Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal terdiri dari kerangka, sendi, otot, ligamentum dan
bursa. Kerangka membentuk dan menompa tubuh, melindungi organ penting
dan berperan sebagai penyimpan mineral tertentu seperti kalsium, magnesium,
dan fosfat (Reeves 2001).
Tingginya angka kejadian pada kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia
dapat mengakibatkan tingginya resiko patah tulang atau fraktur. Fraktur
kebanyakan disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki dari pada orang
perempuan dengan perbandingan 3:1. Fraktur disebabkan karena sering
berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh
kendaraan bermotor (Smeltzer & Bare, 2002).
Untuk itu pada makalah ini, penulis akan membahas menganai asuhan
keperawtan pada klien dengan fraktur clavicula dan fraktur scapula. Penulis
berharap makalah ini dapat membantu pembaca untuk melaksanakan
intervensi yang sebaiknya dilakukan untuk menangani kasus dengan fraktur
scapula dengan melihat dari beberapa masalah yang tercantum pada makalah
ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja anatomi fisiologi pada sistem muskuloskeletal?
1.2.2 Apa definisi Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.3 Apa saja klasifikasi Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.4 Apa saja etiologi Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.6 Apa saja manifestasi klinis Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.7 Apa saja pemerikasaan diagnostik pada Fraktur clavicula dan Fraktur
Scapula?

1
1.2.8 Bagaimana penatalaksanaan Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.9 Apa saja komplikasi yang ditimbulkan Fraktur clavicula dan Fraktur
Scapula?
1.2.10 Bagaimana prognosis klien yang menderita Fraktur clavicula dan
Fraktur Scapula?
1.2.11 Bagaimana Web of Caution Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.12 Bagaimana pencegahan pada Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula?
1.2.13 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur clavicula
dan Fraktur Scapula?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami konsep pembuatan
asuhan keperawatan klien dengan kasus Fraktur Clavicula secara
komprehensif.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi sistem
muskuloskeletal
2. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi Fraktur clavicula dan
Fraktur Scapula
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi Fraktur clavicula
dan Fraktur Scapula
4. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan factor risiko
Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula
5. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis klien dengan
Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula
6. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Fraktur clavicula
dan Fraktur Scapula
7. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada
Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula
8. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan pada klien
dengan Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula

2
9. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pada Fraktur
clavicula dan Fraktur Scapula
10. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis pada Fraktur
clavicula dan Fraktur Scapula
11. Mahasiswa mampu menjelaskan Web of Caution Fraktur
clavicula dan Fraktur Scapula
12. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan pada Fraktur
clavicula dan Fraktur Scapula
13. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien
dengan Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula

1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat digunakan sebagai acuan bagi penulis serta rekan perawat
yang lain dalam praktik memberikan asuhan keperawatan pada klien
yang mengalami Fraktur clavicula dan Fraktur Scapula
1.4.2 Dapat digunakan sebagai pedoman untuk memberikan penyuluhan
kepada masyarakat dengan tujuan untuk menangani Fraktur clavicula
dan Fraktur Scapula

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan dan tindakan yang


harmoni sehingga manusia menjadi seseorang yang bebas dan mandiri.
Sistem muskuloskeletal terdiri dari kerangka, sendi, otot, ligamentum dan
bursa. Kerangka membentuk dan menompa tubuh, melindungi organ penting
dan berperan sebagai penyimpan mineral tertentu seperti kalsium,
magnesium, dan fosfat. Rongga medula tulang adalah tempat utama
memproduksi sel darah. Otot memberikan kekuatan untuk menggerakkan
tubuh, menutup lobang luar dari sistem gastrointestinal dan saluran kencing
serta meningkatkan produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur
(Reeves 2001).

Tulang

Tulang dibentuk oleh sebuah matriks dari serabut-serabut dan protein yang
diperkeras dengan kalsium, magnesium fosfat, dan karbonat. Terdapat 206
tulang di tubuh diklasifikasikan menurut panjang, pendek, datar dan tidak
beraturan, sesuai dengan bentuknya. Permukaan tulang bagian luar yang keras
disebut periostenum, terbentuk dari jaringan pengikat fibrosa. Periistenum
mengandung pembuluh darah yang memberikan suplai oksigen dan nutrisi ke
sel tulang. Rongga tulang bagian dalam diisi dengan sumsum kuning dan
sumsum merah. Sumsum tulang merah adalah tempat hematopolesis yang
memproduksi sel darah putih dan merah (RBCs;WBCs) serta platelet.

Stuktur tulang terdiri dari tulang rangka appendikular dan aksial. Tulang
rangka aksial dibentuk oleh tempurung kepala, tulang belakang, tulang rusuk,
dan sternum. Proses pemindahan beban dari struktur aksial ke kaki-kai
(limbs) yang kurang ikatan dan kaki-kaki mereka itu sendiri
menyempurnakan tulang rangka appendikular. Tulang klavikula terletak

4
persis di bawah kulit dan mudah diraba sepanjang strukturnya. Dari ujung
sternum, tulang mula-mula melengkung ke depan, kemudian ke belakang. Ia
mempertahankan posisi scapula dan bila tulang ini patah, bahu jatuh ke depan
dan kebawah. Klavikula merupakan satu-satunya tulang yang
menghubungkan tulang-tulang ekstremitas atas dengan rangka aksila karena
scapula tidak berartikulasi dengan iga maupun kolumna vertebralis. Klavikula
tidak ditemukan pada rangka kebanyakan hewan berkaki empat, karena
klavikula hanya diperlukan untuk memfiksasi scapula bila ekstremitas
digerakkan keluar menjauhi batang badan.

Rangka apendikular terdiri dari girdle untuk pectoral (bahu) girdle pelvis,
dan tulang lengan serta tungkai. Setiap girdle pectoral memiliki dua tulang
klavikula dan scapula yang berfungsi untuk melekatkan tulang lengan ke
rangka aksial.

1. Skapula (tulang belikat) adalah tulang pipih triangular dengan tiga


tepi; tepi vertebra (medial) yang panjang terletak parallel dengan
kolumna vertebra; tepi superior yang pendek melandai ke arah ujung
bahu; dan tepi lateral (merupakan tepi ketiga pelengkap segitiga)
mengarah ke lengan.

a. Bagian spina pada scapula adalah bubungan tulang yang berawal


dari tepi vertebra dan melebar saat mendekati ujung bahu

b. Spina berakhir pada prosesus akromion, yang berartikulasi dengan


klavikula; bagian ini menggantung persendian bahu

c. Prosesus korokoid adalah tonjolan berbentuk kait pada tepi


superior yang berfungsi sebagai tempat perlekatan sebagian otot
dinding dada dan lengan.

d. Rongga glenoid (fosa glenoid) adalah suatu ceruk dangkal yang


ditemukan pada persendian tepi superior dan lateral. Bagian ini
mempertahankan letak kepala humerus (tulang lengan).

5
Scapula adalah tulang pipih berbentuk segitiga yang membentuk
sebagian gelang bahu. Tulang ini mempunyai dua permukaan yaitu
anterior dan posterior, dan tiga patas yang meliputi superior, lateral
dan medial. Permukaan anteriornya agak konkaf dan terletak pada
dinding toraks posterior. Permukaan posterior dibagi menjadi dua
daerah oleh spina scapulae, rigi tulang, yang teraba melalui kulit,
berjalan melintasi lebar scapula berujung di sebelah lateral sebagai
acromnion, bagian tulang yang terletak tepat di atas sendi bahu.
Acromnion berartikulasi dengan ujung lateral clavicula.
Processus coracoideus yang berujung kecil dan tajam mengarah ke
depan dari batas atas scapula, menonjol tepat di bawah clavicula.
Cavitas glenoidale, pada ujung atas batas luar scapula berartikulasi
dengan caput humeri membentuk sendi bahu.
Scapula dihubungkan dengan kepala, badan dan lengan oleh
sejumlah otot. Gerakan sendi bahu meluncur melalui permukaan
posterior dinding dada.

Gambar 1 : tulang scapula ( Gibson 2002)

2. Klavikula (tulang kolar) adalah tulang berbentuk S, yang secara lateral


berartikulasi dengan prosesus akromion pada scapula dan secara
medial dengan manubrium pada takik klavikular untuk sendi
sternoklavikular.

6
a. Dua pertiga bagian medial dari tulang klavikula berbentuk
konveks, atau melengkung ke depan.

b. Sepertiga bagian lateral tulang klavikula berbentuk konkaf, atau


melengkung ke belakang.

c. Klavikula berfungsi sebagai tempat pelekatan sebagian otot leher,


toraks, punggung dan lengan.

(Sloane, 2004)

Tulang klavikula terletak persis di bawah kulit dan mudah diraba


sepanjang strukturnya. Dari ujung sternum, tulang mula-mula melengkung ke
depan, kemudian ke belakang. Tulang tersebut mempertahankan posisi
scapula dan bila tulang ini patah, bahu jatuh ke depan dan kebawah.
Klavikula merupakan satu-satunya tulang yang menghubungkan tulang-
tulang ekstremitas atas dengan rangka aksila karena scapula tidak
berartikulasi dengan iga maupun kolumna vertebralis. Klavikula tidak
ditemukan pada rangka kebanyakan hewan berkaki empat, karena klavikula
hanya diperlukan untuk memfiksasi scapula bila ekstremitas digerakkan
keluar menjauhi batang badan.

