Anda di halaman 1dari 17

Makalah Gerontik

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN OSTEOPOROSIS

Disusun Oleh :
Said Yaumul Furqan (2214901153)
Dliya Haura Faradhyna (2214901157)
Cut Chania Agustin (2214901155)
Cut Inayatsyah (2214901147)
Nova Eliza (2214901145)
Nurlita (2214901130)
Raudhatun Safitri (2214901148)

Dosen Pembimbing :
Ns. Fauziah, M. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUMI PERSADA


PROGRAM STUDI NERS
2023/ 2024
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdullilah kami persembahkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan karunia-NYA sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat beriring salam kami hantarkan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing umat
manusia dari masa jahiliyah ke masa yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas
kelompok yang diberikan pembimbing dan menambah pengetahuan bagi
kita semua, khususnya kalangan mahasiswa/I Profesi Ners dalam
seputaran masalah tentang “Asuhan Keperawatan Lansia dengan
Osteoporosis”.
Dalam menyelesaikan masalah kelompok mendapat bimbingan dari
Ibu Ns. Fauziah, M.Kep, dan partisipasi dari semua pihak. Oleh karena
itu, melalui kata pengantar ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang teah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan berupa kritikan dan saran
dari pihak yang bersifat membangun dan dapat menyempurnakan makalah
ini.

Banda Aceh, 28 Oktober


2023

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya waktu, gaya hidup kurang sehat dan
kurangnya aktifitas fisik membuat terus bertambahnya penyakit
degeneratif. Lansia atau lanjut usia adalah golongan yang rentan terkena
berbagai penyakit metabolik. Berbagai macam penyakit degeneratif
diantaranya adalah Diabetes, Hipertensi, Jantung, Stroke, Kanker dan
Osteoporosis. Osteoporosis menjadi suatu permasalahan global karena
prevalensinya yang semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Menurut Black, Joyce dan Hawks (2014), Osteoporosis adalah penyakit
skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang berkurang dan
gangguan mikroarsitektur jaringan tulang dengan akibat terjadi
peningkatan fragilitas tulang dan rentan mengalami fraktur.
Prevalensi osteoporosis di dunia masih cukup tinggi. Menurut
WHO (dalam Wardhana, Nugroho dan Hapsari, 2012) menyebutkan
bahwa sekitar 200 juta orang menderita Osteoporosis di seluruh dunia,
termasuk wanita menopause. Dengan bertambah jumlah perempuan
menopause, akan meningkat pula resiko osteoporosis.
Usia merupakan salah satu faktor risiko independen dari
osteoporosis dan fraktur akibat trauma ringan. Berdasarkan data dari
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dalam
(Sihombing dan Ginting, 2015) 50% dari wanita menopause akan
mengalami fraktur akibat osteoporosis. 25% dari angka tersebut akan
mengalami deformitas vertebra, 15% akan mengalami fraktur hip.
Berkurangnya hormon estrogen pada saat menopause meningkatkan
risiko terjadinya osteoporosis. Namun, karena gejala baru muncul setelah
usia 50 tahun, osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini. Wanita
menopause sangat beresiko terjadinya osteoporosis sehubungan
dengan berkurangnya kadar hormon estrogen.

Salah satu manifestasi klinis dari osteoporosis menopause adalah


terjadinya deformitas vertebra thorakalis pada penderitanya. Masalah
yang mungkin muncul pada penderita osteoporosis menopause adalah
terjadinya risiko cedera. Risiko cedera adalah rentan mengalami cedera
fisik akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif
dan sumber defensif individu yang dapat mengganggu kesehatan
(Herdman dan Kamitsuru, 2015). Penanganan yang bisa dilakukan
untuk mencegah terjadinya risiko cedera diantaranya adalah
managemen lingkungan yang aman.

