(Smeltzer, 2015). Pada beberapa pasien dengan usia diatas 40 tahun kelenjar
prostatnya mengalami pembesaran, karena terjadi perubahan keseimbangan
testoteron dan estrogen, komplikasi yang disebabkan dari pembesaran prostat
dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal, refluks vesikuoreter batu
hematuria, dan disfungsi seksual (Yowanda, 2017).
Pada tahun 2020, karsinoma prostat merupakan jenis kanker terbanyak
kedua dan menempati peringkat ke lima sebagai penyebab kematian oleh
kanker pada pria diseluruh dunia dengan insidensi mencapai 1,4 juta jiwa
kasus baru dan 375.000 jumlah kematian. Tingkat kejadian bervariasi dari 6,3
hingga 83,4 per 100.000 pria di seluruh wilayah dengan tingkat tertinggi
ditemukan di Eropa Utara dan Barat, Karibia, Australi, Selandia Baru,
Amerika Utara,Amerika Tengah dan Selatan (misalnya, Ekuador, Chili, dan
Venezuela), Swedia dan Afrika Selatan dan tingkat terendah di Asia dan
Afrika Utara (Sung et al., 2021).
Karsinoma prostat merupakan keganasan tersering serta pemicu
kematian karena kanker paling utama pada laki- laki di negeri barat,
menimbulkan 94.000 kematian di Eropa serta lebih dari 28.000 kematian di
1
Amerika Serikat pada 2012. Di Asia, insiden karsinoma prostat rata-rata ialah
7, 2 per 100.000 laki-laki pertahun. Di Indonesia, jumlah penderita karsinoma
prostat di 3 rumah sakit pusat pembelajaran (Jakarta, Surabaya serta
Bandung) sepanjang 8 tahun terakhir yaitu 1. 102 penderita dengan rerata
umur 67, 18 tahun (Kemenkes RI, 2017).
Prevalensi penyakit kanker totalitas di Indonesia menampilkan
terdapatnya kenaikan dari 1. 4 per 1. 000 penduduk di tahun 2013 jadi 1, 79
per 1. 000 penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker paling tinggi terletak
di provinsi DI Yogyakarta 4, 86 per 1. 000 penduduk, diiringi Sumatera Barat
2, 47 per 1. 000 penduduk serta Gorontalo 2, 44 per 1. 000 penduduk
(Riskesdas, 2013 dan 2018). Kebanyakan penderita karsinoma prostat di
Indonesia ditemui pada saat kanker telah merambah stadium lanjut.
Karsinoma prostat ialah keganasan yang tidak mempunyai gejala khas, oleh
karena itu sebagian besar pengidap karsinoma prostat mengabaikan
penyakitnya serta tiba berkonsultasi ke dokter disaat penyakit mereka telah
merambah stadium lanjut dimana kanker tersebut telah menyebar ke tulang
(paling utama tulang panggul serta tulang belakang) (ISUO, 2013).
Karsinoma prostat ialah keganasan yang paling banyak diantara
keganasan sistem urogenitalia laki-laki. Tumor ini melanda penderita yang
berumur diatas 50 tahun, antara lain 30% melanda laki-laki berumur 70
sampai 80 tahun serta 75% pada umur lebih dari 80 tahun. Kanker ini tidak
sering melanda laki-laki berumur kurang dari 45 tahun. Insiden karsinoma
prostat akhir-akhir ini mengalami kenaikan sebab meningkatnya usia harapan
hidup, penegakan diagnosis yang lebih baik, kewaspadaan masing - masing
orang mengenai keganasan prostat kian bertambah dengan informasi dari
majalah, media elektronik, ataupun internet (Wahyudi, 2019).
Data di Amerika Serikat menampilkan lebih dari 90% karsinoma prostat
terdiagnosis di stadium dini, sebaliknya di Indonesia banyak yang
terdiagnosis pada stadium lanjut sebab keterlambatan diagnosis. Tidak
meratanya distribusi sarana kesehatan serta dokter spesialis urologi di
bermacam daerah Indonesia menyebabkan perbandingan dalam mendiagnosis
serta penyembuhan penderita karsinoma prostat (Safriadi & Novesar, 2021).
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum

2
Mengetahui tentang gambaran asuhan keperawatan dengan
Carcinoma Prostat dan mampu mengapilkasikannya pada penderita
Carcinoma Prostat.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Carcinoma Prostat
b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
Carcinoma Prostat
c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan Carcinoma
Prostat
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
Carcinoma Prostat
e. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan
Carcinoma Prostat

3
BAB II

KONSEP PENYAKIT CA PROSTAT

A. Definisi
Prostat merupakan kelenjar yang berukuran seperti sebuah kenari yang berada
dalam sistem reproduksi pria, yang tepatnya terletak diantara leher kandung kemih
dan saluran kemih. Fungsi dari prostat adalah mengeluarkan cairan putih yang
memberi nutrisi dan mengangkut sperma. Hormon dalam tubuh pria yang disekresi
oleh testis secara langsung dapat mempengaruhi fungsi dan pertumbuhan prostat
tersebut (Saragih, 2019).
Kasus prostat pada umumnya terjadi pada kalangan pria dewasa hingga lanjut
usia, kasus tersebut berupa hyperplasia dimana penyakit ini merupakan peningkatan
jumlah sel yang tidak normal, ketika terjadi mutase genetik yang tidak normal,
penyakit ini akan menjadi tumor ganas dimana dapat berkembang di dalam prostat
pria dan menyebabkan menjadi kanker prostat. Kanker ini dapat menyebar ke organ
tubuh lainnya, khususnya pada bagian tulang dan kelenjar getah bening pinggul
(Saragih, 2019).
Karsinoma prostat merupakan karsinoma invasif yang terdiri dari sel epitel
neoplastik prostatik dengan diferensiasi sekresi yang disusun dalam bermacam pola
histomorfologi. Karsinoma prostat merupakan wujud keganasan prostat yang
tersering, sehingga terminologi karsinoma prostat kerapkali mengacu pada
adenokarsinoma prostat (Ulfaningtyas, K et al., 2019).
Karsinoma prostat ialah sel jaringan prostat yang berkembang secara
abnormal, yang diakibatkan sebab perkembangan serta pertumbuhan yang tidak
terkendali dari sel-sel kelenjar prostat. Wujud karsinoma prostat yang sangat umum
merupakan adenokarsinoma (Pamungkas, Panca Bayu, 2021).

4
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Sistem Perkemihan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi proses penyaringan
darah sehingga bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh. Zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih). Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali ke dalam tubuh melalui
pembuluh kapiler darah ginjal, masuk ke dalam pembuluh darah, dan beredar ke
seluruh tubuh.

Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari :

a. Ginjal
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostatis cairan
tubuh. Berbagai fungsi ginjal yaitu : mengatur volume cairan, keseimbangan
osmotik, asam basa, eksresi sisa metabolisme, sistem pengaturan hormonal dan
metabolisme.
b. Ureter
5
Ureter yang panjangnya sekitar 25 -30 cm dan lebarnya 0,5 cm dan mempunyai tiga
jepitan sepanjang jalan pada piala ginjal berhubungan dengan ureter. Ureter
berjumlah dua buah yaitu ureter kiri dan ureter kanan, terbentang dari hilus ginjal
sampai kandung kemih. Besarnya kurang lebih sebesar tangkai bulu angsa.
c. Vesika Urenaria
Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis, terletak
dibelakang sympisis pubis. Mempunyai empat permukaan (berbentuk piramid);
permukaan superior berbentuk segitiga, diliputi oleh peritonium. Basisnya berada
disebelah dorsal dan apexnya berada disebelah anterior. Apexnya tepat berada
dibagian belakang symphisis ossis pubis dan merupakan apex dari vesika urinaria
secara keseluruhan. Vesika urinaria mempunyai tiga muara, yaitu dua muara ureter
dan satu muara ke uretra.
d. Uretra
Urethra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih
sampai keluar tubuh. Urethra di lapisi membrana mukosa yang bersambung dengan
membran yang melapisi kandung kemih.

2. Anatomi Prostat

Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar


Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang
dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm,
tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah,

6
lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama
perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi
satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu,
dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.

Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :

1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.


2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai
adenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland.

Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari
vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke
dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona sentral,
zona transisional, segmen anterior dan zona spingter preprostat. Prostat normal
terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20
buah, secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral
verumontanum, kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian
basal terdapat sel-sel kuboid.

3. Fisiologi
Pembentukan urine di mulai dengan proses filtrasi plasma pada glomerulus.
Dari sekitar 1200 ml darah yang melalui glomerulus setiap menit, terbentuk 120
– 125 ml filtrat (filtrat = cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap
harinya dapat terbentuk 150-180 liter filtrat. Dari jumlah ini hanya sekitar 1 %
(1,5 liter) yang akhirnya keluar sebagai kemih, sebagian besar diserab kembali.
Proses pembentukkan urine diawali dengan masuknya darah melalui vasa
afferent ke dalam glomerulus dan keluar melalui vasa efferent. Bagian yang
terlihat menyerupai bentuk batang yang terdiri dan proximal convulated tubule,
descending limb of Henle, ascending limb of Henle, distal convulated tubule,
collecting tubule. Pada bagian- bagian batang ini terjadi proses filtrasi,
reabsorbsi dan sekresi.

7
Sebagaimana diketahui letak kandung kemih pria adalah dibelakang
symphisis, didalam panggul besar dan di depan sisi panggul besar, sedangkan
kandung kemih wanita antara symphisis pubis, uterus dan vagina. Kandung
kemih dipisahkan dengan uterus oleh lipatan peritonium ruang utero vesical
(cavum doglasi).
Dinding ureter terdiri dari otot polos yang serabutnya terdiri dari serabut
spiral, longitudinal dan sirkular. Kontraksi peristaltik secara reguler terjadi 1 –
5 kali setiap menit, menggerakan urine dari pelvis ginjal ke kandung kemih.
Urine masuk dengan cepat dan singkron dengan tiap-tiap gelombang pristaltik.
Kandung kemih memiliki serabut otot polos spiral, longitudinal dan spinter.
Ketiga otot ini dinamakan Otot Destruksor, yang bertanggung jawab terhadap
pengosongan kandung kemih selama berkemih. Berkemih pada dasarnya adalah
refleks spinal yang dirangsang dan dihambat oleh pusat saraf otak yang lebih
tinggi, yang sifatnya volunter (sistem saraf simpatis). Pada orang dewasa,
volume urine dalam kandung kemih normal yang mengawali refleks keinginan
untuk berkemih kira-kira sebanyak 250 – 450 ml dan anak-anak 50 – 250 ml.
Kandung kemih terangsang dan menimbulkan gerakan yang ditimbulkan oleh
kontraksi otot abdomen yang menambah tekanan di dalam rongga abdomen dan
berbagai organ yang menekan kandung kemih kemudian merangsang saraf
simpatis untuk melepaskan urine dari kandung kemih (Brunner & Suddarth,
2003).

C. Penyebab
Factor resiko penyebab karsinoma prostat (Ati et al., 2021) :
1. Usia
Karsinoma prostat tidak sering pada laki-laki umur di bawah 40 tahun,
risiko lebih besar setelah umur 50 tahun. Hampir 2 dari 3 permasalahan
ditemukan pada laki-laki umur di atas 65 tahun. Otopsi mengatakan prevalensi
karsinoma prostat sebesar 50% pada laki-laki umur antara 70 – 80 tahun
(Lawrenti, H., 2019). Kadar testosteron berkurang pada umur yang terus menjadi
tua, sebaliknya kadar estrogen relatif bertambah. Sudah dikenal kalau estrogen di
dalam prostat berfungsi dalam terbentuknya proliferasi sel-sel kelenjar prostat
dengan cara menambah sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon

8
androgen, menambah jumlah reseptor androgen, serta merendahkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis) (Hilimi et al., 2018).
Umur yang terus meningkat pada proses penuaan menimbulkan kadar
testosteron yang berkurang diiringi meningkatnya konversi testoteron jadi
estrogen pada jaringan peripheral. Sejalan dengan pertambahan umur, kandungan
testoteron mulai berkurang secara lama-lama pada umur 30 tahun serta turun
lebih cepat pada umur 60 tahun ke atas. Kelemahan umum yang lain yang terjalin
pada umur tua merupakan termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) serta
pengurangan fungsi persarafan (Ida et al., 2020).
2. Suku
Laki-laki ras Afrika-Amerika sangat berisiko karsinoma prostat dibanding
ras lain, diiringi ras Kaukasia; Asia mempunyai resiko sangat rendah. Mereka
pula lebih kerap di diagnosis pada stadium lanjut serta 2 kali lebih kerap
meninggal sebab karsinoma prostat dibanding laki-laki kulit putih (Lawrenti, H.,
2019). Pengaruh daerah serta kerutinan hidup tiap hari pula berfungsi dalam
patogenesis karsinoma prostat (Purnomo, 2011).
3. Pendidikan
Penderita karsinoma prostat dengan tingkatan pendidikan rendah lebih
berisiko terserang karsinoma prostat. Perihal ini bisa jadi sebab pemakaian
pelayanan kesehatan yang kurang pada penderita dengan tingkatan pendidikan
yang rendah. Orang yang tidak mencari penyembuhan ataupun tidak memiliki
akses ke pelayanan kesehatan cenderung terjalin keterlambatan diagnosis.
Kebalikannya, orang dengan pendidikan tinggi lebih bisa jadi buat melaksanakan
skrining (Ati et al., 2021).
4. Pekerjaan
Faktor risiko yang diduga terkait dengan karsinoma prostat adalah
pekerjaan selaku petani serta pekerjaan yang memungkinkan terpapar pestisida
dan kadmium. Pada riset di Prancis, risiko karsinoma prostat bertambah 2 kali
pada peternak serta petani yang terpapar pestisida. Pekerja yang terpapar
kadmium pula berisiko terserang karsinoma prostat sebab kadmium ialah
karsinogen (Solang et al., 2016).
Karsinoma prostat dikenal berhubungan dengan pekerjaan yang
mengaitkan kerja shift. Pada tahun 2007, IARC (International Agency for
Research on Cancer) melaporkan kalau kerja shift dengan disrupsi sirkadian

9
menimbulkan mungkin kanker pada manusia. Pajanan terhadap LAN (Light at
Night) menekan sekresi melatonin pineal serta menstimulasi kenaikan hormon
sex yang pada gilirannya bisa tingkatkan kerentanan terhadap kanker yang
tergantung pada hormon. Irama sirkadian merupakan siklus fisiologis berulangg
dalam waktu 24 jam, Jam tidur yang kurang maksimal menimbulkan manusia
hadapi kendala 12 dalam ritme biologi ataupun irama sirkadian sebab orang
tersebut menentang pergantian alamiah dari ritme badan tersebut (Aizer & Chen,
2013).
5. Status Pernikahan
Penderita karsinoma prostat yang tidak menikah, termasuk mereka yang
telah berpisah/ duda, mempunyai risiko yang lebih besar secara signifikan buat
terserang kanker metastatik, penyembuhan yang kurang, serta kematian akibat
kanker mereka dibanding penderita yang menikah (Aizer & Chen, 2013). Status
pernikahan berhubungan dengan kejadian karsinoma prostat. Dorongan sosial
yang diberikan oleh pasangan bisa tingkatkan style hidup sehat (semacam lebih
sedikit merokok serta mengkonsumsi alkohol, diet yang lebih baik, lebih banyak
kegiatan fisik, serta dengan melindungi berat tubuh yang sehat) serta kenaikan
perilaku mencari perawatan kesehatan (Salmon et al., 2021).
Karsinoma prostat berkaitan dengan kadar hormon laki-laki, sebagian
peneliti memakai frekuensi seks selaku pembanding untuk penelitian karsinoma
prostat. Mereka berpendapat kalau laki-laki yang banyak berhubungan seks pada
saat muda, mempunyai kandungan hormon lebih besar. Sehingga Gairah seks
laki-laki yang pernah berhubungan seks lebih dari 20 kali dalam satu bulan, bakal
lebih rentan terhadap karsinoma prostat. Studi tersebut mengatakan kalau
terdapat hubungan yang bermakna antara karsinoma prostat dengan kegiatan
seksual serta masturbasi (onani) pada seseorang laki- laki umur 20- an serta 30-
an. Tetapi tidak terdapat hubungan yang signifikan pada penderita karsinoma
prostat yang melaksanakan kegiatan seksual pada umur 40- an (Lubis et al.,
2018).
Penelitian Polyxeni Dimitropoulou menyebut kalau frekuensi masturbasi
seminggu sekali ataupun lebih serta seringnya kegiatan seksual di umur 30- an
berhubungan dengan risiko karsinoma prostat. Konsentrasi hormon androgen pria
di dalam prostat pengaruhi risiko karsinoma prostat. Dorongan seksual

10
dimodulasi oleh hormon pria, membuat pria dengan aktifitas seksual tinggi rentan
terhadap risiko karsinoma prostat yang lebih besar (Dimitropoulou et al., 2009).
Prostat ialah sasaran utama aksi androgen, serta perkembangan prostat
memerlukan DHT (Dihydrotestosterone). DHT pula ialah mediator pertumbuhan
prostat (Akmal, 2017). Penelitian lain pula mengatakan kalau frekuensi tinggi
ejakulasi tidak berhubungan dengan peningkatan karsinoma prostat. Salah satu
cara menyingkirkan karsinogen serta toksin kimia dari daerah prostat ataupun
mengganti komposisi cairan prostat merupakan lewat aktifitas seksual. Menahan
aktifitas seksual bisa jadi menimbulkan penumpukan racun sehingga tingkatkan
mungkin menderita karsinoma prostat (Leitzmann et al., 2004).
6. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga ialah faktor risiko sangat kuat dalam menderita
karsinoma prostat. Risiko karsinoma prostat 2 kali lipat pada pria yang
mempunyai sesuatu hubungan dengan penderita karsinoma prostat. Riwayat
karsinoma prostat telah sejak lama diidentifikasikan selaku aspek risiko berarti
dalam karsinoma prostat serta merupakan perihal yang sangat gampang dideteksi
dalam praktik klinis (Ati et al., 2021).
Pertumbuhan sel dipengaruhi oleh gen BRCA (breast cancer) supaya sel
dapat bekerja normal. Dalam situasi tertentu dapat alami perubahan jadi BRCA1
serta BRCA2, sehingga dapat tumbuh abnormal serta berkembang jadi besar serta
bisa menimbulkan kanker (Rahmatia et al., 2020).
7. Tekanan Darah
Hipertensi dikenal berhubungan dengan peristiwa LUTS (lower urinary
tract symptom). Namun tekanan sistolik serta diastolik darah berasosiasi secara
signifikan dengan laju pembesaran prostat. Keadaan hipertensi merupakan
sesuatu keadaan dimana tekanan sistolik darah 140 mmHg serta diastolik 90
mmHg. Peningkatan aktivitas saraf simpatis serta fungsi α1-adrenoceptor bakal
pengaruhi kandung kemih serta kelenjar prostat. Terdapatnya aktivitas berlebih
pada sistem saraf otonom bakal berkontribusi pada munculnya LUTS pada BPH.
Hipertensi berhubungan dengan peningkatan ekspresi VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor). Peningkatan ekspresi VEGF bakal menginduksi
menyebabkan kenaikan indikasi klinis BPH. Tidak hanya itu pada keadaan
hipertensi terjadi kenaikan kandungan katekolamin akan mempengaruhi pada

11
pertumbuhan kelenjar prostat dengan menghambat proses apoptosis (Adha et al.,
2020).
8. IMT
(Indeks Massa Tubuh) Jaringan adiposa memiliki kemampuan guna
memicu keganasan karsinoma prostat lewat kenaikan aktivitas metabolik adiposa
yang menstimulasi pertumbuhan sel-sel kanker. Tidak hanya itu jaringan adiposa
didalam badan berkontribusi terhadap perkembangan sel tumor dengan
mensekresikan sitokin. Penderita karsinoma prostat dengan IMT yang lebih besar
pula memiliki testosterone yang lebih sedikit serta lebih banyak estrogen, yang
bakal memicu keganasan kanker. Salah satu mekanisme lain ialah, pada pria
dengan IMT lebih tinggi terjadi kenaikan insulin growth factor 1, yang
meningkatkan karsinogenesis serta menghambat apoptosis (Larissa, U et al.,
2019)
Mengkonsumsi makanan yang banyak mempunyai kandungan lemak, susu
yang berasal dari hewan, daging merah, serta hati diduga bisa tingkatkan risiko
terjadinya karsinoma prostat (Purnomo, 2011). IMT merupakan indikator
kekurusan dan kegemukan. IMT diukur dengan cara berat badan (kg) dibagi
dengan kuadrat tinggi badan (𝑚2 ). (Notoadmodjo et al., 2018).

