ANAK
oleh
Kelompok 7 / Kelas A
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
i
ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATIC HEART DISEASE PADA
ANAK
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah Keperawatan Anak
yang berjudul “asuhan keperawatan rheumatic heart disease pada anak“ sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Pembuatan makalah ini sebagai salah satu tugas kami dalam menempuh
pembelajaran di semester ini. Didalam pengerjaan makalah ini telah melibatkan
banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, kami
sampaikan rasa terima kasih kepada :
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................ i
HALAMAN COVER ....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 1
1.3 Manfaat .............................................................................................. 2
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung reumatik atau Reumatic Heart Disease adalah salah satu
komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik. Penyakit ini
merupakan kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katip
jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup pada jantung
tersebut rusak dikarenakan proses perjalanan penyakit yang diawali dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus Beta
hemoliticus tipe A (Jumiarni,2006)
Reumatic heart disease (RHD) terdapat diseluruh dunia. Lebih dari
100.000 kasus baru demam rheumatic didiagnosa setiap tahunnya, khususnya
pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Prevalnsi penyakit jantung rematik di
Indonesia cukup tinggi. Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung
rematik di negara-negara asia : Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah,
fillipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000
anak usia sekolah dan di india 51 kasus per 1000 anak usia sekolah. Dari data
8 Rumah Sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-
rata 3,44% dari seluruh jumlah penderita yang dirawat. Secara Nasional
mortilitas akibat RHD cukup tinngi dan ini merupakan penyebab kematian
utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun (WHO,2018)
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pengertian rheumatic heart disease
b. Mengatahui klasifikasi rheumatic heart disease
c. Mengetahui etiologi rheumatic heart disease
d. Mengetahui patofisiologi rheumatic heart disease
e. Mengetahui manifestasi klinis rheumatic heart disease
f. Mengetahui pathway rheumatic heart disease
g. Mengetahui asuhan keperawatan rheumatic heart disease
2
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembanding
dalam pembuatan tugas yang sama.
1.3.2 Tenaga Kesehatan
Makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan
asuhan keperawatan pada kasus yang sama .
1.3.3 Instansi
Agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Jantung Reumatik atau biasa disebut dengan Rheumatic Heart
Disease merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak. Penyakit ini
merupakan kelainan katup jantung terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang menenai katup tricuspid dan tidak pernah ditemukan
menyerang katup pulmonal, akibat dari demam reumatik akut sebelumnya.
Penyakit ini disebabkan respon imunologi akibat dari bakteri Streptococcus
pyogenes yang dapat mengakibatkan munculnya jaringan parut serta terjadi
penebalan pada katup jantung. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan
stenosis. Keadaan Penyakit jantung kronis ini akan berakibat pada Gagal
Jantung Kongestif, stroke dan Aritmia (Auckland K dkk, 2019).
2.2 Klasifikasi
Perjalnan klinia penyakit demam reumatik/penyakit jantung dibagi
menjadi 4 stadium menurut Ngastiyah
1. Stadium 1
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Stretococcus
Hemolyticus Grup A.
Keluhan : demam, batuk, rasah sakit waktu menelan, diare, peradangan
pada tonsil yang disertai eksudat
2. Stadium 2
Periode ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik. Periode ini
biasanya berlangsung selama 1-3 minggu, kecuali korea yang timbul
beberapa minggu bahkan berbulan-bulan.
3. Stadium 3
Stadium ini merupakan fase demam reumatik, pada saat ini terjadi
timbulnya berbagai menifesttasi klinis demam reumatik/penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat diolongkan dalam
gejala peradangan umum dan spesifik RHD
4
4. Stadium 4
Stadium akhir ini merupakan stadium inaktif. Pada stadium ini
penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung/penderita penyakit
jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukan gejala apa-
apa .