B. Tujuan Umum

a. Tujuan Umum

Untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan lansia dengan


osteoporosis.

b. Tujuan khusus

1. Konsep dasar osteoporosis

2. Asuhan keperawatan lansia dengan osteoporosis


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR OSTEOPOROSIS


1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya
massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan akibat ketidakmampuan
tubuh dalam mengatur kandungan mineral dalam tulang dan disertai dengan
rusaknya arsitektur tulang yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan tulang
yang dalam hal ini adalah pengeroposan tulang, sehingga mengandung resiko
mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit yang
digolongkan sebagai silent disease karena tidak menunjukkan gejala gejala yang
spesifik, gejalanya berupa nyeri pada tulang dan otot, terutama sering terjadi
pada punggung (Kemenkes RI, 2015)

2. Klasifikasi
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015)
Osteoporosis terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Osteoporosis Primer, terbagi menjadi 2 yaitu :


1) Osteoporosis Primer Tipe 1
Adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses
penuaan, yaitu akibat kekurangan estrogen, yakni umumnya pada
wanita yang telah mengalami menopause (osteoporosis menopause)
dan akibat kekurangan testosteron yakni andropause pada pria yang
berarti berkurangnya produksi hormon testosteron.

2) Osteoporosis Primer tipe 2


Sering disebut dengan osteoporosis senil / penuaan

b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis jenis ini dipengaruhi seperti adanya penyakit yang mendasari
seperti obat obatan dan lain lain. Pada osteoporosis sekunder terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat.
c. Osteoporosis Idiopatik

Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada usia


kanak kanak (juvenil), usia remaja (adolsen), dan pria usia pertengah.

3. Etiologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2016)
menunjukkan bahwa kepadatan tulang yang tidak normal lebih banyak
terjadi pada responden yang sudah mengalami menopause (59,6 %)
dibandingkan dengan yang belum menopause (40,4 %). Menopause
merupakan berhentinya wanita mengalami menstruasi. Wanita yang
mencapai menopause lebih cepat mencapai risiko timbulnya osteoporosis
yang lebih besar, hal ini disebabkan akibat penurunan estrogen secara
tajam setelah menopause. Wanita yang telah mengalami menopause sedikit
sekali memproduksi hormon estrogen dibandingkam masa subur yang
mampu menghasilkan hormon estrogen.
Umumnya terjadi pada usia 50-an, di mana terjadi penurunan hormon
esterogen pada wanita saat menopause yang memicu terjadinya
pengeroposan tulang. Hormon estrogen wanita akan turun 2 – 3 tahun
sebelum menopause timbul, dan terus berlangsung sampai 3 – 4 tahun
setelah menopause (Limbong & Syahrul, 2015).
Wanita yang mencapai menopause lebih dini akibat proses alamiah
ataupun setelah operasi pengangkatan indung telur mempunyai resiko
timbulnya pengeroposan tulang yang lebih besar akibat penurunan hormon
estrogen secara tajam saat menopause. Gaya hidup yang kurang gerak pada
wanita menopause juga bisa menyebabkan terjadinya osteoporosis. Latihan
fisik penting dalam pembentukan dan pertahanan tulang terutama bagi
wanita setelah berhenti haid. Kurangnya latihan fisik akan mempercepat
kehilangan zat tulang (Irianto, 2014). Penyebab osteoporosis lainnya
adalah defisiensi vitamin D dan Kalsium. Menurut penelitian Rahman dan
Umamah (2016) menunjukkan bahwa sebagian besar (68,8%) responden
yang minum susu tinggi kalsium dapat mengurangi terjadinya osteoporosis

4. Manifestasi Klinis
Menurut Digiulio (2014) Manifestasi klinis dari Osteoporosis
adalah :
a. Asimtomatik

b. Sakit punggung karena fraktur kompresi pada tubuh belakang

c. Tubuh memendek

d. Lekukan ke depan yang terlalu pada ruas tulang punggung (kifosis)


karena pathologic vertebral retak atau tidak berfungsinya bagian depan
dari tubuh belakang di area thorac.
e. Retakan dengan trauma minor

