Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah kebutuhan dasar dan modal utama bagi setiap manusia
untuk hidup. Walaupun kenyataannya tidak semua orang memperoleh atau
memiliki derajat kesehatan yang optimal, karena suatu penyakit. Penyakit atau
kelainan pada sistem perkemihan diantaranya adalah batu nefrolitiasis atau batu
ginjal.

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan


melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Aktivitas sistem
perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga komposisi darah dalam
batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan dari fisiologis di atas akan
memberikan dampak yang fatal. (Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011 : 2)

Penyakit yang terjadi pada sistem perkemihan bervariasi, salah satunya yaitu
Nefrolitiasis. Nefrolitiasis adalah suatu keadaan terdapatnya batu dalam saluran
kemih baik dalam ginjal,ureter maupun buli-buli. Kondisi ini memberikan
gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan masalah keperawatan pada
pasien.

Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan, baik di


Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki-
laki dewasa dan 7% pada perempuan dewasa, dengan puncak usia dekade ketiga
dan keempat. Angka kejadian batu ginjal berdasarkan data yang dikumpulkan dari
rumah sakit di seluruh Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636 kasus baru,
dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Selain itu jumlah pasien yang
dirawat mencapai 19.018 orang, dengan mortalitas 378 orang. (Rully, M. Azharry.
S. 2010. 52)

Batu ginjal menyebabkan obstruksi pada ginjal sehingga menjadi


hidronefrosis, lalu apabila hidronefrosis tidak ditangani maka akan terjadi
komplikasi-komplikasi, diantaranya adalah gagal ginjal, infeksi, hidronefrosis,

1
avaskuler ischemia yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal serta akan
mengakibatkan ancaman kematian bagi penderita.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

a. Memahami mengenai konsep penyakit nefrolitiasis yang terdiri dari


pengertian, etiologi, tanda gejala, patofisiologi, pemeriksaan
diagnostik serta penatalaksanaan medis.
b. Memahami mengenai anatomi sistem perkemihan
c. Memahami mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
pasien nefrolitiasis

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Nefrolitiasis

Nefrolitiasis adalah suatu keadaan terdapatnya batu dalam saluran kemih


baik dalam ginjal,ureter maupun buli-buli.

Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal,
pembentukan deposit mineral yang kebanyakan adalah kalsium oksalat dan
kalsium phospat meskipun juga yang lain urid acid dan kristal, juga
membentuk kalkulus ( batu ginjal ).

Batu ginjal adalah istilah umum batu ginjal disembarang tempat. Batu ini
terdiri atas garam kalsium, asam urat, oksalat, sistin, xantin, dan struvit
(Patofisiologi keperawatan, 2000 ).

Nefrolitiasis merupakan penyakit kencing batu yang terjadi di ginjal yang


menyebabkan tidak bisa buang air kecil secara normal dan terjadi rasa nyeri
karena adanya batu atau zat yang mengkristal di dalam ginjal.
Batu ginjal merupakan komponen kristal yang sering ditemukan di kaliks
atau pelvis ginjal dan bila keluar melalui ureter menimbulkan gesekan, yang
menyebabkan nyeri yang bergantung pada besarnya kristal tersebut. Sebagian
besar kristal tersebut adalah kalsium, oksalat, dan fosfat yang bersatu
membentuk kristal yang lebih besar saat proses pembentukan urin.
Sukahatya dan Muhammad Ali (1975) dalam Mochammad Sja’bani
(2006) melaporkan kasus batu ginjal yang sering ditemui adalah mengandung
asam urat yang tinggi 25%, bercampur dengan kalsium oksalat/ kalsium fosfat
79%, sedangkan hanya mengandung kalsium oksalat sekitar 73%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar batu yang terbentuk di ginjal banyak
mengandung kalsium oksalat.

Gambar 1.1 Nefrolitiasis

3
B. Anatomi Sistem Perkemihan

Gambar 1.2 Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih,
dua otot sphincter, dan uretra.

