oleh :
Riza Aminiyah
NIM 212311101014
i
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 212311101014
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul.................................................................................................i
Lembar Pengesahan............................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................iii
BAB I. Konsep Teori..........................................................................................1
1.1 Review Anatomi....................................................................................1
1.2 Definisi..................................................................................................4
1.3 Epidemiologi.........................................................................................4
1.4 Etiologi..................................................................................................5
1.5 Klasifikasi..............................................................................................5
1.6 Patofisiologi..........................................................................................7
1.7 Manifestasi klinik..................................................................................8
1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................9
1.9 Penatalaksanaan....................................................................................9
BAB 2. Clinical Pathway....................................................................................14
BAB 3. Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................15
3.1 Pengkajian.............................................................................................15
3.2 Diagnosa................................................................................................19
3.3 Intervensi...............................................................................................20
3.4 Evaluasi.................................................................................................25
3.5 Discharge Planning...............................................................................25
Daftar Pustaka.....................................................................................................26
iii
1
3. Humerus
Humerus adalah tulang yang terbesar pada bagian ektermitas atas.
Tulang ini merupakan tulang yang berbentuk panjang. Tulang ini
berartikulasi dengan fosa gleinoidalis os. Scapula pada superior
melewati sendi humeroscapular dan berartikulasi dengan tulang radis
dan ulna pada inferior dengan sendi siku. Tulang ini dapat bergerak
bebas pada sendi bahu, dan bergerak terbatas pada sendi siku. Sendi
humeoscapular adalah sendi sinoval semacam sendi putar. Tingkat
pembatasan pada gerak sendi disini tergantung pada otot-otot yang ada
disekitarnya, sedangkan kelonggaran ligamen berupa kapsul
memberikan kelonggaran gerak ke semua arah.
5. Ulna
Ulna adalah salah satu tulang penyusun lngan bawah yang berada di
medial tulang dari tulang radius. Tulang ini memiliki ukuran yang
lebih besar dan panjang dari tulang radius
6. Carpus
Tersusun dari 8 tulang ireguler yang tersusun atas 2 baris. Bagian
proksimal akan berartikulasi pada bagian tulang radius dan bagian
distal berartikulasi dengan tulang metacarpal.
7. Metacarpal dan Phalang
Metacarpal atau tulang telapak tangan terdiri dari 5 buah sesuai dengan
5 jari. Phalang atau tulang jari terdiri dari 3 ruas dimana setiap ruas
dihubungkan oleh sendi jari.
tulang, tulang rawan, ligamen serta tendon atau struktur otot. Beberaa
tingkat kerusakan jaringan di sekitar dislokasi bahu anterior yaitu lesi
bankart yang ditandai dengan kerusakan pada bagian anteroinferior
labrum glenoid (fibrokartilago) tepi yang memperdalam soket sendi dan
kapsul yang mengelilingi bersama. Lesi Hill-Sachs, yang melibatkan
fraktur kompresi kepala humerus, serta kerusakannya tulang rawan di
atasnya (Braun dan McRobert, 2019).
