Anda di halaman 1dari 44

BOUT

MIELITIS
Search

SAP OSTEOPOROSIS
04JAN2010Leave a comment
by umayra in Uncategorized
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Muskuloskeletal

Pokok Bahasan : Osteoporosis

Sasaran : Klien yang berusia diatas 50 tahun

Tempat : Posbindu Melati Ciputat

Tanggal : 29 Desamber 2009

Waktu : 20 menit

Media : leafleat, Infocus dan Laptop

Penyaji: Umayra Maulida sabatiyah

Metode : Ceramah, Tanya Jawab

1. 1. Latar Belakang
Penuaan sering di ikuti dngan penurunan kualitas hidup sehingga status lansia
dalam kondisi sehat atau sakit. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan
tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.Penurunan kemampuan
berbagai organ, fungsi, dan system tubuh ada umumnya tanda proses menua mulai
tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60
tahun.

Menurut WHO, osteoporosis menduduki peringkat kedua, di bawah penyakit


jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data internasional
Osteoporosis Foundation, lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami resiko
seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%.
Sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13%.

Menurut Departemen Kesehatan RI, dampak osteoporosis di Indonesia sudah dalam


tingkat yang patut diwaspadai, yaitu mencapai 19,7% dari populasi.
Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bogor, yang
melakukan penelitian dari tahun 1999 2002 pada beberapa Propinsi di Indonesia
didapatkan bahwa satu dari lima perempuan mengalami osteoporosis pada usia
memasuki 50 tahun. Dan pada laki-laki umur 55 tahun. Kejadian osteoporosis lebih
tinggi pada wanita ( 21,74 % ) dibandingkan dengan laki-laki (14,8 %). ( Siswono,
2003 )

Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. (Nugroho, 2000).

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun
demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering
menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa,
misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan tulang, jaringan pada otot, susunan
syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.
Penyebab osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor dan pada individu bersifat
multifaktoral seperti gaya hidup tidak sehat, kurang gerak/tidak berolah raga serta
pengetahuan mencegah osteoporosis yang kurang akibat kurangnya akibat akti vitas
fisik yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta kurangnya
asupan kalsium, maka kepadatan tulang menjadi rendah sampai terjadinya
osteoporosis.

Persoalan osteoporosis pada lansia erat sekali hubungannya dengan kemunduran


produksi beberapa hormone pengendali remodeling tulang, seperti Kalsitonim dan
hormone seks. Dengan bertambahnya usia, produksi beberapa hormone tersebut
akan merosot, hanya saja penurunan produksi beberapa osteoblast, sehingga
memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan mengendur aktivitasnya
setelah seseorang menginjak usia ke 50 disusul tahun terakhir adalah testosterone
pada kurun waktu usia 48 52. Persoalan besar akan muncul juga jika terjadi
gangguan dalam keseimbangan kedua proses itu, seperti yang terjadi pada
osteoporosis. Dalam osteoporosis proses demineralisasi lebih cepat dan lebih tinggi
dibandingkan dengan proses meneralisasi. Resikonya terjadilah pengeroposan
tulang. Tulang akan kehilangan masa dalam jumlah besar sehingga kekuatannya
pun merosot drastis. Kondisi ini tentu tidak bisa diabaikan begitu saja penurunan
sepersepuluh kepadatan tulang saja menimbulkan resiko patah tulang 2 3 kali
lebih sering, jika kondisi ini dibiarkan resiko terjadi patah tulang sulit dihindari.
Proses tidak seimbang bisa muncul secara alamiah seperti akibat pengaruh usia
lanjut, menopause, gangguan hormonal, dan ketidak aktifan tubuh.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami tertarik untuk memberikan


penyuluhan atau pendidikan kesehatan mengenai Osteoporosis yang meliputi :
Pengertian Osteoporisis, Penyebab Osteoporosis, Tanda dan Gejala Osteoporosis,
Pencegahan Osteoporosis dan Penatalaksanaan Osteoporosis

II. Tujuan Umum :


setelah dilakukan penyuluhan klien dan berada di ruang Mawar PSTW Budi Mulya,
diharapkan mampu memahami tentang penyakit osteoporosois dan penanganannya.

III. Tujuan Khusus :


Setelah dilakukan tindakan penyuluhan;

Klien dapat memahami pengertian Osteoporosis.


Klien dapat mengenal tanda tanda dan gejala Osteoporosis
Klien dapat mengetahui penyebab Osteoporosis
Klien memahami pencegahannya pada Osteoporosis
Klien memahami penatalaksanaan pada Osteoporosis
IV. Pokok Materi
1. Pengertian Osteoporosis
2. Tanda dan gejala Osteoporosis
3. Penyebab Osteoporosis
4. Pencegan Osteoporosis
5. Penatalaksanaan pada Osteoporosis
V. Kegiatan Penyuluhan
Tahap Kegiatan Kegiatan penyaji Kegiatan peserta Media

Pembukaan

(5 menit)

Salam pembuka

Pekenalan

Menjelaskan maksud dan tujuan penyuluhan.

