K DENGAN
OSTEOPOROSIS DI UPT PSTW JOMBANG di PARE
Makalah disusun sebagai salah satu tugas dalam menyelesaikan
Program Pendidikan Profesi Ners Stase Gerontik
OLEH :
1. Khoirul Anam (181004030)
2. Ucik Wilujeng R. (181004056)
3. Syafaatun Fitriyah (181004053)
4. Wemmy Wahyu S (181004059)
5. Lutfi Maghfiruddin (181004034)
6. Cici Yunitasari A. (181004011)
7. Vivie Arviyanti (181004058)
8. Hesti Retnosari (181004025)
9. Nasrul Mu’minin (181004038)
10. Oktavia Dwi P. (181004041)
11. Iftakhul Khoir (181004027)
12. Uvia Mufarokhah (181004057)
KATA PENGANTAR
Puji syukur, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Studi Kasus Asuhan Keperawatan
Gerontikyang berjudul “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn. K dengan
Osteoporosis di PSTW Jombang di Pare”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ahmad Nur Khoiri, S. Kep., Ns.,M. Kep selaku dosen pembimbing
akademik.
2. Daliman S. Sos. Msi selaku pembimbing lahan sekaligus Kepala Seksi
Pelayanan Sosial UPT PSTW Jombang di Pare
3. Semua pihak yng tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak demi sempurnanya makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik
bagi penulis maupun bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
menjadi permasalahan global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.
Osteoporosis merupakan penyakit ditandai dengan massa tulang yang rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan
kualitas tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Wardhana, 2012
dan Hikmiyah dan Martin, 2013). Osteoporosis memiliki dampak yang cukup
parah bagi kesehatan. Dampak dari penderita osteoporosis yaitu beresiko
mengalami fraktur. Osteoporosis juga menyebabkan kecacatan,
ketergantungan pada orang lain, gangguan psikologis sehingga menurunkan
kualitas dan fungsi hidup serta meningkatkan mortalitas (Hikmiyah dan
Martin, 2013).
Prevalensi osteoporosis di dunia masih cukup tinggi. World Health
Organization (WHO) menyebutkan bahwa sekitar 200 juta orang menderita
Osteoporosis di seluruh dunia. Pada tahun 2050, diperkirakan angka patah
tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada
pria (Kemenkes RI, 2012). Menurut DepKes RI (2013) dampak osteoporosis
di Indonesia sudah dalam tingkat yang patut diwaspadai,, yaitu mencapai
19,7% dari populasi. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2010, angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000
kasus pada wanita dan pria diatas usia 40 tahun diakibatkan osteoporosis.
World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 50% patah tulang
paha atas ini akan menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan
angka kematian mencapai 30% pada tahun pertama akibat 2 komplikasi
imobilisasi. Data ini belum termasuk patah tulang belakang dan lengan bawah
serta yang tidak memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit (Kemenkes
RI, 2012). Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis, yaitu
faktor risiko yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Faktor risiko
yang tidak dapat diubah antara lain adalah usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga, sedangkan faktor risiko yang dapat diubah antara lain adalah status
gizi, asupan kalsium, konsumsi alkohol, kopi, merokok, hormon endogen
iii
seperti estrogen, menopause dini, aktifitas fisik, dan penggunaan steroid
jangka panjang ( Wardhana, 2012 ).
Peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan risiko
osteoporosis. Seiring dengan meningkatnya usia, pertumbuhan tulang akan
semakin menurun. Sel osteoblas akan lebih cepat mati karena adanya sel
osteoklas yang menjadi lebih aktif, sehingga tulang tidak dapat digantikan
dengan baik dan massa tulang akan terus menurun (Agustin, 2009). Hasil
penelitian Prihatini, et al (2010) menyatakan bahwa pada usia kurang dari 35
tahun 5,7 sampel beresiko osteoporosis dan proporsinya terus meningkat
dengan bertambahnya usia. Proporsinya mulai meningkat tajam pada usia 55
tahun. Status gizi berkaitan erat dengan berat badan. Berat badan yang ringan,
indeks massa tubuh yang rendah, dan kekuatan tulang yang menurun
memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap berkurangnya massa tulang pada
semua bagian tubuh wanita (Krisdiana, 2012).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis akan melakukan seminar
tentang asuhan keperawatan gerontik dengan osteoporosis di PSTW Jombang
di Pare.