Tabel. Klasifikasi IMT Dewasa Menurut Kemenkes RI (2018)

Kategori IMT Klasifikasi


<17,0 Kurus (kekurangan berat badan tingkat
berat)
17,0 – 18,4 Kurus (kekurangan berat badan tingkat
ringan)
18,5 – 25,0 Normal
25,1 – 27,0 Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat
ringan)
>27,0 Gemuk (kelebihan berat badan tingkat
berat)

9. Merokok
Rokok mempunyai kandungan nikotin, zat, ataupun bahan senyawa
pirolidine yang ada dalam nikotiana tabacum ataupun sintetisnya yang bersifat
12
adiktif yang bisa menyebabkan ketergantungan. Nikotin serta konitin (produk
pemecah nikotin) pada rokok meningkatkan kegiatan enzim perusak androgen,
sehingga menimbulkan penurunan kandungan testosteroni yang menunjukkan
perokok berat lebih gampang terkena LUTS bila dibanding dengan bukan
perokok. Rokok sendiri tingkatkan konsentrasi testosteron.
Kenaikan testosterone berhubungan dengan peningkatan konsentrasi DHT
yang berfungsi penting dalam pertumbuhan karsinoma prostat serta ganguan
saluran kemih bawah. Salah satu aspek yang pengaruhi status hormonal
merupakan merokok. Rokok meningkatkan tingkat DHT yang memicu kelenjar
prostat serta ini 16 bisa meningkatkan risiko karsinoma prostat, rokok sendiri
mengurangi konsentrasi testosteron. Testosteron berhubungan dengan konsentrasi
DHT yang berfungsi penting dalam perkembangan karsinoma prostat serta LUTS
(Ida et al., 2020).
D. Klasifikasi
Klasifikasi kanker prostat menurut Smart tahun 2014:
1. Stadium A : adanya benjolan dalam kelenjar prostat yang tidak dapat diraba pada
pemeriksaan fisik, dan biasanya ditemukan secara tidak sengaja setelah
pembedahan prostat karena penyakit lain.
2. Stadium B : benjolan atau tumor pada prostat yang sudah dapat diketahui secara
diraba atau secara pemeriksaan fisik atau dengan tes Prostate Specific Antigen
(PSA).
3. Stadium C : tumor telah menyebar keluar dari kapsul prostat, tetapi masih belum
terlalu parah dan belum sampai menyebar ke kelenjar getah bening.
4. Stadium D : pada stadium ini, kanker sudah sangat berbahaya karena kanker
prostat sudah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional maupun
bagian tubuh lainnya (tulang, paru, dll).
E. Manifestasi Klinis
Kanker prostat biasanya tidak memiliki tanda gejala yang menunjukkan
adanya kanker. Terkadang, tanda dan gejala menyerupai VBenign Prostate
Hyperplasia (BPH), yaitu berupa kesulitan dalam berkemih atau sering berkemih.
Kanker juga dapat menyebabkan air kemih berwarna merah atau menyebabkan
terjadinya penahanan air kemih secara mendadak.
Biasanya kanker prostat terdeteksi setelah kanker telah menglami metastase.
Kanker prostat juga dapat menyebabkan nyeri pada tulang, dan tulang mengalami

13
kerapuhan sehingga mudah mengalami patah tulang. Selain itu, kanker prostat juga
dapat menyebabkan anemia, neurologis, ataupun gejala mental. Gejala lain yang
dapat menidentifikasi kanker prostat adalah setelah BAK biasanya air kemih masih
menetes, terasa nyeri saat berkemih, nyeri setelah ejakulasi, nyeri punggung bagian
bawah, nyeri ketika BAB, sering BAK saat malam hari, sering BAK, nyeri tulang, air
kencing mengandung darah, nyeri pada perut, dan penurunan berat badan (Smart,
2014).
Kanker prostat stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala atau tanda
klinis. Tanda klinis biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium yang lebih
lanjut. Kanker prostat stadium dini biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan colok
dubur berupa nodul keras pada prostat atau secara kebetulan ditemukan adanya
peningkatan kadar penanda tumor PSA (prostate specific antigens) pada saat
pemeriksaan laboratorium. Kurang lebih 10% pasien yang berobat ke dokter
mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing,
atau hematuria yang menandakan kanker telah menekan uretra. Kanker juga dapat
menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang air besar. Kanker prostat yang
sudah metastasis ke tulang memberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat
metastasis, atau kelainan neurologis jika metastasis pada tulang vertebra.

F. Komplikasi
Berdasarkan hasil studi, komplikasi kanker prostat terjadi akibat prosedur
pembedahan dan radiasi (Lawrenti,2019) :
1. Komplikasi prosedur pembedahan kanker prostat adalah inkontinensia urine dan
impotensi karena kerusakan sfingter urinarius atau saraf erektil.
2. Komplikasi akibat terapi radiasi meliputi retensi urin (5-10%). Iritasi rectum
ringan yang dapat sembuh sendiri (20-30%) dan perdarahan rectum (2-7%)
G. Tes Diagnostik

Tindakan yang dilakukan tergantung pada stadium, umur harapan hidup dan derajat
diferensiasinya.
1. Observasi
Pasien stadium T1 dengan umur harapan hidup kurang dari 10 tahun dilakukan
dengan observasi.
2. Prostatektomi radikal
Pasien yang berada pada stadium T1-2 N0 M0 merupakan kandidat yang cocok
14
untuk dilakukan prostatektomi radikal yaitu berupa pengangkatan kelenjar prostat
bersama dengan vesikula seminalis. Kerugian operasi ini adalah timbulnya
penyulit antara lain perdarahan, disfungsi ereksi, dan inkontinensia namun
dengan teknik nerve sparring yang baik maka kerusakan pembuluh darah dan
saraf yang memelihara penis dapat dihindari.
3. Radiasi
Terapi ini diindikasikan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko- invasif
dan yang telah metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya didahului dengan
limfadenektomi. Diseksi kelenjar limfe saat ini dapat dikerjakan melalui bedah
laparoskopi disamping operasi terbuka.
4. Terapi hormonal
Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep dari Hugins yaitu sel epitel
prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan, dengan cara
pembedahan atau medikamentosa. Peniadaan sumber androgen disebut androgen
deprivation therapy (ADT). Sumber androgen tidak hanya berasal dari testis
tetapi juga dari kelenjar suprarenal yaitu sebesar 10% dari seluruh testosteron
yang beredar di dalam tubuh. Cara terapi hormonal antara lain orkidektomi,
estrogen, LHRH agonis, antiandrogen non steroid dan steroid, blokade androgen
total.

