Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN GANGGUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1

1. Urfina 7. Rhendy Pratama Putra


2. Nanda Yulistia 8. Marina Gusvarianda
3. Silvia puspita sari 9. Arie Pranata
4. Ersita Putri 10. Finka Yolanda Fh
5. Siti Nurlela 11. Deki Haryanto
6. Repiona 12. Andri Saputra

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN KONVERSI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang,
menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda
montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah
sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak
dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum
memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat
pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.
Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan
kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat
dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
B.     Tujuan
            1.      Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan
perilaku kekerasan.
             2.      Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
2) Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
3) Mengetahui Rentang Respon
4) Mengetahui tanda  dan gejala dari perilaku kekerasan
5) Mengetahui akibat dari perilaku kekerasan
6) Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
7) Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
8) Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Konsep Dasar Penyakit


      1.      Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

      2.      Etiologi
a.       Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian

dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini


menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan

kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus

temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam


terjadinya perilaku kekerasan.

b.      Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

      3.      Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang

lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.


b) Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau

keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat
dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c) Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan

yang dialami.
d) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol

oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e) Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan

kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.

      4.      Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya


secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b) Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya

yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke

alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia
dapat melupakannya.
d) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan

melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya


sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada

obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

      5.      Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a) Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
b) Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan


kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
c) Memberontak (acting out). Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat

konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.


d) Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada

diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

      6.      Tanda dan gejala


Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah
sakit adalah perilaku kekerasan di rumah, klien dengan perilaku kekerasan sering
menunjukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
a.        Data Obyektif:
 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat
 Sering pula tampak klien memaksakan kehendak
 Merampas makanan, memukul jika tidak senang
b.       Data Subyektif:
 Mengeluh perasaan terancam

 Mengungkapkan perasaan tidak berguna

 Mengungkapkan perasaan jengkel

 Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik,

dada sesak, bingung.


B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
      1.      Pengkajian
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1) Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi


terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan
otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat.
Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut. 
3) Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses


intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
4) Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.


Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan


lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.

b.      Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat
dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

c.       Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah
dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa
data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

      2.      Diagnosa keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan

perilaku kekerasan.
b) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
      3.      Intervensi keperawatan
a.       Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.


d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.

e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

f. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara


konstruktif.
g. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.

h. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

i. Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya.

Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang
tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan
non verbal, bersikap empati.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.

5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.

6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.

7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.
9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya

selesai.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.

11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.

12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.

13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.

14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah


Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain.
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang

dimiliki.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

4) Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan

yang dimiliki.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

      4.      Rencana Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
c) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
d) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
e) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
f) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
g) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
h) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
i) Beri pujian atas keberhasilan klien.
j) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
k) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
l) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
m) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien

dengan harga diri rendah.


n) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
o) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

      5.      Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi
adalah untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk
melakukan pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian,
seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku pasien dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan
semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan
perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
             1.      Menyerang atau menghindar (fight of flight)
             2.      Menyatakan secara asertif (assertiveness)
             3.      Memberontak (acting out)
             4.      Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.

B.     Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani  klien dengan masalah perilaku
kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan,
intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat
meredam kemarahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta;
EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC

Anda mungkin juga menyukai