5. Patofisiologi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi puncak massa tulang
diantaranya genetik, nutrisi dan gaya hidup. Kehilangan massa tulang mulai
terjadi setelah tercapainya puncak massa tulang. Osteoporosis adalah
abnormalitas pada proses remodeling tulang di mana resorpsi tulang melebihi
formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Remodelling tulang
terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup.
Remodeling tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan
osteoklas
Perempuan akan mengalami dua fase pengeroposan tulang terkait usia
. Fase pertama terjadi pada menopause, dominan pada tulang trabekular yang
disebabkan oleh defisiensi estrogen. Hal ini berakibat peningkatan disproporsi
resorpsi tulang dibandingkan formasi. Apabila fase ini mencapai puncaknya
setelah 4 – 8 tahun , fase kedua akan dimulai yaitu yang bersifat menetap,
pengeroposan tulang secara perlahan pada tulang kortikal dan trabekular dan
utamanya mengakibatkan penurunan formasi tulang (Noor, 2014)
Pada saat menopause, kadar hormon estrogen semakin menipis dan
kemudian tidak diproduksi lagi. Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit
diproduksi. Terjadilah ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan
kerusakan tulang. Osteoklas menjadi lebih dominan, kerusakan tulang tidak
lagi bisa diimbangi dengan pembentukan tulang. Osteoklas merusak tulang
selama 3 minggu, sedangkan pembentukan tulang membutuhkan waktu 3
bulan. Dengan demikian, seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin
keropos (dimulai saat memasuki menopause). Berkurangnya / hilangnya
hormon estrogen dari dalam tubuh mengakibatkan lekukan ke depan pada
ruas tulang punggung dan menjadikan keseimbangan tubuh menurun
sehingga memicu terjadinya risiko cidera (Helmi, 2012).
6. Pathwa

7. Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa pemeriksaan untuk mendeteksi osteoporosis lansia :

a. Radiodiagnostik

Penyakit osteoporosis terdiagnosis setelah terjadi keretakan tulang.


Pemeriksaan dengan rontgen berguna untuk mengidentifikasi keretakan
tulang, tapi bukanlah metode yang tepat untuk mengukur kepadatan tulang.
Osteoporosis menopause dapat dideteksi dengan mudah melalui sebuah
prosedur tanpa rasa sakit, yang disebut Dual – Energy X-ray Absorption
(DEXA). Tes ini mengukur kekuatan dan ketangguhan pada tulang atau
sering disebut dengan The bone mineral density atau BMD (Kemenkes
RI, 2015). Menurut Tandra (2009) menunjukkan hasil BMD dimana hasil
nilai T - Score bisa plus atau minus. Bila hasil nol, artinya densitas tulang
sama dengan orang muda normal. Bila plus, artinya tulang lebih padat dari
orang muda. Bila minus, densitas tulang lebih rendah daripada orang
muda.
b. Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan


hormon tiroid, pemeriksaan 25 – hydroxyvitamin
,urinalisis untuk mendeteksi adanya hiperkalsiuria, kadar testosteron,
biopsi tulang (Helmi, 2012)

8. Penatalaksanaan
Menurut Helmi (2012) Penatalaksanaan pada Osteoporosis lansia antara
lain :
a. Konservatif

Pengobatan osteoporosis difokuskan pada usaha memperlambat


atau menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang
dan mengontrol nyeri. Tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah
terjadinya fraktur. Sebagai antisipasi dini diit pada dewasa muda harus
mencapai kepadatan tulang yang normal dengan

mendapatkan cukup kalsium ( 1000 mg/hari ), berolahraga dan menjaga


berat badan normal, modifikasi gaya hidup sehingga dimasa tua tidak
terjadi kekurangan kalsium.
c. Medikamentosa
Obat obatan yang dapat diberikan seperti : estrogen , dapat
mengurangi atau menghentikan kehilangan jaringan tulang. Kalsium dan
vitamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang, bifosfonat
pengobatan lain selain estrogen : alendronate, risedonate, etidronate,
kalsitonin, teriparatide dan obat obatan .