1.3 TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi asuhan keperawatan
pada pasien osteoporosis dengan masalah keperawatan nyeri kronis di
UPT PSTW Jombang di Pare.
1.4 MANFAAT
Manfaat dari pembahasan ini, dapat di gunakan untuk penulis, institusi
tempat praktik, keluarga dan pasien, serta pengembangan ilmu keperawatan.
1.4.1
Bagi Perawat
Asuhan keperawatan ini di harapkan dapat memberikan masukan untuk
pelaksanaan tindakan keperawatan khususnya mengenai perkembangan
proses keperawatan pada pasien lansia dengan osteoporosis.
1.4.2Bagi Institusi Tempat Penelitian
Asuhan keperawatan inni di harapkan dapat menjadi acuan untuk
standart operasional prosedur atau meningkatkan mutu layanan
keperawatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan asuhan
keperawatan pada pasien lansia dengan osteoporosis.
1.4.3Bagi Keluarga dan Pasien
Asuhan keperawatan ini di harapkan dapat meningkatkan kualitas
layanan asuhan keperawatan lansia dengan osteoporosis.
1.4.4Bagi Peneliti Selanjutnya
Asuhan keperawatan ini di harapkan dapat menambah informasi tentang
pelaksanaan asuhan keperawata pada lansia dengan osteoporosis.
BAB II
2. Sistem Intergumen:
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
3 .Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai
berikut: Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai
pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
4.Kartilago
jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan
akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi
cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan.
5. Tulang
berkurangnya kepadatan tualng setelah di obserfasi adalah bagian dari
penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
6. Otot
perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
7. Sendi
pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
8. Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan
jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
9. Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi
kenaikan ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan
gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks
berkurang.
10.Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
a). Kehilangan gigi,
b). Indra pengecap menurun,
c). Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
d).Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah
11. Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak
fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi,
dan reabsorpsi oleh ginjal.
12. Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan
koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
13. Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1). Memory (Daya ingat, Ingatan)
2). IQ (Intellegent Quocient)
3). Kemampuan Belajar (Learning)
4). Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5). Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6). Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7). Kebijaksanaan (Wisdom)
8). Kinerja (Performance)
9). Motivasi
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1).Pertama- tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2). Kesehatan umum
3). Tingkat pendidikan
4). Keturunan (hereditas)
5). Lingkungan
6). Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7). Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8). Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
9). Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
b. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya,
hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray
dan Zentner, 1970)
TINAUAN TEORI
OSTEOPOROSIS
2.1 DEFINISI
Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti
berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Zat kapur,
kalsium adalah mineral terbanyak dalam tubuh kurang lebih 98% kalsium
dalam tubuh terdapat di dalam tulang. Osteoporosis adalah penyakit dimana
tulang menjadi rapuh dan mudah patah dimana biasanya yang sering
mengalami kerusakan adalah pinggul, tulang belakang, dan pergelangan
tangan (National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease,
2014). Keadaan tersebut tidak memberikan keluhan klinis kecuali apabila
telah terjadi fraktur (Thief in the night).
g. Kebiasaan Merokok
Wanita yang mempunyai kebiasaan merokok sangat rentan terkena
osteoporosis karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan
tulang dan juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam
tubuh berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam
menghadapi proses pembentukan tulang.
h. Penyakit Diabetes Mellitus
Orang yang mengidap DM lebih mudah mengalami osteoporosis.
Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang
sehingga meningkatkan pembentukkan kolagen tulang, akibatnya orang
yang kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena
osteoporosis. Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat
metabolisme vitamin D dan osteoporosis.