Memberi pertanyaan perihal yang akan disampaikan Memperhatikan


mendengarkan dan menjawab pertanyaan

Ceramah dan tanya jawab


Penyajian
(10 menit ) Menyampaikan materi :
Menjelaskan pengertian osteoporosis

Menjelaskan penyebab dari osteoporosis


Menjelaskan tanda dan gejala osteoporosis
Menjelaskan faktor resiko terkena osteoporosis
Menjelaskan pencegahan osteoporosis
Menjelaskan penatalaksanaan bagi penderita osteoporosis
Memperhatikan dan mendengarkan keterangan

Ceramah membagikan leafleat

Penutup

( 5 menit )

Memberikan kesempatan bertanya pada Audience

Merangkum Materi

Salam Penutup Bertanya

Menjawab pertanyaan penyuluhan Tanya jawab

VI. Evaluasi
Prosedur : Tanya Jawab

jenis test : pertanyaan secara lisan

butir-butir soal :

1. sebutkan pengertian osteoporosis ?


2. sebutkan penyebab osteoporosis ?
3. sebutkan tanda dan gejala osteoporosis ?
4. Sebutkan faktor resiko terkena osteoporosis?
5. sebutkan cara pencegahan osteoporosis?
6. Sebutkan penatalaksanaan Osteoporosis
MATERI PENYULUHAN
Pengertian Osteoporosis
Penelitian di Amerika, pada usia 50 tahun, 1 dari 4 wanita, 1 dari 8 pria
menderita Osteoporosis. Sejak meningkatnya angka harapan hidup
manusia di Indonesia, semakin banyak kasus osteoporosis pada manusia
usia lanjut.
Osteoporosis adalah penyakit dengan ciri khas berupa rendahnya massa tulang yang
disertai perubahan-perubahan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang akhirnya meningkatkan kerapuhan tulang dengan risiko
terjadinya patah tulang. (WHO, International Consensus Development
Conference, Roma Italia 1992) .
Osteoporosis atau pengeroposan tulang merupakan penyakit yang disebabkan
karena penyusutan massa dan kemerosotan struktur tulang, sehingga tulang rapuh
dan rawan patah. (Suryadi, 2000).

Osteoporosis, atau tulang keropos, terjadi jika terlalu banyak zat mineral
dihilangkan dari kerangka tulang. Tulang menjadi rapuh dan lebih mudah patah.
Patah tulang yang paling umum adalah tulang pinggul, tulang belakang dan tulang
pergelangan tangan
Penyebab Osteoporosis
Faktor-faktor yang menyebabkan osteoporosis yaitu:

1. Peningkatan usia
Di atas usia sekitar 35 tahun, kepadatan tulang menurun. Osteoporosis terutama di
alami oleh pria dan wanita di atas 50 tahun. Saat kadar estrogen menurun setelah
menopause, kepadatan tulang juga menurun. Wanita pascamenopause mewakili
kelompok terbesar orang dengan osteoporosis. Hal ini dikaitkan dengan masa
menopause pada wanita. Ketika wanita memasuki masa menopause, fungsi
ovariumnya menurun akibatnya produksi hormon estrogen dan progesteron
berkurang. Jika kadar estrogen dalam darah turun, maka siklus remodeling tulang
berubah dan pengurangan jaringan tulang mulai terjadi. Salah satu fungsi estrogen
adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal. Yang sangat
terpengaruh dengan keadaan ini adalah tulang trabekular, karena tingkat turun
overnya tinggi.( Lane, 2001).

1. Kadar testosteron rendah


Pada pria, hormon testosteron memperlambat resorpsi tulang dengan cara yang
sama seperti estrogen pada wanita.

1. Kecenderungan genetik
Riwayat keluarga dan kelompok etnik dapat meningkatkan risiko terjadinya
osteoporosis.

1. Penyakit lain
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi regenerasi tulang normal

1. Obat-obatan
Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati kondisi lain juga dapat
mempengaruhi regenerasi tulang

1. Berat badan rendah


2. Pola makan buruk
Kurang mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan vitamin D dalam pola
makan.

1. Merokok / mengkonsumsi alkohol secara berlebihan


2. Kurang olahraga. ( R ebecca, 2007 )
Tanda dan Gejala Osteoporosis
Osteoporosis disebut silent disease karena proses kepadatan tulang berkurang
secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa
disadari dan tanpa disertai adanya gejala.
Penyakit osteoporosis sulit untuk di deteksi karena proses kepadatan tulang
berkurang secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun
tanpa kita sadari dan tanpa di sertai adanya gejala. Gejala-gejala baru timbul pada
tahap osteoporosis lanjut seperti:

patah tulang

Punggung yang semakin memburuk

hilangnya tinggi badan

nyeri punggung

Faktor Resiko terkena osteoporosis


Kurang aktivitas fisik dan olahraga

Mengalami menopause Iebih cepat (praecox)


Kebiasaan merokok/minum alcohol
Berat badan dibawah normal/kurang gizi
Memiliki riwayat osteoporosis dalam keluarga
Pernah menggunakan obat-obatan steroid dalam waktu lama, atau
menggunakan obat antitiroid secara berlebihan.
Kegemukan/obesitas
Pencegahan pada penyakit Osteoporosis
Tindakan yang dilakukan untuk mencegah osteoporosis yaitu :

1. Asupan kalsium cukup


Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang yang dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup.

1. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)


Sinar matahari UV B membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan
tubuh dalam pembentukan massa tulang.

1. Melakukan olah raga


2. Gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol , kurangi konsumsi kopi,
minuman bersoda, daging merah.
3. Mengkonsumsi obat. (Ferdinand, 2008)
Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering
diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif
dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6
tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan
mengurangi resiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen
yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah
kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk
mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri
atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita,
terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D
dalam jumlah yang mencukupi. Wanita pasca menopause yang menderita
osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan
progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan
penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan
vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak
menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya
rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya
diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips
atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri
punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace
dan dilakukan terapi fisik.
Penanganan yang dapat di lakukan pada klien osteoporosis meliputi :
Diet
Pemberian kalsium dosis tinggi
Pemberian vitamin D dosis tinggi
Pemasangan penyangga tulang belakang (spina brace) untuk mengurangi nyeri
punggung.
Pencegahan dengan menghindari faktor resiko osteoporosis (mis. Rokok,
mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktifitas fisik).
Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.
Referensi :
Mansjoer, Ariep, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price. 2000. Patofisiologi. EGC. Jakarta.

http://ilmukeperawatanstikesfaletehancom.blogspot.com/2009/02/sap-
hipertensi_27.html?zx=fd72297fddeab593
http://wayanpuja.blinxer.com/?page_id=239
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) OSTEOPOROSIS

1. Bidang Studi : Penyakit Degeneratif


2. Topik : Osteoporosis
3. Sub Topik : Cara Mencegah Osteoporosis
4. Sasaran : Lansia
5. Hari/ Tanggal :
6. Jam : 16.00 WIB
7. Waktu : 30 menit
8. Tempat : Balai Desa

1. LATAR BELAKANG MASALAH


Penuaan sering di ikuti dngan penurunan kualitas hidup sehingga status lansia dalam
kondisi sehat atau sakit. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress
lingkungan.Penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi, dan system tubuh ada umumnya
tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia
sekitar 60 tahun.
Menurut WHO, osteoporosis menduduki peringkat kedua, di bawah penyakit jantung
sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data internasional Osteoporosis Foundation,
lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat
osteoporosis, bahkan mendekati 40%. Sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13%.
Menurut Departemen Kesehatan RI, dampak osteoporosis di Indonesia sudah dalam
tingkat yang patut diwaspadai, yaitu mencapai 19,7% dari populasi.
Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bogor, yang melakukan
penelitian dari tahun 1999 2002 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu
dari lima perempuan mengalami osteoporosis pada usia memasuki 50 tahun. Dan pada laki-laki
umur 55 tahun. Kejadian osteoporosis lebih tinggi pada wanita ( 21,74 % ) dibandingkan dengan
laki-laki (14,8 %). ( Siswono, 2003 )
Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Nugroho,
2000).
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang
harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan tulang, jaringan pada otot, susunan syaraf, dan jaringan
lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit.
Penyebab osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor dan pada individu bersifat
multifaktoral seperti gaya hidup tidak sehat, kurang gerak/tidak berolah raga serta pengetahuan
mencegah osteoporosis yang kurang akibat kurangnya akibat akti vitas fisik yang dilakukan
sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta kurangnya asupan kalsium, maka kepadatan
tulang menjadi rendah sampai terjadinya osteoporosis.
Persoalan osteoporosis pada lansia erat sekali hubungannya dengan kemunduran produksi
beberapa hormone pengendali remodeling tulang, seperti Kalsitonim dan hormone seks. Dengan
bertambahnya usia, produksi beberapa hormone tersebut akan merosot, hanya saja penurunan
produksi beberapa osteoblast, sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan
mengendur aktivitasnya setelah seseorang menginjak usia ke 50 disusul tahun terakhir adalah
testosterone pada kurun waktu usia 48 52. Persoalan besar akan muncul juga jika terjadi
gangguan dalam keseimbangan kedua proses itu, seperti yang terjadi pada osteoporosis. Dalam
osteoporosis proses demineralisasi lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan proses
meneralisasi. Resikonya terjadilah pengeroposan tulang. Tulang akan kehilangan masa dalam
jumlah besar sehingga kekuatannya pun merosot drastis. Kondisi ini tentu tidak bisa diabaikan
begitu saja penurunan sepersepuluh kepadatan tulang saja menimbulkan resiko patah tulang 2 3
kali lebih sering, jika kondisi ini dibiarkan resiko terjadi patah tulang sulit dihindari. Proses tidak
seimbang bisa muncul secara alamiah seperti akibat pengaruh usia lanjut, menopause, gangguan
hormonal, dan ketidak aktifan tubuh.

2. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TU)


Setelah mendapatkan penyuluhan tentang osteoporosis selama 30 menit, para
lansia diharapkan dapat mengetahui mengenai cara mencegah osteoporosis.

3. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIM)


Setelah dilakukan penyuluhan tentang osteoporosis di harapkan audiens dapat memahami
1. Peserta dapat menjelaskan pengertian osteoporosis dengan benar.
2. Peserta dapat menyebutkan tanda dan gejala menopause dengan benar.
3. Peserta dapat menyebutkan faktor resiko penyebab osteoporosis dengan benar.
4. Peserta dapat menjelaskan bagaimana cara mencegah osteoporosis dengan benar.
5. Peserta dapat menjelaskan makanan yang dianjurkan untuk mencegah osteoporosis dengan
benar.

4. STRATEGI PELAKSANAAN
Strategi yang digunakan dalam penyampaian penyuluhan ini berupa :
- Ceramah
- Tanya jawab

5. DRAFT RENCANA PROSES PELAKSANAAN


Tahap/
Kegiatan Pengajar Kegiatan Peserta
Waktu
Pendahuluan Memberi salam pembuka dan Menjawab salam &
(5 menit) memperkenalkan diri memperhatikan
Menginformasikan materi yang akan Memperhatikan
disampaikan Memperhatikan
Menjelaskan tujuan yang hendak di capai Memperhatikan &
pada akhir penyuluhan menjawab pertanyaan
Apersepsi dengan cara menggali
pengetahuan yang dimiliki peserta
Penyajian Menjelaskan tentang Mendengarkan dan
Materi pengertian osteoporosi. memperhatikan
(15 menit) Menyebutkan tanda dan gejala Bertanya
osteoporosis. Menjawab pertanyaan
Menyebutkan faktor resiko yang Mendengarkan dan
mempengaruhi osteoporosis. memperhatikan
Menjelaskan makanan yang dianjurkan
untuk mencegah osteoporosis.
Menjelaskan cara mencegah osteoporosis.
Memberikan kesempatan kepada peserta
untuk bertanya seputar materi yang
disampaikan
Memberi kesempatan kepada peserta lain
untuk menjawab pertanyaan
Menjelaskan dan menjawab pertanyaan
Evaluasi Memberikan pertanyaan kepada peserta Menjawab pertanyaan
(5 menit) seputar materi yang telah diberikan
Penutup Menyimpulkan Materi Mendengarkan
(5 menit) Menutup pertemuan & mengucapkan Mendengarkan dan
salam penutup menjawab salam

6. MEDIA PENYULUHAN
Media Penyuluhan yang digunakan:
1. Materi SAP
2. Leaflet
3. PPT

7. METODE EVALUASI
1. Metode Evaluasi : Tanya jawab
2. Jenis Evaluasi : Lisan

8. KRITERIA EVALUASI
1. Peserta mampu menjelaskan pengertian osteoporosis dengan benar.
2. Peserta mampu menyebutkan tanda dan gejala menopause dengan benar.
3. Peserta mampu menyebutkan faktor resiko penyebab osteoporosis dengan benar.
4. Peserta mampu menjelaskan bagaimana cara mencegah osteoporosis dengan benar.
5. Peserta mampu menjelaskan makanan yang dianjurkan untuk mencegah osteoporosis dengan
benar.

9. MATERI
1. Pengertian osteoporosis.
2. Tanda dan gejala osteoporosis.
3. Faktor yang mempengaruhi osteoporosis.
4. Cara mencegah osteoporosis.
5. Makanan yang baik untuk mencegah osteoporosis.

10. MATERI
1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa
masa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia
lanjut dengan penyebab yang belum diketahui. sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh
penyakit yang berhubungan dengan :
a. Kelainan Hepar
b. Kegagalan ginjal kronis
c. Kurang gerak
d. Kebiasaan minuman alcohol
e. Pemakai obat-obatan
f. Kelebihan kafein
g. Merokok
Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul
lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenokkpausal, wanita kulit putih dan daerah.

2. Tanda Dan Gejala Osteoporosis


Tanda tanda osteoporosis perubahan tinggi badan, terjadinya patah tulang di pergelangan
tangan, tulang belakang atau panggul setelah terjatuh atau trauma yang ringan.
Gejala osteoporosis meliputi : Nyeri punggung, hilang tinggi badan, badan membungkuk, tulang
mudah patah.

3. Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Osteoporosis


Risiko osteoporosis lebih tinggi jika usia lanjut, menopause, keturunan, amenore, gaya hidup
tidak aktif, diet rendah kalsium atau vitamin D, merokok, terlalu banyak minum alkohol,
mengkonsumsi obat tertentu (termasuk beberapa obat anti-kejang,dan sebagainya. Kondisi
hormonal tertentu juga dapat mempengaruhi penyakit osteoporosis.
Wanita selain memiliki resiko terhadap osteoporosis pada usia tua, namun resiko ini menjadi
meningkat dengan adanya faktor-faktor dibawah ini :
a. Merokok
b. Konsumsi alcohol
c. Diet rendah kalsium
d. Gangguan dalam hal diet: bulimia dan anoreksi
e. Menopause yang lebih awal
Pada usia diatas 30 tahun, di dalam tubuh wanita sudah mulai mengambil cadangan kalsium
yang ada di dalam tulang untuk keperluan metabolisme lainnya, sehingga pada usia ini pula
resiko akan osteoporosis sudah mulai terjadi. Untuk itu bagi wanita yang sudah berumur 30
tahun dianjurkan untuk mulai mengkonsumsi suplemen kalsium.

