OLEH :
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan
panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
seperti suatu persepsi melalui pancaindera tanpa stimulus eksternal; persepsi
palsu. Berbeda dengan ilusi dimana pasien mengalami persepsi yang salah
terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai
sesuatu yang nyata oleh pasien.
2. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis halusinasi di antaranya:
a. Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :
Tak berbentuk ( sinar, kalipan atau pola cahaya ) atau berbentuk ( orang,
binatang atau barang lain yang dikenalnya), berwarna atau tidak
b. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
Suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik
c. Halusinasi pencium (olfaktorik) :
Mencium sesuatu bau
d. Halusinasi pengecap (gustatorik) :
Merasa/mengecap sesuatu
e. Halusinasi peraba (taktil) :
Merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak
dibawah kulitnya
f. Halusinasi kinestetik :
Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya
bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “phantom limb”).
g. Halusinasi viseral :
Perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya
h. Halusinasi hipnagogik :
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur
persepsi sensorik bekerja salah
i. Halusinasi hipnopompik :
Seperti halusinasi hipnagogik, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun sama
sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik
dalam impian yang normal.
j. Halusinasi histerik :
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
Data Subjektif
Data objektif
d. Halusinasi Peraba
Data Subjektif
Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya
Merasakan ada sesuatu di tubuhnya
Merasakan ada sesuatu di bawah kulit
Merasakan sangat panas, atau dingin
Merasakan tersengat aliran listrik
Data Objektif
e. Halusinasi Pengecap
Data Subjektif
Merasakan seperti sedang makan sesuatu
Merasakan ada yang dikunyah di mulutnya
Data Obyektif
4. Etiologi Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupaun keluarganya. Faktor
predisposisi dapat meliputi :
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkemabangan mengalami hambatan dan hubungan
intrapersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan
2. Faktor Sosiokultural
Berbagi faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarknya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimethytranferase ( DMP ).
4. Faktor Psikologis
Hubungan intrapersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
menagkibatkan stres dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas
5. Faktor Genetik Gen
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaiutu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi,
objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
5. Tahapan Halusinasi
a. Fase I (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini masuk
dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Pada fase ini
klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal
yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
b. Fase II (Conndeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam
psikotik ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman
sensori menjijihkan dan menakutan, kecemasan meningkat, melamun
dan berfikir sendiri menjadi dominan, mulai merasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tau dank lien
mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya meningkatkan
tanda-tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah, klien asyik dengn halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realita.
c. Fase III (Controlng)
Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara,
bayangan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan
tidak mampu memenuhi perintah,
d. Fase IV (Conquerng)
Conquering disebut juga fase panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang
muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang control dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain dan lingkungan.
6. Pathway
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan
ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan
di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga
bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di
berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan
fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan.
Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di
ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri
dan menyibukkan diri dalam permainan aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga pasien dan
petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian agar saran tidak
bertentangan.
8. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Kegiatan perawatan dalam melakukan pengkajian keperawatan
ini adalah dengan mengkaji klien dan keluarga klien tentang tanda gejala
sertafaktor penyebab, memfalidasi data dari klien. Sedangkan tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau
masalah klien. Data yang di kumpulan meliputi biologis, psikologis dan
spiritual.
Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, 7
emosional, intelektual, social. Untuk dapat menjaring data yang di perlukan,
umumnya di kembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis
pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi kajian meliputi :
Identitas klien, keluhan utama atau alas an masuk, factor predisposisi, factor
presipitasi, pemicu tanda dan gejala hambatan
Data pengkajian keperawatan jiwa dapat di kelompokan di kelompok
menjadi pengkajian prilaku, factor resipitasi, penilaian terhadap reseptor,
sumber koping dan kemampuan koping yang di miliki klien. Data yang
diperoleh dari pengkajian dapat pula dikelompokan menjadi dua yaitudata
subjektif dan objektif yang mana data di tememukan secara nyata di peroleh
mulai dari observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sedangkan
data subjektif merupakan data yang disampaikan secara lisan baik oleh klien
mampuan dari keluarga klien serta di peroleh melalui wawancara antara
perawat dengan klien dan keluarga.
9. Diagnose
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang
mengejeknya.
b. Klien mengatakan suara itu datang ketika sendiri di kamar.
c. Klien tampak tertawa sendiri.
d. Klien tampak mengarahkan telinganya ke suatu tempat.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Tindakan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria
sebagai berikut.
Ekspresi wajah bersahabat
Menunjukkkan rasa senang
Klien bersedia diajak berjabat tangan
Klien bersedia menyebutkan nama
Ada kontak mata
Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi
terapeutik
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu
terjadi halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat
terjadi halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol pasien mengontrol
halusinasi dengan menghardik halusinasi.
