Anda di halaman 1dari 93

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa menurut Undang. Nomor 18 Tahun 2014 Tentang

Kesehatan Jiwa (2014) merupakan orang yang mengalami gangguan dalam

pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan

gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan

penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia

(Darmawan & Adiwidjaja, 2019). Menurut American Psychiatric Association,

(2020) gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau pola

prilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada individu dan sindrom itu

dihubungkan dengan adanya distress (misalnya gejala nyeri, menyakitkan) atau

disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu bagian atau beberapa fungsi

penting) atau disertai peningkatan resiko secara bermakna untuk mati, sakit,

ketidakmampuan, atau kehilangan kebebasan (Prabowo, 2014).

Berdasarkan pernyataan dari World Health Organisasi (WHO)

gangguan jiwa terdiri dari berbagai masalah, dengan berbagai gejala. Namun,

mereka umumnya dicirikan oleh beberapa kombinasi pikiran abnormal, emosi,

perilaku dan hubungan dengan orang lain. Contohnya adalah skizofrenia,

depresi, cacat intelektual dan gangguan karena penyalahgunaan narkoba.

Menurut WHO (2016) terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 orang

terkena bipolar, dan 21 juta orang terkena skizofrenia. Berdasarkan data dari

American Psychiatric Association (2020) di Amerika Serikat, prevelansi


2

skizofrenia lebih tinggi dari penyakit alzheimer, multiple sclerosis, pasien

diabetes yang memakai insulin dan penyakit otot (Sutejo, 2018).

Berdasarkan data prevalensi gangguan jiwa berat yang diperoleh dari

(Riskesdas, 2018) pada penduduk Indonesia sebanyak 6,7 per mil. Prevalensi

gangguan jiwa berat tertinggi ada di Bali, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat

(NTB), Sumatera Barat, Sulawesi selatan, Jawa Tengah dan Aceh, sedangkan

gangguan jiwa berat terendah ada di Kepulauan Riau. Berdasarkan laporan data

dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, Sumatera Barat menempati urutan

keempat dengan gangguan jiwa berat yaitu mencapai 9,1% (Riskesdas, 2018).

Kunjungan gangguan jiwa di Sumatera Barat terbanyak adalah di Kota

Padang dengan jumlah kunjungan 50.557 jiwa, diikuti Kota Bukittinggi dengan

jumlah kunjungan 20.317 jiwa, dan Tanah Datar dengan jumlah kunjungan

7.449 jiwa (Profil Kesehatan Sumatra Barat, 2017). Sedangkan di Kota Solok,

menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Solok (2020) banyak orang gangguan

jiwa skizofrenia di wilayah Kota Solok berjumlah 153 orang dengan uraian

seperti tabel dibwah ini :

Tabel 1.1
Distribusi Pasien dengan Skizofrenia di Kota Solok
Tahun 2020

No Puskesmas Jumlah
1 Puskesmas Tanjung Paku 43
2 Puskesmas Nan Balimo 19
3 Puskesmas Tanah Garam 57
4 Puskesmas KTK 34
Jumlah 153
Menurut data diatas, pasien dengan diagnosa skizofrenia terbanyak

berada di Puskesmas Tanah Garam Kota Solok yaitu sebayak 57 orang.


3

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa berat yang dapat

mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku individu. Skizofrenia merupakan

bagian dari gangguan psikosis yang terutama ditandai dengan kehilangan

pemahaman terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri.Pada gangguan

psikokis, termasuk juga skizofrenia dapat ditemukan gejala positif gangguan

jiwa seperti halusinasi, waham, pembicaraan yang kacau dan perilaku yang

kacau yaitu berupa perilaku kekerasan. Berdasarkan gejala positif tersebut yang

menyita perhatian cukup besar pada masalah keperawatan jiwa adalah masalah

perilaku kekerasan (Yudhantara & Istiqomah, 2018).

Jumlah pasien skozofrenia di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam

berjumlah 57 orang.

Tabel 1.2
Distribusi Frekuensi Pasien Skizofrenia Diwilayah Kerja Puskesmas
Tanah Garam tahun 2020

No Diagnosa Keperawatan Jumlah


1 Perilaku Kekerasan 11
2 Halusinasi 17
3 DPD 21
4 HDR 4
5 Isolasi Sosial 4
Jumlah 57

Berdasarkan tabel 1.2 di atas jumlah pasien dengan perilaku

kekerasan sebanyak 11 orang dari 57 orang pasien skizofrenia. Pasien

skizofrenia sering terlihat adanya gejala agresif yaitu perilaku kekerasan

secara fisik dan secara verbal.

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan hilangnya kendali


4

perilaku seseorang yang di arahkan pada diri sendiri, orang lain, atau

lingkungan.Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai

diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan

diri dalam bentuk penelantaran diri, perilaku kekerasan pada orang adalah

tindakan agresif yang ditunjukkan untuk melukai atau membunuh orang

lain, lalu perilaku kekerasan pada lingkungan seperti melempar kaca,

genting, dan semua yang ada di lingkungan (Sutejo, 2017). Perilaku

kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung

perilaku kekerasan dan riwayat perilaku kekerasan (Dermawan & Rusdi,

2013).

Menurut Sutejo (2019), di dalam faktor predisposisi terdapat faktor

yang menyebabkan perilaku kekerasan antara lain faktor biologis dan

faktor psikologis. Untuk faktor presipitasi itu sendiri dapat berasal dari luar

maupun dari dalam. Sedangkan faktor resiko perilaku kekerasan dapat

berupa perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan perilaku kekerasan

terhadap orang lain. Penyebab dari perilaku kekerasan yaitu seperti

kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, dan

kurang percaya diri. Faktor penyebab dari perilaku kekerasan yang lain

dapat seperti situasi lingkungan yang terbiasa dengan kebisingan, padat,

interaksi sosial yang proaktif, kritikan yang mengarah pada penghinaan,

dan kehilangan orang yang di cintai (pekerjaan). Marah merupakan

perasaan jengkel yang timbul sebagai responsterhadap kecemasan

(kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman. Adapun

perilaku yang harus dikenali dari gangguan risiko perilaku kekerasan yaitu
5

menyerang atau menghindari, menyatakan secara asertif,memberontak dan

perilaku kekerasan.

Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan dapat dinilai dari

ungkapan pasien dan didukung dengan hasil observasi. Tanda dan gejala

perilaku kekerasan dapat dilihat dari (1) Data Subjektif seperti ungkapan

berupa ancaman,ungkapan kata-kata kasar, ungkapan ingin memukul dan

melukai, (2) Data Objektif seperti wajah memerah dan tegang, pandangan

tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, bicara

kasar, suara tinggi, mondar mandir, serta melempar dan memukul benda

atau orang lain (wahit iqbal mubarak, 2008)

Perencanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan perilaku

kekerasan dapat menggunakan rentang rencana keperawatan dimulai dari

strategi pencegahan dimana dapat dilakukan pendidikan kesehatan, latihan

asertif, komunikasi verbal dan non verbal, perubahan lingkungan,

intervensi perilaku dan penggunaan psikofarma sampai dengan strategi

pengontrolan (Sutejo, 2011).

Berdasarkan dari uraian diatas maka timbul rasa ketertarikan

peneliti untuk melakukan studi kasus pada pasien skizofrenia dengan resiko

perilaku kekerasan menggunakan intervensi manajemen pengendalian

marah secara verbal: pengungkapan perasaan marah dengan baik.

B. Rumusan Masalah

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan hilangnya kendali

perilaku seseorang yang di arahkan pada diri sendiri, orang lain, atau

lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri
6

sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri

dalam bentuk penelantaran diri, perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan

agresif yang ditunjukkan untuk melukai atau membunuh orang lain, lalu

perilaku kekerasan pada lingkungan seperti melempar kaca, genting, dan

semua yang ada di lingkungan (Sutejo, 2018) Perilaku kekerasan dapat terjadi

dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan dan

riwayat perilaku kekerasan (Prabowo, 2014)

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien

skizofrenia dengan perilaku kekerasan menggunakan intervensi manajemen

pengendalian marah secara verbal: pengungkapan perasaan marah dengan baik.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mendeskripsikan penerapan asuhan keperawatan pada pasien

skizofrenia dengan resiko perilaku kekerasan menggunakan intervensi

manajemen pengendalian marah secara verbal: pengungkapan perasaan

marah dengan baik. di wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Kota Solok

tahun 2021.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien

dengan resiko perilaku kekerasan.

b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

resiko perilaku kekerasan.

c. Mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien dengan resiko


7

perilaku kekerasan.

d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan resiko

perilaku kekerasan menggunakan intervensi manajemen pengendalian

marah (mengontrol pasien secara verbal).

e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien dengan resiko

perilaku kekerasan menggunakan intervensi manajemen pengendalian

marah secara verbal tentang pengungkapan perasaan marah dengan

baik.

D. Manfaat Penulisan

1. Penulis

Penulisan ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu

pengetahuan serta kemampuan penulis dalam mendeskripsikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan di Wilayah Kerja

Puskesmas Tanah Garam Kota Solok 2021.

2. Pemenggang Program Puskesmas Tanah Garam

Bagi pemegang Program Keperawatan Jiwa dapat mengembangkan

program kesehatan jiwa yang dapat memfasilitasi penanganan masalah

gangguan kesehatan jiwa pada pasien dengan perilaku kekerasan.

3. Institusi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan

wawasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada

pasien dengan perilaku kekerasan di klinik maupun di komunitas

masyarakat.
70

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

1. Pengertian
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi

(aggressive behavior) yang menyebabkan penderitaan atau menyakiti

orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-benda. Agresi adalah

suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam atau

ancaman yang memancing amarah. Ada perbedaan antara agresi

sebagai bentuk pikiran maupun perasaan dengan agresi sebagai bentuk

perilaku (Muhith et al., 2018)

Skizofrenia adalah istilah yang cukup asing terdengar di telinga

orang awam. Pengidap skizofrenia lebih sering disebut “orang gila”

karena mereka sering berhalusinasi; jiwanya terganggu, dan sering

dianggap sebagai akibat kesurupan, guna-guna atau kutukan. Karena

inilah, banyak orang “gila” yang dipasung dan diasingkan dari

masyarakat setelah berbagai macam upaya pengobatan alternatif tidak

ada yang berhasil menyadarkannya (Putri & Yuniar, 2020).

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan

yang tidak sesuai, dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan

yang dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang lain,

bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2014). Perilaku kekerasan

adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang

secara fisik maupun psikologis. Sedangkan resiko perilaku kekerasan


71

merupakan perilaku yang memperlihatkan individu tersebut dapat

mengancam secara fisik, emosional dan seksual pada orang lain (wahit

iqbal mubarak, 2008).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa perilaku kekerasan sebagai suatu keadaan hilangnya kendali

perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau

lingkungan.

2. Faktor terjadinya Perilaku Kekerasan


Menurut Sutejo (2018) Proses terjadinya perilaku kekerasan itu

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor predisposisi yaitu faktor yang

di latar belakangi munculnya masalah dan faktor presipitasi yaitu

faktor yang memicu adanya masalah.

a. Faktor Predisposisi

Didalam faktor predisposisi, terdapat faktor yang menyebabkan

terjadinya masalah peilaku kekerasan seperti faktor biologis,

psikologis, dan sosiokultural.

1) Faktor biologis

a) Teori dorongan naluri (Instinctual drivetheory)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan di

sebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

b) Teori psikomatik (Psycomatictheory)

Pengalaman marah dapat diakibatkan dari respon

psikologis terhadap stimulus eksternal maupun internal.

Sehingga, sistem limbik memiliki peran sebagai pusat


72

Untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor

herediter mengalami gangguan jiwa, riwayat penyakit atau trauma

kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (Sutejo, 2011).

1) Faktor Psikologis

a) Teori Agresi Frustasi (Frustasion Aggresion Theory)

Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai

hasil akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila

keinginan individu untuk mencapai sesuatu mengalami

kegagalan atau terhambat. Keadaan frustasi dapat

mendorong individu untuk berperilaku agresif karena

perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku

kekerasan.

b) Teori Perilaku (Behaviororal Theory)

Kemarahan merupakan suatu proses belajar, hal ini dapat

dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang

mendukung. Reinforcement yang diterima saat melakukan

kekerasan di dalam maupun di luar rumah.

c) Teori Eksistensi (Eksistensial Theory)

Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila

kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui perilaku

konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui

perilaku destruktif.
73

2) Faktor Sosiokultural

a) Teori Lingkungan Sosial (Social Environment Theory)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu

dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat

mendukung individu untuk merespon asertif dan agresif.

b) Teori Belajar Sosial (Sosial Learning Theory)

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung

maupun melaui proses sosialisasi. Jadi seseorang akan

berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara

agresif sesuai dengan respon yang di pelajarinya (Kandar &

Iswanti, 2019).

3) Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan

pada setiap individu bersifat unik, berbeda antara satu orang

dengan orang yang lainnya. Stresor tersebut dapat merupakan

penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun internal dari

individu.

4) Faktor internal

Meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan

dan kegagalan akan kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan

kehilangan orang yang dicintai), kekhawatiran terhadap

penyakit fisik.

5) Faktor eksternal

Meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti


74

serangan fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang

menghina, lingkungan yang terlalu ribut, atau putusnya

hubungan sosial.

3. Rentang Respon Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai bagian dari rentang

respon marah yang paling maladaptif yaitu amuk. Marah merupakan

perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap ansietas atau

kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.

Amuk merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif yang

ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan

merupakan bentuk perilaku destruktif yang tidak dapat dikontrol. Hal

ini disertai dengan hilangnya kontrol individu dapat merusak diri

sendiri, orang lain, atau lingkungan (Sutejo, 2018)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asetif Frustasi Pasif Agresif Prilaku


Kekerasan
Gambar 2.1 Rentang respon marah (Prabowo, 2014)

Keterangan :

a. Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

orang lain dan memberi ketenangan.


75

b. Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak

dapat menemukan alternatif.

c. Pasif

Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif

Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk

menuntut tetapi masih terkonrol.

e. Prilaku Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya

kontrol.