4. Cara-Cara Pencegahan Osteoporosis


a. Rajin berolah raga
b. Upayakan mencapai berat tubuh yang idal
c. Penuhi kebutuhan nutrisi tulang dengan menambah Kalsium clan vitamin D
d. Hilangkan kebiasaan seperti merokok, mengonsumsi alkohol clan kafein.
e. Berjemur 15 menit di bawah sinar matahari pagi atau sore hari, membantu tubuh untuk
mensintesa atau membuat vitamin D-nya sendiri.
f. Upayakan menghindari cedera (khususnya jatuh)

5. Makanan Yang Dianjurkan


a. Susu
Susu merupakan sumber utama kalsium serta vitamin D. Untuk menjaga kesehatan tubuh,
minumlah susu yang rendah lemak agar kebutuhan kalsium terpenuhi tanpa perlu kawatir tubuh
Anda akan menjadi gemuk. Anda pun bisa mendapatkan asupan kalsium dari produk-produk
olahan susu seperti keju, es krim dan lain-lain.
b. Kacang-kacangan
Jenis kacang-kacangan seperti biji labu, almond dan kacang tanah kaya
akan magnesium yang membantu pembentukan kalsium. Walnut, kaya akan asam lemak omega-
3 dan alphalinoleic acid yang membantu menguatkan tulang.
c. Wortel
Wortel kaya akan alpha-carotene, beta carotene danbetacryptoxanthin yang baik untuk
mempertahankan kekuatan tulang. Cuci bersih buah wortel dan makanlah dalam keadaan masih
mentah. Wortel mentah punya manfaat lebih baik bila dibandingkan yang sudah dimasak
matang. Anda juga dapat mengonsumsi wortel sebagai campuran salad. Usahakan untuk
mengonsumsi makanan diatas setiap hari agar Anda memiliki tulang yang kuat.
d. Sayuran yang berdaun hijau
e. Ikan

11. DAFTAR PUSTAKA


Frost HM, Thomas CC. Bone Remodeling Dynamics. Springfield, IL: 1963.
Riggs, B.L.; Melton, Lj 3.r.d. (2005). "The worldwide problem of osteoporosis: insights afforded
by epidemiology.".

Cauley JA, Hochberg MC, Lui LY et al (2007). "Long-term Risk of Incident Vertebral
Fractures".JAMA 298: 27612767.
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOPOROSIS
I. KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porousberarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali,
1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah,
disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah
tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka,
ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko
patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas
tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah
patah (Sudoyo, 2009).

B. Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem
pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur
tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai
trauma yang jelas.
Diperkirakan lebih 200 juta orang diseluruh dunia terkena osteoporosis , sepertiganya terjadi
pada usia 60-70 th, 2/3nya terjadi pada usia lebih 80 th. Diperkirakan 30% dari wanita di atas
usia 50 th mendapat 1 atau lebih patah tulang vertabra. Diperkirakan 1 dari 5 pria di atas 50 th
mendapat patah tulang akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian 5 tahun pertama
meningkat sekitar 20 % pada patah tulang nertebra maupun panggul.
Di Amerika pada tahun 1995 pata tulang aibat osteoporosis menduduki peringkat 1 dibanding
penyakit lain, jumlah 1,5 juta pertahun dengan patah tulang vertebra terbanyak (750
ribu),hip(250 ribu), wrist(250 ribu), fraktur lain ( 250 ribu),dengan anggaran meningkat sebesar
13,8 miliar dollarpertahun(kebanyakan biaya untuk patah tulang hip sebesar 8,7 miliar dollar.
Bahkan diperkirakan insiden patah tulang hip meningkat bermakna 240% pada wanita dan 320%
pada pria. Perkiraan pada tahun 2050 menjadi 6,3 juta terbanyak di asia.
C. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5
% sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri
pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan
bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan
tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.
D. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada
wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala
timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau
lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan
terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya
tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan
pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan
oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis
dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya
kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang
normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang
E. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1) Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan
proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles.
Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
F. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada
umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya
massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai
contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot
maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot
maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu
yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum
diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk
meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral),
pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat
dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai
dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan
tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan
dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari
pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan
kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah.
Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor,
maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut
akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung
protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium
yang negative.
e. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium
dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat
urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini
akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa
tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density )
berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang)
bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang
mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang
mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan
lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang
yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara volimetrik.
c. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang
suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum
tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang
kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e. Biopsi tulang dan Histomorfometri
f. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
g. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat
pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling
berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
h. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam
diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan
fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
i. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pengobatan
1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan
adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
Penatalaksanaan keperawatan
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.
J. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c.Hindari :
1. Makanan tinggi protein
2. Minum alkohol
3. Merokok
4. Minum kopi
5. Minum antasida yang mengandung aluminium
K. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan
lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles pada
pergelangan tangan
L. Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita. Kompresi
fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.

