KELOMPOK I :
ANNISA RIZKIYANI
FATRIA FURIKA ANJANI
MEYDIANA PUTRI PRATIWI
SUCI AMELIA
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Demam Rematik.
Makalah Teori Dorothea E Orem ini telah disusun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan,
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan perbaikan
pada makalah.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler Demam Rematik ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Kelompok I
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
BAB II................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................................3
2.1 Pengertian..............................................................................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................................................4
2.3 Epidemiologi.....................................................................................................................4
2.4 Patofisiologi......................................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis....................................................................................................................6
2.6 Diagnosis................................................................................................................................9
BAB III.............................................................................................................................................10
LAPORAN KASUS............................................................................................................................10
3.1 Identitas Pasien................................................................................................................10
3.2 Anamnesis........................................................................................................................10
3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................13
3.4 Diagnosis..........................................................................................................................15
3.5 Kie....................................................................................................................................16
BAB IV............................................................................................................................................17
PEMBAHASAN................................................................................................................................17
BAB V.............................................................................................................................................20
KESIMPULAN..................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Setiap tahunnya, terdapat 471.000 kasus baru demam rematik akut; serta, timbul lebih
dari 230.000 kematian yang diakibatkan oleh penyakit jantung rematik (Carapetis
et al., 2016; RHDAustralia, 2012). Data terakhir mengenai prevalensi demam
rematik di Indonesia untuk tahun 1981-1990 didapati 30-80 di antara 100.000
anak sekolah (Siregar, 2007).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
3
2.2 Etiologi
2.3 Epidemiologi
Terdapat kurang lebih 471.000 kasus demam rematik akut tiap tahunnya
dengan 71,33% di antaranya adalah anak berusia 5-14 tahun. Berdasarkan pada
sistematik review pada tahun 2005, demam rematik akut dan penyakit jantung
rematik mengakibatkan 350.000 kematian tiap tahunnya, dan sebagian besar
kematian ini terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah
(Carapetis et al., 2016). Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di
Indonesia didapati 30-80 kasus tiap 100.000 anak sekolah(Siregar, 2007).
A. Usia
Insiden awal pada demam rematik akut dapat dijumpai kasus tertingginya pada
anak usia 5-14 tahun. Walaupun pada beberapa kasus episode awal dapat terjadi
di usia yang lebih muda yakni usia 2-3 tahun ataupun pada remaja dan orang
dewasa. Namun, kasus-kasus yang dijumpai pada orang dengan usia lebih dari 30
tahun sangat jarang dijumpai. Sementara, episode recuurent sering dijumpai pada
anak dengan usia lebih tua, remaja dan dewasa muda, tetapi episode reccurent
akan berlanjut hingga decade keempat dalam kehidupan. Oleh sebab itu episode
reccurent pada demam rematik akut akan sangat jarang dijumpai pada usia di atas
35-40 tahun(Carapetis et al., 2016; RHDAustralia, 2012).
4
B. Jenis kelamin
Pada sebagian besar populasi, rasio demam rematik akut antara laki-laki dan
perempuan adalah sama (Carapetis et al., 2016).
2.4 Patofisiologi
Setelah infeksi GAS pada faring, neutrophil, makrofag dan sel dendritik
memfagosit bakteri dan present antigen terhadap sel T. Baik sel B dan sel T
memberikan respond imun terhadap infeksi GAS, melalui produksi antibody (IgM
dan IgG) dan kemudian melalui aktivasi sel T (terutama sel CD4). Pada
suspectible individu, respond imun host menghadapi GAS akan memicu reaksi
autoimun terhadap jaringan pada host itu sendiri (contohnya, jantung, otak, sendi
dan kulit) (Carapetis et al., 2016).
5
2.5 Manifestasi Klinis
a. Arthritis
Artrhtis merupakan gejala major yang sering ditemukan pada demam rematik
akut. Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat. Sendi yang biasanya
terkena adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul,
siku dan bahu. Gejala ini munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat
12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan menghilang secara
perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu dan seringkali
sembuh sempurna. Proses migrasi artritis ini membu-tuhkan waktu 3-6 minggu.
Sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat terkena. dengan aspirin dapat
merupakan diagnosis terapetik pada atritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak
membaik dalam 24 - 72 jam, maka diagnosis menjadi meragukan.
Jika terdapat poliartritis, maka artralgia tidak dapat digunakan sebagai gejala
minor dari demam rematik akut. Mungkin tidak ada tanda-tanda arthritis yang
jelas, terutamanya ketika NSAID telah digunakan. Manifestasi sendi dapat
berlangsung fluktuatif selama berhari-hari hingga beberapa minggu, dan mungkin
sulit untuk membedakan artritis dengan artralgia berdasarkan riwayat saja (Webb,
Grant and Harnden, 2015). Kadang-kadang peradangan dirujuk dengan lima tanda
kardinal dengan nama Latin - Dolor (sakit), kalor (hangat), rubor (kemerahan),
tumor (pembengkakan), fungsi laesa (kehilangan fungsi) (Antonelli and Kushner,
2017).
6
b. Karditis rematik
Karditis rematik adalah inflamasi aktif pada jaringan jantung, terutama katup
mitral dan atau katup aorta, yang disebabkan oleh demam rematik akut. Karditis
rematik merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidensi 40-50% dan
dapat berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Karditis
rematik sebagian besar ditegakkan melalui adanya valvulitis pada katup mitral
(mitral regurgitasi) dan, yang jarang terjadi, valvulitis pada katup aorta (aortic
regurgitasi).
Kardiomegali terjadi ketika dijumpai regurgitasi katup moderate atau severe.
Sejak publikasi kriteria Jones tahun 1992, penggunaan Doppler echocardiography
diperlukan dalam penegakan diagnosis keterlibatan jantung pada demam rematik
akut. Oleh sebab itu, evaluasi echocardiography pada seluruh pasien dengan
suspek demam rematik akut merupakan rekomendasi baru pada kriteria Jones
tahun,2015.
Kadang-kadang karditis rematik asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri
sendi. Karditis rematik ini bisa hanya mengenai endokardium saja. Endokarditis
terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral merupakan katup yang paling
banyak terkena dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta sendiri
jarang dikenai. Dapat dijumpai regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik
yang menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik
(Bising Carey Coobs). Dengan ekokardiografi dua dimensi dapat mengevaluasi
kelainan anatomi jantung sedangkan dengan pemeriksaan Doppler dapat
ditentukan fungsi dari jantung. Miokarditis dapat terjadi bersamaan dengan
endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tak
akan berdiri sendiri, biasanya yang terjadi adalah pankarditis.
7
c. Chorea
Chorea ini didapatkan pada 30% dari demam rematik dan dapat merupakan
manifestasi klinis sendiri atau ditemui bersamaan dengan karditis. Masa laten
infeksi GAS dengan chorea cukup lama yaitu 2 - 6 bulan atau lebih. Lebih sering
menyerang wanita pada umur 8 - 12 tahun dan gejalanya biasanya muncul selama
3 - 4 bulan. Gerakan-gerakan tidak disadari yang menghilang saat tidur akan
ditemukan pada wajah dan angota-anggota gerak tubuh dan biasanya unilateral.
d. Eritema marginatum
e. Nodul Subkutanius:
Besar diameternya kira-kira 0.5 - 2 cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan.
Nodul ini terbentuk pada area penonjolan tulang atau tendon ekstensor.
Baik eritema marginatum dan nodul subkutanius jarang dijumpai pada
kasus demam rematik akut. Keduanya hanya dijumpai sejumlah kurang dari 10%
pada kasus di pasien. Demam pada demam rematik akut tidak khas dan jarang
menjadi keluhan utama pada demam reamtik akut.
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi bakteri GAS ini perlu
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi klinik hapusan tenggorokan pada saat akut.
Biasanya kultur GAS negatif pada fase akut itu. Bila positif pun, belum pasti
membantu diagnosis sebab masih ada kemungkinan terjadi akibat kekambuhan
dari kuman GAS itu atau infeksi streptokok dengan strain yang lain.
Namun, antibodi streptokok lebih menjelaskan adanya infeksi streptokok
dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se. Terbentuknya antibodi-
antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila
besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak, sedangkan
8
titer pada DNA-se B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-
anak. Pada fase akut ditemukan lekositosis, laju endap darah yang meningkat,
protein C- reactive, mikoprotein serum. Laju endap darah dan protein C-reactive
yang tersering diperiksa. Keduanya selalu meningkat atau positif saat fase akut
dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat antireumatik.
2.6 Diagnosis
9
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : KDA
No RM : -
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jalan Imam Bonjol, Denpasar
Agama : Hindu
Pekerjaan : Penjahit
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tgl MRS : 10 oktober 2022
Tgl Pemeriksaan : 10 oktober 2022
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri pada telapak kaki kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dianamnesis dalam keadaan sadar di ruang rawat inap Bakung
Timur RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 11 Mei 2019 pukul 11.00. Pasien
datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 9 Mei 2019 dengan keluhan nyeri
pada telapak kaki kanan yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu
SMRS. Pasien mengatakan nyeri pada telapak kaki kanannya seperti ada yang
menggerogoti. Nyeri berlangsung terus-menerus sepanjang hari, namun nyerinya
tersebut tidak sampai menganggu pasien saat beristirahat pada malam hari. Rasa
nyeri yang berat dirasakan pasien pada telapak kaki sehingga menyulitkan pasien
untuk berjalan. Pasien merasa nyeri di kedua kakinya sedikit membaik apabila
kedua kakinya diangkat dan diletakkan di atas bantal saat berbaring. Pada
10
mulanya nyeri dirasakan pada kedua paha, kemudian menjalar ke kedua lutut lalu
pada kedua telapak kaki. Seiring berjalannya penyakit, keluhan pada telapak kaki
kanan lebih berat dibandingkan telapak kaki kiri. Sebelum MRS,
pasien sudah pernah berobat ke poliklinik dan sudah diberikan suntikan penahan nyeri
serta pulang dengan obat Paracetamol, namun keluhannya tidak membaik.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kedua pergelangan kaki.
Nyeri pada pergelangan kaki dikatakan muncul bersamaan dengan nyeri pada
telapak kaki kanannya, yakni sejak satu minggu yang lalu. Nyeri pada pergelangan
kaki kiri dan kanan dikatakan seperti tertusuk-tusuk dan hanya menghilang setelah
pasien tidur. Pada mulanya nyeri tersebut dirasakan di kedua pergelangan tangan, lalu
berpindah ke pergelangan kaki kiri, setelah itu ke pergelangan kaki kanan. Pasien
juga mengeluhkan lokasi nyeri tersebut berasa hangat.
Nyeri pada pergelangan kaki dan tangan dikatakan terus – menerus dan dirasakan
pasien sepanjang hari. Keluhan ini dikatakan tidak membaik dengan obat namun
memburuk Ketika pasien berjalan. Pasien juga mengeluhkan demam. Demam
dikatakan muncul sehari setelah nyeri pada kedua pahanya. Demam dikatakan hilang
timbul dengan suhu berkisar 38ºC. Demam berlangsung sekitar 3 hari dan pasien
sempat berobat ke klinik Penta Medika. Demam dikatakan tidak disertai dengan
mengigil. Pasien menyangkal adanya gerakan kaki, tangan atau kepala yang tidak
terkontrol. Benjolan pada kulit disangkal oleh pasien. Riwayat batuk terus menerus,
nyeri dan sesak dada, napas pendek, detak jantung yang cepat juga disangkal oleh
pasien.
