Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DAN STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 KELUARGA

DISUSUN OLEH:
REPIONA
NPM (210101006P)

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN KONVERSI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022

      A. Konsep Dasar Penyakit


1.      Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.

      2.      Etiologi
a.       Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan.

b.      Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.

      3.      Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang
lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b) Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari
ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c) Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
d) Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e) Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.

      4.      Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b) Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e) Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru
saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.
Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
      5.      Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a) Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat,
peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,
konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang
cepat.
b) Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif
adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik
maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
c) Memberontak (acting out). Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat
konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
d) Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan

      6.      Tanda dan gejala


Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah
sakit adalah perilaku kekerasan di rumah, klien dengan perilaku kekerasan sering
menunjukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
a.        Data Obyektif:
 Muka merah
 Pandangan tajam
 Otot tegang
 Nada suara tinggi
 Berdebat
 Sering pula tampak klien memaksakan kehendak
 Merampas makanan, memukul jika tidak senang
b.       Data Subyektif:
 Mengeluh perasaan terancam
 Mengungkapkan perasaan tidak berguna
 Mengungkapkan perasaan jengkel
 Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa tercekik, dada
sesak, bingung.

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


      1.      Pengkajian
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1) Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut. 
3) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
4) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.

b.      Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam
yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan
secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat
dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
c.       Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat
diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data
inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

      2.      Diagnosa keperawatan
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
a) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
b) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

      3.      Intervensi keperawatan
a.       Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara
konstruktif.
g. Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
h. Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
i. Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang
tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan
non verbal, bersikap empati.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
4. Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
5. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
6. Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
7. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
8. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
9. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya
selesai.
10. Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
11. Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
12. Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
13. Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
14. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

b.      Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah


Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain.
Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang
dimiliki.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4) Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan
yang dimiliki.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

      4.      Rencana Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
b) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
c) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
d) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek
positif klien.
e) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
f) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah
sakit.
g) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah
sakit.
h) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
i) Beri pujian atas keberhasilan klien.
j) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
k) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
l) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
m) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
n) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
o) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

      5.      Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah
untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan
pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau
tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan
semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.

C. Strategi Pelaksanaan (SP) 1 Keluarga


SP 1 Keluarga:         
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku
kekerasan di rumah 
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,tanda dan
gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut)
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain

ORIENTASI
“Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya R, saya perawat dari ruang Asoka ini,
saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang sekarang  tentang masalah yang Ibu hadapi?”
“Berapa lama ibu kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Bu? Bagaimana kalau di kantor Perawat?”

KERJA
“Bu, apa masalah yang Ibu hadapi/ dalam merawat Bapak? Apa yang Ibu lakukan? Baik
Bu, Saya akan coba jelas kan tentang marah Bapak dan hal-hal yang perlu
diperhatikan.”
“Bu, marah adalah suatu perasaan yang wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar
akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
“Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kalau dia merasa
direndahkan, keinginan tidak terpenuhi. Kalau Bapak apa penyebabnya Bu?”
“Kalau nanti wajah suami ibu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu
artinya suami ibu sedang marah, dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya
dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar?
Kalau apa perubahan terjadi? Lalu apa yang biasa dia lakukan?””
“Bila hal tersebut terjadi sebaiknya ibu tetap tenang, bicara lembut tapi tegas, jangan
lupa jaga jarak dan jauhkan benda-benda tajam dari sekitar bapak seperti gelas, pisau.
Jauhkan juga anak-anak kecil dari bapak.”
“Bila bapak masih marah dan ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah
sebelumnya diikat  dulu (ajarkan caranya pada keluarga). Jangan lupa minta bantuan
orang lain saat mengikat bapak ya bu, lakukan dengan tidak menyakiti bapak dan
dijelaskan alasan mengikat yaitu agar bapak tidak mencedari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan”
“Nah bu, ibu sudah lihat kan apa yang saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda
kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadual latihan
cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan obat
teratur”.
“Kalau bapak bisa melakukan latihannya dengan baik  jangan lupa dipuji
ya bu”.

TERMINASI
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?”
“Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak”
“Setelah ini coba ibu ingatkan jadual yang telah dibuat untuk bapak ya bu”
“Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita
bicarakan tadi langsung kepada bapak?”
“Tempatnya disini saja lagi ya bu?”

Anda mungkin juga menyukai