II. Konsep Keperawatan


1. Pengkajian
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b. Kebiasaan minum alkohol, kafein
c. Riwayat keluarga dengan osteoporosis
d. Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
e. Penggunaan steroid
2) Pola nutrisi metabolic
Inadekuat intake kalsium
3) Pola aktivitas dan latihan
a. Fraktur
b. Badan bungkuk
c. Jarang berolah raga
4) Pola tidur dan istirahat
Tidur terganggu karena nyeri
5) Pola persepsi kognitif
Nyeri punggung
6) Pola reproduksi seksualitas
Menopause
7) Pola mekanisme koping terhadap stress
Stres, cemas karena penyakitnya
2. Diagnosa Keperawatan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
2) Nyeri b.d adanya fraktur
3) Konstipasi b.d imobilitas
4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
3. Perencanaan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Intervensi:
Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan fraktur
Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari pukulan yang tidak
sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh, porus dan
kehilangan kalsium.
Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan tidak mengangkat
beban yang berat.
R/. Gerakan tubuh yang cepat dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien
dengan osteoporosis
Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah osteoporosis
lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra
dalam tulang.
Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine;
alkohol berlebihan meningkatkan asidosis, meningkatkan reabsorpsi tulang.
Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis
2) Nyeri b.d adanya fraktur
HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri berkurang
sampai hilang.
Intervensi:
1) Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi terlentang
atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
3) Beri kasur padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4) Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
5) Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
6) Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari
gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7) Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
8) Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa
kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
9) Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu
dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres
akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
10) Opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri
punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non opoid dapat mengurangi nyeri.
3) Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu, konsistensi
feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
1) Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
2) b. Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
3) Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
4) Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena bila terjadi kolaps vertebra pada
T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
5) Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi
4) Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan program
tindakan
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
2) Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3) Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein,
rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4) Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan
tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5) Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/.
Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai
dapat meminimalkan efek oesteoporosis.
6) Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan
distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka
pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya
efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko
pembentukan batu ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT Bhuana Ilmu
Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada Sekelompok
Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-
126
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Read more: Askep : LAPORAN PENDAHULUAN


OSTEOPOROSIS http://nandarnurse.blogspot.com/2014/03/askep-laporan-pendahuluan-
osteoporosis.html#ixzz4dtzls2UM
Under Creative Commons License: Attribution
Follow us: nHandar on Facebook
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA OSTEOPOROSIS

Disusun oleh :
Mochammad Muhaimin

AKADEMI KEPERAWATAN KERTA CENDEKIA

SIDOARJO

2014
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, maka


jumlah manusia lanjut usia di Republik ini akan bertambah banyak pula. Sehingga
masalah penyakit akibat ketuaan akan semakin banyak kita hadapi. Salah satu
penyakit yang harus diantisipasi adalah semakin banyaknya penyakit osteoporosis
dan patah tulang yang diakibatkannya (Bayu Santoso, 2001)

Pada tahun 60 tahun ke depan akan terjadi perubahan demografik


yang akan meningkatkan populasi warga usia lanjut dan meningkatkan terjadinya
patah tulang karena osteoporosis. Jumlah penderita patah tulang akibat
osteoporosis yang pada tahun 1990 mencapai 1,7 juta akan menjadi 6,3 juta pada
tahun 2050, kecuali jika ada tindakan pencegahan yang agresif (Joewono Soeroso,
2001).

80% osteoporosis terjadi pada wanita terutama yang sudah


mencapai usia menoupouse. Osteopororis sebetulnnya adalah berkurangnya masa
tulang yang kemudian diikuti dengan kerusakan arsitektur tulang, sehingga tulang
mudah mengalami patah tulang (R. Prayitno Prabowo, 2001).

Osteoporosis didefinisikan sebagai kelainan skeletal yang ditandai


dengan adanya gangguan kekuatan tulang yang mengakibatkan tulang menjadi
lebih besar resikonya untuk mengalami patah tulang. (Edi Mutamsir, 2001).
Osteoporosis dibagi menjadi tiga yaitu osteoporosis primer,
osteoporosis sekunder dan osteoporosis idiopatik. Dalam penelitian ini peneliti
membatasi pada osteoporosis primer. Menurut Albright JA tahun 1979.
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan
merupakan kelompok yang terbesar. Ada dua faktor resiko yang menjadi penyebab
utama terjadinya osteoporosis yaitu faktor yang dapat diubah dan faktor yang tidak
dapat diubah.

Dengan mengetahui faktor resiko osteoporosis, kita dapat


memperkirakan penyebab atau suatu hal yang dapat mempermudah terjadinya
osteoporosis. Konsep ini sangat bermanfaat dalam upaya mengurangi angka
kecacatan.

1.1 Rumusan Masalah

1.1.1 Apa pengertian dari osteoporosis ?

1.1.2 Apa saja penyebab dari osteoporosis ?

1.1.3 Bagaimana cara pencehannya ?

1.1.4 Bagaimana asuhan keperawatan lansia pada kasus osteoporosis ?

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Mengetahi apa yang dimaksud dengan osteoporosis.

