Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh:

Anggie Luthfia Febrianti


2019205201005

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
2021
A. Konsep Dasar Halusinasi
1) Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan presepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan atau perabaan. Menurut Muhith,
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Stuart dan Laraia (1998) membagi
halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi yang meliputi: halusinasi
penglihatan (visual), halusnasi penghidu (olfactory), halusinasi
pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi
cenesthetic, halusinasi kinesthetic dan halusinasi pendengaran
(audiotory) (Muhith, 2015).

Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah menghilangnya


kemampuan manusia dalam membedakan stimulus internal (pikiran) dan
stimulus eksternal (dunia luar).Halusinasi adalah persepsi atau
tanggapan dari pancaindera tanpa disertai stimulus eksternal (Stuart &
Laraia, 2013). Halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang pada faktanya tidak terjadi (Irwan
et al., 2021)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud halusinasi adalah


gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu dari
pancaindera tanpa disertai stimulus eksternal.

2) Jenis-jenis Halusinasi
Menurut (Pardede,2021), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditory)
Karakteristik pada halusinasi ini yaitu ditandai dengan mendengar
suara, terutama suara –suara orang, biasanya klien mendengar suara
orang yang sedangmembicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan(visual)
Karakteristik pada halusinasi ini yaitu dengan adanya stimulus
penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik pada halusinasi ini yaitu ditandai dengan adanya bau
busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti: darah, urine atau
feses.Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba(tactile)
Karakteristik pada halusinasi ini yaitu ditandai dengan adanya rasa
sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh :
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
e. Halusinasi pengecap(gustatory)
Karakteristik pada halusinasi ini yaitu ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa
seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik pada halusinasi ini yaitu ditandai dengan merasakan
fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasikinesthetic
Karakteristik pada halusinasi ini yaitu merasakan pergerakan
sementara berdiri tanpa bergerak (Mislika, 2021)
3) Fase-fase Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut
(Kusumawati, 2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotikringan. Karakteristik :
pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien :
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien :kemauan
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik :
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan. Perilaku klien, perilaku teror akibat panik, potensi bunuh
diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang (Putra, 2020).

4. Tanda dan Gejala Halusinasi


Menurut Sutejo, (2017) tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Tanda dan gejala
pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Data Obyektif
a. Bicara atau tertawa sendiri.
b. Marah- marah tanpa sebab.
c. Memalingkan muka kearah telinga seperti mendengar sesuatu.
d. Menutup telinga.
e. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
f. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h. Menutup hidung.
i. Sering meludah.
j. Muntah.
k. Menggaruk-garuk permukaan kulit.
2) Data Subyektif
a. Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
b. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c. Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
d. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster.
e. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan.
f. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses.
g. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.
h. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat
sedang sendirian.
i. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi (Yuanita,
2019).
5. Proses Terjadinya Masalah
Menurut Yosep (2016), halusinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut:
1) Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stres.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungannya sejak
bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan
tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa. Adanya stres yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akandihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetrytranferase (DMP). Akibat stres
berkepanjangan menyebabkan teraktifasinya neurotransmitter otak.
Misalnya terjadi tidak keseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penggunaan zat adiktif, hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat
demi masa depannya, klien lebih memilih kesenangan sesaat dan
lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang
luar biasa, penyalahgunaan obat, demam, kesulitan tidur.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat di
atasi merupakan penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan
menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan impuls yang
menekan merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi
di alam nyata sangat membahyakan. Klien asik dengan
halusinasinya seolah merupakan tempat memenuhi kebutuhan dan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan di
dunia nyata.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk mensucikan diri(Cressela, 2020).

6. Rentang Respon Neurobiologis


Rentang respon neurobiologis (Feri & Kusuma, 2020).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran terkadang Kelainan pikiran


menyimpang
Persepsi akurat Ilusinasi Halusinasi
Emosi konsisten Emosional berlebihan/ Tidak mampu
dengan pengalaman mengontrol emosi
kurang
Perilaku social Perilaku Ganjil Ketidakteraturan
Hubungan social Menarik Diri Isolasi sosial

1) Respon Adaptif
Respon adaptif adalah suatu respon dimana respon tersebut dapat
diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata
laindalam batas normal individu tersebut jika menghadapi suatu
masalah akan dapat menyelesaikan masalah tersebut, respon adaptif
meliputi:
a. Pikiran logis adalah pikiran yang merujuk pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang benar terkait kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang muncul
dari pengalaman.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas wajar.
e. Hubungan sosial adalah suatu proses interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
2) Respon Psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang
lain.
3) Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah suatu respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, respon
maladaptive meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan keyakinan tersebut
cenderungbertentangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang tidak benar atau
persepsi eksternal
yang tidak nyata atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang muncul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan
yang negatif mengancam (Pendengaran & Purba, n.d.)