H. Penatalaksaan Medis

Penanganan kanker prostat ditentukan dari berbagai penyebab yaitu grade


tumor, stadium, komorbiditas, preferensi pasien, dan harapan hidup saat diagnosis.
Mengingat belum ada data yang dapat memastikan angka harapan hidup pada saat
didiagnosis di Indonesia, maka batas usia digunakan sebagai acuan untuk
menentukan rencana pengobatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015)

a. Penatalaksanaan pada kanker terlokalisir atau locally advanced

1) Pemantauan aktif dikontraindikasi untuk pasien bergejala. Penderita


dengan resiko sedang dan tinggi di bawah usia 70 tahun tidak
direkomendasikan
2) Jika kemungkinan keterlibatan kelenjar (staging nomogram) <3%, diseksi
kelenjar getah bening panggul tidak dilakukan.
3) Rekomendasi untuk prostatektomi radikal pada penderita yang berisiko
15
tinggi dan sangat berisiko tinggi telah diubah sebagai bagian dari rencana
terapi multimodal, termasuk terapi hormone, radioterapi setelah operasi,
dan kemoterapi.
b. Penatalaksanaan kanker yang bermetastatis
Terapi deprivasi androgen (ADT) adalah bahan baku emas untuk
pengobatan. Terapi ini bisa berupa pembelahan atau terapi obat (orchiectomy).
Tingkat pembelahan yang ideal adalah tingkat testosteron <20ng/dL. Bergantung
pada penggunaan ADT, berbagai strategi dapat digunakan, tergantung pada jenis
blokade, dapat lengkap (blokade lengkap androgen/CAB), agonis LHRH plus
antiandrogen atau tunggal (hanya agonis LHRH). Menurut lamanya waktu yang
diberikan, dibagi menjadi : berlanjut dan intermiten. Menurut waktu yang
dialokasikan untuk memulai : segera atau ditunda.

Berdasarkan hasil pembelajaran review dan meta-analisis, manfaat


blokade komplit (CAB) hanya kurang dari lima persen. Penggunaan CAB dalam
jangka panjang akan menginduksi perkembangan sel yang tidak bergantung
androgen, dengan siklus rata- rata 2 tahun. Oleh karena itu, dianjurkan untuk
menghentikan dosis secara teratur, yang telah dibuktikan dalam banyak penelitian
penting, dan hasilnya tidak berbeda.

c. Penatalaksanaan radioterapi pada kanker prostat


Radioterapi prostat ( khusus stratifikasi resiko rendah dan intermedia).
Radioterapi prostat dan KGB pelvik. (khusus stratifikasi resiko tinggi dan
stadium local lanjut tidak dilakukan limfadenektomi pelvis).

I. Evidence Based Nursing terkait Ca Prostat


1. Pengaruh Tomat dalam pengurangan Resiko Karsinoma Prostat
2. Teknik relaksasi otot progressif untuk menurunkan nyeri pada pasien kanker
3. Jus Wheargrass (Rumput Gandum) untuk mengurangi efek kemoterapi
4. Terapi Hipnosis lima jari untuk meredakan kecemasan pada pasien kanker prostat

16
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan


suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasidan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008: 77).
Pengkajian pada klien dengan kanker prostat dibagi menjadi 2 tahap,
yaitu pengkajian pre operasi prostektomi dan pengkajian post operasi
prostektomi.

1. Pengkajian pre operasi prostatektomia.


a. Identitas klien
Perawat menanyakan identitas klien meliputi nama, umur,
suku/bangsa, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, alamat,
pekerjaan,nomor register (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008: 100).

b. Keluhan utama
Pada keluhan utama ini yang ditanyakan adalah keluhan atau gejala
apayang menyebabkan klien berobat atau keluhan saat awal
17
dilakukan pengkajian pertama kali (A. Aziz Alimul Hidayat, 2008: 100).
Klien dengan kanker prostat biasanya bervariasi seperti keluhan BAK
tidak lancar dan terasa nyeri, disertai darah merah sejak 1 minggu.

c. Riwayat penyakit saat ini


Pada klien kanker prostat keluhan keluhan yang ada adalah
frekuensi ,nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak
lampias/ puassehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi
memenjang danakirnya menjadi retensio urine.

d. Riwayat penyakit sebelumnya


Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,misalnya
ISK (Infeksi Saluran Kencing) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah
di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah
dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi.

e. Riwayat penyakit keluarga


Adanya riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yangmenderita
penyakit kanker prostat. Anggota keluarga yang menderitaDM, asma, atau
hipertensi.

f. Riwayat psikososial
1) Intra personal. Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan
muncul kecemasan.Kecemasan ini muncul karena ketidaktahuan
tentang prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat dilihat dari
perilaku klien,tanggapan klien tentang sakitnya.
2) Inter personal. Meliputi peran klien dalam keluarga dan peran klien
dalam masyarakat.
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat. Klien ditanya tentang
kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan,
penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam
mempertahankan kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi
makanan yang adekuat.

18
2) Pola nutrisi dan metabolisme. Klien ditanya frekuensi makan, jenis
makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap hari, jenis
minuman, kesulitan menelan atau keadaan yang mengganggu nutrisi
seperti nause, stomatitis,anoreksia dan vomiting. Pada pola
ini umumnya tidak mengalami gangguan atau masalah.
3) Pola eliminasi. Klien ditanya tentang pola berkemih, termasuk
frekuensinya, ragu-ragu, menetes– netes, jumlah klien harus bangun
pada malam hari untuk berkemih, kekuatan system perkemihan.
Klien juga ditanya apakah mengedan untuk mulai
atau mempertahankan aliran kemih.Klien ditanya tentang defikasi,
apakah ada kesulitan sepertikonstipasi akibat dari prostrusi prostat
kedalam rectum.
4) Pola tidur dan istirahat. Klien ditanya lamanya tidur, adanya waktu
tidur yang berkurang karena frekuensi miksi yang sering pada malam
hari (nokturia). Kebiasaan tidur memekai bantal atau
situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya
mengatasi kesulitan tidur.

