OLEH :
KELOMPOK IV ( KELAS B13-A)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami masih diberi kesehatan sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul ”Trend dan
Issue Keperawatan Gerontik Dikaitkan Dengan Terapi Komplementer (Terapi
Komplementer Massage Pada Lansia Dengan Penyakit Rematik)” ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini di masa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah pengetahuan para mahasiswa, masyarakat dan pembaca.
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
1.4 Manfaat.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.6 Trend dan Issue Pada Lansia dengan Penyakit Rematik dikaitkan Dengan Terapi
Komplementer ( terapi Massage ).....................................................................................8
BAB III.....................................................................................................................................22
PENUTUP................................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................22
3.2 Saran...............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Penuaan terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari masa bayi,
anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Seseorang dengan usia kronologis
70 tahun mungkin dapat memiliki usia fisiologis seperti orang usia 50 tahun.
Atau sebaliknya, seseorang dengan usia 50 tahun mungkin memiliki banyak
penyakit kronis sehingga usia fisiologisnya 90 tahun.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2.2 Permasalahan Khusus
1. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik,mental maupun sosial
2. Berkurangnya integrasi sosial usia lanjut.
3. Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4. Banyaknya lansia yang miskin,terlantar dan cacat.
5. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, penyakit yang terbanyak pada lansia
adalah untuk penyakit tidak menular antara lain ; hipertensi, masalah gigi,
penyakit sendi, masalah mulut, diabetes mellitus, penyakit jantung dan stroke,
dan penyakit menular antara lain seperti ISPA, diare, dan pneumonia
(“Kementrian Kesehatan RI,” 2019)
4
sudah tidak menarik lagi, lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional
seseorang yang akhinya menjadi sumber banyak masalah.
3. Pembatasan fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran
terutama dibidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan
pada peranan - peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya
gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat
meningkatkan ketergantunan yang memerlukan bantuan orang lain.
4. Palliative care
Pemberian obat pada lansia bersifat palliative care adalah obat
tersebut ditujukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia.
Fenomena polifarmasi dapat menimbulkan masalah, yaitu adanya interaksi
obat dan efek samping obat. Sebagai contoh klien dengan gagal jantung dan
edema mungkin diobatai dengan dioksin dan diuretika. Diuretik berfungsi
untu mengurangi volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu
keracunan digosin. Klien yang sama mungkin mengalami depresi sehingga
diobati dengan antidepresan. Dan efek samping inilah yang menyebaban
ketidaknyaman lansia.
5. Pengunaan obat
Medikasi pada lansia memerlukan perhatian yang khusus dan
merupakan persoalan yang sering kali muncul dimasyarakat atau rumah
sakit. Persoalan utama dan terapi obat pada lansia adalah terjadinya
perubahan fisiologi pada lansia akibat efek obat yang luas, termasuk efek
samping obat tersebut(Watson, 1992). Dampak praktis dengan adanya
perubahan usia ini adalah bahwa obat dengan dosis yang lebih kecil
cenderung diberikan untuk lansia. Namun hal ini tetap bermasalah karena
lansia sering kali menderita bermacam-macam penyakit untuk diobati
sehingga mereka membutuhkan beberapa jenis obat. Persoalan yang dialami
lansia dalam pengobatan adalah:
a. Bingung
b. Lemah ingatan
c. Penglihatan berkurang
5
d. Tidak bisa memegang
e. Kurang memahami pentingnya program tersebut unuk dipatuhi
1. Azas
Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been
Added to life, dengan prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi
(participation), perawatan (care), pemenuhan diri (self fulfillment), dan
kehormatan (dignity). Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI
adalah Add life to the Years, Add Health to Life, and Add Years to Life, yaitu
meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan
memperpanjang usia.
2. Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social
development)
b. Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging
persons)
c. Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)
d. Lansia turut memilih kebijakan (choice)
e. Memberikan perawatan di rumah (home care)
f. Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)
g. Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the
aging)
h. Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)
i. Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya
(productivity)
j. Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help
care and family care)
6
3. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya
kesehatan, yaitu Promotif, prevention, diagnosa dini dan pengobatan,
pembatasan kecacatan, serta pemulihan.
a. Promotif
Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk
meningkatkan dukungan klien, tenaga profesional dan masyarakat
7
1) Memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang
penggunaan berbagai alat bantu misalnya kaca mata, alat bantu
dengar dan lain-lain agar lansia tetap dapat memberikan karya dan
tetap merasa berguna sesuai kebutuhan dan kemampuan.
2) Mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat
mental penderita.
3) Pembinaan usia lanjut dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi
aktifkan didalam maupun diluar rumah.
4) Nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita.
5) Perawatan fisioterapi.
2.6 Trend dan Issue pada Lansia dengan Penyakit Rematik Dikaitkan dengan
Terapi Komplementer ( Terapi Massage )
8
penyakit rematik tidak hanya keterbatasan yang tampak jelas tetapi dapat
menimbulkan kegagalan organ dan kematian atau mengakibatkan masalah
seperti nyeri. Nyeri adalah suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu
emosional disertai kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial atau
kerusakan jaringan secara menyeluruh (Ningsih et al., 2011). Nyeri pada sendi
membuat penderita rematik mengalami gangguan aktivitas sehari-hari sehingga
dapat menurunkan produktivitas.
2.6.2 Epidemiologi
9
reumatologi RS Hasan Sadikin didapatkan 9% dari seluruh kasus
reumatik baru pada tahun 2000-2002 (Aletaha et al,2010).
Data epidemiologi di Indonesia tentang penyakit RA masih
terbatas. Data terakhir dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta
menunjukkan bahwa jumlah kunjungan penderita RA selama periode
Januari sampai Juni 2007 sebanyak 203 dari jumlah seluruh kunjungan
sebanyak 1.346 pasien. Nainggolan (2009) memaparkan bahwa provinsi
Bali memiliki prevalensi penyakit rematik di atas angka nasional yaitu
32,6%, namun tidak diperinci jenis rematik secara detail. Sedangkan
pada penelitian Suyasa et al (2013) memaparkan bahwa RA adalah
peringkat tiga teratas diagnosa medis utama para lansia yang berkunjung
ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu
wilayah pedesaan di Bali.
Menurut WHO tahun 2014 penderita rematik 355 juta penduduk
seluruh dunia. Di Indonesia penderita menurut laporan badan pusat
statistikpada tahun 2010 sebanyak 69,43 juta penduduk dari persentase
lansia 7,18%. Pada tahun 2011 menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
penderita rematik 69,65 juta penduduk lansia dengann persentase 7,58%
lansia.
a) Artritis Reumatoid
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan
menahun yang tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi
dan berbagai organ di luar persendian. Peradangan kronis
dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena.
10
Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian
sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput
sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan
pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya, terutama di
persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua
sisi). Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti.
Ada yang mengatakan karena mikoplasma, virus, dan sebagainya.
Peradangan kronis membran sinovial mengalami pembesaran
(Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang
menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon peradanganpun
berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan
granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi
sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan
parut. Proses ini secara perlahan akan merusak sendi dan
menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
b) Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab
yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis,
morfologis, dan keluaran klinis yang sama.Proses penyakitnya
berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan akhirnya mengenai
seluruh persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum, kapsul
dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar persendian
(periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan
yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam
pada permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan
pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan
penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita
lebih sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit
metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga, kelainan
pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
c) Atritis Gout
11
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat
darah (hiperurisemia). Penyakit ini timbul akibat kristal monosodium
urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini menimbulkan
peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut.
Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum
diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor
genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam
urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam
urat dari tubuh. Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena
meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi
makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu
senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari
sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk
protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit
darah (penyakit sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol,
obatobat kanker, vitamin B12). Penyebab lainnya adalah obesitas
(kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi.
Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya
terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak)
yang meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan
menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.
d) Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan
lunak di luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga
reumatik luar sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis – jenis
reumatik yang sering ditemukan yaitu:
Fibrosis : merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di
batang tubuh dan anggota gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan
oleh perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan.
12
Tendonitis dan tenosivitis : tendonitis adalah peradangan pada
tendon yang menimbulkan nyeri lokal di tempat perlekatannya.
Tenosivitis adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.
Entesopati adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat
pada tulang. Entesis ini dapat mengalami peradangan yang
disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan
lengannya secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
Bursitis adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat
perlekatan tendon atau otot ke tulang. Peradangan bursa juga bisa
disebabkan oleh reumatik gout dan pseudogout.
Back Pain : penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan
dengan proses degenerarif diskus intervertebralis, bertambahnya
usia dan pekerjaan fisik yang berat, atau sikap postur tubuh yang
salah sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya
bisa akibat proses peradangan sendi, tumor, kelainan metabolik
dan fraktur.
Nyeri pinggang : kelainan ini merupakan keluhan umum karena
semua orang pernah mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah
pinggang kebawah (lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat
menjalar ke tungkai dan kaki.
Frozen shoulder syndrome : dtandai dengan nyeri dan ngilu pada
daerah persendian di pangkal lengan atas yang bisa menjalar ke
lengan atas bagian depan, lengan bawah dan belikat, terutama bila
lengan diangkat keatas atau digerakkan kesamping. Akibat
pergerakan sendi bahu menjadi terbatas.
13
f) Gangguan fungsi
g) Sendi berbunyi(krepitasi)
h) Sendi goyah
i) Timbulnya perubahan bentuk
j) Timbulnya benjolan nodul
k) Perubahan gaya berjalan
14
Namun demikian operasi tidak dilakukan pada saat penyakit msih berada
dalam stadium akut.Pemberian kortikosteroid sistemik dilakukan jika
pasien menderita inflamasi serta rasa nyeri yang tidak pernah
sembuh/pasien membutuhkan obat-obat”yang menjembatani”pada saat ia
menantikan hasil kerja obat anti rematik yang kerjanya lambat.Terapi
kortikosteroid dengan dosis rendah dapat direkomendasikan dalam waktu
terpendek yang diperlukan.
15
transkutan, teknik relaksasi dan istirahat. Salah satu teknik mengurangi
nyeri ialah dengan melakukan back massage. Teknik ini dapat kita
lakukan pada lansia dengan cara meletakkan kedua tangan pada
punggung lansia dengan perlahan. Massage dapat membantu lansia
dalam meningkatkan fungsi tubuh dan memudahkan dalam melakukan
aktifitas dan juga massage dan sentuhan merupakan teknik integrasi
sensori yang mempengaruhi aktifitas system saraf otonom. Pada
penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi rasa nyeri
dan membantu mengurangi ketegangan otot, lalu muncul respon
relaksasi. Mekanisme penurunan nyeri dengan teori gate control yaitu
intensitas nyeri diturunkan dengan cara memblok transmisi nyeri pada
gerbang (gate) (Ginting et al., 2020).
16
intensitas nyeri rematik pada lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Dinas Sosial Binjai 2020.
Didapatkan bahwa terjadi penurunan skala nyeri pada lansia
rematik setelah dilakukan massage. Hal ini berarti massage
merupakan salah satu terapi yang dapat diberikan kepada lansia
untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami lansia. Efektivitas
massage terhadap skala nyeri tersebut disebabkan oleh pengaruh
distraksi dan meningkatnya hormon endorphin dari efek relaksasi
yang ditimbulkan oleh massage, sehingga mampu memberikan
efek kenyamanan pada lansia (Feny Marlena,2019).
Back massage dipusatkan pada punggung dan bahu
dilakukan sekitar 30 menit masing-masing bagian tubuh untuk
mencapai relaksasi yang diinginkan. Back massage juga dapat
memberikan efek samping terhadap penurunan tingkat kecemasan
dan ketegangan otot pada lansia.
Dari hasil nilai penelitian yang sudah didapatkan atau
dilaksanakan diketahui ada pengaruh yang sangat signifikan
antara pemberian back massage terhadap intesitas nyeri pada
penderita rematik. Dalam hal ini setelah diberikan intervensi
melakukan pemberian back massage kepada responden
mengalami penurunan intensitas nyeri. Memberikan back
massage sebagai terapi komplementer sangatlah baik dilakukan
kepada lansia karena terapi yang dilakukan ini tidak memiliki
efek samping, dan back massage sangat mudah dilakukan.
Jadi dapat disimpulakan ada pengaruh back massage terhadap
intensitas nyeri pada lansia penderita rematik di Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Dinas Sosial Binjai 2020.
2) Pengaruh Pijat (Massage) Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri
Rematik Pada Lansia Di Desa Kertapati Puskesmas Dusun Curup
Bengkulu Utara (Marlena & Juniarti, 2019)
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment
menggunakan pre dan post test design dengan pemberian pijat
17
punggung/back massage pada lansia. Dalam rancangan ini
perlakuan akan dilakukan (X), kemudian dilakukan pengukuran
(observasi) atau pre (O1) dan post test (O2). Populasi dari
penelitian ini adalah lansia di Desa Kertapati Puskesmas Dusun
Curup Bengkulu Utara pada tahun 2017, berjumlah 40 orang.
Sampel yang akan diteliti berjumlah 10 orang, menggunakan
tehnik purposive sampling. Data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Untuk
melihat pengaruh antara dua variabel kategori maka digunakan uji
t-dependen. Prosedur dalam penelitian ini adalah, perlakuan
massage (pijatan) yang dilakukan hanya satu kali selama 20-30
menit.
Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori
gate control yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan dengan
memblok transmisi nyeri pada gerbang (gate) dan teori Endorphin
yaitu menurunnya intensitas nyeri dipengaruhi oleh meningkatnya
kadar endorphin dalam tubuh. Dengan pemberian terapi massage
dapat merangsang serabut A beta yang banyak terdapat di kulit
dan berespon terhadap massage ringan pada kulit sehingga impuls
dihantarkan lebih cepat.
Pemberian stimulasi ini membuat masukan impuls dominan
berasal dari serabut A beta sehingga pintu gerbang menutup dan
impuls nyeri tidak dapat diteruskan ke korteks serebral untuk
diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton & Hall, 2009). Di
samping itu, sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan
melepaskan endorphin yang merupakan morfin alami tubuh
sehingga memblok transmisi nyeri dan persepsi nyeri tidak terjadi
(Potter & Perry, 2012), jadi intensitas nyeri yang dirasakan
mengalami penurunan.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pijat (massage)
terhadap intensitas nyeri rematik pada lansia di Desa Kertapati
Puskesmas Dusun Curup Bengkulu Utara, disimpulkan ada
18
pengaruh pijat (massage) terhadap intensitas nyeri rematik pada
lansia di Desa Kertapati Puskesmas Dusun Curup Bengkulu Utara
(p = 0,000).
3) Pengaruh Pemberian Stimulus Kutaneus slow stroke back
massage (SSBM) Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Rematik
Pada Lansia Di Panti Sosial Tahun 2018 (Mawarni & Despiyadi,
2018)
Penelitian ini menggunakan metode penelitian pre
eksperimental dengan rancangan pre test post test design dimana
penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengukuran intesitas
nyeri pada satu kelompok lansia sebelum dan sesudah intervensi.
Populasi pada penelitian ini adalah lansia dengan nyeri rematik
di bagian punggung di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
Banjarbaru.
Jumlah populasi sebanyak 35 orang. Dengan sampel
sebanyak 30 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah non probability sampling dengan pendekatan
purposive sampling.
Mekanisme penurunan nyeri ini dapat dijelaskan dengan teori
gate control yaitu intensitas nyeri diturunkan dengan dengan
memblok transmisi nyeri pada gerbang (gate) dan teori Endorphin
yaitu menurunnya intensitas nyeri dipengaruhi oleh meningkatnya
kadar endorphin dalam tubuh. Dengan pemberian terapi back
massage dapat merangsang serabut A beta yang banyak terdapat
di kulit dan berespon terhadap masase ringan pada kulit sehingga
impuls dihantarkan lebih cepat. Pemberian stimulasi ini membuat
masukan impuls dominan berasal dari serabut A beta sehingga
pintu gerbang menutup dan impuls nyeri tidak dapat diteruskan ke
korteks serebral untuk diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton &
Hall, 2007). Di samping itu, sistem kontrol desenden juga akan
bereaksi dengan melepaska endorphin yang merupakan morfin
alami tubuh sehingga memblok transmisi nyeri dan persepsi nyeri
19
tidak terjadi (Potter & Perry, 2005). Jadi intensitas yang dirasakan
mengalami penurunan.
Jadi dapat disimpulkan nilai rata-rata intensitas nyeri sebelum
dilakukan tindakan slow stroke back massage (SSBM) adalah
1,83. Nilai rata-rata intensitas nyeri setelah dilakukan tindakan
slow stroke back massage (SSBM) adalah 1,43. Berdasarkan nilai
rata-rata sebelum dan sesudah pemberian tindakan slow stroke
back massage (SSBM) terdapat perbedaan sebesar 0,4. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian stimulus
kutaneus slow stroke back massage terhadap penurunan intensitas
nyeri reumatik pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Sejahtera Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan.
4) Pengaruh Back Massage Terapi Terhadap Penurunan Nyeri
Reumatik Pada Lansia (Abdillah & Suwandi, 2020)
Design penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperiment pra experimental dengan rancangan one group
pretes-postest design.Dimana dilakukan pengukuran nyeri
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi back massage.
Populasi dalam penelitian ini adalah Lansia yang menderita
reumatik di Panti Werda di Wilayah Kota Cirebon, dengan
jumlah 25 Lansia yang terhitung dari bulan januari sampai
Februari tahun 2016. Sampel pada penelitian ini adalah lansia di
Panti Werda di Wilayah Kota Cirebon, pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik total sampling dimana sampel yang
diteliti sesuai dengan jumlah populasi. pada penelitian ini
diperoleh sampel sebanyak 25 responden.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuisioner untuk mengkaji skala nyeri pada Lansia penderita
rematik dengan menggunakan skala numerik yang terbagi dalam
5 kriteria yaitu (0) tidak ada nyeri, (1-3) nyeri ringan, (4-6) nyeri
sedang, (7-9), nyeri berat, (10) nyeri sangat berat.
20
Metode pengumpulan data yang dilakukan sesuai dengan
jenis penelitian yang digunakan sehingga mendapatkan hasil pre
dan post intervensi back massage yaitu dengan melalukan
observasi tingkat nyeri, langkah langkah pengumpulan data
dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan responden yang
sesuai dengan kriteria sampel yang sesuai untuk di teliti.
Kemudian peneliti melakukan pendekatan kepada Lansia yang
menderita penyakit rematik, yang sesuai dengan kriteria sampel,
selanjutnya peneliti melakukan wawancara pada pasien sebelum
di intervensi, untuk menentukan pada skala berapa nyeri yang
dirasakan pasien tersebut dan melakukan pencatatan data yang di
peroleh. Peneliti memberikan intervensi Back Massage Terapi,
selama 10-15 menit intervensi dilakukan pada saat nyeri dan
setelah itu kembali mengukur sekala nyeri setelah dilakuakn
terapai.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah setelah
pemberian back massage terapi dapat menurunkan Nyeri pada
lansia yang menderita penyakit rematik. Analisa bivariat yang
digunakan pada penelitian ini adalah Wilcoxon Matched Pairs.
Back massage yang dilakukan pada punggung adalah bagian
yang sangat penting bagi penurunan nyeri yang terjadi karena
rematik pada kesehatan tubuh manusia. Di sekitar tulang
punggung (tulang belakang) terdapat berbagai syaraf yang sangat
penting untuk menjaga kesehatan. Bila badan terasa lelah, otot –
otot di sekitar tulang punggung ini akan terasa sangat kaku,
tegang dan mengeras. Otot yang berada dalam kondisi ini
membuat orang merasa sulit untuk relaks dan nyaman dengan
keadaan dirinya sendiri. Kalau otot berada dalam keadaan
demikian, berbagai syaraf pun terganggu. Sehingga, badan terasa
loyo, tidak bersemangat, pegal dan tidak nyaman. Oleh karena
itulah pemijatan yang dilakukan di punggung akan membuat
badan terasa segar, bugar, lebih santai serta nyaman
21
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh back massage
terapi terhadap penurunan nyeri reumatik pada lansia, maka dapat
disimpulkan bahwa intensitas nyeri reumatik sebelum dilakukan
back masage terapi pada lansia lebih banyak pada intensitas nyeri
sedang (88.0%), intensitas nyeri reumatik sesudah dilakukan back
massage terapi pada lansia banyak pada Intensitas nyeri ringan
(88.0%).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat pengaruh
pemberian back massage terapi terhadap intensitas nyeri reumatik
pada lansia.
5) Penerapan Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri
Rematik Pada Lansia (Pramono & Suci L, 2019)
Penelitian ini menggunakan bentuk rancangan one group
pretest postest. Subyek dari penelitian ini adalah dua orang lansia,
dengan kriteria memiliki penyakit rematik dengan nyeri
persendian, tidak mengkonsumsi obat analgetik, usia 60-70 tahun,
bersedia menjadi responden.
Hasil studi menunjukkan bahwa kedua responden didapatkan
hasil klien I dan II yang telah dilakukan penerapan terapi back
massage mengalami penurunan nyeri dengan presentase 60,6%
dan 60% dengan rata-rata penurunan sebanyak 2. Disimpulkan
bahwa terapi back massage mampu menurunkan nyeri sendi pada
lansia.
BAB III
22
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
23
3.2 Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, A. J., & Suwandi, M. F. (2020). Pengaruh Back Massage Terapi Terhadap
Penurunan Nyeri Reumatik Pada Lansia. Jurnal Kesehatan, 11(2), 156–164.
Ginting, C. N., Waruru, A., Mendrofa, C., Maria, nita tri, & Syafira, S. (2020).
Pengaruh Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Pada Lansia Penderita
Rematik. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(November), 555–562.
Kementrian Kesehatan RI. (2019). In Indonesia Masuki Periode Aging Population.
https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-masuki-periode-
aging-population.html
Khoirunisa, R., & Hardiansyah, F. E. (2017). MAKALAH TREND DAN ISSUE.
https://www.academia.edu/10066836/Trend_Dan_Issue_Dalam_Keperawatan
Marlena, F., & Juniarti, R. (2019). PENGARUH PIJAT (MASSAGE) TERHADAP
PERUBAHAN INTENSITAS NYERI REMATIK PADA LANSIA DI DESA
KERTAPATI PUSKESMAS DUSUN CURUP BENGKULU UTARA Feny.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu Volume 07, Nomor 02, Oktober
2019, 07.
Mawarni, T., & Despiyadi. (2018). Pengaruh Pemberian Stimulus Kutaneus slow stroke
back massage ( SSBM ) Terhadap Penurunan Intesitas Nyeri Rematik Pada Lansia
Di Panti Sosial Tahun 2018. Caring Nursing Journal, 2(2), 60–66.
Ningsih, Lukman, & Nurna. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta : Salemba Medika.
Pramono, W. H., & Suci L, Y. W. (2019). Penerapan Terapi Back Massage Terhadap
Intensitas Nyeri Rematik Pada Lansia. Jkep, 4(2), 137–145.
https://doi.org/10.32668/jkep.v4i2.263
Smeltzer, & Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Utara, U. S. (2003). Universitas Sumatera Utara 4. 1999, 4–16.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23271/Chapter II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y#:~:text=2.4.1 Upaya Promotif yaitu,Kesehatan dan
pemeliharaan kebersihan diri.
25
26