Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan medikal bedah III
Dosen Pengampu : Ns. Leni Merdawati, S.Kp.M.Kep
Oleh Kelompok 14 :
Dina Mahira 1711312018
Aldia Yulam Tanjung 1711313006
Putri Indah Permata 1711313014
2019
KATA PENGANTAR
Kelompok 14
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi
Penyebab Keganasan pada tulang belum diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu :
a. Pertumbuhan tulang yang cepat sebagi faktor predisposisi tumor ganas,
dapat dilihat dengan meningkatnya insiden pada anak yang sedang
tumbuh. Lokasi osteosarkoma paling serinng adalah metafisis dimana
area ini merupakan area pertumbuhan tulang panjang.
b. Faktor lingkungan : terpapar radiasi juga merupakan faktor predisposisi.
c. Predisposisi genetic : dysplasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous
dysplasia, echondromatosis, dan hereditary multiple exostoses.
d. Riwayat utama.
3. Patofisiologi
5
Osteosarkoma merupakan neoplasma tulang primer yang sangat ganas.
Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam pathogenesis osteosarkoma.
Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut
sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi
bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma
mengadakan metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada
tulang lainnya dnan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase
pada saat diagnosis ditegakkan.
4. Komplikasi
a. penyembuhan luka lambat
b. defesiensi luka lambat
c. infeksi
Menangani komplikasi potensial
a. Tekanan pada daerah luka harus diminimalkan, ubah posisi pasien sesering
mungkin, tempat tidur teurapetik
b. Berikan nutrisi yang memadai, kolaborasi anti emetika dan teknik relaksasi
c. Kolaborasi antibiotic profilaksis dan teknik balutan aseptic, hindari infeksi
lain
5. Klasifikasi
Tumor tulang dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Tumor tulang benigna
Tumor tulang benigna biasanya tumbuh lambat dan berbatas-batas,
gejalanya sedikit, dan tidak menyebabkan kematian. Tumor tulang
meliputi:
6
- Kista tulang
Merupakan lesi yang invasive dalam tulang
- Osteokondroma
Biasanya terjadi sebagai tonjolan tulang besar pada ujung tulang
panjang (pada lutut/bahu)
- Enkondroma
Merupakan tumor tulang yang sering pada karilago hialin yang
tumbuh di tangan, rusuk, femur, tibia, humerus/pelvis. Gejala satu-
satunya adalah linu yang ringan.
- Osteoid osteoma
Merupakan tumor nyeri yang terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda.
- Tumor sel raksasa (osteoklastoma)
Tumor benigna selama beberapa waktu tetapi dapat mengatasi
jaringan local dan menyebabkan destruksi. Bersifat lunak dan
hemoragis.
7
- Fibrosarkoma
Sarcoma jaringan lunak
- Lipo sarcoma
- Fibro sarcoma jaringan lunak
- Rabdomiosarkoma
6. Manifestasi klinis
-Nyeri
-Kecacatan
-Adanya pertumbuhan yang jelas
-Kehilangan BB
-Malaise
-Demam
7. Penatalaksanaan
Eksisi bedah
Komplikasi yang mungkin muncul dari eksisi bedah termasuk infeksi,
dislokasi prostesis, non union allograft, fraktur, devetalisasi kulit dan
jaringan lunak, fibrosis sendi dan kekambuhan tumor.
Radiasi
8
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Assesment)
a. Data demografi.
b. Riwayat perkembangan.
c. Riwayat sosial.
Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang terpapar terus-
menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaannya, dapat mempengaruhi
status kesehatannya.
9
f. Aktivas kegiatan sehari-hari.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Skeletal Tubuh
Skelet tubuh dapat dikaji dengan adanya deformitas dan kesejajaran.
Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang dapat dijumpai.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar
dalam kondisi anatomis harus dicatat. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi menunjukkan patah tulang.
Biasanya terjadi krepitus (suara berderik ) pada titik gerakan abnormal.
