BAB I
PENDAHULUAN
(36,4 %) . Ditinjau dari status bekerja atau tidak, 55 orang (60 %) dari responden
sudah tidak bekerja dan 33 orang (37,4 %) masih aktif bekerja.2
Berdasarkan data Puslitbang Gizi Depkes tahun 2006, 2 dari 5 orang
wanita Indonesia memiliki risiko osteoporosis dan pada usia lebih dari 55 tahun
akan mengalami peningkatan 2 kali lebih besar dibandingkan pria. Osteoporosis
pada wanita di atas 50 tahun mencapai 32,3% sementara pada pria di atas 50 tahun
mencapai 28,8%.1
Masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu
diwaspadai, yaitu mencapai 19,7 %, dan berada di urutan ke enam terbesar setelah
China. Lima provinsi dengan resiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera
Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara
(22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%).4
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis, yaitu faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga,
riwayat fraktur, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah
indeks massa tubuh, konsumsi alkohol, merokok, hormon endogen seperti
estrogen, menopause dini, aktifitas fisik, penyakit sistemik, dan penggunaan
steroid jangka panjang. Masalah yang dihadapi ketika seseorang mengalami
osteoporosis tidak hanya karena penurunan kualitas dan fungsi hidup individu,
tetapi juga masalah biaya kesehatan ketika terjadi fraktur dan meningkatnya
mortalitas.3
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin meneliti hubungan faktor risiko
dengan kejadian osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan
tahun 2017.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Osteoporosis
2.1.1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah kondisi di mana tulang menjadi tipis, rapuh, keropos,
dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi dalam waktu
yang lama. Osteoporosis ditandai oleh dua hal yaitu pertama densitas (kepadatan)
tulang berkurang, kemudian kedua kualitas tulang menurun. Densitas tulang yaitu
berapa gram mineral per volume tulang. Sedangkan kualitas tulang menyangkut
arsitektur, penghancuran, dan pembentukan kembali (mineralisasi) tulang.5
2.1.2. Epidemiologi
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia diatas
50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan massa
tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Di negara berkembang
seperti Cina, osteoporosis mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300%
dalam waktu 30 tahun. Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah
16,1%. Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar 19,9%.3
Berdasarkan data prevalensi di Indonesia menunjukkan bahwa dari
keseluruhan orang yang diperiksa kepadatan tulangnya, 35% normal, 36%
menunjukkan tanda osteopenia, dan 29% menderita osteoporosis. Sedangkan hasil
analisis data Densitas Mineral Tulang (DMT) di 16 wilayah di Indonesia kerja
sama antara Puslitbang Gizi Bogor dengan PT. Fonterra Brands Indonesia pada
Tahun 2005, terdapat 29,4% lansia yang menderita osteoporosis pada usia 60-64
tahun, 65-69 tahun sebesar 36,4%, dan usia di atas 70 tahun sebesar 53,1%.
Sebagai tambahan, Litbang juga menyebutkan sedikitnya lima propinsi di
Indonesia masuk kategori risiko tinggi penderita penyakit osteoporosis. Lima
propinsi tersebut adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%),
Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%),dan Jawa Timur (21,42%). Data di
atas menunjukkan bahwa osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang membutuhkan perhatian serius. Selain karena prevalensinya
yang terus meningkat, akibat yang ditimbulkan karena penyakit osteoporosis ini
juga cukup berat.6
2.1.3. Klasifikasi
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya.
Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer menjadi 2 tipe,
yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga
6
2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya,
yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari, defisiensi atau
konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis.3
2.1.4. Patofisiologi
Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada
pembentukan tulang yaitu osteoklas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada
pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks
ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan
matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Dalam pembentukan massa
tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga
fase yaitu fase pertumbuhan, fase konsolidasi dan fase involusi. Pada fase
pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat
eepifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun.
Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass )
pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase
involusi massa tulang berkurang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun.7
Osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang yang rendah
disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini
diduga berkaitan dengan faktor genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan
penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat
obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik.7
7
proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebihi
formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan
bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda, ketidakseimbangan ini
terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang
berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu
penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang
membuat pengurangan reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga
menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang
panjang.3
2. Jenis Kelamin
Wanita memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami
osteoporosis. Hal ini didukung oleh berbagai data, diantaranya pertama, satu dari
dua wanita berumur 50-80 tahun mengalami osteoporosis, sedangkan pada pria,
9
hanya satu dari empat orang saja yang mengalami osteoporosis. Kedua, 68% dari
total populasi yang berpotensi untuk mengalami osteoporosis adalah wanita.
