Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

GANGGUAN KARDIOVASKULER DEMAM REMATIK

KELOMPOK I :

 ANNISA RIZKIYANI
 FATRIA FURIKA ANJANI
 MEYDIANA PUTRI PRATIWI
 SUCI AMELIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KADER BANGSA
PALEMBANG 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Demam Rematik.

Makalah Teori Dorothea E Orem ini telah disusun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan,
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat dilakukan perbaikan
pada makalah.

Akhir kata, saya berharap semoga makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler Demam Rematik ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Palembang, November 2022

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
BAB II................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................................3
2.1 Pengertian..............................................................................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................................................4
2.3 Epidemiologi.....................................................................................................................4
2.4 Patofisiologi......................................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis....................................................................................................................6
2.6 Diagnosis................................................................................................................................9
BAB III.............................................................................................................................................10
LAPORAN KASUS............................................................................................................................10
3.1 Identitas Pasien................................................................................................................10
3.2 Anamnesis........................................................................................................................10
3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................13
3.4 Diagnosis..........................................................................................................................15
3.5 Kie....................................................................................................................................16
BAB IV............................................................................................................................................17
PEMBAHASAN................................................................................................................................17
BAB V.............................................................................................................................................20
KESIMPULAN..................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam rematik adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya reaksi


imunologis terhadap infeksi bakteri group A beta-hemolytic Streptococcus (GAS).
Demam rematik akut merupakan sinonim dari demam rematik dengan penekanan
onset terjadi secara akut (PAPDI, 2014; RHDAustralia, 2012). Infeksi bakteri
GAS menyebabkan respon inflamasi yang akut dan sistemik serta menimbulkan
gangguan yang mempengaruhi bagian tubuh tertentu, terutama jantung, sendi,
otak dan kulit. Pasien dengan demam rematik akut sering merasakan nyeri berat
dan memerlukan rawat inap di rumah sakit. Meskipun demikian, demam rematik
akut tidak menyebabkan gangguan permanen pada otak, sendi ataupun kulit
(RHDAustralia, 2012)
Bagaimana pun juga, gangguan yang ditimbulkan pada jantung, atau
secara spesifik yakni pada katup mitral dan atau katup aorta dapat menetap segera
sesudah episode akut terselesaikan. Hal ini disebut dengan penyakit jantung
rematik. Jika dibandingkan dengan komunitas masyarakat yang lebih luas, pasien
yang telah memiliki demam rematik akut berisiko lebih besar untuk mengalami
episode yang sama di lain waktu. Episode berulang dari demam rematik akut
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada katup jantung. Hal ini disebut sebagai
penyakit jantung rematik. Oleh karena itu, penyakit jantung rematik secara terus
menerus dapat memburuk pada pasien dengan episode berulang demam
rematik akut (RHDAustralia, 2012). Demam rematik dapat dijumpai di seluruh dunia
(PAPDI, 2014).

1
Setiap tahunnya, terdapat 471.000 kasus baru demam rematik akut; serta, timbul lebih
dari 230.000 kematian yang diakibatkan oleh penyakit jantung rematik (Carapetis
et al., 2016; RHDAustralia, 2012). Data terakhir mengenai prevalensi demam
rematik di Indonesia untuk tahun 1981-1990 didapati 30-80 di antara 100.000
anak sekolah (Siregar, 2007).

Penanganan yang tepat penting dilakukan untuk mencegah serangan


berulang, komplikasi dan peningkatan biaya kesehatan. Karenanya, diperlukan
ketersediaan penatalaksanaan dan pencegahan yang mengurangi risiko

kekambuhan dan perburukan kondisi. Sehubungan tingkat kepatuhan minum obat


berhubungan dengan prediktor risiko terjadinya serangan berulang dalam demamr
reumatik, diperlukan edukasi yang lengkap dan efektif.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non