7
Gambar 2: tulang klavikula

Tulang ini mudah patah akibat benturan pada bahu, karena ia tertekan
antara sternum dan titik benturan. Sebenarnya tulang ini lebih baik patah. Bila
tidak, akan terjadi cedera pada leher. Dileher terdapat banyak struktur penting
atau pada sendi bahu (Watson Roger, 2002)

Terdapat dua tipe jaringan tulang yang terdapat dalam konstruksi tulang
rangka yaitu diaphysis dan epiphysis. Saat pertumbuhan tulang tercapai,
diaphysis atau batang tulang panjang yang padat dan keras akan bergabung
dengan epiphysis yaitu ujung tulang yang mirip spon (Reeves 2001).

Ada 4 jenis tulang, yaitu tulang panjang, tulang pendek, tulang pipih, dan
tulang yang tidak beraturan (Ester 2008) :

1. Tulang panjang

Tulang panjang ( misalanya femur, humerus) bentuknya silindris dan


berukuran panjang, seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang kompakta,
dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersusun atas tulang
kanselus. Bangian luar tulang panjang dilapisi jaringan fiberosa kuat yang
disebut dengan periosteum. Lapisan ini kaya dengan pembuluh darah yang
menembus tulang.

2. Tulang pendek

Tulang pendek ( misalnya falang, karpal) bentuknya hampir sama dengan


tulang panjang, tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal,
sera berukuran pendek dan kecil.

3. Tulang pipih

Tulang pipih (misalanya sternum, kepala, skapula, panggul) bentuknya


gepeng, berisi sel-sel pembentuk darah, dan melindungi organ vital dan
lunak dibawahnya. Tulang pipih terdiri atas dua lapisan tulang kompakta
dan bagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa. Tulang ini dilapisi oleh

8
periosteum yang dilewati oleh dia kelompok pembuluh darah menembus
tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang spongiosa.

4. Tulang tidak beraturan

Tulang tidak beraturan ( misalnya, vetebra, telinga tengah) mempunyai


bentuk yang unik sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan terdiri dari
tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta.

Sel-sel penyusun tulang terdiri dari (Ester 2008) :

1. Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi


sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.

2. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

3. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyang yang memungkinkan mineral dan


matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik
yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral
tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam darah.

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :


 
1).Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2).Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
3).Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang  belakang(hematopoiesis).
5).Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

9
Struktur tulang aksesori

Struktur tulang aksesori menempel satu sama lainnya pada tempat yang
disebut dengan sendi atau artikulasi.

Terdapat tiga tipe jenis sendi yang di kelompokkan berdasarkan tingkat


gerakan menurut Reeves (2001) :

1. Sendi fibrosa atau synarthroses : sendi yang tidak dapat digerakkan


(immovable) dan dapat ditemukan diantara tulang tempurung kepala,
ujung distal radius dan ulna dan atara gigi dengan tulang rahang.

2. Sendi synovial atau diarthroses : sendi yang dapat digerakkan dengan


bebas, memiliki permukaan sambungan yang ditutupi oleh kartilago hyalin
dan kapsul yang diisi dengan cairan (bursa) untuk melumaskan dan
mengurangi pergesekan. Hal ini dapat ditemukan pada tulang sendi engsel,
sendi peluru, dan sendi bola serta sendi poros.

3. Amphiarthroses: sendi yang memungkinkan timbulnya gerakan ringan,


konstruksi tulang tersebut merupakan tulang kartilago dan bertempat
diantara tulang vetebra, tulang pubis dan dimana 10 tulang rusuk yang
pertama menyambung pada tulang sternum.

Berdasarkan strukturnya, sendi dibedakan atas (Ester 2008) :

1. Fibrosa

Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan
yang lainnya dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya,
sutura pada tulang tengkorak perlekatan tulang tibia dan fibula bagian
distal.

2. Kartilago

Sendi yang ujung-ujung tulangnya terbungkus oleh tulang rawan hialin,


disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak. Sendi ini dibagi
menjadi 2, yaitu:

10
a. Sinkondrosis, yaitu sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi
oleh tulang rawan hialin. Contohnya, sendi-sendi kostokondral.

b. Simfisis, yaitu sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan


fibrikartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti
permukaan sendi. Contohnya, simfisis pubis dan sendi tulang
punggung.

3. Sendi sinovial

Sendi tubuh yang dapat digerakkan, serta memiliki rongga sendi dan
permukaan sendi yang dilapisi tulang rawan hialin. Sendi sinovial ini
memiliki struktur anatomi, yaitu:

a. Ball and socket joint (bahu dan pinggul) membuat pergerakan ke


segala arah.

b. Hinge joint (siku) membuat pergerakan fleksi dan ekstensi.

c. Lutut seringkali diklasifikasikan sebagai hinge joints, tetapi berputar


sebaik fleksi dan ekstensi.

d. Pergerakan yang luwer dan lembut fi pergergelangan tangan dikenal


sebagai biaxial joints.

e. Pivot joint hanya berotasi di daerah radio-ulnar.

Otot

Otot skelet adalah otot lurik karena mereka terbentuk dari serabut-serabut
yang terdiri dari beberapa myofibril yang tertutup dalam jaringan retikulum
endoplasmik. Serabut-serabut otot dibungkus dalam kelompok-kelompok
kemudian kelompok tersebut bersama-sama membentuk otot. Setiap otot
dilapisi oleh lapisan jaringan pengikat yang diberi nama fascia.

Tendon adalah ujung fascia yang memanjang membentuk ekor yang ulet dan
tendon ini menempelkan otot-otot pada tulang. Otot skelet biasanya
menghubungkan dua tulang dan melalui paling tidak satu sendi.

11
Otot memiliki sifat elastis maka dalam bekerja, otot-otot ini berpasangan
namun memiliki aksi yang berlawanan. Ketika satu otot berkontaksi
(penggerak yang utama) maka yang lain akan mengendor (antagonis).
Sedangkan kekuatan setiap gerakan atau kontraksi tergantung pada panjang
asli dari serabut-serabut.

Fungsi otot skelet adalah mengontrol pergerakan, mempertahankan postur


tubuh, dan menghasilkan panas.

1. Ekstabilitas

Kesanggupan sel untuk menerima dan merespon stimulus. Stimulus biasanya


dihantarkan oleh neurotransmiter yang dikeluarkan oleh neuron dan respons
yang ditransmisikan dan dihasilkan oleh potensial aksi pada membran plasma
dari sel otot.

2. Kontrakbilitas

Kesanggupan sel untuk merespons stimulus dengan memendek secara paksa.

3. Ekstrabilitas

Kesanggupan sel untuk merespon stimulus dengan memperpanjang dan


memperpendek serat otot saat relaksasiketika berkontraksi dan memanjang
jika rileks.

4. Elastisitas

Kesanggupan sel untuk meghasilkan waktu istirahat yang lama setelah


memendek dan memanjang.

2.2 Definisi

2.2.1 Definisi Fraktur Clavicula

Fraktur didefinisikan sebagai suatu kerusakan morfologi pada kontinuitas


tulang atau bagian tulang, seperti lempeng epifisis atau kartilago.
Diperkirakan 66% dari semua cedera dapat berdampak pada system

12
musculoskeletal, seperti fraktur dan cedera jaringan lunak. Ketika terjadi
fraktur, diperlukan perbaikan yang luar biasa untuk regenerasi tulang kembali
ke keadaan semula. Pada saat terjadi fraktur tulang, kekuatan fisik yang
menyebabkan fraktur tersebut juga menimbulkan kerusakan pada jaringan /
struktur di sekitarnya. Fraktur dapat dijelaskan berdasarkan posisi anatomis
dan susunan fragmen.(Chang, John & Dough 2010).

Menurut sejarah fraktur pada klavikula merupakan cedera yang sering


terjadi akibat jatuh dengan posisi lengan terputar/tertarik keluar(outstretched
hand) dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula,
namun baru-baru ini telah diungkapkan bahwa sebenarnya mekanisme secara
umun patah tulang klavikula adalah hantaman langsung ke bahu atau adanya
tekanan yang keras ke bahu akibat jatuh atau terkena pukulan benda keras
(Nowak, et al 2004).

Patah tulang klavikula pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan


tulang klavikula adalah tulang yang terletak di bawah kulit(subcutaneous) dan
tempatnya relative di depan. Karena posisinya yang terletak di bawah kulit
maka tulang ini sangat rawan sekali untuk patah. Patah tulang klavikula
terjadi akibat dari tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu.
Energy tinggi yang menekan bahu atau pukulan langsung pada tulang akan
menyebabkan fraktur. Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera
yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. 
Lebih dari 80% fraktur ini terjadi  pada sepertiga tengah atau proksimal
klavikula. (Sjamsuhidayat & John 2005).

2.2.2 Definisi Fraktur Scapula

Badan scapula mengalami fraktur akibat daya penghancur. Leher scapula


dapat mengalami fraktur akibat pukulan atau jatuh pada bahu. Fraktur
Scapula tidak lazim karena terlindungi oleh otot, dan terletak mendatar pada
dinding dada. (Chang, John & Dough 2010)

13
Fraktur scapula dapat terjadi pada badan, leher, prosesus akromion dan
prosesus korakoid. Terjadi akibat trauma langsung dengan gejala nyeri serta
pembengkakan pada daerah yang terkena trauma.

