Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Halusinasi

1. Definisi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan, atau penghiduan. Pasien

merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Damaiyanti, 2014).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang

di alami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa

stimulus yang nyata (Keliat,dkk, 2016).

Halusinasi adalah klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak

ada. Klien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara, melihat

bayangan atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan

tersebut, mencium bau tertentu padahal orang lain tidak merasakan

sensasi serupa, merasakan mengecap suatu padahal tidak sedang

memakan sesuatu, merasakan sensasi perabaan tidak ada apapun

dipermukaan kulit (Yosep, 2014).

2. Faktor Penyebab Halusinasi

Faktor penyebab halusinasi menurut Yosep (2014) adalah:

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Perkembangan

6
7

Tugas perkembangan klien yang terganggua misalnya

rendahnya kontrol dan keluarga menyebabkan klien tidak

mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri

dan lebih rentan terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural

Seseorang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi

( unwanted child ) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan

tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh pada terjadinya gangguan jiwa.

Adanya stress yang berlebihan di alami seseorang maka di

dalam tubuh akan di hasilkan suatu zat yang bersifat

halusiogenik neurokimia.

4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil

keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata dan menuju khayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh

orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil


8

studi menunjukan faktor keluarga menunjukan hubungan yang

sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Perilaku merupakan faktor presipitasi terjadinya halusinasi.

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah, kurang perhatian, tidak mau

mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan

nyata dan tidak nyata. Halusinasi sendiri dapat dilihat dari lima

dimensi :

1) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kodisi fisik,

seperti kelelahan yang luar baisa, penggunaan obat-obatan,

demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan tidur

dalam waktu yang lama.

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang

tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.

Isi dari halusinasi berupa memaksa dan menakutkan. Pasien

tidak sanggup menentang perintah tersebut, sehingga klien

berbuat sesuatu terhdap ketakutan.

3) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan


9

fungsi ego, sedangkan halusinasi itu merupakan usaha dari ego

sendiri untuk melawan impuls menekan, namun suatu hal yang

dapat menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil

seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol

semua perilaku klien.

4) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal

dan conforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi

dalam dunia nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan

halusinasinya seolah-olah ia merupakan tempat untuk

memenuhi kebutuhan interaksi sosial control diri dan harga diri

yang tidak dapat dialam nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem

kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah

halusinasi berupa ancaman, dirinya atau individu cenderung

untuk itu. Oleh karena itu aspek penting dalam melaksanakan

intevensi keperawatan klien tidak menyendiri sehingga klien

selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak

berlangsung.

5) Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan

hidup rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan

jarang berupaya spiritual untuk menyucikan diri. Saat

terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya


10

individu sering memakai takdir tetapi lemah dalam upaya

menjemput rizki. Menyalahkan orang lain dan lingkungab

yang menyebabkan takdirnya memburuk.

3. Jenis Dan Tanda Gejala Halusinasi

Jenis dan tanda gejala halusinasi menurut keliat, dkk (2016) yaitu :

a. Halusinasi pendengaran

1) Data objektif : bicara atau tertawa sendiri tanpa lawan bicara,

marah-marah tanpa sebab, mencondongkan teling kearah tertentu

dan menutup telinga.

2) Data subjektif : mendengarkan suara kegaduhan, mendengar suara

yang mengajak bercakap-cakap dan mendengarkan suara yang

menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

b. Halusinasi penglihatan

1) Data objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada

objek yang tidak jelas.

2) Data subjektif : melihat bayangan, sinar, bentuk geometris,

bentuk kartun, melihat hantu atau monster.

c. Halusinasi penghidu

1) Data objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan

tertentu, menutup hidung.

2) Data subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine,

feses dan kadang kadang bau itu menyenangkan.


11

d. Halusinasi pengecapan

1) Data objektif : sering meludah dan muntah.

2) Data subjektif : merasakan rasa seperti darah, feses, atau urine.

e. Halusinasi perabaan

1) Data objektif : menggaruk-garuk permukaan kulit.

2) Data subjektif : mengatakan ada sesuatu dipermukaan kulit,

merasa seperti tersengat listrik.