2.3 ETIOLOGI
Tanda khas dari osteoporosis adalah fraktur yang terjadi akibat trauma ringan
(pada tulang radius distal, fraktur colles, atau kolum femur) atau bahkan tanpa
trauma sama sekali, misalnya fraktur (baji atau crush) pada vertebra daerah
torakal, menyebabkan berkurangnya tinggi badan, kifosis tulang punggung yang
berlebih (punuk janda), dan nyeri (Davey, 2005).
Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau
gejala sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).
2.6 PATOFISIOLOGI
Tulang mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang
disebut sebagai remodelling tulang. Proses remodelling tulang merupakan
proses mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi
atau penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi atau
pembentukan tulang oleh osteoblas.
2.9 PENCEGAHAN
Menurunkan Pelepasan
Risiko Cedera densitas tulang Osteoporosis mediator nyeri
Kurang terpapar
informasi SSP
Penurunan tonus otot Perubahan bentuk Perubahan tulang
tulang punggung
Kurang pengetahuan Reseptor nyeri
Kerusakan mobilitas fisik mengenai osteoporosis
Perubahan body Spasme otot
image
bedrest Nyeri
Ketakutan akan
Nyeri punggung Ansietas
fraktur
Ketidakefektifan
konstipasi koping individu
Nyeri
BAB III
Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: meningkat seiring bertambahnya usia, kepadatan
tulang menurun mulai usia 30 sampai 35 tahun. Patah tulang meningkat pada
wanita usia >45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang baru meningkat
pada usia >75 tahun.
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan dan meningkat pada
perempuan.
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: osteoporosis meningkat pada orang dengan pekerjaan yang kurang
melakukan aktivitas fisik.
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri.
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: Osteoporosis
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan sejak kapan pasien merasakan
keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang
dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai keluhan.
e. Riwayat penyakit dahulu: penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),
diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan
alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi
(misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi (Jeremy,
2007; Misnadirly, 2008).
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada
yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang
mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya :
1. Kebiasaan minum alkohol
2. Kebiasaan merokok
3. Menggunakan obat-obatan
4. Aktifitas atau olahraga
5. Stress
B1 Breathing
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
B2 Blood
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
B3 Brain
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
B4 Bladder
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan
B5 Bowel
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji
juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
B6 Bone
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis
sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.
Diagnosis Keperawatan
1. Resiko cedera : fraktur yang berhubungan dengan tulang oestoporotik
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot
3. Nyeri berhubungan dengan spasme otot
4. Kurangnya pengetahuan mengenai osteoporosis dan proses terapi
5. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan fraktur
6. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi atau ileus
7. Ketidak efektifan koping individu berhubungan dengan body image
INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Risiko cedera : fraktur Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama NIC Label >> Environmental management
yang berhubungan 1x15 menit, diharapkan pasien tidak mengalami cedera 1. Ciptakan lingkungan yang seaman mungkin untuk
dan proses terapi Kowledge : health Behavior ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien cara yang tepat.
menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
kriteria hasil: penyakit, dengan cara yang tepat
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur tepat
yang dijelaskan secara benar 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa cara yang tepat
yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
5 Ansietas berhubungan NOC : NIC :
dengan ketakutan akan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
A. PENGKAJIAN
IDENTITAS
Nama : Tn. K
Umur : 86 th
Jenis Kelamin : laki-laki
Riwayat Pekerjaan : Tani
Penghasilan :-
Tingkat Pendidikan :-
Status Perkawinan : Kawin
Lama tinggal di panti : 2 tahun 8 bulan
Keluarga yang dapat dihubungi :-
PENGKAJIAN PERSISTEM
Sistem Pernapasan
Keluhan : pasien mengatakan terkadang merasa sesak
Hidung:
Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada polip, keadaan bersih
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak ada sianosis
Leher
Inspeksi : tidak ada lesi, simetris
Area dada:
Inspeksi: bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada retraksi dinding dada
Perkusi : sonor
Auskultasi : wheezing (-), ronkhi (-)
Wajah
Inspeksi : wajah nampak tidak pucat
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jugularis
Dada
Inspeksi : bentuk simetris
Ekstrimitas Atas
Inspeksi : tidak ada odem
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : tidak ada odem
Persyarafan
Anamesis : pasien mengatakan mengalami penurunan penglihatan
Uji nervus III, IV, VI : pupil isokor, tidak ada hiperemi konjungtiva
Uji nervus VII facialis : pasien bisa mengontrol ekspresi muka dengan
tersenyum, mengerutkan dahi
Nervus VIII auditorius/AKUSTIKUS : -
Nervus XI aksesorius : -
.