4
C. Etiologi

Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk
ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu
mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien
dehidrasi). Penyebab terbentuknya batu digolongkan dalam 2 faktor :

1. Faktor endogen :
a. Hyperkalsemia : Meningkatnya kalsium dalam darah
b. Hyperkasiuria : Meningkatnya kalsium dalam urin
c. Ph urin :Kelebihan pemasukan cairan dlam tubuh yang
bertolak belakang dengan keseimbangan cairan
yang masuk dalam tubuh
2. Faktor eksogen :
a. Air minum

Kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan


terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidak seimbangan
cairan yang masuk
b. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya pengeluaran
keringat,yang akan mempermudah pengurangan produksi urin dan
mempermudah terbentuknya batu.
c. Makanan

Kurangnya mengkonsumsi protein dapat menjadi factor


terbentuknya batu
d. Dehidrasi

Kurangnya pemasukan cairan dalam tubuh juga ikut membantu


proses pembentukan urin

5
D. Patofisiologi

Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus


darah, jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi,
kira-kira tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan
cistien.peningkatan konsentrasi larutan akibat dari intake yang rendah dan juga
peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran kemih atau urin ststis
sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu. Ditambah dengan adanya
infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh produksi ammonium yang berakibat
presipitasi kalsium dan magnesium pospat (Jong, 1996 : 323)
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan dalam beberapa teori :
1. Teori supersaturasi

Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal


mendukung terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan
terjadinya agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
2. Teori matriks

Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10%


heksose, 3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan
penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.

3. Teori kurang inhibitor

Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang
melampui daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat pengendapat.
Phospat mukopolisakarida dan dipospat merupakan penghambatan pembentukan
kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.

4. Teori epistaxi

Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-sama,


salauh satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan pembentuk pada
lapisan luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt yanga berlebihan dalam urin
akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti
pengendapan kalsium.

5. Teori kombinasi

Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas.

6
Pathway

7
E. Jenis-jenis Batu dan Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium: kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, da sistin,
silikat dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan / komposisi zat yang terdapat
pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu
residif.

1. Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu kurang lebih 70 - 80% dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur itu. Faktor terjadinya batu kalsium
adalah hiperkalsiuri, hiperoksaluri, hiperurikosuria, dan hipositraturia

2. Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim
urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah :
Proteusspp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.
Meskipun E coli banyak menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini
bukan termasuk pemecah urea.

3. Batu Asam Urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di
antaranya 75-80% batu asam urat terdiri atas asam murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh
pasien-pasien gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet
tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit
ini.

F. Tanda dan Gejala

Batu yang terjebak diureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar


biasa, akut, kolik, yang menyebar kepaha dan genitalia. Pasien merasa selalu ingin
berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung darah
akibat aksi abrasive batu. Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya menyebabkan
gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria.

8
Keluhan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :

a.Hematuria
b.Piuria
c.Polakisuria/fregnancy
d.Urgency
e.Nyeri pinggang menjalar ke daerah pingggul, bersifat terus menerus pada daerah
pinggang.
f.Kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan.
g.Rasa nyeri pada daerah pinggang, menjalar ke perut tengah bawah, selanjutnya ke
arah penis atau vulva.
h.Anorexia, muntah dan perut kembung
i.Hasil pemeriksaan laboratorium, dinyatakan urine tidak ditemukan adanya batu
leukosit meningkat.

G. Komplikasi

Menurut guyton, 1993 komplikasi dari nefrolitiasis adalah :

1. Gagal ginjal

Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah
yang disebut kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen
terhambat. Hal in menyebabkan iskemis ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan
gagal ginjal

2. Infeksi

Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk
perkembangbiakan microorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada
peritoneal.

3. Hidronefrosis

Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan


menumpuk diginjal dan lam-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan
urin

4. Avaskuler ischemia

Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi


kematian jaringan.

9
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Urin
a) PH lebih dari 7,6
b) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
c) Biakan urin
d) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
2. Pemeriksaan darah
a) Hb turun
b) Leukositosis
c) Urium krestinin
d) Kalsium, fosfor, asam urat
3. Pemeriksaan Radiologist

Foto Polos perut / BNO (Bladder Neck Obstruction) dan Pemeriksaan


rontgen saluran kemih / IVP (Intranenous Pyelogram) untuk melihat lokasi batu
dan besar batu

4. CT helikal tanpa kontras

CT helical tanpa kontras adalah teknik pencitraan yang dianjurkan pada


pasien yang diduga menderita nefrolitiasis. Teknik tersebut memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan teknik pencitraan lainnya, antara lain: tidak memerlukan
material radiokontras; dapat memperlihatkan bagian distal ureter; dapat mendeteksi
batu radiolusen (seperti batu asam urat), batu radio-opaque, dan batu kecil sebesar
1-2 mm; dan dapat mendeteksi hidronefrosis dan kelainan ginjal dan intra-abdomen
selain batu yang dapat menyebabkan timbulnya gejala pada pasien. Pada penelitian
yang dilakukan terhadap 100 pasien yang datang ke UGD dengan nyeri pinggang,
CT helikal memiliki sensitivitas 98%, spesifisitas 100%, dan nilai prediktif negatif
97% untuk diagnosis batu ureter.