Ketiga, 75% dari fraktur pinggul osteoporosis dialami oleh wanita. Selain itu,
menurut International Osteoporosis Foundation, saat ini jumlah wanita yang
mengalami osteoporosis adalah sekitar 200 juta orang.8
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih rentan terhadap
osteoporosis, yaitu:
-
Setelah masa menopause wanita mengalami perubahan hormonal yang
cukup drastis, utamanya penurunan estrogen. Penurunan hormon seks ini
akan meningkatkan aktivitas osteoklas dalam meresorpsi tulang, sehingga
densitas tulang menurun.8
- Wanita rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah dibandingkan
pria.8
3. Ras
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berasal dari negara-
negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah terkena osteoporosis daripada
yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau Mediterania, dikarenakan Penurunan
massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang semua cenderung lebih lambat
daripada wanita berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan
hormon di antara kedua ras tersebut.3
4. Genetik
Perbedaan genetik mempengaruhi kepadatan massa tulang, misalnya pada
ukuran tulang besar dan tulang kecil, defek pada sintesis atau struktur kolagen.9
5. Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian
terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang di bagian
pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada genetika. Anak perempuan
dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa
10
tulang yang lebih rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih
rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam
menentukan risiko seseorang mengalami patah tulang.3
6. Bentuk tubuh
Berat badan yang ringan, indeks masa tubuh yang rendah dan kekuatan
tulang yang menurun berkaitan dengan berkurangnya masa tulang. Wanita yang
kelebihan berat badan menempatkan tekanan yang lebih besar pada tulangnya
sehingga merangsang pembentukan tulang baru dan meningkatnya masa tulang.2
7. Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang.
Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan dapat
mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dapat
menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah sebabnya seorang atlet
memiliki massa tulang yang lebih besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi
osteoporosis seseorang yang memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan
harian tinggi saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah
daripada yang memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.3
8. Gaya Hidup
Kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan aktif
secara fisik mempengaruhi kesehatan kita. Tembakau dapat meracuni tulang dan
menurunkan kadar estrogen dan testosteron akibatnya perokok memiliki
kemungkinan satu setengah hingga dua kali lebih besar akan mengalami patah
tulang karena osteoporosis sedangkan alkohol selain meracuni tulang secara
langsung juga mengurangi masa tulang melalui nutrisi yang buruk.2
11
9. Riwayat Fraktur
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa, riwayat
fraktur merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis.3
2.1.7. Diagnosis
1) Anamnesis
Anamnesis faktor resiko presdisposisi osteoporosis, riwayat haid
(termasuk usia menarche dan monopouse, keteraturan haid, riwayat kehamilan)
pada perempuan, analisis gizi, riwayat jatuh, serta adanya riwayat penyakit
payudara, genitalia, atau vaskular yang akan mempengaruhi keputusan
pengobatan.11
12
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan berat
badan, demikian juga dengan gaya jalan penderita, deformitas tulang, leg-lenght
inequality , dan nyeri spinal. Hipokalsemia yang terjadi dapat ditandai oleh
adanya iritasi muskuloskeletal, yaitu berupa tetani. Adduksi jempol tangan juga
dapat dijumpai, fleksi sendi metacarpophalangeal, dan ekstensi sendi interphalang.
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus
(Dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan
protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit yang tipis (tanda
McConkey).3
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah perifer lengkap untuk screning
penyakit dasar, kalsium urin 24 jam, fungsi ginjal, fungsi hati, dan kadar TSH.