supuratif dengan proses “delayed autoimmune” pada kelainan vascular kolagen
atau kelainan jaringan ikat. Preses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang
dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system saraf pusat
(PAPDI,2014).
Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan
penekana onset terjadinya akut, sedangkan yang dimaksud demam rematik inaktif
adalah demam rematik tanpa ditemui tanda-tanda radang, atau disebut dengan
riwayat demam rematik. Demam rematik dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat timbul kembali berulang-ulang, yang
disebut kekambungan(reccurent)(PAPDI,2014).
Demam rematik akut dapat menimbulkan sakit berat, seperti rasa nyeri
berat akibat radang pada sendi, sesak nafas dan oedem akibat gagal jantung,
demam tinggi dan gerakan chorea yang meenggangu aktivitas sehari-hari pasien.
Pasien dengan demam rematik akut biasanya memerlukan perawatan di rumah
sakit dengan tujuan penegakan diagnosis dan gejala dapat teratasi. Meskipun
sendi-sendi merupakan organ yang paling sering dikenai, tetapi jantung
merupakan organ dengan kerusakan yang terberat. Sebagian besar gejala klinis
demam rematik akut dapat mereda selama periode rawat inap yang singkat
(benigna dan sementara), tetapi kerusakan pada katup jantung kemungkinan akan
terus ada. Kerusakan kronis pada katup jantung ini disebut sebagai penyakit
jantung rematik. Penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas yang terjadi pada demam rematik akut (Carapetis et al., 2016;
PAPDI, 2014).

3
2.2 Etiologi

Manifestasi klinik dari penyakit demam rematik akut disebabkan oleh


bakteri group A beta-hemolytic Streptococcus (GAS), Streptococcus pyrogenes
pada tonsilofaringitis dengan masa laten ± 1-3 minggu. Bakteri GAS adalah
bakteri yang terbanyak menimbulkan tonsilofaringitis dengan akibat delayed
autoimmune dan berakibat demam rematik dan penyakit jantung rematik (Carapetis et
al.,2016;PAPDI,2014).

2.3 Epidemiologi

Terdapat kurang lebih 471.000 kasus demam rematik akut tiap tahunnya
dengan 71,33% di antaranya adalah anak berusia 5-14 tahun. Berdasarkan pada
sistematik review pada tahun 2005, demam rematik akut dan penyakit jantung
rematik mengakibatkan 350.000 kematian tiap tahunnya, dan sebagian besar
kematian ini terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah
(Carapetis et al., 2016). Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di
Indonesia didapati 30-80 kasus tiap 100.000 anak sekolah(Siregar, 2007).

Beberapa faktor risko pada penyakit demam rematik akut adalah :

A. Usia

Insiden awal pada demam rematik akut dapat dijumpai kasus tertingginya pada
anak usia 5-14 tahun. Walaupun pada beberapa kasus episode awal dapat terjadi
di usia yang lebih muda yakni usia 2-3 tahun ataupun pada remaja dan orang
dewasa. Namun, kasus-kasus yang dijumpai pada orang dengan usia lebih dari 30
tahun sangat jarang dijumpai. Sementara, episode recuurent sering dijumpai pada
anak dengan usia lebih tua, remaja dan dewasa muda, tetapi episode reccurent
akan berlanjut hingga decade keempat dalam kehidupan. Oleh sebab itu episode
reccurent pada demam rematik akut akan sangat jarang dijumpai pada usia di atas
35-40 tahun(Carapetis et al., 2016; RHDAustralia, 2012).

4
B. Jenis kelamin

Pada sebagian besar populasi, rasio demam rematik akut antara laki-laki dan
perempuan adalah sama (Carapetis et al., 2016).

C. Faktor ekonomi dan lingkungan

Kondisi yang umum dijumpai pada demam rematik akut berhubungan


dengan kemiskinan dan status ekonomi yang rendah. Kepadatan penduduk
mungkin merupakan faktor risiko tingginya kasus demam rematik (Carapetis et al.,
2016). Namun, wabah demam rematik akut pada tahun 1980 di Amerika, pasien-
pasien anak yang terserang juga pada kelempok ekonomi menengah dan atas
(PAPDI,2014).

2.4 Patofisiologi

Setelah infeksi GAS pada faring, neutrophil, makrofag dan sel dendritik
memfagosit bakteri dan present antigen terhadap sel T. Baik sel B dan sel T
memberikan respond imun terhadap infeksi GAS, melalui produksi antibody (IgM
dan IgG) dan kemudian melalui aktivasi sel T (terutama sel CD4). Pada
suspectible individu, respond imun host menghadapi GAS akan memicu reaksi
autoimun terhadap jaringan pada host itu sendiri (contohnya, jantung, otak, sendi
dan kulit) (Carapetis et al., 2016).

Reaksi autoimun ini dimediasi oleh antibody-antibodi specific-


Streptococcus spp. dan sel-sel T melalui proses molecular mimicy (Gambar 1).
Molecular mimicry adalah proses sharing antibody atau epitope sel T antara host
dan mikororganisme penyebab infeksi. Infeksi mikororganisme pada host
menghasilkan antibodi-antibodi atau sel-sel T yang melawan pathogen infeksi
agar membersihkan infeksi dari host. Namun antibody-antibodi dan sel-sel T
tersebut turut mengenali antigen host. Dalam kasus demam rematik akut, antigen
host terletak pada jaringan seperti jantung dan otak(Carapetis et al. 2016)

5
2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis utama yang dijumpai pada pasien dengan demam


rematik akut adalah (Carapetis et al., 2016; PAPDI, 2014) :

a. Arthritis

Artrhtis merupakan gejala major yang sering ditemukan pada demam rematik
akut. Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacat. Sendi yang biasanya
terkena adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki, paha, lengan, panggul,
siku dan bahu. Gejala ini munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri yang meningkat
12-24 jam yang diikuti dengan reaksi radang. Nyeri ini akan menghilang secara
perlahan-lahan.
Radang sendi ini jarang yang menetap lebih dari satu minggu dan seringkali
sembuh sempurna. Proses migrasi artritis ini membu-tuhkan waktu 3-6 minggu.
Sendi-sendi kecil jari tangan dan kaki juga dapat terkena. dengan aspirin dapat
merupakan diagnosis terapetik pada atritis yang sangat bermanfaat. Bila tidak
membaik dalam 24 - 72 jam, maka diagnosis menjadi meragukan.
Jika terdapat poliartritis, maka artralgia tidak dapat digunakan sebagai gejala
minor dari demam rematik akut. Mungkin tidak ada tanda-tanda arthritis yang
jelas, terutamanya ketika NSAID telah digunakan. Manifestasi sendi dapat
berlangsung fluktuatif selama berhari-hari hingga beberapa minggu, dan mungkin
sulit untuk membedakan artritis dengan artralgia berdasarkan riwayat saja (Webb,
Grant and Harnden, 2015). Kadang-kadang peradangan dirujuk dengan lima tanda
kardinal dengan nama Latin - Dolor (sakit), kalor (hangat), rubor (kemerahan),
tumor (pembengkakan), fungsi laesa (kehilangan fungsi) (Antonelli and Kushner,
2017).

6
b. Karditis rematik

Karditis rematik adalah inflamasi aktif pada jaringan jantung, terutama katup
mitral dan atau katup aorta, yang disebabkan oleh demam rematik akut. Karditis
rematik merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidensi 40-50% dan
dapat berlanjut dengan gejala yang lebih berat yaitu gagal jantung. Karditis
rematik sebagian besar ditegakkan melalui adanya valvulitis pada katup mitral
(mitral regurgitasi) dan, yang jarang terjadi, valvulitis pada katup aorta (aortic
regurgitasi).
Kardiomegali terjadi ketika dijumpai regurgitasi katup moderate atau severe.
Sejak publikasi kriteria Jones tahun 1992, penggunaan Doppler echocardiography
diperlukan dalam penegakan diagnosis keterlibatan jantung pada demam rematik
akut. Oleh sebab itu, evaluasi echocardiography pada seluruh pasien dengan
suspek demam rematik akut merupakan rekomendasi baru pada kriteria Jones
tahun,2015.
Kadang-kadang karditis rematik asimtomatik dan terdeteksi saat adanya nyeri
sendi. Karditis rematik ini bisa hanya mengenai endokardium saja. Endokarditis
terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitral merupakan katup yang paling
banyak terkena dan dapat bersamaan dengan katup aorta. Katup aorta sendiri
jarang dikenai. Dapat dijumpai regurgitasi mitral ditemukan dengan bising sistolik
yang menjalar ke aksila, dan kadang-kadang juga disertai bising mid-diastolik
(Bising Carey Coobs). Dengan ekokardiografi dua dimensi dapat mengevaluasi
kelainan anatomi jantung sedangkan dengan pemeriksaan Doppler dapat
ditentukan fungsi dari jantung. Miokarditis dapat terjadi bersamaan dengan
endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung. Perikarditis tak
akan berdiri sendiri, biasanya yang terjadi adalah pankarditis.

7
c. Chorea

Chorea ini didapatkan pada 30% dari demam rematik dan dapat merupakan
manifestasi klinis sendiri atau ditemui bersamaan dengan karditis. Masa laten
infeksi GAS dengan chorea cukup lama yaitu 2 - 6 bulan atau lebih. Lebih sering
menyerang wanita pada umur 8 - 12 tahun dan gejalanya biasanya muncul selama
3 - 4 bulan. Gerakan-gerakan tidak disadari yang menghilang saat tidur akan
ditemukan pada wajah dan angota-anggota gerak tubuh dan biasanya unilateral.

d. Eritema marginatum

Eritema marginatum ini ditemukan pada kira-kira 5% pasien demam reamtik


akut, dan berlangsung berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal.

e. Nodul Subkutanius:

Besar diameternya kira-kira 0.5 - 2 cm, bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan.
Nodul ini terbentuk pada area penonjolan tulang atau tendon ekstensor.
Baik eritema marginatum dan nodul subkutanius jarang dijumpai pada
kasus demam rematik akut. Keduanya hanya dijumpai sejumlah kurang dari 10%
pada kasus di pasien. Demam pada demam rematik akut tidak khas dan jarang
menjadi keluhan utama pada demam reamtik akut.
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi bakteri GAS ini perlu
dilakukan pemeriksaan mikrobiologi klinik hapusan tenggorokan pada saat akut.
Biasanya kultur GAS negatif pada fase akut itu. Bila positif pun, belum pasti
membantu diagnosis sebab masih ada kemungkinan terjadi akibat kekambuhan
dari kuman GAS itu atau infeksi streptokok dengan strain yang lain.
Namun, antibodi streptokok lebih menjelaskan adanya infeksi streptokok
dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se. Terbentuknya antibodi-
antibodi ini sangat dipengaruhi oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila
besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320 Todd pada anak-anak, sedangkan

8
titer pada DNA-se B 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd untuk anak-
anak. Pada fase akut ditemukan lekositosis, laju endap darah yang meningkat,
protein C- reactive, mikoprotein serum. Laju endap darah dan protein C-reactive
yang tersering diperiksa. Keduanya selalu meningkat atau positif saat fase akut
dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat antireumatik.

2.6 Diagnosis

Diagnosis demam rematik akut didasarkan pada manifestasi klinis, bukan


hanya pada tanda, gejala atau kelainan laboratorium patognomis. Pada tahun 1944
Jones menetapkan kriteria diagnosis atas dasar beberapa sifat dan gejala. Setelah
itu kriteria ini dimodifikasi pada tahun 1955 dan selanjutnya direvisi 1965, 1984,
1992, 2004, dan terakhir pada tahun 2015.

9
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : KDA
No RM : -
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jalan Imam Bonjol, Denpasar
Agama : Hindu
Pekerjaan : Penjahit
Status Pernikahan : Sudah menikah
Tgl MRS : 10 oktober 2022
Tgl Pemeriksaan : 10 oktober 2022

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama
Nyeri pada telapak kaki kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dianamnesis dalam keadaan sadar di ruang rawat inap Bakung
Timur RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 11 Mei 2019 pukul 11.00. Pasien
datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 9 Mei 2019 dengan keluhan nyeri
pada telapak kaki kanan yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu
SMRS. Pasien mengatakan nyeri pada telapak kaki kanannya seperti ada yang
menggerogoti. Nyeri berlangsung terus-menerus sepanjang hari, namun nyerinya
tersebut tidak sampai menganggu pasien saat beristirahat pada malam hari. Rasa
nyeri yang berat dirasakan pasien pada telapak kaki sehingga menyulitkan pasien
untuk berjalan. Pasien merasa nyeri di kedua kakinya sedikit membaik apabila
kedua kakinya diangkat dan diletakkan di atas bantal saat berbaring. Pada
10
mulanya nyeri dirasakan pada kedua paha, kemudian menjalar ke kedua lutut lalu
pada kedua telapak kaki. Seiring berjalannya penyakit, keluhan pada telapak kaki
kanan lebih berat dibandingkan telapak kaki kiri. Sebelum MRS,

pasien sudah pernah berobat ke poliklinik dan sudah diberikan suntikan penahan nyeri
serta pulang dengan obat Paracetamol, namun keluhannya tidak membaik.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kedua pergelangan kaki.

Nyeri pada pergelangan kaki dikatakan muncul bersamaan dengan nyeri pada
telapak kaki kanannya, yakni sejak satu minggu yang lalu. Nyeri pada pergelangan
kaki kiri dan kanan dikatakan seperti tertusuk-tusuk dan hanya menghilang setelah
pasien tidur. Pada mulanya nyeri tersebut dirasakan di kedua pergelangan tangan, lalu
berpindah ke pergelangan kaki kiri, setelah itu ke pergelangan kaki kanan. Pasien
juga mengeluhkan lokasi nyeri tersebut berasa hangat.

Nyeri pada pergelangan kaki dan tangan dikatakan terus – menerus dan dirasakan
pasien sepanjang hari. Keluhan ini dikatakan tidak membaik dengan obat namun
memburuk Ketika pasien berjalan. Pasien juga mengeluhkan demam. Demam
dikatakan muncul sehari setelah nyeri pada kedua pahanya. Demam dikatakan hilang
timbul dengan suhu berkisar 38ºC. Demam berlangsung sekitar 3 hari dan pasien
sempat berobat ke klinik Penta Medika. Demam dikatakan tidak disertai dengan
mengigil. Pasien menyangkal adanya gerakan kaki, tangan atau kepala yang tidak
terkontrol. Benjolan pada kulit disangkal oleh pasien. Riwayat batuk terus menerus,
nyeri dan sesak dada, napas pendek, detak jantung yang cepat juga disangkal oleh
pasien.

Gejala sesak sesak saat tidur, kesulitan bernafas di malam hari dan sesak
saat tidur berbaring juga disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluh kekakuan pada
kaki kanan pada pagi hari selama 5 menit, namun hanya dirasakan selama 4 hari
terakhir saja. Pasien mengatakan kekakuan tersebut dirasakan seperti pegal. Kekakuan
tersebut menghilang dengan sendirinya apabila kaki digerakkan sedikit setelah
bangun dari tidur dan tidak menganggu aktivitas seharian

11
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat anemia disangkal oleh pasien. Riwayat kemerahan pada wajah