4. Fase halusinasi

Menurut Direja (2011), pathofisiologi halusinasi berkembang

melalui 4 fase , yaitu :

a. Fase Comforting

Fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada fase ini

masuk dalam golongan non psikotik. Karakteristik : klien

mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,

kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien

mulai melamun dan memikirkan hal yang menyenangkan. Perilaku

klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir

tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika

sedang asik dengan halusinasinya, dan lebih suka menyendiri.

b. Fase Comdemming

Fase comdemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi

menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik :

pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan


12

meningkat dan melamun. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak

jelas, klien tidak ingin orang lain tau. Perilaku klien : meningkatkan

tanda-tanda system saraf otonom seperti peningkatan denyut

jantung dan tekanan darah, klien asik dengan halusinasinya dan

tidak dapat membedakan realitas.

c. Fase Controlling

Fase controlling yaitu pengalaman sensori menjadi meningkat.

Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol

menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak

berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan

dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit

atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan

tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase Conquering

Fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya. Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi

mengancam, mematuhi dan memarahi klien. Klien menjadi takut,

tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara

nyata dengan orang lain di lingkungannya. Perilaku klien : perilaku

terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi,

menarik diri dan katatonik (tidak mampu merespon terhadap

perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu

orang).
13

5. Akibat halusinasi

Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri sendiri, orang

lain dan lingkungan. Faktor ini diakibatkan karena pasien berada

dibawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal

diluar kesadarannya (Prabowo, 2014).

Menurut Dermawan dan Rusdi (2013) akibat dari halusinasi, yaitu:

a. Klien mengalami intoleransi aktivitas sehingga perawatan diri klien

menjadi kurang, hal ini disebabkan oleh halusinasi telah

mempengaruhi pikiran klien ke hal yang tidak realistas sehingga

klien hanya sibuk dengan dunia non realitas dan lupan akan

keadaan realitas

b. Keputusasaan

c. Ketidakberdayaan

d. Gerakan Interaksi Sosial


14

6. Rentang respon

ADAPTIF MALADAPTIF

Pikiran Logis Pikiran kadang Kelainan pikiran

menyimpang
Persepsi akurat Ilusi Sulit merespon

emosi
Emosi konsisten Reaksi emosional Perilaku

dengan pengalaman disorganisasi


Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim Isolasi solasi
Berhubungan social Menarik diri
Gambar 2.1 Rentang respon halusinasi

(Stuart dan Laria, 2005 dalam Dermawan dan Rusdi 2013)

7. Penatalaksanaan

Menurut Stuart (2013), pengobatan harus secepat mungkin

diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah

mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang

sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal

merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan

sebagai pengawas minum obat.

a. Farmakoterapi
15

Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik atau

skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan

antipsikotik antara lain :

1) Chlorpromazine

Sediaan chlorpromazine : Tablet 25 mg, 100 mg. injeksi :

25 mg/ml dapat diberikan secara oral ataupun injeksi. Pada fase

kronis diberikan chlorpromazine 2x100 mg/sehari. Kegunaan

mengurangi hiperaktif, agresif. Efek samping dari obat tersebut

yaitu mulut kering, pandangan kabur, dan konstipasi. Sedangkan

indikasi untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, berdaya

berat dalam fungsi-fungsi mental : waham dan halusinasi.

Adapun kontra indikasi yaitu pada penyakit hati, epilepsi,

kelainan jantung, dan febris.

2) Haloperidol

Sediaan Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg. injeksi mg/ml,

dapat diberikan secara oral ataupun injeksi. Pada fase kronis

diberikan Haloperidol 2 x 0,5- 1 mg/sehari. Kegunaan dari obat

ini yaitu mengurangi halusinasi. Sedangkan efek sampingnya

dapat berupa mulut kering, pandangan kabur, pusing, konstipasi,

sedasi, hipotensi ortostatik. Adapun indikasinya yaitu tidak

mampu menilai realitas dalam fungsi kehidupan sehari-hari.


16

Kontra indikasi yaitu pada penyakit hati, epilepsi, kelainan

jantung, dan febris.

3) Triheksifenidil

Sediaan : Tablet 2 mg, diberikan secara oral. Pada fase

kronis Triheksifenidil diberikan 1-2 x 2 mg/sehari. Adapun efek

samping dari obat ini yaitu mulut kering, pusing, konstipasi,

cemas, penglihatan kabur, retensi urine, takikardi dan dilatasi

pupil. Sedangkan indikasinya yaitu segala macam penyakit

Parkinson. Kontra indikasinya dapat berupa hipersensitif

terhadap trihexypenidyl, glukoma, psikosis berat, dan obstruksi

saluran cerna.

b. Terapi kejang listrik

Elektro konvulsif terapi (ECT) adalah suatu tindakan terapi

dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada

penderita baik tonik maupun klonik.