4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau

wawancara tentang perilaku sebagai berikut (Dermawan & Rusdi,

2013)

a. Muka merah dan tegang.

b. Pandangan tajam

c. Mengatupkan rahang dengan kuat

d. Menggepalkan tangan

e. Bicara kasar

f. Suara tinggi, menjerit atau berteriak

g. Mengancam secara verbal dan fisik

h. Melempar atau memukul benda atau orang lain

i. Merusak barang atau benda


76

j. Tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol

perilaku kekerasan.

Menurut Malfasari et al., (2020), tanda gejala pada perilaku

kekerasan yaitu:

a. Fisik

Wajah memerah dan tegang, mata melotot, pandangan tajam,

tangan menggepal, rahang mengatup, serta postur tubuh kaku,

jalan mondar- mandir.

b. Verbal

Bicara kasar, suara tinggi membentak atau berteriak,

mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-

kata kotor, suara keras, ketus.

c. Perilaku

Melempar atau memukul benda atau orang lain, menyerang

orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak

lingkungan, amuk atau agresif

d. Emosi

Tidak kuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,

dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,

menyalahkan dan menuntut. Intelektual Mendominasi, cerewet,

kasar, berdebat, dan meremehkan.

e. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral dan kreativitas terhambat.


77

f. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan

sindiran.

g. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri dan melakukan penyimpangan

seksual

5. Mekanisme Koping Perilaku Kekerasan


Beberapa mekanisme koping yang digunakan pasien marah untuk

melindungi diri antara lain (Prabowo, 2014) :

a. Sublimasi

Menerima sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan

penyalurannya secara normal.

b. Proyeksi

Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang

tidak baik.

c. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan

masuk ke alam bawah sadar.

d. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan.

Dengan melebih lebihkan sikap yang berlawanan dan

menggunakannya sebagai rintangan.


78

e. Deplacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan.

Pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada

mulanya yang membangkitkan emosi.

6. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat

menyebabkan kecemasan, perasaan tidak menyenangkan dan

terancam. Berikut ini digambarkan proses terjadinya perilaku

kekerasan :
79

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

Sumber : (Dermawan & Rusdi, 2013), (Prabowo, 2014)


80

7. Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan


Penatalaksaan pada klien perilaku kekerasan menurut Arisandy &

Sunarmi (2018) dapat dilihat dari rentang penatalaksanaan

keperawatan, yaitu :

Strategi Preventif Strategi Antipatif Strategi Penahanan

 Komunikasi  Manajemen krisis


 Kesadaran diri
 Perubahan  Pengasingan
 Pendidikan
Lingkungan  Pengendalian/
pasien
 Perilaku pengkangan
 latihan asertif
 Psikofarmalogi

Gambar 2.3 Rangkaian Intervensi Keperawatan dalam Manajemen Perilaku


Kekerasan
Sumber : Arisandy & Sunarmi (2018)

a. Strategi preventif

1) Perawat harus menyadari bahwa stress yang dihadapinya

dapat mempengaruhi komunikasi dengan klien.

2) Pendidikan Pasien, Pendidikan yang diberikan mengenai

cara berkomunikasi dan cara mengekspresikan marah yang

tepat.

3) Latihan asertif Kemampuan dasar interpersonal yang harus

dimiliki perawat adalah:

a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang

b) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan

c) Sanggup melakukan komplain

d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat


81

4) Komunikasi Strategi berkomunikasi dengan pasien perilaku

agresif adalah :

a) Bersikap tenang

b) Bicara lembut

c) Bicara tidak dengan cara menghakimi

d) Bicara netral dengan cara yang konkrit

e) Tunjukkan respek pada klien

f) Hindari intensitas kontak mata langsung

g) Demonstrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan

berlebihan

h) Fasilitasi pembicaraan klien

i) Dengarkan klien

j) Jangan terburu-buru menginterpretasikan

k) Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati

5) Perubahan lingkungan Unit perawatan sebaiknya

menyediakan berbagai aktivitas seperti : membaca, group

program yang dapat mengurangi perilaku pasien yang tidak

sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

6) Tindakan perilaku Pada dasarnya membuat kontrak dengan

pasien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang

tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak

dilanggar, dan apa saja kontribusi perawat selama

perawatan.

7) Psikofarmakologi
82

a) Antianxiety dansedative-hipnotics

b) Antidepressants

c) Moodstabilizer

d) PemberianCarbamazepines

e) Antipsychotic

f) Medikasilainnya

8) Strategi pengurungan

a) Manajemen krisis

b) Seclusion

1) Pengekangan fisik

2) Pengekangan dengan sprei basah atau dingin

c) Restrains

Adapun penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan

menurut (Zahra & Sutejo, 2019) adalah.

a. Farmakoterapi

Terapi yang diperlukan perawatan dan pegobatan yang tepat,

adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai

dosis tinggi seperti Clorpromazine HCL, dosis efektif rendah

seperti Trifluoperasine estelasine. Juga dapat digunakan

Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika

tetapi keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan

anti agitasi.
83

b. Terapi Okupasi

Terapi ini juga bisa disebut sebagai terapi kerja, kegiatan ini

bertujuan untuk melakukan suatu kegiatan dan mengembalikan

kemampuan berkomunikasi, kegiatan dapat berupa membaca

koran, berdiskusi atau berdialog.

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang

memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan pasien,

disini perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima

tugas keluarga yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat

keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada

anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang

sehat, dan menggunakan sumber atau pelayanan yang ada di

masyarakat.

d. Terapi somatik

Terapi somatik diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa

yang bertujuan untuk mengubah perilaku yang maladaptif

menjadi perilaku yang adaptif, dengan melakukan tindakan

yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, dan target terapi

adalah perilaku pasien.

e. Terapi Kejang Listrik

Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT)

adalah terapi yang menimbulkan kejang grand mall dengan

mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan


84

pada pelipis pasien.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perilaku

Kekerasan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan dan dilakukan dengan cara wawancara dan observasi

pada pasien dan keluarga (Kandar & Iswanti, 2019). Tahap pengkajian

terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah

pasien.

a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan

status mental, suku riwayat perilaku kekerasan, pasien pernah

mengalami gangguan jiwa), psikologis ( harapan yang tidak sesuai,

sering melihat bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan saat ini pada pasien perilaku kekerasan, faktor yang

memperberat kejadian seperti putus pengobatan, melukai orang

lain, diri sendiri maupun lingkungan.

c. Faktor terjadinya perilaku kekerasan

Faktor Predisposisi yang mendukung terjadinya masalah perilaku

kekerasan adalah faktor biologi (biasanya pasien mempunyai

keluarga yang mempunyai perilaku kekerasan atau mengalami

perilaku kekerasan dan sosiokultural (Kandar & Iswanti, 2019).

Faktor Presipitasi Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan


85

bagi setiap individu yang bersifat unik. Stressor tersebut dapat

disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian dan

lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan orang berarti,

kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik dan lain-lain).

Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang

mencegah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu

perilaku kekerasan (Kandar & Iswanti, 2019).

d. Aspek Fisik/Biologis

Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom

bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah

meningkat, takikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran

urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti

meningkat kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup,

tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan

oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah (Malfasari et

al., 2020) Biasanya kontak mata klien aktif dan tajam, berani

menatap lawan bicara, dan bicara cepat dengan nada suara yang

keras dan kasar.

e. Pengkajian Psikososial

1) Genogram

Biasanya dapat dilihat dari garis keturunan keluarga pasien,

anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa seperti

yang dialami oleh pasien.


86

2) Konsep diri

f. Gambaran diri

Biasanya pasien perilaku kekerasan mengungkapkan anggota

tubuhnya baik, klien menyukai tubuhnya apa adanya.

g. Identitas diri

Biasanya Interaksi pasien perilaku kekerasan dengan keluarga dan

masyarakat tidak efektif, pasien tidak merasa puas akan status

ataupun posisi pasien sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

h. Fungsi peran

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang dapat

melakukan peran dan tugasnya dengan baik sebagai anggota

keluarga.

i. Ideal diri

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan ingin diperlakukan

dengan baik oleh keluarga ataupun masyarakat

j. Harga diri

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan selalu mengungkapkan

hal negatif tentang dirinya dan orang lain, marah pada diri sendiri

dan orang lain, perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang

pesimis, penolakan terhadap kemampuan diri dan merasa gagal

akan kehidupan, pasien juga merasa dikucilkan di lingkungan

sekitarnya.

1) Hubungan Sosial

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan cenderung


87

mengungkapkan hal negatif tentang dirinya dan orang lain dan

mengungkapkanya dengan rasa marah sampai dengan

melakukan perilaku kekerasan.

2) Spiritual

Biasanya pasien meyakini agama yang dianutnya. Biasanya

pasien dengan perilaku kekerasan kurang melakukan ibadah

sesuai dengan keyakinannya.

3) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

Biasanya pada pasien dengan perilaku kekerasan kegagalan

yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat

timbul agresif atau amuk, seperti masa kecil yang tidak

menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau

saksi penganiayaan.

k. Status Mental

1) Penampilan

Biasanya penampilan pasien dengan perilaku kekerasan tidak

rapi, rambut acak-acakan, mulut dan gigi kotor, badan pasien

bau.

2) Pembicaraan

Biasanya pada pasien perilaku kekerasan ketika bicara nada

suara keras, tinggi, menjerit atau berteriak.

3) Aktivitas motorik

Agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan),

kompulsif (kegiatan berulang-ulang), grimasem (otot-otot


88

wajah yang berubah-ubah dan tidak terkontrol). Seperti

menggepalkan tangan, merusak barang atau benda, rahang

mengatup.

4) Afek dan Emosi

a) Afek

Biasanya pasien labil, emosi cepat berubah-rubah dan tidak

sesuai, emosi bertentangan dan berlawanan dengan

stimulus

b) Emosi

Biasanya pasien memiliki emosi yang tidak adekuat, tidak

aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,

bermusuhan, mengamuk serta menuntut.

5) Interaksi selama wawancara

Biasanya pasien memperlihatkan perilaku yang tidak

kooperatif, bermusuhan, mudah curiga dan tersinggung, kontak

mata aktif, mata melotot dan dipertahankan.

6) Persepsi sensori

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak memiliki

tanda dan gejala halusinasi pendengaran, pengecapan,

penglihatan maupun perabaan.

7) Proses pikir

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan fikirannya berpusat

pada dirinya sendiri sehingga pasien kurang kooperatif untuk

diberi.
89

8) Isi pikir

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak mengalami

gangguan isi pikir, tidak mempunyai keyakinan lain seperti

ilmu magic dan tidak memiliki keyakinan yang berlebihan

tentang kebesaran dirinya.

9) Tingkat kesadaran

Biasanya pasien tampak bingung dan kacau (perilaku yang

tidak mengarah pada tujuan).

10) Memori

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak mengalami

gangguan daya ingat jangka pendek maupun jangka

panjang.Tingkat konsentrasi danberhitungBiasanya pasien

dengan perilaku kekerasan tidak mampu berkonsentrasi.

Biasanya pasien pernah menduduki dunia pendidikan, tidak

memiliki masalah dalam berhitung.

11) Kemampuan penilaian

Biasanya pasien memiliki kemampuan penilaian yang kurang

baik dan tidak mampu mengambil keputusan, seperti saat

diajak berinteraksi.

12) Daya litik diri

Biasanya pasien dengan harga diri rendah kronis menyalahkan

dirinya dan orang lain terhadap situasi yang alaminya.

13) Kebutuhan persiapan pulang

a) Makan
90

Pasien makan secara mandiri tanpa bantuan perawat.

b) Buang Air Besar dan Buang Air Kecil

Pasien mampu BAB dan BAK di kamar mandi secara

mandiri.

c) Mandi

Pasien mampu mandi secara mandiri dan rutin.

d) Berpakaian

Biasanya pasien mengganti pakaiannya setiap selesai mandi

dengan menggunakan pakaian yang bersih. Klien mampu

berpakaian rapi dan benar sesuai aturan.

e) Istirahat dan tidur

Biasanya pasien tidur siang lebih kurang 1 sampai 2 jam,

tidur malam lebih kurang 8 sampai 9 jam.

f) Penggunaan obat

Biasanya pasien minum obat 3x sehari dengan obat oral.

Reaksi obat pasien dapat tenang dan tidur.

g) Pemeliharaan kesehatan

Biasanya pasien melanjutkan obat untuk terapinya dengan

dukungan keluarga dan petugas kesehatan serta orang

disekitarnya.

h) Aktivitas di dalam rumah

Pasien dapat mengerjakan kegiatan rumah seperti

merapikan kamar tidur, membersihkan rumah, mencuci

pakaian sendiri dan mengatur kebutuhan sehari-hari.


91

i) Aktivitas di luar rumah

Pasien tidak melakukan kegiatan di luar rumah seperti

belanja, bepergian, dan lain-lain.

j) Mekanisme Koping

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan menggunakan

mekasisme koping maladapatif yaitu dengan minum

alkohol, respon lambat, menghindar dan mencederai diri.

k) Masalah psikososial dan lingkungan

Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki

masalah dengan psikososial dan lingkungannya, seperti

pasien tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau

masyarakat karena penilaian negatif terhadap dirinya

maupun orang lain.

l) Pengetahuan

Biasanya pasien mempunyai masalah yang berkaitan

dengan pengetahuan yang kurang tentang penyakit atau

gangguan jiwa dan penatalaksanaan pengobatan.

m) Aspek medis

Pada Pasien dengan perilaku kekerasan biasanya

mendapatkan obat untuk klien skizofrenia seperti

haloperidol, clorpromazine dan anti kolinergik.


92

2. Pohon Masalah

Pohon masalah merupakan rangkat urutan peristiwa yang

menggambarkan urutan kejadian masalah pada pasien sehingga dapat

mencerminkan psikodimika terjadinya gangguan jiwa. Pohon masalah

pada perilaku kekerasan dapat berupa :

Resiko tinggi menciderai diri Effect


dan orang lain.

Cor problem
Perilaku kekerasan.