5. USG abdomen

Ultrasonografi memiliki kelebihan karena tidak menggunakan radiasi, tetapi


teknik ini kurang sensitif dalam mendeteksi batu dan hanya bisa memperlihatkan
ginjal dan ureter proksimal. Penelitian retrospektif pada 123 pasien menunjukkan
bahwa, dibandingkan dengan CT Helikal sebagai gold standard, ultrasonografi
memiliki sensitivitas 24% dan spesifisitas 90%. Batu dengan diameter lebih kecil
dari 3 mm juga sering terlewatkan dengan ultrasonografi.

10
I. Penatalaksanaan Medis

Sjamsuhidrajat (2004) menjelaskan penatalaksanaan pada nefrolitiasis terdiri


dari :

1. Obat diuretik thiazid(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan


batu yang baru.
2. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
3. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
4. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium) di
dalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
5. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu
kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat
(misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu
sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi.
6. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme,
sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis atau kanker. Pada kasus
ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut. Batu
asam urat.
7. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan
tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.
8. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
9. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk
menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat.
10. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien:
a. Nama : Tn. M
b. Umur : 40 tahun
c. Alamat :-
d. Agama :-
e. Pendidikan :-
f. Pekerjaan : Supir truk.
g. Diagnosa masuk : Batu ginjal.

2. Keluhan utama:
Nyeri yang hilang timbul pada pinggang kanan sejak 2 bulan yang lalu dan
nyeri bertambah sejak 2 minggu yang lalu. Rasa nyeri menjalar hingga ke paha kanan
bagian dalam sampai ke selangkangan. Nyeri terutama dirasakan bila lama duduk.

3. Keluhan lainnya:
Saat berkemih kadang timbul nyeri, miksi tidak puas dan terputus-putus.

4. Riwayat penyakit dahulu


a. Riwayat kencing berpasir dirasakan kira-kira 3 minggu yang lalu, sebesar pasir
kecil berwarna kuning disertai dengan keluar urin bercampur darah.
b. Riwayat bangun tengah malam untuk kencing kira-kira 5 kali dalam semalam
yang dialami 3 bulan yang lalu.

5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok pada region costovetebra dan
region suprapubik. Nyeri ketok costovetebra menandakan bahwa ada kelainan pada
ginjal, obstruksi pada pertemuan uretropeutrik. Nyeri pada sudut yang terbentuk oleh
kosta terakhir dan vertebra. Nyeri suprapubik adalah nyeri di daerah suprapubis (di
bawah pusar). Saat ini tanda vital normal.
6. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mempunyai tiga tujuan, yaitu:
a. Mengetahui faktor risiko batu ginjal.
b. Mengetahui adanya komplikasi batu ginjal.
c. Mengetahui jenis serta penyebab timbulnya batu ginjal.

Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi:


a. Sedimen urin / tes dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit),
dan pH urin.
b. Kreatinin serum untuk mengetahui fungsi ginjal.

12
c. C-reactive protein, hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan pada
keadaan demam.
d. Natrium dan kalium darah dilakukan pada keadaan muntah.
e. Kadar kalsium dan asam urat darah dilakukan untuk mencari faktor risiko
metabolik.

7. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi wajib dilakukan pada klien yang dicurigai mempunyai batu
ginjal. Pemeriksaan rutin meliputi:
a. Foto abdomen dari ginjal, ureter dan kandung kemih (BNO= Blast Neir Oversicht
atau KUB= Kidney Ureter Bladder).
b. USG atau excretory pyelography (Intravenous Pyelography, IVP). Excretory
pyelography tidak boleh dilakukan pada klien dengan alergi media kontras,
kreatinin serum >2 mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis.
Pemeriksaan USG dikerjakan pada klien yang tidak mungkin menjalani IVP. Akan
tampak acoustic shadow jika ada batu.
c. CT Scan.
d. IVP.
IVP (Intra Vena Pyelography) untuk melihat fungsi dan anatomi sistem
urinarius. Dilakukan jika batu tidak tampak dengan BNO tetapi klinis (+) ada batu
saluran kemih. Syarat IVP :
1) Klien tidak alergi pada bahan kontras.
2) Ureum dan kreatinin urin dalam batas normal.
3) Tidak hamil.