Tujuannya adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien,

dan meningkatkan ADLs klien peroidik.

1) Indikasi

Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada

psikosa manik depresi klien skizofrenia stupor katatonik dan

gaduh gelisah katatonik.


17

2) Kontra indikasi

Peningkatan tekanan intra kranial, keguguran pada

kehamilan, gangguan kardiovaskuler, gangguan system

pernafasan.

3) Komplikasi

Diskolasi sendi, fraktur vertebra apneu, robekan otot

rahang, sakit kepala, mual, nyeri otot, amnesia.

c. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu

karena berhubungan dengan maksud mempersiapkan pasien kembali

ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong

pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat, dan dokter.

Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat

membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk

mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi

modalitas yang terdiri dari :

1) Terapi kelompok

a) Terapi group (kelompok terapeutik)

b) Terapi aktivitas kelompok

Dengan tema yaitu “Menggambar”

c) TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi

(1) Sesi 1 : mengontrol halusinasi dengan menghardik

(2) Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat


18

(3) Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

(4) Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

(5) Sesi 5 : mengevaluasi SP yanggg sudah di ajarkan

d) Terapi Lingkungan

Suasana rumak sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga.

d. Konsep Terapi Dzikir

1) Pengertian Terapi Dzikir

Terapi religius dzikir yaitu suatu perlakuan dan pengobatan yang

ditujukan kepada penyembuh suatu penyakit mental dengan

kekuatan batin atau ruhani, yang berupa ritual keagamaan bukan

pengobatan dengan farmakologi (Hasan,2012).

2) Macam-macam dzikir

(a) Dzikir anggota badan dan panca indera menggunakan panca

indera untuk keta’atan beribadah semata-mata kepada Allah

(b) Dzikir lisan adalah dengan cara membaca Al-Quran, takbir,

tahlil, tahmid, istighfar, doa wirid. Dengan suara yang dapat

di dengar oleh telinga

(c) Dzikir Qolbi adalah menghadirkan hati dengan penuh

keyakinan akan keberadaan dzat, sifat, asma, dan af’al Allah,

Dzat yang maha melihat, mendengar,maha pengetahuan dan

maha kuasa atas segalanya.

3) Tujuan dan Manfaat


19

Terapi religius yang dilakukan dengan tepat dapat berdampak

pada peningkatan kemampuan untuk mengontrol halusinasi

pendengaran, kemampuan mengontrol merupakan tindakan

keperawatan yang sangat bermanfaat untuk pasien halusinasi

karena membantu pasien agar mengontrol halusinasi (Wahyu,

2014)

4) Prosedur

(a) Diskusikan terkait masalah yang dihadapi, keluhan masalah,

dan usaha yang pernah dilakukan untuk mengatasi masalah.

(b) Penjelasan terkait dzikir (psikoedukasi)

(c) Latihan berdzikir istighfar dengan melafadzkan “

astaghfirullaahal’adzim” sebanyak 100 kali, kemudian berdoa

(d) Pemaknaan dan evaluasi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Yosep (2014), fokus pengkajian pada pasien halusinani

yaitu:

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah:

1) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggua misalnya rendahnya

kontrol dan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri


20

sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan

terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural

Seseorang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (

unwanted child ) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungannya.

3) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh pada terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berlebihan di alami seseorang maka di dalam tubuh

akan di hasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia.

4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang

tepat demi masa depannya. Klien lebih kesenangan sesaat dan lari

dari alam nyata dan menuju khayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang

tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi

menunjukan faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat

berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

1) Biologi
21

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh

otak untuk interpretasikan.

2) Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi oleh stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3) Sumber koping

Mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stress.

c. Hubungan Sosial

Tanyakan siapa orang terdekat atau orang yang berarti dalam

kehidupan klien ? bagaimana kegiatan klien di masyarakat ? apakah

klien mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang lain?

d. Status mental

1) Penampilan

Bagaimana ketetapan cara berpakaian klien, apakah rapi, cara

berpakaiannya sesuai tidak, atau cara berpakaiannya tidak seperti

biasanya ?

2) Pembicaraan

Bagaimana cara klien dalam berbicara apakah cepat, keras, gagap,

apatis, membisu, lambat, inkhoheren, atau tidak dapat memulai

pembicaraan.
22

3) Aktifitas motorik

Apakah klien Nampak gelisah, lesu, tegang, dan tremor?

