Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai


saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama
di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25
juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50%
penduduk di atas umur 75-80 tahun. Masyarakat atau populasi
osteoporosis yang rentan terhadap fraktur adalah populasi lanjut usia yang
terdapat pada kelompok di atas usia 85 tahun, terutama terdapat pada
kelompok lansia tanpa suatu tindakan pencegahan terhadap osteoporosis.
Proses terjadinya osteoporosis sudah di mulai sejak usia 40 tahun dan pada
wanita proses ini akan semakin cepat pada masa menopause.

Sekitar 80% penderita penyakit osteoporosis adalah wanita,


termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi.
Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko
terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis yang kerap disebut penyakit
keropos tulang ini ternyata menyerang wanita sejak masih muda. Tidak
dapat dipungkiri penyakit osteoporosis pada wanita ini dipengaruhi oleh
hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah usia 50
tahun, penyakit osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.

Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita,


pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada
wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen.
Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis
datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan
naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan

1
menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi
24 juta pada tahun 2015. Dapat dibayangkan betapa besar jumlah
penduduk yang dapat terancam penyakit osteoporosis.

Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat


meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di
Indonesia:

 Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita


sebanyak 18-36%
 sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita
53,6%, pria 38%.
 Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia
kemungkinan terjadi di Asia pada 2050
 Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun, Satu dari tiga
perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis
atau keretakan tulang
 Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit
osteoporosis. (depkes, 2006)

Berdasarkan data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di


Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita
osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis?
2. Apa Saja Jenis-jenis Osteoporosis?
3. Bagaimana Patofisiologi Osteoporosis?
4. Apa Saja Etiologi dari Osteoporosis?
5. Apa Saja Gejala dari Osteoporosis?
6. Apa Saja Dampak dari Osteoporosis?
7. Bagaimana Cara Pencegahan Osteoporosis

2
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Jenis-jenis Osteoporosis
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Patofisiologi Osteoporosis
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Etiologi dari Osteoporosis
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Gejala dari Osteoporosis
6. Untuk Mengetahui Apa Saja Dampak dari Osteoporosis
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Cara Pencegahan Osteoporosis

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis atau pengeroposan tulang adalah penipisan dan
hilangnya densitas tulang (massa tulang) yang berkelanjutan, yang
membuat tulang menjadi lebih keropos, rapuh, dan mudah patah akibat
trauma kecil. Penurunan tinggi badan dan nyeri punggung sering
terjadi. Wanita lebih berisiko osteoporosis setelah masa menstruasinya
berakhir (menopause). Patah tulang akibat osteoporosis lebih sering
terjadi pada panggul, pergelangan tangan atau tulang belakang, namun
semua tulang dapat terkena. Beberapa tulang yang sudah rusak tidak
dapat sembuh, khususnya tulang panggul.

B. Jenis-Jenis Osteoporosis
Menurut Riggs dan Melton (1983) terdapat dua jenis osteoporosis
yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder.
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang terjadi akibat proses
penuaan. Jenis ini ada dua tipe, yaitu osteoporosis post monopouse dan
osteoporosis senilis.
a. Tipe 1 (osteoporosis post monopouse)
Pada masa monopouse, fungsi ovarium menurun sehingga
hormone ekstrogen dan progesterone juga menurun. Estrogen
(hormone utama padawanit) yang membantu mengatur
pengankutan kalsium kedlam tulang. Biasanya gejala timbul pada
perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul
lebih cepat dan lebih lambat. Horone esktrogen produksinya mulai
menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4
tahun setelah menopause. Hal ini berakitat menurunyamasaa tulang

4
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah
menopause.
b. Tipe II (Osteoporosis Sinilis)
Seperti halnya osteoporosis tipe 1, pada tipe II juga disebabkan
oleh berkurangnya hormone endokrin, dalam hal ini hormone
testosterone. Testosterone dilaporkan mempuyai peranan untuk
meningktakna masaa tulang.
Pada usia 70 tahun, proses pengeroposan akan berkurang tetapi
tidak akan berhenti sampai total seorang pria dan wanita akan
kehilangan 35-50% dari tulangnya pada usia lanjut.

