Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoporosis dapat dijumpai tersebar diseluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat yang utama dinegara berkembang. Di
Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-
monopause dan lebih dari 50% penduduk diatas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% penderita
penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian
siklus menstruasi. Hilangnya hormone estrogen setelah menopause meningkatkan resiko
terkena osteoporosis.

Wanita memiliki resiko osteoporosis lebih tinggi dibandingkan laki-laki, hal ini
dikarenakan wanita mengalami proses kehamilan dan menyusui serta penurunan hormone
estrogen pada saat premenopause, menepause, dan pascamenopause. Pada pria juga
memiliki resiko terkena osteoporosis, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi oleh
hormone. Bedanya laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih
lambat. (La Ode, 2012)

Osteoporosis dapat dicegah sejak dini dengan membudidayakan perilaku hidup sehat.
Perilaku yang ditetapkan adalah seperti mengkonsumsi makanan bergizi seimbang yang
memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsure kaya serat, rendah lemak, dan kaya kalsium
(1000-1200 mg kalsium per hari)..

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian osteoporosis ?
2. Bagaimana etiologi osteoporosis ?
3. Bagaimana patofisisologi osteoporosis ?
4. Bagaimana manifestasi osteoporosis ?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis osteoporosis ?

1
6. Apa saja pemeriksaan penunjang osteoporosis ?
7. Bagaimana pengkajian keperawatan osteoporosis ?
8. Bagaimana diagnosa keperawatan osteoporosis ?
9. Bagaimana intervensi keperawatan osteoporosis ?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami pengertian osteoporosis
2. Untuk memahami etiologi osteoporosis
3. Untuk memahami patofisiologis osteoporosis
4. Untuk memahami manifestasi osteoporosis
5. Untuk memahami penatalaksanaan medis osteoporosis
6. Untuk memahami pemeriksaan penunjang osteoporosis
7. Untuk memahami pengkajian keperawatan osteoporosis
8. Untuk memehami diagnosa keperawatan osteoporosis
9. Untuk memahami intervensi keperawatan osteoporosis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN OSTEOPOROSIS


Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan pourus
berarti berlubang – lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos ,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang,
disertai gangguan mikro-arsitektur tualng dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009)
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium
dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. ( Brunner & Suddarth : 2002)
Osteoporosis adalah kelaiann terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostatis normal, kecepatan responsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang. Mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi lebih mudah fraktur
dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal.osteoporosis sering
mengakibatkan tulang fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
koulum femoris dan daerah kontranker, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan ,
fraktur kompresi, ganda fertebra mengakibatkan deformitas skeletal.
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistem yang ditandai dengan masa
tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang , yang mengakibatkan
meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung fraktur spontan atau akibat
trauma minimal. ( Consensus development Conference, 1993)

2.2 ETIOLOGI
1. Osteoporosis primer adalah kehilangan masa tulang yang terjadi sesuai dengan proses
penuaan, sedangkan osteoporosis sekunder didefinisikan sebagai kehilanagna massa
tulang akibat hal-hal tertentu . sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki

3
tempat utama karena lebih banyak ditemukan disbanding dengan osteoporosis sekunder.
Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari
osteoporosis primer.
2. Osteoporosis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu
termasuk kelainan endokrin, efek samping obat-obatan, imobilisasi. Pada osteoporosis
sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur
traumatic akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, arthritis rheumatoid, kelaina
hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, dan lain-lain.

