Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

RHEUMATIC HEART DISEASE PADA ANAK


Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen pengampu : Puji Nurfauziatul Hasanah, S.Kep.Ners.M.Kep

Kelompok 2
IKP – B 3/V
Annisa Jannatin Neng Riris Ariska
Deri Julian Rai Regita Camelia
Farhan Maulan Yusuf Rima Ferdilla
Ida Sonia Riska Oktaviani
Imelia Fatma Selvira Rahayu Sartika
Keisha Medinatul Muqodas Tasya Kamilla
M. Iqbal Surya F Via Febriyanti
Wulan Yulianti Dewi PS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES SEBELAS APRIL SUMEDANG
2020

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah.

Naskah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki naskah ini.

 Akhir kata kami berharap semoga pembelajaran dalam naskah ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Sumedang, Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................1


1.2 Tujuan.................................................................................................1
1.3 Manfaat...............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi...............................................................................................3
2.2. Etiologi ...............................................................................................3
2.3. Klasifikasi...........................................................................................5
2.4. Patofisiologi........................................................................................6
2.5. Manifestasi Klinis...............................................................................6
2.6. Penatalaksanaan..................................................................................8
2.7. Pathways.............................................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian...........................................................................................13
3.2 Analisa Data.........................................................................................15
3.2 Diagnosa..............................................................................................18
3.3 Intervensi.............................................................................................22
3.4 E

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan...............................................................................................24
5.2 Saran.....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................30

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung reumatik atau Reumatic Heart Disease adalah salah satu
komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik. Penyakit ini
merupakan kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup
jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup pada jantung
tersebut rusak dikarenakan proses perjalanan penyakit yang diawali dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus Beta
hemoliticus tipe A (Jumiarni,2006)
Reumatic heart disease (RHD) terdapat diseluruh dunia. Lebih dari
100.000 kasus baru demam rheumatic didiagnosa setiap tahunnya, khususnya
pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Prevalensi penyakit jantung rematik di
Indonesia cukup tinggi. Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung
rematik di negara-negara asia : Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah,
fillipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000
anak usia sekolah dan di india 51 kasus per 1000 anak usia sekolah. Dari data
8 Rumah Sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-
rata 3,44% dari seluruh jumlah penderita yang dirawat. Secara Nasional
mortilitas akibat RHD cukup tinngi dan ini merupakan penyebab kematian
utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun (WHO,2018)
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pengertian rheumatic heart disease
b. Mengatahui klasifikasi rheumatic heart disease
c. Mengetahui etiologi rheumatic heart disease
d. Mengetahui patofisiologi rheumatic heart disease
e. Mengetahui manifestasi klinis rheumatic heart disease
f. Mengetahui pathway rheumatic heart disease
g. Mengetahui asuhan keperawatan rheumatic heart disease

1
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan pembanding
dalam pembuatan tugas yang sama.
1.3.2 Tenaga Kesehatan
Makalah ini bisa dijadikan bahan acuan untuk melakukan tindakan
asuhan keperawatan pada kasus yang sama .
1.3.3 Instansi
Agar tercapainya tingkat kepuasan kerja yang optimal.
.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit Jantung Reumatik atau biasa disebut dengan Rheumatic
Heart Disease merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak.
Penyakit ini merupakan kelainan katup jantung terutama mengenai
katup mitral (75%), aorta (25%), jarang menenai katup tricuspid dan
tidak pernah ditemukan menyerang katup pulmonal, akibat dari
demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini disebabkan respon
imunologi akibat dari bakteri Streptococcus pyogenes yang dapat
mengakibatkan munculnya jaringan parut serta terjadi penebalan pada
katup jantung. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan
stenosis. Keadaan Penyakit jantung kronis ini akan berakibat pada
Gagal Jantung Kongestif, stroke dan Aritmia (Auckland K dkk, 2019).

2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan
adalah reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan
oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus grup A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik
demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik
serangan ulang. Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A
pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik,
baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Telah
diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat
beberapa predisposisi antara lain :
a. Faktor-faktor pada individu :
1.  Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan
aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi

3
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita
dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang
lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis
kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih
sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan


pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering
didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan
orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati,
sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda
pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.

4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting
pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung
reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai
dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia
sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita
infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6
tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum
dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi
untuk timbulnya demam reumatik.

4
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara
polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta
hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub
mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan
valvulitis pada reumatik fever.
7. Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi
dengan Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah
sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat
demam rematik.
b. Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang
terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam
reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara
yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik
termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan
penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga
pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita
sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga
biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit.
Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim
sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih
tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya

5
agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih
tinggi daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan
insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat,
sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

2.3 Klasifikasi
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/ penyakit jantung
dibagi menjadi 4 stadium menurut Ngastiyah (2015) :
1. Stadium 1
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Stretococcus
Hemolyticus Grup A.
Keluhan : demam, batuk, rasah sakit waktu menelan, diare,
peradangan pada tonsil yang disertai eksudat
2. Stadium 2
Periode ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik. Periode ini
biasanya berlangsung selama 1-3 minggu, kecuali korea yang timbul
beberapa minggu bahkan berbulan-bulan.
3. Stadium 3
Stadium ini merupakan fase demam reumatik, pada saat ini terjadi
timbulnya berbagai menifesttasi klinis demam reumatik/penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat diolongkan dalam
gejala peradangan umum dan spesifik RHD
4. Stadium 4
Stadium akhir ini merupakan stadium inaktif. Pada stadium ini
penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung/penderita penyakit
jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukan gejala apa-
apa .

2.4 Patofisiologis

6
Streptococcus Pyogenes grup A dapat menyebabkan penyakit
supuratif seperti Faringitis, pneumonia, dan seperti penyakit non
supuratif misalnya demam rematik. Setelah masa inkubasi 2-4 hari,
Streptococcus akan menghasilkan inflamasi akut pada faring selama
3-5 hari yang ditandai dengan demam, nyeri tenggorokan, malaise.
Pada hari ke 4 gejala faringitis akan menghilang, penderita tetap
terinfeksi selama berminggu-minggu menjadi reservoir infeksi bagi
orang lain. Media transmisi penyakit ini bisa melalui kontak langsung
peroral atau melalui sekret pernapasan. Lebih dari 60% penyakit
Rheumatic Fever akan berkembanga menjadi rheumatic heart disease
ditandai dengan kerusakan pada katup jantung sehingga muncul
regurgitasi. Ketika kejadian ini berulang maka akan berakibat pada
penebalan pada katup, pembentukan jaringan parut dan akan menjadi
stenosis (Cassinat J.J dkk, 2019)

2.5 Manifestasi Klinis


Untuk manifiestasi klinis menggunakan kriteria Jones yang
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1944, dan kemudian
dimodifikasi beberapa kali. Kriteria ini membagi gambaran klinis
menjadi dua, yaitu manifestasi mayor dan minor.
a. Manifiestasi Mayor
1. Karditis
Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling sering
terjadi setelah poli artritis. Karditis meliputi endokarditis, miokarditis
dan perikarditis. Pada stadium lanjut, pasien mungkin mengalami
dipsnea ringan-sedang, rasa tak nyaman di dada atau nyeri pada dada
pleuritik, edema, batuk dan ortopnea. Pada pemeriksaan fisik, karditis
paling sering ditandai dengan takikardia yang tidak sesuai dengan
tingginya demam (Essop, 2009).
2. Poliartritis
Poliartritis merupakan manifestasi yang paling sering terjadi pada
sekitar 70% pasien. Gejala ini muncul 30 hari setelah infeksi