2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakt tertentu yang
dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gayahidup yang
tidak sehat.
Contohnya yaitu:

a. penyakit endokrin: tiroid, hyperparatiroid, hypogonadisme


b. Penyakit saluran pencernaan yang menyebabkan absorpsi zat gizi
(kalsium. fosfor, vitamin D, dan lain-lain) menjadi terganggu.
c. Penyakt keganasan (kanker)
d. Konsumsi obat-obatan (corticosteroid)
e. Gaya hidup tidaksehat (merokok, minum-minuman beralkohol,
kurang olahraga dan lain-lain)

C. Patofisiologi Osteoporosis
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena
jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi (sel pembentuk dari jumlah
dan aktivitas sel osteoblas (sel tulang). Keadaan ini mengakikatkan
penurunan massa tulang. Sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan

5
tulang disebut osteoblas (osteoblast), sedangkan osteoklas ( osteoclast)
bertanggung jawab untuk penyerapan tulang.
Pembentukan tulang terutama terjadi pada masa pertumbuhan.
Pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan pada
individu berusia sekitar 30 – 40 tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu
dan lebih berat ke arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai
menopause dan pria mencapai usia 60 tahun. Pada osteoporosis akan
terjadi abnormalitas bone turn- over, yaitu terjadinya proses penyerapan
tulang (bone resorption) lebih banyak dari pada proses pembentukan
tulang ( bone formation). Terjadinya osteoporosis secara seluler
disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi (sel
pembentuk dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel tulang). Keadaan ini
mengakikatkan penurunan massa tulang.

D. Etiologi Osteoporosis
Osteoporosis dapat menyerang setiap ornag dengan faktor risiko
yang berbeda. Berikut ini dalah faktor- faktor risiko terjadinya
osteoporosis:
1. Usia
Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia,
begitu juga dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia
30 tahun, jaringan tulang yang dibuat lebih banyak daripada yang
hilang. Tetapi setelah usia 30 tahun situasi berb alik, yaitu jaringan
tulang yang hilang lebih banyak daripada yang dibuat. Tulang
mempunyai 3 permukaan, atau bisa disebut juga dengan envelope, dan
setiap permukaan memiliki bentuk anatomi yang berbeda. Permukaan
tulang yang menghadap lubang sumsum tulang disebut dengan
endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal envelope,
dan diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Ketika masa
kanak-kanak, tulang baru terbentuk pada periosteal envelope. Anak-

6
anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi
apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal.
Pada anak remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena
meningkatnya produksi hormon seks. Seiring dengan meningkatnya
usia, pertumbuhan tulang akan semakin berkurang. Proporsi
osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini (usia 55-65
tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun). Peningkatan usia
memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Jadi terdapat
hubungan antara osteoporosis dengan peningkatan usia. Begitu juga
dengan fraktur osteoporotik akan meningkat dengan bertambahnya
usia. Insiden fraktur pergelangan tangan meningkat secara bermakna
setelah umur 50, fraktur vertebra meningkat setelah umur 60, dan
fraktur panggul sekitar umur 70.9

2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
osteoporosis. Wanita secara signifikan memilki risiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya osteoporosis. Pada osteoporosis primer, perbandingan
antara wanita dan pria adalah 5 : 1. Pria memiliki prevalensi yang lebih
tinggi untuk terjadinya osteoporosis sekunder, yaitu sekitar 40-60%,
karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi alkohol, atau pemakaian
kortikosteroid yang berlebihan.25 Secara keseluruhan perbandingan
wanita dan pria adalah 4 : 1.

3. Ras
Pada umumnya ras Afrika-Amerika memiliki massa tulang
tertinggi, sedangkan ras kulit putih terutama Eropa Utara, memiliki
massa tulang terendah. Massa tulang pada ras campuran Asia-Amerika
berada diantara keduanya.(24) Penelitian menunjukkan bahwa, bahkan
pada usia muda terdapat perbedaan antara anak Afrika-Amerika dan
anak kulit putih. Wanita Afrika-Amerika umumnya memiliki massa

7
otot yang lebih tinggi. Massa tulang dan massa otot memiliki kaitan
yang sangat erat, dimana semakin berat otot, tekanan pada tulang
semakin tinggi sehingga tulang semakin besar. Penurunan massa
tulang pada wanita Afrika-Amerika yang semua cenderung lebih
lambat daripada wanita berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan
oleh perbedaan hormon di antara kedua ras tersebut.
Beberapa penelitian lain juga menunjukkan bahwa wanita yang
berasal dari negara-negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah
terkena osteoporosis daripada yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau
Mediterania.

4. Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang.
Penelitian terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak
massa tulang di bagian pinggul dan tulang punggung sangat
bergantung pada genetika. Anak perempuan dari wanita yang
mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa tulang
yang lebih rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih
rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat
bermanfaat dalam menentukan risiko seseorang mengalami patah
tulang.

5. Indeks Massa Tubuh


Berat badan yang ringan, indeks massa tubuh yang rendah, dan
kekuatan tulang yang menurun memiliki risiko yang lebih tinggi
terhadap berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh wanita.
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa efek berat badan terhadap
massa tulang lebih besar pada bagian tubuh yang menopang berat
badan, misalnya pada tulang femur atau tibia.
Estrogen tidak hanya dihasilkan oleh ovarium, namun juga bisa
dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan dari jaringan lemak. Jaringan

8
lemak atau adiposa dapat mengubah hormon androgen menjadi
estrogen. Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki oleh wanita,
semakin banyak hormon estrogen yang dapat diproduksi. Penurunan
massa tulang pada wanita yang kelebihan berat badan dan memiliki
kadar lemak yang tinggi, pada umumnya akan lebih kecil. Adanya
penumpukan jaringan lunak dapat melindungi rangka tubuh dari
trauma dan patah tulang.

6. Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang
dan menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang
pembentukan tulang. Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur
yang berkepanjangan dapat mengurangi massa tulang. Hidup dengan
aktifitas fisik yang cukup dapat menghasilkan massa tulang yang lebih
besar. Itulah sebabnya seorang atlet memiliki massa tulang yang lebih
besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi osteoporosis seseorang
yang memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan harian
tinggi saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih
rendah daripada yang memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan
rendah.
Selain berdampak pada absorbsi kalsium dan ekskresi kalsium ,
kortikosteroid juga akan menyebabkan penekanan terhadap hormon
gonadotropin, sehingga produksi estrogen akan menurun dan akhirnya
akan terjadi peningkatan kerja osteoklas. Kortikosteroid juga akan
menghambat kerja osteoblas, sehingga penurunan formasi tulang akan
terjadi. Dengan terjadinya peningkatan kerja osteoklas dan penurunan
kerja dari osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang progresif.

7. Menopause
Wanita yang memasuki masa menopause akan terjadi fungsi
ovarium yang menurun sehingga produksi hormon estrogen dan

9
progesteron juga menurun. Ketika tingkat estrogen menurun, siklus
remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang akan
dimulai. Salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat
remodeling tulang yang normal. Tingkat resorpsi tulang akan menjadi
lebih tinggi daripada formasi tulang, yang mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Sangat berpengaruh terhadap kondisi ini
adalah tulang trabekular karena tingkat turnover yang tinggi dan tulang
ini sangat rentan terhadap defisiensi estrogen. Tulang trabekular akan
menjadi tipis dan akhirnya berlubang atau terlepas dari jaringan
sekitarnya. Ketika cukup banyak tulang yang terlepas, tulang
trabekular akan melemah.

8. Merokok
Tembakau dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar
estrogen, sehingga kadar estrogen pada orang yang merokok akan
cenderung lebih rendah daripada yang tidak merokok. Wanita pasca
menopause yang merokok dan mendapatkan tambahan estrogen masih
akan kehilangan massa tulang. Berat badan perokok juga lebih ringan
dan dapat mengalami menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih awal ),
daripada non-perokok. Dapat diartikan bahwa wanita yang merokok
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis
dibandingkan wanita yang tidak merokok.

9. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum
alkohol lebih dari 750 mL per minggu mempunyai peranan penting
dalam penurunan densitas tulang. Alkohol dapat secara langsung
meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang karena adanya
nutrisi yang buruk. Hal ini disebabkan karena pada orang yang selalu
menonsumsi alkohol biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang

10
sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol. Disamping
akibat dari defisiensi nutrisi, kekurangan vitamin D juga disebabkan
oleh terganggunya metabolisme di dalam hepar, karena pada konsumsi
alkohol berlebih akan menyebabkan gangguan fungsi hepar.

10. kurang kalsium


Kalsium pentmg bagi pembentukan tulang, jika kalium tubuh
berkurang makan tubuh akan mengeluarkan hormone yang akan
menaambil kasium dari bagian tubuh lai, termasuk yangadadi tulang.
Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan asupan vitamin D yang
didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium tidak
mungkin diserap susu.

11. Minuman bersoda


Minuman soda mengandung fosfor dan kafein. Fosfor akan
mwngikatkalsium dan embawakalsium keluardari tulang, sedangkan
kaein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urine. Untuk
menghindari bahaya osteoporosis , sebaiknya konsumsi soft drink
harusdibarengi dengan minun susu atau mengkonsumsi kalsium ekstra.

12. Stress
Kondisi stress akan meningkatkan produksi hormone stress yaitu
kortisol yang diproduksi oleh kelenjar ardenal. Kadar hormom kortisol
yang tinggi akan meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran
darah dan akan menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga
meningkatkan osteoporosis.

E. Keluhan dan Gejala Osteoporosis


Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan
sampai puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat
berkurang sehingga tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri

11
dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang dengan osteoporosis
biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

Bila tidak disertai dengan penyakit pemberat lain (komplikasi),


penderita osteoporosis bisa saja tidak merasakan gejala apapun. Keluhan
yang mungkin timbul hanya berupa rasa sakit dan tidak enak dibagian
punggung atau daerah tulang yang mengalami osteoporosis. Namun perlu
diwaspadai, bahwa patah tulang bisa terjadi hanya karena sedikit
goncangan atau benturan yang sering pada tulang yang manahan beban
tubuh. Rasa nyeri bisa hilang sendiri setelah beberapa hari atau beberapa
minggu, dan kemudian timbul lagi bila proses osteoporosis terjadi lagi
ditempat lain. Pemadatan ruas tulang punggung yang luas (multiple
compression) bisa memperlihatkan gejala membungkuk pada tulang
belakang, yang terjadi perlahan dan menahun dengan keluhan nyeri
tumpul. Gejalanya, penderita nampak bongkok sebagai akibat kekakuan
pada otot punggung .

F. Dampak Osteoporosis Bagi Tubuh


Berikut ini beberapa bahaya osteoporosis bagi tubuh :
 Patah Tulang (Bone Fractures)
Osteoporosis membuat tulang dan sendi menjadi rapuh dan
mudah patah. Patah tulang disebabkan oleh penipisan massa
tulang. Osteoporosis menggerogoti rongga-rongga tulang yang
disebut massa tulang trabekular. Kondisi ini menggangu aktifitas
dan mobilitas penderita osteoporosis. Jatuh, tebentur keras, atau
mengangkat benda yang berat bisa berakibat fatal patah tulang.
Kasus yang paling sering terjadi adalah patah tulang dibagian

12
pergelangan tangan dan pinggul. Beberapa bagian tubuh lainnya
yang juga rawan seperti siku, bahu dan lutut.

 Fraktur Kompresi (Compression Fractures)

Seperti daerah lain dari tubuh, tulang belakang juga akan


menjadi rentan terhadap efek osteoporosis. Banyak penderita
osteoporosis yang mengalami fraktur kompresi, kondisi dimana
tulang belakang menjadi tumpang tindih antara satu dengan yang
lainnya.
Fraktur kompresi biasanya terjadi saat melakukan kegiatan sehari-
hari seperti membungkuk dan mengangkat benda berat.

 Nyeri Kronis

Efek Buruk Osteoporosis Bagi Kesehatan Tubuh berikutnya


adalah rasa nyeri yang kronis, terkadang sangat menyakitkan
sehingga bisa membuat penderitanya tidak bisa bergerak bahkan
sampai lumpuh. Nyeri disebabkan oleh kompresi pada tulang
belakang, dimana tulang saling menekan satu sama lainnya, serta
bagian saraf dan jaringan sekitarnya. Efek ini juga dapat dirasakan
di daerah pinggul, lutut, bahu dan pergelangan sendi.

