Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN HOME CARE II PADA PASIEN YN “S”

DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKIAL DI DUSUN KR. TARUNA


KECAMATAN TANJUNG KABUPATEN LOMBOK UTARA
PUSKESMAS TANJUNG
Tanggal 23-25 Maret 2021

OLEH:
DENDA VENA ARDA
NIM.P07120118010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D.III KEPERAWATAN MATARAM
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKIAL

A. PENGERTIAN
Pengertian terkait dengan asma bronkhial menurut beberapa ahli adalah
sebagai berikut:
1) Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif
terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer dan Bare, 2001)
2) Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan
nafas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma
berbeda dari penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah
proses reversible. (Brunnert & Suddarth, 2001)
3) Asma brokial adalah obstruksi nafas akut, episodic yang disebabkan
oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang sehat
(allergen ) yang ditandai dengan mengi dan dipsnea, yang tidak
disertai oleh penyakit jantung atau penyakit lain (Tambayong, 2000).
Beberapa pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa asma bronkial
adalah suatu penyempitan jalan nafas intermiten, reversibel, dan episodic,
yang disebabkan oleh rangsangan allergen serta ditandai dengan adanya
mengi dan dyspnea.
Gambar 1. Perbedaan Otot Pernafasan Normal dan
Otot Pernafasan saat Asma

Gambar 2. Perbedaan Bronkiolus normal dan Bronkiolus Asma

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus.
Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi
lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang
disebut bronchopulmonary segments.

Gambar 3. Gambaran Lobus Paru


Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura
terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu
selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu
selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat
rongga yang disebut kavum pleura (Guyton, 2007).

Gambar 4. Gambaran Pleura Viseral dan Pleura Parietal

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,


laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2
bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah.
Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan alveolus paru (Guyton, 2007). Pada pernafasan melalui paru-paru atau
pernafasan external, oksigen di ambil melalui hidung dan mulut. Pada waktu
bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan
dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.

Gambar 5. Proses Pernafasan

Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen


dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel
darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri
kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen
100 mmHg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon
dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli,
kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial,
trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Gambar 6. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada
sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada
ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer
(Guyton, 2007). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara
darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen
dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara
kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut.
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit
(bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama
(trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung gelembung paru-paru (alveoli)
yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida
dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta
alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut
dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat
menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis.
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi
empat mekanisme dasar menurut Guyton (2007), yaitu sebagai berikut:
a. ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer;
b. difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah;
c. transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel;
d. pengaturan ventilasi .

C. ETIOLOGI
Dudut (2003) mengatakan bahwa, ada beberapa hal yang merupakan
faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial.
a. Faktor Predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
a) Alergen
Alergen dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
2. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
3. Ingestan, yang masuk melalui mulut, misalnya makanan dan obat-
obatan
4. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, misalnya
perhiasan, logam dan jam tangan
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
d. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia
bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
f. Olah raga atau aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Gambar 7. Etiologi Asma Bronkhial

D. KLASIFIKASI DAN TINGKATAN


Klasifikasi asma bronchial menurut Dudut (2003), dapat dibagi menjadi
3 yaitu sebagai berikut:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

Tingkatan asma bronchial adalah sebagai berikut:


1. Tingkat I
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan
testprovokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkanadanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai
pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III
Tanpa keluhan. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak
diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan
nafas.
5. Tingkat V
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
akutyang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim
dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas
yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-ototpernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita
tampak letih, takikardi.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial menurut
Smeltzer dan Bare (2005), adalah batuk, dispnea, dan mengi. Biasanya pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada
saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi
(whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma
yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain silent
chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala menyertainya antarala lain sebagai
berikut:
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara. 
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertaipernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan
pelebaran tekanan nadi
11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan
F. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut, seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Gambar 8. Algoritma Patofisiologi Penyakit

G. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin muncul menurut Mansjoer (2000)
adalah sebagai berikut:
1. Pneumo thoraks
2. Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigaibila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat.
Orang asma tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi
yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus,
pembengkakan bronkhiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat
menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan
ventilasi.
3. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari  bahasa Yunani pneuma  “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di
mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh  Rene Laennec, kondisi
inidapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke
udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada
4. Emfisema subkutis
5. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatansaluran udara (bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
6. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifatoleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak
dan mata. Istilah Aspergilosis dipakaiuntuk menunjukkan adanya
infeksi  Aspergillus sp. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA )
adalah suatu reaksi alergi terhadap jamuryang disebut aspergillus, yang
menyebabkan peradangan pada saluran pernafasan dankantong
udara.6.Bronkopulmonar alergik
7. Gagal nafas
8. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam darisaluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis)
mengalami bengkak. Selainbengkak juga terjadi peningkatan produksi
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasaperlu batuk berulang-ulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, ataumerasa sulit
bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir
9. Fraktur iga

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakaukan menurut Dudut (2003) adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dansederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator.Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilatoraerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVCsebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon
aerosolbronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untukmenegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efekpengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
b. Uji Provokasi bronkus
Sundaru (2001) mengatakan bahwa, dapat dilakukan jika spirometri
normal, maka dilakukan uji provokasi bronkus dengan allergen, dan
hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji.
c. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus
plug.
d. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
e. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang
terjadi pada empisema paru yaitu :
1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
3. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
f. Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum
Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan
diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari
30 % menderita alergi.
g. Foto dada (scanning paru)
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.
h. Analisis gas darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah
terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
2. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

I. PENATALAKSANAAN
Dudut (2003) mengatakan, bahwa prinsip umum pengobatan asma
bronchial adalahs ebagai berikut:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
a. Penatalaksanaan Medis
a. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin). Nama obat:
Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat
halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2. Santin (teofilin). Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin
(Euphilin Retard), Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan
obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian: bentuk suntikan teofillin / aminofilin
dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.
Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya
berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat
anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungnan obat
ini adalah dapat diberika secara oral.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Memberikan pendidikan kesehatan terkait asma bronkhial
2. Mengenalkan dan memotivasi untuk menghindari faktor pencetus
3. Pemberian cairan
4. Fisiotherapy untuk membantu menghilangkan secret
5. Beri O2 untuk mengatasi sesak nafasnya
6. Memanajemen lingkungan untuk mencegah komplikasi sekunder
7. Memotivasi pasien dengan melalui dukungan keluarga
PATHWAYS

Faktor Ekstrisik Faktor Intrinsik

Bronkial menjadi sensitive Penurunan stimulasi reseptor


terhadap Ig E iritan pada trakeobronkhial

Peningkatan cell mast merangsang reflek reseptor


pada trakeobronkhial trakeobrokhial

Stimulasi reflek pelepasan histamine stimulasi bronkospasme dan


reseptor syaraf terjadi stimulasi pada kontraksi otor bronkhiolus
parasimpatis pada bronkospasme sehingga
muskosa bronchial terjadi kontraksi bronkus

peningkatan permeabilitas
vaskuler sebagai keocoran
protein dan cairan didalam
jaringan

perubahan jaringan dan peningkatan IgE dalam serum

respon dinding bronkus

Bronkospasme oedema mukosa hipersekresi mukosa

Wheezing penyempitan bronkus penumpukan secret kental

Gangguan pola nafas Ventilasi terganggu secret tidak bisa keluar

Hiperkapnia penurunan penurunan Menyumbat jalan nafas


suplai O2 suplai O2
Hipoksemia kejaringan ke otak
Ketidakefektifan
bersihan jalan
Gelisah Ganguan Ganguan
nafas
perfusi perfusi
Krisis jaringan serebral
situasinal

metabolisme menurun
Ansietas
energi menurun

kelemahan fisik

Intoleransi Aktivitas
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Identitas Pasien
Nama :- No. RM :-
Umur : segala usia Pekerjaan : pekerjaan yang meningkatkan
asma bronkhial dapat memicu
lebih banyak terjadinya
misalnya pekerjaan yang setiap
hari terpapar dengan AC,
lingkungan udara yang kurang
sehat, cuaca dingin, atau
berdebu
Jenis : Laki laki dan perempuan Status :-
Kelamin Perkawinan
Agama : Agama tidak Tanggal :-
mempengaruhi terjadinya MRS
pneumonia
Pendidikan : Pendidikan yang rendah, Tanggal :-
seperti SD atau tidak Pengkajian
sekolah dapat menjadi
faktor kurangnya
pengetahuan dalam
melaksanakan tugas
keluarga dalam menjaga
kesehatan.
Alamat : Tempat tinggal pasien Sumber : rekam medik dan pengkajian
yang dapat menjadi faktor Informasi
terjadinya asma adalah
timpat tinggal yang kotor,
dingin, berdebu.

Fokus Pengkajian
1. Riwayat kesehatan masa lalu
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
2. Aktivitas
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
-Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan
melakukan aktivitas sehari-hari           
-Tidur dalam posisi duduk tinggi
3. Pernapasan
-Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
-Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
-Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
-Adanya bunyi napas mengi
-Adanya batuk berulang
4. Sirkulasi
-Adanya peningkatan tekanan darah
-Adanya peningkatan frekuensi jantung
-Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
5. Integritas ego
-Ansietas
-Ketakutan
-Peka rangsangan
-Gelisah
6. Asupan nutrisi
-Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
-Penurunan berat badan karena anoreksia
7. Hubungan sosial
-Keterbatasan mobilitas fisik
-Susah bicara atau bicara terbata-bata
-Adanya ketergantungan pada orang lain

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
dan deformitas dinding dada
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret pada bronkus
3. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai O2
4. Gangguan perfusi jaringan berhuungan dengan penurunan suplai O2 ke
jaringan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Perencanaan keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien semifowler 1. Memaksimalkan ventilasi
nafas berhubungan keperawatan selama 3 x 45 2. Pasang mayo bila perlu 2. Membebaskan jalan nafas
dengan keletihan otot menit pasien menunjukkan 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. Membantu mengeluarkan secret
pernafasan dan keefektifan pola nafas, 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau 4. Membantu mengeluarkan secret
deformitas dinding dada dibuktikan dengan kriteria hasil: suction 5. Membantu membebaskan jalan nafas
5. Berikan bronkodilator 6. Menyeimbangkan cairan
- Mendemonstrasikan batuk 6. Atur intake untuk cairan. 7. Mencegah adanya komplikasi
efektif dan suara nafas yang 7. Monitor respirasi dan status O2 : sekunder
bersih, tidak ada sianosis dan - Bersihkan mulut, hidung dan
dyspneu (mampu secret trakea
mengeluarkan sputum, - Pertahankan jalan nafas yang
mampu bernafas dg mudah, paten
tidakada pursed lips) - Observasi adanya tanda tanda
- Menunjukkan jalan nafas hipoventilasi
yang paten (klien tidak - Monitor adanya kecemasan
merasa tercekik, irama nafas, pasien terhadap oksigenasi
frekuensi pernafasan dalam - Monitor vital sign
rentang normal, tidak ada - Ajarkan pada pasien dan
suara nafas abnormal) keluarga tentang tehnik
- Tanda Tanda vital dalam relaksasi untuk memperbaiki
rentang normal (tekanan pola nafas.
darah, nadi, pernafasan) - Ajarkan penggunaan inhalasi
uap air hangat.
- Monitor pola nafas
2. Ketidakefektifan NOC: NIC:
Bersihan jalan nafas Status 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Membebaskan jalan
berhubungan dengan pernafasan: ventilasi suctioning. napas
penumpukan sekret pada - Status 2. Berikan O2 2. Memperkuat
bronkus pernafasan: kepatenan jalan 3. Anjurkan pasien untuk istirahat keadekuatan pernapasan
DS: nafas dan napas dalam 3. Mengurangi kebutuhan
Dispneu - Kontrol aspirasi 4. Posisikan pasien untuk energi dan penggunaan O2
DO: Setelah dilakukan tindakan memaksimalkan ventilasi 4. Mempertahankan
1. Penurunan suara keperawatan selama 3 x 45 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu keadekuatan pernapasan
nafas menit pasien menunjukkan 6. Ajarkan penggunaan batuk efektif 5. Membantu
2. Orthopneu keefektifan jalan nafas untuk mengeluarkan sekret mengeluarkan sekret yang
3. Cyanosis dibuktikan dengan kriteria 7. Auskultasi suara nafas, catat menumpuk
4. Kelainan suara hasil : adanya suara tambahan 6. Membantu
nafas (rales, a. Mendemonstrasikan batuk 8. Berikan bronkodilator : mengeluarkan sekret yang
wheezing) efektif dan suara nafas yang 9. Monitor status hemodinamik menumpuk
5. Kesulitan bersih, tidak ada sianosis dan 10. Berikan pelembab udara Kassa 7. Mengetahui apakah
berbicara dyspneu (mampu basah NaCl Lembab sekret sudah keluar
6. Batuk, tidak mengeluarkan sputum, 11. Berikan antibiotik 8. Melebarkan bronkus
efekotif atau tidak bernafas dengan mudah, 12. Atur intake untuk cairan 9. Mengontrol keadaan
ada tidak ada pursed lips) mengoptimalkan keseimbangan. kardiopulmonal
7. Produksi sputum b. Menunjukkan jalan nafas 13. Monitor respirasi dan status O2 10. Melembabkan udara
8. Gelisah yang paten (pasien tidak 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat yang baik bagi penapasan
9. Perubahan merasa tercekik, irama nafas, untuk mengencerkan sekret 11. Membantu membunuh
frekuensi dan irama frekuensi pernafasan dalam 15. Jelaskan pada pasien dan keluarga invasi antigen dari eksternal
nafas rentang normal, tidak ada tentang penggunaan peralatan : O2, 12. mengoptimalkan
suara nafas abnormal) Suction, Inhalasi. keseimbangan
c. Mampu mengidentifikasikan 13. mengetahui status O2
dan mencegah faktor yang 14. mengencerkan secret
penyebab. 15. mengurangi kecemasan
d. Saturasi O2 dalam batas keluaga
normal
e. Foto thorak dalam batas
normal
3. Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan NIC:
serebral berhubungan keperawatan selama 3 x 45
dengan penurunan suplai menit pasien akan Circulatory Precaution
O2 ke otak menunjukkanadanya 1. Kaji sirkulasi 1. Mengetahui
peningkatan perfusi jaringan perifer secara komprehensif status sirkulasi perifer dan adanya
dengan ditandai: (nadi perifer, edema, CRT, kondisi abnormal pada tubuh
warna, dan suhu ekstremitas)
NOC: Tissue Perfusion: 2. Mengetahui
2. Kaji kondisi adanya perubahan akibat gangguan
Cerebral ekstremitas meliputi kemerahan, sirkulasi perifer
a. menunjukkan perfusi nyeri, atau
jaringan membaik TD dalam 3. Menghindari
batas normal, tidak ada Pembengkakan cedera untuk meminimalkan luka
keluhan sakit kepala 3. Hindarkan cedera 4. Posisi
b. Tanda-tanda vital stabil pada area dengan perfusi yang trendelenberg akan meningkatkan
c. Tidak menunjukkan minima TIK sehingga memperparah
adanyagangguan perfusi kondisi klien
meliputi disorientasi, 4. Hindarkan klien dari
kebingungan, maupun nyeri posisi trendelenberg 5. Mengurangi
kepala. yang meningkatkan TIK penekanan agar perfusi tidak
terganggu
5. Hindarkan adanya
penekanan pada area cedera 6. Mengurangi
keluhan pasien dari segi obat –
6. Pertahankan cairan obatan medis untuk
dan obat obatan sesuai program meningkatkan sattus perfusi
4. Gangguan perfusi NOC: NIC:
jaringan perifer - Status sirkulasi Status sirkulasi
berhubungan dengan - Manajemen cairan 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi 1. Mengetah
penurunan suplai O2 ke - Tanda vital perifer (nadi perifer, edema, ui tanda-tanda gangguan perifer
jaringan Setelah dilakukan tindakan kapillary refill, warna dan 2. Mengetah
DS: keperawatan selama 3 x 45 temperatur ekstremitas) ui tanda-tanda gangguan perifer
Pasien sesak nafas menit pasien menunjukkan 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 3. Agar luka
DO: keefektifan jalan nafas 3. Inpseksi kulit adanya luka ditangani darin infeksi karena
1. Nadi lemah dibuktikan dengan kriteria hasil : 4. Kaji tingkat nyeri beresiko mengalami delay healing
2. Perubahann a. Tekanan darah sistolik dbn 5. Elevasi anggota badan 20 derajat 4. Mengetah
karakteristik kulit b. Tekanan darah diastolik dbn atau lebih tinggi dari jantung untuk ui tingkat nyeri pasien
(misal: warna, c. Kekuatan nadi dbn meningkatkan venous return 5. Meningka
elastisitas, d. Rata-rata tekanan darah dbn 6. Ubah posisi pasien minimal setiap tkan venous return
kelembapan rambut, e. Nadi dbn 2 jam sekali 6. Meminim
kuku, sensasi, f. Tekanan vena sentral dbn 7. Monitor status cairan masuk dan alkan decubitus
temperatur) g. Tidak ada bunyi hipo jantung keluar 7. Mengontr
3. CRT > 3 detik abnormal 8. Gunakan therapeutic bed ol volume yang masuk ke dalam
4. Penurunan h. Tidak ada angina 9. Dorong latihan ROM selama jantung dan paru
tekanan darah pada i. AGD dbn bedrest 8. Memudah
ekstremitas j. Kesimbangan intake dan 10. Dorong pasien latihan sesuai kan mengatur posisi pasien
5. Edema output 24 jam kemampuan 9. Meminim
6. Nyeri ekstremitas k. Perfusi jaringan perifer 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk alkan kelemahan ekstremitas pasca
7. Parastesia l. Kekuatan pulsasi perifer mencegah peningkatan viskositas bedrest
8. Keterlambatan m. Tidak ada pelebaran vena darah 10. Meminim
penyembuhan luka n. Tidak ada distensi vena 12. Kolaborasi pemberian antiplatelet alkan kelemahan ekstremitas pasca
jugularis atau antikoagulan bedrest
o. Tidak ada edema perifer 13. Monitor laboratorium Hb, 11. mencegah
p. Tidak ada asites Hematokrit peningkatan viskositas darah
q. Pengisian kapiler
r. Warna kulit normal Manajemen cairan 12. mencegah
s. Kekuatan fungsi otot 1. Catat intake dan output cairan koagulasi darah
t. Kekuatan kulit 2. Monitor status hidrasi
u. Suhu kulit hangat 3. Monitor tanda-tanda vital 13. memantau
v. Tidak ada nyeri ekstremitas 4. Monitor status nutrisi keadaan darah