Orientasi
“ Selamat pagi ibuk! Saya perawat yang akan merawat ibuk. Saya perawat P,
Nama ibuk siapa? Senang dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan ibuk hari ini? Apa keluhan ibuk saat ini?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini
ibuk dengar, tetapi tidak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja
“ Apakah ibuk mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dilakukan
suara itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan ibuk paling
sering mendengar suara itu? Berapa kali sehari ibuk alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang ibuk rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang ibuk
lakukan saat mendengar suara itu?Apakah dengan cara itu suara itu hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara-cara unuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“Ibuk, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut, kedua, dengan cara minum obat dengan benar.
Ketiga, bercakap-cakap dengan orang lain, dan yang keempat melakukan kegiatan
terjadwal,”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya adalah saat suara-suara itu muncul, langsung ibuk bilang, pergi saya
tidak mau dengar….Saya tidak mau dengar! Kamu suara palsu! Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibuk peragakan! Nah begitu ,…
bagus!Ya bagus ibuk sudah bisa.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibuk setelah memeragakan latihan tadi ? Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silakan ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat
jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Anda memasukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana
kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik
serta guna obatnya. Mau jam berapa ? bagaimana kalau jam 12 ? Diruang makan
yaa! Sampai jumpa!”
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang
mengejeknya.
b. Klien mengatakan suara itu timbul ketika sendiri.
c. Klien tampak mengarahkan telinga ke suatu tempat.
d. Klien tampak kesal dan berbicara sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Tindakan
a. Klien mampu mengontrol halusinasi pendengaran dengan
enam benar minum obat.
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
c. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
d. Jelaskan akibat bila putus obat.
e. Jelaskan cara mendapatkan obat.
f. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis dan
kontinuitas.
Orientasi
“Baik hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang ibuk
minum”.
Kerja
“Ibuk adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah ada suara-
suara berkurang atau hilang? Minum obat sangat penting agar suara-suara yang ibuk
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam yang ibuk
minum? (perawat menyiapkan obat pasien). Ini yang warna orange (Chlorpromazine,
CPZ) gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Obat yang berwarna putih
(Typhexilpendil, THP) gunanya agar ibuk merasa rileks dan tidak kaku, sedangkan
yang berwarna merah jambu (Haloperidol, HLP) berfungsi untuk menenangkan
pikiran dan menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum 3 kali sehari, setiap
pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh dihentikan, nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, ibuk
akan kambuh dan akan sulit sembuh seperti keadaan semula. Kalau obat ibu habis ibu
bisa minta kedokter untuk mendapatkan obat lagi. Ibuk juga harus teliti saat minum
obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya ibuk harus memastikan bahwa obat
itu obat yang benar-benar punya ibuk. Jangan keliru dengan obat milik orang lain.
Baca nama kemasannya , pastikan obat diminum sesudah makan dan tepat jamnya.
Ibuk juga harus memperhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan ibuk juga
harus cukup minum 10 gelas perhari.”
Terminasi
”Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan dengan cara yang ketiga?” Bagaimana kalau dua jam lagi?
Dimana tempatnya ?”
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang
mengejeknya.
b. Klien mengatakan suara itu timbul ketika sendiri.
c. Klien tampak mengarahkan telinga ke suatu tempat.
d. Klien tampak tertawa sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Tindakan
a. Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi ke jadwal harian
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain.
c. Menganjurkan kepada klien agar memasukan kegiatan ke
jadwal kegiatan harian klien.
Orientasi
“Selamat siang ibuk, bagaimana perasaan ibuk hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkah suara-suaranya? Bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan melatih cara
ketiga untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita
akan latihan selama 20 menit. Mau dimana ? Di sini saja?”
Kerja
Terminasi
“Bagaimana perasaan ibuk setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara
yang yang ibuk pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, coba-cobalah ketiga
cara ini kalau ibuk mengalami halusinasi lagi . Bagaimana kalau kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian ibuk. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah,
nanti lakukan secara teratur sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan
kesini lagi. Bagaimana kalau kita latihan cara yang keempat, yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi? Mau di mana?
Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat siang!”
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
a. Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang
mengejeknya.
b. Klien mengatakan suara itu timbul ketika sendiri.
c. Klien masih tampak berbicara sendiri.
d. Klien masih tampak mengarahkan telinga kesuatu tempat.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Tindakan
a. Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan
4. Tindakan Keperawatan
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian.
b. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan yang mampu klien lakukan.
c. Menganjurkan klien memasukan kegiatan ke jadwal kegiatan
sehari-hari klien.
Orientasi
“Sesuai janji kita hari ini, kita akan belajar cara yang keempat untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.”
“Mau dimana kita bicara? Baik, kita duduk diruang tamu. Berapa lama kita
bicara?”
“Apa saja yang biasa ibuk lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya apa?” (terus kaji hingga didapatkan kegiatannya sampai malam)
“Wah, banyak sekali kegiatannya! Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih
kegiatan tersebut)! Bagus sekali jika ibuk bisa lakukan!”
“Kegiatan ini dapat ibuk lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul.”
Terminasi :
“Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang
telah kita bicarakan. Mau pukul berapa ? Bagaimana kalau pukul 10 pagi ? Sampai
jumpa. Selamat pagi!”
DAFTAR PUSTAKA