Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring kemajuan dibidang kesehatan dan kesadaran masyarakat untuk
hidup sehat, berakibat semakin tinggi angka harapan hidup masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data statistik Indonesia tahun 2008, angka harapan hidup penduduk
Indonesia naik dari 67,8 per tahun pada periode 2000-2005 menjadi 73,6 per
tahun pada periode 2020-2025. Meningkatnya angka harapan hidup masyarakat di
Indonesia, semakin banyak kasus-kasus yang terjadi pada manusia usia lanjut.1
Salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius
pada masa usia lanjut adalah osteoporosis. Osteoporosis atau tulang keropos
merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya kepadatan massa
tulang dan kerusakan mikro arsitektur jaringan tulang yang mengakibatkan tulang
rapuh dan mudah patah. World Health Organization (WHO) memasukkan
osteoporosis dalam daftar 10 penyakit degeneratif utama di dunia. Tercatat bahwa
terdapat kurang lebih 200 juta pasien di seluruh dunia yang menderita
osteoporosis.2,3
Menurut International Osteoporosis Foundation bahwa osteoporosis di
masa-masa mendatang akan menjadi salah satu penyakit serius di kalangan
penduduk Asia. Pada tahun 2050, diperkirakan 50 persen dari kasus osteoporosis
di dunia akan terjadi di Asia yang menjadi beban ekonomi dan sosial cukup tinggi
bagi masyarakat dan pemerintah. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari 14
negara di Asia terlihat bahwa kejadian patah tulang pinggul meningkat dua hingga
tiga kali lipat dalam 30 tahun ini. Peningkatan ini terutama terjadi karena asupan
vitamin D dan kalsium yang masih rendah dikonsumsi tiap orang di masing-
masing negara.4
Berdasarkan dari penelitian karolina dengan jumlah seluruh responden 88
orang di dapati berdasarkan usia yang mengalami osteoporosis > 60 tahun adalah
68 orang (77,3%) dan < 60 tahun adalah 20 orang (22,7%). Dan di tinjau dari jenis
kelamin wanita berjumlah 56 orang (63,6 %) dan laki – laki berjumlah 32 orang
2

(36,4 %) . Ditinjau dari status bekerja atau tidak, 55 orang (60 %) dari responden
sudah tidak bekerja dan 33 orang (37,4 %) masih aktif bekerja.2
Berdasarkan data Puslitbang Gizi Depkes tahun 2006, 2 dari 5 orang
wanita Indonesia memiliki risiko osteoporosis dan pada usia lebih dari 55 tahun
akan mengalami peningkatan 2 kali lebih besar dibandingkan pria. Osteoporosis
pada wanita di atas 50 tahun mencapai 32,3% sementara pada pria di atas 50 tahun
mencapai 28,8%.1
Masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu
diwaspadai, yaitu mencapai 19,7 %, dan berada di urutan ke enam terbesar setelah
China. Lima provinsi dengan resiko Osteoporosis lebih tinggi adalah Sumatera
Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), DI Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara
(22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%).4
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis, yaitu faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain adalah usia, jenis kelamin, riwayat keluarga,
riwayat fraktur, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah
indeks massa tubuh, konsumsi alkohol, merokok, hormon endogen seperti
estrogen, menopause dini, aktifitas fisik, penyakit sistemik, dan penggunaan
steroid jangka panjang. Masalah yang dihadapi ketika seseorang mengalami
osteoporosis tidak hanya karena penurunan kualitas dan fungsi hidup individu,
tetapi juga masalah biaya kesehatan ketika terjadi fraktur dan meningkatnya
mortalitas.3
Berdasarkan uraian diatas penulis ingin meneliti hubungan faktor risiko
dengan kejadian osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan
tahun 2017.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana hubungan faktor risiko dengan kejadian
osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan tahun 2017.
3

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan faktor
risiko dengan kejadian osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji
Medan tahun 2017.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui hubungan usia dengan terjadinya osteoporosis.
b. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan terjadinya
osteoporosis.
c. Mengetahui hubungan pekerjaan dengan terjadinya osteoporosis.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat untuk Pengetahuan
Sebagai tambahan pengetahuan tentang faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya osteoporosis serta menambah ilmu
pengetahuan di bidang ilmu reumatologi dan ilmu kedokteran komunitas.

1.4.2. Manfaat untuk Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan
pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, khususnya dalam pencegahan
osteoporosis serta menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara.

1.4.3. Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan dan Masyarakat


Manfaat penelitian ini bagi pelayanan kesehatan dan masyarakat
adalah sebagai masukan bagi tenaga kesehatan dalam pengelolaan
osteoporosis dan memperhatikan faktor-faktor terkait dalam pencegahan
osteoporosis serta meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko terjadinya
osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Osteoporosis
2.1.1. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah kondisi di mana tulang menjadi tipis, rapuh, keropos,
dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang yang terjadi dalam waktu
yang lama. Osteoporosis ditandai oleh dua hal yaitu pertama densitas (kepadatan)
tulang berkurang, kemudian kedua kualitas tulang menurun. Densitas tulang yaitu
berapa gram mineral per volume tulang. Sedangkan kualitas tulang menyangkut
arsitektur, penghancuran, dan pembentukan kembali (mineralisasi) tulang.5

Menurut WHO (1994), osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai


dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur
jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya
kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang. Sebenarnya istilah
osteoporosis telah dikenal sejak zaman yunani kuno, osteo berarti tulang dan
porosis berarti lubang atau tulang yang berlubang.2

Gambar 2.1. Perbedaan tulang normal dan osteoporosis


Sumber:http//www.penyakitosteoporosis.com/articel/2017023/kesehatan-
masyarakat.
5

2.1.2. Epidemiologi
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia diatas
50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan massa
tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Di negara berkembang
seperti Cina, osteoporosis mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300%
dalam waktu 30 tahun. Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah
16,1%. Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar 19,9%.3
Berdasarkan data prevalensi di Indonesia menunjukkan bahwa dari
keseluruhan orang yang diperiksa kepadatan tulangnya, 35% normal, 36%
menunjukkan tanda osteopenia, dan 29% menderita osteoporosis. Sedangkan hasil
analisis data Densitas Mineral Tulang (DMT) di 16 wilayah di Indonesia kerja
sama antara Puslitbang Gizi Bogor dengan PT. Fonterra Brands Indonesia pada
Tahun 2005, terdapat 29,4% lansia yang menderita osteoporosis pada usia 60-64
tahun, 65-69 tahun sebesar 36,4%, dan usia di atas 70 tahun sebesar 53,1%.
Sebagai tambahan, Litbang juga menyebutkan sedikitnya lima propinsi di
Indonesia masuk kategori risiko tinggi penderita penyakit osteoporosis. Lima
propinsi tersebut adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%),
Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%),dan Jawa Timur (21,42%). Data di
atas menunjukkan bahwa osteoporosis merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang membutuhkan perhatian serius. Selain karena prevalensinya
yang terus meningkat, akibat yang ditimbulkan karena penyakit osteoporosis ini
juga cukup berat.6

2.1.3. Klasifikasi
Menurut pembagiannya, osteoporosis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Osteoporosis primer
Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya.
Pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer menjadi 2 tipe,
yaitu Osteoporosis tipe I dan osteoporosis tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga
6

osteoporosis pasca menopause. Osteoporosis tipe ini disebabkan oleh defisiensi


estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis,
disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan
hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis.
Namun pada sekitar tahun 1990, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan
mengemukakan bahwa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada
osteoporosis primer, baik pasca menopause maupun senilis.3

2) Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya,
yaitu terjadi karena adanya penyakit lain yang mendasari, defisiensi atau
konsumsi obat yang dapat menyebabkan osteoporosis.3

2.1.4. Patofisiologi
Tulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada
pembentukan tulang yaitu osteoklas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada
pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks
ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan
matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Dalam pembentukan massa
tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga
fase yaitu fase pertumbuhan, fase konsolidasi dan fase involusi. Pada fase
pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat
eepifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun.
Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass )
pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase
involusi massa tulang berkurang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun.7
Osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang yang rendah
disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini
diduga berkaitan dengan faktor genetik, sedangkan faktor yang menyebabkan
penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat
obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik.7
7

Penyebab utama osteoporosis adalah gangguan dalam remodeling tulang


sehingga mengakibatkan kerapuhan tulang. Terjadinya osteoporosis secara seluler
disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah
dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentukan tulang). Keadaan ini mengakibatkan
penurunan massa tulang.3
Selama pertumbuhan, tubuh meningkat dalam ukuran dengan pertumbuhan
linier dan dengan posisi dari jaringan tulang baru pada permukaan luar korteks.
Remodeling tulang mempunyai dua fungsi utama, yaitu: untuk memperbaiki
kerusakan mikro di dalam tulang rangka untuk mempertahankan kekuatan tulang
rangka, dan mensuplai kalsium dari tulang rangka untuk mempertahankan kalsium
serum. Remodeling dapat diaktifkan oleh kerusakan mikro pada tulang sebagai
hasil dari kelebihan atau akumulasi stress. Kebutuhan akut kalsium melibatkan
resorpsi yang dimediasi-osteoklas sebagaimana juga transport kalsium oleh
osteosit, peningkatan remodeling tulang dan kehilangan jaringan tulang secara
keseluruhan.3
Di dalam tulang yang mengalami osteoporosis akan ditemukan struktur
padat dan rongga tulang berkurang. Penipisan dinding luar tulang lebih nyata dan
keadaan ini meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa tulang juga tampak
pada tulang berongga. Aktivitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik
dan faktor lokal. Faktor sistemik adalah hormonal yang berkaitan dengan
metabolisme Calsium, seperti Parat hormone, Vitamin D, Calcitonin, estrogen,
androgen, growth hormon, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah
Sitokin dan faktor pertumbuhan lain. Dalam proses remodeling tulang atau bone
turnover, intinya adalah terjadinya pergerakan ion kalsium. Ion kalsium yang
berada dalam osteoklas akan dilepaskan kemudian oleh osteoblas akan digunakan
sebagai bahan baku tulang di dalam osteocyte dan pada akhirnya berperan dalam
pembentukan tulang baru. Artinya metabolisme kalsium inilah yang mempunyai
peranan dominan dalam proses pembentukan tulang.7
Pada dewasa muda tulang yang diresorpsi digantikan oleh jumlah yang
seimbang jaringan tulang baru. Massa tulang rangka tetap konstan setelah massa
puncak tulang sudah tercapai pada masa dewasa. Setelah usia 30 - 45 tahun,
8

proses resorpsi dan formasi menjadi tidak seimbang, dan resorpsi melebihi
formasi. Ketidakseimbangan ini dapat dimulai pada usia yang berbeda dan
bervariasi pada lokasi tulang rangka yang berbeda, ketidakseimbangan ini
terlebih-lebih pada wanita setelah menopause. Kehilangan massa tulang yang
berlebih dapat disebabkan peningkatan aktivitas osteoklas dan atau suatu
penurunan aktivitas osteoblas. Peningkatan rekrutmen lokasi remodeling tulang
membuat pengurangan reversibel pada jaringan tulang tetapi dapat juga
menghasilkan kehilangan jaringan tulang dan kekuatan biomekanik tulang
panjang.3

2.1.5. Faktor Resiko


1. Usia
Semua bagian tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, begitu
juga dengan rangka tubuh. Mulai dari lahir sampai kira-kira usia 30 tahun,
jaringan tulang yang dibuat lebih banyak daripada yang hilang. Tetapi setelah usia
30 tahun situasi berbalik, yaitu jaringan tulang yang hilang lebih banyak daripada
yang dibuat. Ketika masa kanak-kanak, tulang baru terbentuk pada periosteal
envelope. Anak- anak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum
melebihi apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal.
Pada anak remaja, pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya
produksi hormon seks. Seiring dengan meningkatnya usia, pertumbuhan tulang
akan semakin berkurang. Proporsi osteoporosis lebih rendah pada kelompok
lansia dini (usia 55-65 tahun) daripada lansia lanjut (usia 65-85 tahun).
Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian osteoporosis. Jadi terdapat
hubungan antara osteoporosis dengan peningkatan usia. Begitu juga dengan
fraktur osteoporotik akan meningkat dengan bertambahnya usia.3