5) Pola aktifitas. Klien ditanya aktifitasnya sehari- hari, aktifitas


penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga. Apakah
ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya
aktifitas sebelum operasitidak mengalami gangguan, dimana klien
masih mampu memenuhi kebutuhan sehari- hari sendiri.
6) Pola hubungan dan peran. Klien ditanya bagaimana hubungannya
dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat atau dokter. Bagai
mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan
sebagai mana seharusnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri. Meliputi informasi tentang perasaan
atau emosi yang dialami atau dirasakan klien sebelum pembedahan.
Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya.
Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya.
Koping klien dalam menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu
dan merasa tidak berdaya.

19
8) Pola sensori dan kognitif. Pola sensori meliputi daya penciuman,
rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien. Pola kognitif berisi
tentang proses berpikir,isi pikiran, daya ingat dan waham. Pada klien
biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
9) Pola reproduksi seksual. Klien ditanya jumlah anak, hubungannya
dengan pasangannya, pengetahuannya tantang seksualitas. Perlu
dikaji pula keadaanseksual yang terjadi sekarang, masalah
seksual yang dialami sekarang (masalah kepuasan, ejakulasi dan
ereksi) dan pola perilaku seksual.
10) Pola penanggulangan stress. Menanyakan apa klien merasakan
stress, apa penyebab stress,mekanisme penanggulangan terhadap
stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien
bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif
atau negatif.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan. Klien menganut agama apa,
bagaimana dengan aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien dalam
menjalankan ibadah.

h. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaan penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan,
tekanan darah, suhu tubuh, nadi.atus kesehatan umum.
2) Kulit
Apakah tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah
kelainan pigmentasi, bagaimana keadaan rambut dan kuku klien.
3) Kepala
Bentuk bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala
atau trauma pada kepala.
4) Wajah
Bentuk simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana
keadaannya, begitu pula bagaimana otot mukanya.
5) Mata
Bagaimana keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada
konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi dan perdarahan. Sclera tampak
20
ikterus atau tidak.
6) Telinga
Ada atau tidak keluar secret, serumen atau benda asing.
Bagaimana bentuknya, apa ada gangguan pendengaran.
7) Hidung
Bentuknya bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksiatau
polip, apakah hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan faring
Adakah caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahanatau
ulkus. Lidah tremor ,parese atau tidak. Adakah pembesarantonsil.
9) Leher
Bentuknya bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjarlimphe.
10) Thorak
Betuknya bagaimana, adakah gynecomasti.
11) Paru
Bentuk bagaimana, apakah ada pencembungan atau
penarikan.Pergerakan bagaimana, suara nafasnya. Apakah ada suara
nafas tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.
12) Jantung
Bagaimana pulsasi jantung (tampak atau tidak). Bagaimana denganiktus
atau getarannya.
13) Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan retensi
umumnya ada penonjolan kandung kemih pada supra pubik. Apakah ada
nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien biasanya terdapat hernia
atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak. Peristaltik usus
menurun atau meningkat.
14) Genetalia dan anus
Pada klien biasanya terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat
teraba pada saat rectal touché. Pada klien yang terjadi retensi urine,
apakah terpasang kateter, Bagaimana bentuk scrotum dan testisnya. Pada
anus biasanya ada haemorhoid.
15) Ekstrimitas dan tulang belakang

21
Apakah ada pembengkakan pada sendi. Jari- jari tremor apa tidak.
Apakah ada infus pada tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda-
tanda infeksi seperti merah atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang
belakang bagaimana.
2. Pengkajian post operasi meliputi:
1) Keluhan utama
Keluhan pada klien berbeda-beda antara klien yang satu dengan yang
lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post
operasi prostektomi adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spas
me kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu
pembedahan.Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari
klien sendiri.
2) Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara/bicara.
3) Sistem respirasi
Bagaimana pernapasan klien, apa ada sumbatan jalan nafas atau tidak.
Apakah perlu dipasang O2, frekuensi nafas, irama nafas, suara nafas.
Adawheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan otot bantu nafas
seperti gerakancuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda-tanda
cyanosis ada atau tidak.
4) Sistem sirkulasi
Hal yang dikaji: nadi (irama, takikardi/bradikardi), tekanan darah, suhu
tubuh, monitor jantung (EKG).
5) Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: frekuensi defekasi, inkontinensia alvi,
konstipasi/obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa
belum, apakah ada mualdan muntah.
6) Sistem neurologi
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
7) Sistem muskuloskeletal
Bagaimana aktifitas sehari-hari setelah operasi. Bagaimana
memenuhikebutuhannya. Apakah apakah terpasang infus dan bagian
mana dipasangserta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus.
Keadaan ekstremitas.

22
8) Sistem eliminasi
Apakah ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih
penuh.Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda-
tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung ke
mih. Warna urine dan jumlah produksi urine setiap hari. Bagaimana
keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.
9) Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat-obatan seperti antibiotika, analgetik, cairan
irigasi kandung kemih.

23
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
1. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi,
nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obstruksi
mekanik: pembessaran prostat
2. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap
pelebaran
3. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun sekunder
terhadap kerusakan eliminasi: retensi diuria, frekuensi, nokturia
4. Nyeri berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada
prostatektomi
5. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obsrtuksi sekunder dari
prostatektmi bekuan darah odema.

24
C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1. Perubahan Tujuan: eliminasi -. Jelaskan pada -.Meningkatkan
eliminasi normal klien tentang pengetahuan klien
urine: Kreteria hasil: perubahan dari sehingga
frekuensi, -Klien dapat pola eliminasi kooperatif dalam
urgensi, berkemih dalam tindakan
hesistancy, jumlah normal, -. Dorong klien keperawatan.
inkontinensi, tidak teraba untuk berkemih -Meminimalkan
retensi, distensi kandung tiap 2-4 jam dan retensi urine,
nokturia atau kemih. bila dirasakan distensi yang
perasaan tidak - Residu pasca berlebihan pada
puas setelah berkemih kurang -.Anjurkan klien kandung kemih.
miksi dari 50 ml. minum sampai -.Peningkatan
berhubungan - Klien dapat 3000ml sehari, aliran cairan,
dengan berkemih dalam toleransi mempertahankan
obstruksi volunter jantung bila perfusi ginjal dan
mekanik: - Urinalisa dan diindikasikan. membersihkan
pembessaran kultur hasilnya ginjal dan
prostat negatif kandung kemih
- Hasil lab fungsi -Perkusi/palpasi dari pertumbuhan
ginjal normal area supra pubik bakteri.
-.Distensi
kandung kemih
-.Observasi dapat dirasakan
aliran dan diarea supra
kekuatan urine, pubik.
ukur residu urine -.Observasi aliran
pasca berkemih. dan kekuatan
urine untuk
mengevaluasi
adanya obstruksi
2. Nyeri Tujuan: klien -. Kaji nyeri, -.Memberi
berhubungan menunjukan perhatikan informasi untuk
dengan bebas dari lokasi, intensitas membantu dalam
penyumbatan ketidaknyamanan (skala 1-10), dan menentukan
saluran Kreteria hasil: lamanya nyeri. pilihan intervensi.
kencing -Klien -. Beri tindakan -.Meningkatkan
sekunder melaporkan nyeri kenyamanan, relaksasi,
terhadap hilang/terkontrol. contoh: memfokuskan
pelebaran -Ekspresi wajah membantu klien kembali perhatian
rileks melakukan dan dapat
posisi yang meningkatkan
nyaman,