2.3 Patofisiologis
Streptococcus Pyogenes grup A dapat menyebabkan penyakit supuratif
seperti Faringitis, pneumonia, dan seperti penyakit non supuratif misalnya
demam rematik. Setelah masa inkubasi 2-4 hari, Streptococcus akan
menghasilkan inflamasi akut pada faring selama 3-5 hari yang ditandai
dengan demam, nyeri tenggorokan, malaise. Pada hari ke 4 gejala faringitis
akan menghilang, penderita tetap terinfeksi selama berminggu-minggu
menjadi reservoir infeksi bagi orang lain. Media transmisi penyakit ini bisa
melalui kontak langsung peroral atau melalui sekret pernapasan. Lebih dari
60% penyakit Rheumatic Fever akan berkembanga menjadi rheumatic heart
disease ditandai dengan kerusakan pada katup jantung sehingga muncul
regurgitasi. Ketika kejadian ini berulang maka akan berakibat pada penebalan
pada katup, pembentukan jaringan parut dan akan menjadi stenosis (Cassinat
J.J dkk, 2019)
Untuk manifiestasi klinis menggunakan kriteria Jones yang pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian dimodifikasi beberapa kali.
Kriteria ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestasi mayor
dan minor.
a. Manifiestasi Mayor
1. Karditis
Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering
terjadi setelah poli artritis. Karditis meliputi endokarditis, miokarditis
dan perikarditis. Pada stadium lanjut, pasien mungkin mengalami
dipsnea ringan-sedang, rasa tak nyaman di dada atau nyeri pada dada
pleuritik, edema, batuk dan ortopnea. Pada pemeriksaan fisik, karditis
paling sering ditandai dengan takikardia yang tidak sesuai dengan
tingginya demam (Essop, 2009).
5
2. Poliartritis
Poliartritis merupakan manifestasi yang paling sering terjadi pada
sekitar 70% pasien. Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi
Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi aktif
ditandai dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi. Sendi
yang paling sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti sendi lutut,
pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Gejala ini bersifat
asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis migrans) (Essop, 2009).
3. Chorea Syndenham
Chorea sydenham terjadi pada 13-14% pada kasus dan dua kali lebih
sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni beberapa
bulan setelah infeksi Streptococcus (mungkin 6 bulan). Manifestasi ini
mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat,
ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak. Periode laten dari chorea ini
cukup lama, sekitar tiga minggu sampai tiga. Gejala awal biasanya emosi
yang lebih labil dan iritabilitas. Kemudian diikuti dengan gerakan yang
tidak disengaja, tidak bertujuan, dan inkoordinasi muskular. Semua
bagian otot dapat terkena, namun otot ekstremitas dan wajah adalah yang
paling mencolok (Essop, 2009).
4. Nodul Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus
terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari,
lutut, dan persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian
oksipital dan di atas kolumna vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna
terang keras, tidak nyeri, tidak gatal, mobile, dengan diameter 0,2-2 cm
(Carapetis, 2010).
5. Eritme Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam yang terjadi kurang dari 10%
kasus. Ruam berbentuk anular berwarna kemerahan yang kemudian
ditengahnya memudar pucat, dan tepinya berwarna merah berkelok-kelok
seperti ular. Umumnya ditemukan di tubuh (dada atau punggung) dan
ekstremitas (Rilantono, 2013).
6
b. Manifiestasi Minor
Klinis :
1. artralgia: nyeri sendi tanpa merah dan bengkak
2. demam tinggi (>390 C)
Laboratorium
1. peningkatan penanda peradangan yaitu erythrocyte sedimentation
rate (ESR) atau C Reactive Protein (CRP)
2. pemanjangan interval PR pada EKG
Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam
waktu 2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri sendi
tanpa disertai tanda-tanda objektif (misalnya bengkak, merah, hangat) juga
sering dijumpai. Artralgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar.
Penanda peradangan akut pada pemeriksaan darah umumnya tidak
spesifik, yaitu LED dan CRP umumnya meningkat pada rheumatic fever.