Gejala sesak sesak saat tidur, kesulitan bernafas di malam hari dan sesak
saat tidur berbaring juga disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluh kekakuan pada
kaki kanan pada pagi hari selama 5 menit, namun hanya dirasakan selama 4 hari
terakhir saja. Pasien mengatakan kekakuan tersebut dirasakan seperti pegal. Kekakuan
tersebut menghilang dengan sendirinya apabila kaki digerakkan sedikit setelah
bangun dari tidur dan tidak menganggu aktivitas seharian
11
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat keluhan seperti yang dialami pasien tidak
ditemukan pada keluarga. Riwayat penyakit keganasan dan penyakit sistemik lainnya
seperti tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan penyakit ginjal
disangkal oleh pasien. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang istri yang tinggal serumah berdua dengan
suaminya, namun pasien tinggal di pemukiman yang padat. Pasien bekerja sebagai
penjahit di perusahaan konveksi. Kebiasaan merokok dan minum alcohol
disangkal oleh pasien
12
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-Tanda Vital (10-0kt-2022):
- Kondisi umum : Sakit ringan
- Kesadaran : Compos Mentis
- GCS : E4 V5 M6
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 84 kali/menit
- Respirasi : 20 kali/menit
- Suhu aksila : 36.5 o C
- VAS : 2/10
- Berat badan : 26 kg
- Tinggi Badan : 127 cm
- BMI : 22 (Gizi baik)
Pemeriksaan Umum (10-okt-2022)
Kepala : Normocephali, alopecia (-), Butterfly rash (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, reflek pupil +/+
2mm.2mm isokor, edema palpebral -/-
THT :
- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal
- Hidung : Bentuk normal, sekret tidak ada
- Mulut : Pendarahan Gusi (-)
- Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
- Lidah : Ulkus (-), papil lidah atrofi (-), white plaque (-)
- Bibir : Kering (-), sianosis (-)
Leher : JVP PR + 0 cm H2O, Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran
Kelenjar Tiroid (-)
- Thoraks : Simetris saat statis dan dinamis
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill (-)Perkusi :
- batas atas jantung ICS 2 sinistra
13
- batas bawah ICS 5 sinistra
- batas kanan jantung pada PSL dekstra
- batas kiri jantung pada MCL ICS 5 sinistra
Auskultasi : S1 tunggal, S2 tunggal, regular, bunyi jantung menjauh
(-), friction rub (-), murmur (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus N/N, pergerakan simetris
14
3.4 DIAGNOSIS KERJA
15
3.5 KIE
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Namun berdasarkan kasus, pasien boleh dianggap sebagai mampu secara status
ekonomik. Tetapi sesuai berdasarkan teori, pasien tinggal di pemukiman yang padat.
Berdasarkan teori, wabah demam rematik akut terjadi di Amerika pada tahun
1980 di mana pasien-pasien anak yang terserang juga pada kelompok ekonomi
menengah dan atas, akibat pemukiman yang padat. (Carapetis et al., 2016)
17
meningkat atau positif saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat
antirematik. (PAPDI, 2014)
Terapi untuk demam rematik akut dalam kasus ini akan dilanjutkan selama
5 tahun, yaitu injeksi tunggal intramuscular Benzathine benzylpenicillin G
1200000 unit setiap satu bulan. Berdasarkan teori, pencegahan sekunder ini
didapatkan kekambuhan demam rematik akut sebanyak 0.003% pasien pertahun
dibandingkan tanpa melakukan pencegahan sekunder yaitu sebanyak 0.2% pasien
pertahun (PERKI et al., 2016).
Dalam kasus dijumpai bahwa pasien ada ISK unkomplikata walaupun pasien
tidak ada keluhan maka ciprofloxacin telah diberikan antibiotic empiris sebagai terapi.
18
4.5 Prognosis Pada Demam Rematik
19
BAB V
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
nbogen, J. M., . . . Carapetis, J. (2017). Group
A Streptococcus, Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease:
Epidemiology and Clinical Considerations. Current treatment options in
cardiovascular medicine, 19(2), 15-15. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28285457
7. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5346434/.
doi:10.1007/s11936-017-0513-y
8. Antonelli, M. and Kushner, I. (2017). It’s time to redefine inflammation.
The FASEB Journal, 31(5), pp.1787-1791.
9. Webb, R., Grant, C. and Harnden, A. (2015). Acute rheumatic fever. BMJ,
p.h3443
22