2.3 Klasifikasi

2.3.1 Klasifikasi Fraktur Clavicula

Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula menjadi 3
kelompok
1.Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula(insidensi
kejadian 75-80%).
a. Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
b. Umumnya terjadi pada pasien yang muda.
 
2. Kelompok 2: patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%) Terbagi
menjadi 3 tipe berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular yakni (yakni
conoid dan trapezoid).

a.Tipe 1. Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya
perpindahan tulang maupun ganguan ligament coracoclevicular.

b. Tipe 2 A. Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, danligament


coracoclavicular masih melekat pada fragmen.

c. Tipe 2 B. Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupunkedua-


duanya.

d. Tipe 3. Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yangmelibatkan AC


joint.

e. Tipe 4. Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkanfragmen


proksimal berpindah keatas.

f. Tipe 5. Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.

14
Gambar 3 : Klasifikasi Fraktur Clavicula (Zuckerman 2011)

3. Kelompok 3: patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%). Pada


kejadian ini biasanya berhubungan dengan cidera neurovaskuler.

2.3.2 Klasifikasi Fraktur Scapula

Berdasarkan lokasi fraktur, fraktur scapula di bedakan menjadi 3 tipe (Gustilo


1993) :

Tipe 1 : fraktur yang melibatkan tulang scapula

Tipe 2 : fraktur yang melibatkan coracoid dan acromion

Tipe 3 : fraktur yang melibatkan sudut lateral superior, termasuk tulang


genoid dan leher

15
2.4 Etiologi

2.4.1 Etiologi Fraktur Clavicula

Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme


kompressi atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang
melebihi kekuatan tulang tersebut dimana arahnya dari lateral bahu bisa
karena jatuh, kecelakaan olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor.

Gambar 4 : Mekanisme jatuh pada fraktur clavicula (Zuckerman 2011)

Fraktur clavicula merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau
hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga
tengah atau proksimal clavikula (Putra 2013). Pada daerah tengah tulang
clavicula tidak di perkuat oleh otot ataupun ligament-ligament seperti pada
daerah distal dan proksimal clavicula. Clavicula bagian tengah juga
merupakan transition point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal ini
yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi fraktur
dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.

2.4.2 Etiologi Fraktur Scapula

Etiologi fraktur scapula adalah (Koval 2006) :

1. Trauma langsung
2. Dislokasi bahu dapat menyebabkan glenoid fracture
3. Otot atau ligamen dapat menyebabkan fraktur avulsion

16
4. Cedera tidak langsung terjadi melalui aksial loading pada lengan
terentang
Penyebab fraktur scapula menurut Stover (2012), yaitu:
a. Trauma atau benturan
Adanya 2 trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu:
1) Benturan langsung (karena adanya suatu benda yang terjatuh ).
2) Benturan tidak langsung (benda metal).
b. Tekanan atau stress yang terus menerus dan berlangsung lama
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan fraktur yang kebanyakan terjadi pada tulang tibia, fibula
atau mentatarsal pada olahragawan, militer maupun penari.
Contoh :
Seorang militer yang berlatih dengan menghentakkan kakinya secara rutin
dan terus-menerus.
c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang
Kelemahan tulang yang abnormal karena proses patologis seperti tumor
maka dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur
yang pada orang normal belum dapat menimbulkan fraktur.
2.5 Patofisiologi

2.5.1 Patofisiologi Fraktur Clavicula

Tulang clavicula ini membantu mengangkat bahu ke atas, keluar, dan


kebelakang thorax. Pada bagian proximal tulang clavicula bergabung dengan
sternum disebut sebagai sambungan sternoclavicular (SC). Pada bagian distal
clavicula (AC), patah tulang pada umumnya mudah untuk dikenali
dikarenakan tulang clavicula adalah tulang yang terletak dibawah kulit
(subcutaneus) dan tempatnya relatif didepan. Karena posisinya yang terletak
dibawah kulit maka tulang ini sangat rawan sekali untuk patah (Helmi 2002).
Trauma pada bahu atau posisi terputar atau tertarik ke dalam menyebabkan
fraktur klavikula. Trauma direk pada klavikula juga menyebabkan fraktur,
sering akibat benturan dariarah lateral ke medial. Fraktur klavikula juga
paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi atau penekanan,

17
paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut
(Helmi). Otot yang sering terlibat adalah otot deltoid, trapezius,
subclavius,sternocleidomastoid dan pectoralis mayor. Fraktur klavikula
paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi atau
penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan
tulang tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh,
keeelakaan olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan bermotor (Pusponegoro
2012).
Patah tulang klavikula pada umumnya mudah untuk dikenali
dikarenakantulang klavikula adalah tulang yang terletak dibawak kulit
(subcutaneus) dan tempatnya relatif didepan. Karena posisinya yang teletak
dibawah kulit maka tulang ini sangat rawan sekali untuk  patah. Patah tulang
klavikula terjadi akibat dari tekanan yang kuat atau hantaman yang akan keras
ke bahu. Energy tinggi maupun pukulan langsung pada tulang akan
menyebabkan fraktur.
Pada daerah tengah tulang klavikula tidak di perkuat oleh otot ataupun
ligament-ligamentseperti pada daerah distal dan proksimal klavikula.
Klavikula bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian
lateral dan bagian medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini
paling sering terjadi fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal
Pada fraktur sepertiga tengah klavikula otot stemokleidomastoideus akan
menarik fragmen medial keatas sedangkan beban lengannya akan menarik
fragmen lateral ke bawah. Jikafraktur terdapat pada ligament korako-
klavikula maka ujung medial klavikula sedikit bergeser karena ditahan
ligament ini.Fraktur yang terjadi kearah medial terhadap fragment maka
ujungluar mungkin tampak bergeser kearah belakang dan atas, sehingga
membentuk benjolan dibawah kulit (Pusponegoro, 2013)
Setelah terjadi fraktur klavikula , periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi

18
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Tulang bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah
dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang – tulang
baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel.
Pada stadium poliferasi sel menjadi fibrokartilago. Sel yang mengalami
poliferasi terus masuk kedalam lapisan yang lebih dalam dan bergenerasi
sehingga terjadi osteogenesis. Sel-sel yangberkembang memiliki potensi yang
kardiogenik (Henderson,2002).
2.5.2 Patofisiologi Fraktur Scapula
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,2002). Trauma pada
tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament
dan pembuluh darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
Tulang scapula terletak di sebelah posterior tulang kostal yang berbentuk
pipih seperti segitiga dan merupakan tempat melekatnya otot yang berfungsi
untuk menggerakkan lengan atas dan lengan bawah. Kondisi anatomis ini
memberikan dampak terjadinya fraktur tertutup lebih sering dibandingkan
dengan terjadinya fraktur terbuka pada tulang scapula. Bahkan menurut
Gibson (2002) fraktur scapula tidak lazim karena terlindungi oleh otot, dan
terletak mendatar pada dinding dada.
Cedera pada tubuh atau pada tulang skapula merupakan akibat dari
pukulan langsung dengan kekuatan yang signifikan, seperti dari kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh. Fraktur scapula ini juga dapat terjadi karena
osteoporosis sehingga kekuatan tulang dapat menurun.
Fraktur scapula paling sering disebabkan oleh pukulan langsung posterior.
Merupakan akibat dari jatuh dengan tangan keluar dan diregangkan atau jatuh

19
pada aspek lateral bahu. Kondisi tersebut mungkin juga dapat mengakibatkan
patah glenoid atau leher. Sedangkan jatuh yang terjadi di ujung bahu
mungkin akan menyebabkan patah akromion atau coracoid dan sering
dikaitkan dengan cedera pada sendi acromioclavicular. Kecelakaan kendaraan
bermotor dan jatuh adalah penyebab paling umum dari fraktur scapula
(Gustilo, 1993).
Badan scapula mengalami fraktur akibat dari daya penghancur yang
biasanya juga mengakibatkan fraktur pada tulang rusuk dan dapat
mengakibatkan dislokasi pada sendi sternoclavikularis. Leher scapula dapat
mengalami fraktur akibat pukulan atau jatuh pada bahu. Prosesus korakoideus
dapat mengalami fraktur pada dasarnya atau mengalami avulse pada
ujungnya. Fraktur pada acromion adalah akibat kekuatan langsung. Fraktur
pada pinggir glenoid dapat terjadi bersama dislokasi bahu.

2.6 Manifestasi Klinis

2.6.1 Manifestasi Klinis Fraktur Clavicula

Manifestasi yang terjadi pada fraktur clavicula sebagai berikut (Gustilo


1993):

1. Nyeri

2. pembengkakkan

3. Memar atau benjolan pada daerah bahu atau dada atas.

20
Gambar 5: Deformitas dan Jejas pada fraktur clavicula (Wiss 2013)

4. Bahu dan lengan terasa lemah, mati rasa, dan kesemutan.

5. Pergerakan pada bahu dan lengan terasa susah

2.6.2 Manifestasi Klinis Fraktur Scapula

Manifestasi yang terjadi pada fraktur scapula sebagai berikut (Gustilo 1993) :

1. Nyeri

2. Nyeri tekan pada scapula ( loksi yang terjadi kerusakan tulang)

3. pembengkakkan

4. Hilangnya fungsi tulang

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan


tes diagnostik seperti:

1. Scan Computed Temography (CT)


Medial clavicula dan SC joint
CT scan memegang peranan yang penting dalam mendiagnosa
fraktur clavikula bagian medial dan cedera pada SC joint. CT scan
seharusnya digunakan dengan mencakup SC joint dan secara otomatis
setengah dari kedua clavicula untuk membandingkan satu sisi dengan sisi
yang lain. Jika didapatkan ada kelainan pada vascular, bisa kita nilai
dengan menggunakan intravenous contras.
Lateral clavicula dan AC joint
CT scan merupakan salah satu alat pencitraan di bidang radiologi
1t yang cukup sensitif dalam menegakkan diagnosa. CT scan kadang-
kadang digunakan untuk mendiagnosa fraktur intra-artikular atau stress
fraktur pada AC joint. Meskipun demikian CT scan terbatas untuk menilai
sekitar jaringan lunak termasuk kapsula, ligament dan sendi sinovial.