2. Jenis Kelamin
Wanita memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami
osteoporosis. Hal ini didukung oleh berbagai data, diantaranya pertama, satu dari
dua wanita berumur 50-80 tahun mengalami osteoporosis, sedangkan pada pria,
9

hanya satu dari empat orang saja yang mengalami osteoporosis. Kedua, 68% dari
total populasi yang berpotensi untuk mengalami osteoporosis adalah wanita.
Ketiga, 75% dari fraktur pinggul osteoporosis dialami oleh wanita. Selain itu,
menurut International Osteoporosis Foundation, saat ini jumlah wanita yang
mengalami osteoporosis adalah sekitar 200 juta orang.8
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih rentan terhadap
osteoporosis, yaitu:
-
Setelah masa menopause wanita mengalami perubahan hormonal yang
cukup drastis, utamanya penurunan estrogen. Penurunan hormon seks ini
akan meningkatkan aktivitas osteoklas dalam meresorpsi tulang, sehingga
densitas tulang menurun.8
- Wanita rata-rata memiliki massa tulang yang lebih rendah dibandingkan
pria.8

3. Ras
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berasal dari negara-
negara Eropa Utara, Jepang, dan Cina lebih mudah terkena osteoporosis daripada
yang berasal dari Afrika, Spanyol, atau Mediterania, dikarenakan Penurunan
massa tulang pada wanita Afrika-Amerika yang semua cenderung lebih lambat
daripada wanita berkulit putih. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan
hormon di antara kedua ras tersebut.3

4. Genetik
Perbedaan genetik mempengaruhi kepadatan massa tulang, misalnya pada
ukuran tulang besar dan tulang kecil, defek pada sintesis atau struktur kolagen.9

5. Riwayat Keluarga
Faktor genetika juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang. Penelitian
terhadap pasangan kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang di bagian
pinggul dan tulang punggung sangat bergantung pada genetika. Anak perempuan
dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki massa
10

tulang yang lebih rendah daripada anak seusia mereka (kira-kira 3-7 % lebih
rendah). Riwayat adanya osteoporosis dalam keluarga sangat bermanfaat dalam
menentukan risiko seseorang mengalami patah tulang.3

6. Bentuk tubuh
Berat badan yang ringan, indeks masa tubuh yang rendah dan kekuatan
tulang yang menurun berkaitan dengan berkurangnya masa tulang. Wanita yang
kelebihan berat badan menempatkan tekanan yang lebih besar pada tulangnya
sehingga merangsang pembentukan tulang baru dan meningkatnya masa tulang.2

7. Aktifitas Fisik
Latihan beban akan memberikan penekanan pada rangka tulang dan
menyebabkan tulang berkontraksi sehingga merangsang pembentukan tulang.
Kurang aktifitas karena istirahat di tempat tidur yang berkepanjangan dapat
mengurangi massa tulang. Hidup dengan aktifitas fisik yang cukup dapat
menghasilkan massa tulang yang lebih besar. Itulah sebabnya seorang atlet
memiliki massa tulang yang lebih besar dibandingkan yang non-atlet. Proporsi
osteoporosis seseorang yang memiliki tingkat aktivitas fisik dan beban pekerjaan
harian tinggi saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung sedikit lebih rendah
daripada yang memiliki aktifitas fisik tingkat sedang dan rendah.3

8. Gaya Hidup
Kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan aktif
secara fisik mempengaruhi kesehatan kita. Tembakau dapat meracuni tulang dan
menurunkan kadar estrogen dan testosteron akibatnya perokok memiliki
kemungkinan satu setengah hingga dua kali lebih besar akan mengalami patah
tulang karena osteoporosis sedangkan alkohol selain meracuni tulang secara
langsung juga mengurangi masa tulang melalui nutrisi yang buruk.2
11

9. Riwayat Fraktur
Beberapa penelitian sebelumnya telah menyebutkan bahwa, riwayat
fraktur merupakan salah satu faktor risiko osteoporosis.3