25
-Klien mampu mendorong klien kemampuan
untuk istirahat relaksasi/ latihan koping.
dengan cukup nafas dalam.
-Tanda- tanda -. Beri kateter
vital dalam batas jika -. Retensi urine
mormal diinttruksikan menyebabkan
untuk retensi infeksi saluran
urine yang akut: kemih,
mengeluh ingin hidroureter dan
kencing tapi hidronefrosis.
tidak bisa.
-.Observasi
tanda-tanda -Mengetahui
vital. perkembangan
lebih lanjut.
- Kolaborasi -untuk
dengan dokter menghilangkan
dalam nyeri hebat/berat,
memberikan memberi relaksasi
obat sesuai mental dan fisik
indikasi

3. Gangguan Tujuan : -. Jelaskan pada -.Meningkatkan


tidur dan kebutuhan tdur klien dan pengetahuan klien
istirahat dan istirahat keluarga sehingga klien
berhubungan terpenuhi. penyebab mau koopertif
dengan sering Kreteria hasil: gangguan terhadap tindakan
terbangun -. Klien mampu tidur/istirahat keperawatan.
sekunder istirahat/tidur dan
terhadap dengan waktu kemungkinan
kerusakan yang cukup. cara untuk -. Suasana yang
eliminasi: -.Klien menghindarinya. ttenang akan
retensi diuria, mengungkapkan -.Ciptakan mendukung
frekuensi, sudah bisa tidur. suassana yang istirahat klien.
nokturia. -. Klien mampu mendukung
menjelaskan dengan
factor mengurangi -.Menentukan
penghambat tidur kebisingan. rencana untuk
-.Batasi masukan mengatasi
minuman yang gangguan.
mengandung
kafein.
4. Nyeri Tujuan: nyeri - Jelaskan pada - Klien dapat
berhubungan
berkurang / klien tentang mendeteksi gejala
dengan
spasme hilang gejala dini

26
kandung Kreteria hasil: spasmus dini spasmus
kemih dan
-. Klien kandung kemih. kandung kemih.
insisi
sekunder pada mengatakan nyeri - Pemantauan
prostatektomi
berkurang atau klien pada
hilang interval yang -Sehingga obat-
-. Ekspresi wajah teratur selama obatan bisa
klien tenang. 48 jam, untuk diberikan.
-. Klien akan mengenal gejala-
menunjukan gejala dini dari
ketrampilan spasmus
relaksasi. kandung kemih.
- Klien akan - Jelaskan pada
tidur/istirahat klien bahwa
dengan tepat. intensitas dan -
- Tanda-tanda frekuensi akan Ketidaknyamanan
vital dalm batas
berkurang dalam hanya temporer.
normal
24-48jam.
- Beri
penyuluhan pada
klien untuk tidak
berkemih -Mengurangi
keseputar kemungkinan
kateter. spasmus
- Anjurkan pada
klien untuk tidak
duduk dalam
waktu lama -Mengurangi
sesudah tindakan tekanan pada luka
TURP. insisi.
- Ajarkan tehnik
relaksasi,

27
termasuk latihan
nafas dalam, -Menurunkan
visualisai. tegangan otot,
memfokuskan
- Jagalah selang kembali perhatian
drainase urine dan dapat
tetap aman meningkatkan
dipaha untuk kemampuan
mencegah koping.
peningkatan -Sumbatan pada
tekanan pada selang kateter
kandung kemih. oleh bekuan darah
Irigasi kateter dapat
jika terdapat menyebabkan
bekuan pada distensi kandung
selang. kemih denga
- Observasi peningkatan
tanda-tanda spasme.
vital.

- kolaborasi
dengan dokter
untuk pemberian
obat-obatan -Mengetahui
(analgesic atau perkembangan
anti spasmodic) lebih lanjut.
-untuk
mengurangi nyeri
dan mencegah
spasmus kandung
kemih.

28
5. Perubahan Tujuan : -Pertahankan - Mencegah
eliminasi
eliminasi urine irigasi kandung retensi saat dini.
urine
berhubungan normal dan tidak kemih yang
denga
terjadi retensi konstan selama
obsrtuksi
sekunder dari urine. 24jam pertama.
prostatektmi
Kreteria hasil: - Pertahankan -Dapat
bekuan darah
odema. -Klien berkemih posisi dawer menghambat
dalam jumlah kateter dan aliran urine
normal tanpa irigasi kateter.
retensi. - Ajurkan intake
-Klien akan cairan 2500- -Mencegah
menunjukan 3000ml sesuai bekuan darah
perilaku yang toleransi. menyumbat aliran
meningkatkan - setelah kateter urine.
control kandung diangkat, pantau
kemih. waktu, jumlah -Melancarkan
-Tidak terdapat urine dan ukuran aliran urine.
bekuan darah aliran.
sehingga urine Perhatikan
lancer lewat keluhan rasa
kateter penuh pada
kandung kemih,
ketidak
mampuan
berkemih,
urgensi atau
gejala gejala
retensi.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas
spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
29
keperawatan. Intervensi unggulan yang akan dilakukan adalah mempertahankan
teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi yaitu dengan cara menjaga kebersihan
tubuh pasien untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tubuh yang
bisa mengakibatkan infeksi.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.
Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni S (subjective) merupakan data informasi
berupa ungkapan keluhan dari pasien. O (objective) merupakan data berupa hasil
pengamatan, penilaian, dan pemeriksaan. A (Analisis/assesment) merupakan
interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan P (planning) merupakan rencana keperawatan lanjutan
yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa data. Kriteria hasil yang dicapai
menurut SLKI (2016) adalah kebersihan tangan meningkat, kebersihan badan
meningkat, nafsu makan meningkat, demam menurun, kemerahan menurun,
nyeri menurun, bengkak menurun, vesikel menurun dan kadar sel darah putih
membaik. Jika tujuan telah tercapai,maka perawat akan menghentikan rencana
keperawatan, dan apabila sebagian tercapai atau belum tercapai perawat akan
melanjutkan atau melakukan modifikasi perencanaan keperawatan.
F. Dokumentasi
Salah satu tugas dan tanggung jawab perawat adalah melakukan
pendokumentasian mengenai intervensi yang telah dilakukan tetapi akhir-akhir
ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berubah. Akibatnya, isi
dari fokus dokumentasi telah dimodifikasi. Oleh karena perubahan tersebut,
maka perawat perlu menyusun suatu model dokumentasi yang baru, lebih efisien
dan lebih bermakna dalam pencatatan dan penyimpanannya (Nursalam, 2008).