2. Dislokasi Bahu Posterior
Dislokasi bahu posterior dapat terjadi karena adanya gaya aksial atau gaya
beban yang diterapkan atau diberikan pada ekstremitas atas ketika dalam
posisi rotasi internal, adduksi, dan elevasi ke depan. Selain itu, kontraksi
otot yang intens sekunder akibat sengatan listrik atau terapi kejut
elektrokonvulsif dapat menyebabkan dislokasi glenohumeral atau
dislokasi bahu posterior (Paparoidamis dkk., 2021)
Tanda-tanda klinis khas dari dislokasi bahu posterior: penonjolan
punggung kepala humerus dan coracoid menonjol, rotasi eksternal pada
bahu terbatas atau bahkan tidak bisa, atau rotasi internal tetap dan abduksi
terbatas di bawah 90 derajat (Guehring dkk., 2017)
Dislokasi posterior biasanya dapat menyebabkan lesi tulang (fraktur
impresi kaput humerus anterior atau dikenal sebagai "lesi Hill-Sachs
reverse") dan cedera lain seperti lesi labrum posterior, atau fraktur tepi
glenoid posterior (Guehring dkk., 2017)
3. Dislokasi Bahu Inferior
Dislokasi bahu inferior adalah bentuk dislokasi bahu yang paling tidak
umum. Kondisi ini juga disebut luxatio erecta karena lengan tampak
dipegang secara permanen ke atas, dalam abduksi tetap (Hamdi dkk.,
2018). Dislokasi bahu inferior ini menjadi kasus yang langka yang hanya
ditemukan sekitar 0,5% dari kasus dislokasi bahu yang ada. Pasien yang
datang biasanya posisi tangan tegak ke atas diletakkan di kepala atau di
dekatnya. Dislokasi bahu inferior disebabkan oleh hiperabduksi lengan
kuat secara tiba-tiba, adanya pembebanan langsung pada lengan yang
sepenuhnya diabduksi, kaput humerus terdorong ke arah akromion akibat
7
4. Jika ada orang yang terampil atau jika perawatan medis definitif jauh,
reduksi dislokasi dini dapat sangat memperbaiki ketidaknyamanan pasien
dan memungkinkan pasien untuk berfungsi lebih aktif selama evakuasi.
a. Elemen kuncinya adalah inisiasi cepat karena semakin lama bahu
terkilir, semakin sulit reduksi akhirnya.
b. Secara umum metode reduksi bahu adalah sebagai berikut: relaksasi
kejang otot, jaminan pasien, dan metode traksi untuk melewati kepala
humerus melewati tepi anterior glenoid.
c. Dalam beberapa pengaturan jarak jauh, mungkin lebih mudah untuk
menerapkan metode reduksi bahu yang dapat dilakukan dengan pasien
berdiri atau duduk. Ini membutuhkan akses ke area yang datar dan
nyaman untuk menempatkan pasien dalam posisi terlentang atau
tengkurap.
5. Setelah reduksi bahu, ingatlah untuk memantau sirkulasi dan fungsi
sensorik motorik pergelangan tangan.
6. Premedikasi narkotik atau benzodiazepin dapat membantu jika kejang otot
telah berkembang.
7. Jika bahu tidak dapat diturunkan setelah tiga kali usaha keras, atur
evakuasi. Untuk reduksi bahu yang sulit, pertimbangkan pemberian 15
sampai 20 mL anestesi lokal ke dalam sendi bahu. Suntikan ini hanya
boleh dicoba dengan cara yang steril oleh seseorang yang ahli dalam
injeksi bahu.
8. Setelah relokasi, untuk mencegah dislokasi berulang, balut lengan pasien
di dada dengan selempang atau sling atau dengan menjepit kedua lengan di
dada.
Adapun beberapa tekhnik reduksi menurut Auerbach dkk. (2019) yaitu:
1. Metode Berdiri
a. Minta pasien membungkuk ke depan setara dengan pinggang,
kemudian anda menopang dada pasien dengan satu tangan dan tangan
yang lain memegang pergelangan tangan pasien dan lakukan traksi ke
bawah yang stabil dan rotasi eksternal.
11
1.9.2 Immobilisasi
Imobilisasi selama kurang lebih satu minggu setelah terjadinya
dislokasi bahu tidak meningkatkan resiko kekambuhan. Imobilisasi
rotasi eksternal juga dapat menurunkan tingkat kekambuhan dislokasi
bahu, namun imobilisasi rotasi eksterna harus dipertimbangkan secara
matang, dan pasien harus benar benar patuh serta siap bahwa dengan
dilakukannya imobilisasi rotasi eksterna akan mengganggu kegiatan
pasien sehari-hari (Hasebroock dkk., 2019).