Harga diri rendah. Causa

Gambar 2.4 Pohon Masalah

Sumber (Tim POKJA SDKI PPNI, 2016)

a. Masalah (Core Problem) utama adalah prioritas masalah dari

beberapa masalah yang ada pada pasien. Masalah utama bisa

didapatkan dari alasan masuk atau keluhan utama saat itu (saat

pengkajian).

b. Penyebab (Causa) adalah salah satu dari beberapa masalah

yang merupakan penyebab masalah utama, masalah ini dapat

pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian

seterusnya.
93

c. Akibat (Effect) adalah salah satu dari beberapa akibat dari

masalah utama. Efek ini dapat menyebabkan efek yang lain dan

demikian selanjutnya.

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan diterapkan sesuai dengan data yang

didapat, ditandai dengan gejala mayor yaitu, mengancam, mengumpat

dengan kata-kata kasar, suara keras, bicara ketus, perilaku agresif /

amuk dan gejala minor yaitu, mata melotot, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah serta postur tubuh kaku.

Walaupun saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi

pernah melakukan atau mempunyai riwayat perilaku kekerasan dan

belum mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku

kekerasan tersebut. Berdasarkan pohon masalah diatas, diagnosa

keperawatan yang dapat diambil menurut (Prabowo, 2014) yaitu:

a. Perilaku kekerasan

b. Harga Diri Rendah

c. Resiko bunuh diri/menciderai orang lain

4. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk Pasien

menurut (Arisandy & Sunarmi, 2018) adalah :

a. Tujuan

1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang


94

pernah dilakukannya

4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukannya

5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah atau mengontrol

perilaku kekerasannya

6) Pasien dapat mencegah atau mengontrol perilaku kekerasannya

secara fisik, spiritual, sosial dan dengan terapi psikofarma.

b. Tindakan

1) Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu di

pertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat

berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus dilakukan

dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :

a) Mengucapkan salam terapeutik Berjabat tangan

b) Menjelaskan tujuan interaksi

c) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali

bertemu pasien

2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat

ini dan yang lalu

3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku

kekerasan

a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara

psikologis
95

c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara

social

d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara

spiritual

e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara

intelektual

4) Diskusikan bersama pasien perilaku pasien yang biasa

dilakukan pada saat marah secara:

a) Verbal

b) Terhadap orang lain

c) Terhadap dirisen diri

d) Terhadap lingkungan

5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan

secara:

a) Fisik : Pukul bantal, tarik nafas dalam

b) Obat

c) Spiritual : Shalat, berdoa sesuai keyakinan pasien

7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

a) Latihan nafas dalam dan pukul bantal-kasur

b) Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul bantal-kasur

8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial atau

verbal

a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak


96

dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan

perasaan dengan baik.

b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

9) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

a) Latih mengontrol marah secara spiritual: shalat,berdoa.

b) Buat jadwal latihan shalat dan berdoa.

10) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh

minum obat

a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan dengan

prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat,

benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan

benar dosis obat) disertai dengan penjelasan guna obat dan

akibat berhenti minum obat.

b) Susun jadwal minum obat secara teratur

11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan.

Strategi tindakan pelaksanaan pada pasien menurut (Kandar &

Iswanti, 2019) yaitu:

a. Strategi pelaksanaan 1 : Pengkajian dan latihan nafas dalam dan

memukul kasur atau bantal

1) Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku

kekerasan yang dilakukan.

2) Mendiskusikan akibat perilaku kekerasan yang dilakukan.

3) Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara


97

fisik, obat, verbal, dan spiritual.

4) Menjelaskan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara

fisik yaitu tarik nafas dalalm dan memukul kasur dan bantal.

5) Memasukkan latihan fisik kedalam jadwal pasien.

b. Strategi pelaksanaan 2 : Latihan patuh minum obat

1) Mengevaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

2) Memvalidasi kemampuan melakukan tarikan nafas dalam dan

pukul kasur atau bantal.

3) Menanyakan manfaat yang dirasakan pasien dan berikanpujian.

Menjelaskan latihan yang selanjutnya yaitu latihan cara

mengontrol perilaku kekerasan dengan obat.

4) Menjelaskan 6 benar minum obat, yaitu benar nama, jenis,

dosis, waktu, cara dan kontinuitas minum obat dan dampak jika

tidak rutin minum obat.

5) Masukkan minum obat ke jadwal pasien bersama dengan

latihan fisik.

c. Strategi pelaksanaan 3 : Latihan cara sosial atau verbal

1) Mengevaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

2) Memvalidasi kemampuan pasien melakukan teknik nafas

dalam, pukul kasur atau bantal, makan obat dengan patuh dan

benar.

3) Menanyakan manfaatnya dan memberikan pujian.

4) Menjelaskan latihan yang selanjutnya yaitu latihan cara

mengontrol perilaku kekerasan secara verbal (mengungkapkan,


98

meminta, dan menolak dengan benar).

5) Memasukkan latihan secara verbal ke dalam jadwal pasien.

d. Strategi pelaksanaan 4 : Latihan cara spriritual

1) Mengevaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

2) Memvalidasi kemampuan pasien melakukan teknik nafas

dalam, pukul kasur atau bantal, makan obat dengan patuh dan

benar, dan latihan cara verbal.

3) Menanyakan manfaatnya dan memberikan pujian.

4) Menjelaskan latihan yang selanjutnya yaitu latihan cara

mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan memilih

2 kegiatan.

5) Memasukkan latihan secara psiritual ke dalam jadwal pasien.

Strategi tindakan pelaksanaan pada keluarga pasien menurut

(Kemenkes, 2019) yaitu:

a. SP 1 Keluarga : Cara merawat pasien dan latihan cara nafas dalam

dan memukul bantal atau kasur.

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.

Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses

terjadinya perilaku kekerasan.

2) Menjelaskan cara merawat perilaku kekerasan.

3) Melatih cara merawat perilaku kekerasan yang pertama yaitu

dengan latihan cara nafas dalam dan memukul bantal atau

kasur.

4) Menganjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan


99

pujian.

b. SP 2 Keluarga : Latihan cara memberi minum obat

1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala

perilaku kekerasan.

2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam merawat/melatih

pasien cara fisik yaitu latihan cara nafas dalam dan memukul

bantal atau kasur, lalu beri pujian.

3) Menjelaskan 6 benar cara memberikan obat.

4) Melatih cara memberikan membimbing minum obat.

5) Menganjurkan membantu pasien melakukan kegiatan/latihan

sesuai jadwal dan memberi pujian.

c. SP 3 Keluarga : Latihan cara sosial atau verbal

1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala

perilaku kekerasan pasien.

2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam merawat/melatih

pasien cara fisik yaitu latihan cara nafas dalam dan memukul

bantal atau kasur, dan memberikan obat, beri pujian.

3) Menjelaskan cara mengontrol marah dengan cara verbal yaitu

dengan meminta, menolak dan mengungkapkan perasaan

dengan benar.

4) Melatihan cara verbal/sosial.

5) Menganjurkan membantu pasien melakukan kegiatan/latihan


100

sesuai jadwal dan memberipujian.

d. SP 4 Keluarga : Latihan cara spiritual

1) Mengevaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala

perilaku kekerasan pasien.

2) Memvalidasi kemampuan keluarga dalam merawat/melatih

pasien cara fisik yaitu latihan cara nafas dalam dan memukul

bantal atau kasur, memberikan obat, dan latihan cara

verbal/sosial, beri pujian.

3) Menjelaskan mengontrol marah dengan cara spiritual.

4) Melatih cara spiritual.

5) Menjelaskan follow up ke puskesmas dan tanda kambuh.

5. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan. Sebelum melakukan tindakan keperawatan

yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana

tindakan keperawatan masih di butuhkan dan sesuai dengan kondisi

pasien saat ini.

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan pada pasien dan anggota keluarga yang

mengalami perilaku kekerasan menurut (SLKI, 2019) adalah :

a) Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun

b) Verbalisasi umpatan menurun

c) Perilaku menyerang menurun

d) Perilaku melukai diri sendiri dan orang lain menurun


101

e) Mengontrol suara keras

f) Bicara ketus sudah berkurang

g) Verbalisasi keinginan bunuh diri

h) Verbalisasi isyarat bunuh diri

i) Verbalisasi ancaman bunuh diri

j) Verbalisasi rencana bunuh diri

k) Verbalisasi kehilangan hubungan penting

C. MANAJEMEN PENGENDALIAN MARAH

1. Definisi

Mengidentifikasi dan mengelola ekspresi marah dengan cara

adaptif dan tanpa kekerasan (Tim POKJA SDKI PPNI, 2016).

2. Tindakan

a. Observasi

1) Identifikasi penyebab / pemicu kemarahan.

2) Identifikasi harapan perilaku terhadap ekspresi kemarahan.

3) Monitor potensi agresi tidak konstruktif melakukan tindakan

sebelum agresif.

b. Terapeutik

1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

2) Fasilitasi mengekspresikan marah secara adaptif.

3) Cegah kerusakan fisik akibat ekspresi marah (misal,

menggunakan senjata).

4) Cegah aktivitas pemicu agresi (misal, meninju tas, mondar-

mandir, berolahraga berlebihan).


102

5) Dukung menerapkan strategi pengendalian marah dan ekspresi

amarah adaptif.

6) Berikan penguatan atas keberhasilan penerapan strategi

pengendalian marah (SDKI, 2018)

c. Edukasi

1) Jelaskan makna, fungsi marah, frustasi, dan respon marah.

2) Anjurkan meminta bantuan perawat atau keluarga selama

ketegangan meningkat.

3) Ajarkan strategi untuk mencegah ekspresi marah maladaptif.

4) Ajarkan metode untuk memodulasi pengalaman emosi yang

kuat (misal, latihan asertif, teknik relaksasi, jurnal, aktivitas

penyaluran energi) (Tim POKJA SDKI PPNI, 2016)

d. Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian obat, jika perlu (SDKI, 2018).


103

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah deskriptif. Jenis

rancangan penelitian yang dipakai adalah dalam bentuk studi kasus.

Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah

keperawatan dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang

mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian studi

kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa

peristiwa atau individu.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini telah dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Tanah

Garam.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 24 sampai 29 Juni 2021

C. Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus pada penelitian ini adalah klien skizofrenia

dengan Resiko Perilaku Kekerasan. Pada penelitian ini, peneliti

mengambil 1 klien skizofrenia dengan resiko prilaku kekerasan dengan

kriteria pasien yaitu:

1. Pandangan tajam

2. Mengepalkan tangan

3. Bicara kasar
104

4. Suara tinggi, menjerit atau berteriak

5. Mengancam secara verbal dan fisik

D. Fokus Studi

Dalam studi kasus ini yang menjadi fokus studi adalah

manajemen pengendalian marah secara verbal tentang pengungkapan

perasaan marah dengan baik di Puskesmas Tanah Garam. Perilaku

kekerasan pada klien skizofrenia dengan masalah keperawatan prilaku

kekerasan di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam Kota Solok.

E. Definisi Operasional Fokus Studi

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Fokus Studi Definisi Operasional


1. Klien skizofrenia Skizofrenia adalah gangguan
yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk
berpikir, merasakan dan
berperilaku dengan baik.
2. Klien dengan resiko perilaku Pasien yang pernah melakukan
Kekerasan perilaku kekerasan dengan
kemarahan yang diekspresikan
secara berlebihan dan tidak
terkendali sampai dengan
mencederai orang lain yang
ditandai dengan gejala yaitu,
mengancam, mengumpat
dengan kata-kata kasar, suara
keras, bicara ketus, perilaku
agresif, mata melotot, tangan
mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah serta postur
105

tubuh kaku.
3. Manajemen Pengendalian Mengajarkan dan melatih klien
Marah cara mengontrol marah
melalui latihan. Caranya
melatih pasien cara meminta
dengan baik, cara menolak
dengan baik, dan cara
mengungkapkan rasa marah
dengan baik selama 4 kali
dalam seminggunya.

F. Metode Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data ada beberapa teknik yang bisa

digunakan yaitu observasi, wawancara, dan pengukuran.

1. Observasi

Pada metode observasi, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi

pada pasien, yaitu mengobservasi penampilan pasien, status mental

pasien, mekanisme koping dan aktivitas motorik pasien dengan

menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa.

2. Wawancara

Pada saat wawancara pasien peneliti menggunakan format pengkajian

keperawatan jiwa dan instrumen penilaian terhadap prilaku kekerasan.

Dalam format pengkajian peneliti menanyakan identitas pasien,

identitas penanggung jawab, alasan masuk, keluhan saat dikaji dan

lainnya yang tercantum dalam format pengkajian, sedangkan pada

instrumen penilaian tanda dan gejala yang tercantum didalamnya data

subjektif dan objektif sesuai SDKI.


106

G. Analisis dan Penyajian Data

Analisis dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan

dengan cara kualitatif, salah satunya adalah dengan metode studi kasus

(case study). Proses penyusunan studi kasus ini yaitu pengumpulan data

mentah individu, data hasil pengkajian berdasarkan data subjektif dan

obektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan, kemudian

menyusun rencana keperawatan dan melakukan implementasi keperawatan

serta evaluasi hasil tindakan. Kemudian dinarasikan lalu dibandingkan

dengan teori asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan prilaku

kekerasan. Analisa yang dilakukan adalah untuk menentukan kesesuaian

antara teori yang ada dan kondisi pasien.

H. Etik Penelitian

Etik dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan informed

consent terlebih dahulu kepada pasien atau keluarga pasien yang

mengalami gangguan persepsi sensori. Sebelum informed consent

dilakukan, peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan permohonan

kesediaan pasien berperan dalam penelitian ini. Etik penelitian

keperawatan yaitu :

1. Otonomi

Prinsip otonomi (autonomy) didasarkan keyakinan bahwa

individu mampu berpikir logis dan membuat keputusan sendiri.

Peneliti memberikan hak kepada pasien ataupun keluarga pasien

untuk mengambil keputusan apakah bersedia diberikan tindakan


107

manajemen pengendalian marah : melakukan aktifitas olahraga

(senam).

2. Berbuat baik

Berbuat baik (beneficience) berarti hanya melakukan sesuatu

yang baik. Artinya tindakan yang diberikan dapat mengurangi

masalah yang dihadapi oleh pasien.

3. Keadilan

Prinsip keadilan (justice) dibutuhkan demi tercapainya

kesamaan derajat dan keadilan terhadap orang lain yang menjunjung

prinsip-prinsip mora, legal dan kemanusiaan. Artinya, semua

intervensi keperawatan yang dibutuhkan pasien dilakukan secara

menyeluruh.

4. Tidak merugikan

Prinsip tidak merugikan (non-maleficience) ini mengandung arti

tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada pasien.

Artinya, tindakan yang diberikan dilakukan sesuai dengan standar

operasional prosedur (SOP).

5. Kerahasiaan

Aturan dalam prinsip kerahasiaan (confidentiality) adalah

informasi tentang pasien yang harus dijaga sungguh-sungguh sebab

merupakan sesuatu yang sangat privasi. Artinya, semua data

mengenai pasien hanya dipergunakan untuk kepentingan penelitian

dan tidak untuk disebarluaskan.


108

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kasus
Deskripsi kasus menjelaskan pelaksanaan asuhan keperawatan pada

pasien Skizofrenia dengan perilaku kekerasan melalui intervensi manajemen

pengendalian marah secara verbal: pengungkapan perasaan marah dengan

baik mulai dari pengkajian, menegakkan diagnosa, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan di rumah pasien yang

berlokasi di RT 04 RW 01. Penelitian ini dimulai dari tanggal 24 – 29 Juni

2021 dengan 6 kali kunjungan di wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam

Kota Solok tahun 2021.

1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas pasien

Ny.N seorang perempuan berumur 37 tahun, beralamat di Tanah Garam

RT 04 RW 01, agama Islam, suku Minang. Pendidikan terakhir Ny.N

SLTA. Status perkawinan Ny.N belum kawin.

b. Identitas Penanggung Jawab

Ny. F usia 65 tahun beralamat di Tanah Garam, pendidikan SMA,

beragama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, hubungan dengan klien

ibu kandung.

c. Faktor presipitasi

Perilaku kekerasan berulang pada Ny. N saat tidak mendapatkan apa

yang diinginkannya seperti uang belanja yang diminta ke ibunya.

Sehingga Ny. N marah, berkata-kata kasar, menggunakan nada suara


109

yang keras. Ibu Ny. N mengatakan bahwa Ny. N berbicara dan

mengumpat dengan kata-kata kasar, Ibu Ny. N mengatakan Ny. N

sering mengancam jika tidak diberi uang jajan, Ibu Ny. N mengatakan

bahwa Ny. N seing berkata ketus anggota keluarga dan kepadanya.

d. Faktor predisposisi

1) Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?

Pasien mengatakan hanya sekolah sampai SD karena

mengikuti pergaulan teman-temannya yang berhenti sekolah

sehingga membuat pasien menjadi malas untuk sekolah dan pasien

ikut berhenti. Setelah berhenti sekolah pasien bekerja sebagai

tukang semir sepatu dipasar dan pasien juga berjualan kue. Setelah

berhenti berjualan kue pasien bekerja sebagai kuli bangunan.

Pasien mengatakan sudah mulai merokok dari SD secara diam-

diam karena takut dimarahi ayahnya dan pasien mengatakan mulai

mencoba untuk minum alkohol pada usia remaja. Pasien juga

mengatakan dulu pasien sering berjudi dan mencoba sekali

memakai ganja lalu berhenti.

Menurut keterangan dari keluarga yaitu ibu pasien, pasien

pernah dirawat di rumah sakit 4 kali. Pertama pasien sakit saat

pasien berusia 20 tahun karena pasien suka menghayal. Pasien

mengatakan kepada ibunya bahwa pasien ingin membuat rumah

bertingkat, pasien ingin memiliki mobil. Semakin hari hayalan

pasien semakin bertambah, pasien mengatakan ingin menjadi pilot,

dokter, tentara dan tambah sering meminta uang. Jika keinginan


110

pasien tidak dikabulkan pasien marah-marah dan mengamuk,

memukul dinding rumah, hingga memukul keluarga yaitu ayah

pasien. Karena itu pasien dibawa ke rumah sakit jiwa Dr HB

Saanin Padang dan dirawat selama 3 bulan. Setelah itu pasien

pulang lalu berobat jalan ke puskesmas Tanah Garam.

Yang kedua pada tahun 2015 pasien pergi ketempat kakak

nya di Pekanbaru, pasien pergi sendiri. Setelah beberapa hari di

sana, pasien merasa tersinggung dengan perkataan ayah mertua

kakak nya. Setelah itu pasien marah dan mengambil barang-barang

kakak nya lalu dimasukan kedalam sumur. Karena marah pasien

tidak mereda kakak pasien membawanya pasien ke Rumah Sakit

Jiwa Tampan, pasien dirawat disana selama 5 bulan. Setelah itu

pasien di bawa pulang kesolok dan berobat lagi ke puskesmas

Tanah Garam.

Yang ketiga 2 tahun setelah itu yaitu 2017 pasien kembali

di bawa ke rumah sakit Dr HB Saanin Padang karena kembali

kambuh dan mengamuk disebabkan pada saat meminta uang untuk

membeli rokok tidak diberikan oleh ibunya. Pasien marah-marah,

berkata kasar, memukul dinding dan tidak mau meminum obat.

Pasien dirawat selama 3 bulan.

Yang keempat pasien kambuh 1 tahun yang lalu yaitu tahun

2020 disebabkan pasien putus minum obat selama 2 bulan. Pasien

marah karena keinginanan nya tidak dipenuhi oleh keluarga dan

pasien membuang semua obatnya. Pasien meminta uang untuk


111

membeli rokok dan meminta barang seperti mobil yang tidak

mampu di belikan oleh keluarga. Pasien mengamuk, berkata kasar

kepada ibunya, dan tidak terkendali karena itu pasien di bawa oleh

keluarga ke rumah sakit jiwa Dr HB Saanin Padang dan dirawat

selama 3 bulan 15 hari. Setelah itu pasien dirawat di rumah dan

mengambil obat ke puskesmas Tanah Garam.

2) Pengobatan sebelumnya?

Pasien berobat ke puskesmas Tanah Garam, pengobatan sebelumnya

kurang berhasil karena pasien pernah putus minum obat tahun 2020

dan penyakit pasien kambuh.

3) Penganiayaan fisik

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penganiayaan fisik.

Keluarga mengatakan pasien pernah memukul ayahnya saat marah.

4) Adakah keluarga yang mengalami gangguan jiwa ?

Pasien mengatakan tidak ada yang mengalami gangguan jiwa selain

dirinya.

5) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.

Pasien mengatakan dia pernah menikah lalu bercerai, pasien merasa

sedih setelah bercerai tetapi tidak mau rujuk kembali karena pasien

merasa tidak ada kecocokan antara pasien dan istrinya. Menurut

keterangan dari keluarga yaitu ibu pasien, pasien menikah pada tahun

2019, lalu pasien berpisah setelah 1 minggu pernikahan karena pasien

mengatakan tidak menyukai istrinya lagi.


112

Ny. N mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa masa lalu.

Ny. N pernah di rawat 5 x dirumah sakit jiwa. Yang pertama di RSJ HB

Sa’anin Padang pada tahun 2008 disebabkan waktu Ny. N berumur 11

tahun sering mengalami kekerasan fisik oleh ayahnya dan juga pada

tahun 2007 pernah tertimpa lemari saat terjadinya gempa. Karena

kekerasan yang sering dilakukan ayahnya, Ny.N mengalami tekanan

sehingga terjadi halusinasi dan sering mengamuk serta melakukan

perilaku kekerasan, ditambah dengan keadaan ekonomi yang tidak stabil

pada tahun 2009. Ny. N pernah bekerja sebagai tukang ojek dan pernah

mengamuk dan menabrakkan motornya hingga masuk ke dalam selokan.

Ny. N mengatakan pengobatan sebelumnya kurang berhasil,

dikarenakan terkadang lupa dan malas meminum obat, dan masih

merasakan gelisah, tidak tenang, marah-marah, mengamuk dan sulit

tidur.

Trauma pada Ny. N yaitu sebagai korban pada usia 11 tahun yaitu

penganiayaan dan kekerasan dalam keluarga oleh ayahnya dan

disaksikan ibunya. Ny. N mengatakan ada keluarganya yang memiliki

riwayat gangguan jiwa yaitu kakak tertuanya. Gejala marah-marah dan

berbicara dengan nada tinggi dengan riwayat pengobatan ke RSJ Padang

5 x dan RSU M.Natsir 1 x. Pemeriksaan fisik pada Ny. N didapatkan

tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 130/70 mmHg, nadi Ny. N 83

kali / menit, suhu tubuh pada Ny. N 36,5 oC , dan pernapasan Ny. N 24
113

kali / menit. Berat Badan Ny. N 65 Kg, tinggi badan 155 cm dan tidak

ada keluhan fisik pada Ny. N .

b. Pemeriksaan Fisik

Ny. N merupakan anak ke dua dari dua bersaudara, ayah Ny. N

sudah meninggal pada tahun 2015, Ny. N tinggal bersama ibu, Ny.

N belum pernah menikah.

Ny. N mengatakan badannya gemuk dan bagian tubuh yang

paling disukai yaitu matanya, dan puas sebagai perempuan Ny. N

mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai Ny. N,

harapan Ny.N bisa mendapatkan pekerjaan.

Ny. N mengatakan orang yang paling berarti adalah ibunya dan

Ny.N tidak ada peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat

dan Ny. N mempunyai hambatan dalam berhubungan dengan orang

lain karena sering mengamuk jadi warga sekitar rumah menjadi takut

untuk berinteraksi.

Ny. N berharap bisa sembuh dan tidak minum obat lagi setiap

hari dan jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan Ny. N berusaha

minum obat tiap hari dan tetap berdoa kepada Allah SWT. Jika

identitas, fungsi peran, dan ideal diri tidak sesuai dengan harapan

maka Ny. N merasa sedih dan berusaha untuk ikhlas menerima

penyakitnya.

Ny. N sangat dekat dengan ibunya. Bila ada masalah Ny. N

selalu bercerita dengan ibu nya. Hanya ibunya yang bisa mengontrol

Ny. N saat marah/ngamuk sedangkan anggota keluarga lainya


114

berusaha untuk menghindari untuk berinterkasi dengan Ny. N untuk

mencegah kekambuhannya. Ny. N mengatakan jarang kumpul-

kumpul dengan tetangga, jarang ikut kegiatan gotong royong

membersihkan lingkungan, dan Mesjid. Ibu Ny. N mengatakan

bahwa ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, karena

orang lain selalu menghindar jika bertemu dengan Ny. N karena

takut mengamuk dan ada juga teman-temannya yang menertawakan

penyakitnya. Ny. N menganut agama islam dan percaya akan

adanya Tuhan. Ny. N menjalankan ibadah sholat 5 waktu dan selalu

berdoa untuk bisa sembuh.

B. Status Mental

Penampilan Ny. N tampak rapi tapi sering memakai baju yang sama

berhari-hari. Berdasarkan saat observasi selama pengkajian nada

suara Ny. N yaitu keras / tinggi. Alam perasaan Ny. N mengatakan

ketakutan dan suasana hati labil berubah-ubah setiap waktu. Interaksi

selama pengkajian tampak mudah tersinggung. Pada persepsi

sensorik Ny. N mengatakan kadang-kadang mendengar suara-suara,

Ny. N mengatakan percaya hal-hal yang gaib. Proses pikir Ny. N

circumstansial dan proses pikir pasien tampak bingung selama

pengkajian serta susah dikonsentrasikan pada pertanyaan yang

difokuskan. Pasien sering mengulang- ulang pembicaraan yang telah

di ceritakanya. Ny. N terlihat bingung sendiri saat menghadapi

kenyataan dan mengalami kegelisahan. Ny. N mengatakan tidak

terlalu mengingat apa yang telah terjadi beberapa yang lalu dan
115

kadang-kadang sering lupa dimana Ny.N sulit mengingat nama

seseorang yang baru dikenal. selama pengkajian Ny. N dapat

mengambil keputusan yang sederhana. Kemampuan penilaian Ny. N

tidak mampu mengambil keputusan yang konstruktif dan adaptif.

Daya tilik diri Ny. N menyalahkan hal-hal di luar dirinya dengan

menyalahkan ayahnya

C. Kebutuhan Aktivitas Sehari-Hari

Ny. N mengatakan memakai baju yang layak tapi sering dipakai

berulang-ulang. Ny. N mengatakan mandi 3-4 x sehari kebersihan

seadanya, saat Ny. N BAB / BAK ia mencuci nya dengan bersih

makan 2x sehari, Ny. N makan dan minum sendiri, nafsu makan

menurun Berat badan Ny. N menurun dari beberapa bulan ini

dikarenkan Ny. N tidak selera makan. Ny. N mempunyai masalah

saat akan tidur, merasa segar saat bangun, dan tidak mempunyai

kebiasaan tidur siang. Ny. N jika ingin tidur dibantu dengan

meminum obat. J ika Ny. N tidak meminum obat maka Ny. N akan

sulit untuk tidur dan gelisah saat akan tidur. Ny. N tidur malam

biasanya jam 21.00 malam dan tidur selama 8 jam. Ny. N

mempersiapkan makannya sendiri, Aktivitas luar rumah Ny. N yaitu

berbelanja ke pasar.

D. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adaptif Ny. N mampu bicara dengan orang lain,

Mekanisme koping maladaptif Ny. N reaksi berlebihan yaitu jika

tidak dapat yang di inginkan Ny. N mengamuk, melempar barang-


116

barang dapur dan juga Ny. N merokok.

E. Masalah psikososial dan lingkungan

Masalah dengan dukungan kelompok pada Ny. N jarang berhubungan

dengan kelompok-kelompok tertentu dimana masalah dengan

dukungan kelompok / keluarga Ny. N selalu dimarahi ibunya karena

merokok . Masalah berhubungan dengan ekonomi pada Ny. N selalu

marah yaitu ketika Ny. N tidak diberi uang oleh ibunya untuk

membeli rokok.

F. Aspek medis

• Diagnosis medis : Skizofrenia

• Terapi medis : Injeksi Haloperidol 5 mg sekali sebulan

Chlorpromazine hcl 3x1

Trihexyphenidyl hcl 3x1


Haloperidol 3x1
Carbamazepine 1x1

G. Analisa data
Tabel 4.1 Analisa Data
No Data Masalah
1. Data subjektif Perilaku kekerasan
1. Ny. N mengatakan marah kepada
ibunya jika tidak diberi uang belanja
117

membeli rokok
2. Ny. N mengatakan sering meminta
uang ke ibunya dengan nada keras
3. Ibu Ny. N mengatakan bahwa Ny. N
berbicara dan mengumpat dengan
kata-kata kasar
4. Ibu Ny. N mengatakan Ny. N sering
mengancam jika tidak diberi uang
jajan membeli rokok
5. Ibu Ny. N mengatakan bahwa Ny. N
seing berkata ketus anggota keluarga
dan kepadanya

Data objektif
1. Ny. N pernah menyerang ibu dan
tetangga
2. Ny. N pernah melukai dirinya sendiri
saat memecahkan kaca kamar dan
berkelahi dengan orang lain
3. Saat marah mata melotot dan
pandangan tajam
4. Wajah Ny. N tampak tegang dan
memerah saat marah
5. Ny. N tampak gelisah dan murah
tersinggung
2. Data subjektif Gangguan persepsi
1. Ny. N mengatakan mendengar suara- sensori:
suara pendengaran

Data objektif
1. Ny. N terkadang mendengar seorang
tetapi tidak ada wujudnya

b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien yaitu:

1. Perilaku kekerasan ditandai dengan Ny. N mengatakan marah kepada

ibunya jika tidak diberi uang belanja / membeli rokok. Ny. N


118

mengatakan sering meminta uang ke ibunya dengan nada keras. Ibu

Ny. N mengatakan bahwa Ny. N berbicara dan mengumpat dengan

kata-kata kasar. Ibu Ny. N mengatakan Ny. N sering mengancam

jika tidak diberi uang jajan untuk membeli rokok. Ibu Ny. N

mengatakan bahwa Ny. N seing berkata ketus anggota keluarga dan

kepadanya. Ny. N pernah menyerang ibudan tetangga. Ny. N pernah

melukai dirinya sendiri saat memecahkan kaca kamar dan berkelahi

dengan orang lain. Saat marah mata melotot dan pandangan tajam.

Wajah Ny. N tampak tegang dan memerah saat marah. Ny. N

tampak gelisah dan murah tersinggung

2. Gangguan persepsi sensori ditandai dengan Ny. N mengatakan

mendengar suara-suara. Ny. N terkadang mendengar seorang tetapi

tidak ada wujud.

c. Intervensi Keperawatan

Intervensi yang dilakukan umtuk pasien dengan perilaku kekerasan

ialah manajemen pengendalian marah secara verbal: pengungkapan

perasaan marah dengan baik dimana tujuan dan kriteria hasil yang harus

dicapai peneliti dalam melakukan intervensi latihan verbal tersebut ialah

verbalisasi menurun yang dijelaskan dalam SLKI dengan ekspetasi

pasien menurun.

Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien mengacu pada

SIKI dan SLKI. Intervensi yang dapat disusun berdasarkan diagnosis

adalah yang pertama observasi, identifikasi harapan untuk

mengendalikan perilaku. Kedua adalah terapeutik, diskusikan tanggung


119

jawab terhadap perilaku, jadwalkan kegiatan terstruktur, ciptakan dan

pertahankan lingkungan dan kegiatan perawatan konsisten setiap dinas,

tingkatkan aktivitas fisik sesuai kemampuan, batasi jumlah pengunjung,

bicara dengan nada rendah dan tenang, lakukan kegiatan pengalihan

terhadap sumber agitasi, cegah perilaku pasif dan agresif, beri penguatan

posistif terhadap keberhasilan mengendalikan perilaku, lakukan

pengekangan fisik sesuai indikasi, hindari bersikap menyudutkan dan

menghentikan pembicaraan, hindari sikap mengancam dan berdebat,

hindari berdebat atau menawar batas perilaku yang telah ditetapkan.

Ketiga adalah edukasi, informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai

dasar pembentukan kognitif.

d. Implementasi Keperawatan

Peneliti melakukan implementasi keperawatan berdasarkan

tindakan yang telah di rencanakan sebelumya. Implementasi keperawatan

yang dilakukan pada pasien di mulai tanggal 25 - 30 Agustus 2021.

1) Pertemuan pertama pada tanggal 25 Agustus 2021 pada pukul 09.50

Pada fase orientasi peneliti menjalin hubungan saling percaya dengan

pasien yaitu memperkenalkan diri, menanyakan nama panggilan

yang pasien sukai, menanyakan perasaan pasien saat ini. Kemudian

peneliti melakukan kontrak topik yaitu mengajarkan latihan

berbicara, meminta, dan mengungkapkan perasaan dengan baik.

Melakukan kontrak waktu selama 15 menit, kontrak tempat untuk

latihan di ruang tamu, dan menanyakan kesediaan pasien untuk

dilakukan implementasi.
120

Pada fase kerja pertama peneliti menjelasakan cara berbicara yang baik

yaitu dengan nada suara rendah dan tidak menggunakan kata-kata

kasar. Kedua, peneliti mengajarkan dan mencontohkan cara meminta

yang baik yaitu jika ibu ingin meminta uang kepada ibu, maka Ibu

meminta nya dengan cara seperti ini: “bu, saya mau minta uang

untuk membeli rokok bu”. Kemudian peneliti meminta pasien untuk

mengulang kembali cara meminta yang baik tersebut. Ketiga,

peneliti mengajarkan cara menolak yang baik yaitu jika ibu Ibu

ingin meminta tolong kepada Ibu tetapi Ibu tidak bisa karena Ibu

ingin tidur, maka Ibu menolak nya dengan cara : “maaf bu, sayang

tidak bisa menolong ibu karena saya ingin tidur bu”. Kemudian

peneliti meminta pasien untuk mengulang kembali cara menolak

yang baik tersebut. Keempat peneliti mengajarkan cara

mengungkapkan perasaan kesal dengan baik yaitu jika ibu ada

berkata yang membuat Ibu marah maka Ibu menjawabnya dengan

cara : “maaf bu, jangan berkata seperti itu bu, perkataan ibu barusan

membuat saya marah bu”. Setelah itu peneliti meminta pasien untuk

mengulang kembali cara mengungkapkan perasaan kesal dengan

baik. Kemudian peneliti memberikan pujian kepada pasien telah

mengulang kembali cara meminta, menolak, dan mengungkapkan

perasaan dengan baik walaupun pasien terbata-bata dan dibantu

peneliti.

Pada fase terminasi, peneliti mengevaluasi respon subjektif pasien.

Pasien mengatakan merasa tenang. Mengevaluasi respon objektif


121

pasien yaitu pasien dapat mengulang kembali cara meminta yang

baik, menolak yang baik, dan mengungkapkan perasaan yang baik

dengan dibantu peneliti, pasien dapat mencontohkan kembali cara

meminta yang baik, menolak yang baik, dan mengungkapkan

perasaan yang baik dengan bantuan peneliti. Kemudian peneliti

memberikan penghargaan kepada pasien telah berusaha mengulang

kembali cara meminta, menolak, dan mengungkapkan perasaan

dengan baik. Setelah itu peneliti merencanakan latihan kepada pasien

pada pagi dan sore hari, melakukan kontrak topik latihan verbal,

waktu hari kamis pukul 11.00, dan tempat untuk latihan di ruang

tamu rumah pasien.

2) Pertemuan kedua pada tanggal 20 Mei 2021 pukul 13.05 WIB

Pada fase orientasi peneliti menjalin hubungan saling percaya dengan

pasien dengan menanyakan apakah pasien masih ingat dengan

peneliti, menanyakan perasaan pasien saat ini. Kemudian peneliti

melihat jadwal latihan pasien, melakukan kontrak topik yaitu

mengajarkan latihan berbicara, meminta, dan mengungkapkan

perasaan dengan baik. Melakukan kontrak waktu selama 15 menit,

kontrak tempat untuk latihan di ruang tamu, dan menanyakan

kesediaan pasien untuk dilakukan implementasi.

Pada fase kerja pertama peneliti menjelasakan cara berbicara yang baik

yaitu dengan nada suara rendah dan tidak menggunakan kata-kata

kasar. Kedua, peneliti mengajarkan dan mencontohkan cara meminta

yang baik yaitu jika Ibu ingin meminta uang kepada ibu, maka Ibu
122

meminta nya dengan cara seperti ini: “bu, saya mau minta uang

untuk beli teh telur dan membeli rokok bu”. Kemudian peneliti

meminta pasien untuk mengulang kembali cara meminta yang baik

tersebut. Ketiga, peneliti mengajarkan cara menolak yang baik yaitu

jika ibu Ibu ingin meminta tolong mengangkat sesuatu kepada Ibu

tetapi Ibu tidak bisa karena Ibu ingin tidur, maka Ibu menolak nya

dengan cara : “maaf bu, sayang tidak bisa menolong ibu karena saya

tidak bisa mengangkatnya bu”. Kemudian peneliti meminta pasien

untuk mengulang kembali cara menolak yang baik tersebut. Keempat

peneliti mengajarkan cara mengungkapkan perasaan kesal dengan

baik yaitu jika ibu ada berkata yang membuat Ibu marah maka Ibu

menjawabnya dengan cara : “maaf bu, jangan berkata seperti itu bu,

perkataan ibu barusan membuat saya marah bu”. Setelah itu peneliti

meminta pasien untuk mengulang kembali cara mengungkapkan

perasaan kesal dengan baik. Kemudian peneliti memberikan pujian

kepada pasien telah mengulang kembali cara meminta, menolak, dan

mengungkapkan perasaan dengan baik walaupun pasien terbata-bata

dan dibantu peneliti.

Pada fase terminasi, peneliti mengevaluasi respon subjektif pasien.

Pasien merasa baik dan tenang, pasien mengatakan lupa melakukan

latihan verbal. Mengevaluasi respon objektif pasien tampak

mengikuti dan dapat mengulang kembali cara meminta yang baik,

menolak yang baik, dan mengungkapkan perasaan yang baik dengan

terbata-bata dan bantuan peneliti. Kemudian peneliti memberikan


123

penghargaan kepada pasien telah berusaha mengulang kembali.

Setelah itu peneliti mengingatkan latihan kepada pasien pada pagi

dan sore hari, melakukan kontrak topik latihan verbal, waktu hari

jumat pukul 13.00, dan tempat untuk latihan di ruang tamu rumah

pasien.

3) Pertemuan ketiga pada tanggal 27 Agustus 2021 pukul 11.55 WIB

Pada fase orientasi peneliti menjalin hubungan saling percaya dengan

pasien dengan menanyakan apakah pasien masih ingat dengan

peneliti, menanyakan perasaan pasien saat ini. Kemudian peneliti

melihat jadwal latihan pasien, melakukan kontrak topik yaitu

mengajarkan latihan berbicara, meminta, dan mengungkapkan

perasaan dengan baik. Melakukan kontrak waktu selama 15 menit,

kontrak tempat untuk latihan di ruang tamu, dan menanyakan

kesediaan pasien untuk dilakukan implementasi.

Pada fase kerja pertama peneliti menjelasakan cara berbicara yang baik

yaitu dengan nada suara rendah dan tidak menggunakan kata-kata

kasar. Kedua, peneliti mengajarkan dan mencontohkan cara meminta

yang baik yaitu jika Ibu ingin meminta uang kepada ibu, maka Ibu

meminta nya dengan cara seperti ini: “bu, saya mau beli rokok bu,

boleh saya minta uang bu ?”. Kemudian peneliti meminta pasien

untuk mengulang kembali cara meminta yang baik tersebut. Ketiga,

peneliti mengajarkan cara menolak yang baik yaitu jika ibu Ibu

ingin meminta tolong sesuatu kepada Ibu tetapi Ibu tidak bisa

karena Ibu ingin pergi, maka Ibu menolak nya dengan cara: “maaf
124

bu, sayang tidak bisa menolong ibu karena saya akan pergi keluar

bu”. Kemudian peneliti meminta pasien untuk mengulang kembali

cara menolak yang baik tersebut. Keempat peneliti mengajarkan cara

mengungkapkan perasaan kesal dengan baik yaitu jika ibu ada

berkata yang membuat Ibu marah maka Ibu menjawabnya dengan

cara : “maaf bu, jangan berkata seperti itu bu, perkataan ibu itu akan

membuat saya marah bu”. Setelah itu peneliti meminta pasien untuk

mengulang kembali cara mengungkapkan perasaan kesal dengan

baik. Kemudian peneliti memberikan pujian kepada pasien telah

mengulang kembali cara meminta, menolak, dan mengungkapkan

perasaan dengan baik walaupun pasien terbata-bata dan dibantu

peneliti.

Pada fase terminasi, peneliti mengevaluasi respon subjektif pasien.

Pasien merasa baik dan tenang, pasien dapat mengulang kembali

cara cara meminta yang baik, menolak yang baik, dan

mengungkapkan perasaan yang baik dan bisa mencontohkannya.

Pasien melakukan latihan verbal sebanyak 3 kali sehari. Pasien

mengatakan sudah mulai berbicara yang baik dengan ibunya saat

meminta uang belanja. Mengevaluasi respon objektif, pasien dapat

menyebutkan dan mencontohkan kembali cara meminta yang baik,

menolak yang baik, dan mengungkapkan perasaan yang baik. Pasien

tampak lebih semangat. Kemudian peneliti memberikan penghargaan

kepada pasien. Setelah itu peneliti mengingatkan kembali latihan

kepada pasien pada pagi dan sore hari, melakukan kontrak topik
125

latihan verbal, waktu hari sabtu pukul 13.00, dan tempat untuk

latihan di ruang tamu rumah pasien.

4) Pertemuan keempat pada tanggal 28 Agustus 2021 pukul 13. 15 WIB

Pada fase orientasi peneliti menanyakan perasaan pasien saat ini.

Kemudian peneliti melihat jadwal latihan pasien, melakukan kontrak

topik yaitu mengajarkan latihan berbicara, meminta, dan

mengungkapkan perasaan dengan baik. Melakukan kontrak waktu

selama 15 menit, kontrak tempat untuk latihan di ruang tamu, dan

menanyakan kesediaan pasien untuk dilakukan implementasi.

Pada fase kerja pertama peneliti menjelasakan kembali cara berbicara

yang baik yaitu dengan nada suara rendah dan tidak menggunakan

kata-kata kasar. Kedua, peneliti mengajarkan dan mencontohkan

cara meminta yang baik yaitu jika Ibu ingin meminta uang kepada

ibu, maka Ibu meminta nya dengan cara seperti ini: “bu, saya mau

beli rokok bu, boleh saya minta uang bu ?”. Kemudian peneliti

meminta pasien untuk mengulang kembali cara meminta yang baik

tersebut. Ketiga, peneliti mengajarkan cara menolak yang baik yaitu

jika ibu Ibu ingin meminta tolong sesuatu kepada Ibu tetapi Ibu

tidak bisa karena Ibu ingin pergi, maka Ibu menolak nya dengan

cara: “maaf bu, sayang tidak bisa menolong ibu karena saya akan

pergi keluar bu”. Kemudian peneliti meminta pasien untuk

mengulang kembali cara menolak yang baik tersebut. Keempat

peneliti mengajarkan cara mengungkapkan perasaan kesal dengan

baik yaitu jika ibu ada berkata yang membuat Ibu marah maka Ibu
126

menjawabnya dengan cara : “maaf bu, jangan berkata seperti itu bu,

perkataan ibu itu akan membuat saya marah bu”. Setelah itu peneliti

meminta pasien untuk mengulang kembali cara mengungkapkan

perasaan kesal dengan baik. Kemudian peneliti memberikan pujian

kepada pasien telah mengulang kembali cara meminta, menolak, dan

mengungkapkan perasaan dengan baik walaupun pasien terbata-bata

dan dibantu peneliti.

Pada fase terminasi, peneliti mengevaluasi respon subjektif pasien

sudah merasa tenang dan lega. Pasien mengatakan sudah melakukan

latihan verbal sebanyak 3 kali dan sudah berbicara dengan anggota

rumah dengan baik dan sopan serta menggunakan nada suara yang

rendah. Respon objektif pasien, pasien bisa mengulang kembali cara

latihan verbal dan mencontohkan kembali cara meminta yang baik,

menolak yang baik, dan mengungkapkan perasaan yang baik. Pasien

dapat memahami manfaat melakukan latihan fisik. Kemudian

peneliti memberikan penghargaan kepada pasien. Setelah itu peneliti

mengingatkan kembali latihan kepada pasien pada pagi dan sore

hari, melakukan kontrak topik latihan verbal, waktu hari sabtu pukul

15.00 dan tempat untuk latihan di ruang tamu rumah pasien.

5) Pertemuan kelima pada tanggal 29 Aguatus 2021 pukul 14.00 WIB

Pada fase orientasi peneliti menanyakan perasaan pasien saat ini.

Kemudian peneliti melihat jadwal latihan pasien, melakukan kontrak

topik yaitu mengajarkan latihan berbicara, meminta, dan


127

mengungkapkan perasaan dengan baik. Melakukan kontrak waktu

selama 15 menit, kontrak tempat untuk latihan di ruang tamu, dan

menanyakan kesediaan pasien untuk dilakukan implementasi.

Pada fase kerja peneliti meminta pasien untuk mengulang kembali

latihan verbal dengan meminta yang baik, menolak yang baik, dan

mengungkapkan perasaan yang baik, lalu memberi pujian kepada

pasien atas keberhasilan pasien dalam mengulang kembali cara

latihan verbal tersebut.

Pada fase terminasi, peneliti mengevaluasi kembali respon subjektif,

pasien mengatakan dapat melakukan latihan verbal secara mandiri

dan sudah berbicara dengan nada yang rendah dan sopan kepada ibu

dan anggota rumahnya. Pasien merasa lega dan tenang setelah

latihan verbal. Pasien mengatakan akan menerapkan latihan verbal

setiap waktu. Pasien mengatakan ingin sembuh agar tidak meminum

obat lagi dan tidak gelisah dan mudah marah lagi. Pasien dapat

mengulang kembali cara latihan verbal dan dapat mencontohkan

kembali cara latihan verbal secara mandiri. Ibu pasien mengatakan

bahwa pasien meminta uang dengan baik dan menggunakan nada

yang rendah. Ibu pasien juga mengatakan saat dia mintak tolong

kepada pasien, dia menolak dengan baik. Pasien tampak semangat.

Kemudian peneliti mengingatkan kepada pasien untuk tetap

menerapkan latihan verbal setiap pagi dan sore hari serta kepada

anggota keluarga nya.

e. Evaluasi Keperawatan
128

Evaluasi pada Ny. N dengan diagnosis perilaku kekerasan,

dilakukan selama implementasi dari tanggal 25-30 Agustus 2021

1. Evaluasi pertama tanggal 25 Agustus 2021 pukul 11.50 WIB

S: 1. Pasien mengatakan bersedia untuk latihan verbal

2. Pasien mengatakan tidak tahu cara latihan verbal

3. Pasien mengatakan merasa sedikit tenang

O: 1. Pasien dapat menyebutkan cara latihan verbal dengan bantuan

peneliti

2. Pasien dapat mencontohkan cara latihan verbal

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan menyarankan klien untuk terus latihan

verbal dan mengisi format kegiatan harian setiap melakukan

latihan.

2. Evaluasi kedua tanggal 26 Agustus 2021 pukul 14.05 WIB

S: 1. Pasien mengatakan bersedia untuk latihan verbal

2. Pasien mengatakan ingat cara latihan verbal

3. Pasien mengatakan merasa baik

O: 1. Pasien dapat mengikuti latihan cara verbal

2. Pasien terbata-bata menyebutkan cara latihan verbal

3. Pasien dapat mencontohkan cara latihan verbal

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan Intervensi dilanjutkan menyarankan klien

untuk terus latihan verbal dan mengisi format kegiatan harian

setiap melakukan latihan.


129

3. Evaluasi ketiga tanggal 27 Agustus2021 pukul 13.55 WIB

S: 1. Pasien mengatakan bersedia untuk latihan verbal

2. Pasien mengatakan sudah meminta uang belanja ke ibu dengan

baik

3. Pasien mengatakan merasa tenang

O: 1. Pasien dapat menyebutkan cara latihan verbal dengan bantuan

peneliti

2. Pasien dapat mencontohkan cara latihan verbal

3. Pasien tampak semangat

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan Intervensi dilanjutkan menyarankan klien

untuk terus latihan verbal dan mengisi format kegiatan harian

setiap melakukan latihan.

4. Evaluasi keempat tanggal 28 Agustus 2021 pukul 14.15 WIB

S: 1. Pasien mengatakan bersedia untuk latihan verbal

2. Pasien mengatakan merasa tenang dan lega

3. Pasien mengatakan sudah berbicara dengan nada rendah

O: 1. Pasien dapat menyebutkan cara latihan verbal

2. Pasien dapat mencontohkan cara latihan verbal

3. Pasien tampak sudah memahami manfaat latihan verbal

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan menyarankan klien untuk terus latihan

verbal dan mengisi format kegiatan harian setiap melakukan

latihan.
130

5. Evaluasi kelima tanggal 29 Agustus 2021 pukul 15.00 WIB

S: 1. Pasien mengatakan bersedia untuk latihan verbal

2. Pasien mengatakan merasa tenang dan lega

3. Pasien mengatakan sudah berbicara dengan nada rendah

4. Pasien mengatakan sudah berbicara dengan sopan dan baik

5. Pasien mengatakan akan menerapkan latihan verbal tiap hari

6. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah meminta uang

dengan baik dan suara rendah

7. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien menolak dengan baik saat

ibunya mintak tolong

8. Ibu pasien mengatakan pasien sudah bisa mengungkapkan

perasaan kesalnya

O: 1. Pasien tampak lebih semangat

2. Pasien dapat menyebutkan cara latihan verbal

3. Pasien dapat mengulang kembali cara latihan verbal secara

mandiri

4. Pasien tampak sudah memahami manfaat latihan verbal

A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

Pada saat evaluasi masalah sudah teratasi, pasien sudah dapat

menyebutkan cara untuk latihan verbal dan pasien juga dapat

mencontohkan cara latihan verbal secara mandiri. Pasien juga merasa

lebih tenang dan lega dari pada sebelumnya dan intervensi dapat di

hentikan.
131

B. Pembahasan
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses

keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosis keperawatan,

intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Maka penulis akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan

kenyataan yang ditemukan dalam kasus perilaku kekerasan.

1. Pengkajian Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 25 Agustus 2021 di rumah pasien,

Tanah Garam RT 04 RW 01, Kota Solok didapatkan data pada Ny. N umur 51

tahun beralamat Tanah Garam RT 04 RW 01 dengan suku minang dan pendidikan

SLTA. Ny. N mengatakan marah kepada ibunya jika tidak diberi uang belanja

membeli rokok. Ny. N mengatakan sering meminta uang ke ibunya dengan nada

keras. Ibu Ny. N mengatakan bahwa Ny. N berbicara dan mengumpat dengan

kata-kata kasar. Ibu Ny. N mengatakan Ny. N sering mengancam jika tidak

diberi uang jajan membeli rokok.

Sejalan dengan teori Azizah (2016) bahwa perilaku kekerasan merupakan

salah satu respons marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman,

mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respons ini dapat

menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Pada saat pengkajian, peneliti mendapatkan faktor presipitasi Perilaku

kekeraan berulang pada Ny. N saat tidak mendapatkan apa yang diinginkannya

yaitu uang belanja yang diminta ke ibunya. Sehingga Ny. N marah, berkata-kata

kasar, mengancam, berbicara ketus dan menggunakan nada suara yang keras.

Peneliti juga mendapatkan data faktor predisposisi pasien. Ny. N


132

mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu. Ny. N pernah di

rawat 5x RSJ HB Sa’anin Padang pada tahun 2008 dan 1 kali di RS M.Natsir

Solok. Ny. N mengatakan pengobatan sebelumnya kurang berhasil, dikarenakan

terkadang lupa dan malas meminum obat, serta masih merasakan gelisah, tidak

tenang, marah-marah, mengamuk dan sulit tidur. Ny. N berumur 11 tahun sering

mengalami kekerasan fisik oleh ayahnya dan juga pada tahun 2007 pernah

tertimpa lemari saat terjadinya gempa. Karena kekerasan yang sering dilakukan

ayahnya, Ny.N mengalami tekanan sehingga terjadi halusinasi dan sering

mengamuk serta melakukan perilaku kekerasan. Ny. N mengatakan ada

keluarganya yang memiliki riwayat gangguan jiwa yaitu kakaknya. Pada tahun

2009. Ny. N pernah bekerja sebagai tukang ojek dan pernah mengamuk dan

menabrakkan motornya hingga masuk ke dalam selokan

Menurut Sutejo (2017), stresor yang mencetus perilaku kekerasan bagi setiap

individu bersifat unik, stresor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.

Contoh stresor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan,

kematian dan lainlain. Sedangkan stresor yang berasal dari dalam adalah putus

hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap

penyakit fisik dan putus obat. Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat

kritikan yang mengarah pada penghinaan dan tindakan kekerasan dapat memicu

perilaku kekerasan.

Pasien mengatakan bagian tubuh yang paling disukai yaitu mata nya, Ny. N

mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai Ny. N . Ny. N belum

menikah dan tidak bekerja. Ny. N berharap bisa sembuh dan tidak minum obat
133

lagi setiap hari dan jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan Ny. N berusaha

minum obat tiap hari dan tetap berdoa kepada Allah SWT. Jika identitas, fungsi

peran, dan ideal diri tidak sesuai dengan harapan maka Ny. N merasa sedih dan

berusaha untuk ikhlas menerima penyakitnya.

Penampilan Ny. N tampak kurang rapi, rambut kadang tidak di sisir dan

kuku tampak panjang. Berdasarkan saat observasi selama pengkajian nada suara

Ny. N yaitu keras. Ny. N tampak tengang dan gelisah dan Ny. N juga

mengatakan sering gelisah jika terlambat meminum obat, sering mondar mandir,

bergerak-gerak dan berjalan-jalan. Alam perasaan Ny. N khawatir afek Ny. N

tampak datar. Interaksi selama pengkajian tampak mudah tersinggung.

Mekanisme koping adaptif Ny. N mampu bicara dengan orang lain, Mekanisme

koping maladaptif Ny. N reaksi berlebihan dan merokok. Masalah dengan

dukungan kelompok pada Ny. N tidak berhubungan dengan kelompok-kelompok

tertentu di rumah Ny.N marah bila tidak diberi jajan beli rokok . Masalah

berhubungan dengan ekonomi pada Ny. N jika Ny. N tidak diberi uang oleh

ibunya.

Sejalan dengan teori Azizah (2016) bahwa Sumber koping pasien perilaku

kekerasan dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik

defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping

lainnya termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,

keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material,

dan kesejahteraan fisik (Azizah, 2016).

2. Diagnosis Keperawatan
134

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terhadap Ny. N , didapatan data

yang memperkuat peneliti merumuskan diagnosa perilaku kekerasan pada Ny. N .

Data subjektif Ny. N mengatakan marah kepada ibunya jika tidak diberi uang

belanja, Ny. N mengatakan sering meminta uang ke ibunya dengan nada keras,

Ibu Ny. N mengatakan bahwa Ny. N berbicara dan mengumpat dengan kata-

kata kasar, Ibu Ny. N mengatakan Ny. N sering mengancam jika tidak diberi

uang jajan. Data objektif yang didapatkan saat berinteraksi, tampak gelisah dan

murah tersinggung. Ny. N saat marah mata melotot, pandangan tajam, dan wajah

memerah. Oleh karena itu peneliti memprioritaskan diagnosa perilaku kekerasan

dengan manajemen pengendalian marah secara verbal: pengungkapan perasaan

marah dengan baik.

Berdasarkan pohon masalah dari teori (Kusumawati dan Hartono, (2011)

bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh harga diri rendah, akan berakibat

resiko mencederai diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, dari harga diri

rendah akan mengakibatkan akan mengakibatkan isolasi sosial yang akan

menimbulkan defisit perawatan mengimplementasikan diri. Diagnosa

keperawatan yang muncul pada klien dengan perilaku kekerasan menurut (Keliat,

2011) perilaku kekerasan, gangguan sensori persepsi: berbagai intervensi untuk

mencegah dan mengontrol perilaku agresif.

Sejalan dengan teori PPNI (2016) bahwa tanda dan gejala mayor yang

mungkin akan muncul pada pasein dengan perilaku kekerasan yaitu subjektifnya

pasien akan mengancam, mengumpat dengan kata-kata kasar, suara keras, bicara

ketus. Objektifnya pasien menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain,

merusak lingkungan, dan perilaku agresif/amuk. Sedangkan tanda dan gejala


135

minor yang mungkin akan muncul mata melotot atau pandangan tajam, tangan

mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, postur tubuh kaku.

Selain itu sejalan dengan teori azizah (2016) Kekerasan sering juga disebut

dengan gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh

orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai disertai

melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/merusak secara

serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri atau hilang kontrol (Azizah, 2016).

Dari diagnosis tersebut peneliti melakukan intervensi pada pasien perilaku

kekerasan dengan cara latihan verbal untuk mengontrol marah pada pasien, oleh

karena itu perilaku kekerasan merupakan diagnosis keperawatan yang harus

diatasi. Hal ini jika tidak segera diatasi akan membahayakan dan sangat

mempengaruhi terhadap orang lain.

Sejalan dengan teori PPNI (2018) bahwa berdasarkan manajemen perilaku

tersebut terdapat dalam terapeutik tindakan yang diambil yaitu bicara dengan nada

rendah dan tenang. Maka pasien dilatih dengan strategi pelaksanaan 3 yaitu

latihan verbal dengan cara menjelaskan bagaimana cara berbicara yang baik,

mengajarkan cara meminta dengan baik, mengajarkan cara menolak dengan baik,

mengajarkan cara mengungkapkan perasaan kesal dengan baik. Oleh karena itu,

jika pasien dengan perilaku kekerasan tidak mendapatkan penanganan maka akan

melukai dengan tingkatan berat seperti melukai atau merusak secara serius.

3. Intervensi Keperawatan

Sesuai dengan diagnosis keperawatan pada Ny. N yaitu perilaku kekerasan,

peneliti menyusun rencana keperawatan sesuai dengan teori yang telah ada
136

dengan menggunakan manajemen pengendalian marah secara verbal:

pengungkapan perasaan marah dengan baik yang bertujuan agar pasien dapat

mengontrol marahnya. Menurut PPNI (2019) manajemen Perilaku adalah

mengidentifikasi dan mengelola perilaku negatif.

Menurut Sutejo (2011) perencanaan tindakan keperawatan pada pasien

dengan perilaku kekerasan dapat menggunakan rentang rencana keperawatan

dimulai dari strategi pencegahan dimana dapat dilakukan pendidikan kesehatan,

latihan asertif, komunikasi verbal dan non verbal, perubahan lingkungan,

intervensi perilaku dan penggunaan psikofarma sampai dengan strategi

pengontrolan.

Sejalan dengan penelitian Fasya (2018) bahwa komunikasi verbal merupakan

suatu aspek yang penting dan menjadi hal yang utama digunakan dalam

komunikasi. Teknik verbal yang digunakan seperti menjelaskan secara ringkas

dan jelas, memakai perbendaharaan kata yang dimengerti oleh klien,

memperhatikan intonasi berbicara, memperhatikan kecepatan bicara, dan adanya

selingan humor agar suasana ketika diskusi terasa nyaman dan tidak terlalu

menegangkan (Fasya, 2018).

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Yunere (2019),

bahwa Pelaksanaan Manajemen Marah Terhadap Perilaku Kekerasan

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan respon emosi marah secara

bermakna antara kelompok yang mendapatkan program manajemen marah dan

yang tidak mendapatkan manajemen marah.

4. Implementasi Keperawatan

Secara umum implementasi yang dilakukan peneliti sesuai dengan rencana


137

keperawatan yang telah dibuat sebelumnya. Tindakan keperawatan dilakukan

sesuai waktu yang telah ditetapkan. Hasil penelitian Ny. N dengan perilaku

kekerasan menggunakan intervensi manajemen pengendalian marah secara verbal:

pengungkapan perasaan marah dengan baik kepada pasien dilakukan selama 5

hari.

Menurut Keliat, dkk (2011), perawat dapat mengimplementasikan berbagai

intervensi untuk mencegah dan mengontrol perilaku agresif. Strategi antisipatif

yang digunakan untuk klien perilaku kekerasan adalah: a. komunikasi, b.

perubahan lingkungan, c. tindakan perilaku, d.psikofarmakologi.

Dalam pemberian implementasi peneliti juga memberikan reinforcement

positif kepada pasien. Dengan memberikan reinforcement positif pasien tampak

bersemangat dalam melakukan latihan verbal yang diberikan peneliti.

Reinforcement positif memiliki kemampuan positif bagi pasien jika diberikan

secara berulang. Hal ini sejalan dengan penelitian Maftuhah (2020) dimana

Kemampuan interaksi skizofrenia dapat ditingkatkan dengan merubah perilaku

yaitu dengan teknik behaviour dan menerapkan metode reinforcement positif

(Maftuhah, 2020).

Peneliti melakukan intervensi latihan verbal selama 5 hari dengan rincian

kegiatan sebagai berikut:

a) Pada hari pertama pasien diberikan latihan verbal, pasien sulit

memperhatikan dan peneliti mencoba untuk memfokuskan pasien pada

intervensi yang akan dilakukan.

b) Pada hari kedua, pasien sulit diajak melakukan intervensi karena pasien

ingin tidur karena sudah minum obat dan tidak konsentrasi. Setelah
138

berbincang-bincang, akhirnya pasien mau untuk melakukan latihan

verbal, pasien mulai memperhatikan tetapi sulit untuk menirukan

intervensi yang diberikan.

c) Pada hari ketiga, pasien sudah bisa berkonsentrasi dan mau melakukan

latihan verbal dengan baik

d) Pada hari keempat pasien dapat melakukan latihan verbal serta dapat

mencontohkanya.

e) Pada hari kelima pasien dapat melakukan latihan verbal serta dapat

mencontohkanya dengan baik.

Solusi yang peneliti lakukan untuk mengatasi masalah ini adalah peneliti

tetap melakukan intervensi semaksimal mungkin dengan bantuan orang tua dan

kakak pasien. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan wardana (2020)

hasil ini menunjukkan ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan tingkat

kekambuhan pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali tahun 2013.

Nilai koefisiensi kolerasi sebesar 0,798 dapat diartikan variabel dukungan sosial

keluarga dengan variabel kekambuhan memiliki derajat hubungan yang kuat

(Wardana, 2020).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi terhadap perencanaan yang dibuat oleh peneliti yang telah

dilaksanakan selama 5 hari terhadap Ny. N . Pada saat evaluasi masalah sudah

teratasi pasien dapat menyebutkan cara latihan verbal yaitu dengan cara meminta

yang baik, menolak yang baik, dan mengungkapkan perasaan yang baik. Ny. N
139

juga dapat mempraktekkan cara meminta yang baik, menolak yang baik, dan

mengungkapkan perasaan yang baik dengan mandiri. Ny. N mengatakan akan

menerapkan cara latihan verbal ke ibunya dan melakukan latihan 2-3 kali sehari.

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien meminta uang dengan baik dan

menggunakan nada yang rendah. Ibu pasien juga mengatakan saat dia mintak

tolong kepada Ny. N , dia menolak dengan baik. Respon objektif pasien tampak

mengikuti sesuai anjuran, pasien juga mengatakan merasa lebih lega dan tenang.

Setelah beberapa hari pasien juga tampak semangat untuk sembuh. Pasien juga

mengatakan merasa lebih baik dari sebelumnya dan intervensi dapat di hentikan.

Sejalan juga dengan hasil penelitian lain yang dilakukan makhruzah (2021)

tentang penerapan strategi pelaksanaan perilaku kekerasan terhadap tanda gejala

skizofrenia di ruang rawat inap RSJD Provinsi Jambi Tahun 2020, menjelaskan

bahwa adanya penurunan tanda gejala skizofrenia yang terjadi sebelum dan

sesudah penerapan strategi pelaksanaan perilaku kekerasan adalah sekitar .507

untuk sebelum penerapan strategi pelaksanaan dan .404 setelah penerapan strategi

pelaksanaan (Makhruzah, 2021) .

Selain itu sejalan dari hasil penelitian yang dilakukan pada Jatmika (2020),

tentang Hubungan Komunikasi Terapeutik dan Risiko Perilaku Kekerasan pada

Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dapat dijelaskan bahwa

komunikasi terapeutik memiliki hubungan yang sangat kuat dengan menurunnya

risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia, dimana semakin baik

komunikasi yang diterapkan oleh perawat maka semakin rendah juga risiko

munculnya perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia (Jatmika, 2020).

Selain itu sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Putri & dkk (2018)
140

tentang Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Terhadap Resiko

Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi

Jambi dapat dijelaskan bahwa adanya pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi

terapeutik resiko perilaku kekerasan pada pasien. Komunikasi terapeutik dapat

meningkatkan hubungan perawat dengan klien dan bisa membantu pasien untuk

mengontrol emosi sehingga dapat menurunkan resiko perilaku kekerasan (Putri,

2018).

Selain itu sejalan dari hasil penelitian yang dilakukan pada Jatmika (2020),

tentang Hubungan Komunikasi Terapeutik dan Risiko Perilaku Kekerasan pada

Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dapat dijelaskan bahwa

komunikasi terapeutik memiliki hubungan yang sangat kuat dengan menurunnya

risiko perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia, dimana semakin baik

komunikasi yang diterapkan oleh perawat maka semakin rendah juga risiko

munculnya perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia (Jatmika, 2020).

Penelitian oleh Novendra (2019) juga menyarankan agar petugas kesehatan

khususnya perawat dapat menerapkan komunikasi yang baik dalam menerapkan

asuhan keperawatan jiwa terhadap pasien yang menunjukkan perilaku kekerasan

yaitu pada penerapan SP (strategi pelaksanaan) 1 sampai dengan 4 sehinga

kualitas pelayanan dapat ditingkatkan. Hal ini juga diungkapkan oleh Siti,

Zulpahiyana, & Indrayana (2016) yang menyatakan bahwa penerapan komunikasi

terapeutik dapat meningkatkan kualitas pelayanan di RS


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada pasien

skizofrenia dengan perilaku kekerasan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam

Kota Solok Tahun 2021 terhadap Ny. N pada tanggal 25 – 30 Agustus 2021,

maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil pengkajian yang telah peneliti lakukan pada tanggal 25 – 30 Agustus

2021, pada Ny. N salah satu pasien perilaku kekerasan di Wilayah Kerja

Puskesmas Tanah Gara Kota Solok. Hasil pengkajian terdapat kesamaan

data kasus yang diangkat dengan teori yang sudah ada. Ny. N mengatakan

marah kepada ibunya jika tidak diberi uang belanja membeli rokok. Ny. N

mengatakan sering meminta uang ke ibunya dengan nada keras. Ibu Ny. N

mengatakan bahwa Ny. N berbicara dan mengumpat dengan kata-kata

kasar. Ibu Ny. N mengatakan Ny. N sering mengancam jika tidak diberi

uang jajan. Pasien tampak tegang dan gelisah, postur tubuh kaku, mudah

tersinggung.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada teori terdapat 2 diagnosis

keperawatan. Pada kasus ini diagnosa keperawatan utama berdasarkan data

yang diperoleh adalah perilaku kekerasan dan gangguan persepsi sensori:

pendengaran

3. Intervensi keperawatan yang direncanakan pada pasien sesuai intervensi

yang telah ditetapkan. Intervensi utama yang dilakukan dirumuskan

berdasarkan diagnosa yang dirumuskan yaitu manajemen pengendalian

99
marah secara verbal: pengungkapan perasaan marah dengan baik

Implementasi dilakukan pada tanggal 25 - 30 Agustus 2021, dilakukan

sesuai dengan intervensi keperawatan yaitu latihan verbal secara mandiri

dimana dilakukan 4 kali selama seminggu.

4. Pada tahap akhir peneliti mengevaluasi kepada pasien, dengan hasil pasien

sudah dapat melakukan latihan verbal serta didapatkan pengurangan

kejadian pasien mengalami perilaku kekerasan serulang dengan melakukan

2-3 kali dalam sehari. Pasien mengatakan sudah mengetahui dan

menyebutkan kembali cara latihan verbal yaitu dengan cara meminta yang

baik, menolak yang baik, dan mengungkapkan perasaan yang baik. Pasien

juga dapat mempraktekkan cara latihan verbal untuk mengontrol perilaku

kekerasan. Ibu pasien juga mengatakan bahwa Ny. N sudah meminta,

menolak, dan mengungkapkan perasaannya dengan baik.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi Puskesmas Tanah Garam Kota Solok

Puskesmas Tanah Garam Kota Solok diharapkan dapat

memberikan pelayanan kesehatan yang optimal serta meningkatkan

kualitas pemberian asuhan keperawatan jiwa yang dilakukan secara terarah

khusus nya kepada pasien perilaku kekerasan melalui latihan verbal serta

hasil studi kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan

informasi khusus nya untuk pasien perilaku kekerasan.

99
2. Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan diharapkan memberi bimbingan kepada

mahasiswa secara optimal, terutama pada pendidikan ilmu keperawatan

jiwa dan dapat memberikan tambahan informasi dan bahan dalam

pemberian asuhan keperawatan jiwa dengan manajemen pengendalian

marah secara verbal: pengungkapan perasaan marah dengan baik

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melibatkan pasien lebih

koperatif dan komunikatif agar terjalannya intervensi dengan baik. Serta

menjadi perbandingan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa

khususnya pada pada pasien perilaku kekerasan dengan manajemen

pengendalian marah secara verbal: pengungkapan perasaan marah

dengan baik sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa keperawatan.