1. M
enghitung balance cairan
2. M
engetahui kebutuhan cairan
3. M
engetahui status pasien
4. M
mengontol nutrisi

5. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan - Perawatan diri: 1. Observasi adanya pembatasan 1. Mengurangi pengeluaran
peningkatan ADLs pasien dalam melakukan aktivitas energi yang tidak perlu
metabolisme - Konservasi 2. Kaji adanya faktor yang 2. Mengurangi penyebab
DS: eneergi menyebabkan kelelahan kelelahan
- Melaporkan Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor nutrisi dan sumber 3. Meningkatkan energi
secara verbal keperawatan selama 3 x 24 jam energi yang adekuat dengan cara meningkatkan nutrisi
adanya kelelahan bertoleransi terhadap aktivitas 4. Monitor pasien akan adanya 4. Monitor respon
atau kelemahan. dengan kelelahan fisik dan emosi secara kardivaskuler terhadap aktivitas
- Adanya dyspneu Kriteria Hasil : berlebihan (takikardi, disritmia, sesak nafas,
atau a. Berpartisipasi 5. Monitor respon kardivaskuler diaporesis, pucat, perubahan
ketidaknyamanan dalam aktivitas fisik tanpa terhadap aktivitas (takikardi, hemodinamik)
saat beraktivitas. disertai peningkatan tekanan disritmia, sesak nafas, diaporesis, 5. Monitor pola tidur dan
DO : darah, nadi dan RR pucat, perubahan hemodinamik) lamanya tidur/istirahat pasien
- Respon b. Mampu 6. Monitor pola tidur dan lamanya 6. Kolaborasikan dengan
abnormal dari melakukan aktivitas sehari tidur/istirahat pasien Tenaga Rehabilitasi Medik dalam
tekanan darah atau hari (ADLs) secara mandiri 7. Kolaborasikan dengan Tenaga merencanakan progran terapi yang
nadi terhadap c. Keseimbangan Rehabilitasi Medik dalam tepat.
aktifitas aktivitas dan istirahat merencanakan progran terapi 7. Bantu pasien untuk
- Perubahan yang tepat. mengidentifikasi aktivitas yang
ECG : aritmia, 8. Bantu pasien untuk mampu dilakukan
iskemia mengidentifikasi aktivitas yang 8. Bantu untuk memilih
mampu dilakukan aktivitas konsisten yang sesuai
9. Bantu untuk memilih aktivitas dengan kemampuan fisik, psikologi
konsisten yang sesuai dengan dan sosial
kemampuan fisik, psikologi dan 9. Bantu untuk
sosial mengidentifikasi dan mendapatkan
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan sumber yang diperlukan untuk
mendapatkan sumber yang aktivitas yang diinginkan
diperlukan untuk aktivitas yang 10. Bantu untuk mendpatkan
diinginkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
11. Bantu untuk mendpatkan alat roda, krek
bantuan aktivitas seperti kursi 11. untuk mengidentifikasi
roda, krek aktivitas yang disukai
12. Bantu untuk mengidentifikasi 12. Bantu pasien untuk
aktivitas yang disukai membuat jadwal latihan diwaktu
13. Bantu pasien untuk membuat luang
jadwal latihan diwaktu luang 13. Bantu pasien/keluarga
14. Bantu pasien/keluarga untuk untuk mengidentifikasi kekurangan
mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
dalam beraktivitas 14. Sediakan penguatan
15. Sediakan penguatan positif bagi positif bagi yang aktif beraktivitas
yang aktif beraktivitas 15. Bantu pasien untuk
16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
mengembangkan motivasi diri penguatan
dan penguatan 16. Monitor respon fisik,
17. Monitor respon fisik, emosi, emosi, sosial dan spiritual
sosial dan spiritual

6. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan perawatan 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan
dengan krisis situasional selama 3x45 menit pasien akan pasien.. pasien
menunjukkan adanya penurunan 2. Pasien mengetahui secara pasti apa
kecemasan atau hilang. Dengan 2. Berikan penjelasan yang akurat yang sedang dihadapi saat ini.
kriteria hasil: tentang keadaan penyakit dan 3. Usaha memberikan koping adaptif.
- Pasien proses terjadinya penyakit. 4. Setelah pasien mengekpresikan
mampu melakukan aktivitas diharapkan pasien mampu
normal tanpa terlihat cemas mengkontrol ansietasnya
- TD 3. Bantu pasien untuk dikemudian.
120/80 mmH mengidentifikasi cara memahami
- Nadi 80- berbagai perubahan akibat
100 x/menit penyakitnya.
4. Biarkan pasien dan keluarga
mengekspresikan perasaan mereka.

7. Kurang Pengetahuan Setelah dilakukan asuhan selama 1. Gunakan pendekatan yang 1. Menjalin BHSP
berhubungan kurangnya 3x45 menit kecemasan pasien menenangkan 2. Memberikan informasi untuk
informasi teratasi dengan kriteria hasil: 2. Jelaskan semua prosedur dan koping adaptif pasien
- Pasien mampu apa yang dirasakan selama 3. Mengurangi kecemasan pasien
mengidentifikasi dan prosedur 4. Memberikan informasi dan
mengungkapkan gejala 3. Temani pasien untuk menggambarkan kondisi pasien saat
cemas memberikan keamanan dan ini
- Mengidentifikasi, mengurangi takut 5. Sebagai bentuk dukungan dan
mengungkapkan dan 4. Berikan informasi faktual meningkatkan koping keluarga sera
menunjukkan tehnik untuk mengenai diagnosis, tindakan pasien
mengontol cemas prognosis 6. Mengurangi nyeri pasien dengan
- Vital sign dalam batas 5. Libatkan keluarga untuk teknik non medis
normal mendampingi pasien 7. Sebagai bentuk dukungan dan
TD: 120/80 mmHg 6. Ajarkan pada pasien untuk meningkatkan koping pasien.
Nadi: 80-100 x/menit menggunakan tehnik relaksasi 8. Meningkatkan koping adaptif
RR: 18-24 x/menit 7. Dengarkan dengan penuh pasien
Suhu: 36-37,5oC perhatian 9. Memahami perasaan cemas
- Postur tubuh, ekspresi 8. Identifikasi tingkat kecemasan yang dirasakan dan mengurangi
wajah, bahasa tubuh dan 9. Bantu pasien mengenal situasi kecemasan secara verbal
tingkat aktivitas yang menimbulkan kecemasan 10. Mengurangi cemas maladaptive
menunjukkan berkurangnya 10. Dorong pasien untuk dari segi medis untuk mencegah
kecemasan mengungkapkan perasaan, komplikasi kecemasan terhadap
ketakutan, persepsi tindakan prosedur penanganan
penyakit.
C) DISCHARGE PLANNING
Adapun discharge planning yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Kaji kemampuan pasien
untuk meninggalkan RS
b. Kaji kemampuan pasien
untuk melanjutkan terapi di rumah
c. Ajarkan keluarga dan pasien
mnegenali factor pencetus dan menghindarinya
d. Anjurkan pasien memiliki
aktivitas yang tidak berat
e. Peragakan dan tekankan
tehnik pencucian tangan yang baik
f. Instruksikan untuk menutup
mulut ketika batuk, gunakan tisue sekali pakai jika tersedia, letakkan dalam
kantung kertas dan buang
g. Intruksikan untuk batuk
efektif setiap ada dahaknya ketika batuk.
h. Motivasi pasien untuk tetap
check up rutin
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Retno, at al. 2006. Penumonia. http://old.pediatrik.com/pkb/061022023132-


f6vo140.pdf [5 Desember 2015].

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Betz, C. L., & Sowden, L. A .2002. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta:
RGC.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Guyton, A.C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. dan Wilson, Loraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S., dan Bare, Doris S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.

Soemantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

WHO. 2014. Pneumonia. [serial online] http://www.who.int/mediacentre


/factsheets/fs331/en/ [5 Desember 2015].

Anda mungkin juga menyukai