21
Gambar 6 : CT Scan Scapula (Wiss 2013)
2. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.
3. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung dan
Mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara
periodic.

Gambar 7 : Foto Rontgen Scapula (Wiss 2013)

22
2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Penatalaksanaan Fraktur Clavicula

1. Imobilisasi

Perawatan pada fraktur klavikula dapat dilakukan dengan imobilisasi dan


abduksi lengan dalam stand hoera menopang bahu ke belakang dengan
memasang ransel verband.

Tujuan dari imobilisasi fraktur adalah mencegah pergeseran


fragmen tulang dan mempertahankan posisi serta kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi
dan teknik fiksator eksterna.

Macam tindakan imobilisasi :


1) Penggunaan Handuk Gulung (roller towel)
Elevasi lengan diperoleh dengan menggunakan mitela busa seperti
Bradford, handuk gulung, atau sarung bantal.

Gambar 8 : Elevasi lengan dengan roller towel (handuk gulung). X


menunjukkan posisi peniti (Lucas, 2011 dalam buku Keperawatan
Ortopedik dan Trauma)

23
Menunjukkan penggunaan handuk gulung untuk mengelevasi
lengan, yang mempertahankan abduksi bahu dan mencapai elevasi
tinggi pada tangan. Pasien harus duduk menghadap sisi tempat tidur
yang tepat, dengan lengan atas disangga secara horizontal. Tiang infus
dimodifikasi untuk menahan handuk, sebuah bantal di letakkan di
bawah lengan atas sebagai alas tambahan untuk mengurangi tekanan
pada saraf ulnar di siku
2) Mitela Lebar
Mitela ini digunakan untuk menyangga lengan yang cidera dengan
mendistribusikan berat secara merata leher dan bahu. Lengan yang
cedera diletakkan melintang di dada, diletakkan di atas mitela, dengan
siku difleksikan 90o. Lalu mitela tersebut dilipat di atas legan dan diikat
dengan simpul persegi. Simpul ini gunanya untuk menahan beban,
pada sisi leher yang sama dengan lengan yang cedera. Hal iniuntuk
mencegah penekanan pada spina. Ujung siku lalu dilipat dan ditahan
dengan peniti.
Tangan harus disangga dengan mitela untuk mencegah edema, hal
tersebut uga mengurangi risiko tekanandan gesekan pada pergelangan
tangan. Saat pemasangan, pasien harus berdiri bila memungkinkan dan
menopang tangan yang cedera.

24
Gambar 9:. Mitela lebar (Lucas, 2011 dalam buku Keperawatan
Ortopedik dan Trauma)
3) Mitela Tinggi
Digunakan untuk mengurangi edema pasca bedah atau pasca
cedera. Saat pemasangan, pasien harus berdiri dengan jari lengan yang
cedera menyentuh bahu lengan yang lain. Mitela diposisikan seperti
pada pemasangan mitela lebar namun posisi sedikit tinggi diatas lengan.
Lalu mitela dilipat di bawah lengan, lalu ke arah atas di bawah lengan
untuk membungkusnya, selanjutnya ikat ke belakang bahu pasien
dengan simpul persegi, dan sudut pada siku dilipat ke dalam dan
ditahan dengan peniti.

Gambar 10: Mitela tinggi (Lucas, 2011 dalam buku Keperawatan


Ortopedik dan Trauma)
4) Collar dan Cuff
Sering digunakan untuk menyangga ekstremitas atas dan dapat
digunakan dalam berbagai cara

25
A B
Gambar 11 :Collar dan cuff. (A) Berfungsi seperti mitela konvensional.

(B) Untuk menyangga lengan dalam posisi seimbang (Lucas, 2011


dalam buku Keperawatan Ortopedik dan Trauma)
Alat tersebut tidak boleh menekan ekstremitas dan pasien perlu
diajarkan bagaiman cara melepas serta memasang kembali collar dan
cuff.

5) Baji Abduksi
Alat ini tepat bagi pasien yang memerluka imobilisasi pada
ekstremitas atas untuk jangka waktu yang lama, misalnya setelah
perbaikan manset rotator. (Lucas, 2011 dalam buku Keperawatan
Ortopedik dan Trauma)

2. Reduksi

Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak


asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang
gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama
tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf
lokal.

26
Gambar 12 : Reduksi Internal (Zuckerman 2011)
3. Nyeri

Berikut ini penatalaksanaan nyeri pada fraktur clavicula (Mangku


2010):

a. Dalam strategi penatalaksanaan nyeri yang sekiranya berat dalam


patah tulang digunakan srategi “Three Step Analgesic Ladder” dari
WHO. Pada nyeri akut, sebaiknya di awal diberikan analgesik kuat
seperti Opioid kuat . Dosis pemberian morfin adalah 0.05 – 0.1
mg/kg diberikan intravena setiap 10/15 menit secara titrasi sampai
mendapat efek analgesia. Terdapat evidence terbaru di mana pada
tahun terakhir ini Ketamine juga dapat dipergunakan sebagai agen
analgesia pada dosis rendah (0.5 – 1 mg/kg). Obat ini juga harus
ditritasi untuk mencapai respon optimal agar tidak menimbulkan
efek anastesi. Efek menguntungkan dari ketamine adalah ketamine
tidak menimbulkan depresi pernafasan, hipotensi, dan menimbulkan
efek bronkodilator pada dosis rendah. Kerugian ketamine adalah
dapat menimbulkan delirium, tetapi dapat dicegah dengan
memasukkan benzodiazepine sebelumnya (0.5 – 2 mg midazolam

27
intravena) Peripheral nerve blocks juga menjadi pilihan baik
dilakukan tunggal maupun kombinasi dengan analgesik intravena.
Yang umumnya digunakan adalah femoral nerve block .
b. paket es dapat ditempatkan pada klavikula yang patah untuk
mengurangi pembengkakan, nyeri, dan kemerahan. Latihan yang
meningkatkan jangkauan gerak dapat dilakukan setelah rasa sakit
berkurang. Hal ini membantu untuk membawa kembali kekuatan dan
kekuatan bahu dan lengan.
c. Untuk mengurangi nyeri tersebut, juga dapat dilakukan imobilisasi,
(tidak menggerakkan daerah fraktur). Teknik imobilisasi dapat
dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak dapat
pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral,
atau fiksasi internal

4. ROM

Manajemen Keperawatan (ROM)


Manajemen ROM dilakukan untuk mengembalikan ke fungsi dan
struktur semula dengan gerakan ROM secara pasif dan aktif. Latihan
ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan
perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak
mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis
ekstermitas total ,sedangkan latihan ROM aktif adalah perawat
memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal (Suratun 2008).

Adapun cara melakukan ROM secara aktif adalah sebagai berikut .


Bagian Tubuh Jenis Jenis Pergerakan Derajat Otot Primer
Sendi

28
Bahu Sendi Fleksi : Angkat lengan 180 Korakobrakialis,
bola dari posisi samping ke 45-60 bisep brakii,
lesung atas kepala dengan arah deltoid,
ke depan pektoralis mayor
Dorsi latisimus,
teres mayor,
Ekstensi : Kembalikan 180 trisep brakii
lengan ke posisi Dorsi latisimus,
disamping tubuh teres mayor,
deltoid
Hiperekstensi : Gerakkan 45-60 Deltoid,
lengan ke belakang tubuh, supraspinatus
pertahankan siku lurus
Abduksi : Naikkan
lengan ke arah samping 180
ke atas kepala dengan Pektoralis mayor
telapak tangan menjauhi
kepala
Aduksi : Rendahkan Pektoralis
lengan ke samping dan 320 mayor, Dorsi
melewati tubuh sejauh latisimus, teres
mungkin mayor,
Rotasi internal : Dengan subskapularis
siku difleksikan, rotasikan 90
bahu dengan
menggerakan lengan Infraspinatus,
hingga ibu jari bergerak teres
menghadap ke depan dan Infraspinatus,
belakang. teres mayor,
Rotasi eksternal : Dengan deltoid
siku difleksikan, gerakan 90
lengan hingga ibu jari Deltoid,

29
bergerak ke atas dan ke korakobrakialis,
samping kepala dorsal latisimus,
brakoradioali
Sirkumduksi : Gerakan
lengan dalam satu 360
lingkaran penuh
(Sirkumduksi adalah
kombinasi dari semua
pergerakan sendi ball-
and-socket)

Gambar 13 : Latihan ROM untuk pasien dengan fraktur scapula dan klavikula.
(Carpenito 2009).