Gerakan fragmen tulang harus diminimalkan untuk mencegah cedera
lebih lanjut. (Smeltzer, 2002)
Priharjo (1996) mengatakan pengkajian tulang diantaranya
kenormalan susunan tulang dan kaji adanya deformitas, lakukan palpasi
untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan, dan amati keadaan
tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan.
10
2) Pengkajian Tulang Belakang
Kurvatura normal tulang belakang konveks pada bagian dada dan
konkaf pada sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang
yang sering terjadi meliputi : scoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang
belakang), kifosis (kenaikan kurvatura lateral tulang belakang bagian
dada), lordosis ( membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
yang berlebihan). Kifosis terjadi pada pasien osteoporosis pada pasien
neuromuscular.
Skoliosis terjadi congenital, idiopatrik (tidak diketahui penyebabnya)
atau akibat kerusakan otot paraspinal misalnya pada poliomyelitis.
Lordosis dijumpai pada penderita kehamilan karena menyesuaikan postur
tubuhnya akibat perubahan pusat gaya beratnya.
Pemeriksaan kesimetrisan dilakukan dengan memeriksa kurvatura
tulang belakang dan kesimetrisan batang tubuh dari pandangan anterior,
posterior dan lateral. Dengan cara berdiri di belakang pasien, dan
memperhatikan perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong
normalnya simetris. Simetri bahu dan pinggul serta kelurusan tulang
belakang diperiksa dengan pasien berdiri tegak, dan membungkuk ke
depan (fleksi). Skoliosis ditandai dengan abnormal kurvatura lateral
tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak
simetri dan scapula yang yang menonjol, akan lebih jelas dengan uji
membungkuk kedepan. Lansia akan mengalami kehilangan tinggi badan
karena hilangnya tulang rawan dan tulang belakang.
11
3. Intervensi dan implementasi (perencanaan tindakan keperawatan)
12
mungkin keliru
tentang analgesik.
Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping.
2. Manajemen Nyeri
(1400)
Aktivitas :
Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beartnya nyeri dan
faktor pencetus.
Pastikan perawatan
analgesik bagi pasien
dilakukan dengan
pemantauan yang
ketat.
Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri
terhadap kualitas
hidup pasien
13
(misalnya, tidur, nafsu
makan, pengertian,
perasaan, hubungan,
performa kerja, dan
tanggung jawab
peran).
Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya,
mengenai efektifitas
tindakan pengontrolan
nyeri yang pernah
digunakan
sebelumnya.
Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri.
Gali penggunaan
metode farmakologi
yang dipakai pasien
saat ini untuk
menurunkan nyeri.
Berikan individu
penurun nyeri yang
optimal dengan
peresepan analgesik.
Gunakan pendekatan
multidisiplin untuk
14
manajemen nyeri, jika
sesuai.
15
fleksi untuk
memfasilitasi
mobilisasi punggung,
sesuai indikasi.
Berikan informasi
tentang kemungkinan
posisi penyebab nyeri
otot atau sendi.
2. Terapi Latihan :
Ambulasi (0221)
Aktivitas :
16
Monitor penggunaan
kruk pasien atau alat
bantu berjalan
lainnya.
Bantu pasien untuk
berdiri dan ambulasi
dengan jarak tertentu
dan dengan sejumlah
staf tertentu.
17
factual terkait
diagnosis, perawatan,
dan prognosis.
Atur penggunaan
obat-obatan untuk
mengurangi
kecemasan secara
tepat.
2. Peningkatan Koping
(5230)
Aktivitas :
18
indikasi.
Berikan penilaian
mengenai pemahaman
pasien terhadap proses
penyakit.
Sediakan informasi
actual mengenai
diagnosis,
penanganan, dan
prognosis.
Sediakan pasien
pilihan-pilihan yang
realistis mengenai
aspek perawatan.
Dukung sikap (pasien)
terkait dengan
harapan yang realistis
sebagai upaya untuk
mengatasi perasaan
ketidakberdayaan.
Dukung penggunaan
sumber-sumber
spiritual, jika
diinginkan.