setelah terkena sinar matahari juga disangkal. Riwayat sering radang tenggorokan
disangkal namun pasien mengeluh bahwa ia pernah sakit tenggorokan 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit Sanglah. Sakit tenggorokan tersebut berlangsung
selama satu minggu dan sudah membaik dengan sendirinya walaupun pasien tidak
berobat untuk sakit tenggorokannya. Sakit tenggorokan tidak disertai batuk. Sakit
tenggorokan dikatakan disertai demam namun membaik dengan obat paracetamol.
Sakit tenggorokan tersebut dikatakan memburuk ketika makan atau minum dan
tidak disertai oleh keluhan lain. Riwayat nyeri kencing, berbuih, berdarah, dan
inkontinensi ketika kencing disangkal. Keluhan BAB disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat keluhan seperti yang dialami pasien tidak
ditemukan pada keluarga. Riwayat penyakit keganasan dan penyakit sistemik lainnya
seperti tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan penyakit ginjal
disangkal oleh pasien. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien merupakan seorang istri yang tinggal serumah berdua dengan
suaminya, namun pasien tinggal di pemukiman yang padat. Pasien bekerja sebagai
penjahit di perusahaan konveksi. Kebiasaan merokok dan minum alcohol
disangkal oleh pasien

12
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
 Tanda-Tanda Vital (10-0kt-2022):
- Kondisi umum : Sakit ringan
- Kesadaran : Compos Mentis
- GCS : E4 V5 M6
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 84 kali/menit
- Respirasi : 20 kali/menit
- Suhu aksila : 36.5 o C
- VAS : 2/10
- Berat badan : 26 kg
- Tinggi Badan : 127 cm
- BMI : 22 (Gizi baik)
 Pemeriksaan Umum (10-okt-2022)
Kepala : Normocephali, alopecia (-), Butterfly rash (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, reflek pupil +/+
2mm.2mm isokor, edema palpebral -/-
 THT :
- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal
- Hidung : Bentuk normal, sekret tidak ada
- Mulut : Pendarahan Gusi (-)
- Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)
- Lidah : Ulkus (-), papil lidah atrofi (-), white plaque (-)
- Bibir : Kering (-), sianosis (-)
Leher : JVP PR + 0 cm H2O, Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran
Kelenjar Tiroid (-)
- Thoraks : Simetris saat statis dan dinamis
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill (-)Perkusi :
- batas atas jantung ICS 2 sinistra

13
- batas bawah ICS 5 sinistra
- batas kanan jantung pada PSL dekstra
- batas kiri jantung pada MCL ICS 5 sinistra
Auskultasi : S1 tunggal, S2 tunggal, regular, bunyi jantung menjauh
(-), friction rub (-), murmur (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus N/N, pergerakan simetris

14
3.4 DIAGNOSIS KERJA

1. Demam Rematik Akut Episode Pertama (1 mayor, 2 minor)


 1 major: Polyarthritis
 2 minor: Deman ≥ 38ºC; LED ≥ 60mm dan CRP ≥ 3.0 mg/dL
2. ISK Unkomplikata
3.6 TERAPI
 Tirah baring selama 2 minggu, dilanjutkan mobilisasi bertahap dua minggu
seterusnya.
 Benzanthine penicillin G 1,200,000 IM tungga
 Benzanthine penicillin G 1,200,000 IM tunggal setiap 4 minggu selama 5
tahun.
 Metilprednisolone 8mg tiap 8 jam PO selama 2 minggu, kemudian ditappering
20-25% tiap minggu
 Ciprofloxacin 200 mg tiap 12 jam IV
3.7 MONITORING
- Tanda-tanda vital
- Keluhan

15
3.5 KIE

- Edukasi pasien mengenai penyakit yang dideritanya dan perjalanan


penyakitnya.
- Edukasi pasien mengenai terapi, pentingnya dapatkan perobatan secara rutin
dan efek samping yang mungkin akan dialami.
- Edukasi pasien mengenai pentingnya hygenitas.

16
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Epidemiologi Dan Insiden Demam Rematik Akut

Berdasarkan teori, meskipun individu dari segala umur dapat mengalami


demam rematik akut, tetapi kasus demam rematik akut banyak- sekitar 90%,
terdapat pada pada anak-anak dan orang usia muda (5-15 tahun). Selain itu,
berdasarkan teori, ada dua keadaan terpenting dari segi epidemiologic pada
demam rematik akut yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk.