2.3 PATOFISIOLOGI
Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak
tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang
rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan
penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan
atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang
rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan Densitas tulang menurun
yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur. Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada
setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah akibat terjadinya penurunan bone turn over
yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis,
sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-laki. Dengan
demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini
diduga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada
wanita jauh lebih banyak.
Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih
dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilanga massa tulang menjadi cepat
pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa tahun
kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara
perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil
pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.
Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda.
Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjdai solid. Pada usia rata – rata 25

4
tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa puncak
tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi
dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi
ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa
puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi
makan akan terlindung dari ancaman fraktur.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Tinggi badan berkurang
Tinggi manusia akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 18 tahun, artinya
akan tetap pada tinggi itu dan tidak akan bertambah tinggi lagi. Dari hari ke hari,
diskus intervertebralis atau “bantal” di antara ruas tulang belakang akan mengalami
penekanan saat bekerja,berjalan, dan berkegiatan lainnya, sehingga saat bangun
tidur,tinggi badan akan sedikit lebih tinggi daripada waktu siang atau sore hari setelah
beraktivitas. Dan pada malam hari ketika berbaring tidur, diskus itu akan “melar” lagi
dan kembali ketinggi semula.
Penyebab penurunan tinggi badan ini adalah fraktur tulang belakang yang
umumnya tanpa keluhan, tetapi tubuh semakin pendek dan bungkuk. Bila terdapat
penurunan tingi badan sebanyak dua cm dalam 3 tahun terakhir, itu menandakan
adanya fraktur tulang belakang yang baru.
2. Tubuh membungkuk
Tubuh yang membungkuk atau dorsal kyphosis, biasanya terjadi akibat kerusakan
beberapa ruas tulang belakang dari daerah dada dan pinggang. Osteoporosis tulang
belakang ini menimbulkan fraktur kompresi atau kolaps tulang dan menyebabkan
badan membungkuk ke depan. Kiposis yang berat bisa mengakibatkan gangguan
pergerakan otot.

5
2.5 PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi medis
Sebelum ada terapi yang secar khusus dapat menegmbalikan efek dari osteoporosis. Hal
yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau memperlambat
menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit :
- Obat pereda rasa sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang., biasanya diperlukan obat
pereda rasa sakit yang kuat seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut
membrikan efek sampingseperti mengantuk,sembelit, dan linglung. Bagi
yangmengalami rasa sakit yang sangat dan tidak daapt diredakan dengan obat
pereda rasa sakit dapat diberikan suntikan hormon kalsitonin.
Bila rasa sakit mual reda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol atau
codein ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol,co-codramol, atau co-
proxamol bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa sakit
sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Terapi hormon pada wanita
Osteoporosis memang tidak dapat disembuhkan, semua upaya pengobatan hanya
dimaksudkan untuk mencegah kehiangan massa tulang yang lebih besar. Terapi hormon
pada wanita dapat diberikan pada massa pramenopause. Lamanya pemberian terapi
hormon sulit ditentukan. Yang jelasjika ingin terhindar dari osteoporosis terapi hormon
dapat terus dilakukan. Sebagian dokter menganjurkan untuk dilakukan terapi hormon
seumur hidup semenjak monopause pada wanita yang mengalami osteoporosis. Namun,
sebagian juga berpendapat bahwa penggunaan terapi hormon sebaiknya dihentikan
setelah penggunaan selam 5-10 tahun untuk menghindari kemungkinan kanker.
- Hormon replacement Theraphhy (HRT)
Terapi hormon pengganti (THP) menggunakan hormon estrogen atau kombinasi
estrogen dan progesteron. Hormon-hormon tersebut sebeanarnya secara alamiah
diproduksi oleh indung telur, tetapi produksinya semakin menurun selam
monopause sehingga perlu dilakukan HRT.