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

30
Prostat merupakan kelenjar yang berukuran seperti sebuah kenari
yang berada dalam sistem reproduksi pria, yang tepatnya terletak diantara
leher kandung kemih dan saluran kemih. Kanker prostat merupakan kanker
yang berkembang pada kelenjar prostat yang terdapat pada sistem reproduksi
laki- laki. Penyebab kanker prostat adalah usia, pekerjaan, status pernikahan,
riwayat keluarga, merokok. Kanker prostat di tandai dengan gejala setelah
BAK biasanya air kemih masih menetes, terasa nyeri saat berkemih, nyeri
setelah ejakulasi, nyeri punggung bagian bawah, nyeri ketika BAB, sering
BAK saat malam hari, sering BAK, nyeri tulang, air kencing mengandung
darah, nyeri pada perut, dan penurunan berat badan. Penatalaksaan kanker
prostat yang dapat dilakukan yaitu terapi ADT, radioterapi prostat. Sebagai
tanaga kesehatan, wajib melakukan konsep asuhan keperawatan yang berisi
pengkajian, diagnosa Keperawatan, rencana Keperawatan, tindakan
Keperawatan, dan evaluasi
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil dari pembuatan makalah ini dapat dijadikan referensi untuk
ilmu keperawatan, khususnya tentang kanker prostat.

2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya
tentang kanker prostat, dan dapat menerapkan pola asuhan keperawatan pada
pasien, sehingga kualitas kesehatan pasien dengan kanker prostat dapat
meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anita. (2016). Perawatan Paliatif dan Kualitas Hidup Penderita Kanker. Jurnal
Kesehatan, 7(3), 508–513.
Anjar, S. A., Aristo, & Syamsi, N. (2019). Striktur urethra. Jurnal Medical
Profession (MedPro), 1(2), 1–6.
31
Bantul, M. (2017). REFLEK VESICA URINARIA PADA PASIEN POST SPINAL
ANESTESI DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL. 9–14.
Berhubungan Dengan Kanker Prostat di Poliklinik Bedah urologi RSUP H .
H. (2017). Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Prostat. Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 8(9), 1–58.
Harmilah. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan (Estiningdyah (ed.)). pustaka baru press.
Indarti, A. F., & Sekarutami, S. M. (2015). Tatalaksana Kanker Prostat. Jurnal
Radioterapi Dan Onkologi Indonesia, 6(1), 19–28.
INDONESIA. Dewan Pengurus Pusat.
Kartikasari, F., Yani, A., & Azidin, Y. (2020). Pengaruh Pelatihan Pengkajian
Komprehensif Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Perawat Mengkaji
Kebutuhan Klien Di Puskesmas. Jurnal Keperawatan Suaka Insan (Jksi), 5(1),
79–89. https://doi.org/10.51143/jksi.v5i1.204
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Kanker Prostat. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Prostat, 47.
KEPERAWATAN Latar Belakang Tujuan Metode Hasil Pembahasan. Jurnal
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Kesehatan, F. I., & Tarakan, U. B. (2020). KAJIAN RETENSIO URINE … KAJIAN
RETENSIO URINE … Page 44. 43–47.
Khatimah, U. K. (2017). Hubungan seksual suami-istri dalam perspektif gender dan
hukum islam. 235–246.
Lasma, F., & Sirait, R. (2017). PENERAPAN PENGKAJIAN DALAM PROSES
Lawrenti, H. (2019). Perkembangan Terapi Kanker Prostat. Ckd, 46(8), 521–528.
Lubis, Y. E. P., Raja, S. L., & Suroyo, R. B. (2018). Faktor-Faktor Risiko Yang
M. A., Danarto, Sihombing, A. T., Hamid, A. R., Sodoyo, A. W., & Tadjoedin,
Muhammadiyah, J. K. (2017). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2 (1). 2(1).
Mulyadi, H. T. S., & Sugiarto, S. (2020). Prevalensi Hiperplasia Prostat dan
Navisa, C. C., Sandhika, W., & Arwati, H. (2019). Hubungan antara Kadar Prostate
Specific Antigen Serum dan Skor Gleason pada Adenokarsinoma Prostat.
Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(3), 181.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2019.030.03.3
Novaldy, R., & Iyos, R. N. (2016). Pengaruh Tomat (Solanum lycopersicum) dalam
Pengurangan Risiko Karsinoma Prostat. Jurnal Majority, 5(5), 150–154.
purnomo. (2015). Tingkat Akurasi Pemeriksaan Bledder Scan Dengan Kateterisasi
Intermitten Pada Pasien Stroke Dengan Retensi Urine. i(1), 1–7.
Rasjidi, I. (2016). Buku Ajar Onkologi Klinik (EGC (ed.)).

32
Rsud, B., & Johannes, P. W. Z. (2016). PERBANDINGAN EFEKTIFITAS TEKNIK
RELAKSASI DAN TEKNIK DISTRAKSi TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI
PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANGAN BEDAH RSUD PROF. Dr. W. Z. JOHANNES
KUPANG Ervatamia H. Holo.
Saragih, J., & Wirawan, F. A. (2019). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Kanker Prostat Dengan
Metode Forward Chaining. Journal Information System Development (ISD),
4(1).
Sari, K. P., & Halim, M. S. (2017). Perbedaan Kualitas Hidup antara Berbagai
Metode Manajemen Nyeri pada Pasien Nyeri Kronis. 44, 107–125.
https://doi.org/10.22146/jpsi.25208
Sitanggang, R. (2019). Diagnosa Keperawatan Sebagai Standar Praktik
Keperawatan. https://doi.org/10.31227/osf.io/vq6hj
Tendean, L., & Wantouw, B. (2013). Pengaruh obesitas terhadap terjadinya
disfungsi seksual pria. 686–690.
tim pokja SDKI DPP. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Umbas, R., Hardjowijoto, S., Mochtar, C. A., Safriadi, F., Soesanto, W. D., Soedarso,
Yodang. (2018). Buku Ajar Keperawatan Paliatif : Berdasarkan Kurikulum AIPNI 2015.
TIM.

33

Anda mungkin juga menyukai