13
 Kehilangan Keseimbangan
Nyeri yang timbul akibat osteoporosis sering menyebabkan
tubuh lebih kaku untuk bergerak, sehingga berdampak negatif
terhadap keseimbangan. Kondisi ini sering menyebabkan jatuh,
yang bisa menyebabkan patah tulang, sehingga menciptakan siklus
nyeri yang lebih parah karena patah tulang.

 Cacat Fisik
Efek Buruk Osteoporosis Bagi Kesehatan Tubuh dapat
menyebabkan tulang punggung membungkuk ke depan (kifosis)
yang dapat berakibat berkurangnya tinggi badan seseorang. Efek
dari fraktur kompresi pada tulang sering menyebabkan distorsi
tulang punggung yang dapat menyebakan seseorang tampil
membungkuk

 Tekanan pada Organ Dalam


Ketika tulang mulai membongkok secara tidak wajar,
penderita akan merasa kesulitan untuk bernafas dan juga akan
merasa nyeri pada daerah perut karena organ dalam tubuh
mengalami tekanan. Kurangnya penyangga pada punggung akibat
tulang punggung yang melengkung juga akan menyebabkan tulang
rusuk menekan kebawah jaringan lunak sehingga menekan organ
dalam lainnya seperti paru-paru, perut dan usus.

G. Upaya Pencegahan Osteoporosis


Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa
gejala dan tidak terdeteksi,sampai timbul gejala nyeri karena mikrofraktur
atau karena patah tulang anggota gerak. Karena tingginya morbiditas yang
terkait dengan patah tulang, maka upaya pencegahan merupakan prioritas.
Pencegahan osteoporosis dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu
primer,sekunder dan tersier (sesudah terjadi fraktur).

14
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling
murah dan mudah.Yang termasuk ke dalam pencegahan primer adalah:
a. Kalsium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-
hari ataupun dari tambahan kalsium, pada umumnya aman kecuali
pada pasien dengan hiperkalsemia atau nefrolitiasis. Jenis makanan
yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau dan jeruk
sitrun. Sedangkan diet tinggi protein hewani dapat menyebabkan
kehilangan kalsium bersama urin. Dalam suatu penelitian
dikatakan bahwa perempuan yang melakukan diet vegetarian lebih
dari 20 tahun mengalami kehilangan mineral tulang lebih rendah
yaitu sebesar 18% dibandingkan perempuan non vegetarian sebesar
35%6.
b. Latihan Fisik (Exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada
anggota tubuh/ gerak dan penekanan pada aksis tulang seperti
jalan, joging, aerobik atau jalan naik turun bukit. Olahraga renang
tidak memberikan manfaat yang cukup berarti. Sedangkan jika
latihan berlebihan yang mengganggu menstruasi (menjadi
amenorrhea) sangat tidak dianjurkan karena akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan kehilangan massa tulang. Demikian pula
pada laki-laki dengan latihan fisik berat dan berat dapat terjadi
kehilangan massa tulang. Hindari faktor yang dapat menurunkan
absorpsi kalsium, meningkatkan resorpsi tulang, atau mengganggu
pembentukan tulang, seperti merokok, minum alkohol dan
mengkonsumsi obat yang berkaitan dengan terjadinya
osteoporosis. Kondisi yang diduga akan menimbulkan osteoporosis
sekunder, harus diantisipasi sejak awal.