7. Sumber Koping
Sumber koping dapat mempengaruhi seseorangketika merespon atau
menanggapi stress (Prabowo, 2014).
1) Personal ability: klien tidak mampu memecahkan masalah, terdapat
gangguan dari aktifitas fisik, klien tidak mampu berhubungan dengan
orang lain, klien tidak mengetahui penyakitnya, dan emosi yang tidak
adekuat.
2) Sosial support : hubungan klien dengan keluarga, teman, masyarakat
tidak elok, komitmen dengan jaringan sosial kurang elok.
3) Material asset : Klien tidak mampu mengelola keuangan,
misalnyaboros atau pelit, tidak mampu mengelola uang untuk berobat,
tidak memiliki tabungan, tidak memilikikekayaan/kemiskinan, dan
tidak mampu mengatasi masalah keuangan.
4) Berfikir positif : kurangnya spiritual, klien tidak memiliki motivasi,
penilaian yang tidak baik terhadap pelayanan kesehatan, dan tidak
menganggap adanya suatu gangguan.

8. Mekanisme Koping
Menurut Muhith (2015) mekanisme koping yang sering digunakan klien
dengan halusinasi meliputi:
1) Regresi :Klien menjadi malas beraktifitas sehari-hari dan tidak
mauberkerja.
2) Proyeksi :Klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri :klien sulit mempercayai orang lain dan senang
denganstimulus internalnya.
4) Keluarga mengingkari atau tidak menanggapi masalah yang terjadi
pada klien.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan
formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan
dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:
1) Identitas klien
2) Keluhan utama atau alasan masuk
3) Faktor predisposisi
4) Aspek fisik atau biologis
5) Aspek psikososial
6) Status mental
7) Kebutuhan persiapan pulang
8) Mekanisme koping
9) Masalah psikososial dan lingkungan
10) Pengetahuan
11) Aspek medik.

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua


macam sebagai berikut:
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien
dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat
kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh
perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari
hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder (Kusumo et
al., 2015)

2. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi:


Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


Sumber: (Satrio et al., 2015)
3. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

4. Intervensi
Diagnosa SP Klien SP Keluarga
Keperawatan
Gangguan SP 1: SP 1:
Persepsi sensori  Membantu pasien  Diskusikan
Halusinasi mengenal halusinasi masalaah yang
(isi, frekuensi, waktu dirasakan dalam
terjadinya, situasi merawat klien
pencetus, perasaan  Jelaskan
saat terjadi halusinasi) pengertian, tanda
 Menjelaskan cara & gejala, dan
mengontrol proses terjadinya
halusinasi: hardik, halusinasi
obat, bercakap-cakap,  Jelaskan cara
melakukan kegiatan merawat
harian. halusinasi
 Mengajarkan pasien  Latih cara
mengontrol halusinasi merawat
dengan cara halusinasi: hardik
menghardik halusinasi  Anjurkan
 Masukkan pada membantu
jadwal kegiatan untuk  Klien sesuai
latihan menghardik jadwal dan
memberi pujian
SP 2: SP 2:
 Evaluasi kegiatan  Evaluasi kegiatan
menghardik beri keluarga dalam
pujian merawat/ melatih
 Latih cara mengontrol klien menghardik,
halusinasi beri pujian
 Latih cara mengontrol  Jelaskan 6 benar
halusinasi dengan cara memberikan
obat (jelaskan 5 benar: obat
jenis, guna, dosis,  Latih cara
frekuensi, cara, memberikan/
kontinuitas minum memimbing
obat) minum obat
 Masukkan pada  Anjurkan
jadwal kegiatan untuk membantu klien
latihan menghardik sesuai jadwal dan
dan minum obat memberi pujian
SP 3: SP 3:
 Evaluasi kegiatan  Evaluasi kegiatan
harian menghardik & keluarga dalam
obat, beri pujian merawat/ melatih
 Latih cara mengintrol klien menghardik
halusinasi dengan dan dan
bercakap-cakap saat memberkan obat,
terjadi halusinasi beri pujian
 Masukkan pada  Jelaskan cara
jadwal kegiatan untuk bercakap-cakap
latihan menghardik, dan melakukan
minum obat, dan kegiatan untuk
bercakap-cakap mengontrol
halusinasi
 Latih dan sediakan
waktu bercakap-
cakap dengan
klien terutama
pada saat
halusinasi
 Anjurkan
membantu klien
sesuai jadwal dan
memberikan
pujian
SP 4: SP 4:
 Evaluasi kegiatan  Evaluasi kegiatan
harian menghardik, keluarga dala
minum obat & merawat/ melatih
bercakap-cakap beri klien menghardik,
pujian memberikan obat,
 Latih cara dan bercakap-
mengontrol cakap, beri pujian
halusinasi dengan  Jelaskan follow up
melakukan kegiatan ke RSJ/PKM,
harian (mulai 2 tanda kambuh,
kegiatan) rujukan
 Masukkan pada  Anjurkan
jadwal kegiatan membantu klien
untuk latihan sesuai jadwal dan
menghardik, minum memberikan
obat, bercakap-cakap pujian
dan kegiatan harian
Sumber: (Kusumo., dkk, 2015)

5. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari perencanaan
keperawatan yang telah di susun pada tahapperencanaan, dimana
perencanaan tersebut sesuai dengan rencana tindakan keperawatan
(Ramadani, 2021).Namun, Implementasi harus disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan.Karena pada situasi nyata seringkali
pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana.Hal ini terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakanrencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan.Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi
dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
oleh klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat juga
harus menilai diri sendiri, apakah kemampuaninterpersonal,
intelektual, tekhnikal sudah sesuai dengan tindakan yang akan
dilaksanakan,dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah
semuanya tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan(Sitinjak, n.d.)

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu tindakan yang berkelanjutan dan dilakukan
secara terus menerus dengan tujuan untuk menilai perubahan dari
tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada klien( Rianingsih,
2021).Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua jenis
yaitu: evaluasi proses atau formatif dan Evaluasi hasil atau sumatif.
Evaluasi proses atau formatifdilakukan selesai melaksanakan
tindakan.Sedangkan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus
yang telah ditentukan.

Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan gangguan


persepsi sensori halusinasi pendengaran adalah: tidak terjadinya
perilaku kekerasan, klien dapat membina hubungan saling percaya,
klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol
halusinasinya, klien mendapatkan dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasinya dan klien dapat menggunakan obat dengan
baik dan benar(Sitinjak, n.d.)

DAFTAR PUSTAKA
Cressela, U. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi Pendengaran Pada Kasus Skizofrenia Terhadap Ny. R
Di Ruang Melati Rs Jiwa Daerah Provinsi Lampung Tanggal 25-29 Maret
2019. Poltekkes Tanjungkarang.
Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu, J. F. A. P.
(2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.
Kusumo Satrio. (2015).Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Pusat Penelitian Dan
Penerbitan LP2M Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung
Mislika, M. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. N Dengan
Halusinasi Pendengaran.
Muhith, A. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa: Teori dan aplikasi. Penerbit
Andi.
Pendengaran, M. H., & Purba, Y. O. (n.d.). Studi Kasus: Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Tn. S Dengan.
PUTRA, A. S. (2020). PENERAPAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP
TINGKAT HALUSINASI PADA PASIEN HALUSINASI DENGAR DI DESA
SEI. KAPITAN KALIMANTAN TENGAH. Universitas Muhammadiyah
Semarang.
RAMADANI, T. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASEN
SKIZOFRENIA DENGAN GANGGUAN PRESEPSI SENSORI HALUSINASI
(PENGLIHATAN) DI RSJD DR. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Sitinjak, R. (n.d.). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. M Dengan
Masalah Halusinasi Pendengaran.
TIKA RIANINGSIH, T. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN. Universitas Kusuma Husada
Surakarta.
Yuanita, T. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN KLIENSKIZOFRENIA DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI HALUSINASI PENDENGARAN Di RSJD Dr. Arif
Zainudin Solo Surakarta. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Anda mungkin juga menyukai