1.2.2 Mengetahui penyebab dari osteoporosis.

1.2.3 Mengetahui cara pencegahannya.

1.2.4 Mengetahui cara membuat asuhan keperawatannya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Osteoporosis


Osteoporosis adalah kondisi dimana terjadi peningkatan porositas dari
tulang. Atau dengan kata lain adalah sugresif dari masa tulang, sehingga
memudahkan terjadinya patah tulang (Albright JA, 1979).

Bagian tulang yang umumnya diserang adalah (Djoko Roeshadi, 2001):

1. Pada tulang radius distal

2. Pada tulang vertebrae

3. Pada tulang kollum femur / pelvis

2.2 Pembagian Osteoporosis


Chehab Rukmi Hylmi (1994) membagi osteoporosis sebagai berikut :

1. Osteoporosis Primer

2. Osteoporosis Sekunder

3. Osteoporosis Idiopatic

1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer adalah suatu osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan jelas ini merupakan kelompok terbesar.
Osteoporosis primer dibagi menjadi :

1. Type I

Osteoporosis yang timbul pada wanita post menoupouse

2. Type II

Osteoporosis yang terdapat pada kedua jenis kelamin dengan usia


yang semakin bertambah (senilis)

2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder adalah suatu osteoporosis yang diketahui
penyebabnya jelas.

Biasanya disebabkan oleh :

1. Endcrine disease

2. Nutritional causes

3. Drugs

3. Osteoporosis Idiopatic
Yang dimaksud dengan osteoporosis jenis ini adalah terjadinya
pengurangan masa tulang pada :

1. Juvenile

2. Adolesence

3. Wanita pra menoupouse

4. Laki-laki berusia muda /pertengahan


5. osteoporosis jenis ini lebih jarang terjadi.

2.3 Patofisiologi Osteoporosis


Sel tulang terdiri atas osteoblas, osteossit dan osteoclas yang dalam
aktifitasnya mengatur homeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri melainkan
saling berinteraksi. Homeostasis kalsium pada tingkat seluler didahului penyerapan
tulang oleh osteoclas yang memerlukan waktu 40 hari disusul fase istirahat dan
kemudian disusul fase pembentukan tulang kembali oleh osteoblas yang
memerlukan waktu 120 hari (Kamis, 1994).

Dalam penyerapannya osteoclas melepas transforming Growth Factor


yang merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal kwantitas dan
kwalitas penyerapan tulang oleh osteoclas sama dengan kwantitas dan kwalitas
pembentukan tulang baru oleh osteoclas. Pada Osteoporasis penyerapan tulang
lebih banyak dari pada pembentukan baru (Djoko Roeshadi, 2001).

2.4 Gejala dan Tanda Osteoporosis


Pada awalnya penyakit ini tidak menimbulkan gangguan apapun. Namun
dalam kondisi yang sudah parah gambaran klinik osteoporosis adalah sebagai
berikut (Djoko R, 2001)

1. Nyeri

2. Tinggi badan berkurang /memendek

Dalam mendiagnosis osteoporosis tidak hanya berdasarkan pemeriksaan klinik


serta radiologis saja. Dengan pemeriksaan penunjang yaitu BMD (Bone Mineral
Density) dan DEXA (Dual Energy X-Ray Absorpsiometry) diagnosis osteoporosis
menjadi lebih pasti.

2.5 Faktor Resiko Osteoporosis


Dikenal beberapa faktor resiko untuk terjadinya osoteoporosis. Faktor
resiko ini dibagi menjadi dua (R. Prayitno Prabowo, 2001).

1. Faktor resiko yang tidak bisa dirubah

- Usia

- Jenis kelamin

- Ras

- Riwayat Keluarga /keturunan

- Bentuk tubuh

2. Faktor resiko yang dapat dirubah

- Merokok

- Alcohol

- Defisiensi vitamin d

- Kafein

- Gaya hidup

- Gangguan makan (anoreksia vervusa)

- Defisiensi esterogen pada menoupouse alami atau menoupouse karena operasi

- Penggunaan obat-obatan tertentu seperti :

etik

koortikoid

konvulsan

mon tiroid berlebihan


Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pembahasan mengenai faktor
resiko akan dibatasi pada merokok, alcohol, menoupouse, kafein, latihan, umur,
jenis kelamin, keturunan.

* Merokok

Gaya hidup modern, tang telah melegalkan wanita merokok di depan umum,
semakin membuka banyaknya kasus osteoporosis Nikotin dalam rokok
menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke
tulang. Sehingga proses pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah
(Djoko R, 2001).

* Alkohol

Dampak dari konsumsi alcohol pada osteoporosis berhubungan dengan jumlah


alcohol yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan akan menyebabkan
melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang. (R. Prayitno,
2001).

* Menopouse

Di sini kadar esterogen menurun. Dengan menurunnya kadar esterogen


resorbsi tulang menjadi lebih cepat, sehingga akan terjadi penurunan masa tulang
yang banyak. Bila tidak segera diintervensi akan cepat terjadi osteoporosis (RP
2001).

