Anda di halaman 1dari 14

ASKEP KEGAWATDARURATAN CEDERA KEPALA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada


kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan.
Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban
kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.
Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr
Soebandi Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang
bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari
luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial
yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya
tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya
dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya,
kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar
pentingnya kecepatan menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).
Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk
membahas Asuhan Keperawatan Cedera Kepala agar kita bisa menambah wawasan
mengenai konsep dari cedera kepala.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana konsep triage pada Cedera Kepala ?
2. Bagaimana lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala ?
3. Apa definisi dari Cedera Kepala ?
4. Apa etiologi dari Cedera Kepala ?
5. Apa klasifikasi dari Cedera Kepala ?
6. Bagaimanakah manifestasi klinis dari Cedera Kepala ?
7. Bagaimanakah patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala ?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Cedera Kepala ?
9. Bagaimana proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera
Kepala ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep triage pada Cedera Kepala.
2. Untuk mengetahui lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala.
3. Untuk mengetahui pengertian dari Cedera Kepala.
4. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Cedera Kepala.
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Cedera Kepala.
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Cedera Kepala.
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit Cedera Kepala.
9. Untuk mengetahui proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
penderita Cedera Kepala.
D. Manfaat Penulisan
a) Manfaat bagi Tim Penulis

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya


ilmiah dan menambah wawasan khususnya tentangCedera Kepala dan ruang
lingkupnya.

b) Manfaat bagi pembaca

Menjadi bahan masukan dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan


terutama mengenai konsep tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya dalam
bidang kesehatan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
1. Konsep Triage Cedera Kepala
Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi
selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang
pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa.

Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:


a) Prioritas Pertama (Merah)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik
dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau
evakuasi.
b) Prioritas kedua (Kuning)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus
yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah.
c) Prioritas ketiga (Hijau)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang
berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain
yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi.
d) Prioritas nol (Hitam)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan
warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai
hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan
mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah
sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda,
waktu dan pasang yang baru.

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya


cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan
persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas
yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan
berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai.
Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat pengobatan dan perawatan
penderita sangat dianjurkan(1), khususnya pada penderita dengan koma dan atau
penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam
perujukan dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan
menurunkan luaran cidera kepala.

2. Lingkup Keperawatan Gawat Darurat Cedera Kepala


Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan
meningkatnya mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera
kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu
diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama untuk petugas
kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana diagnostik dan sarana
penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.
Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan
diagnostik ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut : Penanganan A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan
merujuk penderita secepat mungkin bila keadaan memungkinkan.
Dari keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat dengan
angka kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup dengan
kecacatan dan sepertiga sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang lain). Namun
demikian mereka mungkin masih mengalami gangguan kepribadian dan kesulitan
dalam berkomunikasi dalam jangka waktu lama.

3. Definisi Cedera Kepala


Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak
atau kombinasinya, (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas
otak, (Paula Kristanty, dkk 2009).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (acceleasi
– decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serata notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tingkat pencegahan, (Musliha, 2010).

4. Etiologi
a) Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan
lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b) Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral,
batang otak atau kedua-duanya.
c) Etiologi lainnya
 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
 Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
 Cedera akibat kekerasan.

5. Klasifikasi
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
a) Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
 GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
 Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
 Tak ada fraktur tengkorak
 Tak ada contusio serebral (hematom)
 Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

b) Cedera kepala sedang


 GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
 Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Muntah
 Kejang
c) Cedera kepala berat
 GCS 3-8 (koma)
 Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
 Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
 Tanda neurologist fokal
 Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

6. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
a) Gangguan kesadaran
b) Konfusi
c) Abnormalitas pupil
d) Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
e) Gangguan pergerakan
f) Gangguan penglihatan dan pendengaran
g) Disfungsi sensori
h) Kejang otot
i) Sakit kepala
j) Vertigo
k) Kejang
l) Pucat
m) Mual dan muntah
n) Pusing kepala
o) Terdapat hematoma
p) Sukar untuk dibangunkan
q) Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

7. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui

proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran

darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian

pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh

kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa

sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa

plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan

asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /

100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala
meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,

perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan

vebtrikel, takikardia.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia
jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
b) MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
c) Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
d) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
e) X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Pengkajian Primer
 Airway
Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.
 Breathing
Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan,
tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung.
 Circulation
Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.
 Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
 Exposure
Suhu, lokasi luka.

b) Pengkajian Sekunder
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab
nyeri/cedera. Darimana arah dan kekuatan pukulan?