4) Alam perasaan

Apakah klien tampak sedih, putus asa, gembira, dan ketakutan?

5) Interaksi selama wawancara

Apakah saat dilakukan wawancara klien terlihat kooperatif atau

tidak, mudah tersinggung, kontak mata kurang, bermusuhan

6) Persepsi

Klien mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan

stimulus nyata dan oramg lain tidak mendengarkan, kadang suara

yang didengar bisa menyenangkan tetapi kebanyakan tidak

menyenangkan, bisa juga perintah untuk melakukan sesuatu yang

berbahaya dan dapat melukai diri sendiri, orang lain, maupun

lingkungan. Biasanya terjadi pada pagi, siang, sore, dan malam

hari atau pada saat klien sedang sendiri.

7) Isi pikir

Apakah klien mempunyai waham, obsesi, atau tidak?

8) Proses pikir

Apakah proses piker klien berupa blocking, pengulangan

pembicaraan atau fight of idea?

9) Tingkat kesadaran
23

Apakah klien terlihat bingung, sedasi, stupor? Apakah klien

mengalami kebingungan dengan waktu, tempat dan orang lain?

10) Memori

Apakah klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang,

jangka pendek ataupun saat ini?

11) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Observasi kemampuan klien dalam konsentrasi dan berhitung

12) Kemampuan penilaian

Berikan pilihan tindakan sederhana, apakah klien membuat

keputusan tersendiri atau harus dibantu?

13) Daya tilik diri

Apakah klien menerima atau mengingkari penyakitnya,

menyalahkan orang lain atau penyakitnya?

2. Pohon masalah

Menurut Prabowo, 2014 pohon masalah halusinasi adalah :

Resiko perilaku kekerasan Akibat

Halusinasi
Pendengaran
24

Masalah utama

Isolasi sosial Penyebab

Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi

Keterangan:

: Menyebabkan atau memicu terjadinya masalah

: Penjelasan dari masing-masing masalah

: Masalah utama

3. Diagnosa keperawatan

Menurut Prabowo (2014), adapun diagnosa keperawataan klien

muncul dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah sebagai

berikut :

a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi

b. Isolasi Sosial

c. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan

verbal).

4. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan dengan menggunakan tujuan umum dan tujuan

khusus Prabowo (2014) :

a. Tujuan Umum

Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya.


25

b. Tujuan Khusus

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria Evaluasi :

a) Ekspresi wajah bersahabat.

b) Menunjukaan rasa senang.

c) Ada kontak mata atau mau berjabat tangan.

d) Mau menyebutkan nama.

e) Mau menyebutkan dan menjawab salam.

f) Mau duduk dan berdampingan dengan perawat.

g) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

Intervensi :

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip

komunikasi terapeutik.

a) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.

b) Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat

berkenalan.

c) Tanyakan nama lengkap dan panggilan kesukaan pasien.

d) Buat kontrak yang jelas.

e) Tunjukan sikap jujur dan menunjukan sikap empati serta

menerima apa adanya.

f) Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar

pasien.

g) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaanya.


26

h) Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian pada

ekspresi perasaan pasien.

2) Klien dapat memanfaatkan obat dengan benar

Kriteria Evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan manfaat minum obat dan kerugian

tidak minum obat

b) Klien dapat menyebutkan nama, warna, dosis, efek samping,

dan efek terapi

c) Klien mendemontrasikan penggunaan obat dengan benar

d) Klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa

konsultasi dengan dokter

Intervensi :

a) Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,

dosis, nama frekuensi, dan efek samping minum obat

b) Pantau saat klien minum obat

c) Anjurkan klien minta sendiri minum obatnya pada perawat

d) Beri reinforcement jika klien menggunakan obat dengan benar

e) Diskusikan akibat berhenti minum obat dengan benar

f) Anjurkan klien berkonsultasi dengan dokter atau perawat jika

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan

3) Klien dapat mengenal halusinasinya

Kriteria Evaluasi :
27

a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya

halusinansi

b) Klien dapat mengungkapkan perasaannya terhadap halusinasi

Intervensi :

a) Adakan kontak sering dan singkat

b) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal

dan non verbal)

c) Bantu mengenal halusinasinya

(1) Jika menemukan pasien sedang halusinasi, tanyakan

apakah ada suara/bisikan yang didengar atau melihat

bayangan tanpa wujud atau merasakan sesuatu yang tidak

ada

(2) Jika pasien menjawab iya, tanyakan apa yang sedang

dialaminya

(3) Kayakan bahwa perawat percaya pasien mengalami hal

tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya

(dengan nada bersahabat, tidak menuduh atau

menghakimi)