7
Streptococcus yakni saat antibodi mencapai puncak. Radang sendi
aktif ditandai dengan nyeri hebat, bengkak, eritema pada beberapa
sendi. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi-sendi besar
seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan.
Gejala ini bersifat asimetris dan berpindah-pindah (poliartritis
migrans) (Essop, 2009).
3. Chorea Syndenham
Chorea sydenham terjadi pada 13-14% pada kasus dan dua kali
lebih sering pada perempuan. Gejala ini muncul pada fase laten yakni
beberapa bulan setelah infeksi Streptococcus (mungkin 6 bulan).
Manifestasi ini mencerminkan keterlibatan proses radang pada
susunan saraf pusat, ganglia basal, dan nukleus kaudatus otak. Periode
laten dari chorea ini cukup lama, sekitar tiga minggu sampai tiga.
Gejala awal biasanya emosi yang lebih labil dan iritabilitas. Kemudian
diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak bertujuan, dan
inkoordinasi muskular. Semua bagian otot dapat terkena, namun otot
ekstremitas dan wajah adalah yang paling mencolok (Essop, 2009).
4. Nodul Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpai, kurang dari 5% kasus.
Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada siku,
ruas jari, lutut, dan persendian kaki. Kadang juga ditemukan di kulit
kepala bagian oksipital dan di atas kolumna vertebralis. Nodul berupa
benjolan berwarna terang keras, tidak nyeri, tidak gatal, mobile,
dengan diameter 0,2-2 cm (Carapetis, 2010).
5. Eritme Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam yang terjadi kurang dari
10% kasus. Ruam berbentuk anular berwarna kemerahan yang
kemudian ditengahnya memudar pucat, dan tepinya berwarna merah
berkelok-kelok seperti ular. Umumnya ditemukan di tubuh (dada atau
punggung) dan ekstremitas (Rilantono, 2013).
b. Manifiestasi Minor
Klinis :

8
1. artralgia: nyeri sendi tanpa merah dan bengkak
2. demam tinggi (>390 C)
Laboratorium
1. peningkatan penanda peradangan yaitu erythrocyte
sedimentation rate (ESR) atau C Reactive Protein (CRP)
2. pemanjangan interval PR pada EKG
Demam biasanya tinggi sekitar 39oC dan biasa kembali normal dalam
waktu 2-3 minggu, walau tanpa pengobatan. Artralgia, yakni nyeri
sendi tanpa disertai tanda-tanda objektif (misalnya bengkak, merah,
hangat) juga sering dijumpai. Artralgia biasa melibatkan sendi-sendi
yang besar. Penanda peradangan akut pada pemeriksaan darah
umumnya tidak spesifik, yaitu LED dan CRP umumnya meningkat
pada rheumatic fever. Pemeriksaan dapat digunakan untuk menilai
perkembangan penyakit (Essop, 2009).
2.6 Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
1) Terapi Antibiotika
Seperti yang kita ketahui bahwa RHD atau penyakit jantung
reumatik disebabkan oleh infeksi dari bakteri Streptococcus
sehingga salah satu penanganan yang dilakukan adalah pemberian
antibiotika untuk menghilangkan bakteri. Penisilin Benzatin
600.000 IU diberikan untuk anak dengan berat badan kurang dari
30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat badan lebih dari 30 kg, diberikan
sekali, intramuskular. Mekanisme aksi dari golongan antibiotik β-
lactam ini adalah menghambat pembentukan peptidoglikan di
dinding sel. β-lactam akan terikat pada enzim transpeptidase yang
berhubungan dengan molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini
akan melemahkan dinding sel bakteri ketika membelah. Dengan
kata lain, antibiotika ini dapat menyebabkan perpecahan sel
(sitolisis) ketika bakteri mencoba untuk membelahn diri. Adapun
jenis-jenis atibiotika yang lain yaitu (Julius, 2016):
a. Profilaksis Primer

