Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“ PERILAKU KEKERASAN”

OLEH :
YETTIWARNI
NIM : 2041195

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES TENGKU MAHARATU
PEKANBARU
2021
BAB I
KONSEP DASAR

1.1 Perilaku Kekerasan


A. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan atau agresif adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.

B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predisposisi
yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh individu,
diantaranya:
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku; reinforcement yang diterima ketika melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan merupakan aspek yang menstimulasi/ mengadopsi
perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya; budaya tertutup, kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
perilaku kekerasan menciptakan seolah – olah perilaku kekerasan diterima.
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbik, lobus frontal, temporal dan
ketidaksimbangan neurotransmiter.
2. Faktor presipitasi
a. Klien, seperti: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang
percaya diri,
b. Lingkungan, seperti: ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan.
c. Interaksi dengan orang lain, seperti: provokatif dan konflik.

C. Tanda dan gejala


Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi maupun wawancara,
diantaranya :
1. Muka merah dan tegang.
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar – mandir
6. Bicara kasar.
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak.
8. Mengancam secara verbal dan fisik.
9. Melempar atau memukul benda/ orang lain.
10. Merusak barang atau benda.
11. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan.

D. Rentang respon
Menurut Keliat (2005), respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif –
mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
Adaptif Mal adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan:
1. Asertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang
lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari
ancamaan tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Kekerasan (mengamuk) adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain.

E. Proses terjadinya perilaku kekerasan


Ancaman

Stres

Cemas

Marah

Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal Merasa tidak kuat

Marah berkepanjangan Menjaga kebutuhan orang lain Melarikan diri

Ketegangan menurun Mengingkari marah

Rasa marah teratasi Marah tidak terungkap

Muncul rasa bermusuhan

Rasa bermusuhan menahun

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain dan lingkungan

Persepsi psikosomatik Agresif/ amuk


F. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
1. Perilaku menyerang/ menghindar (fight or flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinefrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran
urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai refleks yang
cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu
dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun
psikologis. Selain itu, perilaku ini untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku acting out untuk
menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan/ amuk
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan (Azis, 2003).

G. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri (Stuart, 2007). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas
yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri, antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan aatau membahayakan masuk kea lam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi, menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya membangkitkan emosi itu. Misalnya,
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai perang-perangan dengan
temannya.

H. Penyebab perilaku kekerasan


Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga diri rendah.
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa
seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
1. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/ menyalahkan diri sendiri).
2. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
3. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
4. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengingkari kehidupannya

I. Akibat perilaku kekerasan


Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan.
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai.
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

1.2 Asuhan Keperawatan


A. Pohon masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

A. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji :


1. Masalah keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan/ amuk
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
2. Data yang perlu dikaji:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data subjektif :
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin
membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data objektif :
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan
kekerasan pada orang-orang di sekitarnya.
b. Perilaku kekerasan/ amuk
Data subjektif:
- Klien mengatakan benci dan kesal pada seseorang
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dank eras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Data Subjektif :
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Objektif :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ ingin akhiri hidup (Keliat, 2005).

B. Diagnosa keperawatan
A. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
B. Perilaku kekerasan

C. Rencana tindakan keperawatan


Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4) Jelaskan tentang kontrak yang dibuat.
5) Beri rasa aman dan sikap empati.
6) Lakukan kontak singkat tapi sering.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Tindakan :
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu klien mengungkapkan jengkel/ kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan :
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/ kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan :
1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3) Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?”
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan :
1) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
1) Tanyakan kepada klien apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat
2) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
- Secara fisik: tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolahraga, memukul bantal/
kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
- Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah/ kesal/ tersinggung.
- Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
- Secara spiritual: berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan:
1) Bantu memilih cara yang paling tepat.
2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5) Anjurkan menggunakancara yang telah dipilih saat jengkel/ marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan :
1) Identifikasi kemempuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan
keluarga selama ini.
2) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3) Jelaskan cara-cara merawat klien:
- Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
- Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
- Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
4) Bantu keluarga mendemontrasikan cara merawat klien.
5) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan :
1) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa seizing dokter.
3) Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
4) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5) Anjurkan klien melaporkan pada perawat/ dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
6) Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

Diagnosa 2 : Perilaku kekerasan


Tujuan umum :
Klien tidak melakukan perilaku kekerasan
Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalkan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
- Jelaskan tujuan pertemuan.
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
2) Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4) Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari member penilaian negatif
3) Utamakan member pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1) Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan (mandiri, bantuan sebagian, bantuan total).
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya.
Tindakan :
1) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2) Beri pujian atas keberhasilan klien.
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
2) Bantu keluarga member dukungan selama klien dirawat.
3) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai