Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATIC HEART DISEASE PADA

ANAK

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

oleh

Kelompok 7 / Kelas A

Dina Setia Indah Sari 172310101008


Lovina Oktrivia Ivanik 172310101022
Riza Aminiyah 172310101033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

i
ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATIC HEART DISEASE PADA
ANAK

TUGAS KEPERAWATAN ANAK


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing : Ns. Dini Kurniawati, M.Kep.,Sp.Kep.Mat
oleh
Kelompok 7 / Kelas A
Oleh:
Dina Setia Indah Sari 172310101008
Lovina Oktrivia Ivanik 172310101022
Riza Aminiyah 172310101033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah mata kuliah Keperawatan Anak
yang berjudul “asuhan keperawatan rheumatic heart disease pada anak“ sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.

Pembuatan makalah ini sebagai salah satu tugas kami dalam menempuh
pembelajaran di semester ini. Didalam pengerjaan makalah ini telah melibatkan
banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, kami
sampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Ns. Ira Rahmawati, M.Kep, Sp.Kep.An selaku Dosen Penanggung


Jawab Mata Kuliah Keperawatan Bedah
2. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah
ini
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jember, 29 September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................ i
HALAMAN COVER ....................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 1
1.3 Manfaat .............................................................................................. 2

BAB II STUDI LITERATUR (Konsep Penyakit)


2.1 Definisi ............................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi .......................................................................................... 3
2.3 Patofisiologi ....................................................................................... 4
2.4 Penatalaksanaan ................................................................................. 6

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian ........................................................................................... 11
3.2 Diagnosa ............................................................................................. 16
3.3 Intervensi ............................................................................................. 18
BAB IV WOC .................................................................................................. 26
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .............................................................................................. 28
5.2 Rekomendasi Isu Menarik.................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30


LAMPIRAN ..................................................................................................... 31

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung reumatik atau Reumatic Heart Disease adalah salah satu
komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik. Penyakit ini
merupakan kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katip
jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup pada jantung
tersebut rusak dikarenakan proses perjalanan penyakit yang diawali dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus Beta
hemoliticus tipe A (Jumiarni,2006)
Reumatic heart disease (RHD) terdapat diseluruh dunia. Lebih dari
100.000 kasus baru demam rheumatic didiagnosa setiap tahunnya, khususnya
pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Prevalnsi penyakit jantung rematik di
Indonesia cukup tinggi. Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung
rematik di negara-negara asia : Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah,
fillipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000
anak usia sekolah dan di india 51 kasus per 1000 anak usia sekolah. Dari data
8 Rumah Sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-
rata 3,44% dari seluruh jumlah penderita yang dirawat. Secara Nasional
mortilitas akibat RHD cukup tinngi dan ini merupakan penyebab kematian
utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun (WHO,2018)
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pengertian rheumatic heart disease
b. Mengatahui klasifikasi rheumatic heart disease
c. Mengetahui etiologi rheumatic heart disease
d. Mengetahui patofisiologi rheumatic heart disease
e. Mengetahui manifestasi klinis rheumatic heart disease
f. Mengetahui pathway rheumatic heart disease
g. Mengetahui asuhan keperawatan rheumatic heart disease
2

1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembanding
dalam pembuatan tugas yang sama.
1.3.2 Tenaga Kesehatan
Makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan
asuhan keperawatan pada kasus yang sama .
1.3.3 Instansi
Agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Jantung Reumatik atau biasa disebut dengan Rheumatic Heart
Disease merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak. Penyakit ini
merupakan kelainan katup jantung terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang menenai katup tricuspid dan tidak pernah ditemukan
menyerang katup pulmonal, akibat dari demam reumatik akut sebelumnya.
Penyakit ini disebabkan respon imunologi akibat dari bakteri Streptococcus
pyogenes yang dapat mengakibatkan munculnya jaringan parut serta terjadi
penebalan pada katup jantung. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan
stenosis. Keadaan Penyakit jantung kronis ini akan berakibat pada Gagal
Jantung Kongestif, stroke dan Aritmia (Auckland K dkk, 2019).

2.2 Klasifikasi
Perjalnan klinia penyakit demam reumatik/penyakit jantung dibagi
menjadi 4 stadium menurut Ngastiyah
1. Stadium 1
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Stretococcus
Hemolyticus Grup A.
Keluhan : demam, batuk, rasah sakit waktu menelan, diare, peradangan
pada tonsil yang disertai eksudat
2. Stadium 2
Periode ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik. Periode ini
biasanya berlangsung selama 1-3 minggu, kecuali korea yang timbul
beberapa minggu bahkan berbulan-bulan.
3. Stadium 3
Stadium ini merupakan fase demam reumatik, pada saat ini terjadi
timbulnya berbagai menifesttasi klinis demam reumatik/penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat diolongkan dalam
gejala peradangan umum dan spesifik RHD
4

4. Stadium 4
Stadium akhir ini merupakan stadium inaktif. Pada stadium ini
penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung/penderita penyakit
jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukan gejala apa-
apa .
2.3 Patofisiologis
Streptococcus Pyogenes grup A dapat menyebabkan penyakit supuratif
seperti Faringitis, pneumonia, dan seperti penyakit non supuratif misalnya
demam rematik. Setelah masa inkubasi 2-4 hari, Streptococcus akan
menghasilkan inflamasi akut pada faring selama 3-5 hari yang ditandai
dengan demam, nyeri tenggorokan, malaise. Pada hari ke 4 gejala faringitis
akan menghilang, penderita tetap terinfeksi selama berminggu-minggu
menjadi reservoir infeksi bagi orang lain. Media transmisi penyakit ini bisa
melalui kontak langsung peroral atau melalui sekret pernapasan. Lebih dari
60% penyakit Rheumatic Fever akan berkembanga menjadi rheumatic heart
disease ditandai dengan kerusakan pada katup jantung sehingga muncul
regurgitasi. Ketika kejadian ini berulang maka akan berakibat pada penebalan
pada katup, pembentukan jaringan parut dan akan menjadi stenosis (Cassinat
J.J dkk, 2019)
Untuk manifiestasi klinis menggunakan kriteria Jones yang pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian dimodifikasi beberapa kali.
Kriteria ini membagi gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestasi mayor
dan minor.
a. Manifiestasi Mayor
1. Karditis
Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering
terjadi setelah poli artritis. Karditis meliputi endokarditis, miokarditis
dan perikarditis. Pada stadium lanjut, pasien mungkin mengalami
dipsnea ringan-sedang, rasa tak nyaman di dada atau nyeri pada dada
pleuritik, edema, batuk dan ortopnea. Pada pemeriksaan fisik, karditis
paling sering ditandai dengan takikardia yang tidak sesuai dengan
tingginya demam (Essop, 2009).
5

2. Poliartritis
Poliartritis merupakan manifestasi yang paling sering terjadi pada
sekitar 70% pasien. Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi
Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi aktif
ditandai dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa sendi. Sendi
yang paling sering terkena adalah sendi-sendi besar seperti sendi lutut,
pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Gejala ini bersifat
asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis migrans) (Essop, 2009).
3. Chorea Syndenham
Chorea sydenham terjadi pada 13-14% pada kasus dan dua kali lebih
sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni beberapa
bulan setelah infeksi Streptococcus (mungkin 6 bulan). Manifestasi ini
mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat,
ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak. Periode laten dari chorea ini
cukup lama, sekitar tiga minggu sampai tiga. Gejala awal biasanya emosi
yang lebih labil dan iritabilitas. Kemudian diikuti dengan gerakan yang
tidak disengaja, tidak bertujuan, dan inkoordinasi muskular. Semua
bagian otot dapat terkena, namun otot ekstremitas dan wajah adalah yang
paling mencolok (Essop, 2009).
4. Nodul Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus. Nodulus
terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku, ruas jari,
lutut, dan persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit kepala bagian
oksipital dan di atas kolumna vertebralis. Nodul berupa benjolan berwarna
terang keras, tidak nyeri, tidak gatal, mobile, dengan diameter 0,2-2 cm
(Carapetis, 2010).
5. Eritme Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam yang terjadi kurang dari 10%
kasus. Ruam berbentuk anular berwarna kemerahan yang kemudian
ditengahnya memudar pucat, dan tepinya berwarna merah berkelok-kelok
seperti ular. Umumnya ditemukan di tubuh (dada atau punggung) dan
ekstremitas (Rilantono, 2013).
6

b. Manifiestasi Minor
Klinis :
1. artralgia: nyeri sendi tanpa merah dan bengkak
2. demam tinggi (>390 C)
Laboratorium
1. peningkatan penanda peradangan yaitu erythrocyte sedimentation
rate (ESR) atau C Reactive Protein (CRP)
2. pemanjangan interval PR pada EKG
Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam
waktu 2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri sendi
tanpa disertai tanda-tanda objektif (misalnya bengkak, merah, hangat) juga
sering dijumpai. Artralgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar.
Penanda peradangan akut pada pemeriksaan darah umumnya tidak
spesifik, yaitu LED dan CRP umumnya meningkat pada rheumatic fever.
Pemeriksaan dapat digunakan untuk menilai perkembangan penyakit
(Essop, 2009).

2.4 Penatalaksanaan Medis


a. Farmakologi
1) Terapi Antibiotika
Seperti yang kita ketahui bahwa RHD atau penyakit jantung reumatik
disebabkan oleh infeksi dari bakteri Streptococcus sehingga salah satu
penanganan yang dilakukan adalah pemberian antibiotika untuk
menghilangkan bakteri. Penisilin Benzatin 600.000 IU diberikan
untuk anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU
untuk berat badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali, intramuskular.
Mekanisme aksi dari golongan antibiotik β-lactam ini adalah
menghambat pembentukan peptidoglikan di dinding sel. β-lactam
akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan dengan
molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding
sel bakteri ketika membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat
menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk
7

membelahn diri. Adapun jenis-jenis atibiotika yang lain yaitu (Julius,


2016):
a. Profilaksis Primer
Sebagai perlindungan dari infeksi Streptococcus beta hemolyticus
grup A faring yang berulang
Agen Dosis
Penisilin
Amoxicillin 50 mg/kgBB (maksimal, 1 g) oral
satu kali sehari selama 10 hari
Pasien berat < 27 kg (60 lb):
600,000 unit IM sekali
Penicillin G benzathine
Pasien dengan BB > 27 kg:
1,200,000 unit IM sekali
Penicillin V potassium Pasien dengan BB > 27 kg: 500
13 mg oral 2-3x sehari selama 10
hari
Untuk pasien alergi penisilin
Narrow-spectrum cephalosporin Bervariasi
(cephalexin [Keflex], cefadroxil
[formerly Duricef])
Azithromycin (Zithromax) 12 mg/kgBB/hari (maksimal, 500
mg) oral 1x sehari selama 5 hari
Clarithromycin (Biaxin) 15 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi
2 dosis (maksimal, 250 mg 2x
sehari), selama 10 hari
Clindamycin (Cleocin) 20 mg/kgBB/hari oral (maksimal,
1.8 g/hari), dibagi menjadi 3
dosis, untuk 10 hari

b. Profilaksis Sekunder
Rheumatic fever sekunder berhubungan dengan perburukan atau
munculnya rheumatic heart disease. Pencegahan terhadap infeksi
8

Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring yang berulang


adalah metode yang paing efektif untuk mencegah rheumatic heart
disease yang parah (Julius, 2016)
Agen Dosis
Penicillin G benzathine Pasien berat < 27 kg (60 lb)
600,000 unit IM setiap 4
minggu sekali
Pasien berat > 27 kg: 1,200,000
unit IM setiap 4 minggu sekali
Penicillin V potassium 250 mg oral 2x sehari
Sulfadiazine Pasien berat < 27 kg (60 lb):
0.5 g oral 1x sehari

Pasien berat > 27 kg (60 lb) kg:


1 g oral 1x sehari

Macrolide atau antibiotik azalide Bervariasi


(untuk pasien alergi penicillin
dan sulfadiazine)

2) Terapi Anti inflamasi


Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin
saat demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan
hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi
direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi
dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah
adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai
8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi
dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan
fase akut. Untuk poliartritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu
dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu.
9

Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan


bukti yang mendukung poliartritis migrans akut pada demam rematik
akut. Pemberian prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2
sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat (Julius,
2016).
3) Terapi gagal jantung
Captopril 2x12,5 mg untuk mengurangi beban kerja jantung yang
disebabkan karena gagal jantung. Mekanisme kerja dari captopril yang
termasuk dalam golongan ACE inhibitor yaitu menghambat sistem
renin-angiotensinaldosteron dengan menghambat perubahan
Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan
vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi sekresi
aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin
maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu
vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric
oxyde. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan
darah dari ACE inhibitor dan juga mengurangi mortalitas hampir 20%
pada pasien dengan gagal jantung yang simptomatik serta mengurangi
gejala. ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang
rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal.
Fungsi ginjal dan serum pottasium harus diawasi dalam 1-2 minggu
setelah terapi dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan
dosis. Dosis inisial yaitu 6,25-12,5 mg sebanyak 2-3 kali/hari dan
diberikan dengan pengawasan yang tepat (Julius, 2016).
Pemberian furosemide tab 1x40 mg untuk mengatasi retensi cairan
sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja
jantung. Pada pemberian diuretik ini harus diawasi kadar kalium dalam
darah karena hipokalemia mudah terjadi sebagai efek samping dari
obat ini. Pemberian diuretik biasanya dikombinasikan dengan ACE
inhibitor. Kombinasi dari kedua obat ini akan memiliki efek tambahan
pada miokardium untuk mencegah perkembangan jaringan parut
miokard dan pembesaran miokard (Julius, 2016).
10

b. Non Farmakologi
1) Tirah Baring
Untuk terapi tirah baring dilakukan berdasarkan tingkat kearahan
penyakit yang dialami. Jika penyakit sudah tergolong berat yang artinya
disertai kardiomegali maka tirah baring dapat dilaksanakan selama kurang
lebih 2-4 bulan atau selama masih terdapat gagal jantung kongestif. Jika
artitris maka waktu tirah baring sekitar 1-2 minggu. Untuk karditis
minimal kurang lebih 2-4 minggu dan karditis sedang kurang lebih 4-6
minggu (Julius, 2016).
2) Terai operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus mengalami
perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif untuk
penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi defisiensi
katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Pasien yang simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau mengalami
gangguan katup yang berat, juga memerlukan tindakan intervensi (Chin,
2014):
a. Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang ideal, dapat
dilakukan ballon mitral valvuloplasty (BMV). Bila BMV tak
memungkinkan, perlu dilakukan operasi.
b. Regurgitasi Mitral: Rheumatic fever dengan regurgitasi mitral akut
(mungkin akibat ruptur khordae)/kronik yang berat dengan rheumatic
heart disease yang tak teratasi dengan obat, perlu segera dioperasi untuk
reparasi atau penggantian katup.
c. Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat langka.
Intervensi dengan balon biasanya kurang berhasil, sehingga operasi
lebih banyak dikerjakan.
d. Regurgitasi Aortik: regurgitasi katup aorta yang berdiri sendiri atau
kombinasi dengan lesi lain, biasanya ditangani dengan penggantian
katup.
(Chin, 2014)
11

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi
data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga
kesehatan) kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,
suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor
register, tanggal datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :
1. Diagnosa medis
Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan
penjelasan dari singkatan-singkatan atau istilah medis terkait
Rheumatic Heart Disease
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan paling mengganggu yang dirasakan
klien sehingga klien datang ke rumah sakit. Keluhan utama
yang dialami oleh penderita RHD adalah sesak napas ketika
beraktivitas maupun ketika berbaring
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang
sekarang dialami sejak klien mengalami keluhan pertama
kalinya sampai klien memutuskan ke rumah sakit. Kronologis
kejadian yang harus diceritakan meliputi waktu kejadian,
cara/proses, tempat, suasana, manifestasi klinis, riwayat
pengobatan, persepsi tentang penyebab dan penyakit. Jika
terdapat keluhan nyeri maka disertai pengkajian nyeri
PQRST. Biasanya tanda yang awal muncul pada penderita
12

RHD adalah adanya demam reumatik dan juga nyeri


tenggorokan yang diakibatkan oleh infeksi dari Streptococcus
yang menghasilkan inflamasi akut pada faring. Setelah 30 hari
infeksi Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak.
Radang sendi aktif ditandai dengan nyeri hebat, bengkak,
eritema pada beberapa sendi Dan apabila infeksi terjadi terus
menerus mka akan terjadi kerusakan ada katup jantung dan
menyebabkan RHD.
4. Riwayat Kesehatan terdahulu
Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan
penyakit, dosis obat dan lama penggunaannya. Riwayat atau
pengalaman tentang kesehatan atau penyakit yang pernah
dialami, riwayat masuk rumah sakit, riwayat operasi, dan
riwayat kecelakaan. Pada RHD klien sering mengalami
demam dan nyeri pada area tenggorokan dan terkadang
disertai batuk
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga ada tidaknya yang pernah menderita
RHD. Digambar melalui genogram minimal 3 generasi
terdahulu dan diberi tanda sesuai format yang ditentukan.
c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan.
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien atau orang tua dari klien mendeskripsikan bagaimana
pola kesehatan dan kesejahteraan klien. Contohnya
menjelaskan pada saat klien sakit apa klien lakukan memilih
berobat dengan meminum obat yang dibeli di warung atau ke
klinik terdekat. Demam dan nyeri tenggorokan pada klien
biasanya sering dianggap serangan demam biasa sehingga tak
jarang orang tua membeli obat di warung atau hanya sekedar
pergi ke dokter.
13

2. Pola Eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan.
Karakteristik tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau,
berat jenis. Selain itu gangguan BAK dan BAB perlu
diperhatikan.
3. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum klien terjangkit penyakit RHD, kebanyakan
memiliki aktivitas fisik yang normal. Setelah klien menderita
RHD mengalami ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari-hari dikarenakan mmengalami dyspnea. Bahkan ketika
tingkat RHD sudah parah maka saat beristirahat pun klien bisa
mengalami dyspnea.
4. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan RHD kemungkinan akan terganggu saat
istirahat karena adanya dyspnea dan mengalami gangguan
tidur.
5. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan RHD biasanya
masih tetap sadar tetapi pada saat ditanya mungkin sedikit
lama menjawab dikarenakan sesak yang dirasakan.
6. Pola persepsi diri dan konsep diri
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri,
dan peran masing-masing individu. Pada klien dengan RHD
gambaran diri dan harga diri mungkin terganggu karena
mudah letih saat beraktivitas.
7. Pola peran dan hubungan
Kebanyakan klien dengan RHD memiliki pola hubungan
yang baik. Orang tua pun akan lebih cenderung
memperhatikan aktivitas anaknya.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Pada klien RHD tidak mengalami gangguan pada seksual
reproduksinya.
14

9. Pola koping
Manajemen koping setiap individu berbeda-beda
tergantung dari berbagai faktor. Pada klien dengan RHD
relatif yang mungkin perlu ditanggulangi mengenai masalah
masalah ansietas karena perubahan status kesehatan.
10. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan ini pada penderita RHD
berkaitan dengan klien percaya ia dapat sembuh atau tidak
dan ia mampu melakukan semua tindakan untuk kesembuhan
dirinya.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
Klien tampak sakit ringan/sedang/berat. Berat badan Sebagai
indikator untuk menentukan pemberian obat.
a) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan bronkomalasia juga sama dengan
klien lainnya pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi,
tekanan darah, pola pernapasan, dan suhu tubuh. Tanda-tanda
vital pada klien dengan RHD biasanya pada pemeriksaan
pernapasan mengalami napas yang cepat dan meningkat dan
mengalami taqikardi. Selain itu suhu tubuh penderita RHD
juga mengalami kenaikan bisa sampai 39˚C akibat inflamasi
akibat infeksi.
2) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, tidak ada perubahan distribusi
rambut, dan kulit kepala berminyak.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal dibagian kepala.
15

b) Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus
(mata menonjol), anemis (+), kesulitan memfokuskan
mata, dan hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal pada kedua mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal.
d) Hidung
Inspeksi : kebersihan terjaga
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan.
e) Mulut
Inspeksi : mukosa lembab, bibir normal, tidak terdapat
karang gigi, dan lidah klien bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.
f) Leher
Inspeksi : leher simetris
Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis.
g) Dada
Pemeriksaan dada meliputi organ paru dan jantung, secara
umum bentuk dada tidak ada masalah, pergerakan nafas
cepat, terdapat bunyi perkusi redup pada area jantung.
bunyi jantung ketiga (S3) gallop, ronki basah halus di
basal paru, karena aliran udara yang melewati alveolus
yang edematosa. Terkadang terlihat ruam berbentuk anular
berwarna kemerahan yang kemudian ditengahnya
memudar pucat, dan tepinya berwarna merah berkelok-
kelok seperti ular pada area dada atau punggung. Apabila
kondisi sudah parah tak jarang juga akan ditemui
kardiomegali.
16

h) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk
perut, dinding perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan
serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal,
kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah
anus, rectum, dan genitalia. Pada klien dengan RHD tidak
ditemukan Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
i. Ekstremitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi adanya
rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan, biasanya
pada klien dengan memiliki pembengkakan pada
ekstremitas bawah, serta disertai oleh nyeri ada area sendi
akibat dari infeksi Streptococus.
i) Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan
warna kulit normal, warna kuku normal serta CRT < 2
detik.. Namun apabila terjadi pendarahan maka warna
kulit dan kuku akan pucat, serta CRT > 2 detik.
j) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi lokal . Pada klien
dengan RHD pengkajian pada keadaan lokal yaitu di
daerah dada. Pada penderita RHD apabila dilakukan
serangkaian tes maka akan didapati pola pernapasan yang
cepat karena diyspnea, suhu badan tinggi, nyeri
tenggorokan, nyeri sendi, dan adanya edema pada
ekstermitas inferior.

3.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan 16elati atau
potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara
17

akuntabilitas dapat mengindentifikasikan dan memberikan intervensi secara


pasti untuk menjaga, merubah, membatasi, meningkatkan dan menambah
status kesehatan klien. Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kemudian
diperoleh beberapa diagnosa diantaranya :
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d keletihan d.d pola napas abnormal,
dispnea, dan penurunan kapasitas vital
2. Hipertermia b.d sepsis d.d kulit kemerahan, takikardi, kulit terasa hangat
3. Penurunn curah jantung b.d perubahan kontraktilitas d.d perubahan EKG,
takikardi, edema pada ekstermitas inferior, keletihan, dispnea, batuk,
adanya bunyi S3
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d kurang pengetahuan tentang
proses penyakit d.d perubahan karakteristik kulit, edema, nyeri ekstermitas
5. Nyeri akut b.d agen cedera biologis d.d ekspresi wajah nyeri, sikap
melindungi area nyeri, keluhan tentang karakteristik nyeri dengan
menggunakan standar instrumen nyeri
18

3.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan (perencanaan) merupakan kegiatan keperawatan yang mencakup peletakan pusat tujuan pada pasien,
menetapkan hasil yang akan dicapai, dan memilih intervensi agar tujuan tercapai. Pada tahap intervensi adalah pemberian
kesempatan pada perawat, pasien dan keluarga atau orang terdekat pasien untuk merumuskan suatu rencana tindakan keperawatan
agar masalah yang dialami pasien dapat teratasi. Intervensi adalah peruntuk tertulis yang memberikan gambaran tepat tentang
rencana keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan diagnosa keperawatan, sesuai kebutuhan.

No. Hari/tgl/ Diagnosa keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


jam
1. Senin, 09 Domain 4. Setelah dilakukan tindakan  Pengaturan posisi: Manajemen asma
September Aktivitas/istirahat keperawatan selama 3x24 Menempatkan pasien atau 1.membantu
2019 Kelas 4. Respon jam diharapkan bagian tubuh tertentu dengan mengurangi sesak
kardiovaskuler/pulmon ketidakefektifan bersihan sengaja untuk meningkatkan napas dan untuk
al jalan nafas dapat teratasi. kesejahteraan fungsi fisiologis membantu
(00032) Dengan kriteria hasil: dan psikologis. mengembangkan
Ketidakefektifan pola 1. Frekuensi pernafasan 1. Posisikan pasien untuk paru dan membantu
nafas dipertahankan pada skala 2 mengurangi dispnea misalnya mengurangi
Definisi: inspirasi (defiasi yang cukup, cukup posisi semi fowler tekanan dari
dan/atau ekspirasi yang berat dari kisaran normal) 2. Sokong bagian tubuh yang abdomen pada
tidak memberi ventilasi menjadi 4 (defiasi ringan oedem (misalnya dengan diafragma.
adekuat dari kisaran normal) menempatkan bantal di bawah 2. untuk membantu
2. Irama pernafasan lengan) meninggika bagian
19

dipertahankan pada skala 2  Monitor Pernapasan: tubuh yang edema.


(defiasi yang cukup, cukup Sekumpulan data dan analisis MonitorPernapasan
berat dari kisaran normal) keadaan pasien untuk 1. Untuk
menjadi 4 (defiasi ringan memastikan kepatenan jalan mengetahui
dari kisaran normal) napas dan kecukupan kecepatan, irama,
3. Dispnea saat istirahat pertukaran gas kedalaman dan
dipertahankan pada skala 3 1) Monitor kecepatan, irama, kesulitan bernapas
(cukup) menjadi 5 (tidak kedalaman dan kesulitan sehingga mampu
ada) bernapas menentukan
2) Auskultasi suara napas, normal tidaknya
catat area dimana terjadi pernapasan klien
penurunan atau tidak 2. Untuk
adanya ventilasi dan mengetahui adanya
keberadaan suara napas rsara ronki atau S3
tambahan atau tidak
3) Berikan bantuan terapi 3. untuk membantu
napas jika diperlukan membuka jalan
napas
20

2. Senin, 09 Domain 11. NOC: (0802) Perawatan Demam: Manajemen .1. untuk
September Keamanan/perlindunga Setelah dilakukan tindakan gejala dan kondisi terkait yang mengetahui adanya
2019 n keperawatan selama 1x24 berhubungan dengan peningkatan peningkatan atau
Kelas 6. Termoregulasi jam diharapkan Tanda- suhu tubuh dimediasi oleh pirogen penurunan suhu
(00007) tanda vital pasien dapat endogen 2. demam pada
Hipertermia dipertahankan pada poin 2 1. Pantau suhu dan tanda-tanda RHD diakibatkan
Definisi: Suhu inti tubuh dan ditingkatkan pada poin vital lainnya oleh inflamasi yang
di atas kisaran normal di 4 dengan indikator : 2. Beri obat atau cairan IV (misal disebabkan bakteri
urnal karena kegagalan 1. Suhu tubuh antibakteri) oleh karena itu obat
termoregulasi. 3. Fasilitasi istirahat, terapkan anti bakteri
pembatasan aktivitas jika diperlukan untuk
diperlukan membunuh bakteri
4. Pantau komplikasi-komplikasi penyebab inflamasi
yang berhubungan dengan demam 3. untuk
serta tanda dan gejala kondisi menghindari
penyebab demam (misal kejang, dispnea yang
penurunan tingkat kesadaran, diakibatkan oleh
status jantung, status elektrolit aktivitas dan
abnormal, ketidakseimbangan menunjang proses
asam-basa, aritmia jantung, dan penyembuhan
perubahan abnormalitas sel) 4. Untuk
menghindari
21

komplikasi yang
disebabkan oleh
suhu tubuh yang
tinggi
3.
3. Senin, 09 Domain 4. NOC: (0401) Perawatan jantung: Keterbatasan Perawatan Jantung
September Aktivitas/Istirahat Setelah dilakukan tindakan dari komplikasi sebagai hasil dari 1. Untuk
2019 Kelas 4. Respon keperawatan selama 3x24 ketidakseimbangan antara suplai menghindari
Kardiovaskuler/pulmon jam diharapkan status oksigen pada otot jantung dan dispnea
al (00029) sirkulasi pasien dapat kebutuhan seorang pasien yang 2. Untuk
Penurunan Curah jantung dipertahankan pada poin 2 memiliki gejala gangguan fungsi memeriksa
Definisi: dan ditingkatkan pada poin jantung kondisi
Ketidakadekuatan 4 dengan indikator : 1. Anjurkan untuk pasien tidak kesehatan
volume darah yang - Tekanan darah sisol dan beraktifitas yang jantung, ada
dipompa oleh jantung diastole membahayakan curah jantung tidaknya
untuk memenuhi - Tekanan nadi 2. Monitor EKG kardiomegali
kebutuhan metabolik 3.Catat tanda dan gejala 3. Untuk
tubuh. penurunan curah jantung memantau
4. Evaluasi perubahan tekanan tekanan darah
darah 4. Untuk
5. Susun waktu latihan dan mengurangi
istirahat untuk mencegah aktivitas
22

kelelahan berlebihan yang


dapat
Pemberian obat: Mempersiapkan,
menyebabkan
memberikan dan mengevaluasi
dispnea pada
efektivitas obat dengan resep dan
klien RHD
tana resep
Kolaborasi
1. Pertahankan aturan dan
pemberian obat
prosedur yang sesuai dengan
1. Untuk
keakuratan dan keamanan
menghindari
pemberian obat-obatan
kejadian yang tidak
2. Ikuti prosedur 5 benar dalam
di inginkan terkait
pemberian obat
penyalahgunaan
3. Beritahu klien mengenai jenis
obat
obat, alasan pemberian obat,
2. Untuk
hasil yang diharapkan dan efek
menghindari
lanjutan yang akan terjadi
kesalahan dalam
4. Monitor kemungkinan alergi
pemberian obat
terhadap obat, interaksi dan
kepada pasien
kontradiksi obat
3. Agara pasien
mengetahui terapi
yang sedang
dijalani dan pasien
23

mau berkooperatif
dengan perawat
4. Untuk
menghindari dan
mengetahui alergi
pada klien
4. Domain 4. NOC (0401) NIC (3320) 1. Untuk
Aktivitas/istirahat Setelah dilakukan perawatan 1.Monitor oksiegen mengetahui
Kelas 4 Respon 2x24 jam status sirkulasi 2.Monitor posisi perangkat seberapa oksigen
Kardiovaskuler/pulmon dapat teratasi dengan pemberian oksigen yang diperlukan
al batasan karateristik : 3.Konsultasi dengan tenaga oleh klien
Kode Diagnosis (00204) 1. Tekanan nadi kesehatan lain mengenai 2. Agar oksigen
Ketidakefektifan dipertahankan pada penggunaan oksigen tambahan yang dialirkan
perfusi jaringan perifer skala 2 (deviasi cukup selama kegiatan dana tau tidur lancer
besar kisaran normal) 4.Anjurkan pasien dan keluarga 3. Agar tidak
Definisi : ditingkatkan ke skala mengenai penggunaan oksigen di terjadi kesalahan
Penurunan sirkulasi 4 (deviasi ringan dari rumah saat pemberian
darah ke perifer yang kisaran normal) oksigen
dapat mengganggu 2. Saturasi oksigen 4. Agar keluarga
kesehatan dipertahankan pada juga mengetahui
skala 2 (devisiasi penggunaan
yang cukup besar oksigen saat klien
24