1.9.3 Penatalaksanaan Bedah
Bedah artroskopi memberikan mobilitas bahu yang lebih baik dan
lebih cepat untuk proses penyembuhan . Perbaikan bedah merupakan
pilihan yang menarik bagi pasien berisiko tinggi yang mengalami
dislokasi bahu anterior traumatis dengan usia 21–30 tahun, dan yang
berpartisipasi dalam olahraga berisiko tinggi. Untuk lesi Bankart,
perbaikan bedah telah menunjukkan keberhasilan yang tinggi dalam
mencegah dislokasi berulang dengan morbiditas bedah rendah dan
terbukti lebih unggul daripada imobilisasi konservatif (Hasebroock
dkk., 2019).
Prosedur Latarjet melibatkan transplantasi proses coracoid ke leher
skapula untuk mengobati berulang dislokasi dan telah menunjukkan
jangka panjang yang sangat baik hasil klinis dan kembali ke tingkat
olahraga. Ketidakstabilan berulang dalam prosedur ini dilaporkan
serendah 0 - 5,4% (Hasebroock dkk., 2019).
1.9.4. Penatalaksanaan Farmakologi
a Pemberian analsik untuk mengurangi nyeri otot, sendi, nyeri kepala,
nyeri pinggang. Dosis : sesudah makan dengan dosis 3 x 1 kapsul
untuk dewasa.
b Bimastan digunakan untuk mengurangi nyering ringan atau sedang.
Dosis : untuk dewasa 500 mg di awal kemudian 250 mg tiap 6 jam.
(Suriya dan Zuriati, 2019).
14
Jatuh Cedera Olahraga Kecelakaan bermotor Adanya tekanan yang berlebihan pada bahu
Persepsi Nyeri
Nyeri akut
15
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Agama,
Pekerjaan, Alamat, No. RM, status Perkawinan, Tanggal MRS
2. Riwayat kesehatan
a. Diagnosa Medik: Dislokasi Bahu
b. Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien biasana nyeri hebat dan
ketidakmampuan menggerakkan lengan atas
c. Riwayat penyakit sekarang
Dislokasi bahu sering terjadi diakibatkan oleh adanya cedera, jatuh,
kecelakaan bermotor, maupun tekanan yang hebat pada bahu saat bahu
pada posisi hiperabduksi lengan kuat secara tiba-tiba, atau ketika jatuh
atau cedera bertumpu pada tangan dapat menyebabkan dislokasi sendi
bahu. Dislokasi sendi bahu ditandai dengan adanya penonjolan
punggung kepala humerus dan coracoid menonjol untuk dislokasi bahu
posterior, sedangkan untuk dislokasi bahu anterior ditandai dengan
adanya cekungan tepat dibawah acromion.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat dislokasi bahu sebelumnya juga dapat menyebabkan
dislokasi bahu berulang. Dislokasi bahu juga beresiko besar terjadi pada
atlit, dan orang yang sebelumnya telah mengalami dislokasi bahu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya anggota keluarga atau lingkungan yang mengalami
penyakit RA maupun OA
3. Pengkajian Keperawatan
5) Jantung
Bagaimana frekuensi iramanya jantung, Adakah bunyi tambahan,
Adakah bradicardi atau tachycardia, adanya ictus cordis
6) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen,
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, Adakah pembesaran lien
dan hepar, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Kulit
Kaji warna kulit khususnya pada ekstermitas yang mengalami cidera,
kaji apakah ada tanda-tanda kulit berwarna pucat, atau adanya lesi atau
kerusakan jaringan kulit maupun adanya perdarahan pada lokasi
cidera.
8) Ekstremitas
Kaji adanya edema pada bagian ekstermitas, kaji kekuatan otot
pada klien dengan dislokasi bahu. Biasanya pada klien dengan dislokasi
bahu akan mengalami kelemahan otot dan keterbatasan rentang gerak
serta nyeri pada bagian ektermitas yang cedera. Saat dilakukan
perabaan adanya penonjolan punggung kepala humerus dan coracoid
menonjol untuk dislokasi bahu posterior, sedangkan untuk dislokasi
bahu anterior ditandai dengan adanya cekungan tepat dibawah
acromion.
9) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi, Poliuri, retensio
urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X (Rontgen)
Pemeriksaan sinar X adalah pemeriksaan non invasive untuk menegakkan
diagnosa, pada pasien dislokasi bahu akan terlihat pergeseran dari
mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna putih.
19
2. CT Scan
CT scan merupakan pemeriksaan sinar X yang lebih modern dengan
menggunakan komputer, sehingga didapatkan hasil yang lebih baik dan
detail serta dapat dibuat dalam bentuk 3 dimensi. Pada pasien dengan
dislokasi ditemukan gambaran 3 dimensi dimana sendi tidak berada di
tempatnya.
3. MRI
MRI adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio sehingga hasil yang didapatkan yaitu gambaran tubuh
terutama jaringan lunak dan gambar lebih detail. Pada pemeriksaan MRI
hasil pada pasien dengan dislokasi yaitu tulang tidak berada atau bergeser
dari mangkuk sendi.
3.2 Diagnosa
1. Nyeri Akut (D.0077) b.d Agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, sulit tidur
2. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) b.d kerusakan integritas struktur
tulang d.d mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas, nyeri saat bergerak,
merasa cemas saat bergerak, enggak melakukan pergerakan, sendi kaku,
gerakan terbatas
3. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d penurunan aliran arteri dan atau
vena d.d pengisian kapiler lebih dari 3 detik, nadi perifer menurun dan
tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, nyeri ekstermitas,
edema
4. Gangguan Citra Tubuh (D.0083) b.d perubahan struktur/bentuk tubuh d.d
fungsi struktur tubuh berubah, mengungkapkan perasaan negative tentang
perubahan tubuh, mengungkapkan perubahan gaya hidup
20
3.3 Intervensi
3 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I. 02079)
(D.0009) selama 3x24 jam diharapkan perfusi Observasi:
perifer tidak efektif pada klien berkurang 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer, edema,
dengan kriteria hasil : pengisian kapiler, warna)
23
3.4 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan yang dilakukan dengan
membandingkan mengenai kesehatan klien setelah dilakukan asuhan
keperawatan dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi
klien. Evaluasi ini dilakukan secara berkesinambungan dengan menyertakan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan adalah
bagian terakhir dari proses asuhan keperawatan yang bertujuan untuk
menentukan apakah tujuan dari tindakan keperawatan telah tercapai atau
perlu ada tindakan lainnya.
Cara melakukan evaluasi yaitu:
1. menentukan standart pertanyaan untuk menilai hasil dari tindakan
keperawatan
2. Mengumpulkan data yang terbaru dari klien
3. Menganalisis data baru yang telah diperoleh
4. Membandingkan data baru dengan standart yang berlaku
5. membuat rangkuman hasil yang kemudian disimpulkan
6. Melakukan tindakan sesuai dengan hasil yang telah disimpulkan
(Dinarti dan Mulyanti, 2017).
3.5 Discharge Planning
Discharge planning merupakan tindakan yang dilakukan dimulai pada saat
pasien masuk dengan memberikan asuhan keperawatan dan pengkajian sesuai
dengan kebutuhan klien. Discharge planning juga meliputi perancanaan atau
tindakan klien ketika pulang juga harus direncanakan dan dilaksanakan
dikarenakan hal tersebut akan berpengaruh pada peningkatan angka kejadian
resiko kekambuhan dan masuknya kembali pasien untuk dirawat. Discharge
planning dilaksanakan ketika awal masuk pasien untuk dirawat. Discharge
planning yang baik adalah discharge planning yang dilakukan secara
berkelanjutan guna mendapat data terbaru klien dikarenakan kebutuhan klien
yang sering berubah ubah (Agustin, 2017).
26
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, R. dan H. Akbarnia. 2021. Shoulder Dislocations Overview.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459125/
Suriya, M. dan Zuriati. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi NANDA NIC & NOC.
Padang: Pustaka Galeri Mandiri.
Yusni. 2019. Cedera Olahrag. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.