6
- Klsitonin
Kalsitonin turut menjaga kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja sel
osteoblast dan meneakn kinerja sel osteoclast. Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar
tiroid yang memiliki sifat meredakan rasa sakit yang sangat ampuh. Kalsitonin
biasanya disuntikan setiap hari atau dua hari sekali selama dua atau tiga minggu.
- Testosteron
Adalah hormon yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria. Pengguanan hormon
testosteron pada wanita dengan osteoporosis. Pasca monopause mampu
menghambat kehilangan massa tulang.
c. Terapi non- hormonal
Terapi non-hormonal selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik
untuk mengobati osteoporosis. Namun , karena banyak efek sampingnya yang dapat
ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka sekarang
mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
- Bisfosfonat
Merupakan golongan obat sintesis yang saat ini sangat dikenal dalam pengobatan
osteoporosis non-hormonal. Efek utama obat ini adalah menonaktifkan sel-sel
penghancur tulang sehingga penurunan massa tulang dapat dihindari.
- Etidronat
Adalah obat golongan biosfosfonat pertama yang biasa digunakan dalam
pengobatan osteoporosis. Obat ini dala bentuk tablet dengan dosis dua kali sehari
selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus dikombinasikan deng konsumsi
suplemen kalsium.
- Alendronat
Mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat, perbedaannya adalah
pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan konsumsi suplemen
kalsium, tetapi bila asupan kalsium masih rendah , pemberian suplemen kalsium
tetap dianjurkan.
d. Terapi Alamiah
Terapi ini diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa menggunakan obat-
obatan atau hormon. Terapi ini berhubungan dengan gaya hidup dan pola konsumsi.

7
- Fisioterapi
Merupakan saalh satu upaya terapi pengobatan osteoporosis. Fisioterapi lembut akan
melemaskan otot-otot disekitar punggung sehingga rasa sakit berkurang. Jenis dan
frekuensi olahraga harus dilakukan sesuai dengan keadaan penyakitnya. Bila
penyakitnya sudah parah, hendaknya melakukan olahraga yang ringan saja .
olahraga terlalu berat malah akan berdampak negatif.
- Hindari merokok
Merokok merupakan gaya hidup yang merugikan bagi kesehatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa wanita perokok mengalami masa monopause lebih awal dan
mempunyai kadar estrogen yang lebih rendah dari yang bukan perokok.
- Hindari minum-minuman berakohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah kecil mungkin tidak terlalu membahayakan bagi
kesehatan. Namun, jika jumlahnya sudah berlebihan akan menyebabkan mabuk
sehingga resiko jatuh dan mengakibatkan patah tulang menjadi lebih besar.
- Menerapkan pola makan yang baik
Dianjurkan untuk mengkonsumsi kalsium, fosfor , vitamin D , dan lain-lain.
e. Terapi Rehabilitasi
Terapi ini dilakukan jika sudah terjadi patah tulang. Tindakan yang dilakukan
antara lain:
- Melakukan operasi
- Memasang gips
- Penggunaan korset
- Penggunaan tongkat atau kursi roda

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Radiologik
Saat ini Sind dkk telahn mengembangkan indeks Sing untuk mengukur ketebalan
colum femaris dan komponen-komponen trabekulasinya secara radiologik. Caranya
dengan menganalisis komponen-komponen yang berolerasi cukup tepat dengan adanya
osteoporosis. Namun, hasil pengukuran ini masih sangat lemah untuk mendiagnosis
adanya osteoporosis. Pada pemeriksaan radiologik ini digunakan X-ray konvensional

8
sehingga osteoporosis baru akan terlihat apabila massa tulang sudah berkurang hingga
30% atau lebih.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Cara ini dapat mengukur struktur trabekuler tulang dan kepadatannya. Alat
tersebut tidak memakai radiasi, melainkan hanya dengan lapangan magnet yang sangat
kuat.
c. Pemeriksaan Radioisotop
Pemeriksaan ini menggunakan sinar foton radionuklida yang dapat mendeteksi
densitas tulang dan ketebalan korteks tulang. Ada 2 jenis pemeriksaan, yaitu:
1. Single Photon Absorptiomentery (SPA)
Sinar photon bersumber dari 1- 125 dengan dosis 200 mcl. Yang diperiksa adalah
tulang-tulang perifer radius dan kalcaneus.
2. Dual Photon Absorptiomentery (DPA)
Sinar photon bersumber dari nuklida GA-135 sebanyak 1,5 Cl yang mempunyai
energi (44 kev dan 100 kev). Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur vertebra
dan kolom femoris.
d. Pemeriksaan Quantitative Computerized Tamography (QCT)
Merupakan salah satu cara yang dipakai untuk mengukur mineral tulang karena
dapat menilai secara volumetrik trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra.
Keuntungan QCT tidak dipengaruhi oleh korteks dan artefak kalsifikasi osteosit dan
klasifikasi aorta, serta tidak perlu diperhitungkan dengan berat badan dan tinggi badan.
Kerugiannya adalah paparan radiasinya yang jauh lebih tinggi dibang=dingkan denga
jenis pemeriksaanlainnya.
e. Quantitative Ultra Sound (QUS)
Cara ini menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus tulang,
kemudian dinilai atenuasi kekuatan dan daya tembus melalui tulang yang dinyatakan
sebagai pita lebar ultrasonik dan kekakuan. Keuntunagnnya adalah mudah dibawa
kemana-mana, tetapi kerugiannya adalah tidak dapat mengetahui lokalisasi osteoporosis
secara tepat.