2.8.2 Penatalaksanaan Fraktur Scapula


Penatalaksanaan untuk fraktur scapula menurut Kneale (2011) yaitu:
1. Jika klien mengalami patah tulang karena kecelakaan , hal pertama yang
harus diperhatikan adalah posisi lurus dan sejajarkan seperti bentuk tubuh
yang seharusnya. Hindari posisi menekuk karena hal ini justru akan
memperparah adanya fraktur tulang scapula.
2. Hampir sama pada setiap fraktur, jika terjadi nyeri berikan obat-obatan
yang dapat diberikan untuk meringankan rasa sakit. Pasien mungkin perlu
obat antibiotic atau suntikan tetanus jika terdapat luka robek di kulit.
3. Pertahankan gerakan lengan seminimal mungkin. Untuk mengurangi
adanya inflamasi .Pemberian analgesic seperti Aspirin , ibuprofen
(Motrin, Advil), dan acetaminophen (Tylenol) efektif menghilangkan rasa
nyeri pada orang dewasa, hindari penggunaan aspirin pada anak-anak.
4. Penanganan lanjutan dilakukan dengan cara pembedahan . Penanganan
tergantung pada derajat pergeseran. Fraktur sederhana memerlukan mitela
lebar untuk jangka pendek sebelum mobilisasi. Fraktur lainnya
mebutuhkan manipulasi tertutup, dilanjutkan dengan pemakaian mitela.

30
Pada fraktur displaced lebih berat, yang melibatkan permukaan artikular,
diperlukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.
5. Setelah dilakukan penanganan lanjutan, klien dengan fraktur scapula
disarankan pergi ke dokter untuk memeriksa kemajuan penyembuhannya
dan menentukan adanya komplikasi atau tidak.
6. Modifikasi spika bahu (gips Clavikula) atau balutan berbentuk angka
delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini,
menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila
dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai
untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri
aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur
1/3 distal klavikula tanpa pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat
ditangani dengan sling dan pembatasan gerakan lengan. Bila fraktur 1/3
distal disertai dengan terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi
pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi
interna. (gayle 2001)

7. Manajemen Keperawatan (ROM)


Latihan ROM dapat dibedakan antara pasif dan aktif. Latihan ROM pasif
adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat pada
setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan
tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri,
pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total ,sedangkan latihan ROM aktif adalah perawat memberikan motivasi,
dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. (Suratun 2008).
Pada fraktur scapula bentuk latihan Perawatan untuk pasien aktif adalah
memperingatkan klien untuk mengangkat lengan di atas bahu sampai
ujung tulang yang fraktur telah bersatu (sekitar 5 minggu). Latihan bahu
dilakukan supaya bahu dapat bergerak bebas. Aktivitas yang kuat dibatasi

31
selama 3 bulan. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal
2 kali sehari setelah pasca nyeri akut lewat untuk pasien yang sadar.

Adapun cara melakukan ROM secara aktif adalah sebagai berikut .


Bagian Tubuh Jenis Jenis Pergerakan Derajat Otot Primer
Sendi
Bahu Sendi bola Fleksi : Angkat lengan 180 Korakobrakialis,
lesung dari posisi samping ke 45-60 bisep brakii,
atas kepala dengan arah deltoid,
ke depan pektoralis mayor
Dorsi latisimus,
teres mayor,
Ekstensi : Kembalikan 180 trisep brakii
lengan ke posisi Dorsi latisimus,
disamping tubuh teres mayor,
deltoid
Hiperekstensi : 45-60 Deltoid,
Gerakkan lengan ke supraspinatus
belakang tubuh,
pertahankan siku lurus
Abduksi : Naikkan 180
lengan ke arah samping Pektoralis mayor
ke atas kepala dengan
telapak tangan menjauhi
kepala Pektoralis
Aduksi : Rendahkan 320 mayor, Dorsi
lengan ke samping dan latisimus, teres
melewati tubuh sejauh mayor,
mungkin subskapularis
Rotasi internal : Dengan 90
siku difleksikan,

32
rotasikan bahu dengan Infraspinatus,
menggerakan lengan teres
hingga ibu jari bergerak Infraspinatus,
menghadap ke depan dan teres mayor,
belakang. deltoid
Rotasi eksternal : Dengan 90
siku difleksikan, gerakan Deltoid,
lengan hingga ibu jari korakobrakialis,
bergerak ke atas dan ke dorsal latisimus,
samping kepala brakoradioali

Sirkumduksi : Gerakan 360


lengan dalam satu
lingkaran penuh
(Sirkumduksi adalah
kombinasi dari semua
pergerakan sendi ball-
and-socket)

Gambar 14 : Latihan ROM untuk pasien dengan fraktur scapula dan klavikula.
(Carpenito 2009).

8. Anjurkan klien untuk lebih banyak beristirahat untuk meringankan inflamasi


setelah dilakukan tindakan.
2.9 Komplikasi

Komplikasi akut :
1. Cedera pembuluh darah
2. Pneumouthorax
3. Haemothorax

Komplikasi lambat :

33
1. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam
waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.

Gambar 15 : Mal Union (Wiss 2013)


2. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan
2.10 Prognosis

2.10.1 Prognosis Fraktur Clavicula

Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada


berat ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat
danusia penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses
penyembuhansangat cepat, sementara pada orang dewasa prognosis
tergantung dari penanganan, jika penanganan baik maka komplikasi dapat
diminimalisir.

2.10.2 Prognosis Fraktur Scapula

Sebagian besar patah tulang nondisplaced skapula akan sembuh tanpa


operasi. Prognosis yang baik untuk kembali ke aktivitas fungsional jika
keharmonisan tulang dan stabilitas glenohumeral dikembalikan. Fraktur
neck dari skapula atau intra-articular glenoid fractur adalah yang paling
memungkinkan untuk merasa sakit berkepanjangan dan kehilangan

34
jangkauan gerak bahu. Prognosis Patah tulang akan sembuh dengan baik
jika dilakukan tindakan operative.
2.11 WOC

(Terlampir)

2.12 Pencegahan

Banyak jenis fraktur yang dapat dicegah dengan menggunakan peralatan


pengaman seperti; sabuk pengaman , supaya dapat mengurangi insiden
kecelakaan kendaraan bermotor, perilaku mengendarai kendaraan yang baik
dan penggunaan mesin pabrik yang baik dapat mencegah cedera traumatik,
yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan
fraktur, meskipun terutama orang-orang pada usia muda suka mengambil
kegiatan yang beresiko, bahaya yang berhubungan dengan mesin pabrik
tidak dapat dianggap remeh, peringatan ketika berolahraga.  Di rumah sakit
disediakan  peringatan  keamanan, lantai yang bersih. (Chang, John &
Dough 2010).

35
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Umum


3.1.1 Anamnesa
a. Identitas Klien
Identitas klien, meliputi :
usia (kebanyakan terjadi pada usia muda)
jenis kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat berkendara
tanpa menggunakan helm)

b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri dan gangguan dalam mengangkat bahu ke atas,
keluar, dan kebelakang toraks (rotasi). Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang nyeri yang dialami pasien, perawat harus menggunakan
metode PQRS.

c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya patologis tulang, kelainan
tulang, infeksi tulang.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh dari tempat tidur atau trauma
lain. Terjadi pembengkakan pada daerah yang terjadi beberapa hari setelah
trauma.
Misalnya pada fraktur clavicula:

Klien sedang naik tangga, kemudian kaki klien tergelincir karena lantai
tangga licin mengakibatkan klien jatuh ke sebelah kiri dengan posisi bahu di
bawah. Benturan lantai secara langsung pada sisi bahu kiri, tangan klien
dalam keadaan outstretched dan klien mengatakan bahwa dirinya jatuh pada

36
posisi miring. Klien masih tersadar dan mencoba bangun sendiri namun
merasakan nyeri pada bahu kiri ketika bahu digerakkan ke atas dan ke
belakang. Kemudian selang 1 jam dari kejadian oleh suaminya langsung
dibawa ke UGD RS Husada Utama.

Misalnya pada fraktur scapula :

Tn. W datang ke RSUD Malang bersama anaknya dengan keluhan nyeri


punggung kiri dan punggung mengalami pembengkakan. Tn. W mengatakan
tiga hari yang lalu mengalami kecelakaan motor. Klien terpelanting dan
punggungnya jatuh terlebih dahulu sehingga menjadi penumpu badan
sehingga punggung secara langsung terbentur oleh badan jalan. Klien jatuh
dengan posisi terlentang. Pasca jatuh, klien mengatakan bahwa lengan
tertahan tak bergerak dan memar pada scapula. Selama di rumah, perawatan
yang dilakukan oleh keluarga kepada Tn. W dengan memberi olesan
tumbukan beras sama kencur pada punggungnya.

b. Pola aktivitas sehari-hari


Pengkajian ini mengenai bagaimana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas sehari-harinya. Pasien dengan fraktur clavicula dan scapula akan
mengalami keterbatasan kemampuan dalam menggunakan ekstremitas atas
sehingga pemenuhan ADL akan terganggu.

c. Psikososialspiritual
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang digunakan klien diperlukan
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun
masyarakat. Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien, seperti
ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmamupuan melakukan
aktivitas normal, dan gangguan citra diri. Kaji apakah klien yang menjalani
riwayat rawat inap akan berdampak pada status ekonomi klien karena
perawatan dan pengobatan memerlukan biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan. Hal ini dapat menganggu keuangan keluarga

37
sehingga memengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perawat juga memasukkan pengkajian fungsi neurologis mengenai dampak
gangguan neurologis terhadap gaya hidup.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


a. B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan system pernapasan didapatkan bahwa klien fraktur
klavikula mengalami gangguan pernapasan seperti pneumothorax, karena
letak tulang clavicula dan scapula berdekatan dengan paru-paru. Biasanya
pergerakan dada pada pasien akan bergerak tertinggal pada lokasi yang terjadi
trauma.

b. B2 (Blood)
c. B3 (Brain)
a. Pemeriksaan saraf cranial:
1) Saraf I. biasanya tidak ada kelainan pada klien fraktur klavikula dan tidak
ada kelainan dan fungsi penciuman.
2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi
normal.
3) Saraf III, IV, VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata
dan pupil isokor
4) Saraf V. umumnya, klien fraktur klavikula tidak mengalami paralisis pada
otot wajah. Selain itu, refleks kornea tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajh simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada defesiasi pada satu sisi dan tidak ada
vasikulasi. Indra pengecapan normal.
b. Pemeriksaan refleks. Biasanya tidak didapatkan refleks-refleks patologis.
c. Pemeriksaan sensorik. Biasanya fungsi sensorik tidak ada kelainan.