dengan kisaran sudah berada di


normal) ditingkatkan rumah
pada skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran
normal)
5. Senin, 09 Domain 12. Setelah dilakukan tindakan 1.) Manajemen nyeri (1400) : 1. mengetahui lebih
September Kenyamanan keperawatan selama 2x24 fasilitasi penggunaan dan jelas mengenai
2019 Kelas 1. Kenyamanan jam diharapkan nyeri akut efektifitas resep yang aman serta ketidaknyamanan
Fisik (00132) dapat teratasi. Dengan penggunaan obat bebas yang dirasakan
Nyeri akut kriteria hasil: 1.observasi adanya petunjuk pasien sehingga
definisi : pengalaman Kontrol nyeri (1605) nonverbal mengenai mampu membantu
sensori dan emosional 1.Mengenali kapan nyeri ketidaknymanan terutama pada dalam pegambilan
tidak menyenangkan terjadi dipertahankan pada mereka yang tidak dapat keputusan yang
berkaitan dengan skala 4 ditingkatkan ke berkomunikasi secara efektif tepat
kerusakan jaringan actual skala 2 jarang menunjukkan 2. ajarkan prinsip-prinsip 2. memandirikan
atau potensial, atau yang 2. melaporkan nyeri yang manajemen nyeri pasien
digambarkan sebagai terkontrol dipertahankan 3. dukung istirahat/tidur yang 3. agar nyeri yang
kerusakan (International pada skala 2 sering adekuat untuk membantu dirasakan
Association for the study menunjukkan dan penurunan nyeri terdistraksi
of pain); awitan yang ditingkatkan pada skala 4 4. pilih dan implementasikan 4. mengoptimalkan
tiba-tiba atau lambat jarang menunjukkan tindakan yang beragam (misalnya penanganan nyeri
dengan intensitas ringan Tingkat Nyeri (2102) farmakologi, nonfarmakologi, pasien
25

hingga berat, dengan 1.Ekspresi nyeri wajah interpersonal) untuk memfasilitasi 1. Agar klien
berakhirnya dapat dipertahankan pada skala 2 penurunan nyeri, sesuai merasa nyaman
diantisipasi atau cukup berat dan kebutuhan dalam melakukan
diprediksi, dan dengan ditingkatkan ke skala 4 2.) Terapi relaksasi (6040) : teknik relaksasi dan
durasi kurang dari 3 ringan Penggunaan teknik untuk penggunaan teknik
bulan. 2.nyeri yang dilaporkan mendorong dan memperoleh ini mempunyai
dipertahankan pada skala 2 relaksasi demi tujuan mengurangi kerja optimal yang
cukup berat dan tanda dan gejala yang tidak dapat mengurangi
ditingkatkan ke skala 4 diinginkan seperti nyeri, kaku otot sensasi nyeri
ringan dan ansietas 2. Berikan
1. Dorong klien untuk mengambil kesempatan klien
posisi yang nyaman dengan untuk merasakan
pakaian longgar dan mata tertutup nyeri agar mampu
2. minta klien untuk rileks dan mengenali seberapa
merasakan apa yang terjadi berat skala nyeri
3.Tunjukkan dan praktikkan yang dirasakan
teknik relaksasi pada klien 3. untuk
4. evaluasi dan dokumentasi mengevaluasi
respon terhadap terapi relaksasi. keberhasilan dari
teknik tersebut.
26

BAB IV
WEB OF CAUSATION ATAU PATHWAY

Streptococcus Hemolitikus b
group A(melepaskan endotoksin
di faring dan tonsil)

Faringitis dan Tonsilitis

Tubuh mengeluarkan antibodi


berlebihan dan tidak dapat
membedakan antibodi dan anti gen

Respon imunologi abnormal /


autoimun

SSP RHD

Kulit Persendian Jantung

Peradangan Kulit dan Peradangan pada Peradangan pada


Jaringan subkutan membran sinovial membran sinovial

Gangguan Poliatritris / Atralgia


Integritas Kulit
Hipertermia

Gerakan involunter,
Nyeri akut
cepat, dan kelemahan Peningkatansel
retikulo endotelial

Resiko Cedera
27

Jaringan parut
Merangsang medulla
oblongata

Stenosis katup mitral

Penurunan Curah
jantung

Barorseptor: Meningkatkan
Volume dan TD

Merangsang medulla
oblongata

Pengisian atrium
kanan Kompensasi saraf simpatis
Jantung GI tract
meningkat

Pembuluh darah Kerja lambung


Penumpukan meningkat
darah di paru
Vasokonstriksi
HCl meningkat

Ketidakefektifan
pola napas Penurunan metabolisme
terutama perifer Mual dan anoreksia

Perfusi perifer
Ketidakseimbangan Nutrisi:
tidak efektif
Kurang dari kebutuhan tubuh
28

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penyakit RHD merupakan kelainan katup jantung akibat dari demam
reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dai bakteri
Streptococcus Pyogenes grup A yang diawali dengan demam reumatik dan
juga klien akan mengalami nyeri pada tenggorokan (faringitis). Apabila
infeksi ini berlanjut maka akan menyebabkan gagal jantung. Penyakit RHD
ini diklasifikasikan menjadi stadium 1-4 dimana setiap stadium memiliki
tanda dan gejala yang berbeda beda sesuai dengan tingkatannya.
Streptococcus Pyogenes grup A dapat menyebabkan penyakit supuratif
seperti Faringitis, pneumonia, dan seperti penyakit non supuratif misalnya
demam rematik. Setelah masa inkubasi 2-4 hari, Streptococcus akan
menghasilkan inflamasi akut pada faring selama 3-5 hari yang ditandai
dengan demam, nyeri tenggorokan, malaise. Pada hari ke 4 gejala faringitis
akan menghilang, penderita tetap terinfeksi selama berminggu-minggu
menjadi reservoir infeksi bagi orang lain.