9
f. Densitometer (X-ray Absorptiomentery)
Pesawat densitometer (X-ray Absorptiomentery) menggunakan radiasi sinar X
yang sangat rendah. Ada dua jenis X-ray absorptiomentary yaitu SXA ( Single X-ray
absorptiomentary) dan DEXA (dual energy X-ray absorptiomentary) yang juga disebut
scan tulang. Pengukuran dilakukan pada tulang yang kemungkinan mudah patah, seperti
tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan atau seluruh rangka tubuh.
g. Tes darah dan Urine
Sebenarnya osteoporosis tidak dapat dideteksi dengan menggunakan test darah
dan urine. Namun demikian, kedua test ini masih mungkin dilakukan untuk mengetahui
dan melihat kondisi lain yang terkait dengan hilangnya massa tulang, seperti kelenjar
thiroid yang terlalu aktif, penyakit hati,atau mieloma (kanker sumsum tulang).

2.7 PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien
a. Keluhan utama
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakuakn pasien untuk menaggulanginya.
b. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit lainnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit lainnya.
d. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami
stress berkepanjangan.
e. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai, atau pernahkah
pasien tidak tahan ( alergi) terhadap sesuatu obat.
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 ( breathing)
b. B2 ( blood)

10
c. B3 ( brain)
d. B4 ( blander)
e. B5 ( bowel)
f. B6 ( bone)

2.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b.d fragmen tulang dan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik b.d disfungsi sekunder skeletal

2.9 INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Nyeri akut b.d fragmen tulang dan spasme otot
- Manajemen Nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d disfungsi sekunder skeletal
- Exercise terapy: ambulation
a. Monitoring vital sign / sesudah latihan dan dilihat respon pasien saat latihan.
b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan.
c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera.
d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan tentang teknik ambulasi.
e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan
fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Etiologi osteoporosis dibagi menjadi 2
yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder.

Manifestasi klinis osteoporosis adalah terapi medis ,terapi non-hormonal, terapi


hormon pada wanita dan terapi alamiah. Pemeriksaan penunjang osteoporosis antara lain
yaitu : pemeriksaan radiologik, MRI, QUS, QCT, radioisotop, densitometer, dan tes darah &
urine. Pengkajian perawat meliputi identitas pasien dan pemeriksaan fisik.

3.2 SARAN
Mahasiswa harus lebih memahami tentang asuhan keperawatan pada gangguan
sistem muskuluskeletal terutama “osteoporosis” sehingga mampu menerapkan intervensi-
intervensi di lahan praktik demi memberi pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Huda Amin . 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis NANDA & NIC NOC. Jogjakarta : Medication
M. Gloria Bulechek, dkk . 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Singapore :
El Servier.
Moorhead Sue, dkk . 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) . Singapore : El
Servier.
Heather T. Herdman & Sigemi Kamitsuru . 2015. Diagnosis Keperawatan : Definis dan
Klasifikasi 201-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia . Jakarta : EGC
Wirakusuma, Emma S . 2008 . Mencegah Osteoporosis . Jakarta : Penebar Plus
Tandra H . 2009 . Osteoporosis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Brunner & Suddarth . 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 . Jakarta : EGC

13

Anda mungkin juga menyukai