Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN TUTORIAL STEP 7 KASUS RHEUMATIC HEART

DISEASE

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK 2

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Mariyam., M.Kep., Sp. Kep. An

DISUSUN OLEH :

Kelompok 1 Kelas 4B

Bramantya Eza R G2A021056 Nurul Ramadhani G2A021064


Amalina Najiyah G2A021057 Faisal Al Nasyir G2A021066
Richo Zulfahmi Azis G2A021058 Artha Martiza Y G2A021067
Ryza Sitta Listi G2A021059 Muhammad Anugrah G G2A021068
Wiwik Lestari G2A021062 Aulia Mufaidatus S G2A021069
Septian Putri N.ur A G2A021063
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN PELAJARAN 2022/2022


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, kelompok 1 kelas 4B diberikan kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan laporan scenario kasus ini. Meskipun dalam
pembuatannya banyak hambatan yang kami alami , akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, Ns.


Mariyam, M.Kep.Sp.Kep.An selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak 2 kelas
4B yang telah memberikan arahan serta motivasi dalam proses pembuatan laporan
tutorial step 7 ini. Penulis juga mengucapkan kepada teman-teman yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini.

Tentunya ada hal-hal yang menunjang penulis untuk membuat makalah ini
dengan tujuan untuk memenuhi tugas penilaian mata kuliah Keperawatan Anak 2.
Penulis mohon maaf apabila makalah ini memiliki kekurangan dan penulis
menyadari masih perlu ditingkatkan lagi mutunya. Karena itu, penulis sangat
mengharapkan akan pemberian saran dan kritik yang membangun.

Semarang, 15 Apri 2023

Penyusun,

(Kelompok 1 kelas 4B)

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................ii
BAB I PEMBAHASAN...................................................................................1
A. Definisi......................................................................................1
B. Etiologi......................................................................................1
C. Patofisiologi..............................................................................2
D. Epidemologi..............................................................................3
E. Manifestasi................................................................................3
F. Komplikasi................................................................................4
G. Pemeriksaan penunjang.............................................................5
H. Penatalaksanaan........................................................................6
I. Patway Keperawatan Sesuai Dengan Skenario Kasus Penyakit
Rheumatic Heart Disease.................................................................6
J. Analisa Data..............................................................................7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18

ii
BAB I
PEMBAHASAN
A. Definisi

Jantung rematik adalah kondisi jantung yang terjadi sebagai akibat


dari infeksi bakteri Streptococcus pyogenes, yang biasanya menyerang
tenggorokan atau kulit. Infeksi bakteri ini menyebabkan reaksi autoimun
dalam tubuh, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sendi
dan jantung. Jika tidak diobati, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan
jantung yang permanen dan bahkan mengancam jiwa

Jantung rematik dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai bagian


jantung, termasuk katup jantung, otot jantung, dan lapisan jantung. Gejala
jantung rematik dapat bervariasi dari ringan hingga parah dan meliputi
sesak napas, nyeri dada, dan detak jantung yang tidak teratur. Jantung
rematik biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda, terutama
di negara-negara berkembang.

Penanganan jantung rematik meliputi pengobatan antibiotik untuk


membunuh bakteri Streptococcus pyogenes, serta pengobatan jangka
panjang dengan obat-obatan dan pengobatan bedah jika diperlukan.
Pengobatan ini dapat membantu mencegah kerusakan jantung yang lebih
lanjut dan meningkatkan kualitas hidup pasien. (Marijon et al., 2018)

B. Etiologi

Reaksi inflamasi pada jantung melibatkan 3 lapisan jantung yaitu,


perikardium, mokardium, dan endokardium, termasuk juga katup-katup
jantung. Inflamasi yang berulang pada demam rematik akut akan
mengakibatkan penebalan jaringan ikat pada katup katup jantung. Proses
penabalan jaringan ikat ini akan menyebabkan kekakuan katup jantung dan
menyebabkan 2 kondisi, yaitu stenosis katup atau regurgitasi katup
jantung. Streptococcus pyogenes diketahui sebagai agen etiologi dari
demam rematik akut.

1
Bakteri gram positif ini merupakan bagian dari kelompok
streptococcus grub A beta hemolitikus. Streptococcus grub A menyebaban
berbagai infeksi. Salah satu yang palinh sering ditemukan pada anak usia
5-15 tahun adalah faringitis. Rute utama penyebab infeksi saluran
pernapasan atas tersebut adalah melalui droplet. (Watkins et al., 2018)

C. Patofisiologi

Hubungan antara infeksi infeksi Streptococcus beta hemolitycus


grup A dengan terjadinya RHD telah lama diketahui. Demam rematik
merupakan respon autoimun terhadap infeksi Streptococcus beta
hemolitycus grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan
derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaan genetic host,
keganasan organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme
patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen
histokompatibilitas mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi
yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti
sebagai faktor risiko potensial dalam patogenesis ini.

RHD terjadi akibat sesitisasi dari antigen Streptococcus beta


hemolitycus grup A di faring. Streptococcus adalah bakteri gram positif
berbentuk bulat, berdiameter 0,5-1 mikron dan mempunyai karakteristik
dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya.
Streptococcus beta hemolitycus grup A ini terdiri dari dua jenis, yaitu
hemolitik dan non hemolitik. Yang menginfeksi manusia pada umumnya
jenis hemolitik. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptolisin O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang
merupakan dua jenis tes biasa dilakukan untuk infeksi kuman.

RHD merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh


yang berlebihan (hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang
dihasilkan oleh Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan
mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibody terhadap
Streptococcus beta hemolitycus grup A dengan otot jantung yang

2
mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus beta hemolitycus
grup A. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

Sistem imun dalam keadaan normal dapat membedakan antigen


tubuh sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi
terhadap self antigen, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa
adakalanya timbul reaksi autoimun.

Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel


jaringan sendiri. Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibody
yang dibentuk disebut autoantibodi. Reaksi autoantigen dan autoantibodi
yang menimbulkan kerusakan jaringan dan gejala-gejala klinis disebut
penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai gejala klinis disebut
fenomena autoimun.

D. Epidemologi

Penyakit Jantung Reumatik merupakam kelainan katup jantung yang menetap


akibt Demam Reumati Akut sebelumnya. Penyakit ini terutama mengenai katup
mitral ( 75%), Aorta ( 25 % ) jarang mengenai katup trikuspidalis dan tidak
pernah menyerang katup pulmonal. Setiap tahunnya ditemukan rata-rata
ditemukan 55 kasus dengan demam reumatik akut ( DRA ) dan RHD .Di
perkirakan prevalensi PJR di indonesia sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5 – 15 tahun.
DRA Merupakanpenyebab utama penyakit jantung reumatik di dapat pada
anak 5 tahun sampai dewasa muda di negara berkembang dengan keadaan sosio-
ekonomi rendah dan lngkungan buruk Keterlibatan jantung menjadi komplikasi
terberat DRA dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Dengan 60% dari 470.000 kasus DRA pertahun akan menambah jumlah kejadian
RHD 15 juta jiwa. Penderita RHD akan beresiko untuk kerussksn jsntung akibat
infeksi berulang dari DRA dan memerlukan pencegahan . Mobiditas akibat gagal
jantung, stroke dan endokarditis sering pada penderita RHD dengan sekitar 1,5%
akan meninggal pertahun. DRA dan RHD diperkirakan berasal dari autoimun,
potogenesis pastinya belum jelas . Di seluruh dunia DRA diperkirakan terjadi
pada 5 – 30 juta anak-anak dan dewasa muda . 90 juta akan meninggal setiap
tahunnya . Mortalitas penyakit ini di dunia adalah sebesar 1- 10 %. (Julius, 2016)

3
E. Manifestasi

Ada dua macam manifestasi yaitu pertama membuktikan adanya


infeksi sterptococcus yang baru dan kedua membuktikan proses inflamasi.
Penderita demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Walaupun
ASTO yang meninggi dapat mendukung kemungkinan demam rematik
akan tetapi kenaikan ASTO saja belum membuktikan demam rematik.
Tingginya kadar antibodi streptococcus bukan merupakan ukuran beratnya
demam rematik, bukan pula merupakan ukuran beratnya aktivitas. Jika
demam rematik telah didiagnosis, tak ada gunanya mengulangi
pemeriksaan ASTO.

Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran laju


endap darah dan C- reactive protein. Selain itu dapat juga digunakan
sebagai ukuran beratnya proses. C-reactive protein lebih menentukan
karena jelas negative pada orang sehat. Laju endap darah mempunyai
variasi lebar antara normal dan abnormal dan dapat meninggi sampai jauh
diatas 100mm. Leukositasis umumnya sedang dan nonspesifik. Tabel
kriteria Jones terhadap diagnosa demam rematik:

MANIFESTASI MAYOR MANIFESTASI MINOR


 Cardistis (tidak berfungsinya  Demam
katup mitral dan aorta, pulse  Althralgia
meningkat waktu istirahat dan  Demam rematik atau penyakit
tidur). jantung rematik
 Polyarthritis (panas,bengkak  LED meningkat
pada persendian).  C-reative protein (CRP) ++
 Erytema marginatum  Antistretolysin O meningkat
(kemerahan pada batang tubuh  Anemia
dan telapak tangan)
 Leukositosis.
 Nodula subcutaneous (terdapat
 Perubahan rekaman ECG (PR
pada permukaan persendian).
memanjang, interval QT).
 Khorea (kelainan neurologis

4
akibat perubahan vaskular SSP)

F. Komplikasi

1. Dekompensasi Cordis

Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan


terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi
keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja
otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung,
kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua
faktor tersebut. Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik
yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah
menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati
penyakit primer.

2. Perikarditis :Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang


bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam
cavum pericard.
3. Gagal Jantung
4. Pankarditis Infeksi peradangan diseluruh bagian jantung
5. Pneumonitis reumatik:Infeksi paru
6. Emboli atau sumbatan pada paru
7. Kelainan katup jantung
8. Infark Kematian sel jantung

G. Pemeriksaan penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan, diantaranya:


1. Echocardiogram: Tes ini menggunakan gelombang suara untuk membuat
gambaran detil jantung dan katupnya. Echocardiogram dapat membantu

5
mengidentifikasi kerusakan pada jantung yang terkait dengan penyakit
jantung rematik.
2. Elektrokardiogram (EKG): Tes ini mencatat aktivitas listrik jantung. EKG
dapat membantu mengidentifikasi kelainan jantung yang terkait dengan
penyakit jantung rematik.
3. Pemeriksaan darah: Tes darah dapat membantu dalam mengidentifikasi
adanya peradangan pada tubuh yang terkait dengan penyakit jantung rematik,
seperti kadar CRP (C-reactive protein) dan ESR (erythrocyte sedimentation
rate).
4. Pemantauan tekanan darah: Pemantauan tekanan darah dapat embantu
mengidentifikasi tekanan darah tinggi yang terkait dengan penyakit jantung
rematik.
5. Tes fungsi paru: Kondisi jantung rematik dapat mempengaruhi fungsi paru-
paru pada anak. Tes fungsi paru dapat membantu dalam mengevaluasi
kerusakan pada paru-paru dan mengukur kapasitas vital paru. (Saxena, 2013)

H. Penatalaksanaan

pasien dengan rheumatic heart disease secara garis besar bertujuan untuk
mengeradikasi bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A, menekan inflamasi
dari respon autoimun, dan memberikan terapi suportif untuk gagal jantung
kongestif. Setelah lewat fase akut, terapi bertujuan untuk mencegah rheumatic
heart disease berulang pada anak-anak dan memantau komplikasi serta gejala sisa
dari rheumatic heart disease kronis pada saat dewasa. Selain terapi
medikamentosa, aspek diet dan juga aktivitas pasien harus dikontrol. Selain itu,
ada juga pilihan terapi operatif sebagai penanganan kasus-kasus parah.