Namun berdasarkan kasus, pasien boleh dianggap sebagai mampu secara status
ekonomik. Tetapi sesuai berdasarkan teori, pasien tinggal di pemukiman yang padat.
Berdasarkan teori, wabah demam rematik akut terjadi di Amerika pada tahun
1980 di mana pasien-pasien anak yang terserang juga pada kelompok ekonomi
menengah dan atas, akibat pemukiman yang padat. (Carapetis et al., 2016)

4.2 Manifestasi Klinis Pada Demam Rematik

Berdasarkan teori, arthritis merupakan gejala major yang sering ditemukan


pada demam rematik akut. Sendi yang dikenai berpindah-pindah tanpa cacad dan
sendi yang biasanya terkena adalah sendi besar seperti lutut, pergelangan kaki,
paha, lengan, siku, bahu dan panggul. Berdasarkan kasus, teori ini terbukti benar
karena pasien juga mengeluhkan nyeri pada pergelangan kaki dan tanggannya.
Berdasarkan teori, chorea didapatkan pada 10% dari demam rematik akut
dan lebih sering menyerang perempuan pada umur 8-12 tahun. Teori ini sesuai
dengan kasus, dimana walaupun pasien dalam kasus adalah perempuan, usianya
sudah melebihi 12 tahun dan berdasarkan anamnesis, pasien menyangkal gejala-
gejala yang berkaitan dengan chorea, yaitu gerakan yang tidak terkontrol.
Sesuai dengan teori, hasil lab laju endap darah (LED) dan protein C-
reactive (CRP) pasien menunjukan hasil yang konsisten dengan teori. Dalam
kasus, laju endap darah dan protein C-reactive meningkat. Keduanya selalu

17
meningkat atau positif saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat-obat
antirematik. (PAPDI, 2014)

4.3 Diagnosis Pada Demam Rematik

Diagnosis demam rematik akut didasarkan pada manifestasi klinis, bukan


hanya pada tanda, gejala atau kelainan laboratarium. Kriteria Jones biasanya
digunakan untuk mendiagnosis demam rematik akut. Berdasarkan criteria Jones,
demam rematik akut boleh didiagnosis dengan dua manifestasi mayor atau satu
manifestasi mayor dan dua manifestasi minor ditambah bukti infeksi sterptococcal
kelompok A sebelumnya. Dalam kasus ini, pasien memenuhi satu kriteria satu
mayor (Polyarthritis) dan dua kriteria minor (Demam ≥ 38ºC; LED ≥ 60mm dan
CRP ≥ 3.0 mg/dL) ditambah bukti infeksi sterptococcal kelompok A sebelumnya
dan juga nilai ASTO kwalitatif dengan nilai 800 (nilai rujukan < 200) (Zuhlke et
al., 2017).

Pasien juga didapati menderita ISK unkomplikata yang didiagnosis


melalui pemeriksaan urin. Pasien tidak ada keluhan BAK seperti nyeri ketika
BAK, urin yang berdarah atau inkontinensi urin. ISK unkomplikata yang dideritai
pasien perlu diselidiki dengan lebih lanjut jika tidak membaik dengan pengobatan
antibiotic empiris walaupun pasien tidak ada keluhan BAK.

4.4 Penatalaksanaan Pada Demam Rematik

Terapi untuk demam rematik akut dalam kasus ini akan dilanjutkan selama
5 tahun, yaitu injeksi tunggal intramuscular Benzathine benzylpenicillin G
1200000 unit setiap satu bulan. Berdasarkan teori, pencegahan sekunder ini
didapatkan kekambuhan demam rematik akut sebanyak 0.003% pasien pertahun
dibandingkan tanpa melakukan pencegahan sekunder yaitu sebanyak 0.2% pasien
pertahun (PERKI et al., 2016).

Dalam kasus dijumpai bahwa pasien ada ISK unkomplikata walaupun pasien
tidak ada keluhan maka ciprofloxacin telah diberikan antibiotic empiris sebagai terapi.