Nervus XII hypoglosal/ hipoglosum : pergerakan simetris
Pola BAK
Frekuensi : ± 5x/hari
Lidah
Inspeksi : bersih, simetris, tidak ada lesi
Palpasi : -
Auskultasi : Bu 16 x/menit
Perkusi: timpani
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Kekuatan otot :
5 5
5 5
Sistem Endokrin
Anamnesa : tidak ada keluhan
Kepala :
Inspeksi : persebaran rambut merata, tidak ada lesi
Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi
Payudara
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak ada odem
Sistem Reproduksi
Anamnesa : tidak ada keluhan
Laki-laki :
Anamnesa : tidak ada keluhan
Genetalia : bersih
Persepsi sensori
Anamnesa : adanya penyebaran penglihatan
Mata
Inspeksi : simetris, pupil isokor
HUBUNGAN PERAN
Bersosialisasi dengan baik dengan lansia yang lain
V. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1. Interaksi sosial
Hubungan Tn. K dengan istri dan lansia yang lain baik, tidak ada
perdebatan, interaksi Tn. K dengan mahasiswa praktek sangat baik dan
ramah.
NO PERNYATAAN Tidak Ya
Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan √
kehidupannya?
Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak √
kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini?
Apakahbapak/ibu sering merasa hampa/kosong di √
dalam hidup ini?
Apakahbapak/ibu sering merasa bosan? √
Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang √
baik di masa depan?
Apakah bapak/ibu mempunyai pikiran jelek yang √
menganggu terus menerus?
Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik √
setiap saat?
Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk √
akan terjadi pada anda?
Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar √
waktu?
Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu √
berbuat apa-apa?
Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah?? √
Apakah bapak/ibu lebih senangtinggal dirumah √
daripada keluardan mengerjakan sesuatu?
Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang √
masa depan??
Apakah bapak/ibu akhir-akhir ini sering pelupai? √
Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup bapak/ibu √
sekarang ini menyenangkan?
Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus √
asa?
Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir √
ini?
Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang √
masa lalu?
Apakah bapak/ibu merasa hidup ini √
menggembirakan?
Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan √
yang baru?
Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat? √
Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak √
ada harapan;?
Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang Iain lebih √
baik keadaannya daripada bapak/ibu?
Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang √
sepele?
Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis? √
Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi? √
Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun √
tidur dipagi hari?
Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di √
pertemuan sosial?
Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat suatu √
keputusan?
Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam √
memikirkan sesuatu seperti dulu?
Skor: Hitung jumlah jawaban yang dicentang (Setiap jawaban yang dicentang
mempunyai nilai 1)
0 - 10 = Not depressed
11 - 20 = Mild depression
21 - 30 = Severe depression
Skor : 13
Interpretasi hasil : depresi ringan
Keterangan :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat
Penilaian
0 -2 : Ketergantungan
21 - 61 : Ketergantungan berat/sangat tergantung
62 - 90 : Ketergantungan berat
91 - 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
Kapasitas perawatan diri lansia mengalami penurunan
Interpretasi : ketergantungan ringan
2. SANITASI
Penyediaan air bersih (MCK): PDAM
Penyediaan air minum : galon
Pengelolaan jamban : penggunaan septic tank
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri kronis b.d agen cedera biologis
ANALISA DATA
Nyeri Kronis
Ns. Diagnosis Domain 12: kenyamanan
Kelas 1 : kenyamanan fisik
E. EVALUASI
No Dx Keperawatan Tgl/Jam Catatan Perkembangan
1 Nyeri kronis b.d agen 19 April S: pasien mengatakn nyeri berkurang
cedera biologis 19 O: TD 120/80 mmHg
N 79 x/mnt
S 36,4 0C
RR 21 x/mnt
P : nyeri punggung
Q : cenut-cenut
R : punggung
S:3
T : pada malam hari
Saat berajalan memegangi punggung
A: nyeri akut b.d agen cedera biologis
P:
- Observasi TTV dan skala nyeri
- Meningkatkan istirahat dan tidur
yang adekuat
- Melakukan teknik
nonfarmakologis (kompres air
garam hangat)
- Kolaborasi pemberian analgesik
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas mengenai alasan diangat diagnosa prioritas dan alasan
diberikan intervensi mandiri keperawatan dengan kompres air garam hangat.