38
d. B4 (Bladder)
Kaji keadaan urin yang meliputi warna, jumlah dan karakterikstik urin
termasuk berat jenis urin. Biasanya klien fraktur klavikula tidak mengalami
kelainan pada system ini.
e. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi dan bising usus normal.bila tidak disertai nyeri hebat,
mual dan muntah. Pada defekasi tidak ada kelainan.
f. B6 (Bone)
Look : Pada fase awal cidera klien terlihat menggendong lengan pada dada
untuk mencegah gerakan. Suatu benjolan besar atau deformitas pada
bahu depan terlihat dibawah kulit dan kadang-kadang fragmen yang
tajam mengancam kulit.
Feel : Didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu depan.
Move:Ketidakmampuan mengantar bahu ke atas, keluar, dan kebelakang
toraks. (Zairin 2012).

Pemeriksaan diagnostik
Berdasarkan pemeriksaan radiologi, klavikula bagian tengah merupakan
daerah yang paling sering mengalami fraktur greenstick atau fraktur total.
Mungkin juga terjadi fraktur pada bagian medial klavikula, yaitu pada daerah
epifisis.
Tujuan penanganannya adalah menjaga bahu tetap dalam posisi normalnya
dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
1) Pemesangan strap kalvikula yang tersedia dipasaran dapat digunakan
untuk mereduksi fraktur, meraik bahu kebelakang, dan mempertahankan
posisi. Bila menggunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan
yang memadai utuk mencegah cedera kompresi pada pleksus brakialis dan
arteri aksilaris. Perdarahan darah dan fungsi saraf kedua lengan harus
dipantau.

39
2) Tindakan medis pada fraktur sepertiga distal dan terputusnya ligament
korakoklavikularis yang menyebabkan pergeseran ditangani dengan
reduksi terbuka dan fiksasi interna agar penyembuhan tulang lebih baik.
3) Penyuluhan klien dan pertimbangan perawatan di rumah. Klien diingatkan
untuk tidak menaikan lengan lebih tinggi dari bahu sampai ujung patahan
tulang.

3.1.3 Diagnosa Keperawatan


Masalah yang sering dikeluhkan klien adalah sebagi berikut:
1. Nyeri yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal.
3. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entre luka
operasi

3.1.4 Intervensi Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan


Tujuan Perawatan : Nyeri berkurang, hilang atau teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Secara subjektif klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri.
b. Klien tidak gelisah.
c. Skala nyeri (0-1) atau teratasi.

Intervensi Rasional
MANDIRI

1. Kaji nyeri dengan skala 0-4 1. Nyeri merupakan respons subjektif


yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien

40
melaporkan nyeri biasanya di atas
tingkat cedera.

2. Imobilisasi daerahklavikula 2. Mitela digunakan untuk mereduksi


dengan pemasangan mitela. fraktur kalvikula, menarik bahu
kebelakang, dan mempertahankan
posisi. Bila menggunakan mitela,
ketiak harus diberi bantalan yang
memadai untuk mencegah cedera.
Kompresi pada pleksus brakialis
dan arteri aksilaris. Peredaran
darah dan fungsi saraf kedua
lengan harus dipantau.

3. Jelaskan dan pantau klien terkait


dengan tindakan pereda nyeri 3. Pendekatan dengan menggunakan
nonfarmakologi dan non invasive relaksasi dan nonfarmakologi
menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
4. Ajarkan relaksasi:
Teknik-teknik mengurangi 4. Melancarkan peredaran darah
ketegangan otot rangka yang sehingga kebutuhan oksigen pada
dapat mengurangi intensitas nyeri jaringan terpenuhi dan mengurangi
dan meningkatkan relaksasi nyeri.
masase.

5. Ajarkan metode distraksi selama


nyeri akut 5. Mengalihkan perhatian terhadap
nyeri ke hal-hal yang
menyenangkan.
6. Berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan 6. Istirahat merelaksasi semua
berikan posisi nyaman, misalnya jaringan sehingga akan

41
waktu tidur, belakang tubuh klien meningkatkan kenyamanan
dipasang bantal kecil

7. Tingkatkan pengetahuan tentang


sebab-sebab nyeri, kemudian 7. Pengetahuan membantu

hubungkan dengan berapa lama mengurangi nyeri dan

nyeri akan berlangsung meningkatkan kepatuhan klien


terhadap rencana terapeutik.
KOLABORASI
8. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesik. 8. Analgesik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan berkurang.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal.


Tujuan Perawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit perawatan
diri teratasi.
Kriteria Hasil : klien menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk
melakukan ADL.

Intervensi Rasional
MANDIRI

1. Monitor kemampuan klien 1. Melihat kemampuan klien


untuk perawatan diri yang dalam hal melakukan
mandiri. perawatan diri secara mandiri.

2. Monitor kebutuhan klien 2. Membantu klien dalam


untuk alat-alat bantu pemenuhan ADL.
kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan.

3. Sediakan bantuan sampai

42
klien mampu secara utuh 3. Membantu klien untuk melatih
untuk melakukan self-care. kemampuan dalam pemenuhan
ADL klien.
4. Ajarkan keluarga atau klien
untuk mendorong 4. Keluarga dapat membantu
kemandirian klien, tapi beri memenuhi kebutuhan ADL
bantuan ketika klien tidak klien. Dan mengajarkan klien
mampu melakukannya. melakukan pemenuhan ADL
secara mandiri.

5. Berikan aktivitas rutin sehari-


hari sesuai kemamampuan.
5. Melatih klien agar mampu
secara perlahan-lahan
melakukan aktivitas sehari-hari
klien.

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan


Tujuan Perawatan : ansietas yang dialami klien hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
Klien mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau fraktur
yang mempengaruhinya, dan menyatakan ansietas berkurang atau hilang.

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda verbal dan nonverbal 1. Reaksi verbal atau nonverbal
ansietas. Damping klien. Lakukan dapat menunjukkan masa agitasi,
tindakan bila klien menunjukkan marah dan gelisah.
perilaku merusak

2. Hindari konfrontasi 2. Konfrontasi dapat meningkatkan


rasa marah, menurunkan kerja

43
sama dan mungkin
memperlambat penyembuhan.

3. Mengurangi rangsangan eksternal


3. Mulai lakukan tindakan untuk yang tidak perlu.
mengurangi ansietas. Beri
lingkungan yang tenag dan suasana
penuh istirahat.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entre luka operasi
Tujuan Perawatan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
a. Suhu dalam rentang normal (36,5 – 37,5) oC
b. Sel darah putih dalam rentan normal
c. Pasien tetap terbebas dari infeksi

Intervensi Rasional
1. Meminimalkan risiko infeksi 1. Sarung tangan dapat melindungi
pasien dengan: tangan pada pada saat memegang
a. Mencuci tangan sebelum dan luka yang dibalut atau
setelah memberikan perawatan. melakukan berbagai tindakan.
b. Menggunakan sarung tangan
untuk mempertahankan asepsis
pada saat memberikan
perawatan langsung.

2. Peningkatan sel darah putih total


2. Pantau hitung sel darah putih
mengindikasikan infeksi.
sesuai program.
Penurunan sel darah putih yang
jelas dapat mengindikasikan
penurunan produksi sel darah
putih akibat debilitas ekstrem atau

44
kekurangan vitamin dan asam
amino yang berat. Semua
kerusakan sumsum tulang dapat
menekan pembentukan sel darah
putih.

3. Bantu pasien mencuci tangan


3. Mencuci tangan mencegah
sebelum dan sesudah makan dan
penyebaran patogen terhadap
setelah dari kamar mandi
objek dan makanan lain.
menggunakan pispot atau urinal.

4. Yakinkan asupan nutrisi yang


4. Tindakan ini membantu
adekuat.
menstabilkan berat badan ,
meningkatkan tonus dan massa
otot.xw

5. Beri pendidikan kepada pasien


5. Tindakan tersebut memungkinkan
mengenai :
pasien untuk berpartisipasi dalam
a. Teknik mencuci tangan yang
perawatan dan membantu pasien
baik
memodifikasi gaya hidup untuk
b. Faktor-faktor yang
mempertahankan tingkat
meningkatkan risiko infeksi
kesehatan yang optimum.