Pemeriksaan biokimia tulang seperti kalsium total serum, ion kalsium, kadar
fosfor serum, fosfat urin, osteokalsin (OC) serum, fosfat alkali isoenzim tulang
(BAIP), piridinolit (UDPD) urin, hormon paratiroid dan vitamin D.11
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan
keadaan lain yang dapat menyebabkan osteoporosis. Beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, radioisotop, MRI (magnetic
Resonance imaging), serta pemeriksaan dengan densitometer (untuk mengetahui
kepadatan tulang). Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah
tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang
paling akurat adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini
aman dan tidak menimbulkan nyeri, serta dapat dilakukan dalam waktu 5-15
menit.9,10
13
2.1.8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah meningkat-kan kepadatan tulang. Semua
perempuan, terutama menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan
vitamin D dalam jumlah yang mencukupi, bifosfat juga digunakan untuk
mengomentari osteoporosis. Pada umumnya orang hanya tahu mengonsumsi
kalsium dan vitamin D, atau mengira cukup minum segelas susu sehari, pasti
sudah aman dan tulang menjadi kuat. Namun, sebenarnya selain perlu dipadatkan,
tulang juga harus dikuatkan. Pengaruh kekurangan hormon dan proses penuaan
membuat tulang makin rapuh dan makin tipis. Butuh beberapa jenis obat yang
harus dikonsumsi terus-menerus untuk memperta-hankan tulang yang sehat.selain
pemberian kalsium dan vitamin D, serta mineral dan protein, perlu mengenal obat-
obatan untuk osteoporosis, yaitu obat untuk membangun tulang, membuat tulang
menjadi makin padat, serta menghambat proses pengeroposan.10 Obat-obat ini
adalah :
1. Golongan bifosfonat
2. Raloxifene
3. Kalsitonin
4. Tibolone
2.1.9. Pencegahan
Ada beberapa bentuk pencegahan osteoporosis yaitu :
1) Mengkonsumsi vitamin D dan kalsium
Mengkonsumsi vitamin D dan kalsium dalam jumlah yang cukup
(susu,keju, ikan sarden,brokoli, kubis, tauge). Produk susu dan sayuran tua
merupakan sumber yang baik. Makanan rendah kalsium tinggi fosfor seperti
daging merah dan minuman kola sebaiknya dihindari. Pencapaian puncak masa
tulang, semakin kecil kemungkinan terkena dikemudian hari. Hal ini tergantung
jumlah kalsium yang dikonsumsi selama hidup dan olahraga yang dilakukan.
Untuk memperlambat terjadi kekeroposan, wanita usia menopause membutuhkan
kalsium 1200 - 1500 mg/hari. Sementara anak – anak dan usia lebih muda paling
14
tidak 800 mg/hari. Wanita dan anak - anak juga membutuhkan vitamin D yang
ikut membantu agar penyerapan kalsium dalam tubuh lebih banyak.9
2) Olahraga
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan individual.
Prinsipnya tetap sama dengan latihan beban dan tarikan pada aksis tulang. Perlu
diperhatikan berat ringannya osteoporosis yang terjadi karena hal ini berhubungan
dengan dosis dan cara gerakan yang bersifat spesifik tersebut. Latihan tidak dapat
dilakukan secara masal karena perlu mendapat supervisi dari tenaga
medis/paramedis terlatih individu per individu.12
2.1.10. Komplikasi
Fraktur, dengan predisposisi tersering pada vetrebra thorakolumbal, kolum
femoris, intertrokanter femoris, serta fraktur colles (“dinner frok” deformity). 11
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
Independen Dependent
Rumah Sakit
Umum Haji
Medan
2. Jenis Kelamin Jenis kelamin Rekam a. Laki – Nominal
adalah jenis Medik laki
kelamin Rumah b. Perempu
pasien yang Sakit an
tercatat Umum Haji
dalam status Medan
pasien
osteoporosis
ketika pasien
berobat ke
poli penyakit
dalam
Rumah Sakit
Umum Haji
Medan
3. Pekerjaan Pekerjaan Rekam a. Bekerja Nominal
adalah Medik b. Tidak
pekerjaan Rumah Bekerja
pasien yang Sakit
tercatat Umum Haji
dalam status Medan
pasien
osteoporosis
ketika pasien
berobat ke
poli penyakit
dalam
17
Rumah Sakit
Umum Haji
Medan
4. Osteoporosis Osteoporosis Rekam a. Osteop Ordinal
adalah Medik orosis
kondisi di Rumah b. Tidak
mana tulang Sakit Osteop
menjadi tipis, Umum Haji orosis
rapuh, Medan
keropos, dan
mudah patah
akibat
berkurangny
a massa
tulang yang
terjadi dalam
waktu yang
lama.
3.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara faktor resiko dengan
kejadian Osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun
2017.
18
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
b. Coding, adalah kegiatan memberi tanda atau kode tertentu terhadap data
yang telah diedit, pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam
rangka pengolahan data, baik secara manual maupun menggunakan
komputer.
c. Tabulating, adalah metode yang digunakan untuk mempermudah analisa
data, mengelola data serta pengambilan kesimpulan, data dimasukkan ke
dalam tabel distribusi frekuensi.
DAFTAR PUSTAKA