 Riwayat Penyakit Dahulu


Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau
kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan
pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah
mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah
kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.
 Riwayat Keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit
sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Intervensi
hasil
1 Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan tindakan Pantau frekuensi, irama,
Napasberhubungan keperawatan selama 3 x 24 kedalaman pernapasan.
dengan kerusakan jam Catat ketidakteraturan
neurovaskuler diharapkanketidakefektifan pernapasan.
(cedera pada pusat pola napas teratasi dengan Pantau dan catat
pernapasan otak) kriteria hasil, tidak ada sesak kompetensi reflek
atau kesukaran bernafas, gag/menelan dan
jalan nafas bersih, dan kemampuan pasien untuk
pernafasan dalam batas melindungi jalan napas
normal. sendiri. Pasang jalan
napas sesuai indikasi.
 Angkat kepala tempat
tidur sesuai aturannya,
posisi miirng sesuai
indikasi.
 Anjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar.
 Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang
tidak normal misal:
ronkhi, wheezing, krekel.
2 Perubahan perfusi Setelah dilakukan tindakan Tentukan faktor-faktor
jaringan serebral keperawatan selama 3 x 24 yang menyebabkan
berhubungan dengan jam, diharapkan masalah koma/penurunan perfusi
penghentian aliran teratasi, dengan kriteria jaringan otak dan
darah (hemoragi, hasil tanda vital stabil dan potensial peningkatan
hematoma) tidak ada tanda-tanda TIK.
peningkatan TIK.  Pantau /catat status
neurologis secara teratur
dan bandingkan dengan
nilai standar GCS
 Evaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara
kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
 Pantau tanda-tanda vital:
TD, nadi, frekuensi nafas,
suhu.
 Bantu pasien untuk
menghindari /membatasi
batuk, muntah, mengejan.
 Kolaborasikan
pemberian obat sesuai
indikasi, misal: diuretik,
steroid, antikonvulsan,
analgetik, sedatif,
antipiretik
3 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Kaji keluhan nyeri dengan
dengan adanyatrauma keperawatan selama 3 x 24 menggunakan skala nyeri,
kepala. jam diharapkan nyeri catat lokasi nyeri,
berkurang atau hilang lamanya, serangannya,
dengan criteria peningkatan nadi, nafas
hasilklien merasa nyaman cepat atau lambat,
yang ditandai dengantidak berkeringat dingin.
mengeluh nyeri, dan tanda- Atur posisi sesuai
tanda vital dalam batas kebutuhan anak untuk
normal. mengurangi nyeri.
 Kurangi rangsangan yang
bisa memicu terjadinya
nyeri.
 Berikan obat analgetik
sesuai dengan program.
 Ciptakan lingkungan yang
nyaman termasuk tempat
tidur.
 Berikan sentuhan
terapeutik, lakukan
distraksi dan relaksasi.
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan Monitor status hidrasi
kekuranganvolume keperawatan selama 3 x 24 seperti kelembaban
cairan jam diharapkan masalah mukosa dan turgor kulit
teratasi dengan criteria hasil Monitor Vital Sign
hasil membran mukosa Monitor intake dan output
lembab, integritas kulit baik, Monitor status nutrisi
dan nilai elektrolit dalam Dorong pasien untuk
batas normal. menambah intake oral
 Berikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan
output
 Kolaborasikan pemberian
cairan IV
5 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Bantu anak dalam
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 memenuhi kebutuhan
tirah baring dan jam diharapkan terjadi aktivitas, makan – minum,
menurunnya peningkatan perawatan mengenakan pakaian,
kesadaran. diri dengan kriteria BAK dan BAB,
hasil tempat tidur membersihkan tempat
bersih, tidak ada iritasi pada tidur, dan kebersihan
kulit, buang air besar dan perseorangan.
kecil tanpadibantu.  Berikan makanan via
parenteral bila ada
indikasi.
 Lakukan Perawatan
kateter bila terpasang.
 Kaji adanya konstipasi,
bila perlu pemakaian
pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
 Libatkan orang tua atau
orang terdekat dalam
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.