Pemeriksaan dapat digunakan untuk menilai perkembangan penyakit
(Essop, 2009).
b. Profilaksis Sekunder
Rheumatic fever sekunder berhubungan dengan perburukan atau
munculnya rheumatic heart disease. Pencegahan terhadap infeksi
8
b. Non Farmakologi
1) Tirah Baring
Untuk terapi tirah baring dilakukan berdasarkan tingkat kearahan
penyakit yang dialami. Jika penyakit sudah tergolong berat yang artinya
disertai kardiomegali maka tirah baring dapat dilaksanakan selama kurang
lebih 2-4 bulan atau selama masih terdapat gagal jantung kongestif. Jika
artitris maka waktu tirah baring sekitar 1-2 minggu. Untuk karditis
minimal kurang lebih 2-4 minggu dan karditis sedang kurang lebih 4-6
minggu (Julius, 2016).
2) Terai operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus mengalami
perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif untuk
penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi defisiensi
katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Pasien yang simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau mengalami
gangguan katup yang berat, juga memerlukan tindakan intervensi (Chin,
2014):
a. Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang ideal, dapat
dilakukan ballon mitral valvuloplasty (BMV). Bila BMV tak
memungkinkan, perlu dilakukan operasi.
b. Regurgitasi Mitral: Rheumatic fever dengan regurgitasi mitral akut
(mungkin akibat ruptur khordae)/kronik yang berat dengan rheumatic
heart disease yang tak teratasi dengan obat, perlu segera dioperasi untuk
reparasi atau penggantian katup.
c. Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat langka.
Intervensi dengan balon biasanya kurang berhasil, sehingga operasi
lebih banyak dikerjakan.
d. Regurgitasi Aortik: regurgitasi katup aorta yang berdiri sendiri atau
kombinasi dengan lesi lain, biasanya ditangani dengan penggantian
katup.
(Chin, 2014)
11
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2. Pola Eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan.
Karakteristik tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau,
berat jenis. Selain itu gangguan BAK dan BAB perlu
diperhatikan.
3. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum klien terjangkit penyakit RHD, kebanyakan
memiliki aktivitas fisik yang normal. Setelah klien menderita
RHD mengalami ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari-hari dikarenakan mmengalami dyspnea. Bahkan ketika
tingkat RHD sudah parah maka saat beristirahat pun klien bisa
mengalami dyspnea.
4. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan RHD kemungkinan akan terganggu saat
istirahat karena adanya dyspnea dan mengalami gangguan
tidur.
5. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan RHD biasanya
masih tetap sadar tetapi pada saat ditanya mungkin sedikit
lama menjawab dikarenakan sesak yang dirasakan.
6. Pola persepsi diri dan konsep diri
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri,
dan peran masing-masing individu. Pada klien dengan RHD
gambaran diri dan harga diri mungkin terganggu karena
mudah letih saat beraktivitas.
7. Pola peran dan hubungan
Kebanyakan klien dengan RHD memiliki pola hubungan
yang baik. Orang tua pun akan lebih cenderung
memperhatikan aktivitas anaknya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Pada klien RHD tidak mengalami gangguan pada seksual
reproduksinya.
14
9. Pola koping
Manajemen koping setiap individu berbeda-beda
tergantung dari berbagai faktor. Pada klien dengan RHD
relatif yang mungkin perlu ditanggulangi mengenai masalah
masalah ansietas karena perubahan status kesehatan.
10. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan ini pada penderita RHD
berkaitan dengan klien percaya ia dapat sembuh atau tidak
dan ia mampu melakukan semua tindakan untuk kesembuhan
dirinya.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan Sebagai
indikator untuk menentukan pemberian obat.
a) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan bronkomalasia juga sama dengan
klien lainnya pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi,
tekanan darah, pola pernapasan, dan suhu tubuh. Tanda-tanda
vital pada klien dengan RHD biasanya pada pemeriksaan
pernapasan mengalami napas yang cepat dan meningkat dan
mengalami taqikardi. Selain itu suhu tubuh penderita RHD
juga mengalami kenaikan bisa sampai 39˚C akibat inflamasi
akibat infeksi.
2) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, tidak ada perubahan distribusi
rambut, dan kulit kepala berminyak.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal dibagian kepala.
15
b) Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus
(mata menonjol), anemis (+), kesulitan memfokuskan
mata, dan hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal pada kedua mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa lembab, bibir normal, tidak terdapat
karang gigi, dan lidah klien bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
g) Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara
umum bentuk dada tidak ada masalah, pergerakan nafas
cepat, terdapat bunyi perkusi redup pada area jantung.
bunyi jantung ketiga (S3) gallop, ronki basah halus di
basal paru, karena aliran udara yang melewati alveolus
yang edematosa. Terkadang terlihat ruam berbentuk anular
berwarna kemerahan yang kemudian ditengahnya
memudar pucat, dan tepinya berwarna merah berkelok-
kelok seperti ular pada area dada atau punggung. Apabila
kondisi sudah parah tak jarang juga akan ditemui
kardiomegali.
16
h) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk
perut, dinding perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan
serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal,
kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah
anus, rectum, dan genitalia. Pada klien dengan RHD tidak
ditemukan Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
i. Ekstremitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya
rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya
pada klien dengan memiliki pembengkakan pada
ekstremitas bawah, serta disertai oleh nyeri ada area sendi
akibat dari infeksi Streptococus.
i) Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan
warna kulit normal, warna kuku normal serta CRT < 2
detik.. Namun apabila terjadi pendarahan maka warna
kulit dan kuku akan pucat, serta CRT > 2 detik.
j) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi lokal . Pada klien
dengan RHD pengkajian pada keadaan lokal yaitu di
daerah dada. Pada penderita RHD apabila dilakukan
serangkaian tes maka akan didapati pola pernapasan yang
cepat karena diyspnea, suhu badan tinggi, nyeri
tenggorokan, nyeri sendi, dan adanya edema pada
ekstermitas inferior.
2. Senin, 09 Domain 11. NOC: (0802) Perawatan Demam: Manajemen .1. untuk
September Keamanan/perlindunga Setelah dilakukan tindakan gejala dan kondisi terkait yang mengetahui adanya
2019 n keperawatan selama 1x24 berhubungan dengan peningkatan peningkatan atau
Kelas 6. Termoregulasi jam diharapkan Tanda- suhu tubuh dimediasi oleh pirogen penurunan suhu
(00007) tanda vital pasien dapat endogen 2. demam pada
Hipertermia dipertahankan pada poin 2 1. Pantau suhu dan tanda-tanda RHD diakibatkan
Definisi: Suhu inti tubuh dan ditingkatkan pada poin vital lainnya oleh inflamasi yang
di atas kisaran normal di 4 dengan indikator : 2. Beri obat atau cairan IV (misal disebabkan bakteri
urnal karena kegagalan 1. Suhu tubuh antibakteri) oleh karena itu obat
termoregulasi. 3. Fasilitasi istirahat, terapkan anti bakteri
pembatasan aktivitas jika diperlukan untuk
diperlukan membunuh bakteri
4. Pantau komplikasi-komplikasi penyebab inflamasi
yang berhubungan dengan demam 3. untuk
serta tanda dan gejala kondisi menghindari
penyebab demam (misal kejang, dispnea yang
penurunan tingkat kesadaran, diakibatkan oleh
status jantung, status elektrolit aktivitas dan
abnormal, ketidakseimbangan menunjang proses
asam-basa, aritmia jantung, dan penyembuhan
perubahan abnormalitas sel) 4. Untuk
menghindari
21
komplikasi yang
disebabkan oleh
suhu tubuh yang
tinggi
3.