10. Obat - obat yang mengakibatkan osteoporosis


Terdapat beberapa obat - obat yang jika digunakan untuk waktu yang lama
mengubah pergantian tulang dan meningkatkan resiko osteoporosis. Obat - obat
tersebut mencakup steriod, hormon thyroid dan thyroxin, anti konvulsan dan anti
koagulan. Hormon thyroid yang berlebihan mengakibatkan pergantian tulang
menjadi lebih cepat yang mengakibatkan lebih banyak resorbsi tulang daripada
formasi dan masa tulang pun berkurang.2

2.1.6. Gejala Klinis


Gejala pada usia lanjut bervariasi beberapa tidak menunjukkan gejala,
yang lain seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung, yang
seringkali dipicu oleh adanya stress fisik, sering akan hilang dengan sendirinya
setelah 4-6 minggu. Penderita lain mungkin datang dengan gejala patah tulang,
turunnya tinggi badan, bungkuk punggung, yaitu suatu deformitas akibat kolaps
dan fraktur pada vertrebral torakal tengah. Fraktur yang mengenai leher femur dan
colles sering terjadi sekitar 305 wanita dengan fraktur leher femur menderita
osteoporosis. Dibandingkan hanya 15% pada pria fraktur terjadi bukan saja karena
osteoporosis tetapi juga karena kecendurungan usia lanjut untuk jatuh.10

2.1.7. Diagnosis
1) Anamnesis
Anamnesis faktor resiko presdisposisi osteoporosis, riwayat haid
(termasuk usia menarche dan monopouse, keteraturan haid, riwayat kehamilan)
pada perempuan, analisis gizi, riwayat jatuh, serta adanya riwayat penyakit
payudara, genitalia, atau vaskular yang akan mempengaruhi keputusan
pengobatan.11
12

2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang harus diukur adalah tinggi badan dan berat
badan, demikian juga dengan gaya jalan penderita, deformitas tulang, leg-lenght
inequality , dan nyeri spinal. Hipokalsemia yang terjadi dapat ditandai oleh
adanya iritasi muskuloskeletal, yaitu berupa tetani. Adduksi jempol tangan juga
dapat dijumpai, fleksi sendi metacarpophalangeal, dan ekstensi sendi interphalang.
Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus
(Dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan
protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral, dan kulit yang tipis (tanda
McConkey).3

3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah perifer lengkap untuk screning
penyakit dasar, kalsium urin 24 jam, fungsi ginjal, fungsi hati, dan kadar TSH.
Pemeriksaan biokimia tulang seperti kalsium total serum, ion kalsium, kadar
fosfor serum, fosfat urin, osteokalsin (OC) serum, fosfat alkali isoenzim tulang
(BAIP), piridinolit (UDPD) urin, hormon paratiroid dan vitamin D.11
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan
keadaan lain yang dapat menyebabkan osteoporosis. Beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologi, radioisotop, MRI (magnetic
Resonance imaging), serta pemeriksaan dengan densitometer (untuk mengetahui
kepadatan tulang). Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah
tulang dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Pemeriksaan yang
paling akurat adalah DXA (dual-energy x-ray absorptiometry). Pemeriksaan ini
aman dan tidak menimbulkan nyeri, serta dapat dilakukan dalam waktu 5-15
menit.9,10
13

2.1.8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah meningkat-kan kepadatan tulang. Semua
perempuan, terutama menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan
vitamin D dalam jumlah yang mencukupi, bifosfat juga digunakan untuk
mengomentari osteoporosis. Pada umumnya orang hanya tahu mengonsumsi
kalsium dan vitamin D, atau mengira cukup minum segelas susu sehari, pasti
sudah aman dan tulang menjadi kuat. Namun, sebenarnya selain perlu dipadatkan,
tulang juga harus dikuatkan. Pengaruh kekurangan hormon dan proses penuaan
membuat tulang makin rapuh dan makin tipis. Butuh beberapa jenis obat yang
harus dikonsumsi terus-menerus untuk memperta-hankan tulang yang sehat.selain
pemberian kalsium dan vitamin D, serta mineral dan protein, perlu mengenal obat-
obatan untuk osteoporosis, yaitu obat untuk membangun tulang, membuat tulang
menjadi makin padat, serta menghambat proses pengeroposan.10 Obat-obat ini
adalah :
1. Golongan bifosfonat
2. Raloxifene
3. Kalsitonin
4. Tibolone