9
Sebagai perlindungan dari infeksi Streptococcus beta
hemolyticus grup A faring yang berulang
Agen Dosis
Penisilin
Amoxicillin 50 mg/kgBB (maksimal, 1 g) oral satu
kali sehari selama 10 hari
Pasien berat < 27 kg (60 lb): 600,000
unit IM sekali
Penicillin G benzathine
Pasien dengan BB > 27 kg: 1,200,000
unit IM sekali
Penicillin V potassium Pasien dengan BB > 27 kg: 500 13
mg oral 2-3x sehari selama 10 hari
Untuk pasien alergi penisilin
Narrow-spectrum cephalosporin Bervariasi
(cephalexin [Keflex], cefadroxil
[formerly Duricef])
Azithromycin (Zithromax) 12 mg/kgBB/hari (maksimal, 500 mg)
oral 1x sehari selama 5 hari
Clarithromycin (Biaxin) 15 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 2
dosis (maksimal, 250 mg 2x sehari),
selama 10 hari
Clindamycin (Cleocin) 20 mg/kgBB/hari oral (maksimal, 1.8
g/hari), dibagi menjadi 3 dosis, untuk
10 hari

b. Profilaksis Sekunder
Rheumatic fever sekunder berhubungan dengan perburukan
atau munculnya rheumatic heart disease. Pencegahan terhadap
infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring yang
berulang adalah metode yang paing efektif untuk mencegah
rheumatic heart disease yang parah (Julius, 2016)
Agen Dosis
Penicillin G benzathine Pasien berat < 27 kg (60 lb) 600,000
unit IM setiap 4 minggu sekali
Pasien berat > 27 kg: 1,200,000 unit
IM setiap 4 minggu sekali
Penicillin V potassium 250 mg oral 2x sehari

10
Sulfadiazine Pasien berat < 27 kg (60 lb): 0.5 g
oral 1x sehari

Pasien berat > 27 kg (60 lb) kg: 1 g


oral 1x sehari

Macrolide atau antibiotik azalide Bervariasi


(untuk pasien alergi penicillin dan
sulfadiazine)

2) Terapi Anti inflamasi


Terapi dengan agen anti inflamasi harus dimulai sedini mungkin
saat demam rematik akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan
hingga sedang, penggunaan aspirin saja sebagai anti inflamasi
direkomendasikan dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang dibagi
dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat yang adekuat di dalam darah
adalah sekitar 20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama 4 sampai
8 minggu, tergantung pada respon klinis. Setelah perbaikan, terapi
dikurangi secara bertahap selama 4-6 minggu selagi monitor reaktan
fase akut. Untuk poliartritis, terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu
dan dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 sampai 3 minggu.
Adanya perbaikan gejala sendi dengan pemberian aspirin merupakan
bukti yang mendukung poliartritis migrans akut pada demam rematik
akut. Pemberian prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis untuk 2
sampai 6 minggu) diindikasikan hanya pada kasus karditis berat (Julius,
2016).
3) Terapi gagal jantung
Captopril 2x12,5 mg untuk mengurangi beban kerja jantung yang
disebabkan karena gagal jantung. Mekanisme kerja dari captopril yang
termasuk dalam golongan ACE inhibitor yaitu menghambat sistem
renin-angiotensinaldosteron dengan menghambat perubahan
Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan

11
vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi sekresi
aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin
maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu
vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric
oxyde. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan
darah dari ACE inhibitor dan juga mengurangi mortalitas hampir 20%
pada pasien dengan gagal jantung yang simptomatik serta mengurangi
gejala. ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang
rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal.
Fungsi ginjal dan serum pottasium harus diawasi dalam 1-2 minggu
setelah terapi dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan
dosis. Dosis inisial yaitu 6,25-12,5 mg sebanyak 2-3 kali/hari dan
diberikan dengan pengawasan yang tepat (Julius, 2016).
Pemberian furosemide tab 1x40 mg untuk mengatasi retensi cairan
sehingga mengurangi beban volume sirkulasi yang menghambat kerja
jantung. Pada pemberian diuretik ini harus diawasi kadar kalium dalam
darah karena hipokalemia mudah terjadi sebagai efek samping dari
obat ini. Pemberian diuretik biasanya dikombinasikan dengan ACE
inhibitor. Kombinasi dari kedua obat ini akan memiliki efek tambahan
pada miokardium untuk mencegah perkembangan jaringan parut
miokard dan pembesaran miokard (Julius, 2016).
b. Non Farmakologi
1) Tirah Baring
Untuk terapi tirah baring dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit yang dialami. Jika penyakit sudah tergolong berat yang artinya
disertai kardiomegali maka tirah baring dapat dilaksanakan selama kurang
lebih 2-4 bulan atau selama masih terdapat gagal jantung kongestif. Jika
artitris maka waktu tirah baring sekitar 1-2 minggu. Untuk karditis
minimal kurang lebih 2-4 minggu dan karditis sedang kurang lebih 4-6
minggu (Julius, 2016).
2) Terapi operatif

12
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus mengalami
perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif untuk
penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi defisiensi
katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Pasien yang simptomatik dengan disfungsi ventrikel atau mengalami
gangguan katup yang berat, juga memerlukan tindakan intervensi (Chin,
2014):
a. Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang ideal, dapat
dilakukan ballon mitral valvuloplasty (BMV). Bila BMV tak
memungkinkan, perlu dilakukan operasi.
b. Regurgitasi Mitral: Rheumatic fever dengan regurgitasi mitral akut
(mungkin akibat ruptur khordae)/kronik yang berat dengan rheumatic
heart disease yang tak teratasi dengan obat, perlu segera dioperasi untuk
reparasi atau penggantian katup.
c. Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat langka.
Intervensi dengan balon biasanya kurang berhasil, sehingga operasi
lebih banyak dikerjakan.
d. Regurgitasi Aortik: regurgitasi katup aorta yang berdiri sendiri atau
kombinasi dengan lesi lain, biasanya ditangani dengan penggantian
katup. (Chin, 2014)

2.7 Pathway

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS :

Anak A, 10 tahun dibawa ke poliklinik anak dengan keluhan demam dan


nyeri sendi dan nyerinya bertambah saat sendi digerakkan. Sendi yang terkena
adalah sendi pergelangan, tanga, pergelangan kaki, lutut, sikut, yang muncul
bergantian,. Nyeri yang dirasakan sangat hebat sehingga anak menolak untuk
disentuh. Sendi yang terkena memperlihatkan tanda – tanda inflamasi. Anak juga
mengeluh nyeri sekitar umbilical sampai pada area diagfragma, tampak lesu, tidak
bergairah, pucat, dan menuntut ibunya anak mengidap anoreksia, mudah
tersinggung dan jadi kurus.

3.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Nama pasien : An. A
Usia : 10 tahun
Agama : Islam
Tgl masuk RS :05 oktober 2020
No.RM :427156
Ruangan : Poliklinik
Diagnosa Medis : RHD

14
b. Keluarga Penanggung Jawab
Nama : Ny.B
Hubungan : Ibu kandung
Umur : 35 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Dsn. Babakan
tanjung,Sumedang

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh nyeri sakit
dan nyerinya bertambah saat sendi di gerakan.
b. Riwayat Sekarang
Klien mengatakan bahwa nyeri sendi yang dirasakan yaitu
pada sendi pergelangan tangan,pergelangan kaki,lutut,siku,
klien juga mengeluh nyeri tenggorokan sekitar sebulan yang
lalu dan sembuh dengan sendirinya.
Pemerikasaan di arahkan pada kemungkinan demam rematik
menurun, ibu klien juga mengeluh bahwaanaknya mengalami
anoreksia.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya mengeluh nyeri
tenggorokan sekitar sebulan yang lalu tetapi sembuh dengan
sendirinya.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan bahwa di keluarganya tidak memiliki
riwayat penyakit yang serupa anaknya.
e. Konsep Diri
Identitas : Status Klien anak
Peran : Belajar
Ideal diri : Harapan klien ingin cepat sembuh

15
Harga diri : Klien mengatakan akan sembuh
Sosial : Hubungan dengan ibu baik
Spiritual : Klien tetap berdoa kepada Allah SWT.
f. Pola Aktivitas
Bisa atau berinteraksi dengan teman sebayanya (bermain)
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Klien kompak terlihat kesakitan terbukti klien menolak
pada saat di lakukan sentuhan oleh perawat
b. Kesadaran
Somnolen
c. Pengukuran Antropomentri
BB : 23 kg
TB : 127 cm
d. Mata
Anemis (-), sianosis (-), sklera: putih, konjungtivva: merah
muda< pupil refleks terbukti mengenal bila diberikan
cahaya oleh penlight
e. Hidung
Secret (-)
f. Mulut
Bersih, tidak terdapat karies, mukosa bibir lembab
g. Leher
Bpj (-), tenggorokan sakit menelan (-)
h. Dada
Bentuk dada simetris saat di auskultasi bunyi jantung
melemah, terdengar murmur mid diastolik pada daerah
apeks, frictosi rub (-), pada
EKG terdapat P-R intorval 0,24 m
i. Abdomen
Distensi (-), peristaltik usus baik
j. Integumen

16
Warna kulit putih, akral hangat, oedem (-), turgor baik
k. Ekstermitas
3 3
4 4

3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Penyebab

17
1. DS : Streptococcus hemolitikus b grup Nyeri Akut
 Ibu klien A endostoksin di paring dan tonsil
mengatakan bahwa
anaknya mengeluh
nyeri sendi
 Ibu klen Farngitis dan tonsilts
mengatakan bahwa
anaknya megeluh
nyeri sendi pada
pergelangan Tubuh mengeluarkan antibodi
tangan, berlebihan tidak dapat
pergelangan kaki, membedakan antibody dan anti
lutut dan sikut gen

DO :
 Klien terlihat
mengalami Respon imunologi abnormal
kesakitan dan
menolak
dilakukan
sentuhan RHD

Persendian

Persendian

Peradangan pada membran

18
sinovial

Poliantis

Nyeri akut

19
2. DS : Kompensasi simpatitis Nutrisi kurang dari
Ibu klien mengatakan kebutuhan
bahwa anaknya
mengalami anoreksia
GI. Tract
DO :
Klien terlihat kurus
Hasil otopometi
Bb : 23kg Kerja lambung meningkat
Tb : 124 cm

HCL meningkat

Mual

Anoreksia

Tidak seimbangan nutrisi

Nutrisi kurang dari kebutuhan


3. DS : Invasi kuman streptococcus beta Hipertemi
 Ibu klien hemalytus pada area faring

20
mengatakan klien
mengeluh
demam
Antibody melemah
DO :
 Pada saat
dilakukan
pemeriksaan fisik Inflamasi
akral klien
hangat
 Suhu klien 39o C
Impus disampaikan kehipotalamus

Hipertemi

3.3 Diagnosa
1. Nyeri akut b/d adanya proses inflamasi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d adanya anoreksi
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) b/d proses infeks penyakit
4.
3.4 Intervensi dan Implementasi