3. Senin, 09 Domain 4. NOC: (0401) Perawatan jantung: Keterbatasan Perawatan Jantung
September Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan tindakan dari komplikasi sebagai hasil dari 1. Untuk
2019 Kelas 4. Respon keperawatan selama 3x24 ketidakseimbangan antara suplai menghindari
Kardiovaskuler/pulmon jam diharapkan status oksigen pada otot jantung dan dispnea
al (00029) sirkulasi pasien dapat kebutuhan seorang pasien yang 2. Untuk
Penurunan Curah jantung dipertahankan pada poin 2 memiliki gejala gangguan fungsi memeriksa
Definisi: dan ditingkatkan pada poin jantung kondisi
Ketidakadekuatan 4 dengan indikator : 1. Anjurkan untuk pasien tidak kesehatan
volume darah yang - Tekanan darah sisol dan beraktifitas yang jantung, ada
dipompa oleh jantung diastole membahayakan curah jantung tidaknya
untuk memenuhi - Tekanan nadi 2. Monitor EKG kardiomegali
kebutuhan metabolik 3.Catat tanda dan gejala 3. Untuk
tubuh. penurunan curah jantung memantau
4. Evaluasi perubahan tekanan tekanan darah
darah 4. Untuk
5. Susun waktu latihan dan mengurangi
istirahat untuk mencegah aktivitas
22
mau berkooperatif
dengan perawat
4. Untuk
menghindari dan
mengetahui alergi
pada klien
4. Domain 4. NOC (0401) NIC (3320) 1. Untuk
Aktivitas/istirahat Setelah dilakukan perawatan 1.Monitor oksiegen mengetahui
Kelas 4 Respon 2x24 jam status sirkulasi 2.Monitor posisi perangkat seberapa oksigen
Kardiovaskuler/pulmon dapat teratasi dengan pemberian oksigen yang diperlukan
al batasan karateristik : 3.Konsultasi dengan tenaga oleh klien
Kode Diagnosis (00204) 1. Tekanan nadi kesehatan lain mengenai 2. Agar oksigen
Ketidakefektifan dipertahankan pada penggunaan oksigen tambahan yang dialirkan
perfusi jaringan perifer skala 2 (deviasi cukup selama kegiatan dana tau tidur lancer
besar kisaran normal) 4.Anjurkan pasien dan keluarga 3. Agar tidak
Definisi : ditingkatkan ke skala mengenai penggunaan oksigen di terjadi kesalahan
Penurunan sirkulasi 4 (deviasi ringan dari rumah saat pemberian
darah ke perifer yang kisaran normal) oksigen
dapat mengganggu 2. Saturasi oksigen 4. Agar keluarga
kesehatan dipertahankan pada juga mengetahui
skala 2 (devisiasi penggunaan
yang cukup besar oksigen saat klien
24
hingga berat, dengan 1.Ekspresi nyeri wajah interpersonal) untuk memfasilitasi 1. Agar klien
berakhirnya dapat dipertahankan pada skala 2 penurunan nyeri, sesuai merasa nyaman
diantisipasi atau cukup berat dan kebutuhan dalam melakukan
diprediksi, dan dengan ditingkatkan ke skala 4 2.) Terapi relaksasi (6040) : teknik relaksasi dan
durasi kurang dari 3 ringan Penggunaan teknik untuk penggunaan teknik
bulan. 2.nyeri yang dilaporkan mendorong dan memperoleh ini mempunyai
dipertahankan pada skala 2 relaksasi demi tujuan mengurangi kerja optimal yang
cukup berat dan tanda dan gejala yang tidak dapat mengurangi
ditingkatkan ke skala 4 diinginkan seperti nyeri, kaku otot sensasi nyeri
ringan dan ansietas 2. Berikan
1. Dorong klien untuk mengambil kesempatan klien
posisi yang nyaman dengan untuk merasakan
pakaian longgar dan mata tertutup nyeri agar mampu
2. minta klien untuk rileks dan mengenali seberapa
merasakan apa yang terjadi berat skala nyeri
3.Tunjukkan dan praktikkan yang dirasakan
teknik relaksasi pada klien 3. untuk
4. evaluasi dan dokumentasi mengevaluasi
respon terhadap terapi relaksasi. keberhasilan dari
teknik tersebut.