3. Implementasi dan Evaluasi

NO.DX Implementasi Evaluasi


1  Memantau frekuensi, irama, S: Klien mengatakan sudah tidak sesak
kedalaman pernapasan. Catat lagi
ketidakteraturan pernapasan. O : Klien tampak bernafas dengan baik
 Memantau dan catat kompetensi A : Masalah teratasi
reflek gag/menelan dan P : Hentikan Intervensi
kemampuan pasien untuk
melindungi jalan napas sendiri.
Pasang jalan napas sesuai
indikasi.
 Mengangkat kepala tempat tidur
sesuai aturannya, posisi miirng
sesuai indikasi.
 Menganjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam yang
efektif bila pasien sadar.
 Mengauskultasi suara napas,
perhatikan daerah hipoventilasi
dan adanya suara tambahan yang
tidak normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
2  Menentukan faktor-faktor yang S : -
menyebabkan koma/penurunan O: Klien tampak mengalami perbaikan
perfusi jaringan otak dan respon motorik
potensial peningkatan TIK. A : Masalah belum teratasi
 Memantau /catat status neurologis
P: Lanjutkan Intervensi
secara teratur dan bandingkan
dengan nilai standar GCS
 Mengevaluasi keadaan pupil,
ukuran, kesamaan antara kiri dan
kanan, reaksi terhadap cahaya.
 Memantau tanda-tanda vital: TD,
nadi, frekuensi nafas, suhu.
 Membantu pasien untuk
menghindari /membatasi batuk,
muntah, mengejan.
 Mengkolaborasikan
pemberian obat sesuai indikasi,
misal: diuretik, steroid,
antikonvulsan, analgetik, sedatif,
antipiretik
3  Mengkaji keluhan nyeri denganS : Klien mengatakan nyeri berkurang
menggunakan skala nyeri, catat O : Klien tampak sedikit lebih tenang
lokasi nyeri, lamanya, A : Masalah belum teratasi
serangannya, peningkatan nadi, P : Lanjutkan Intervensi
nafas cepat atau lambat,
berkeringat dingin.
 Mengatur posisi sesuai kebutuhan
anak untuk mengurangi nyeri.
 Mengurangi rangsangan yang bisa
memicu terjadinya nyeri.
 Memberikan obat analgetik sesuai
dengan program.
 Menciptakan lingkungan yang
nyaman termasuk tempat tidur.
 Memberikan sentuhan terapeutik,
lakukan distraksi dan relaksasi.
4  Memonitor status hidrasi seperti S: -
kelembaban mukosa dan turgor O : Status hidrasi klien normal
kulit A : Masalah teratasi
 Memonitor Vital Sign P : Hentikan Intervensi
 Memonitor intake dan output
 Memonitor status nutrisi
 Mendorong pasien untuk
menambah intake oral
 Memberikan penggantian
nasogatrik sesuai dengan output
 Mengkolaborasikan pemberian
cairan IV
5  Membantu anak dalam S: Klien mengatakan belum mampu
memenuhi kebutuhan aktivitas, melakukan aktivitas secara mandiri
makan – minum, mengenakan O : Klien tampak selalu dibantu melakukan
pakaian, BAK dan BAB, aktivitas
membersihkan tempat tidur, dan A : Masalah belum teratasi
kebersihan perseorangan. P : Lanjutkan Intervensi
 Memberikan makanan via
parenteral bila ada indikasi.
 Melakukan Perawatan kateter bila
terpasang.
 Mengkaji adanya konstipasi, bila
perlu pemakaian pelembek tinja
untuk memudahkan BAB.
 Melibatkan orang tua atau orang
terdekat dalam perawatan
pemenuhan kebutuhan sehari-
hari.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya, (Standar
Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito).

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan fasilitas
yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan pengiriman
dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan demikian penderita
dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang
memadai.

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

B. Saran
Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Tim Penulis
adalah :
1. Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat
menerapakan perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu terjadinya cedera
pada kepala.
2. Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien
penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik

3. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dariCedera


Kepala dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan asuhan
keperawatan pada pasien penderita Cedera Kepala dapat terlaksana dengan baik

Anda mungkin juga menyukai