B. Asuhan Keperawatan Osteoporosis

1. Pengkajian

Langkah awal pada pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan yang


dilakukan pertama kali adalah pengkajian. Pengkajian adalah tahapan seorang
perawat mengumpulkan data secara terus menerus terhadap anggota keluarga
yang dibinanya. Pengkajian keluarga dan individu di dalam keluarga di lakukan
dengan cara mengidentifikasi data demografi dan sosial kultural, data
lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga, stres dan koping yang
digunakan keluarga, serta perkembangan keluarga. Sedangkan pengkajian
terhadap individu sebagai anggota keluarga meliputi pengkajian fisik, mental,
emosi, sosial dan spiritual (Harmoko, 2012).
Menurut Wilkinson dan Ahern (2012) pengkajian pada pasien risiko
cedera dengan osteoporosis menopause adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya :
perubahan status mental , derajat keracunan , keletihan , usia kematangan
pengobatan dan defisit motorik atau sensorik (misalnya berjalan dan
keseimbangan)
b. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh Misalnya :
lantai licin , karpet yang sobek, anak tangga tanpa pagar pengaman,
jendela

c. Periksa apakah pasien mengalami luka, luka bakar atau memar


Pengkajian pada pasien osteoporosis menopause dengan
masalah risiko cedera dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pengkajian 5 fungsi keluarga. Anamnesa meliputi pertanyaan mengenai
terjadinya osteoporosis menopause dalam keluarga, terjadi fraktur
sebelumnya, diet konsumsi kalsium harian, pola aktivitas latihan harian,
awal menopause, penggunaan obat.

Menurut Friedman (2010) Pengkajian pada asuhan keperawatan keluarga


meliputi:
a. Mengenal masalah kesehatan
Sejauhmana keluarga mampu mengenal masalah kesehatan tentang
risiko cedera, sejauhmana keluarga mengetahui tentang asupan kalsium dan
vitaminD yang adekuat pada penderita osteoporosis menopause,
sejauhmana keluarga mengetahui tentang latihan fisik secara teratur untuk
mencegah terjadi cedera.
b. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
Keluarga mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan
keluarga. Ketidaksanggupan biasanya dikarenakan keluarga tidak
memahami mengenai sifat, berat dan luasnya masalah
c. Merawat anggota keluarga yang sakit
Sejauhmana keluarga mengetahui cara merawat anggota keluarga yang
berisiko cedera pada pasien osteoporosis menopause, bagaimana sikap
keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit
d. Memodifikasi lingkungan yang sehat
Sejauhmana keluarga melihat keuntungan pemeliharaan kesehatan ,
mengetahui keamanan lingkungan, sikap atau pandangan keluarga terhadap
keamanan lingkungan
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Sejauhmana keluarga mengetahui keberadaan dan keuntungan yang dapat
diperoleh dari fasilitas kesehatan, keluarga memahami keuntungan
keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, apakah fasilitas
kesehatan yang ada terjangkau keluarga.

1. Diagnosis keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai


individu, keluarga atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses
pengumpulan data dan analisa data secara cermat memberikan dasar untuk
menetapkan tindakan tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk
melaksanakannya (Harmoko, 2012).
Adapun masalah keperawatan yang muncul pada osteoporosis, yaitu:
a. Gangguan Mobilitas Fisisk
b. Nyeri Akut
c. Resiko cidera
d. Gangguan Citra Tubuh
e. Defisit perawatan diri
f. Defisit pengetahuan

Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Tujuan: 1. Kaji Penyebab hambatan
Fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan mobilitas fisik
dengan penurunan keperawatan diharapkan pasien 2. Kaji kemampuat mobilisasi
fungsi tulang, kaku dapat menunjukkan peningkatan pasien
pada tulang mobilitas fisik 3. Kaji kekuatan otot pasien
punggung Kriteria Hasil: 4. Bantu pasien dalam
a. Pasien dapat menjelaskan melakukan aktivitas sehari-
tujuan dari mobilitas fisik hari
b. Pasien mengalami peningkatan 5. Ajarkan Pasien menggunakan
dalam aktivitas fisik alat bantu
6. Lakukan latihan ROM pasif
c. Dapat memperagakan atau aktif sesuai dengan
penggunaan alat bantu program
7. Kolaborasi dengan tim medis
lain dalam pemberian obat-
obatan dan fisioterapi