Pemeriksaan radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :


a. Retrograde atau antegrade pyelography.
RPG dilakukan bila fungsi ginjal buruk atau tidak dapat dilakukan IVP.
Dengan kateter kontras masuk ke dalam ureter. Bila tidak dapat dilakukan RPG
(Retrograde Pyelografi) karena hidronefrosis, harus dilakukan nefrostomi dahulu
supaya cairan dapat dibuang lalu dimasukkan kontras dari ginjal.

b. Spiral (helical) unenhanced computed tomography (CT).

c. Scintigraphy.

B. Diagnosa
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma
jaringan, edema dan iskemia seluler.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
3. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan mual atau muntah
(iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.

13
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan
dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat atau lengkapnya informasi yang ada.

C. Intervensi
Diagnosa Tujuan/ Intervensi
kriteria yang diharapkan
Nyeri (akut) Tujuan: 1. Catat lokasi, lamanya atau
berhubungan dengan 1. Nyeri hilang dengan intensitas nyeri (skala 1-10)
peningkatan spasme terkontrol. dan penyebarannya.
frekuensi kontraksi Perhatikan tanda non verbal
ureteral, taruma Kriteria: seperti: peningkatan TD dan
jaringan, edema dan 1. Pasien tampak rileks. DN, gelisah, meringis,
iskemia seluler. 2. Pasien mampu tidur merintih, menggelepar
atau istirahat dengan 2. Jelaskan penyebab nyeri dan
tenang. pentingnya melaporkan
3. Tidak gelisah,tidak kepada staf perawatan setiap
merintih. perubahan karakteristik
nyeri yang terjadi.
3. Jelaskan penyebab nyeri dan
pentingnya melaporkan
kepada staf perawatan setiap
perubahan karakteristik
nyeri yang terjadi.
4. Bantu atau dorong
pernapasan dalam,
bimbingan imajinasi dan
aktivitas terapeutik.
5. Bantu atau dorong
peningkatan aktivitas
(ambulasi aktif) sesuai
indikasi disertai asupan
cairan sedikitnya 3-4 liter
perhari dalam batas toleransi
jantung.
6. Perhatikan peningkatan atau
menetapnya keluhan nyeri
abdomen.
7. Kolaborasi pemberian obat
sesuai program terapi:
a. Analgetik.
b. Antispasmodik.
c. Kortikosteroid
8. Pertahankan patensi kateter

14
urine bila diperlukan.

Perubahan eliminasi Tujuan: 1. Awasi asupan dan haluaran,


urine berhubungan 1. Perubahan eliminasi karakteristik urine, catat
dengan stimulasi urine tidak terjadi. adanya keluaran batu.
kandung kemih oleh 2. Tentukan pola berkemih
batu, iritasi ginjal Kriteria: normal klien dan perhatikan
dan ureter, obstruksi 1. Haematuria tidak variasi yang terjadi.
mekanik dan ada. 3. Dorong peningkatan asupan
peradangan. 2. Piuria tidak terjadi. cairan.
3. Rasa terbakar tidak 4. Observasi perubahan status
ada. mental, perilaku atau tingkat
4. Dorongan ingin kesadaran.
berkemih terus 5. Pantau hasil pemeriksaan
berkurang. laboratorium (elektrolit,
BUN, kreatinin).
6. Berikan obat sesuai indikasi:
a. Asetazolamid (Diamox),
Alupurinol (Ziloprim).
b. Hidroklorotiazid
(Esidrix, Hidroiuril),
Klortalidon (Higroton).
c. Amonium klorida,
kalium atau natrium
fosfat (Sal-Hepatika).
d. Agen antigout mis:
Alupurinol (Ziloprim).
e. Antibiotika.
f. Natrium bikarbonat.
g. Asam askorbat
7. Pertahankan patensi kateter
tak menetap (uereteral,
uretral atau nefrostomi).
8. Irigasi dengan larutan asam
atau alkali sesuai indikasi.
9. Siapkan klien dan bantu
prosedur endoskopi.

Kekurangan volume Tujuan: 1. Awasi asupan dan haluaran .


cairan (resiko tinggi) 1. Keseimbangan cairan 2. Catat insiden dan
berhubungan dengan adekuat. karakteristik muntah, diare.
mual atau muntah 3. Tingkatkan asupan cairan 3-
Kriteria:
(iritasi saraf 4 liter/ hari.