Berdasarkan pengkajian yang didapat, penulis menegakkan diagnosa keperawatan
prioritas yaitu:
1. Diagnosa
Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis merupakan
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dengan
kerusaan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan sebagai sesuatu
kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan
hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung lebih dari 3 bulan.
3. Alasan diagnosa ditegakkan
4. Diagnosa ini ditegakkan karena pada pasien ditemukan data obektif yaitu
terjadi hambatan kemampuan meneruskan aktivitas, perubahan pola tidur
(terbangun saat nyeri pinggang pada malam hari, ekspresi wajah menyeringai.
Berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas yang telah ditegakkan, intervensi
keperawatan mandiri yang dapat ditegakkan yaitu kompres air garam hangat.
Secara teoritis kompres hangat yang dilakukan memberian stimulus panasyang
menimbulkan respon fisiologis yang berbeda tergantung pada respon lokal
terhadap panas. Ini terjadi melalui stimulus ujung syaraf, yang berada pada kulit
mengirimkan impuls dari perifer ke hipotalamus (Potter & Perry, 2006). Reseptor
panas mengaktivasi serat-serat A-beta ketika temperature panas berada antara 4-5
derajat celcius dari temperatur tubuh menjadikan panas mudah beradaptasi,
menyesuaikan temperatur panas dengan tubuh sekitar 5-15 menit (Black &
Hawks, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Atika Nurrahima (2017) tentang
kompres air garam hangat sebagai upaya mengurangi intensitas nyeri pada sendi
didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang bermakna rata-rata skala nyeri
sebelum dan sesudah diberikan tindakan kompres air garam hangat. Penurunan
intensitas nyeri sendi pada lansia dikarenakan pemberian kompres air garam
hangat pada persendian yang mengalami nyeri dapat memberikan efek
menurunkan spasme otot pada pembuluh darah, melancarkan sirkulasi darah dan
menstimulasi pembuluh darah, mengurangi rasa sakit atau nyeri dan peradangan,
memberikan rasa nyaman dan hangat (Potter & Perry, 2010). Kemudian garam
sendiri mempunyai fungsi khusus di bidang kesehatan terutama karena adanya
garam NaCl adalah untuk melenturkan otot yang sakit, menurunkan gejala
inflamasi, serta menyembuhkan infeksi (Kozier dan Erb, 2009).
Kozier dan Erb (2009) menyatakan bahwa kompres hangat merupakan suatu
tindaan untuk mengatasi nyeri dengan menggunakan teknik konduksi sehingga
dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah, meningkatkan
permeabilitas kapiler, meningkatak metabolisme selular, merelaksasikan otot, dan
meningkatkan aliran darah ke suatu area nyeri. Hal ini didukung dengan
penelitian N (2014) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh kompres hangat
terhadap penurunan intensitas nyeri kepala pada pasien hipertensi.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, alasan datanng
ke panti, pemeriksaan persistem dengan hasil dapat diketahui klien
mengalami nyeri punggung dengan diagnosa osteoporosis.
5.2 Saran
1. Bagi Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
3. Penulis
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and skin Disease. 2014. What
is Osteoporosis?. [serial online] http://www.niams.nih.gov/health_info/bone/osteo
porosis/osteoporosis_ff.pdf [05 November 2015].
Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.