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Implementasi

21
1. Nyeri akut b/d Tujuan Jangka 1. Kaji tingkat nyeri 1. Mengkaji
adanya proses Pendek : Klien klien dengan tingkat nyeri
inflamasi sudah tidak memberi rentang dengan memberi
mengalami nyeri nyeri ( 1-10 ). rentang nyeri
dan nyeri 2. Kaji factor yang pada klien.
berkurang mempengaruhi 2. mengkaji
Tujuan Jangka reaksi nyeri yang factor yang
Panjang : Setelah dialami. mempengaruhi
diberikan asuhan 3. Berikan posisi reaksi nyeri yang
perawatan selama nyaman, usahakan dialami klien.
2 x 24 jam klien stimulus ruangan 3. memberikan
tidak mengeluh tenang. posisi nyaman
nyeri dengan 4. Beriakn obat – pada klien.
kriteria : obatan analgetik 4. memberikan
1.Klien sudah sesuai intruksi obat analgetik
tidak mengeluh dokter untuk sesuai intruksi
nyeri sendi mengetahui berapa dokter.
2.Nyeri sendi pada tingkat nyeri yang
pergelangan kaki, dialami.
pergelangan
tanfan, tumit,sikut,
sudah tidak terasa
3.Klien mau
dilakukan
sentuhan
2. Nutrisi kurang dari Tujuan : 1. Kaji factor – 1. Mengkaji
kebutuhan b/d Kebutuhan nutrisi factor penyebab factor penyebab
adanya anoreksi klien terpenuhi, 2. jelaskan 2. menjelaskan
klien mampu pentingnya nutrisi pentingnya
menghabiskan yang cukup nutrisi yang
makanan yang 3. anjurkan klien cukup
telah disediakan. untuk makan dalam 3. menganjurkan
porsi kecil dan klien makan

22
sering, jika tidak dalam porsi kecil
muntah teruskan dan sering, jika
lakukan perawatan tidak muntah
mulut yang baik teruskan dan
setelah muntah. menganjurkan
4. ukur BB setiap untuk melakukan
hari perawtan mulut
5. catat jumlah porsi yang baik setelah
yang dihabiskan muntah
klien. 4. mengukur BB
6. penentuan factor klien setiap hari
penyebab,akan 5. mencatat
menentukan jumlah porsi
intervensi atau yang dihabiskan
tindakan klien
selanjutnya. 6. menentukan
7. meningkatkan factor penyebab
pengetahuan klien akan menentukan
dan keluarga intervensi atau
sehingga klien tindakan
termotivasi untuk selanjutnya
mengkonsumsi 8. memberikan
makanan Pendidikan
8. menghindari kesehatan kepada
mual dan muntah klien dan
dan distensi perut keluarga agar
yang berlebihan. termotivasi untuk
9. Bau yang tidak mengkonsumsi
enak pada mulut makanan.
meningkatkan 9. monitor klien
kemungkinan agar melakukan
muntah. oral hyigine

23
10. BB merupakan 10. monitor
indicator terpenuhi jumlah asupan
tidaknya kebutuhan nutrisi klien
nutrisi
11.mengetahui
jumlah asupan atau
pemenuhan nutrisi
klien

24
3. Peningkatan suhu Tujuan : Suhu 1. Kaji saat 1. mengkaji
tubuh (hipertermi) tubh normal ( 36 – timbulnya demam timbulnya
b/d proses infeks 37 C) 2. Observasi tanda – demam
penyakit tanda vital 2. melakukan
3. Berikan obervasi TTV
penjelasan tentang 3. memberikan
penyebab demam penjelasan
4. berikan mengenai demam
penjelasan kepada dan hal – hal apa
klien dan keluarga saja yang harus
mengenai hal - hal dilakukan
yang harus 4. menjelaskan
dilakukan manfaat tirah
5. jelaskan baring dan akibat
petingnya tirah jika tidak
baring bagi klien dilakukan.
dan akibatnya jika 5. menganjurkan
hal tersebut tidak klien untuk
dilakukan. banyak minum
6. anjurkan klien 6. memberikan
untuk banyak kompres hangat
minum kurang lebih dan
2,5 – 3 liter/hari dan menganjurkan
jelaskan manfaatnya memakai pakaian
7. berikan kompres tipis
hangat dan anjurkan 7 memberikan
memakai pakaian anipiretik sesuai
tipis intruksi
8. berikan
antipiretik sesuai
dengan intruksi

25
3.5 Evaluasi

No Tanggal Dx Keperawatan Evaluasi


1 05-10-2020 Nyeri berhubungan S : Ibu klien mengatakan sudah tidak
dengan proses implamasi . mengeluh nyeri pada sendi
Data penunjang : O : Klien sudah tidak terlihat
S : Ibu klien mengatakan kesakitan dan saat melakukan setuhan
bahwa anaknya mengeluh pun klien sudah tidak menolak
nyeri sendi. A : Masalah teratasi
P:-
Ibu klien mengatakan
bahwa anaknya megeluh
nyeri sendi pada
pergelangan tangan,
pergelangan kaki, lutut
dan sikut

O : Klien terlihat
mengalami kesakitan dan
menolak dilakukan
sentuhan

2 05-10-2020 Nutrisi kurang dari S : Ibu klien mengatakan sudah tidak


kebutuhan berhubungan mengalami gangguan makan
dengan adanya anoreksia. O : Klien sudah bertambah berat
Data penunjang : badan
S : Ibu klien mengatakan A : Masalah teratasi
bahwa anaknya P:-
mengalami gangguan
makan.

26
O : Klien terlihat kurus
Hasil antropomentri
BB : 23 kg
TB : 127 cm99

3 05-10-2020 Peningkatan suhu tubuh S : Ibu klien mengatakan klien sudah


(hipertermia) tidak demam
berhubungan dengan O : Klien saat pada pemeiksaan fisik
adanya proses infeksi akralnya sudah normal kembali
penyakit. A : Masalah teratasi
Data penunjang : P : Intervensi dihentikan
S : Ibu klien mengatakan
klien mengeluh demam

O : Pada saat dilakukan


pemeriksaan fisik akral
klien hangat.

Suhu klien 39o C

27
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit RHD merupakan kelainan katup jantung akibat dari demam
reumatik akut sebelumnya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dai bakteri
Streptococcus Pyogenes grup A yang diawali dengan demam reumatik dan
juga klien akan mengalami nyeri pada tenggorokan (faringitis). Apabila
infeksi ini berlanjut maka akan menyebabkan gagal jantung. Penyakit
RHD ini diklasifikasikan menjadi stadium 1-4 dimana setiap stadium
memiliki tanda dan gejala yang berbeda beda sesuai dengan tingkatannya.
Streptococcus Pyogenes grup A dapat menyebabkan penyakit supuratif
seperti Faringitis, pneumonia, dan seperti penyakit non supuratif misalnya
demam rematik. Setelah masa inkubasi 2-4 hari, Streptococcus akan
menghasilkan inflamasi akut pada faring selama 3-5 hari yang ditandai
dengan demam, nyeri tenggorokan, malaise. Pada hari ke 4 gejala
faringitis akan menghilang, penderita tetap terinfeksi selama berminggu-
minggu menjadi reservoir infeksi bagi orang lain.

4.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat dan
memperjelas apa itu penyakit RHD bagi pembaca. Untuk
menyempurnakan makalh ini diharapkan saran dan kritik dari pembaca
karena kesempurnaan hanya milik allah dan kami masih dalam proses
belajar.

28
DAFTAR PUSTAKA

Carapetis,J.,dkk.2010.Acute Reumatic Fever.Harison’s Cardiovascular


Medicine.United States:The Mcgraw-Hill

Esop.MR dan Omar T.2009.Reumatic Fever.New York.Mosby/Elseiver

Julius,W.D.2016.Penyakit Jantung Reumatik.J Medula Unila. 4(3):138-


143.

Jumiarni Ilyar,dkk.2016. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks


Keluarga. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.Kes.RI.
Jakarta

Rilanta Tono,LI.2013.Penyakit Kardiovaskuler (PKV).Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia

29

Anda mungkin juga menyukai