18
4.5 Prognosis Pada Demam Rematik

Berdasarkan teori, kekambuhan yang terbanyak dan terpenting adalah


perjalanan penyakit rematik itu sendiri. Terdapat cukup banyak insiden dari
kekambuhan demam rematik yang berlanjut dan mengakibatkan penyakit jantung
rematik. Pencegahan primer demam rematik dapat diatasi dengan antibiotic
Penicillin V atau benzanthine penicillin dengan tujuan mengeradikasi bakteri
GAS. Pasien juga berisiko tinggi untuk mengalami kekambuhan kembali akibat
kuman sterotokokkus Group A, sehingga diperlukan penggunaan antibiotic untuk
pencegahan sekunder dilaksanakan dengan tujuan mencegah episode recurrent.
(PERKI et al., 2016

19
BAB V

KESIMPULAN

Pasien berinisial KD, perempuan berumur 8 tahun. Pemeriksaan dilakukan pada


tanggal 9 Mei 2019. Berdasarkan anamnesis Pasien datang dengan
keluhan nyeri pada telapak kaki kanan dan juga pembengkakan kaki kanan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah yaitu 100/70 mmHg
dengan Indeks Massa Tubuh normal yaitu 22 kg/m2. Pasien didiagnosis dengan
demam rematik akut.

Pasien didiagnosis dengan mengunakan kriteria Jones, yaitu


satu kriteria mayor (Polyarthritis) dan dua kriteria minor (Demam ≥ 38ºC ; LED ≥
60mm dan CRP ≥ 3.0 mg/dL) ditambah bukti infeksi sterptococcal kelompok A
sebelumnya. Penatalaksanaan yang direncanakan adalah pencegahan primer
demam rematik dapat diatasi dengan antibiotic Penicillin V atau benzanthine
penicillin dengan tujuan mengeradikasi bakteri GAS. Pasien juga berisiko tinggi
untuk mengalami kekambuhan kembali akibat kuman sterotokokkus Group A,
sehingga diperlukan penggunaan antibiotic untuk pencegahan sekunder
dilaksanakan dengan tujuan mencegah episode recurrent.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Carapetis, J. R., Beaton, A., Cunningham, M. W., Guilherme, L.,


Karthikeyan, G., Mayosi, B. M., . . . Zühlke, L. (2016). Acute rheumatic
fever and rheumatic heart disease. Nature Reviews Disease Primers, 2,
15084. Retrieved from https://doi.org/10.1038/nrdp.2015.84.
doi:10.1038/nrdp.2015.84
2. PAPDI. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I (VI ed.):
InternaPublishing.
3. PERKI, Firdaus, I., Rahajoe, A. U., Yahya, A. F., Lukito, A. A., Kuncoro,
A. S., . . . KV, P. P. R. (2016). PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
DAN CLINICAL PATHWAY (CP) PENYAKIT JANTUNG DAN
PEMBULUH DARAH.
4. RHDAustralia, N. H. F. o. A. a. t. C. S. o. A. a. N. Z. (2012). Australian
guideline for prevention, diagnosis and management of acute rheumatic
fever and rheumatic heart disease (2nd edition) (978-0-9587722-5-9).
Retrieved from https://www.rhdaustralia.org.au/arf-rhd-guideline
5. Siregar, A. A. (2007). Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik
Permasalah Indonesia. (Professor), Universitas Sumatera Utara, Meda.
6. Zühlke, L. J., Beaton, A., Engel, M. E., Hugo-Hamman, C. T.,
Karthikeyan, G., Katzenelle

21
nbogen, J. M., . . . Carapetis, J. (2017). Group
A Streptococcus, Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease:
Epidemiology and Clinical Considerations. Current treatment options in
cardiovascular medicine, 19(2), 15-15. Retrieved from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28285457
7. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5346434/.
doi:10.1007/s11936-017-0513-y
8. Antonelli, M. and Kushner, I. (2017). It’s time to redefine inflammation.
The FASEB Journal, 31(5), pp.1787-1791.
9. Webb, R., Grant, C. and Harnden, A. (2015). Acute rheumatic fever. BMJ,
p.h3443

22

Anda mungkin juga menyukai