15
abdominal dan pelvis 1. Intake dan output 4. Awasi tanda vital.
ginjal atau kolik seimbang. 5. Timbang berat badan setiap
ureter, diuresis pasca 2. Tanda vital stabil hari.
obstruksi. (TD 120/80 mmHg. 6. Kolaborasi pemeriksaan
Nadi 60-100, RR16- HB/Ht dan elektrolit.
20, suhu 36.5°- 7. Berikan cairan infus sesuai
37°C). program terapi.
3. Membran mukosa 8. Kolaborasi pemberian diet
lembab. sesuai keadaan klien.
4. Turgor kulit baik. 9. Berikan obat sesuai program
terapi (antiemetik misalnya
Proklorperasin/ Campazin).
Kurang pengetahuan Tujuan: 1. Tekankan pentingnya
tentang kondisi, 1. Pasien dapat mempertahankan asupan
prognosis dan memahami tentang hidrasi 3-4 liter/hari,
kebutuhan terapi diet dan program 2. Kaji ulang program diet
berhubungan dengan pengobatan. sesuai indikasi.
kurang terpajan atau a. Diet rendah purin.
salah interpretasi Kriteria: b. Diet rendah kalsium.
terhadap informasi, 1. Berpartisipasi dalam c. Diet rendah oksalat.
keterbatasan program pengobatan. d. Diet rendah kalsium atau
kognitif, kurang 2. Menjalankan diet. fosfat.
akurat/lengkapnya 3. Diskusikan program obat-
informasi yang ada. obatan, hindari obat yang
dijual bebas.
4. Jelaskan tentang tanda atau
gejala yang memerlukan
evaluasi medik (nyeri
berulang, hematuria,
oliguria).
5. Tunjukkan perawatan yang
tepat terhadap luka insisi
dan kateter bila ada.

D. Implementasi
Lakukan tindakan sesuai dengan apa yang harus dilakukan pada saat itu dan catat apa
pun yang telah dilakukan pada klien.

E. Evaluasi
Evaluasi tidakan yang telah diberikan. Jika keadaan klien mulai membaik, hentikan
tindakan. Sebaliknya, jika keadaan klien memburuk, intervensi harus mengalami perubaha

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Batu ginjal adalah komponen kristal yang sering ditemukan di kaliks atau pelvis
ginjal dan bila keluar melalui ureter menimbulkan gesekan, yang menyebabkan nyeri
yang bergantung pada besarnya kristal tersebut. Penyebab batu ginjal masih idiopatik,
namun terdapat faktor predisposisi seperti genetik, makanan dan minuman, volume air
yang diminum, infeksi saluran kemih, aktivitas, vitamin dan obat-obatan, jenis
kelamin dan berat badan.
Seseorang yang mengalami batu ginjal biasanya memiliki tanda seperti rasa mual
ingin muntah. Hal tersebut dikarenakan infeksi pada saluran kemih akibat tersimpan
lamanya batu. Selain itu, semua batu pada saluran kemih dapat menyebabkan nyeri,
namun lokasi nyeri bergantung pada lokasi batu. Apabila batu berasa di dalam pelvis
ginjal, penyebab nyerinya adalah hidronefrosis dan nyeri ini tidak tajam, tetap, dan
dirasakan di area sudut kostovertebra.
Apabila batu turun ke dalam ureter, klien akan mengalami nyeri yang hebat,
kolik, dan rasa seperti ditikam. Selain itu, gejala klien dengan batu ginjal, yakni
nokturia yang merupakan gejala pengeluaran urine pada waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali
waktu malam ini. Gejala-gejala di atas cukup membuktikan bahwa seseorang
mengidap batu ginjal. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai patofisiologi batu ginjal sehingga dapat
menerapkan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan batu ginjal. Pada tahap
pengkajian diharapkan dapat dilakukan dengan teliti dan baik sehingga diagnosa yang
timbul pun akurat.
Jika diagnosa akurat, maka dapat direncanakan perencanaan asuhan keperawatan
dengan tujuan dan kriteria hasil yang tepat sehingga dapat diintervensi dengan benar.
Ketika diintervensi dengan benar, maka saat evaluasi pun akan terlihat bahwa asuhan
keperawatan yang direncanakan berhasil dan tidak menutup kemungkinan akan
mengurangi kasus batu ginjal di Indonesia dan di dunia.

17
DAFTR PUSTAKA

Baradero, Mary et al. (2009). Klien dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Brooker, Chris. (2005). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, Linda Juall. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Revisi 3. Jakarta: Buku Penerbit Kedokteran
EGC.

Doenges at al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R % Jong Wim De. 1998. Buku ajar bedah. Jakarta : EGC

Suddarth & Brunner. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Mosby.

St.louis.Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta EGC

18

Anda mungkin juga menyukai