* Kafein

Mengkonsumsi atau minum kopi diatas 3 cangkir per hari, menyebabkan tubuh
selalu ingin kencing. Keadaan tersebut menyebabkan kalsium banyak terbuang
bersama air kencing (Djoko R, 2001).

* Latihan /aktivitas

Imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus


penting bagi resorppsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari
puncak masa tulang (Bayu Santoso, 2001).
* Umur- jenis kelamin keturunan

Dari segi usia pada laki-laki dan wanita usia diatas 40 tahun merupakan usia
terkenaa osteoporosis. Sehingga sebelum mencapai usia ini, kekuatan dan gizi
tulang harus selalu diperhatikan, agar penurunan kekuatan tulang tidak begitu
curam.

Dari perbedaan jenis kelamin dapat diketahui bahwa kerapuhan tulang


banyak diderita oleh wanita yang menoupouse. Hal ini dikarenakan hormon
esterogennya menurun drastis.

Sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini, pada keluarga yang mempunyai
sejarah osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya enderung akan
mempunyai penyakit yang sama (Djoko R, 2001).

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disini menurut Djoko Roeshadi dianjurkan untuk prevensi
maupun pengobatannya. Tujuan prevensi adalah untuk mencegah terjadinya
osteoporosis dengan menghindari atau mengurangi faktor resiko osteoporosis.
Prevensi ini bisa dilakukan dengan melakukan penyuluhan terhadap penduduk, agar
mereka dapat mengendalikan hal-hal yang dapat meningkatkan
terjadinya ostreoporosis seperti misalnya :

1. Mencegah dan menghentikan kebiasaan seperti merokok dan minum alcohol

2. Mengatur diet yang baik / dengan benar seperti mengkonsumsi sayuran, susu tinggi
kalsium dll.

3. Olah raga teratur


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Pasien

Umur :

Jenis Kelamin :

a. Keluhan Utama:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.

d. Riwayat Psikososial :

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang


mengalami stress yang berkepanjangan.

e. Riwayat Pemakaian Obat :


Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.

2. Pemeriksaan fisik

B1 (breathing )

Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang

Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki

B2 (blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat

B3 (brain)

Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah

B4 (Bladder)

Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan

B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feses

B6 (Bone)

Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus (dowagers hump) dan penurunan tinggi badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3

3. Pemeriksaan diagnostic/penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi
kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)

b. Pemeriksaan x-ray

c. Pemeriksaan absorpsiometri

d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)

e. Pemeriksaan biopsi

Diagnosis/kriteria diagnosis

Diagnosis osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :

a. Radiology

b. Pengukuran massa tulang

c. Pemeriksaan lab kimiawi

d. Pengukuran densitas tulang

e. Pemeriksaan marker biokemis

f. Biospi
g. memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)

4. Terapi/penatalaksanaan

a. Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan
asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi tulang

b. Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan
progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah
tulang yang diakibatkan.

c. Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk


kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat

d. Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung

3.2 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Anamnesis

Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien


osteoporosis. Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis).
Factor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid, fraktur pada
trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya
paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang
diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis.
Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati,
endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause,
penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga
perlu dipertanyakan.
Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri
khususnya pada klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi social karena
perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu duduk dikursi dan
lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri rendah atau tidak nyaman
selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat
perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada pasien.

Pola aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan
persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity
(kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis
adalah :

Data subyektif :

- Klien mengeluh nyeri tulang belakang

- Klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun

- Klien mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan


keterbatasan gerak

- Klien mengatakan stamina badannya terasa menurun

- Klien mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh

- Klien mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya

- Klien mengatakan buang air besar susah dan keras

Data obyektif ;

- tulang belakang bungkuk

- terdapat penurunan tinggi badan


- klien tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)

- terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular

- klien tampak gelisah

- klien tampak meringis

3. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain, bladder, bowel
dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada, apakah
pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang
disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan gaya
berjalan, serta adakah deformitas tulang.

4. Pemeriksaan diagnostic

- Radiology

- CT scan

- Pemeriksaan laboratorium

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,
terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina
menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, tulang belakang terlihat bungkuk.

3.4 RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan,
terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil
klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien
dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.

Intervensi :

Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk


intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital
dan emosi/prilaku)
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi

Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk
mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera

Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan
kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih
lama

Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi

R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.


2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina
menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan

Tujuan :

setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik
dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara
mandiri

Intervensi :

Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada

R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemampuannya

Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup
sehari-hari yang dapat dikerjakan

R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah

Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan


bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
3.Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, tulang belakang terlihat bungkuk

Tujuan :

cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien
dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur

Intervensi :

Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur
rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk
diobservasi.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.

Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat
beban berat.

R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada
klien osteoporosis

Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.

R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan


lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner & Suddath. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC, Jakarta.

Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC,
Jakarta.

Mansjoer. Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculaapius FKUI.

Anda mungkin juga menyukai