15
2. Pencegahan Sekunder
a. Konsumsi Kalsium
Tambahan Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode
menopause, 1200-1500 mg per hari, untuk mencegah negative
calcium balance. Pemberian kalsium tanpa penambahan estrogen
dikatakan kurang efektif untuk mencegah kehilangan massa tulang
pada awal periode menopause. Penurunan massa tulang terlihat
jelas pada perempuan menopause yang asupan kalsiumnya kurang
dari 400 mg perhari.
b. Estrogen Replacement Therapy(ERT)
Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko
osteoporosis. Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada mereka
yang tidak ada kontraindikasi. ERT menurunkan resiko fraktur
sampai dengan 50% pada panggul, tulang radius dan vertebra.
c. Latihan fisik (Exercise)
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan
individual. Prinsipnya tetap sama dengan latihan beban dan tarikan
pada aksis tulang. Perlu diperhatikan berat ringannya osteoporosis
yang terjadi karena hal ini berhubungan dengan dosis dan cara
gerakan yang bersifat spesifik tersebut. Latihan tidak dapat
dilakukan secara masal karena perlu mendapat supervisi dari
tenaga medis/paramedis terlatih individu per individu.
d. Pemberian Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat
meningkatkan massa tulang apabila digunakan selama 2 tahun.
Nyeri tulang juga akan berkurang karena adanya efek peningkatan
stimulasi endorfin. Pemakaian kalsitonin diindikasikan bagi pasien
yang tidak dapat menggunakan ERT,pasien pasca menopause lebih
dari 15 tahun, pasien dengan nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan
bagi pasien yang mendapat terapi kortikosteroid dalam waktu
lama.

16
e. Terapi
Terapi yang juga diberikan adalah vitamin D dan tiazid,
tergantung kepada kebutuhan pasien. Vitamin D membantu tubuh
menyerap dan memanfaatkan kalsium. Dua puluh lima hidroksi
vitamin D dianjurkan diminum setiap hari bagi pasien yang
menggunakan suplemen kalsium.

3. Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasien jangan
dibiarkan imobilisasi terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana
mobilisasi mulai dari mobilisasi pasif sampai dengan aktif dan berfungsi
mandiri. Beberapa obat yang mempunyai manfaat adalah bisfosfonat,
kalsitonin,dan NSAID bila ada nyeri. Dari sudut rehabilitasi medik,
pemakaian ortose spinal/ korset dan program fisioterapi/okupasi
terapiakan mengembalikan kemandirian pasien secara optimal.

17
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi , terkadang tanpa
gejala dan tidak terdeteksi sampai timbul gejala nyeri mikro fraktur atau
karena patah tulang anggota gerak. Karena begitu tinggi morbiditas yang
terkait dengan patah tulang,maka upaya pencegahan merupakan prioritas.
Manusia lanjut usia (lansia) beresiko menderita osteoporosis, sehingga
setiap patah tulang pada lansia perlu diasumsikan sebagai osteoporosis,
apalagi jika disertai dengan riwayat trauma ringan dan kesehatan seperti
mata, jantung, dan fungsi organ lain. Pada usia60-70tahun, lebih dari 30%
perempuan menderita osteoporosis dan insidennya meningkat menjadi
70% pada usia 80 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan defisiensi
estrogen pada masa menopause dan penurunan massa tulang karena proses
penuaan. Pada laki-laki osteoporosis lebih banyak dikarenakan proses usia
lanjut, sehingga insidennya tidak sebanyak perempuan.

B. Saran
Sebagai tenaga kesehatan masyarakat perlunya melakukan
tindakan pencegahan dimulai dengan promosi, memberi pemahaman
kepada masyarakat luas bahwa osteoporosis dapat dicegah dari kanak-
kanak dengan asupan kalsium yang cukup. Pola hidup aktif juga
merupakan hal penting untuk menghindari osteoporosis.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://gamatgold.net/efek-buruk-osteoporosis-bagi-kesehatan-tubuh/
http://Senjaputriutma.blogsot.com diakses pada tanggal 11 November 2018 pada
pukul 13.00 WIB
Ramadhani, M. (2010). Faktor-Faktor Resiko Osteoporosis dan Upaya
Pencegahannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2, 111-115.
Tandra, Hansw. (2009). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang
Osteoporosis mengenal, mengatasi dan mencegah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Wirakusumah, Emma S. (2007). Mencegah Osteoporosis lengkap dengan 39 Jus
dan 38 Resep Makanan. Jakarta: PENEBARPLUS

www.menarailmu.blogspot.com diakses pada tanggal 11 November 2018


padapukul 15.00 WIB
www.pasiensehat.com diakses padatanggal 11 November 2018 pada pukul 14.00
WIB

19

Anda mungkin juga menyukai