26
BAB IV
WEB OF CAUSATION ATAU PATHWAY
Streptococcus Hemolitikus b
group A(melepaskan endotoksin
di faring dan tonsil)
SSP RHD
Gerakan involunter,
Nyeri akut
cepat, dan kelemahan Peningkatansel
retikulo endotelial
Resiko Cedera
27
Jaringan parut
Merangsang medulla
oblongata
Penurunan Curah
jantung
Barorseptor: Meningkatkan
Volume dan TD
Merangsang medulla
oblongata
Pengisian atrium
kanan Kompensasi saraf simpatis
Jantung GI tract
meningkat
Ketidakefektifan
pola napas Penurunan metabolisme
terutama perifer Mual dan anoreksia
Perfusi perifer
Ketidakseimbangan Nutrisi:
tidak efektif
Kurang dari kebutuhan tubuh
28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penyakit RHD merupakan kelainan katup jantung akibat dari demam
reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dai bakteri
Streptococcus Pyogenes grup A yang diawali dengan demam reumatik dan
juga klien akan mengalami nyeri pada tenggorokan (faringitis). Apabila
infeksi ini berlanjut maka akan menyebabkan gagal jantung. Penyakit RHD
ini diklasifikasikan menjadi stadium 1-4 dimana setiap stadium memiliki
tanda dan gejala yang berbeda beda sesuai dengan tingkatannya.
Streptococcus Pyogenes grup A dapat menyebabkan penyakit supuratif
seperti Faringitis, pneumonia, dan seperti penyakit non supuratif misalnya
demam rematik. Setelah masa inkubasi 2-4 hari, Streptococcus akan
menghasilkan inflamasi akut pada faring selama 3-5 hari yang ditandai
dengan demam, nyeri tenggorokan, malaise. Pada hari ke 4 gejala faringitis
akan menghilang, penderita tetap terinfeksi selama berminggu-minggu
menjadi reservoir infeksi bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Auckland K, B. Mittal, B.J Cairns, N. Garg, A.J Mentzer, J. Kado, M.L Perman,
A.C Steer, A.V.S. Bukit, T. Taman. 2019. The Human Leukocyte
Antigen Locus and Susceptibility to Rheumatic Heart Disease in South
Asians and Europeans.
Cassinat J.J, J.P Tavana, J.D.G. Murcia, R.C.McDonald, B. Bearss. 2019. Genetic
Basis For Elevated Rheumatic Heart Disease Susceptibility. BYU
ScholarsAchive Citation: Department of Biology, Brigham Young
University
Chin TK. 2014. Pediatric Rheumatic Heart disease. Medscape. [Online] Melalui:
http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#a0199
[diakses pada 29 September 2019].
Jumiarni Ilyar, dkk. 2006, Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga,
Pusat Pendidkan Tenaga Kesehatan Dep.Kes RI, Jakarta
I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Berdasarkan survei tepatnya di Desa Bangsalsari Kabupaten Jember,
memaparkan bahwa terdapat 2 klien yang menderita PJR akibat infeksi
dari bakteri Streptococus. Prevalnsi penyakit jantung rematik di Indonesia
cukup tinggi. Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung rematik
di negara-negara asia : Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah,
fillipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000
anak usia sekolah dan di india 51 kasus per 1000 anak usia sekolah. Dari
data 8 Rumah Sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD
rata-rata 3,44% dari seluruh jumlah penderita yang dirawat. Secara
Nasional mortilitas akibat RHD cukup tinngi dan ini merupakan penyebab
kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun. Mengingat
bahwa angka kejadian RHD cukup besar dan mengingat bahwa RHD juga
dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat pada
32
anak oleh sebab itu perlunya diadakan penyuluhan yang fungsinya untuk
memberi pengetahuan kepada masyarakat khususnya para ibu yang
memiliki balita yang belum mengetahui akan penyakit jantung reumatik
dan cara penanganannya.
