Anda di halaman 1dari 16

HALAMAN SAMPUL

MAKALAH KELOMPOK
KEPERAWATAN ANAK II
“Patofisiologi Peradangan Pada Sistem Kardiovaskular dan Asuhan
Keperawatan Pada Anak: RHD dan Dampaknya Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Dasar manusia (Dalam Konteks Keluarga)”

KELAS : B

ANGGOTA KELOMPOK 1 :

1. AMIR WAIMESE TIDAK AKTIF


2. ANTHONETA HULLY 12114201190022
3. DORCI BELJAKY 12114201190056
4. ELSA SAMBUR 12114201190059
5. GLORIA SAHERTIAN 12114201190096
6. LIDOVINA FRANSZ 12114201190145
7. NORITA ROMETNA 12114201190200
8. CHRISTY JAUPLY TIDAK AKTIF

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
AMBON 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatnya maka kami kelompok 1 dapat menyelesaikan makalah
Patofisiologi Peradangan pada sistem kardiovaskular dan asuhan keperawatan
pada anak ini dapat selesai pada waktunya.

Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kepada para pembaca harap
memaklumi adanya mengingat keberadaan penyusun yang masih banyak
kekurangan.

Dalam kesempatan ini pula kami mengharapkan kesediaan kritik dan saran
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah kami.
DAFTAR ISI

Contents
HALAMAN SAMPUL......................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG............................................................................................4
B. TUJUAN PENULISAN.........................................................................................4
BAB II ANALISA KASUS...............................................................................................5
A. PATOFISIOLOGI RHD.........................................................................................5
B. ASUHAN KEPERAWATAN RHD PADA ANAK...............................................7
BAB III PENUTUP.........................................................................................................14
A. KESIMPULAN....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam reumatik (DR) dan penyakit jantung reumatik (PJR)
masihmenjadi salah satu masalah besar di bidang kesehatan di dunia, terutama
dinegara berkembang di Asia dan Afrika, dan telah menjadi perhatian WHO
selama 5 dekade terakhir. Penyakit ini dapat dicegah dengan menggunakan
strategi yang relatif murah dan efektif biaya, serta praktikal bagi negara
berkembang, namun penyakit ini masih memiliki prevalensi, morbiditas, dan
mortalitas yang tinggi terutama di kalangan anak dan dewasa muda (usia
produktif), dan apabila hal ini terus berlanjut, kualitas sumber daya manusia di
masa mendatang akan terpengaruh.

Penyakit jantung reumatik hampir selalu melibatkan katup mitral, dan


stenosis merupakan lesi yang predominan, terutama pada fase kronis. Berdasarkan
penelitian oleh Faheem dkk di salah satu rumah sakit di Peshawar, Pakistan,
sebagian besar pasien PJR mengalami kelainan katup multipel dengan kelainan
katup predominan berupa SM (70%), kemudian sebanyak 58,59% pasien
menderita regurgitasi mitral (RM), 47% pasien menderita regurgitasi aorta (RA),
dan 1,56% pasien menderita stenosis aorta (SA).

Dengan alasan inilah maka kelompok kami pun menkaji dan menganalisis
kasus RHD pada anak, sekaligus untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Anak II.

B. TUJUAN PENULISAN

Makalah ini ditulis dengan tujuan:

1. Untuk memenuhi tugas dari Keperawatan Anak II


2. Untuk memahami terkait patofisiologi RHD
3. Untuk memahami terkait asuhan keperawatan RHD pada anak
BAB II ANALISA KASUS
A. PATOFISIOLOGI RHD
Streptococcus beta hemolyticus grup A dapat menyebabkan penyakit
supuratif misalnya faringitis, impetigo, selulitis, miositis, pneumonia, sepsis nifas
dan penyakit non supuratif misalnya demam rematik, glomerulonefritis akut.
Setelah inkubasi 2-4 hari, invasi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada
faring menghasilkan respon inflamasi akut yang berlangsung 3-5 hari ditandai
dengan demam, nyeri tenggorok, malaise, pusing dan leukositosis. Pasien masih
tetap terinfeksi selama bermingguminggu setelah gejala faringitis menghilang,
sehingga menjadi reservoir infeksi bagi orang lain. Kontak langsung per oral atau
melalui sekret pernafasan dapat menjadi media trasnmisi penyakit. Hanya
faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A saja yang dapat mengakibatkan
atau mengaktifkan kembali demam rematik. Penyakit jantung rematik merupakan
manifestasi demam rematik berkelanjutan yang melibatkan kelainan pada katup
dan endokardium. Lebih dari 60% penyakit rheumatic fever akan berkembang
menjadi rheumatic heart disease. Adapun kerusakan yang ditimbulkan pada
rheumatic heart disease yakni kerusakan katup jantung akan menyebabkan
timbulnya regurgitasi. Episode yang sering dan berulang penyakit ini akan
menyebabkan penebalan pada katup, pembentukan skar (jaringan parut),
kalsifikasi dan dapat berkembang menjadi valvular stenosis. Sebagai dasar dari
rheumatic heart disease, penyakit rheumatic fever dalam patogenesisnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun beberapa faktor yang berperan dalam
patogenesis penyakit rheumatic fever antara lain faktor organisme, faktor host dan
faktor sistem imun.

Bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A sebagai organisme


penginfeksi memiliki peran penting dalam patogenesis rheumatic fever. Bakteri
ini sering berkolonisasi dan berproliferasi di daerah tenggorokan, dimana bakteri
ini memiliki supra-antigen yang dapat berikatan dengan major histocompatibility
complex kelas 2 (MHC kelas 2) yang akan berikatan dengan reseptor sel T yang
apabila teraktivasi akan melepaskan sitokin dan menjadi sitotosik. Supra-antigen
bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A yang terlibat pada patogenesis
rheumatic fever tersebut adalah protein M yang merupakan eksotoksin pirogenik
Streptococcus. Selain itu, bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A juga
menghasilkan produk ekstraseluler seperti streptolisin, streptokinase, DNA-ase,
dan hialuronidase yang mengaktivasi produksi sejumlah antibodi autoreaktif.
Antibodi yang paling sering adalah antistreptolisin-O (ASTO) yang tujuannya
untuk menetralisir toksin bakteri tersebut. Namun secara simultan upaya proteksi
tubuh ini juga menyebabkan kerusakan patologis jaringan tubuh sendiri. Tubuh
memiliki struktur yang mirip dengan antigen bakteri Streptococcus beta
hemolyticus grup A sehingga terjadi reaktivitas silang antara epitop organisme
dengan host yang akan mengarahkan pada kerusakan jaringan tubuh. Kemiripan
atau mimikri antara antigen bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A
dengan jaringan tubuh yang dikenali oleh antibodi adalah: 1) Urutan asam amino
yang identik, 2) Urutan asam amino yang homolog namun tidak identik, 3) Epitop
pada molekul yang berbeda seperti peptida dan karbohidrat atau antara DNA dan
peptida. Afinitas antibodi reaksi silang dapat berbeda dan cukup kuat untuk dapat
menyebabkan sitotoksik dan menginduksi sel–sel antibodi reseptor permukaan.
Epitop yang berada pada dinding sel, membran sel, dan protein M dari
streptococcus beta hemolyticus grup A memiliki struktur imunologi yang sama
dengan protein miosin, tropomiosin, keratin, aktin, laminin, vimentin, dan
Nasetilglukosamin pada tubuh manusia. Molekul yang mirip ini menjadi dasar
dari reaksi autoimun yang mengarah pada terjadinya rheumatic fever. Hubungan
lainnya dari laminin yang merupakan protein yang mirip miosin dan protein M
yang terdapat pada endotelium jantung dan dikenali oleh sel T anti miosin dan
anti protein M.

Disamping antibodi terhadap N-asetilglukosamin dari karbohidrat,


Streptococcus beta hemolyticus grup A mengalami reaksi silang dengan jaringan
katup jantung yang menyebabkan kerusakan valvular. 5,8 Disamping faktor
organisme penginfeksi, faktor host sendiri juga memainkan peranan dalam
perjalanan penyakit rheumatic fever. Sekitar 3-6% populasi memiliki potensi
terinfeksi rheumatic fever. Penelitian tentang genetik marker menunjukan bahwa
gen human leukocyte-associated antigen (HLA) kelas II berpotensi dalam
perkembangan penyakit rheumatic fever dan rheumatic heart disease. Gen HLA
kelas II yang terletak pada kromosom 6 berperan dalam kontrol imun respon.
Molekul HLA kelas II berperan dalam presentasi antigen pada reseptor T sel yang
nantinya akan memicu respon sistem imun selular dan humoral. Dari alel gen
HLA kelas II, HLA-DR7 yang paling berhubungan dengan rheumatic heart
disease pada lesi-lesi valvular. Lesi valvular pada rheumatic fever akan dimulai
dengan pembentukan verrucae yang disusun fibrin dan sel darah yang terkumpul
di katup jantung. Setelah proses inflamasi mereda, verurucae akan menghilang
dan meninggalkan jaringan parut. Jika serangan terus berulang veruccae baru akan
terbentuk didekat veruccae yang lama dan bagian mural dari endokardium dan
korda tendinea akan ikut mengalami kerusakan.

Kelainan pada valvular yang tersering adalah regurgitasi katup mitral


(6570% kasus). Perubahan struktur katup diikuti dengan pemendekan dan
penebalan korda tendinea menyebabkan terjadinya insufesiensi katup mitral.
Karena peningkatan volume yang masuk dan proses inflamasi ventrikel kiri akan
membesar akibatnya atrium kiri akan berdilatasi akibat regurgitasi darah.
Peningkatan tekanan atrium kiri ini akan menyebabkan kongesti paru diikuti
dengan gagal jantung kiri. Apabila kelainan pada mitral berat dan berlangsung
lama, gangguan jantung kanan juga dapat terjadi. Kelainan katup lain yang juga
sering ditemukan berupa regurgitasi katup aorta akibat dari sklerosis katup aorta
yang menyebabkan regurgitasi darah ke ventrikel kiri diikuti dengan dilatasi dan
hipertropi dari ventrikel kiri. Di sisi lain, dapat terjadi stenosis dari katup mitral.
Stenosis ini terjadi akibat fibrosis yang terjadi pada cincin katup mitral, kontraktur
dari daun katup, corda dan otot papilari. Stenosis dari katup mitral ini akan
menyebabkan peningkatan tekanan dan hipertropi dari atrium kiri, menyebabkan
hipertensi vena pulmonal yang selanjutnya dapat menimbulkan kelainan jantung

kanan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN RHD PADA ANAK


1) Pengkajian
Penyakit jantung rematik kebanyakan menyerang pada anak-anak dan
dewasa hal ini lebih dikarenakan bakteri streptococcus sering berada di
lingkungan yangtidak bersih.Penyakit ini lebih sering terkena pada anak
perempuan.
a. Identitas klien : Nama, umur, alamat, pendidikan
b. Riwayat kesehatan : Demam, nyeri, dan pembengkakkan sendi
c. Riwayat penyakit dahulu : Tidak pernah mengalami penyakit yang sama,
hanya demam biasa
d. Riwayat penyakit sekarang : Kardiomegali, bunyi jantung muffled dan
perubahan EKG
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat kesehatan lingkungan
• Keadaan sosial ekonomi yang buruk
• Iklim dan geografi
• Cuaca
g. Imunisasi
h. Riwayat nutrisi
Adanya penurunan nafsu makan selama sakit sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi berubah
i. Pemeriksaan fisik Head to Toe:
1) Kepala : Ada gerakan yang tidak disadari pada wajah, sclera anemis,
terdapat napas cuping hidung, membran mukosa mulut pucat.
2) Kulit : Turgor kulit kembali setelah 3 detik, peningkatan suhu tubuh
sampai 39ᴼC.
3) Jantung
• Inspeksi : iktus kordis tampak
• Palpasi : dapat terjadi kardiomegali
• Perkusi : redup
• Auskultasi : terdapat murmur, gallop
4) Abdomen
• Inspeksi perut simetris
• Palpasi kadang-kadang dapat terjadi hepatomigali
• Perkusi tympani
• Auskultasi bising usus normal
5) Genetalia : Tidak ada kelainan
6) Ekstermitas : Pada inspeksi sendi terlihat bengkak dan merah, ada
gerakan yang tidak disadari, pada palpasi teraba hangat dan terjadi
kelemahan otot.
j. Data fokus yang didapat antara lain:
• Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat
celcius namun tidak terpola.
• Adanya riwayat infeksi saluran napas.
• Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebardebar.
• Nyeri abdomen, mual, anoreksia, dan penurunan hemoglobin.
• Arthralgia, gangguan fungsi sendi.
• Kelemahan otot.
• Akral dingin.
• Mungkin adanya sesak.
k. Pengkajian data khusus:
• Karditis : takikardi terutama saat tidur, kardiomegali, suara sistolik,
perubahan suarah jantung, perubahan Elektrokardiogram (EKG), nyeri
prekornial, leokositosis, peningkatan Laju endap darah (LED),
peningkatan Anti Streptolisin (ASTO)
• Poliatritis : nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi, menyebar pada sendi
lutut, siku, bahu, dan lengan (gangguan fungsi sendi).
• Nodul subkutan : timbul benjolan di bawah kulit, teraba lunak dan
bergerak bebas. Biasanya muncul sesaat dan umumnya langsung
diserap. Terdapat pada permukaan ekstensor persendian.
• Khorea : pergerakan ireguler pada ekstremitas, infolunter dan cepat,
emosi labil, kelemahan otot.
• Eritema marginatum : bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan
telapak tangan, bercak merah dapat berpindah lokasi, tidak parmanen,
eritema bersifat non-pruritus.

2) Diagnose dan Rencana Asuhan Keperawatan


1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraksi otot
jantung. Ditandai dengan wajah pasien pucat, dada terasa berdebar debar,
suara jantung abnormal yaitu murmur, takikardi, hipotensi.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis. Ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri dada.
3) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit. Ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh yaitu 38 derajat celcius.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia ditandai dengan pasien mengeluh tidak ada nafsu makan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
pasien cepat lelah saat melakukan aktivitas berlebihan.

Diagnosa
No. Tujuan NOC Intervensi NIC
Keperawatan
1. Penurunan curah Goal : pasien tidak akan Perawatan jantung
jantung mengalami penurunan
berhubungan curah jantung selama 1. Lakukan penilaian
dengan perubahan dalam perawatan. kompherensif terhadap
sirkulasi perifer (misalnya :
cek nadi
kontraksi otot Objektif : pasien tidak perifer, edema, pengisian
jantung mengalami perubahan kapiler, dan suhu
kontraksi otot jantung ekstermitas).
setelah dilakukan tindakan 2. Catat adanya disritmea,
keperawatan selama 3x24 tanda dan gejala penurunan
jam dengan kriteria hasil : curah jantung
3. Observasi tanda-tanda vital
1. Tekanan darah dalam
4. Kolaborasi dalam pemberian
rentang normal
terapi aritmia sesuei
2. Toleransi terhadap kebutuhan
aktivitas
5. Instruksi klien dan keluaraga
3. Nadi perifer kuat tentang pematasan aktivitas
4. Tidak ada disritmea
5. Tidak ada bunyi
jantung abnormal yaitu
terdengar bunyi mur-
mur
6. Tidak ada angina
7. Tidak ada kelelahan

2. Nyeri akut Goal : pasien tidak akan Manajemen nyeri


berhubungan mengalami nyeri selama
dengan agen dalam perawatan 1. Kaji secara kompherensif
cedera bioogis tentang nyeri, meliputi
Objektif : klien akan lokasi, karakteristik nyeri,
terbebas dari nyeri setelah durasi, frekuensi, intensitas /
dilakukan tindakan beratnya nyeri, dan faktor
keperawatan selama 1x 24 presipitasi
jam dengan kriteria hasil : 2.
Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab,
1. Mengontrol nyeri:
berapa lama terjadi, dan
Mengenal faktor
tindakan pencegahan
penyebab nyeri,
3. Ajarkan penggunaan teknik
Tindakan pencegahan,
non-farmakologi (misalnya :
tindakan pertolongan
relaksasi, imajinasi
non analgetik,
terbimbing, terapi musik,
menggunakan analgetik
distraksi imajinasi
dengan tepat, mengenal
terbimbing,
tanda-tanda pencetus nyeri masase)
untuk mencari 4. Evaluasi keefektifan dari
pertolongan, melaporkan tindakan mengontrol nyeri
gejala kepada tenaga 5. Kolaborasi pemberian
kesehatan analgetik

2. Menunjukkan tingkat
nyeri : melaporkan nyeri,
frekuensi nyeri, lama
nyeri, ekspresi nyeri.

3. Hipertermi Goal : pasien tidak akan Penanganan Hipertermia


berhubungan mengalami hipertermi
dengan proses selama dalam perawatan. 1. Observasi suhu sesering
penyakit Objektif : pasien dapat mungkin
menunjukkan termoregulasi 2. Observasi tekanan darah,
yang baik setelah dilakukan nadi, dan frekuensi nafas
tindakan keperawatan selama 3. Observasi penurunan
1x 24 jam dengan kriteria tingkat kesadaran
hasil: 4. Observasi adanya aritmea
5. Berikan anti piretik
1. Suhu tubuh dalam batas
6. Berikan pengobatan untuk
normal
mengatasi penyebab
2. Tidak sakit kepala demam
3. nadi dalam batas normal 7. Selimuti klien
4. frekuensi nafas dalam 8. Berikan cairan intravena
batas normal
9. Kompres klien pada
5. tidak ada perubahan lipatan paha dan aksila
warna kulit
4. Ketidakseimban Goal : pasien akan Manajemen nutrisi dan
gan nutrisi kurang meningkatkan asupan nutrisi observasi nutrisi
dari kebutuhan yang adekuat selama dalam
tubuh berhubugan perawatan 1. Identifikasi faktor
dengan anoreksia penyebab mual muntah
Objektif : kkebutuhan nutrisi 2. Tanyakan pada klien
adekuat setelah dilakukan tentang alergi makanan
tindakan keperawatan selama 3. Timbang berat badan klien
4x 24 jam dengan kriteria pada interval yang tepat
hasil: 4. Anjurkan masukan
1. Adanya peningkatan kaloriyang tepat yang
berat badan sesuei dengan gaya hidup
2. Tidak terjadi penurunan 5. Anjurkan peningkatan
berat badan pemasukan protein dan
3. Klien mampu vitamin b
mengidentifikasi 6. Anjurkan agar banyak
kebutuhan nutrisi makan dan buah serta
4. Asupan nutrisi dan minum
cairan adekuat 7. Diskusi dengan ahli gizi
5. Klien melaporkan dalam menentukan
keadekuatan tingkat kebutuhan kalori dan
energy protein
8. Ciptakan lingkungan yang
menyenangkan sebelum
makan
5. Intoleransi Goal : pasien akan Manajemen energy
aktivitas meningkatkan toleransi
terhadap aktivitas selama 1. Tentukan keterbatasan
dalam perawatan klien terhadap aktivitas
2. Dorong pasien untuk
Objektif : klien dapat menggungkapkan
menunjukkan toleransi perasaan tentang
terhadap aktivitas setelah keterbatasan
dilakukan tindakan 3. Motivasi untuk
keperawatan selama 1x24 melakukan periode
jam dengan kriteria hasil : istirahat dan aktivitas
4. Rencanakan periode
1. Klien dapat menentukan
aktivitas saat klien
aktivitas yang sesuei
memiliki banyak tenaga
dengan peningkatan nadi,
tekanan darah, dan
5. Bantu klien untuk bangun
frekuensi napas, dari tempat tidur atau
duduk dismaping tempat
2. Mempertahankan warna
tidur atau berjalan
dan kehangatan kulit dan
aktivitas
6. Bantu klien untuk
mengidentivikasi aktivitas
3. Melaporkan peningkatan
yang lebih disukai
aktivitas harian.
7. Evaluasi program
peningkatan tingkat
aktivitas
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan
penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit
jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat
demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang
katup pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis
atau insufisiensi atau keduanya. Etiologi terpenting dari penyakit jantung
reumatik adalah demam reumatik. Demam reumatik merupakan penyakit
vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi Streptococcus
grup A pada individu yang mempunyai factor predisposisi. Keterlibatan
kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi endokardium dan
miokardium melalui suatu proses ’autoimunne’ yang menyebabkan
kerusakan jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW, O’Rourke et
al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill : New York, 2001; p. 1657 – 65.

Majid Abdul. Anatomi Jantung dan pembuluh darah, Sistem Kardiovaskuler secara
Umum, Denyut Jantung dan Aktifitas Listrik Jantung, dan Jantung sebagai Pompa.
Fisiologi Kardiovaskular. Medan: Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran USU.
2005; 7 -16.

Mishra T.K., Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease: current scenario.
JIACM. 2007;8(4):324-30

Anda mungkin juga menyukai