6. Lakukan higiene mulut pasien


6. Untuk mencegah kolonisasi
setiap 4 jam.
bakteri dan menurunkan risiko
infeksiyang diturunkan. Penyakit
dan malnutrisi dapat menurunkan
kelembapan membran mukosa
mulut dan bibir.

3.1.5 Evaluasi
1. Nyeri dapat terkontrol
2. Aktivitas meningkat

45
3. Ansietas dapat berkurang
4. Tidak terjadi infeksi pada daerah perlukaan

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus

Ny. F 28 tahun dibawa ke ruang UGD RS Husada Utama dengan nyeri pada bahu
kiri setelah jatuh dari tangga dengan posisi bahu kiri di bawah dan menopang
tubuh . Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, TTV dalam rentang
normal RR : 20 kali per menit, Nadi 80 kali per menit, suhu : 36,5 0C, TD : 110/70
mmHg, serta saturasi oksigen 97%. Hasil pemeriksaan diagnostik, Ny. F
mngalami fraktur klavikula kiri, hasil foto polos normal, ligament retak sebagian,
sendi akromioklavikular teraba lunak dan terdapat abrasi 2 cm pada kalvikula
kiri . Saat diauskultasi secara bilateral paru-paru klien tidak ditemukan wheezing
maupun crackles. Secara garis besar hasil pemeriksaan fisik klien dalam rentang
normal.

1. Pengkajian

A. Anamnesa

1. Identitas Klien

Nama : Ny. F

Usia : 28 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Surabaya

Pendidikan terakhir : tamat S1

Pekerjaan : Dosen

Agama : Islam

46
2. Keluhan utama

Klien mengeluhkan nyeri pada bahu sebelah kiri dan tidak mampu
beraktivitas secara maksimal.

3. Riwayat penyakit

a) Riwayat Penyakit Sekarang

Klien sedang naik tangga, kemudian kaki klien tergelincir karena


lantai tangga licin mengakibatkan klien jatuh ke sebelah kiri
dengan posisi bahu di bawah. Klien masih tersadar dan mencoba
bangun sendiri namun merasakan nyeri pada bahu kanan.
Kemudian oleh suaminya langsung dibawa ke UGD RS Husada
Utama.

b) Riwayat Penyakit Dahulu

Ny. F tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan


gangguan kardiovaskuler lainnya.

c) Riwayat penyakit keluarga

Pengkajian keluarga yang dilakukan, tidak ditemukan penyakit


yang diturunkan.

B. Pemeriksaan Fisik

4. Status kesehatan

- Keadaan umum klien baik

- Tanda-tanda vital : RR : 20 kali per menit, nadi: 80 kali per menit,


suhu : 36,5 0C, TD : 110/70 mmHg

- Kesadaran : kompos mentis

5. B1 (breathing)

47
Tidak ditemukan masalah.

6. B2 (blood)

Tidak ditemukan masalah.

7. B3 (brain)

1. Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental: penampilan klien baik


dan bersih. Tingkah laku klien meringis sesekali karena nyeri.
2. Pemeriksaan saraf cranial:
1) Saraf I
Tidak ada kelainan pada klien dan tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman.
2) Saraf II
Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi
normal.
3) Saraf III, IV, VI
Tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil
isokor.
4) Saraf V
Klien tidak mengalami paralisis pada otot wajah. Selain itu,
refleks kornea tidak ada kelainan.
5) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
6) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII
Lidah simetris, tidak ada defesiasi pada satu sisi dan tidak ada
vasikulasi. Indra pengecapan normal.

48
3. Pemeriksaan refleks.
Tidak didapatkan refleks-refleks patologis.
4. Pemeriksaan sensorik
Tidak ada kelainan fungsi sensorik.

8. B4 (blader)

9. B5 (bowel)

10. B6 (bone)

Look: abrasi 2 cm pada klavikula kiri

Feel: saat dipalpasi, teraba lunak pada sendi akromioklavikular

Move: klien mengatakan sulit menggerakkan lengan yang mengalami


fraktur klavikula

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Acute pain related to physical injury agent (facture left clavicule)

2. Impaired physical mobility related to musculoskeletal impairment

3. Bathing self care deficit related to musculoskeletal impairment

4. Dressing self care deficit related to musculoskeletal impairment

3.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Acute Pain Tujuan: MANAJEMEN NYERI
related to Setelah dilakukan (KONTROL NYERI)
physical injury perawatan 2x24 jam klien 1. Kaji nyeri secara

49
agent (facture melaporkan nyeri berkurang komprehensif
left clavicule) atau hilang. meliputi lokasi,
karakteristik,
Kriteria Hasil: onset, frekuensi,
1. Nyeri terkontrol kualitas, intensitas
yang dilihat dari atau beratnya
indikator: nyeri dan faktor
1) Klien presipitasi
menuliskan 2. Observasi
gejala nyeri ekspresi klien
berkurang (skala secara non verbal
1-5) agar mengetahui
2) Klien dapat tingkat nyeri
menjelaskan 3. Kolaborasi
faktor penyebab pemberian
nyeri analgesic sesuai
3) Klien dapat saran dokter dan
mengetahui monitor respon
intervensi yang klien
dilakukan untuk 4. Kaji pengetahuan
mengurangi dan perasaan
nyeri (farmaka klien mengenai
dan non nyerinya
farmaka) 5. Kaji dampak
4) Klien nyeri terhadap
melaporkan kualitas hidup
perubahan gejala klien (ADL)
nyeri yang 6. Ajak klien untuk
terkontrol pada mengkaji faktor
tim medis yang dapat
5) Klien memperburuk
mengetehui nyeri

50
onset nyeri 7. Kontrol faktor
2. Level nyeri lingkungan yang
1) Laporan nyeri dapat
2) Durasi nyeri mempengaruhi
3) Ekspresi wajah ketidaknyamanan
klien klien
4) Tidak terjadi 8. Ajarkan teknik
diaphoresis non-farmakologi
3. TTV dalam batas (relaksasi, terapi
normal (TD: 120/0 music, distraksi,
mmHg, terapi aktifitas,
P:16-20x/menit) masase)

ANALGESIC
ADMINISTRATION
1. Menentukan
pilihan analgesic
yang akan
diberikan ke klien
(narkotik, non
narkotik, atau
NSAID) berdasar
jenis dan tingkat
nyeri

2. Impaired Tujuan : EXERCISE THERAPY


physical Klien akan menunjukkan 1. Menentukan
mobility related mobilisasi yang optimal keterbatasan
to Kriteria Hasil: pergerakan sendi
musculoskeleta 1. Penampilan yang dan pengaruh
l impairment seimbang.. terhadap fungsi
2. Melakukan 2. Beri pakaian pada

51
pergerakkan dan klien dengan
perpindahan. pakaian yang
3. Mempertahankan bersifat tidak
mobilitas optimal yang membatasi
dapat di toleransi, (longgar)
dengan karakteristik: 3. Ajarkan dan
a. 0 = mandiri penuh dorong klien
b. 1 = memerlukan melakukan
alat bantu aktivitas ROM
c. 2 = memerlukan aktif dan pasif
bantuan dari orang secara teratur
lain untuk bantuan, sesuai jadwal
pengawasan, dan yang
pengajaran. direncanakan
d. 3 = membutuhkan 4. Kolaborasi
bantuan dari orang dengan ahli terapi
lain dan alat bantu. fisik dalam
e.   4 = merencanakan
ketergantungan; dan mengemban
tidak berpartisipasi program aktivitas
dalam aktivitas. klien

3. Bathing Self Tujuan : Setelah dilakukan BATHING


Care Deficit tindakan keperawatan 1. Bantu klien
related to defisit perawatan diri: dengan alat bantu
musculoskeleta mandi teratasi mandi seperti
l impairment Kriteria Hasil: shower
1. Perawatan Diri: 2. Bantu klien
ADL : klien mampu menentukan suhu
untuk melakukan air yang nyaman
aktivitas perawatan untuk mandi
diri secara mandiri 3. Monitor

52
2. Perawatan diri- kemampuan
Mandi/Higiene: fungsional klien
klien mampu untuk saat mandi.
membersihkan
badannya secara
mandiri dan
mempertahankan
kebersihannya
secara mandiri
4. Dressing Self Tujuan : Setelah dilakukan DRESSING
Care Deficit tindakan keperawatan 1. Identifikasi area
related to defisit perawatan diri: yang klien
musculoskeleta berpakaian teratasi membutuhkan
l impairment Kriteria Hasil: bantuan dalam
1. Perawatan Diri- berpakaian
ADL : klien mampu 2. Monitor
untuk melakukan kemampuan klien
aktivitas perawatan untuk berpakaian
diri secara mandiri sendiri
2. Perawatan Diri- 3. Bantu klien
Berpakaian: klien memilih pakaian
mampu berpakaian yang bersifat
secara mandiri tidak membatasi
(longgar)
4. Berikan bantuan
hingga klien
sepenuhnya
mampu untuk
berpakaian sendiri

3.3 Asuhan keperawatan kasus

53
Kasus semu Fraktur

Tn. W (30 tahun) datang ke RSUD Malang dengan keluhan nyeri pada area
punggung kanan dan mengalami pembengkakan. Dari anamnesa Tn, W
mengatakan bahwa tiga hari yang lalu mengalami kecelakaan jatuh dari motor dan
punggugnya yang jatuh terlebih dahulu sehingga menumpu badannya. Setelah
dilakukan pemeriksaan Tn. W didiagnosa fraktur scapula.