6
I. Patway Keperawatan Sesuai Dengan Skenario Kasus Penyakit
Rheumatic Heart Disease

7
J. Analisa Data

Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


 Keluhan sesak napas saat beraktifitas,  Terdapat benjolan kecil-kecil di
 Batuk berdahak, bawah kulit
 Nyeri sendi yang berpindah-pindah,  Muncul bercak kemerahan di kulit
 Demam ringan yang hilang timbul, yang berbatas.
 Gerakan tangan tidak beraturan dan  Berat badan mengalami penurunan,.
tidak terkendali  Suhu 38 derajat Celsius,
 jika beraktifitas cepat lelah  Frekuensi napas 42 x/menit,
 Frekuensi nadi 110 x/menit,
 Terdapat peningkatan jugularis
venous pressure (JVP),
 Perbesaran batas jantung, ronkhi,
peningkatan laju endap darah,
 Anti streptolisin O (ASTO) positif
dengan C-Reactive Protein kuantitatif
lebih 12 mg/L,
 Kardiomegali,
 EKG interval PR memanjang.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Reumatic Heart Dissease

No Diagnosa Luaran Intervensi


Keperawatan Keperawatan Keperawatan
1. Penurunan curah setelah dilakukan
Perawatan Jantung (I.02075)
jantung b.d tindakan
Observasi
Perubahan keperawatan
 Identifikasi tanda/gejala
kontraktilitas d.d diharapkan curah
primer penurunan curah
EKG interval PR jantung meningkta
jantung (meliputi: dispnea,
memanjang, lelah dengan KH :
kelelahan, edema, ortopnea,
saat beraktivitas,

8
Dispnea, batuk, (L.02008) PND, peningkatan CVP).
perbesaran batas 1. Gambaran  Identifikasi tanda/gejala
jantung, EKG aritmia sekunder penurunan curah
peningkatan menurun jantung (meliputi:
venous pressure 2. Lelah menurun peningkatan berat badan,
(JVP) 3. Dispnea hepatomegaly, distensi vena
(D.0008) menurun jugularis, palpitasi, ronkhi
(PPNI, 2016) 4. Batuk menurun basah, oliguria, batuk, kulit
5. Edema pucat)
menurun  Monitor tekanan darah
6. Distensi vena (termasuk tekanan darah
jugularis ortostatik, jika perlu)
menurun  Monitor intake dan output
(PPNI, 2018b) cairan
 Monitor berat badan setiap
hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada
(mis: intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presipitasi
yang mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
 Monitor nilai laboratorium
jantung (mis: elektrolit,
enzim jantung, BNP,
NTpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu
jantung
 Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan

9
sesudah aktivitas
 Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
 Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai (mis: batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis
atau pneumatik intermitten,
sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress,
jika perlu
 Berikan dukungan
emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik

10
sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
harian
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
(PPNI, 2018a)
2. Bersihan jalan setelah dilakukan
Manajemen jalan nafas (I.01011)
nafas tidak efektif tindakan
Observasi
b.d Hipersekresi keperawatan
 Monitor pola napas
jalan nafas d.d diharapkan bersihan
(frekuensi, kedalaman,
batuk berdahak, jalan nafas
usaha napas)
sputum berlebih, meningkat dengan
 Monitor bunyi napas
Dispnea, KH : (L.01001)
tambahan (misalnya:
terdengar ronkhi 1. Batuk efektif
gurgling, mengi, wheezing,
(D.0149) meningkat
ronchi kering)
2. Produksi
 Monitor sputum (jumlah,
sputum
warna, aroma)
menurun
Terapeutik
3. Dispnea
 Pertahankan kepatenan jalan
menurun
napas dengan head-tilt dan
4. Ronkhi
chin-lift (jaw thrust jika
menurun
curiga trauma fraktur

11
servikal)
 Posisikan semi-fowler atau
fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
 Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3. Hipertermia b.d Setelah dilakukan


Manajemen Hipertermia
proses penyakit tindakan
(I.15506)
d.d suhu tubuh keperawatan
Observasi
diatasa nilai termoregulasi
 Identifikasi penyebab
normal 38 C, membaik dengan
hipertermia (mis: dehidrasi,
takipnea dengan KH :
terpapar lingkungan panas,
frekuensi nafas 42