5.2 Rekomendasi Isu Menarik

Di Australia, penyakit jantung reumatik semakin mengancam jiwa


seseorang dan terjadi peningkatan. Di Australia sendiri penyakit jantung
reumatik sudah berusaha untuk diatasi , namun pada kenyataannya angka
kejadian PJR/RHD tetap sama khususnya di masyarakat pedesaan dan daerah
terpencil (Fitzgerald, 2019).
Di Katherine, anak usia sekolah menderita penyakit RHD dan kebanyakan
dari kebanyakan dari mereka tidak mampu bertahan hingga melewati 30
tahun. Di akhir tahun 2017 didapatkan 6.400 orang yang telah didiagnosis
mengalami demam rematik akut dan atau enyakit jantung rematik. Dari
jumlah tersebut, 89 persen adalah penduduk asli dengan kebanyakan berusia
5-14 tahun. Dalam mengatasi masalah ini, Menurut Walikota Arnhem Barat
mempunyai solusi yaitu pendidikan kesehatan menggunakan bahasa daerah
setempat dianggap mampu mengubah masyarakat untuk mencegah RHD.
29

Sedangkan menurut Dr alice Michell seorang peneliti mengatakan bahwa


rumah yang sehat adalah kunci untuk mencegah penyakit RHD. Menurut Dr.
Alice bahwasanya penyakit RHD ini akan menyebar luas ketika seseorang
tidak mampu menjaga pola hidup bersih dan sehat (Fitzgerald, 2019).
31

DAFTAR PUSTAKA

Auckland K, B. Mittal, B.J Cairns, N. Garg, A.J Mentzer, J. Kado, M.L Perman,
A.C Steer, A.V.S. Bukit, T. Taman. 2019. The Human Leukocyte
Antigen Locus and Susceptibility to Rheumatic Heart Disease in South
Asians and Europeans.

Carapetis, J., dkk. 2010. Acute Rheumatic Fever. Harrison’s Cardiovascular


Medicine. United States: The Mcgraw-Hill

Cassinat J.J, J.P Tavana, J.D.G. Murcia, R.C.McDonald, B. Bearss. 2019. Genetic
Basis For Elevated Rheumatic Heart Disease Susceptibility. BYU
ScholarsAchive Citation: Department of Biology, Brigham Young
University

Chin TK. 2014. Pediatric Rheumatic Heart disease. Medscape. [Online] Melalui:
http://emedicine.medscape.com/article/891897-overview#a0199
[diakses pada 29 September 2019].

Essop MR & Omar T. 2009. Rheumatic Fever. New York : Mosby/Elsevier

Fitzgerald, Roxanne. 2019. Rheumatic heart disease continues to take lives.


https://www.katherinetimes.com.au/story/6432941/rheumatic-heart-
disease-continues-to-take-lives/

Julius, W. D. 2016. Penyakit Jantung Reumatik. J Medula Unila. 4(3): 138-143.

Jumiarni Ilyar, dkk. 2006, Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga,
Pusat Pendidkan Tenaga Kesehatan Dep.Kes RI, Jakarta

Rilantono, LI. 2013. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

WHO. 2018. Reumatic Fever and Reumatic Heart Disease


31

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )


KOMPRES HANGAT

Topik : Kompres Hangat


Sub Topik : Pengertian Penyakit Jantung Reumatik, klasifikasi penyakit
Penyakit Jantung Reumatik, tanda dan gejala dari penyakit
Jantung Reumatik, penanganan medis bagi anak yang menderita
penyakit jantung reumatik, intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan untuk anak penderita penyakit jantung reumatik,
evaluasi kegiatan
Sasaran : Ibu-ibu yang memiliki anak usia 1-18 tahun, ibu hamil dan
warga desa Bangsalsari, Jember
Tempat : Balai Desa Bangsalsari, Jember
Hari / Tanggal : Kamis/ 12 September 2019
Waktu : 30 menit
Penyuluh : Mahasiswa Fakultas Keperawatan

I. Analisa Data
A. Kebutuhan Peserta Didik
Berdasarkan survei tepatnya di Desa Bangsalsari Kabupaten Jember,
memaparkan bahwa terdapat 2 klien yang menderita PJR akibat infeksi
dari bakteri Streptococus. Prevalnsi penyakit jantung rematik di Indonesia
cukup tinggi. Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung rematik
di negara-negara asia : Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah,
fillipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000
anak usia sekolah dan di india 51 kasus per 1000 anak usia sekolah. Dari
data 8 Rumah Sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD
rata-rata 3,44% dari seluruh jumlah penderita yang dirawat. Secara
Nasional mortilitas akibat RHD cukup tinngi dan ini merupakan penyebab
kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun. Mengingat
bahwa angka kejadian RHD cukup besar dan mengingat bahwa RHD juga
dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat pada
32

anak oleh sebab itu perlunya diadakan penyuluhan yang fungsinya untuk
memberi pengetahuan kepada masyarakat khususnya para ibu yang
memiliki balita yang belum mengetahui akan penyakit jantung reumatik
dan cara penanganannya.
B. Karakteristik Peserta Didik
Ibu yang memiliki bayi dan balita usia 1-59 bulan ( 0-5 tahun) dan ibu
hamil.
II. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, diharapkan ibu yang memiliki anak
usia 0-18 tahun yang ada di Desa Bangsalsari Kabupaten Jember lebih
memperhatikan mengenai kelainan pada anak sehingga ibu dapat
meminimalisir dampak dari penyakit khususnya penyakit jantung reumatik
III. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 x 30 menit, diharapkan ibu-
ibu yang memiliki anak usia 1-18 tahun di Desa Bangsalsari mampu:
a. Mereka mampu mengetahui penyakit RHD/PJR pada anak
b. Mereka mengerti akan tanda dan gejala penyakit RHD/PJR pada anak
c. Mereka mengetahui tentang penanganan dampak dari penyakit RHD/PJR
d. Mereka mampu mengulang kembali materi tentang kepatuhan meminum
obat yang telah di ajarkan
IV. Materi (Terlampir)
a. Pengertian dari RHD/PJR
b. Klasifikasi RHD/PJR
c. Tanda dan gejala RHD/PJR
d. Penanganan medis RHD/PJR
e. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk anak penderita
RHD/PJR
V. Metode
Ceramah, diskusi dan praktik
VI. Media
Leaflet
33

VII. Kegiatan Penyuluhan


N Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
o
1 Pembukaa  Memberikan salam  Menjawab
n  Perkenalan salam
5 menit  Menjelaskan TIU dan TIK  Mendengarkan
 Menyebutkan materi yang akan dan
diberikan memperhatikan
2. Inti  Menanyakan (review) kepada  Menjawab
20 menit masyarat tentang adanya atau pertanyaan
pengetahuan tentang penyakit penyuluhan
jantung yang dialami anak..  Mendengarkan
 Menjelaskan materi tentang : dan
a. Pengertian dari memperhatikan
RHD/PJR  Bertanya pada
b. Klasifikasi RHD/PJR penyuluh bila
c. Tanda dan gejala masih ada yang
RHD/PJR belum jelas
d. Penanganan medis
RHD/PJR
e. Intervensi
keperawatan yang
dapat dilakukan untuk
anak penderita
RHD/PJR
f. evaluasi kegiatan
3 Penutup  Evaluasi  Menjawab
5 menit  Menyimpulkan pertanyaan
 Mengucapkan salam penutup  Memperhatikan
 Menjawab
salam
34

