Disusun Oleh :
Said Yaumul Furqan (2214901153)
Dliya Haura Faradhyna (2214901157)
Cut Chania Agustin (2214901155)
Cut Inayatsyah (2214901147)
Nova Eliza (2214901145)
Nurlita (2214901130)
Raudhatun Safitri (2214901148)
Dosen Pembimbing :
Ns. Fauziah, M. Kep
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya waktu, gaya hidup kurang sehat dan
kurangnya aktifitas fisik membuat terus bertambahnya penyakit
degeneratif. Lansia atau lanjut usia adalah golongan yang rentan terkena
berbagai penyakit metabolik. Berbagai macam penyakit degeneratif
diantaranya adalah Diabetes, Hipertensi, Jantung, Stroke, Kanker dan
Osteoporosis. Osteoporosis menjadi suatu permasalahan global karena
prevalensinya yang semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Menurut Black, Joyce dan Hawks (2014), Osteoporosis adalah penyakit
skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang berkurang dan
gangguan mikroarsitektur jaringan tulang dengan akibat terjadi
peningkatan fragilitas tulang dan rentan mengalami fraktur.
Prevalensi osteoporosis di dunia masih cukup tinggi. Menurut
WHO (dalam Wardhana, Nugroho dan Hapsari, 2012) menyebutkan
bahwa sekitar 200 juta orang menderita Osteoporosis di seluruh dunia,
termasuk wanita menopause. Dengan bertambah jumlah perempuan
menopause, akan meningkat pula resiko osteoporosis.
Usia merupakan salah satu faktor risiko independen dari
osteoporosis dan fraktur akibat trauma ringan. Berdasarkan data dari
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dalam
(Sihombing dan Ginting, 2015) 50% dari wanita menopause akan
mengalami fraktur akibat osteoporosis. 25% dari angka tersebut akan
mengalami deformitas vertebra, 15% akan mengalami fraktur hip.
Berkurangnya hormon estrogen pada saat menopause meningkatkan
risiko terjadinya osteoporosis. Namun, karena gejala baru muncul setelah
usia 50 tahun, osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini. Wanita
menopause sangat beresiko terjadinya osteoporosis sehubungan
dengan berkurangnya kadar hormon estrogen.
B. Tujuan Umum
a. Tujuan Umum
b. Tujuan khusus
2. Klasifikasi
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015)
Osteoporosis terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
b. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis jenis ini dipengaruhi seperti adanya penyakit yang mendasari
seperti obat obatan dan lain lain. Pada osteoporosis sekunder terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat.
c. Osteoporosis Idiopatik
3. Etiologi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2016)
menunjukkan bahwa kepadatan tulang yang tidak normal lebih banyak
terjadi pada responden yang sudah mengalami menopause (59,6 %)
dibandingkan dengan yang belum menopause (40,4 %). Menopause
merupakan berhentinya wanita mengalami menstruasi. Wanita yang
mencapai menopause lebih cepat mencapai risiko timbulnya osteoporosis
yang lebih besar, hal ini disebabkan akibat penurunan estrogen secara
tajam setelah menopause. Wanita yang telah mengalami menopause sedikit
sekali memproduksi hormon estrogen dibandingkam masa subur yang
mampu menghasilkan hormon estrogen.
Umumnya terjadi pada usia 50-an, di mana terjadi penurunan hormon
esterogen pada wanita saat menopause yang memicu terjadinya
pengeroposan tulang. Hormon estrogen wanita akan turun 2 – 3 tahun
sebelum menopause timbul, dan terus berlangsung sampai 3 – 4 tahun
setelah menopause (Limbong & Syahrul, 2015).
Wanita yang mencapai menopause lebih dini akibat proses alamiah
ataupun setelah operasi pengangkatan indung telur mempunyai resiko
timbulnya pengeroposan tulang yang lebih besar akibat penurunan hormon
estrogen secara tajam saat menopause. Gaya hidup yang kurang gerak pada
wanita menopause juga bisa menyebabkan terjadinya osteoporosis. Latihan
fisik penting dalam pembentukan dan pertahanan tulang terutama bagi
wanita setelah berhenti haid. Kurangnya latihan fisik akan mempercepat
kehilangan zat tulang (Irianto, 2014). Penyebab osteoporosis lainnya
adalah defisiensi vitamin D dan Kalsium. Menurut penelitian Rahman dan
Umamah (2016) menunjukkan bahwa sebagian besar (68,8%) responden
yang minum susu tinggi kalsium dapat mengurangi terjadinya osteoporosis
4. Manifestasi Klinis
Menurut Digiulio (2014) Manifestasi klinis dari Osteoporosis
adalah :
a. Asimtomatik
c. Tubuh memendek
5. Patofisiologi
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi puncak massa tulang
diantaranya genetik, nutrisi dan gaya hidup. Kehilangan massa tulang mulai
terjadi setelah tercapainya puncak massa tulang. Osteoporosis adalah
abnormalitas pada proses remodeling tulang di mana resorpsi tulang melebihi
formasi tulang menyebabkan hilangnya massa tulang. Remodelling tulang
terjadi pada tiap permukaan tulang dan berlanjut sepanjang hidup.
Remodeling tulang digambarkan dengan keseimbangan fungsi osteoblas dan
osteoklas
Perempuan akan mengalami dua fase pengeroposan tulang terkait usia
. Fase pertama terjadi pada menopause, dominan pada tulang trabekular yang
disebabkan oleh defisiensi estrogen. Hal ini berakibat peningkatan disproporsi
resorpsi tulang dibandingkan formasi. Apabila fase ini mencapai puncaknya
setelah 4 – 8 tahun , fase kedua akan dimulai yaitu yang bersifat menetap,
pengeroposan tulang secara perlahan pada tulang kortikal dan trabekular dan
utamanya mengakibatkan penurunan formasi tulang (Noor, 2014)
Pada saat menopause, kadar hormon estrogen semakin menipis dan
kemudian tidak diproduksi lagi. Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit
diproduksi. Terjadilah ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan
kerusakan tulang. Osteoklas menjadi lebih dominan, kerusakan tulang tidak
lagi bisa diimbangi dengan pembentukan tulang. Osteoklas merusak tulang
selama 3 minggu, sedangkan pembentukan tulang membutuhkan waktu 3
bulan. Dengan demikian, seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin
keropos (dimulai saat memasuki menopause). Berkurangnya / hilangnya
hormon estrogen dari dalam tubuh mengakibatkan lekukan ke depan pada
ruas tulang punggung dan menjadikan keseimbangan tubuh menurun
sehingga memicu terjadinya risiko cidera (Helmi, 2012).
6. Pathwa
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Radiodiagnostik
8. Penatalaksanaan
Menurut Helmi (2012) Penatalaksanaan pada Osteoporosis lansia antara
lain :
a. Konservatif
1. Pengkajian
1. Diagnosis keperawatan
Diagnosa
NOC NIC
keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Tujuan: 1. Kaji Penyebab hambatan
Fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan mobilitas fisik
dengan penurunan keperawatan diharapkan pasien 2. Kaji kemampuat mobilisasi
fungsi tulang, kaku dapat menunjukkan peningkatan pasien
pada tulang mobilitas fisik 3. Kaji kekuatan otot pasien
punggung Kriteria Hasil: 4. Bantu pasien dalam
a. Pasien dapat menjelaskan melakukan aktivitas sehari-
tujuan dari mobilitas fisik hari
b. Pasien mengalami peningkatan 5. Ajarkan Pasien menggunakan
dalam aktivitas fisik alat bantu
6. Lakukan latihan ROM pasif
c. Dapat memperagakan atau aktif sesuai dengan
penggunaan alat bantu program
7. Kolaborasi dengan tim medis
lain dalam pemberian obat-
obatan dan fisioterapi
4. Evaluasi Keperawatan
` Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien , keluarga
dan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika
Desember 2016
2016
2016)
Pusat Data dan Informasi. (2015). Data dan Kondisi Penyakit
2017
Rapha Publishing
Salemba
Medika
Tandra, Hans. (2009). Osteoporosis: Mengenal, Mengatasi dan Mencegah
Belajar
Belajar