2.1.9. Pencegahan
Ada beberapa bentuk pencegahan osteoporosis yaitu :
1) Mengkonsumsi vitamin D dan kalsium
Mengkonsumsi vitamin D dan kalsium dalam jumlah yang cukup
(susu,keju, ikan sarden,brokoli, kubis, tauge). Produk susu dan sayuran tua
merupakan sumber yang baik. Makanan rendah kalsium tinggi fosfor seperti
daging merah dan minuman kola sebaiknya dihindari. Pencapaian puncak masa
tulang, semakin kecil kemungkinan terkena dikemudian hari. Hal ini tergantung
jumlah kalsium yang dikonsumsi selama hidup dan olahraga yang dilakukan.
Untuk memperlambat terjadi kekeroposan, wanita usia menopause membutuhkan
kalsium 1200 - 1500 mg/hari. Sementara anak – anak dan usia lebih muda paling
14

tidak 800 mg/hari. Wanita dan anak - anak juga membutuhkan vitamin D yang
ikut membantu agar penyerapan kalsium dalam tubuh lebih banyak.9

2) Olahraga
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan individual.
Prinsipnya tetap sama dengan latihan beban dan tarikan pada aksis tulang. Perlu
diperhatikan berat ringannya osteoporosis yang terjadi karena hal ini berhubungan
dengan dosis dan cara gerakan yang bersifat spesifik tersebut. Latihan tidak dapat
dilakukan secara masal karena perlu mendapat supervisi dari tenaga
medis/paramedis terlatih individu per individu.12

3) Gaya hidup sehat


Tidak ada kata terlambat untuk melakukan gaya hidup sehat. Menghindari
rokok dan alkohol memberikan efek signifikan dalam menurunkan resiko
osteoporosis.10

2.1.10. Komplikasi
Fraktur, dengan predisposisi tersering pada vetrebra thorakolumbal, kolum
femoris, intertrokanter femoris, serta fraktur colles (“dinner frok” deformity). 11

2.2. Kerangka Teori


Independen
Dependent
Faktor Resiko
Osteoporosis
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Pekerjaan

Gambar 2.2 Kerangka Teori


15

BAB III
KERANGKA PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
– konsep atau variabel – variabel yang akan diamati (ukur) melalui penelitian
yang dimaksud.13 Adapun kerangka konsep dari penelitian ini sebagai berikut :

Independen Dependent

Faktor Resiko : Kejadian Osteoporosis


Usia Ya
Jenis Kelamin Tidak
Pekerjaan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional


Tabel 3.1. Tabel Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1. Usia usia adalah Rekam a. < 60 Ordinal
usia pasien Medik tahun
yang tercatat Rumah b. ≥ 60
dalam status Sakit tahun
pasien Umum Haji
osteoporosis Medan
ketika pasien
berobat ke
poli penyakit
dalam
16

Rumah Sakit
Umum Haji
Medan
2. Jenis Kelamin Jenis kelamin Rekam a. Laki – Nominal
adalah jenis Medik laki
kelamin Rumah b. Perempu
pasien yang Sakit an
tercatat Umum Haji
dalam status Medan
pasien
osteoporosis
ketika pasien
berobat ke
poli penyakit
dalam
Rumah Sakit
Umum Haji
Medan
3. Pekerjaan Pekerjaan Rekam a. Bekerja Nominal
adalah Medik b. Tidak
pekerjaan Rumah Bekerja
pasien yang Sakit
tercatat Umum Haji
dalam status Medan
pasien
osteoporosis
ketika pasien
berobat ke
poli penyakit
dalam
17

Rumah Sakit
Umum Haji
Medan
4. Osteoporosis Osteoporosis Rekam a. Osteop Ordinal
adalah Medik orosis
kondisi di Rumah b. Tidak
mana tulang Sakit Osteop
menjadi tipis, Umum Haji orosis
rapuh, Medan
keropos, dan
mudah patah
akibat
berkurangny
a massa
tulang yang
terjadi dalam
waktu yang
lama.