VIII. Evaluasi
a. Apa pengertian RHD/PJR pada anak ?
b. Apa klasifikasi dari RHD/PJR pada anak ?
c. Apa yang menjadi tanda dan gejala RHD/PJR pada anak ?
d. Apa saja penanganan medis yang sesuai dengan RHD/PJR pada
anak?
e. Meminta kepada audiens untuk mempraktikan kembali apa yang
sudah diajarkan oleh mahasiswa
35

Lampiran
Materi
Materi Penyuluhan Penyakit Jantung Reumatik pada Anak

1. Pengertian RHD/PJR
Penyakit Jantung Reumatik atau biasa disebut dengan Rheumatic Heart
Disease merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak akibat dari
bakteri Streptococcus pyogenes. Penyakit ini merupakan kelainan katup
jantung akibat dari demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit jantung
reumatik dapat menimbulkan stenosis. Keadaan Penyakit jantung kronis ini
akan berakibat pada Gagal Jantung Kongestif, stroke dan Aritmia.

2. Klasifikasi dari RHD/PJR


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung dibagi
menjadi 4 stadium menurut Ngastiyah
a. Stadium 1
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Stretococcus
Hemolyticus Grup A.
Keluhan : demam, batuk, rasah sakit waktu menelan, diare, peradangan
pada tonsil yang disertai eksudat
b. Stadium 2
Periode ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik. Periode ini
biasanya berlangsung selama 1-3 minggu, kecuali korea yang timbul
beberapa minggu bahkan berbulan-bulan.
c. Stadium 3
Stadium ini merupakan fase demam reumatik, pada saat ini terjadi
timbulnya berbagai menifesttasi klinis demam reumatik/penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat diolongkan dalam gejala
peradangan umum dan spesifik RHD
36

d. Stadium 4
Stadium akhir ini merupakan stadium inaktif. Pada stadium ini penderita
demam reumatik tanpa kelainan jantung/penderita penyakit jantung
reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukan gejala apa-apa .Tanda
dan Gejala RHD/PJR
3. Tanda dan Gejala RHD/PJR
a. Kriteria minor
1) Demam
2) Polyatralgia
3) Peningkatan LED atau leukosit
4) PR interval memanjang
b. Kriteria mayor
1) Karditis
2) Polyarthritis (nyeri sendi)
3) Chorea
4) Erythema marginatum
5) Subcutaneous nodul
4. Penanganan medis RHD/PJR
a. Farmakologi
1) Terapi Antibiotika
Seperti yang kita ketahui bahwa RHD atau penyakit jantung reumatik
disebabkan oleh infeksi dari bakteri Streptococcus sehingga salah satu
penanganan yang dilakukan adalah pemberian antibiotika untuk
menghilangkan bakteri. Penisilin Benzatin 600.000 IU diberikan untuk
anak dengan berat badan kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat
badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali, intramuskular. Mekanisme aksi
dari golongan antibiotik β-lactam ini adalah menghambat pembentukan
peptidoglikan di dinding sel. β-lactam akan terikat pada enzim
transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan
bakteri, dan hal ini akan melemahkan dinding sel bakteri ketika
membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan
perpecahan sel (sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelahn diri.
37

2) Terapi Anti inflamasi


Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin saat
demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan hingga
sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi
direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi
dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah
adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai
8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi
dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan
fase akut. Untuk poliartritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu
dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu.
Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan
bukti yang mendukung poliartritis migrans akut pada demam rematik
akut. Pemberian prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2
sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat (Julius,
2016).
3) Terapi gagal jantung
Captopril 2x12,5 mg untuk mengurangi beban kerja jantung yang
disebabkan karena gagal jantung. Mekanisme kerja dari captopril yang
termasuk dalam golongan ACE inhibitor yaitu menghambat sistem
renin-angiotensinaldosteron dengan menghambat perubahan
Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan
vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi sekresi
aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin
maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu
vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric
oxyde. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan
darah dari ACE inhibitor dan juga mengurangi mortalitas hampir 20%
pada pasien dengan gagal jantung yang simptomatik serta mengurangi
gejala. ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang
rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal.
Fungsi ginjal dan serum pottasium harus diawasi dalam 1-2 minggu
38

setelah terapi dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan


dosis. Dosis inisial yaitu 6,25-12,5 mg sebanyak 2-3 kali/hari dan
diberikan dengan pengawasan yang tepat (Julius, 2016).
Pemberian furosemide tab 1x40 mg untuk mengatasi retensi cairan
sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja
jantung. Pada pemberian diuretik ini harus diawasi kadar kalium dalam
darah karena hipokalemia mudah terjadi sebagai efek samping dari
obat ini. Pemberian diuretik biasanya dikombinasikan dengan ACE
inhibitor. Kombinasi dari kedua obat ini akan memiliki efek tambahan
pada miokardium untuk mencegah perkembangan jaringan parut
miokard dan pembesaran miokard (Julius, 2016).
b. Non Farmakologi
1) Tirah Baring
Untuk terapi tirah baring dilakukan berdasarkan tingkat kearahan
penyakit yang dialami. Jika penyakit sudah tergolong berat yang artinya
disertai kardiomegali maka tirah baring dapat dilaksanakan selama
kurang lebih 2-4 bulan atau selama masih terdapat gagal jantung
kongestif. Jika artitris maka waktu tirah baring sekitar 1-2 minggu.
Untuk karditis minimal kurang lebih 2-4 minggu dan karditis sedang
kurang lebih 4-6 minggu (Julius, 2016).
2) Terapi operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus mengalami
perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif untuk
penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi
defisiensi katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk menyelamatkan
nyawapasien.
5. Cara Mengompres hangat
a. Tujuan pemberian kompres
kompres panas dapat memperlancar sirkulasi darah mengurangi rasa sakit
memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien
b. langkah-langkah (kompres hangat basah)
1. pasang pengalas dibawah daerah yang akan dikompres
39

2. celupkan/basahi kain atau handuk ke dalam cairan hangat


3. peras sedikit kain atau handuk yang sudah dibasahi
4. letakkan pada sendi anak yang nyeri dan tunggu sekitar 15-30 menit dan
jangan lupa celupkan kain atau handuk ke cairan hangat setiap 5 mneit
sekali.

Anda mungkin juga menyukai