A. Pengkajian

1. Anamnesa

a. Identitas Pasien

Nama : Tn. W Tanggal MRS: 19 Maret 2015

Alamat : Malang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 30 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Petani

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

b. Keluhan utama

Tn. W mengeluh nyeri dan mengalami pembengkakan pada punggung


kiri daerah scapula.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. W datang ke RSUD malang bersama anaknya dengan keluahan


nyeri punggung kiri dan punggung mengalami pembengkakan. Tn. W

54
mengatakan tiga hari yang lalu mengalami kecelakaan motor dan
punggungnya jatuh terlebih dahulu sehingga menjadi penumpu badan.
Selama dirumah punggung Tn. W hanya di olesi tumbukan beras sama
kencur.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Tn. W tidak pernah memiliki penyakit penyerta lainnya.

e. Pengkajian Psikospiritual

Tn. W tampak cemas dan sesekali meringis kesakitan.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-Tanda Vital

TD: 130/80 mmHg N: 96 x/menit RR: 25x/menit Suhu: 37,8 °C

b. Review of System (B1-B6)

B1 (Breath) : tidak ditemukan maslah

B2 (Blood) : tidak ditemukan masalah

B3 (Brain) : tidak ditemukan masalah

B4 (Bladder) : tidak ditemukan masalah

B5 (Bowel) : tidak ditemukan masalah

B6 (Bone) : terdapat fraktur scapula sebelah kiri dan terjadi


pembengkakan di sekitar area fraktur.

B. Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan

Ds: pasien mengatakan Fraktur scapula Nyeri


nyeri pada punggung
Diskontinuitas tulang
sebelah kiri.

55
Do: pasien tampak Cedera jaringan lunak
meringis kesakitan,
Proses inflamasi
terdapat pembengkakan
pada punggung sebelah Nyeri
kiri

P: fraktur scapula

Q: nyeri tumpul seperti


tertusuk-tusuk

R: nyeri pada daerah


punggung sebelah kiri
(scapula kiri)

S: klien mengatakan
nyerinya skala 8

T: nyeri dirasakan saat


menggerakkan
ekstremitas atas sebelah
kiri.

Ds: pasien mengatakan Fraktur Scapula Resiko Infeksi


nyeri.
Diskontinuitas tulang
Do: punggung pasien
Cedera jaringan lunak
terlihat membengkak
dan kemerahan, suhu Proses inflamasi
pasien 37,8°C
Pembengkakan

Resiko infeksi

C. Diagnosa Keperawatan

56
1. Nyeri b.d diskontinuitas jaringan

2. Resiko infeksi b.d proses inflamasi

D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

1. Nyeri b.d Tujuan: MANAJEMEN


diskontinuitas Setelah dilakukan NYERI
jaringan perawatan 1x24 jam 1. Kaji nyeri secara
klien melaporkan komprehensif
nyeri berkurang meliputi lokasi,
atau hilang. karakteristik, onset,
Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas,
1) Nyeri terkontrol intensitas atau
yang dilihat dari beratnya nyeri dan
indikator: faktor presipitasi
2) Klien 2. Observasi ekspresi
menuliskan klien secara non
gejala nyeri verbal agar
berkurang (skala mengetahui tingkat
1-5) nyeri
3) Klien dapat 3. Kolaborasi
menjelaskan pemberian
faktor penyebab analgesik sesuai
nyeri advis dokter dan
4) Klien dapat monitoring respon
mengetahui klien
intervensi yang 4. Kaji pengetahuan
dilakukan untuk dan perasaan klien
mengurangi mengenai nyerinya
nyeri (farmaka 5. Kaji dampak nyeri

57
dan non terhadap kualitas
farmaka) hidup klien (ADL)
5) Klien 6. Ajak klien untuk
melaporkan mengkaji faktor
nyeri yang yang dapat
terkontrol memperburuk nyeri
7. Kontrol faktor
lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
ketidaknyamanan
klien
8. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(relaksasi, terapi
musik, distraksi,
terapi aktifitas,
masase)
2. Resiko infeksi b.d Tujuan: Perlindungan Infeksi
Proses Inflamasi
Setelah dilakukan 1. Monitor adanya
tindakan keperawatan tanda dan gejala
selama 2x24 jam tidak infeksi sistemik
terdeteksi adanya atau local.
tanda-tanda infeksi.
2. Monitor
Kriteria Hasil: kerentanan terhadap
infeksi
1) Klien mengetahui
tanda-tanda infeksi 3. Monitor jumlah
granulocyte, WBC
2) klien mengetahui
dan hasil diferensial
mengenai risiko
infeksi 4. Batasi jumlah

58
3) klien mampu pengunjung
mengidentifikasi
5. Memilih semua
strategi untuk
pengunjung
melindungi diri
terhadap penyakit
dari infeksi
menular
4) Klien mengetahui
6. Pertahankan teknik
perilaku pemicu
aseptic pada klien
infeksi
yang beresiko
5) Klien mampu
7. Inpeksi kulit dan
mengendalikan
membrane mukosa
resiko infeksi
terhadap
kemerahan, suhu
panas, atau adanya
drainase

8. Berikan intake
nutrisi yang adekuat

9. Dorong klien untuk


mempertahankan
cairan

10. Drong klien untuk


istirahat

11. Kolaboraasi
pemberian
antibiotic

12. Berikan HE kepad


klien dan keluarga
terkain tanda dan
gejala infeksi dan

59
kapan harus
melaporkan ke
pelayanan
kesehatan.

BAB IV

60
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fraktur didefinisikan sebagai suatu kerusakan morfologi pada kontinuitas


tulang atau bagian tulang, seperti lempeng epifisis atau kartilago. Patah tulang
klavikula pada umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan tulang klavikula
adalah tulang yang terletak di bawah kulit(subcutaneous) dan tempatnya
relative di depan. Sedangkan klasifikasi fraktur clavikula dibedakan menjadi
3 kelompok, yang memiliki manifestasi seperti nyeri, pembengkakkan,
memar atau benjolan pada daerah bahu atau dada atas, bahu dan lengan terasa
lemah, mati rasa, dan kesemutan, serta mengakibatkan pergerakan pada bahu
dan lengan terasa susah. Fraktur clavicula paling sering disebabkan oleh
karena mekanisme kompressi atau penekanan, paling sering karena suatu
kekuatan yang melebihi kekuatan tulang tersebut dimana arahnya dari lateral
bahu bisa karena jatuh, kecelakaan olahraga, ataupun kecelakaan kendaraan
bermotor. Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu
dengan tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah.

4.2 Saran

Sebagai seorang perawat, sedah menjadi kewajiban untuk memberikan


tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan yang diarahkan kepada
pembentukan tingkat kenyamanan klien. Perawat harus mampu mamahami
faktor psikologis dan emosional dan terus mendukung klien dan keluarga
dalam menjalani proses penyakitnya. Melalui makalah ini diharapkan
mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
dan baik karena telah mengetahui penyebabnya serta cara pencegahan
maupun pengobatannya terhadap klien dengan Fraktur Clavicula.

DAFTAR PUSTAKA

61
Koval, Kenneth J. & Zuckerman, Joseph D. 2006. Handbook of Fractures Third
Edition. Philadelphia: Lippinccot Williams & Wilkiins

Price S.A. and Wilson L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
ProsesPenyakit (Edisi 6) Buku II.Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat R. & Jong W.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta: EGC

Chang E., John D. & Dough E.2010.Patofisiologi Aplikasi pada praktik


keperawatan. Jakarta : EGC

Kiki, tanpa tahun. Fraktur Clavicula. Tersedia di


http://www.academia.edu/9436160/FRAKTUR_CLAVICULA. Diakses pada
tanggal 18 Maret 2015. Pukul 20: 56
Kneale, J & Davis, P. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma Edisi 2. Jakarta:
ECG.

Pusponegoro, Darmawan K., dkk. 2013. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.


Tangerang: Binarupa Aksara.
Henderson, M.2002. Ilmu Bedah untuk Perawat Alih Bahasa : Dr. Andry
Hartono.Jakarta :EGC

Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskletal. Jakarta : Penerbit


Salemba Medika

Wibowo, Paryana W.2009. Anggota gerak atas. In: Anatomi Tubuh


Manusia.Bandung: Graha Ilmu Publishing

Stover, Susan M. 2012. Pdf Scapular Fracture and stress Fractures in


Racehorses. Racing Injury Prevention Program

Watson, Roger.2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat.Jakarta : EGC

Sloane, Ethel.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

Gibson, John.2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : EGC

62
Gustilo RB. Fracture dislocation of the hip In: Fractures and Dislocations.
Philadelphia: Mosby
Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik
Klinis Edisi 9.Jakarta : EGC
Suratun, 2008. Klien Gangguan sistem Muskuloskeletal:Seri Asuhan
Keperawatan .Jakarta: EGC.
Mangku G, Senapathi T.G.A, et al. 2010.Penatalaksanaan Nyeri. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta Barat : Indeks

Wiss, Donald.A. 2013. FracturesThird Edition. Philadelpia : Lippincot Williams &


Wilkins.

Zuckerman, Joseph. D, et al. 2011. Shoulder Fractures : The Practical Guide to


Management. New York: Thieme Medical Publisher

63

Anda mungkin juga menyukai