12
x/menit (D.0130) (L.14134) penggunaan inkubator)
1. Suhu tubuh  Monitor suhu tubuh
membaik  Monitor kadar elektrolit
2. Takipnea  Monitor haluaran urin
menurun  Monitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang
dingin
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat
berlebih)
 Lakukan pendinginan
eksternal (mis: selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu

13
4. Intoleransi Setelah dilakukan
Manejemen Energi (I.05178)
aktivitas b.d tindakan
Observasi
ketidak keperawatan
 Identifikasi gangguan fungsi
seimbangan diharapkan
tubuh yang mengakibatkan
antara suplai dan toleransi aktivitas
kelelahan
kebutuhan meningkat dengan
 Monitor kelelahan fisik dan
oksigen d.d cepat KH : (L.05047)
emosional
lelah saat 1. Keluhan lelah
 Monitor pola dan jam tidur
beraktivitas, menurun
 Monitor lokasi dan
dyspnea 2. Dispnea saat
ketidaknyamanan selama
saat/setelah aktivitas
melakukan aktivitas
aktivitas, menurun
Terapeutik
frekuensi nafas 3. Dispnea
 Sediakan lingkungan
meningkat 42 setelah
nyaman dan rendah stimulus
x/menit (D.0056) aktivitas
(mis: cahaya, suara,
menurun
kunjungan)
4. Frekuensi
 Lakukan latihan rentang
nafas membaik
gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang

14
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

5. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan


Manejemen Nyeri (I.08238)
agen pencidera tindakan
Observasi
fisiologis (mis. keperawatan tingkat
 Identifikasi lokasi,
Inflamasi) d.d nyeri menurun
karakteristik, durasi,
nyeri sendi yang dengan KH:
frekuensi, kualitas, intensitas
berpindah (L.08066)
nyeri
(D.0077) 1. Keluhan nyeri
 Identifikasi skala nyeri
menurun
 Idenfitikasi respon nyeri non
verbal
 Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik

15
Terapeutik
 Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
 nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri

16
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

6. Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan


Promosi berat badan (I.03136)
factor psikologis tindakan
Observasi
(keengganan keperawatan
 Identifikasi kemungkinan
untuk makan) d.d diharapkan status
penyebab BB kurang
berat badan nurtrisi membaik
 Monitor adanya mual dan
menurun (D.0019) dengan KH :
muntah
(L.03030)
 Monitor jumlah kalori yang
1. Berat badan
di konsumsi sehari-hari
membaik
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
Terapeutik
 Berikan perawatan mulut
sebelum pemberian makan,
jika perlu
 Sediakan makanan yang
tepat sesuai kondisi pasien
(mis: makanan dengan
tekstur halus, makanan yang
diblender, makanan cair
yang diberikan melalui NGT
atau gastrostomy, total
parenteral nutrition sesuai
indikasi)
 Hidangkan makanan secara
menarik
 Berikan suplemen, jika perlu

17
 Berikan pujian pada
pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan
kalori yang dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA
Marijon, E., Mirabel, M., Celermajer, D. S., & Jouven, X. (2018). Rheumatic Heart
Disease Alliance. Rheumatic Heart Disease. The Lancet (Vol. 392).

(Huether & McCance, n.d.)

Julius, W. D. (2016). Penyakit Jantung Reumatik Rheumatic Heart Disease.


Journal Medula Unila, 3, 139–145.

18
http://jukeunila.com/wp-content/uploads/2016/02/Recheck_william_done_20
16_02_09_07_21_58_313.pdf

Saxena, A. (2013). Rheumatic Heart Disease In Children: our Global


Experience. Annals Of Pediatric Cardiology (2nd ed., Vol. 6).

PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan (1st ed). DPP PPNI.

Afif, S. A. (2008). Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan


Indonesia. In USU e-Repository.

Watkins, D. A., Beaton, A. Z., Carapetis, J. R., Karthikeyan, G., Mayosi, B. M.,
Wyber, R., Yacoub, M. H., & Zühlke, L. J. (2018). Rheumatic Heart
Disease Worldwide: JACC Scientific Expert Panel. In Journal of the
American College of Cardiology (Vol. 72, Issue 12, pp. 1397–1416).
Elsevier USA. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2018.06.063

19

Anda mungkin juga menyukai