(4) Katakan bahwa ada pasien lain yang mengalami seperti

pasien tersebut

(5) Katakana bahwa perawat akan membantu pasien

d) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi, klarifikasi tentang

adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan pasien : isi,


28

waktu dan frekuensi halusinasi (pagi, siang, sore, malam, atau

sering, jarang), situasi dan kondisi yang memicu muncul atau

tidaknya halusinasi

e) Diskusi tentang apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi

f) Diskusikan tentang dampak yang akan dialami jika pasien

menikmati halusinasinya

4) Klien dapat mengontrol halusinasinya

Kriteria Evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan untuk

mengendalikan halusinasinya

b) Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengendalikan

halusinasinya

c) Klien dapat memilih cara dan mendemonstrasikan cara

memilih halusinasi

d) Klien melaksanakan cara yang dipilih untuk mengendalikan

halusinasinya

e) Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok

Intervensi :

a) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi

halusinasi

b) Diksusikan manfaat cara yang digunakan pasien

c) Jika cara tersebut adaptif beri pujian


29

d) Jika maladaptiv diskusikan dengan pasien kerugian cara

tersebut

e) Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol

halusinasi pasien

(1) Mengardik halusinasi : katakan pada diri sendiri bahwa ini

tidak nyata (saya tidak mau mendengar)

(2) Menemui orang lain untuk bercakap-cakap jika

halusinasinya datang

(3) Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari

yang telah disusun

(4) Memberikan pendidikan kesehatan penggunaan obat untuk

mengendalkan halusinasinya

f) Bantu pasien untuk memilih cara yang sudah dianjurkan dan

latih untuk mencobanya

g) Pantau pelaksanaan dan latih tindakan yang telah dipilih dan

dilatih, jika berhasil beri pujian

h) Libatkan pasien dalam TAK : stimulus persepsi

5) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol

halusinasinya

Kriteria Evaluasi :

a) Keluarga pasien menyatakan setuju untuk mengikuti

pertemuan dengan perawat


30

b) Keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses

terjadinya dan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya

Intervensi :

a) Buat kontrak pertemuan dengan keluarga (waktu, tempat,

topik)

b) Diskusikan dengan keluarga :

(1) Pengertian halusinasi

(2) Tanda dan gejala

(3) Proses terjadinya

(4) Cara yang bisa dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk

memutuskan halusinasinya

(5) Obat-obatan halusinasi

(6) Cara merawat pasien halusinasi dirumah

(7) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat

bantuan

c) Beri reinforcement posistif atas keterlibatan keluarga

5. Strategi pelaksanaan

Rencana keperawatan dengan menggunakan Yosep dan Sutini (2016) :

a. Klien

1) SP I P

a) Mengidentifikasi halusinasi klien : jenis, isi, frekuensi, waktu,

situasi, pencetus, perasaaan dan respon.


31

b) Jelaskan cara mengontrol halusinasi : menghardik, minum

obat, bercakap-cakap, dan melakukan aktivitas.

c) Mengajarkan klien cara mengontrol halusinasi dengan

menghardik.

d) Menganjurkan klien memasukan cara menghardik halusinasi

dalam jadwal kegiatan harian.

2) SP II P

a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

b) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan minum obat

secara teratur.

c) Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

3) SP III P

a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

b) Melatih klien cara mengendalikan halusinasi dengan cara

bercakap-cakap.

c) Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

4) SP IV P

a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

b) Mengajarkan klien cara mengontrol halusinasi dengan cara

melakukan aktifitas kegiatan harian

c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian

5) SP V P
32

a) Mengevaluasi kegiatan sebelumnya

b) Meminta klien mengulangi mengontrol halusinasi menghardik,

minum obat, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan harian

b. Keluarga

1) SP I K

a) Mendiskusikan masalah yang disarankan keluarga dalam

merawat pasien

b) Menjelakan pengertian, tanda gejala jenis halusinasi yang

dialami pasien beserta beserta proses terjadinya

c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

2) SP II K

a) Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien dengan

halusinasi

b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada

pasien halusinasi

3) SP III K

a) Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah

termasuk minum obat

b) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

Anda mungkin juga menyukai