B. Karakteristik Peserta Didik
Ibu yang memiliki bayi dan balita usia 1-59 bulan ( 0-5 tahun) dan ibu
hamil.
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, diharapkan ibu yang memiliki anak
usia 0-18 tahun yang ada di Desa Bangsalsari Kabupaten Jember lebih
memperhatikan mengenai kelainan pada anak sehingga ibu dapat
meminimalisir dampak dari penyakit khususnya penyakit jantung reumatik
III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 30 menit, diharapkan ibu-
ibu yang memiliki anak usia 1-18 tahun di Desa Bangsalsari mampu:
a. Mereka mampu mengetahui penyakit RHD/PJR pada anak
b. Mereka mengerti akan tanda dan gejala penyakit RHD/PJR pada anak
c. Mereka mengetahui tentang penanganan dampak dari penyakit RHD/PJR
d. Mereka mampu mengulang kembali materi tentang kepatuhan meminum
obat yang telah di ajarkan
IV. Materi (Terlampir)
a. Pengertian dari RHD/PJR
b. Klasifikasi RHD/PJR
c. Tanda dan gejala RHD/PJR
d. Penanganan medis RHD/PJR
e. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk anak penderita
RHD/PJR
V. Metode
Ceramah, diskusi dan praktik
VI. Media
Leaflet
33
VIII. Evaluasi
a. Apa pengertian RHD/PJR pada anak ?
b. Apa klasifikasi dari RHD/PJR pada anak ?
c. Apa yang menjadi tanda dan gejala RHD/PJR pada anak ?
d. Apa saja penanganan medis yang sesuai dengan RHD/PJR pada
anak?
e. Meminta kepada audiens untuk mempraktikan kembali apa yang
sudah diajarkan oleh mahasiswa
35
Lampiran
Materi
Materi Penyuluhan Penyakit Jantung Reumatik pada Anak
1. Pengertian RHD/PJR
Penyakit Jantung Reumatik atau biasa disebut dengan Rheumatic Heart
Disease merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak akibat dari
bakteri Streptococcus pyogenes. Penyakit ini merupakan kelainan katup
jantung akibat dari demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit jantung
reumatik dapat menimbulkan stenosis. Keadaan Penyakit jantung kronis ini
akan berakibat pada Gagal Jantung Kongestif, stroke dan Aritmia.
d. Stadium 4
Stadium akhir ini merupakan stadium inaktif. Pada stadium ini penderita
demam reumatik tanpa kelainan jantung/penderita penyakit jantung
reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukan gejala apa-apa .Tanda
dan Gejala RHD/PJR
3. Tanda dan Gejala RHD/PJR
a. Kriteria minor
1) Demam
2) Polyatralgia
3) Peningkatan LED atau leukosit
4) PR interval memanjang
b. Kriteria mayor
1) Karditis
2) Polyarthritis (nyeri sendi)
3) Chorea
4) Erythema marginatum
5) Subcutaneous nodul
4. Penanganan medis RHD/PJR
a. Farmakologi
1) Terapi Antibiotika
Seperti yang kita ketahui bahwa RHD atau penyakit jantung reumatik
disebabkan oleh infeksi dari bakteri Streptococcus sehingga salah satu
penanganan yang dilakukan adalah pemberian antibiotika untuk
menghilangkan bakteri. Penisilin Benzatin 600.000 IU diberikan untuk
anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat
badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali, intramuskular. Mekanisme aksi
dari golongan antibiotik β-lactam ini adalah menghambat pembentukan
peptidoglikan di dinding sel. β-lactam akan terikat pada enzim
transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan
bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika
membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan
perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelahn diri.
37