Mengenalkan pasien
pada seseorang (atau
kelompok) yang telah
berhasil melewati
19
pengalaman yang
sama.
Dukung keterlibatan
keluarga, dengan cara
yang tepat.
Instruksikan pasien
untuk menggunakan
teknik relaksasi sesuai
dengan kebutuhan.
Bantu pasien untuk
(melewati proses)
berduka dan melewati
kondisi kehilangan
karena penyakit
kronik dan/atau
kecacatan, dengan
tepat.
C. Evaluasi
20
BAB III
ANALISIS JURNAL
1. Judul penelitian
Palliative Radiation Therapy for Bone Metastases in Neuroendocrine
Neoplasms (Terapi Radiasi Paliatif untuk Metastasis Tulang di Neuroendokrin
Neoplasma)
2. Tujuan penelitian
Metastasis tulang dilaporkan pada 10% hingga 12% pasien dengan
neuroendokrin neoplasma (NEN) dan dapat menyebabkan nyeri dan kejadian yang
berhubungan dengan kerangka (SRE), yang mengakibatkan penurunan kualitas
hidup dan status fungsional. Pada tumor padat lainnya dengan metastasis tulang,
terapi radiasi (RT) adalah pendekatan pengobatan yang ditetapkan untuk SRE,
namun hanya sedikit data yang tersedia di NEN yang secara historis dianggap tahan
radiasi. Kami berhipotesis bahwa RT efektif untuk nyeri dan SRE lain di NEN dan
bertujuan untuk menggambarkan perbedaan dalam paliasi nyeri dan waktu sampai
perkembangan nyeri antara fraksinasi berbeda dan jadwal dosis RT.
3. Metode penelitian
Kami secara retrospektif meninjau 686 catatan pasien dengan NEN yang
dirawat di institusi antara 2011 dan 2018 dan mengidentifikasi 28 (4,1%) pasien
yang diobati dengan RT untuk 61 kasus SRE. Titik akhir primer adalah peubahan
pada skor nyeri yang dilaporkan pasien setelah RT.
4. Hasil
21
Semua 28 pasien mengalami nyeri tulang. Sembilan belas situs diobati
dengan fraksi tunggal (dosis 800-1800 cGy) dan 42 situs dengan rejimen fraksionasi
(dosis 900-3750 cGy lebih dari 3-15 fraksi). Dalam 55 dari 61 kasus (90%), pasien
mengalami peningkatan rasa sakit setelah RT. Waktu rata-rata untuk kekambuhan
atau perkembangan nyeri adalah 3,5 bulan. Perbedaan signifikan ditemukan antara
situs utama dan perubahan status kinerja (P = 0,024), jenis kelamin, dan melaporkan
penurunan skor nyeri setelah RT (P = 0,025). Tidak ada perbedaan dalam waktu
untuk perkembangan rasa sakit, perubahan status kinerja, dan tingkat peningkatan
rasa sakit berdasarkan usia, kemoterapi yang diterima selama RT, atau lokasi
radiasi. Hasil serupa untuk pasien yang menerima rejimen fraksi tunggal versus
fraksionasi (P = 0,545) dan diantara mereka yang menerima rejimen paliatif
dibandingkan rejimen RT ablative (P = 0,812).
5. Kesimpulan
Meskipun mayoritas kasus dalam kohort NEN ini mendapat manfaat dari
RT, penelitian tambahan tentang penggunaan metastasis tulang yang menyakitkan
diperlukan.
22
BAB IV
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Diagnosa yang diangkat pada penyakit keganasan pada tulang ini, yaitu :
Nyeri akut berhubungan dengan adanya proses penyakit, Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan adanya pembesaran massa,Ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan dan makalah ini penulis tulis untuk
memberikan kepada pembaca tentang keganasan pada tulang.
23
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan Suddart.
Jakarta: EGC.
Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika.
http://www.NHS.uk/conditions/Cancer-of-the-Bone/Pages/diagnosis.aspx
24