2. Nyeri Akut Tujuan : 1. Anjurkan klien istirahat


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan tempat tidur dengan posisi
kerusakan integritas keperawatan diharapkan nyeri terlentang atau miring
struktur tulang berkurang Kriteria Hasil: 2. Fleksikan lutut selama
a. Klien mengakatan nyeri reda istirahat
saat beristirahat 3. Berikan kompres hangat dan
b. Rasa ketidaknyamanan pijitan punggung
minimal selama aktivitas 4. Anjurkan klien untuk
sehari-hari menggerakkan
c. Klien mennnjukkan ekstremitasnya namun
berkurangnya nyeri tekan pada tidak melakukan gerakan
punggung memutar
5. Kolaborasi dengan dokter
3. Implementasi Keperawatan
Merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
diterapkan. Kegiatan pelaksanaan asuhan keperawatan juga meliputi pengumpulan
data berkelanjutan, observasi respon pasien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan serta menilai data yang baru.
Implementasi atau pelaksanaan merupakan tahapan dari proses
keperawatan keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk
membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah perilaku
hidup sehat. Adanya kesulitan, kebingungan serta ketidakmampuan yang
dihadapi keluarga harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, diharapkan perawat
dapat memberikan kekuatan dan membantu mengembalikan potensi potensi
yang ada, sehingga keluarga mempunyai kepercayaan diri dan mandiri dalam
menyelesaikan masalah (Harmoko, 2012).

4. Evaluasi Keperawatan
` Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien , keluarga
dan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:

Salemba Medika

Wardhana, Nugroho dan Hapsari. (2012). Faktor - faktor risiko

osteoporosis Pada pasien dengan usia di atas 50

tahun. (online) http:// eprints.undip.ac.id , diakses tanggal 21

Desember 2016

Sihombing, B & Ginting. (2015). Manajemen Osteoporosis pada Lansia.

(online) http://repository.usu.ac.id, diakses tanggal 23 Desember

2016

Andriani, Ria. (2016). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan

Kepadatan Tulang pada Lansia Awal Di Puskesmas Pisangan

Tangerang Selatan. (Online). http://www.repository.uinjkt.ac.id

diakses tanggal 11 Mei 2017

Limbong, E.A dan Syahrul, F. (2015). Rasio Risiko Osteoporosis Menurut

Indeks Massa Tubuh, Paritas dan Konsumsi Kafein. (online),

Volume 3 No 2, (http://e-journal.unair.ac.id, diakses 20 Desember

2016)
Pusat Data dan Informasi. (2015). Data dan Kondisi Penyakit

Osteoporosis di Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia. (Online : http://www.pusdatin.kemkes.go.id,

diakses tanggal 20 Desember 2016 )

Rahman, F & Umamah, F. (2016). Hubungan Senam Osteoporosis dengan

Kejadian Osteoporosis pada Peserta Senam Di Rumah Sakit Islam

Surabaya. (Online). http://journal.unusa.ac.id, diakses tanggal 10 Mei

2017

Digiulio, M, et all. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :

Rapha Publishing

Noor, Z. (2014). Buku Ajar Osteoporosis. Jakarta : Salemba Medika


Helmi, Zairin. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal. Jakarta :

Salemba

Medika
Tandra, Hans. (2009). Osteoporosis: Mengenal, Mengatasi dan Mencegah

Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka

Belajar

Wilkinson, J . M. & Ahern, N. R. (2012). Buku saku diagnosis

keperawatan: Diagnosis NANDA,intervensi NIC,kriteria hasil

NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC

Friedman, Marylin M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga:

Riset, Teori, dan Praktek. Jakarta: EGC


Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka

Belajar

Setiadi.(2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Teori dan Praktik. Yogyakarta: GrahaIlmu

Anda mungkin juga menyukai