3.3. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara faktor resiko dengan
kejadian Osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun
2017.
18

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik retrospektif dengan pendekatan
case-control yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor resiko dengan
kejadian osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun
2017 dilanjutkan analisa statistik yang mengambil data sekunder dari berkas
rekam medik pasien.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Medan. Jl. Pancing
Medan Estate Kelurahan Kenangan Baru Kecamatan Percut Sei Tuan Kota
Medan.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 februari 2018 sampai 23 februari
2018.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini dibagi atas dua kelompok antara lain yaitu
populasi kasus dan populasi kontrol. Dengan jumlah seluruh populasi kasus dan
populasi kontrol adalah sama.
4.3.1.1 Populasi Kasus
Populasi kasus yang akan diteliti adalah seluruh pasien yang menderita
osteoporosis yang berobat ke poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Haji
Medan tahun 2017 yang berjumlah 43 responden .
19

4.3.1.2 Populasi Kontrol


Populasi kontrol dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang tidak
mengalami osteoporosis yang berobat ke poli penyakit dalam di Rumah Sakit
Umum Haji Medan tahun 2017 dan berjumlah sebanyak 43 responden.

4.3.2. Sampel Penelitian


Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total
sampling.
4.3.2.1 Sampel Kasus
Sampel kasus yang akan diteliti adalah seluruh pasien usia ≥ 60 tahun
yang menderita osteoporosis yang berobat ke poli penyakit dalam di Rumah Sakit
Umum Haji Medan.
4.3.2.2 Sampel Kontrol
Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah pasien yang tidak mengalami
osteoporosis yang berobat ke poli penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Haji
Medan. Perbandingan antara jumlah sampel kelompok kasus dan kontrol adalah
1: 1.

4.4. Teknik Pengumpulan Data


Data dikumpulkan dari berkas rekam medik penderita osteoporosis (data
sekunder) yang diperoleh dari bagian rekam medik di Rumah Sakit Umum Haji
Medan Tahun 2017.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data


4.5.1. Pengolahan Data
Data yang dikumpul kemudian dilakukan pengolahan data secara manual.
Adapun langkah – langkah yang harus ditempuh anatara lain :
a. Editing, adalah pekerjaan memeriksa validitas data yang masuk, seperti
memeriksa kelengkapan data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan.
20

b. Coding, adalah kegiatan memberi tanda atau kode tertentu terhadap data
yang telah diedit, pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam
rangka pengolahan data, baik secara manual maupun menggunakan
komputer.
c. Tabulating, adalah metode yang digunakan untuk mempermudah analisa
data, mengelola data serta pengambilan kesimpulan, data dimasukkan ke
dalam tabel distribusi frekuensi.

4.5.2. Analisa Data


Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yaitu
variabel dependen (faktor risiko) dan variabel independen (kejadian osteoporosis).
4.5.2.1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan pada setiap variabel dari hasil penelitian, yang
menghasilkan distribusi dan presentasi dari setiap variabel. Data – data yang telah
terkumpul akan dianalisa secara deskriptif (analisis univariat) dan dilakukan
perhitungan jumlah masing – masing variabel yang diteliti, kemudian hasil
analisis disajikan dalam bentuk tabel.
4.5.2.2. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan dan
berkorelasi. Analisis bivariat dalam penelitian ini untuk menilai hubungan faktor –
faktor karakteristik dengan kejadian osteoporosis pada pasien di Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2017. Untuk melakukan analisis bivariat ini dilakukan
dengan uji statistik Chi Square.
4.6 Resiko Prevalensi
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Sunardi, Clara, Renidayati. Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis


Pada Wanita Menopause. Jurnal Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Vol
7 No 2. Available from: http:
https://fk.unand.ac.id/index.php/article/download/ 100/94.pdf.[Accesed 27
januari 2018]. 2011. P. 130-131.
2. Karolina MS. Skripsi Hubungan Di pengetahuan Dan Pencegahan
Osteoporosis Yang Dilakukan Lansia Di Kecamatan Medan Selayang.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Available from: http:
http://respiratory.usu.ac.id>universitas of Sumatera Utara Institutional
Repository>StudentPapers (SP)>Public Health>SP-ilmu Kesehatan
masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018]. 2009. P. 16-30.
3. Wardhana W. Skripsi Faktor - Faktor Resiko Osteoporosis Pasien
Dengan Usia Diatas 50 Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas
Dipoegoro. Available from: http: http://respiratory.usu.ac.id>universitas
of Sumatera Utara Institutional Repository>StudentPapers (SP)>Public
Health>SP-ilmu Kesehatan masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018].
2012. P. 1-29.
4. Hermawati Y. Skripsi Hubungan Faktor – Faktor Risiko Osteoporosis
Dengan Tingkat Risiko Osteoporosis Pada Wanita Di Dusun
Pandowan II Galur Kulon Progo. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
‘Aisyiyah. Available from: http:
http://digilib.unisayogya.ac.id/1838/1/NASPUB.pdf.[Accesed 27 Januari
2018]. 2010. P. 3-4.
5. Limbong EA, Syahrul F. Rasio Resiko Osteoporosis Menurut Massa
Tubuh, Paritas, Dan Konsumsi Kafein. Jurnal Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Vol 3 No 2. Available from:
http: http://respiratory.usu.ac.id>universitas of Sumatera Utara
Institutional Repository>StudentPapers (SP)>Public Health>SP-ilmu
Kesehatan masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018]. 2011 P. 195-197.
22

6. Hi’miyah DA, Martini S. Hubungan Antara Obesitas Dengan


Osteoporosis Studi di Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Jurnal
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Vol 1 No
2. Available from: http: http://respiratory.usu.ac.id>universitas of
Sumatera Utara Institutional Repository>StudentPapers (SP)>Public
Health>SP-ilmu Kesehatan masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018].
2013. P. 1-2.
7. Purnama H. Patogenesis Dan Metabolisme Osteoporosis Pada Manula.
Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung Vol 2 No 2.
Available from: http: http://respiratory.usu.ac.id>universitas of Sumatera
Utara Institutional Repository>StudentPapers (SP)>Public Health>SP-
ilmu Kesehatan masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018]. 2015. P. 4-6.
8. Telaumbanua RS. Faktor Resiko Terhadap Kejadian Osteoporosis.
Available from: http: http://respiratory.usu.ac.id>universitas of Sumatera
Utara Institutional Repository>StudentPapers (SP)>Public Health>SP-
ilmu Kesehatan masyarakat.pdf.[Accesed 3 februari 2018]. 2014. P. 2.
9. Febriani RAP. Skripsi Hubungan Tingkat Pengetahuan Osteoporosis
Dengan Perilaku Pencegahan Osteoporosis Pada Wanita Pre
Menopause Di Kelurahan Jember Surakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Available from: http:
http://respiratory.usu.ac.id>universitas of Sumatera Utara Institutional
Repository>StudentPapers (SP)>Public Health>SP-ilmu Kesehatan
masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018]. 2012. P. 5-30.
10. Syam Y, Noersasongko D, Sunaryo H. Fraktur Akibat Osteoporosis.
Jurnal Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Vol 2 No 2.
Available from: http: http://respiratory.usu.ac.id>universitas of Sumatera
Utara Institutional Repository>StudentPapers (SP)>Public Health>SP-
ilmu Kesehatan masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018]. 2014. P. 2-5.
11. Tanto C. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke - 4. Jakarta : Media
Aesculapius. 2014. P. 840-842.
23

12. Ramadhani M. Faktor - Faktor Resiko Osteoporosis Dan Upaya


Pencegahannya. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand Vol 4
No2. Available from: http: http://respiratory.usu.ac.id>universitas of
Sumatera Utara Institutional Repository>StudentPapers (SP)>Public
Health>SP-ilmu Kesehatan masyarakat.pdf.[Accesed 27 Januari 2018].
2010. P. 113-114.
13. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit : Rineka
Cipta. 2010. P. 22.

Anda mungkin juga menyukai