OLEH:
DENDA VENA ARDA
NIM.P07120118010
A. PENGERTIAN
Pengertian terkait dengan asma bronkhial menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut:
1) Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif
terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer dan Bare, 2001)
2) Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan
nafas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma
berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah
proses reversible. (Brunnert & Suddarth, 2001)
3) Asma brokial adalah obstruksi nafas akut, episodic yang disebabkan
oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat
(allergen ) yang ditandai dengan mengi dan dipsnea, yang tidak
disertai oleh penyakit jantung atau penyakit lain (Tambayong, 2000).
Beberapa pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa asma bronkial
adalah suatu penyempitan jalan nafas intermiten, reversibel, dan episodic,
yang disebabkan oleh rangsangan allergen serta ditandai dengan adanya
mengi dan dyspnea.
Gambar 1. Perbedaan Otot Pernafasan Normal dan
Otot Pernafasan saat Asma
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada
sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada
ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer
(Guyton, 2007). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara
darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen
dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara
kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut.
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit
(bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama
(trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung gelembung paru-paru (alveoli)
yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida
dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta
alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut
dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi
empat mekanisme dasar menurut Guyton (2007), yaitu sebagai berikut:
a. ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer;
b. difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah;
c. transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel;
d. pengaturan ventilasi .
C. ETIOLOGI
Dudut (2003) mengatakan bahwa, ada beberapa hal yang merupakan
faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial.
a. Faktor Predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
a) Alergen
Alergen dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
2. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
3. Ingestan, yang masuk melalui mulut, misalnya makanan dan obat-
obatan
4. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, misalnya
perhiasan, logam dan jam tangan
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
d. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia
bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
f. Olah raga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Gambar 7. Etiologi Asma Bronkhial
G. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin muncul menurut Mansjoer (2000)
adalah sebagai berikut:
1. Pneumo thoraks
2. Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigaibila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat.
Orang asma tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi
yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus,
pembengkakan bronkhiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat
menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan
ventilasi.
3. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi
inidapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke
udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada
4. Emfisema subkutis
5. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatansaluran udara (bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
6. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifatoleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak
dan mata. Istilah Aspergilosis dipakaiuntuk menunjukkan adanya
infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA )
adalah suatu reaksi alergi terhadap jamuryang disebut aspergillus, yang
menyebabkan peradangan pada saluran pernafasan dankantong
udara.6.Bronkopulmonar alergik
7. Gagal nafas
8. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam darisaluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis)
mengalami bengkak. Selainbengkak juga terjadi peningkatan produksi
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasaperlu batuk berulang-ulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, ataumerasa sulit
bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir
9. Fraktur iga
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakaukan menurut Dudut (2003) adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dansederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator.Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilatoraerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVCsebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon
aerosolbronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untukmenegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efekpengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
b. Uji Provokasi bronkus
Sundaru (2001) mengatakan bahwa, dapat dilakukan jika spirometri
normal, maka dilakukan uji provokasi bronkus dengan allergen, dan
hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji.
c. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus
plug.
d. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
3. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
f. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan
diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari
30 % menderita alergi.
g. Foto dada (scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
h. Analisis gas darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah
terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
2. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
I. PENATALAKSANAAN
Dudut (2003) mengatakan, bahwa prinsip umum pengobatan asma
bronchial adalahs ebagai berikut:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
a. Penatalaksanaan Medis
a. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin). Nama obat:
Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat
halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2. Santin (teofilin). Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin
(Euphilin Retard), Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan
obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian: bentuk suntikan teofillin / aminofilin
dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.
Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya
berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat
anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungnan obat
ini adalah dapat diberika secara oral.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Memberikan pendidikan kesehatan terkait asma bronkhial
2. Mengenalkan dan memotivasi untuk menghindari faktor pencetus
3. Pemberian cairan
4. Fisiotherapy untuk membantu menghilangkan secret
5. Beri O2 untuk mengatasi sesak nafasnya
6. Memanajemen lingkungan untuk mencegah komplikasi sekunder
7. Memotivasi pasien dengan melalui dukungan keluarga
PATHWAYS
peningkatan permeabilitas
vaskuler sebagai keocoran
protein dan cairan didalam
jaringan
metabolisme menurun
Ansietas
energi menurun
kelemahan fisik
Intoleransi Aktivitas
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Identitas Pasien
Nama :- No. RM :-
Umur : segala usia Pekerjaan : pekerjaan yang meningkatkan
asma bronkhial dapat memicu
lebih banyak terjadinya
misalnya pekerjaan yang setiap
hari terpapar dengan AC,
lingkungan udara yang kurang
sehat, cuaca dingin, atau
berdebu
Jenis : Laki laki dan perempuan Status :-
Kelamin Perkawinan
Agama : Agama tidak Tanggal :-
mempengaruhi terjadinya MRS
pneumonia
Pendidikan : Pendidikan yang rendah, Tanggal :-
seperti SD atau tidak Pengkajian
sekolah dapat menjadi
faktor kurangnya
pengetahuan dalam
melaksanakan tugas
keluarga dalam menjaga
kesehatan.
Alamat : Tempat tinggal pasien Sumber : rekam medik dan pengkajian
yang dapat menjadi faktor Informasi
terjadinya asma adalah
timpat tinggal yang kotor,
dingin, berdebu.
Fokus Pengkajian
1. Riwayat kesehatan masa lalu
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
2. Aktivitas
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
-Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan
melakukan aktivitas sehari-hari
-Tidur dalam posisi duduk tinggi
3. Pernapasan
-Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
-Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
-Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
-Adanya bunyi napas mengi
-Adanya batuk berulang
4. Sirkulasi
-Adanya peningkatan tekanan darah
-Adanya peningkatan frekuensi jantung
-Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
5. Integritas ego
-Ansietas
-Ketakutan
-Peka rangsangan
-Gelisah
6. Asupan nutrisi
-Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
-Penurunan berat badan karena anoreksia
7. Hubungan sosial
-Keterbatasan mobilitas fisik
-Susah bicara atau bicara terbata-bata
-Adanya ketergantungan pada orang lain
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
dan deformitas dinding dada
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret pada bronkus
3. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai O2
4. Gangguan perfusi jaringan berhuungan dengan penurunan suplai O2 ke
jaringan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Perencanaan keperawatan
1. M
enghitung balance cairan
2. M
engetahui kebutuhan cairan
3. M
engetahui status pasien
4. M
mengontol nutrisi
6. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan perawatan 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan
dengan krisis situasional selama 3x45 menit pasien akan pasien.. pasien
menunjukkan adanya penurunan 2. Pasien mengetahui secara pasti apa
kecemasan atau hilang. Dengan 2. Berikan penjelasan yang akurat yang sedang dihadapi saat ini.
kriteria hasil: tentang keadaan penyakit dan 3. Usaha memberikan koping adaptif.
- Pasien proses terjadinya penyakit. 4. Setelah pasien mengekpresikan
mampu melakukan aktivitas diharapkan pasien mampu
normal tanpa terlihat cemas mengkontrol ansietasnya
- TD 3. Bantu pasien untuk dikemudian.
120/80 mmH mengidentifikasi cara memahami
- Nadi 80- berbagai perubahan akibat
100 x/menit penyakitnya.
4. Biarkan pasien dan keluarga
mengekspresikan perasaan mereka.
7. Kurang Pengetahuan Setelah dilakukan asuhan selama 1. Gunakan pendekatan yang 1. Menjalin BHSP
berhubungan kurangnya 3x45 menit kecemasan pasien menenangkan 2. Memberikan informasi untuk
informasi teratasi dengan kriteria hasil: 2. Jelaskan semua prosedur dan koping adaptif pasien
- Pasien mampu apa yang dirasakan selama 3. Mengurangi kecemasan pasien
mengidentifikasi dan prosedur 4. Memberikan informasi dan
mengungkapkan gejala 3. Temani pasien untuk menggambarkan kondisi pasien saat
cemas memberikan keamanan dan ini
- Mengidentifikasi, mengurangi takut 5. Sebagai bentuk dukungan dan
mengungkapkan dan 4. Berikan informasi faktual meningkatkan koping keluarga sera
menunjukkan tehnik untuk mengenai diagnosis, tindakan pasien
mengontol cemas prognosis 6. Mengurangi nyeri pasien dengan
- Vital sign dalam batas 5. Libatkan keluarga untuk teknik non medis
normal mendampingi pasien 7. Sebagai bentuk dukungan dan
TD: 120/80 mmHg 6. Ajarkan pada pasien untuk meningkatkan koping pasien.
Nadi: 80-100 x/menit menggunakan tehnik relaksasi 8. Meningkatkan koping adaptif
RR: 18-24 x/menit 7. Dengarkan dengan penuh pasien
Suhu: 36-37,5oC perhatian 9. Memahami perasaan cemas
- Postur tubuh, ekspresi 8. Identifikasi tingkat kecemasan yang dirasakan dan mengurangi
wajah, bahasa tubuh dan 9. Bantu pasien mengenal situasi kecemasan secara verbal
tingkat aktivitas yang menimbulkan kecemasan 10. Mengurangi cemas maladaptive
menunjukkan berkurangnya 10. Dorong pasien untuk dari segi medis untuk mencegah
kecemasan mengungkapkan perasaan, komplikasi kecemasan terhadap
ketakutan, persepsi tindakan prosedur penanganan
penyakit.
C) DISCHARGE PLANNING
Adapun discharge planning yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Kaji kemampuan pasien
untuk meninggalkan RS
b. Kaji kemampuan pasien
untuk melanjutkan terapi di rumah
c. Ajarkan keluarga dan pasien
mnegenali factor pencetus dan menghindarinya
d. Anjurkan pasien memiliki
aktivitas yang tidak berat
e. Peragakan dan tekankan
tehnik pencucian tangan yang baik
f. Instruksikan untuk menutup
mulut ketika batuk, gunakan tisue sekali pakai jika tersedia, letakkan dalam
kantung kertas dan buang
g. Intruksikan untuk batuk
efektif setiap ada dahaknya ketika batuk.
h. Motivasi pasien untuk tetap
check up rutin
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Betz, C. L., & Sowden, L. A .2002. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta:
RGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Smeltzer, S., dan Bare, Doris S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.