99
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2020). The American Psychiatric Association


Practice Guideline for the Treatment of Patients With Schizophrenia. In The
American Psychiatric Association Practice Guideline for the Treatment of
Patients With Schizophrenia.
https://doi.org/10.1176/appi.books.9780890424841
Arisandy, W., & Sunarmi, S. (2018). Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
berhubungan dengan kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku
kekerasan. Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah, 14(1), 83–90.
https://doi.org/10.31101/jkk.553
Darmawan, R., & Adiwidjaja, I. (2019). Efektivitas Kebijakan Dinas Sosial
Dalam Menanggulangi PMKS Khusus ODGJ Terlantar Di Kota Batu. Jurnal
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 8(4).
Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. In Goysen Publishing. Gosyen Publishing.
Kandar, K., & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149.
https://doi.org/10.32584/jikj.v2i3.226
Kemenkes, P. P. (2019). Renstra Penelitian Poltekkes Kemenkes Padang.
Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D., & Amimi, R. (2020). Analisis Tanda
dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(1), 65. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i1.478
Muhith, A., Fardiansyah, A., Mawaddah, N., & Mulyatin, M. (2018). Hubungan
perilaku kekerasan pasien dengan stres perawat di instalasi ipcu rsj. Dr.
Radjiman wediodiningrat lawang. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of
Ners and Midwifery), 5(2), 137–143.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i2.art.p137-143
Prabowo, E. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Nuha Medika.
Putri, A. N., & Yuniar, S. (2020). Intervensi pada Populasi Risiko Tinggi
Skizofrenia, Perlukah? Jurnal Psikiatri Surabaya, 8(1), 14.
https://doi.org/10.20473/jps.v8i1.14740
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa (2014).
Riskesdas 2018. (2018). Riskesdas 2018. Laporan Nasional RIskesdas 2018,
53(9).
SDKI. (2018). (Indonesian Demographic and Health Survey 2017) Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017. In IDHS.
sutejo. (2018). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial. In pustaka baru (Vol. 34).
Sutejo. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa, Prinsip dan praktik Asuhan
Keperawatan Jiwa. Pustaka Baru.
Suyitno, A., Wihastuti, T. A., & Supriati, L. (2017). analisis faktor-faktor yang
berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat di ipcu rsj
dr. radjiman wediodiningrat lawang. Jurnal Kesehatan Mesencephalon,
3(2). https://doi.org/10.36053/mesencephalon.v3i2.51
Tim POKJA SDKI PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). DPP PPNI.
wahit iqbal mubarak, dkk. (2008). buku ajar ilmu keperawatan komunitas I. UNP
Press.
Yudhantara, D. S., & Istiqomah, R. (2018). Sinopsis Skizofrenia untuk
Mahasiswa Kedokteran. In 1.
Zahra, R. F., & Sutejo, S. (2019). Hubungan dukungan instrumental dengan beban
pada anggota keluarga skizofrenia di Poliklinik Keperawatan Jiwa RSJ
Grhasia Provinsi DIY. Caring : Jurnal Keperawatan, 8(1), 9–14.
https://doi.org/10.29238/caring.v8i1.362

99
Lampiran 1

FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : ........... (L/P) Umur : ........... tahun No. CM : ........ Tanggal
masuk : .............................
B. FAKTOR PRESIPITASI
...................................................................................................................................
.............................................
C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan
jiwa di masa lalu?

YA
TIDAK
2. Pengobatan sebelumnya?

Berhasil Tidak berhasil


Kurang berhasil
3. Trauma

Usia Pelaku Korban Saksi


Aniaya fisik ........... ........... ........... ........
Aniaya seksual ........... ........... ........... ........
Penolakan ........... ........... ........... .........
Kekerasan dalam ........... ........... ........... ........
keluarga
Tindakan criminal ........... ........... ........... .........
Jelaskan 1,2,3: ......................................................................................................
4. Anggota keluarga yang gangguan jiwa

YA
TIDAK
Jika ada :
Hubungan keluarga :
........................................................................................................................
Gejala :
........................................................................................................................
Riwayat pengobatan :
........................................................................................................................
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

99
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital : TD .................... mmHg HR : .........kali / menit
S .................... C o
RR : ......... kali / menit
2. Ukur : BB .......................... Kg TB : ......... cm
3. Keluhan fisik ………………………………………………
E. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan : .......................................................................................................
...................................................
2. Konsep Diri:
a. Citra Tubuh : ...........................................................................................
b. Identitas : ...........................................................................................
c. Peran : ...........................................................................................
d. Ideal Diri : ...........................................................................................
e. Harga Diri : ...........................................................................................
3. Hubungan sosial
a. Orang yang
berarti .....................................................................................................
.............
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
………………………………………………………………………..
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
………………………………………………………………………....
4. Spiritual
a. Nilai dan
keyakinan ................................................................................................
........................................
b. Kegiatan
ibadah ......................................................................................................
...................................
F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Bagaimana penampilan klien dalam hal berpakaian, mandi, toileting, dan
pemakaian sarana /prasarana atau instrumentasi dalam mendukung penampilan,
apakah klien:
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan : .........................................................
2. Pembicaraan

Cepatss Apatis

99
Keras Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan : ........................................................
3. Aktivitas motorik

Lesu Tik
Tegang Grimasem
Gelisah Tremor
Agitasi Kompulsif
Jelaskan : ........................................................
4. Alam perasaan

Sedih Khawatir
Ketakutan Gembira berlebihan
Putus asa
5. Afek

Datar Labil
Tumpul Tidak sesuai
Interaksi selama wawancara
Bermusuhan Kontak mata kurang
Tidak kooperatif Curiga
Mudah tersinggung

6. Persepsi - Sensorik

Halusinasi/Ilusi? ADa / Tidak?


Pendengaran Pengecapan
Penglihatan Penghidu
Perabaan
7. Isi pikir
Obesi Depersonalisasi
Phobia Ide yang terkait Waham :
Agama
Hipokondria Nihilistik
Pikiran magis
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar pikir
Curiga Kontrol pikir
Jelaskan : .........................................................
8. Proses pikir

Circumstansial Flight of idea


Tangensial Blocking
Kehilangan Pengulangan pembicaraan / perseverasi
asosiasi
Jelaskan : ................................................
9. Tingkat Kesadaran

99
Bingung Disorientasi waktu
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat
10. Memori

Gangguan daya ingat jangka Gangguan daya ingat saat ini


panjang
Gangguan daya ingat jangka Konfabulasi
pendek
Jelaskan : ..................................
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : ..........................................................................
12. Kemampuan penilaian

Gangguan ringan
Gangguan bermakna
Jelaskan : .....................................................................
13. Daya Tilik Diri

Mengingkari penyakit yang diderita


Menyalahkan hal-hal di luar dirinya
Jelaskan : .......................................................................
G. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan

Makanan Transportasi
Keamanan Tempat tinggal
Perawatan Kesehatan Uang
Pakaian
Jelaskan : ......................................................................................................
...........................................

2. Kegiatan hidup sehari-hari


a. Perawatan diri

Mandi BAK / BAB


Kebersihan Ganti pakaian
Makan
Jelaskan : .....................................................................................................
........................................

99
b. Nutrisi
Apakah anda puas dengan pola makan anda?
Ya
Tidak
Frekuensi makan sehari : .......... kali
Frekuensi kedapan sehari : .......... kali
Nafsu makan :
Meningkat Berlebihan
Menurun Sedikit – sedikit
Berat badan :
Meningkat
Menurun
BB terendah : ..........Kg BB tertinggi : .......... Kg
Jelaskan : ...................................................................................................
c. Tidur
Apakah ada masalah tidur ? YA / TIDAK
Apakah merasa segar setelah bangun tidur? YA / TIDAK
Apakah ada kebiasaan tidur siang? YA / TIDAK
Lama tidur siang : ........ Jam
Apa yang menolong tidur ? ........................................................................
Tidur malam jam : ................................, berapa jam : ...............................
Apakah ada gangguan tidur ?
Sulit untuk tidur Terbangun saat tidur
Bangun terlalu pagi Gelisah saat tidur
Somnambulisme Berbicara saat tidur
Jelaskan : ................................................................................................
d. Penggunaan Obat

Bantuan minimal Bantuan total

3. Pemeliharaan Kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
Sistem pendukung
4. Aktivitas Di Dalam Rumah

Ya Tidak
Mempersiapkan
makanan
Menjaga kerapian
rumah
Mencuci pakaian
5. Aktivitas Di Luar Rumah

Ya Tidak
Belanja
Transportasi

99
Lain-lain
Jelaskan: .................................................................

H. MEKANISME KOPING

Adaptif: Maladaptif:
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebih
Teknik relokasi Berkerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga Menciderai diri
Lainnya: ................................ Lainnya: ............................

I. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

Masalah dengan dukungan kelompok/keluarga,


uraikan ...............................
Masalah berhubungan dengan lingkungan,
uraikan .......................................
Masalah berhubungan dengan pendidikan,
uraikan .......................................
Masalah berhubungan dengan pekerjaan,
uraikan .........................................
Masalah berhubungan dengan perumahan,
uraikan .....................................
Masalah berhubungan dengan ekonomi,
uraikan ..........................................
Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan,
uraikan ......................
Masalah berhubungan dengan lainnya,
uraikan .............................................
J. ASPEK MEDIS
Diagnosis
medis : ....................................................................................................................
....
Terapi
medis : ..............................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
K. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. .......................................................................................................................
2. .......................................................................................................................

,
2021

Perawat

99
FORMAT

CATATAN KEPERAWATAN

Nama :................................
NO DIAGNOSIS IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF

99
Lampiran 2 : SP Komunikasi

Strategi Pelaksanaan
Latihan Verbal
Strategi Langkah-langkah melakukan
No Keterangan
Pelaksanaan latihan verbal
1. Tahap pra Persiapan alat:
interaksi 1. Kertas/buku catatan
2. Pena
2. Tahap orientasi 1. Salam terapeutik
“Assalamualaikum Bu, sesuai
dengan janji saya kemarin sekarang
kita bertemu lagi.”
Membina hubungan saling percaya
dengan pasien
“apakah Ibu masih ingat dengan
saya?”
2. Evaluasi validasi kegiatan
sebelumnya kepada pasien
“Bagaimana Bu, sudah latihan tarik
napas dalam-dalam dan memukul
kasur dan bantal? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur?
“Coba saya lihat jadwal kegiatan
hariannya.”
3. Kontrak topik, waktu, dan tempat
“Bagaimana kalau sekarang kita
latihan cara bicara untuk mencegah
marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-
bincangnya Bu ? Bagaimana kalau
di tempat yang sama?”
“Berapa lama Ibu mau kita
berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?
3. Tahap Kerja 1. Menjelaskan bagaimana cara
berbicara yang baik
“Sekarang kita latihan cara bicara
yang baik untuk mencegah marah
nya bu. Kalau marah sudah
disalurkan melalui tarik nafas
dalam-dalam atau memukul kasur
dan bantal dan Ibu sudah lega, maka

99
kita perlu bicara dengan orang yang
membuat kita marah. Ada tiga
caranya Bu:”
Mengajarkan cara meminta dengan
baik
Meminta dengan baik tanpa marah
dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar.
Kemarin Ibu bilang penyebab
marahnya karena suami tidak mau
membantu pekerjaan rumah tangga.
Coba Ibu meminta bantuan dengan
baik: “Pak, saya butuh bantuan.”
Meminta pasien mengulang kembali
kegiatan yang telah dilatih
Nanti bisa dicoba di sini untuk
meminta baju uang, obat, dan lain-
lain. Coba Ibu praktikkan lagi.”
Memberikan penghargaan atas
keberhasilan pasien dalam
mengulang kembali tindakan yang
telah di ajarkan
“Bagus Ibu bisa mengulangnya
kembali”
Mengajarkan cara menolak dengan
baik
“Jika ada yang menyuruh dan Ibu
tidak ingin melakukannya, katakan:
“Maaf saya tidak bisa melakukannya
karena sedang ada kerjaan.
Meminta pasien mengulang kembali
kegiatan yang telah dilatih
Coba Ibu praktikkan lagi cara
menolak yang baik.”
Memberikan penghargaan atas
keberhasilan pasien dalam
mengulang kembali tindakan yang
telah di ajarkan
“Bagus Ibu bisa mengulangnya
kembali”
Mengajarkan cara mengungkapkan
perasaan kesal dengan baik
“Jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal, Ibu dapat
mengatakan: Saya jadi ingin marah
karena perkataanmu itu.”
Meminta pasien mengulang kembali
kegiatan yang telah dilatih
“Coba Ibu praktikkan kembali.
Memberikan penghargaan atas
keberhasilan pasien dalam
mengulang kembali tindakan yang
telah di ajarkan

99
“Bagus Ibu”

4. Tahap terminasi 1. Evaluasi subjektif


“Bagaimana perasaan Ibu setelah
kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara
yang baik?”
2. Evaluasi objektif pada pasien
“Coba Bapak sebutkan lagi cara
bicara yang baik yang telah kita
pelajari.”
Berikan pujian atas apa yang telah
dicapai
“Bagus sekali, sekarang mari kita
masukkan dalam jadwal Berapa kali
sehari Ibu mau latihan bicara yang
baik? Bisa kita buat jadwalnya?”
Diskusikan rencana tindak lanjut
bersama pasien“Coba masukkan
dalam jadwal latihan sehari-hari,
misalnya meminta obat, uang. dll.
Bagus nanti dicoba ya Bu!”
3. Kontrak topik, tempat, dan waktu
untuk pertemuan selanjutnya
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita
bertemu?”
“Nanti kita akan membicarakan cara
lain untuk mengatasi rasa marah Ibu
yaitu dengan cara ibadah, Ibu
setuju? Mau dimana Bu? Di sini
lagi?
4. Salam terapeutik
“Baik sampai nanti ya.”

Sumber : Muhith, 2015

99

Anda mungkin juga menyukai