DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
A. Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang,
menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda
montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah
sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak
dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum
memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat
pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.
Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan
kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat
dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan
perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
2) Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
3) Mengetahui Rentang Respon
4) Mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
5) Mengetahui akibat dari perilaku kekerasan
6) Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
7) Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
8) Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari perilaku kekerasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
b. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
3. Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat
dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c) Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
d) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan
kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e) Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.
4. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia
dapat melupakannya.
d) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
5. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a) Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
b) Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual
b. Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat
dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
c. Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah
dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa
data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
2. Diagnosa keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
b) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Intervensi keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang
tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan
non verbal, bersikap empati.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
dilakukan.
9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
dimiliki.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
yang dimiliki.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
4. Rencana Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
c) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
d) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
e) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
f) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
g) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
h) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
i) Beri pujian atas keberhasilan klien.
j) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
k) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
l) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
m) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
5. Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi
adalah untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk
melakukan pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian,
seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku pasien dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan
semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan
perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku
kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan,
intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat
meredam kemarahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta;
EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC