Anda di halaman 1dari 151

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DAN TN. N DENGAN FOKUS STUDI


RISIKO PERILAKU KEKERASAN PADA SKIZOFRENIA DI RSJ PROF. DR.
SOEROJO MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir


Pada program studi DIII Keperawatan Magelang

MEDIANA AGUSTI MAHARANI


NIM : P1337420515013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018
ii
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah gangguan alam: cara berpikir (cognitive),

kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa

merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang

berhubungan dengan fisik, mau dengan mental (Maramis, 2010). Skizofrenia

merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Kejadian skizofrenia pada

pria lebih besar daripada wanita. Kejadian tahunan berjumlah 15,2% per

100.000 penduduk. Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia

selama hidup mereka. Gejala Skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja

akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan

pada perempuan 25-35 tahun (Zahnia & Sumekar, 2016)

Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.

Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Artinya,

1-2 orang dari 1000 penduduk di Inonesia mengalami gangguan jiwa berat. Hal

ini diperburuk dengan minimnya pelayanan dan fasilitas kesehatan jiwa di

berbagai daerah Indonesia sehingga banyak penderita gangguan kesehatan

mental yang belum ditangani dengan baik (Riskesdas RI, 2013).

Hasil studi pendahuluan yang telah dilaksanakan pada Desember 2017

didapatkan data rekapitulasi pada bulan Januari hingga Oktober 2017 mengenai

jumlah pasien skizofrenia di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang klien sebanyak

1
2

2.592 klien, selain data julah klien didapatkan juga data rekap masalah

keperawatan bulan Januari-Oktober 2017 sebanyak 15.163 masalah

keperawatan. Sedangkan jumlah pasien dengan diagnosa utama Risiko

Perilaku Kekerasan dalam kurun waktu Januari-Oktober 2017 adalah 1054

orang. Di Bangsal Abiyasa pasien dengan diagnosa keperawatan risiko perilaku

kekerasan pada tanggal 1-12 Desember 2017 berjumlah 10 klien dengan

Diagnosa Keperawatan risiko perilaku kekerasan. Klien yang terdiagnosis

risiko perilaku kekerasan menempati urutan ke dua diagnosa keperawatan yang

sering muncul pada klien skizofrenia setelah gangguan persepsi sensori

halusinasi dengan jumlah pasien 102 orang.

Dari data rekapitulasi diatas di dapatkan dari komunikasi personal

dengan ditemukan fakta bahwa gangguan jiwa skizofrenia disebabkan dari

banyak hal dan klien sering keluar masuk rumah sakit karna putus obat.

Pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menyatakan

frekuensi pengobatan dan perawatan sebelumnya bervariasi antara 2 sampai 4

kali menjalani hospitalisasi (Adi, 2017). Sebanyak 5 orang klien mengatakan

kekambuhan disebabkan karena putus obat/obat habis atau jarang minum obat;

2 orang karena merasa kurang mendapatkan perhatian dari keluarga dan

lingkungan tempat tinggal; 2 orang karena sering dimarahi oleh orang tua; 1

orang karena ditelantarkan oleh keluarga dan menjadi gelandangan yang

tinggal di pasar, dan 2 orang karena masalah perceraian dengan istrinya

(Wijayanti, Sari, & Wibowo, 2016).


3

Perilaku kekerasan menjadi alasan keluarga untuk membawa klien ke

rumah sakit jiwa, dikarenakan pasien yang tidak dapat terkendali saat marah

dan dapat melukai siapapun termasuk dirinya sendiri. Perilaku pasiennya tidak

terkendali memicu keluarga termotivasi untuk mengantar pasien ke rumah sakit

jiwa (Pasaribu, Achi, Mustika, 2014).

Sebanyak 80% pasien dengan risiko perilaku kekerasan dibawa ke

rumah sakit jiwa karena kekambuhannya. Kekambuhan yang terjadi pada

pasien gangguan jiwa disebabkan oleh beberapa faktor yang diantaranya yaitu:

ketidakteraturan pasien untuk minum obat, kesalahan dokter memberikan dosis

obat, peran perawat yang kurang efektif dalam melaksanakan tugasnya, dan

ketidakmampuan keluaga. Kekambuhan dapat terjadi pada setiap jenis

gangguan jiwa salah satunya yaitu perilaku kekerasan. Putus obat merupakan

penyebab utama kekambuhan klien skizofrenia dimana klien berhenti

mengkonsumsi antipsikotik. Hasil penelitian didapatkan 74,35% mengalami

putus obat (Silitonga, Hamid, & Putri, 2014).

Dari hasil di lapangan terdapat kesenjangan dalam mengelola pasien

risiko perilaku kekerasan bahwa cara perawatan pada penderita skizofrenia

khususnya dengan masalah risiko perilaku kekerasan telah diberikan latihan

mengontrol perilaku kekerasan dengan relaksasi nafas dalam dan terapi

spiritual, pendampingan minum obat, dan juga penyaluran energi secara fisik

dengan melibatkan klien kepada aktivitas sehari-hari (menyapu, mengepel,

mencuci alat makan, dll). Penggunaan teknik kontrol fisik belum begitu efektif

karena tergantung pada pasien itu sendiri, biasanya pasien ada yang sungguh-
4

sungguh dan ada yang tidak sungguh-sungguh untuk mengendalikan dorongan

agresifnya sehingga perlu mendiskusikan bersama klien agar didapatkan

kesepakatan cara untuk mengontrol atau mengendalikan dorongan agresifnya

secara konstruktif agar pasien tidak melakukan perilaku kekerasan. Kemudian

apabila pasien sudah dapat dilakukan teknik Melihat permasalahan tersebut

penulis akan menyusun laporan kasus dengan judul “Asuhan keperawatan pada

skizofrenia dengan fokus studi pengelolaan risiko perilaku kekerasan Di RSJ

Dr. Soerojo Magelang” (Rekam Media RSJ Dr. Soerojo Magelang 2017).

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan klien skizofrenia dengan

fokus studi risiko perilaku kekerasan pada klien yang putus obat di RSJ Prof.

Dr. Soerojo Magelang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mendiskripsikan pengelolaan asuhan keperawatan klien dengan

masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan pada skizofrenia di RSJ

Prof. Dr. Soerojo Magelang.

2. Tujuan Khusus

Penelitian menggunakan teknik pendekatan keperawatan pada

pengelolaan kasus sehingga diharapkan dapat:

a. Mendiskripsikan pengkajian klien dengan masalah risiko perilaku

kekerasan pada skizofrenia.


5

b. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan klien dengan risiko perilaku

kekerasan pada skizofrenia.

c. Mendiskripsikan perencanaan tindakan keperawatan klien dengan

masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan pada skizofrenia.

d. Mendiskripsikan implementasi keperawatan klien dengan masalah

keperawatan risiko perilaku kekerasan pada skizofrenia.

e. Mendiskripsikan evaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah

keperawatan risiko perilaku kekerasan pada skizofrenia.

D. Manfaat Penelitian

Kerya Tulis Ilmiah ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Peneliti

Dapat memahami pengelolaan asuhan keperawatan klien dengan

masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan pada skizofrenia.

2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan

Dapat digunakan sebagai bahan informasi tambahan untu Asuhan

Keperawatan pada klien dengan masalah keperawatan risiko

perilaku kekerasan pada skizofrenia.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai gambaran nyata dari kasus klien dengan masalah

keperawatan risiko perilaku kekerasan pada skizofrenia sehingga

dapat digunakan sebagi bahan informasi tambahan kajian

keperawatan.
6

4. Bagi Pembaca

Dapat digunakan sebagai infoermasi gamabaran nyata keperawatan

klien dengan masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan pada

skizofrenia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep skizofrenia

1. Pengertian

Skizofrenia adalah sebagai penyakit neurologis yang

memengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku

sosialnya (Direja, 2011). Skizofrenia adalah satu penyakit yang

memengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi,

gerakan, dan perilaku yang aneh sebagai penyakit tersendiri, melainkan

diduga sebagai satu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak

jenis dengan berbagai gejala seperti jenis kanker (Videbeck, 2008).

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik ditandai dengan

disorganisasi pola pikir yang signifikan dan dimanifestasikan dengan

masalah komunikasi dan kognisi : halusinasi dan wahana, dan juga

penurunan fungsi yang signifikan (O’Brien,Kennedy & Ballard, 2014).

Istilah skizofrenia digantikan dengan demensia prekoks. Istilah tersebut

untuk menunjukan adanya perpecahan antara pikiran, emosi, dan perilaku

(Kaplan & Sadock, 2010)

7
8

2. Tipe-tipe skizofrenia

Tipe-tipe skizofrenia dibagi dalam 5 tipe atau kelompok yang

mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya didominasi hal-

hal berikut Hawari (2012) :

a. Skizofrenia Tipe Hebefrenik

Seorang yang menderita skizofrenia tipe Hibefrenik, disebut

juga disorganized typo atau “kacau balau” yang ditandai dengan

tanda-tanda antra lain:

1) Inkohorensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat

dimengerti apa maksudnya.

2) Alam perasaan (mood, affect) yang dapat tanpa ekspresi serta

tidak serasi (incongrous) atau ketolol-tololan (silly).

3) Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan (ginggling), senyum

yang menunjukkan rasa puas diri atau senyum yang hanya

dihayati sendiri.

4) Waham (delusion) tidak jelas dan tidak sistematik (terpecah-

pecah) tidak terorganisir sebagai suatu kesatuan.

5) Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak

terorganisir sebagai satu kesatuan.

6) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan

gerakan-gerakan aneh, berkelalar, pengucapan kaliama yang

diulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara

rkstrim dari hubungan sosial.


9

b. Skizofrenia Tipe Katatonik

Seseorang yang menderita skizofrenia tipekatatonik

menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:

1) Stupor Katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam

kreativitas terhadap lingkungan dan atau pengurangan dari

pergerakan atau aktivitas spontan sehingga nampak seperti

“patung”; atau diam membisu.

2) Negativisme Katatonik, yaitu suatu perlawanan yang

nampaknya tanpa motif terhadap semua perintah atau upaya

untuk menggerakkan dirinya.

3) Kekakuan (rigidity) Katatonik, yaitu mempertahankan suatu

sikap kaku terhadap semua upaya untuk menggerakkan dirinya.

4) Kegaduhan Katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik, yang

nampaknya tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan

luar.

5) Sikap Tubuh Katatonik, yaitu sikap yang wajar atau aneh.

c. Skizofrenia Tipe Paranoid

Seseorang yang menderita skizofrenia tipe paranoid

menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut :

1) Waham (delusion) kejar atau waham kebesaran, misalnya

kelahiran luar biasa, misi atau utusan sebagai penyelamat

bangsa, dunia atau agama, isi kenabian atau mesias, atau

erubahan tubuh. Waham cemburu juga biasanya diemukan.


10

2) Halusinasi yang mengandung isi kerajaan dan kebesaran.

3) Gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan

yang tidak menentu, kemarahan, suka bertengkar dan berdebat

dan tindak kekerasan.

d. Skizofrenia Tipe Residual

Tipe ini merupakan sisa-sisa (reside) dari gejala skizofrenia

yang tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul

dan mendatarserta tidak serasi, penarikan diri dari pergaulan sosial,

tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak rasional atau

pelonggaran asosiasi pikiran.

e. Skizofrenia Tipe Tak Tergolongkan

Tipe ini dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah

diuraikan dimuka, hanya gambaran kilasannya terdapat waham,

halusinasi, intoleransi, atau tingkah laku kacau.

3. Etiologi

Skizofrenia terjadi karena berbagai faktor yang turut berperan

dalam mempengaruhi munculnya penyakit tersebut. Namun secara

umum, faktor penyebab skizofrenia adalah :

a. Faktor Predisposisi

1) Teori Biologi

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang

berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif.


11

Faktor predisposisi secara biologi meliputi genetik dan

neurobiologi.

a) Faktor Genetik

Kebanyakan penelitian genetik berfokus pada

keluarga terdekat, seperti orang tua, saudara kandung, dan

anak-cucu untuk melihat apakah skizofrenia diwariskan atau

diturunkan secara genetik. Penelitian yang paling penting

memusatkan pada penelitian anak kembar Diana kembar

genetik berisiko lebih tinggi dari pada kembar

fraternal/pasangan. Pada anak-anak yang diadopsi dari orang

tua biologis dengan riwayat skizofrenia masih memiliki

resiko genetik dari orang tua biologis mereka (Videbeck,

2008).

b) Faktor Neuroanatomi

Pada penderita skizofrenia memiliki jaringan otak

yang relatif lebih sedikit; hal ini dapat memperlihatkan suatu

kegagalan perkembangan atau kehilangan jaringan

selanjutnya. CT-scan menunjukan pembesaran ventrikel otak

dan atrofi korteks otak. Penelitian Positron Emission

Tomography (PET) menunjukan bahwa ada penurunan

oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks

frontal otak. Riset secara konsisten menunjukan penurunan

volume otak dan fungsi otak yang abnornal pada area


12

temporal dan frontal individu penderita skizofrenia. Patologi

berkoleransi dengan tanda-tanda positif skizofrenia (lobus

temporalis) seperti psikosis dan tanda-tanda negatif (lobus

frontalis) seperti tidak memiliki kemauan atau motivasi dan

anhedonia (Videbeck, 2008).

c) Faktor Neurokimia

Penelitian teori neurokimia secara konsisten

memperlihatkan adanya perubahan sistem neurotransmiter

otak pada individu penderita skizofrenia. Tampaknya terjadi

malfungsi pada jaringan neuron yang mentransmisikan

informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel syaraf melalui

aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pascasinaptik di

sel-sel syaraf yang lain. Penelitian memperlihatkan kerja

dopamin, serotonin, norepineprin, asetilkolin, glutamat, dan

beberapa peptida neuromedular.

Teori neurokimia yang paling terkenal saat ini

mencakup dopamin dan serotonin. Teoni ini dikembangkan

berdasarkan dua tipe observasi. Obat-obatan yang

meningkatkan aktivitas pada sistem dopaminergik, seperti

amfetamin dan levodopa, kadang-kadang menyebabkan

reaksi psikotik paranoid yang sama dengan skizofrenia. Obat-

obatan yang menyekat reseptor dopamin pascasinaptik

mengurangi gejala psikotik; pada kenyataannya, semakin


13

besar kemampuan obat untuk menyekat reseptor dopamin,

semakin efektif obat tersebut dalam mengurangi gejala

skizofrenia (Videbeck, 2008).

d) Faktor Imunovirologi

Teori yang mengatakan bahwa perubahan patologi

otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan

oleh pajanan virus, atau respon imun tubuh terhadap virus

dapat mengubah fisiologi otak (Videbeck, 2008).

2) Teori Psikologi

Defisit perkembangan ego dan fungsi menyebabkan ego

yang tidak dapat menginterpretasikan realitas secara tepat.

Perkembangan gejala psikotik mengiakan ketidakmampuan

individu untuk membedakan antara pikiran dan realitas (O’Brien,

Kennedy & Ballard, 2014).

3) Sosial Budaya

Beberapa faktor mengatakan bahwa kemiskinan,

masyarakat, dan budaya dapat menyebabkan keidakmampuan

klien skizofrenia untuk mengikuti perkembangan dunia yang

semakin modern. Teori lain mengatakan bahwa stress yang

menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan

psikotik lain, tetapi tidak di yakini sebagai penyebab utama

gangguan.
14

b. Faktor Pencetus

Faktor presipitasi skizofrenia terjadi dari faktor biologis dan

gejala pemicu menurut Stuart (2013):

1) Biologis

Stressor biologis yang berhubungan dengan respons

neurobiologis maladatif meliputi:

a) Gangguan komunikasi dan putaran umpan balik otak, yang

mengatur proses informasi.

b) Gangguan pada menaknisme pintu masuk dalam otak

(komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit), yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif

menanggapi stimulus.

2) Lingkungan

Ambang tolerans terhadap stress yang ditentukan secara

biologis dengan stressor lingkungan untuk menentukan

terjadinya gangguan perilaku.

3) Pemicu Gejala

Pemicu merupakan prekusor dan stimuli yang sering

menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu yang

biasanya terdapat pad respon beurobiologis maladaptif yang

berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku

individu.
15

4) Penilaian Stressor

Stress, Penilaian individu terhadap stressor, dan masalah

coping dapat mengindikasi kemungkinan kekambuhan gejala.

Model diatesis stress menjelaskan bahwa gejala skizofrenia

muncul berdasarkan hubungan atara beratnya stress yang dialami

individu dan ambang toleransi terhadap stress internal.

5) Mekanisme Coping

Perilaku yang mewakili upaya melindungi klien dari

pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons

neurobiologis maladatif meliputi :

a) Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan

upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit

energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.

b) Proyeksi, sebagai upaya unuk menjelaskan kerancuan

presepsi.

c) Menarik diri.

Skizofrenia dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor

predisposisi (faktor penyebab) diantaranya adalah faktor

biologi yang terdiri dari faktor biologi dan neurobiologis,

psikologi, dan sosial budaya. Sedangkan faktor presipitasi

(faktor pencetus) skizofrenia adalah faktor biologis,

lingkungan, pemicu gejala, penilaian stressor, dan

mekanisme coping.
16

4. Tanda dan Gejala

Hawari (2012) menyebutkan tanda dan gejala skizofrenia antara lain :

a. Gejala Positif

1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional

(tidak masuk akal).

2) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada

rangsangan (stimulus).

3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi

pembicaraannya, misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat

diikuti alur pembicaraannya.

4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,

bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

5) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba

hebat dan sejenisnya.

6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada

ancaman terhadap dirinya.

7) Menyimpan rasa permusuhan.

b. Gejala Negatif

1) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran

alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

menunjukkan ekspresi.
17

2) Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau

bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day

dreaming).

3) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

5) Sulit dalam berpikir abstrak.

6) Pola pikir stereotip.

7) Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak

inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas,

monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan

nafsu).

Gejala positif Skizofrenia biasanya muncul pada episode akut,

sedangkan gejala negatif lenih menonjol pada stadium kronis (menahun).

Tidak jarang baik gejala positif maupun negatif saling berbaur,

tergantung pada stadium penyakitnya.

5. Rentan Respon Neurobiologis

Gejala psikosis menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak :

kognisi, perspsi, emosi, gerakan dan perilaku, dan sosialisasi yang saling

berhubungan (Stuart, 2013). Gambar2.1 merupakan gambaran rentang

respon yang berhungan dengan fungsi neurobiologik skizofrenia.


18

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang Gangguan pikiran


menyimpang / waham
Persepsi akurat
Reaksi emosional Halusinasi
Emosi konsisten
berlebihan atau
dengan Kesulitan
kurang
pengalaman memproses emosi
Perilaku aneh
Perilaku sesuai Ketidakteraturan
Menarik diri perilaku
Hubungan sosial
Isolasi sosial
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologis Skizofrenia Stuart (2013).

Risiko perilaku kekerasan tidak secara aksplisit terdapat dalam

rentang neurobiologis, tetapi reaksi emosional yang berlebihan dapat

memicu timbulnya perilaku kekerasan.

6. Psikopatologi

Skizofrenia disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor predisposisi

dan faktor pencetus. Faktor predisposisi meliputi faktor biologis, faktor

psikologis, dan faktor sosial budaya. Faktor pencetus antara lain dari

stressor biologis dimana klien mengalami gangguan dalam

berkomunikasi dan putaran umpan balik otak yang mengatur proses

informasi, sedangkan faktor pemicunya meliputi lingkungan, kesehatan,

sikap, sumber coping, dan mekanisme coping. Stressor pencetus dapat

menyebabkan kekambuhan atau membuat klien yang sudah mengalami

skizofrenia semakin parah (Stuart, 2013).


19

Respon maladaptif akan menimbulkan gejala negatif. Manifestasi

klinis dari gejala negatif yaitu munculnya anhedonia dan alogia.

Kecenderungan bicara yang sedikit dan tidak ada perasaan senang dalam

beraktifitas dan menjalani hidup, akan membuat individu menarik diri

dari lingkungannya yang akan berujung pada isolasi sosial. Respon

maladaptif akibat dari mekanisme koping yang tidak efektif akan

menimbulkan perasaan tidak peduli terhadap diri sendiri serta tidak

adanya keinginan untuk bertindak melakukan tugas-tugas akan

menyebabkan dirinya tidak terawat (tidak mampu menjaga keberhasilan

berpakaian, makan) dan harga diri rendah (Videbeck, 2008).

Gajala positif tersebut antara lain halusinasi memunculkan

masalah keperawatan perubahan persepsi sensori. Halusinasi dengan

adanya pengalaman panca indra tanpa rangsangan. Kemudian adanya

waham sehingga muncul masalah keperawatan proses pikir (Hawari,

2012). Jika individu tidak bisa mengontrol emosinya akan berisiko

mencederai diri sendiri maupun orang lain. Sehingga akan muncul

masalah keperawatan perilaku kekerasan (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

Adanya kekacauan alam pikir yang menyebabkan asosiasi bebas.

Kemudian mengarah pada echolalia neologism dan akan muncul masalah

keperawatan kerusakan komunikasi verbal (Stuart, 2013). Stressor

tersebut dapat muncul dari berbagai macam faktor. Faktor biokimia

tubuh seperti neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku

kekerasan, (epineprin, norepineprin, dopamine, asetilkolin dan serotonin)


20

sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem

persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang dianggap

mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui serabut efferent.

Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan

serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi

faktor terjadinya perilaku kekerasan (Yosep & Sutini, 2016).


21

Faktor Presipitasi: biologis,


Faktor predisposisi: factor biologis, faktor lingkungan, gejala pemicu,
psikologis, social budaya penilaian stressor, mekanisme
koping
Gangguan penilaian individu, kurang dukungan, dan mekanisme
coping tidak efektif

Menarik diri, proyeksi, regresi

MK Respon maladaptif

Ketidakefektifan
koping individu SKIZOFRENIA

Gejala negatif
Gejala positif

perasaan tidak peduli


Anhedonia
Halusinasi terhadap diri sendiri
kekacauan dan alogia
Waham serta tidak adanya
alam pikir kekacauan keinginan untuk
MK perilaku bertindak
Kecenderungan bicara
perubahan MK sedikit dan tidak ada
asosiasi
persepsi perilaku rasa senang MK
proses bebas
sensori menyimpang/
pikir Defisit
agitasi
echolalia Menarik Perawatan
neologism diri Diri

MK MK MK
Kerusakan Isolasi Harga diri
komunikasi verbal. Sosial rendah

menganggu MK
Perilaku kekerasan
menyenangkan

Gambar 2.2 .Skema Psikopatologi

Dikembangkan dari : Stuart, (2013); Videbeck,(2008); Hawari, (2012); Damaiyanti &


Iskandar, (2012); Yosep & Sutini, (2010).
22

7. Penatalaksanaan

Gangguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang

cenderung berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada

skizofrenia memerlukan waktu relative lama berbulan bahkan bertahun.

Hal tersebut dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan.

Perkembangan di dalam metode terapi penderita skizofrenia (dan juga

penderita psikosis lainnya) sudah demikian maju, sehingga penderita

tidak lagi mengalami pemasungan atau perawatan di rumah sakit jia

(mental Hospital) bertahun-tahun sehingga merupakan, “pasien

investaris”, bahkan ada yang tinggal hingga akhir hanyatnya.

Hingga saat ini belum ditemukan obat yang ideal. Masing-masing

jenis obat psikofarmaka memiliki kelebihan dan kekurangan selain efek

samping. Terdapat obat psikofarmaka yang lebih berkhasiat

menghilangkan gejala negatif daripada gejala positif atau sebaliknya, ada

juga yang lebih cepat menimbulkan efek samping dan lain sebagainya

(Hawari, 2012). Obat psikofarmaka yang ideal memenuhi syarat-syarat

antara lain :

a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relatif singkat.

b. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil.

c. Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif

maupun negatif skizofrenia.

d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat).

e. Tidak menyebabkan kantuk.


23

f. Memperbaiki pola tidur.

g. Tidak mmenyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi.

h. Tidak menyebabkan lemas otot.

i. Dan, kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal (single dose).

Penatalaksanaan yang dapat di jabarkan pada klien skizofrenia

dapat dilakukan dengan terapi psikofarmaka dan psikoterapi meliputi :

a. Managemen Psikofarmaka

1) Peran Perawat Dalam Pemberian Psikofarmaka

Peran perawat dalam penatalaksanaan obat di rumah

sakit jiwa menurut Yusuf (2015) sebagai berikut:

a) Mengumpulkan data sebelum pengobatan.

Dalam melaksanakan peran ini, perawat didukung

oleh latar belakang pengetahuan biologis dan perilaku. Data

yang perlu dikumpulkan antara lain riwayat penyakit,

diagnosis medis, hasil pemeriksaan laboratorium yang

berkaitan, riwayat pengobatan, jenis obat yang digunakan

(dosis, cara pemberian, waktu pemberian), dan perawat

perlu mengetahui program terapi lain bagi pasien.

Pengumpulan data ini agar asuhan yang diberikan bersifat

menyeluruh dan merupakan satu kesatuan.

b) Mengoordinasikan obat dengan terapi modalitas.

c) Hal ini penting dalam mendesain program terapi yang akan

dilakukan. Pemilihan terapi yang tepat dan sesuai dengan


24

program pengobatan pasien akan memberikan hasil yang

lebih baik.

d) Pendidikan kesehatan.

e) Pasien di rumah sakit sangat membutuhkan pendidikan

kesehatan tentang obat yang diperolehnya, karena pasien

sering tidak minum obat yang dianggap tidak ada

manfaatnya. Selain itu, pendidikan kesehatan juga

diperlukan oleh keluarga karena adanya anggapan bahwa

jika pasien sudah pulang ke rumah tidak perlu lagi minum

obat padahal ini menyebabkan risiko kekambuhan dan

dirawat kembali di rumah sakit.

f) Memonitor efek samping obat.

g) Seorang perawat diharapkan mampu memonitor efek

samping obat dan reaksi-reaksi lain yang kurang baik

setelah pasien minum obat. Hal ini penting dalam mencapai

pemberian obat yang optimal.

h) Melaksanakan prinsip-prinsip pengobatan

psikofarmakologi.

i) Peran ini membuat perawat sebagai kunci dalam

memaksimalkan efek terapeutik obat dan meminimalkan

efek samping obat karena tidak ada profesi lain dalam tim

kesehatan yang melakukan dan mempunyai kesempatan

dalam memberikan tiap dosis obat pasien, serta secara


25

terus-menerus mewaspadai efek samping obat. Dalam

melaksanakan peran ini, perawat bekerja sama dengan

pasien.

j) Melaksanakan program pengobatan berkelanjutan.

k) Dalam program pengobatan, perawat merupakan

penghubung antara pasien dengan fasilitas kesehatan yang

ada di masyarakat. Setelah pasien selesai dirawat di rumah

sakit maka perawat akan merujuk pasien pada fasilitas yang

ada di masyarakat misalnya puskesmas, klinik jiwa, dan

sebagainya.

l) Menyesuaikan dengan terapi nonfarmakologi.

m) Sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan

perawat, peran perawat dapat diperluas menjadi seorang

terapis. Perawat dapat memilih salah satu program terapi

bagi pasien dan menggabungkannya dengan terapi

pengobatan serta bersama pasien bekerja sebagai satu

kesatuan.

n) Ikut serta dalam riset interdisipliner

o) Sebagai profesi yang paling banyak berhubungan dengan

pasien, perawat dapat berperan sebagai pengumpul data,

sebagai asisten peneliti, atau sebagai peneliti utama. Peran

perawat dalam riset mengenai obat ini sampai saat ini

masih terus digali.


26

b. Terapi Psikofarmaka

Menurut Hawari (2012) psikofarmaka untuk mengobati skizofrenia

dibagi dalam dua golongan yaitu :

1) Golongan generasi pertama (typical)

Obat golongan typical khususnya berkhasiat dalam

mengatasi gejala positif skizofrenia, sedangkan pada gejala

negatif pemakaian golongan typical tidak memberikan respon.

Obat golongan typical tidak memberikan efek baik pada

pemulihan fungsi kognitif (kemampuan berpikir dan

mengingat). Selain itu, obat golongan typical juga sering

menimbulkan efek samping berupa gejala ekstra piramidal

(Extra-Pyramidal Symptoms/EPS) misalnya kedua tangan

gemetar (tremor), kekakuan alat gerak (kalau berjalan seperti

robot), otot leher kaku sehingga kepala yang bersangkutan

seolah-olah terpelintir atau “ketarik” dan lain sebagainya.

Pembagian obat anti psikotik digolongkan pada dua jenis diliat

pada tabel 2.1 dan 2.2

Tabel 2.1 Jenis obat anti psikotik generasi pertama (typical)

Nama Generik Nama Dagang


1. Chlorpromazine HCL Largactil, Promactil, Meprosetil
2. Trifluoperazine HCL Stelazine
3. Thioridazine HCL Melleril
4. Haloperidol Haldol, Grovotil, Serenace
Sumber : Hawari (2012)
27

2) Golongan generasi kedua (atypical)

Menurut Hawari (2012) dalam penelitiannya memperoleh

hasil bahwa obat atypical mampu mengatasi gejala positif dan

negatif, mencegah efek samping EPS dan memulihkan fungsi

kognitif.

Tabel 2.2 Jenis obat anti psikotik generasi kedua (atypical)

Nama Generik Nama Dagang


1. Risperidone Risperidal, Rizodal, Nophrenia
2. Paliperidone Invega
3. Clozapine Clozarile
4. Quetiapine Seroquel
5. Olanzapine Zyprexa, Olandoz, Remital
6. Aripiplazole Ability
Sumber : Hawari (2012)

Dari kedua jenis obat anti psikotik tersebut memiliki

nama generik dan nama dagang masing-masing. Serta memiliki

khasiatnya dan efek samping yang baik ataupun efek samping

yang dapat menimbulkan gejala eksternal piramidal, seperti

tangan kaku dan gemetar.

3) Efek samping

Dari berbagai jenis obat psikofarmaka tersebut efek

yang sering dijumpai meskipun relative jarang adalah extra

pyramidal syndrome (EPS) yang mirip dengan penyakit

Parkinson misalnya kedua tangan gemetar (tremor), kekakuan

alat gerak (berjalan seperti robot), otot leher kaku dan

sebagainya. Bila terdapat efek ekstra piramidal dapat diberi


28

penawarnya yaitu obat dengan nama generik Trihexpenidil

Hel, Benexhol Hel, Bomocriptine Mesilate (Hawari, 2012).

Tabel 2.3 efek samping obat

Obat Efek Efek samping


Chlorpromazine Mengurangi Mulut kering,
HCL hiperaktif, agresif, pandangan kabur,
agitasi konstipasi, sedasi,
hipotensi
ortostatik
Haloperidol Mengurangi Mulut kering,
halusinasi pandangan kabur,
konstipasi, sedasi,
hipotensi
ortostatik

Sumber : Hawari (2012)

B. Konsep Perilaku Kekerasan

1. Definisi Perilaku Kekerasan

Risiko perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana

seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,

baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh

gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu

stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2016).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada

dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh

gelisah yang tidak tekontrol Kusumawati & Hartono dalam (Direja, 2011).

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang

tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat


29

membahayakan/ menciderai diri sendiri, orang lain bahkan merusak

lingkungan (Prabowo, 2014).

2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan menurut Yosep

(2016) adalah:

1) Teori biologis

a) Neurologic Factor

Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,

neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran

memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan

yang akan mempengaruhi sifat agresif.

b) Genetic factor

Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,

menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Murakami

dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang

sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor

eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYX,

pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal

serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku

agresif.
30

c) Ritme Sirkadian

Irama sirkadian tubuh memegang peranan pada

individu. Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti

menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan

sekitar jam 9-13. Pada jam tertentu orang lebih mudah

terstimulasi untuk bersikap agresif.

d) Faktor biokimia

Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak

(epineprin, norepinepron, dopamin, asetilkolin dan serotonin)

sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem

persarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang

dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar

melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya

melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan

norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan

cerebrospinal vertebrata dapat menjadi faktor predisposisi

terjadinya perilaku agresif.

e) Brain area disorder

Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal,

sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit

ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap

perilaku agresif dan tindak kekerasan.


31

2) Teori psikologis

a) Teori psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh

riwayat tumbuh kembang seseorang (life span history). Teori

ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara

usia 0-2 tahun dimana anak dapat mendapat kasih sayang dan

pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung

mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan dewasa sebagai

kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya.

Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat

mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep

diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan

merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa

ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri perilaku tindak

kekerasan.

b) Imitation, modeling, and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang

dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh,

model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan

sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.

dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk

menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward

positif pula (makin baik belaiannya mendapat hadiah coklat).


32

Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-

masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah

dialaminya.

c) Learning theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu

terhadap lingkungan terdekatnya. Dengan mengamati

bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan

mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Dengan juga

belajar bahwa agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli,

bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis

dan patut untuk diperhitungkan.

b. Faktor presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan

seringkali berkaitan menurut Yosep (2016) dengan :

1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis

solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola,

geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi

sosial ekonomi.

3) Kesulitan dalam mengkonsumsi sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.


33

4) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat

dan alcoholism dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga.

3. Rentang Respon

Rentang respon pada perilaku kekerasan menurut Dermawan & Rusdi

(2013) yatiu terdapat beberapa respon, meliputi respon adaptif dan respon

maladaptif, yang dapat di jelaskan sebagai berikut :

a. Respon Adaptif

1) Pernyataan (Assertion)

Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau

mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan

atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan

kelegaan.

2) Frustasi

Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,

kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan

tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.


34

b. Respon Maladaptif

1) Pasif

Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk

mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari

suatu tuntutan nyata

2) Agresif

Perilaku yang menyertai marah merupakan dorongan individu

untuk menuntut suatu yang dianggapnya benar dalam bentuk

destruktif tapi masih terkontrol.

3) Amuk dan kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang

kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan (Prabowo, 2014). Stress, cemas, harga diri

rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan yang

dapat mengarahkkan pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah

bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun

internal (depresi dan penyakit fisik).

Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif,

mengunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa

menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega,

menurunkan ketegangan sehingga perasaan marah diekspresikan

dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan individu karena

merasa kuat. Cara demikian tidak menyelesaikan masalah, bahkan


35

dapat menimbulkan kemarahan berkepanjangan dan perilaku

dekstruktif.

Perilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan marah

dilakukan individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan

diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap.

Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang

lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaan destruktif yang

ditujukan kepada diri sendiri (Prabowo, 2014).

4. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada pasien dengan perilaku kekerasan menurut

Direja (2011) adalah sebagai berikut :

a. Fisik

Mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b. Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras, kasar, ketus.

c. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif.
36

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan, dan menuntut.

e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral, dan kreativitas terhambat

g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran

h. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu suka marah,

pandangan mata tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat, sering

pula memaksakan kehendak, merampas makanan dan memukul bila

tidak sengaja (Prabowo, 2014).

1) Motor agitation

Gelisah, modar-mandir, tidak dapat duduk tenang, otot

tegang, rahang mengencang, pernafasan meningkat, mata melotot,

pandangan mata tajam.


37

2) Verbal

Memberi kata-kata ancaman melukai, disertai melukai

pada tingkat ringan, bicara keras, nada suara tinggi, berdebat.

3) Efek

Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek labil, mudah

tersinggung.

4) Tingkat kesadaran

Bingung, kacau, perubahan status mental, disorientasi dan

daya ingat menurun.

5. Fase agresi

Pasien dengan perilaku kekerasan memiliki 6 siklus agresi menurut

Nurjannah (2008) yaitu :

a. Triggering Incidents

Fase ini ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul

agresi klien. Factor yang mungkin menjadi pemicu agresi meliputi :

provokasi, respon terhadap kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi

yang menyebabkan frustasi, dan harapan yang tidak terpenuhi.

b. Escalation Phase

Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat

disetarakan dengan respon fight or flight. Pada fase eskalasi

kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi tindakan kekerasan.

Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik bervariasi

misalnya : halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat,


38

kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.

Tujuan utama petugas kesehatan pada fase ini adalah untuk

menurunkan kemarahan dan kecemasan.

c. Crisis Point

Lanjutan dari fase eskalasi apabila negosiasi dan teknik de-

escalasion gagal mencapai tujuannya. Emosi menonjol yang

ditunjukkan oleh klien adalah permusuhan.

d. Settling phase

Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi

marahnya. Meskipun begitu, klien mungkin masih merasa cemas atau

marah, dan mempunyai risiko kembali ke fase awal.

e. Post Crisis Depresion

Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi

dan berfokus pada kemarahan dan kelelahan. Pada saat ini, intervensi

petugas kesehatan berfokus pada memperoleh informasi dari klien.

Kesempatan untuk meningkatkan insight seseorang terhadap

perilakunya tepat dilakukan pada fase ini.

f. Return to normal functioning

Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas,

depresi, dan kelelahan.

6. Mekasnisme Koping

Mekanisme koping yang dipakai pada klien marah menurut Stuart

(2013) antara lain :


39

a. Sublimasi, yaitu menerima suatu dorongan sasaran pengganti yang

mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang

mengalami hambatan penyalurannya secara normal.

b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau

keinginannya yang tidak baik

c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau

membahayakan masuk ke alam sadar.

d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila

diekspresikan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan

dan menggunakannya sebagai rintangan.

e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya

bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti pada

mulanya yang membangkitkan emosi itu.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan kekerasan

menurut Direja (2011) antara lain :

a. Menyerang atau menghindar

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan

sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epeneprin yang

menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil

melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster menurun,

pengeluaran urin dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga

meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek

yang cepat.
40

b. Menyatakan secara asertif

Perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat

mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara

fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu juga

dapat mengembangan diri.

c. Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik

perilaku untuk menarik perhatian orang lain.

d. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,

orang lain maupun lingkungan.

C. Manajemen Asuhan Keperawatan pada Skizofrenia dengan Fokus Studi

Risiko Perilaku Kekerasan

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan risiko perilaku kekerasan pada

skizofrenia menurut Dermawan & Rusdi (2013) :

a. Faktor predisposisi

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku

kekerasan adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.


41

1) Faktor biologis

a) Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan

disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat

kuat.

b) Psychosomatic theory (Teori Psikosomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis

terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.

Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk

mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.

2) Faktor Psikologis

a) Frustasion Aggression Theory ( Teori Agresif-Frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil

dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan

individu untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat.

Keadaan tersebut mendorong individu berperilaku agresif

karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku

kekerasan.

b) Behavior Theory (Teori Perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai

apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung.


42

c) Eksistensi Theory (Teori Eksistensi)

Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila

kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku

konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui

berperilaku destruktif.

3) Faktor Sosiokultural

a) Sosial Environment theory (Teori Lingkungan Sosial)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu

dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat

mendukung individu untuk merespon asertif dan agresif.

b) Sosial learning Theory (teori Belajar Sosial)

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung

maupun melalui proses sosialisasi.

b. Faktor presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap

individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar

(serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam

(putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta,

takut terhadap penyakit fisik dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang

terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan

kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.


43

c. Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien

sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme

koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya.

Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme

pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represi,

denial dan reaksi formasi.

d. Perilaku

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain

menyerang atau menghindar (fight or flight), menyatakan secra asertif

(assertiveness), memberontak (acting out) dan perilaku kekerasan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang didapat,

walaupun saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah

melakukan atau mempunyai riwayat perilaku kekerasan dan belum

mempunyai kemampuan mencegah / mengontrol perilaku kekerasan

tersebut (Dermawan & Rusdi, 2013).

Diagnosa perilaku kekerasan NANDA 2015-2017 diagnosa

perilaku kekerasan terdiri dari 2 macam yaitu:

a. Risiko Perilaku Kekerasan terhadap Orang Lain (kode: 00138)

Definisi : rentan melakukan perilaku yang individu menunjukkan

bahwa ia dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan/

atau seksual.
44

faktor risiko :

1) Bahasa tubuh negatif (misalnya postur tubuh kaku, mengepalkan

jari/mengunci rahang, hiperaktivitas, terburu-buru, cara berdiri

mengancam)

2) Gangguan fungsi kognitif

3) Gangguan neurologis (misalnya elektroensefalogram (EEG)

positif, trauma kepala, gangguan kejang)

4) Gangguan psikosis

5) Impulsif

6) Intoksikasi patologis

7) Kejam pada hewan

8) Ketersediaan senjata

9) Komplikasi perinatal

10) Komplikasi prenatal

11) Menyalakan api

12) Pelanggaran kendaraan bermotor (misalnya pelanggaran lalu lintas,

berkendara untuk melepaskan kemerahan)

13) Perilaku bunuh diri

14) Pola ancaman kekerasan (misalnya ancaman verbal terhadap orang/

masyarakat, ancaman sosial, sumpah serapah, membuat catatatan /

surat ancaman seksual)


45

15) Pola perilaku kekerasan antisosial (misalnya mencuri, meminjam

dengan paksaan, memaksa meminta hak istimewa, memaksa

mengganggu, menolak untuk makan / minum obat)

16) Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain (misalnya

memukul/menendang/meludahi/mencakar orang lain, melempar

objek/menggigit orang, menggigit seseorang, percobaan perkosaan,

pelecehan seksual, mengencingi/membuang kotoran pada orang

lain)

17) Riwayat melakukan kekerasan tak-langsung (misalnya merobek

objek di dinding, mengencingi / mengotori lantai dengan feses,

mengetuk-ngetuk kaki, temper tantrum, melempar objek,

memecahkan jendela, membanting pintu, agresif seksual)

18) Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga

19) Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak (misalnya fisik,

psikologis, seksual)

20) Riwayat penyalahgunaan zat

b. Risiko Perilaku Kekerasan terhadap Diri Sendiri (kode: 00140)

Definisi : rentan melakukan perilaku yang individu menunjukkan

bahwa ia dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional,

dan atau seksual.

Faktor risiko :

1) Gangguan psikologis

2) Ide bunuh diri


46

3) Isolasi sosial

4) Isyarat perilaku (misalnya menulis catatan cinta yang sedih,

menunjukkan pesan kemarahan pada orang terdekat yang telah

menolak dirinya, memberikan benda pribadi kepada orang lain,

mengambil polis asuransi jiwa yang besar)

5) Konflik hubungan interpersonal

6) Konflik orientasi seksual

7) Kurang sumber personal (misalnya pencapaian, wawasan, efek

buruk dan tidak terkendali)

8) Masalah kesehatan fisik

9) Masalah kesehatan mental (misalnya depresi, psikosis, gangguan

kepribadian, penyalahgunaan obat)

10) Masalah pekerjaan (misalnya menganggur, kehilangan/kegagalan

pekerjaan yang sekarang)

11) Menjalani tindakan seksual autoerotik

12) Pekerjaan (misalnya eksekutif, administrator/pemilik bisnis,

professional, pekerjaan semi terampil)

13) Petunjuk verbal (misalnya bicara tentang kematian, “ lebih baik

bila tanpa saya”, mengajukan pertanyaan tentang dosis obat

mematikan)

14) Pola kesulitan dalam keluarga (misalnya kekacauan atau konflik,

riwayat bunuh diri)

15) Rencana bunuh diri


47

16) Riwayat upaya bunuh diri berulang

17) Status pernikahan (misalnya lajang, janda, cerai)

18) Usia lebih dari 45 tahun

19) Usia 15-19 tahun

3. Intervensi Keperawatan pada pasien

a. Tujuan

1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda - tanda perilaku kekerasan.

3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah

dilakukannya.

4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukannya.

5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku

kekerasannya.

6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara

fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

b. Tindakan

Intervensi pada pasien dengan masalah risiko perilaku

kekerasan pada Skizofrenia menurut Yosep (2016) diantaranya :

1) Bina Hubungan Saling Percaya

Dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman

saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan dalam membina

hubungan saling percaya adalah : mengucapkan salam terapeutik,


48

berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, dan membuat

kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.

2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini

dan yang lalu

3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi perilaku kekerasan

a) Penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu

b) Perasaan pasien jika terjadi perilaku kekerasan

c) Perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

d) Akibat perilakunya

4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan pada saat marah secara : verbal, terhadap orang lain,

terhadap diri sendiri, dan terhadap lingkungan.

5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.

6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan

secara :

a) Fisik : pukul kasur dan bantal, tarik nafas dalam

b) Obat

c) Sosial/verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya

d) Spiritual : sholat/ berdoa sesuai dengan keyakinan pasien

7) Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

a) Latihan nafas dalam dan memukul kasur-bantal dan aktivitas

sehari-hari. Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai

aktivitas seperti : membaca dan group program yang dapat


49

mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan

adaptasi sosial.

Dalam mengaplikasikan strategi pelaksanaan (SP) penyaluran

energi dengan aktivitas sehari-hari terdapat beberapa tahap :

1) Diawali dengan komunikasi terapeutik.

2) Tanyakan kepada klien kesediaan mempelajari cara baru untuk

mengontol marah.

3) Dilanjutkan dengan diskusi jenis aktivitas yang akan dilakukan

meliputi tujuan, manfaat, alasan memilih kegiatan tersebut dan cara

melakukan kegiatan.

4) Bantu klien memilih aktivitas yang tepat.

5) Bantu menstimulasikan / mendemonstrasikan kegiatan yang dipilih

6) Beri pujian positif atas keberhasilan yang dicapai

7) Anjurkan melakukan kegiatan tersebut saat marah

b) Susun jadwal latihan nafas dalam dan memukul kasur-bantal

dan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan klien dan fasilitas

yang ada di bangsal

8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/ verbal

a) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak

dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan

dengan baik

b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal


50

9) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

a) Latihan mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa

b) Buat jadwal latihan sholat dan berdoa

10) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum

obat

Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima

benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara mium obat,

benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan

guna obat dan akibat berhenti minum obat. Susun jadwal minum

obat secara teratur.

11) Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi mengontrol perilaku kekerasan.

c. Evaluasi

Untuk mengukur apakah tujuan dan kriteria sudah tercapai,

beberapa indikator untuk evaluasi perilaku positif menurut Yosep

dalam Muhith (2015) yaitu:

1) Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien

2) Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang

tersebut

3) Sudahkah klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya

pada yang lain

4) Buatlah komentar yang kritikal


51

5) Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang

berbeda

6) Mampu beraktifitas fisik untuk penyaluran energi

7) Mampu mentoleransi rasa marah

8) Konsep diri klien meningkat

9) Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat

4. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Terapi aktivitas kelompok yang dapat diberikan untuk pasien

dengan perilaku kekerasan menurut Dermawan & Rusdi (2013) adalah

TAK stimulasi sensori yang terbagi dalam beberapa sesi yaitu :

a. Sesi 1 : mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

b. Sesi II : mencegah perilaku kekerasan fisik

c. Sesi III : mencegah perilaku kekerasan sosial

d. Sesi IV : mencegah perilaku kekerasan spiritual

e. Sesi V :mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengkonsumsi

obat.
BAB III
METODE PENULISAN

A. Rancangan Penelitian

Metode penulisan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode

deskriptif, dengan pemaparan kasus dan menggunakan pendekatan proses

keperawatan dengan memfokuskan pada salah satu masalah penting dalam

kasus yang dipilih yaitu asuhan keperawatan pada skizofrenia dengan fokus

studi pengelolaan risiko perilaku kekerasan di RSJ Prof dr. Soerojo

Magelang.

B. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan dua responden (klien) dengan

skizofrenia, dimana memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus dipenuhi setiap

masing-masing anggota populasi yang akan dijadikan sampel. Pada

penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi yaitu:

a. Klien rawat inap di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang,

b. Klien dengan Diagnosa Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan,

c. Kooperatif dan bisa diajak kerjasama,

d. Tingkat risiko perilaku kekerasan dengan skala 4-9 di pengkajian

risiko perilaku kekerasan,

e. Bersedia mejadi responden.

52
53

2. Kriteria eksklusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota populasi yang tidak

bisa dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Pada penelitian ini yang

menjadi kriteria eksklusi yaitu :

a. Klien yang mengalami sakit secara fisik,

b. Klien yang pada saaat itu sedang melakukan perilaku kekerasan.

C. Fokus Studi

Asuhan keperawatan pada klien skizofrenia dengan fokus studi risiko

perilaku kekerasan pada klien yang putus obat di RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang.

D. Definisi Operasional Fokus Studi

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau tahap-tahap kegiatan

dalam praktik keperawatan yang diberikan kepada pasien dalam berbagai

tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan pada klien skizofrenia

dengan masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan merupakan pemecahan

masalah keperawatan, dengan cara melakukan pengkajian, penetapan

diagnose, menyusun rencana tindakan keperawatan, mengimplementasi, dan

mengevalusi tindakan yang sudah dilakukan kepada klien rawat inap di RSJ

Prof. Dr. Soerojo Magelang yang mengalami masalah keperawatan risiko

perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan ini akan dilakukan selama 5 hari.

Beberapa tindakan yang dilakukan dalam pemecahan masalah keperawatan

risiko perilaku kekerasan adalah dengan cara membina hubungan saling

percaya, mengontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2 yaitu nafas dalam,

terapi aktivitas, dan kolaborasi pemberian obat.


54

E. Instrumen Penelitian

Alat atau instrumen pengumpulan data yang digunakan untuk

menumpulkan data pada studi kasus ini adalah lembar atau format instrumen

pengkajian risiko perilaku kekerasan, format pengkajian risiko perilaku

kekerasan, dan format pengkajian gangguan jiwa, dibantu dengan melihat

beberapa data dari data dokumentasi klien.

F. Tempat dan Waktu

Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien skizofrenia dengan fokus

studi risiko perilaku kekekrasan di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Bangsal

Abiyasa pada 8-12 Januari 2018.

G. Pengumpulan Data

Dalam studi kasus ini terdapat langkah pengumpulan data yaitu sebagai

berikut:

1. Meminta izin secara tertulis ke Kesbangpol Kota Magelang untuk

melakukan studi pendahuluan dan studi kasus di RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang yang ditujukan kepada Direktur RSUD RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang.

2. Meminta izin secara tertulis kepada Direktur RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang untuk melakukan studi pendahuluan.

3. Melakukan studi pendahuluan dengan menyerahkan surat ijin dari diklat

kebagian instalasi Rekam Medis RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang,

kemudian mendapat data yang diinginkan.

4. Melakukan anamnesa dan observasi secara langsung dengan responden.


55

5. Menentukan prioritas masalah keperawatan dari data yang diperoleh,

kemudian menyusun perencanaan manajemen terapi aktivitas dan

edukasi obat pada klien risiko perilaku kekerasan.

6. Melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan berupa

mengajarkan nafas dalam, terapi aktivitas dan kolaborasi pemberian obat.

7. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan dengan hasil klien mampu

mengontrol marah dan mau melakukan aktivitas serta bersedia untuk

minum obat secara teratur.

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Melakukan wawancara atau anamnesa secara langsung dengan

klien tentang keluhan dan penyakitnya. Kemudian melakukan diskusi

dengan tim medis berhubungan dengan penanganan klien perilaku

kekerasan dengan fokus studi manajemen nafas dalam, terapi aktivitas,

dan kolaborasi dalam pemberian obat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

2. Observasi langsung

Melakukan pengamatan langsung pada keadaan klinis klien dan

mencatat hasil tindakan asuhan keperawatan teknik nafas dalam, terapi

aktivitas dan kolaborasi pemberian obat yang diberikan pada klien

skizofrenia dengan focus studi risiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr.

Soerojo Magelang.
56

3. Pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan fisik kepada klien, dengan melihat apakah

adanya keluhan penyakit fisik yang dialami oleh klien.

4. Studi dokumentasi

Menggunakan berbagai sumber catatan medis serta hasil

pemeriksaan penunjang yang relevan dengan masalah keperawatan risiko

perilaku kekerasan pada klien skizofrenia seperti pengkajian dan analisa

hasil tentang masalah yang dialami oleh klien.

H. Analisis dan Penyajian Data

Analisis data dimulai dengan mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori lalu di masukkan dalam pembahasan. Teknik

analisis yang digunakan dengan membuat narasi yang diperoleh dari hasil

wawancara yang telah mengacu pada pengkajian, sehingga mempermudah

dalam hal menentukan prioritas masalah sesuai dengan keluhan klien.

Kemudian menentukan diagnosa keperawatan dan menyusun rencana

keperawatan untuk mengatasi masalah. Selanjutnya, melakukan tindakan

keperawatan sesuai dengan respon klien dan mengevaluasi keadaan klien

sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Data disajikan secara narasi

dan juga dengan ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan

pendukung data.

Analisis data yang dilakukan adalah untuk menilai kesenjangan antara

teori dan respon serta pelaksanaan pada klien risiko perilaku kekekrasan
57

dengan fokus studi manajemen nafas dalam dan kolaborasi peberian obat yang

telah dipilih menjadi objek penelitian.

I. Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas

responden akan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap responden. Dalam

penelitian ini mencakup beberapa hal mengenai etika yang ditekankan, yaitu

sebagai berikut:

1. Anonimity (tanpa nama)

Dalam studi kasus ini penulis menggunakan nama inisial klien

untuk menjaga keamanan dan keselamatan klien.

2. Informed Consent (persetujuan menjadi klien)

Bentuk persetujuan untuk menjadi klien dilakukan secara tertulis

sehingga tidak ada dorongan atau paksaan dari orang lain.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Data klien digunakan hanya sebagai studi kasus dalam pengelolaan

klien risiko perilaku kekekrasan. Kerahasiaan informal respon dan

dijamin oleh peneliti dan hanya data-data tertentu yang akan dilaporkan

sebagai hasil penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan pengelolaan asuhan

keperawatan, peneliti melakukan pendekatan selama 5 hari ya itu pada tanggal

8 januari sampai 12 januari 2018 di Bangsal Abiyasa RSJ Prof. Dr. Soerojo

Magelang. Ada 5 tahap penggelolaan yang dilakukan yaitu pengkajian

(anamnesa), perumusan diagnosa keperawatan, perencaan (intervensi),

pelaksaan (implementasi), dan evaluasi keperawatan pada 2 pasien yang

memiliki diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan dan meiliki riwayat

putus obat pada Tn. S dan Tn.N. Semua data yang diperoleh berdasarkan

observasi, dan diperloleh dari data catatan rekam medis pasien.

1. Biodata klien

a. Klien 1
Klien pertama yaitu Tn. S berumur 60 tahun, berjenis kelamin

laki-laki, beragama islam, dan saat ini klien bekerja sebagai kuli batu

dan pendidikan terakhir klien adalah SMP, bertempat tinggal di

Wonosobo. Tn.S masuk ke RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang pada

tanggal 15 Desember 2017 diantar oleh keluarga dan dinas sosial. Saat

ini klien di diagnosa oleh dokter dengan diagnosa medis F20.3

(skizofrenia tidak terinci). Nomor rekam medis klien yaitu

0037XXXX. Penanggung jawab Ny. D, berumur 58 tahun, hubungan

dengan klien adalah istri.


58
59

b. Klien 2
Klien kedua yaitu Tn.N berumur 70 tahun, berjenis kelamin

laki-laki, beragama islam, saat ini klien tidak bekerja dan pendidikan

terakhir klien adalah SMP, bertempat tinggal di Banjarnegara. Tn.N

masuk ke RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang pada tanggal 20 Desember

2017 diantar oleh keluarga dan dinas sosial. Saat ini klien di diagnosa

oleh dokter dengan diagnosa medis F20.3 (skizofrenia tidak terinci).

Nomor rekam medis klien yaitu 0035XXXX. Penanggung jawab Tn.J

berumur 60 tahun, hubungan dengan klien adalah adek kandung.

2. Pengkajian

a. Riwayat keperawatan

1) Alasan masuk

a) Klien 1
Klien dibawa ke RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang oleh

keluarga dan dinas sosial pada tanggal 15 Desember 2017

disebabkan klien marah karena keinginannnya tidak terpenuhi,

mengotori semua pakaiannya dengan air kencing dan hampir

melempari batu anak kecil karena mengejeknya gila, klien juga

sudah putus obat sejak 1 bulan.

b) Klien 2
Klien dibawa ke RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang oleh

keluarganya pada tanggal 20 Desember 2017 disebabkan anak

klien ditipu orang, klien tidak terima dan marah-marah, klien

juga sudah telat minum obat sejak 1 bulan yang lalu.


60

2) Faktor predisposisi

a) Klien 1

Klien sebelumnya pernah dirawat di RSJ Prof. dr.

Soerojo Magelang 3 kali dan ini perawatan untuk yang ke 4

kalinya. Klien tidak pernah mengalami aniaya fisik, baik

kecelakaan maupun trauma benda keras di kepala. Dari keluarga

klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.

b) Klien 2

Klien sebelumnya pernah dirawat di RSJ sebanyak 5 kali

di RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang. Klien tidak pernah

mengalami aniaya fisik, baik kecelakaan maupun trauma benda

keras di kepala. Dari keluarga klien tidak ada yang mengalami

gangguan jiwa.

3) Faktor presipitasi

a) Klien 1

Klien mengalami putus obat selama 1 bulan karena

masalah ekonomi dan klien sering marah-marah apabila

keinginannya tidak terpenuhi.

b) Klien 2

Klien mengalami putus obat selama 1 bulan karena klien

menolak untuk berobat kembali.


61

b. Pemeriksaan fisik

1) Klien 1

Pengkajian pada tanggal 8 januari 2018, didapatkan data

pemeriksaan sebagai berikut, tekanan darah 150/90 mmHg, suhu

36,5 °C, nadi 86x permenit, respirasi 20x permenit, berat badan 58

kg dan tinggi badan 165 cm.

2) Klien 2

Pengkajian pada tanggal 8 januari 2018, didapatkan data

pemeriksaan sebagai berikut, tekanan darah 160/80 mmHg, suhu

36,5 °C, nadi 80x permenit, respirasi 20x permenit, berat badan 60

kg dan tinggi badan 169 cm.

c. Psikososial

1) Klien 1

Berdasarkan pengkajian, genogram keluarga Tn. S sebagai berikut:

Gambar 4.1 Genogram keluarga Tn.S


62

Keterangan :
: Laki-laki : Tinggal satu
rumah
: Perempuan : Anggota
Keluarga
: Menikah Meninggal
: Klien : Bercerai

Tn.S merupakan anak ke pertama dari 2 bersaudara. Klien

tinggal bersama istrinya, memiliki 2 anak laki-laki dan perampuan,

anak Tn.S sudah menikah dan tinggal di rumah masing-masing.

Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita gangguan jiwa.

Pengkajian dari segi psikososial, penulis mendapatkan data

tentang konsep diri klien bersyukur mempunyai anggota tubuh

yang lengkap, tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai. Klien

bekerja sebagai kuli batu. Berdasarkan pengkajian mengenai

hubungan sosial klien, orang yang paling dekat dengan klien yaitu

istrinya. Klien beragama islam dan yakin akan adanya Allah. Saat

berada di bangsal klien rajin beribadah.


63

2) Klien 2

Berdasarkan pengkajian genogram keluarga Tn.N sebagai berikut:

Gambar 4.2 Genogram Keluarga Tn.N

Keterangan :
: Laki-laki : Tinggal satu
rumah
: Perempuan : Anggota
Keluarga
: Menikah Meninggal
: Klien : Bercerai

Tn.N merupakan anak ke pertama dari 3 bersaudara. Klien

tinggal bersama istrinya, klien memiliki 2 anak laki-laki dan sudah

menikah semua, tinggal di rumah masing-masih tidak bersama

klien. Dalam keluarga klien tidak ada yang menderita gangguan

jiwa.

Pengkajian dari segi psikososial, penulis mendapatkan data

tentang konsep diri klien bersyukur mempunyai anggota tubuh


64

yang lengkap, tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai. Karena

usia klien yang sudah tua, klien tidak bekerja dan hanya berdiam

diri di rumah. Berdasarkan pengkajian mengenai hubungan sosial

klien, orang yang paling dekat dengan klien yaitu istrinya. Klien

tidak memiliki peran atau posisi di masyarakat . klien jarang

berbaur dengan masyarakat sekitar. Klien beragama islam dan

yakin akan adanya tuhan. Saat berada di bangsal klien beribadah

namun tidak 5 waktu.

d. Status mental

1) Klien 1
Pengkajian status mental dengan diagnosa risiko perilaku

kekerasan difokuskan pada observasi aktifitas motorik dan interaksi

selama wawancara. Data yang didapatkan yaitu:

a) Penampilan
Penampilan klien memakai baju tampak kurang rapih,
kancing baju terpasang dengan tidak sesuai. Rambut klien botak,
potongan jenggot dan kumis kurang rapi, klien memakai sandal
jepit benar dan sedikit kotor bersih. Kondisi tubuh kurang
bersih, kuku pendek dan sedikit kotor dan gigi kurang bersih.

b) Pembicaraan
Pembicaraan klien selama berinteraksi dengan peneliti

cenderung berbicara dengan nada suara keras dan cepat. Klien

mudah untuk diajak berinteraksi dan memiliki banyak topik

pembicaraan, namun kurang fokus pada 1 topik pembicaraan.


65

c) Aktifitas motorik

Tn.s dalam aktifitas motoriknya tampak tegang dan

postur tubuh kaku.

d) Alam perasaan

Tn.S mengatakan marah apabila keinginannya tidak

terpenuhi dan mengingat anak-anaknya sudah mengejeknya

orang gila, saat ia keluar rumah.

e) Afek
Saat peneliti melakukan interaksi dengan Tn.S,

memberikan respon sesuai dengan topik yang dibicarakan, tetapi

kadang tidak fokus pada 1 pembicaraan. Klien mudah

tersinggung apabila ditanyai mengenai kenapa Tn.S bisa masuk

ke RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Kontak mata sering beralih.

f) Persepsi
Klien tidak memiliki gangguan persepsi.

g) Proses pikir
Klien tidak mengalami gangguan pada proses pikirnya.

h) Isi pikir
Isi pikir klien berisi kemarahan kepada keluarganya dan

warga sekitar rumahnya, karena apabila klien mempunyai

keinginan dan tidak terpenuhi klien akan marah-marah dan

mengotori semua pakaiaanya dengan air kencing.


66

i) Tingkat kesadaran
Pada saat peneliti melakukan interaksi dengan Tn.S,

klien dalam keadaan sadar, klien terkadang tampak bingung

mondar-mandir. Tidak memiliki gangguan orientasi pada waktu,

orang lain maupun tempat.

j) Memori
Tn.S tidak mengalami gangguan memori jangka pendek

maupun jangka panjang. Klien dapat mengingat nama-nama

perawat dan teman satu bangsal dengan benar.

k) Tingkat konsentrasi dan berhitung


Pada saat berintraksi dengan peneliti konsentrasi klien

mudah beralih. Dapat menjawab pertanyaan dengan baik.

l) Kemampuan penilaian
Klien tidak memiliki gangguan kemampuan penilaian.

m) Daya tilik diri


Klien terkadang menyalahkan orang lain atas apa yang

menjadi kesalahnya.

n) Fase agresi
Klien dalam fase agresif settling fase, karena klien telah

melakukan perilaku kekerasan namun masih merasa marah

digunakan kuisioner pengkajian perilaku kekerasan

(Nurjannah,2007) dengan hasil skor 7 yang berarti Tn.S masuk

dalam kategori risiko perilaku kekerasan sedang, serta format

pengkajian RPK (Nurjannah, 2018) didapatkan nilai klien 5

dengan kesimpulan dilakukan tindakan pencengahan sedang.


67

2) Klien 2
Pengkajian status mental dengan diagnosa risiko perilaku

kekerasan difokuskan pada observasi aktifitas motorik dan interaksi

selama wawancara. Data yang didapatkan yaitu:

a) Penampilan
Penampilan klien memakai baju tampak kurang rapih,

kancing baju terpasang dengan tidak sesuai. Klien sering

menggunakan peci sejak awal masuk wisma abiyasa rambut

rapi, tidak memiliki jenggot dan kumis, klien memakai sandal

jepit benar dan sedikit kotor. Kondisi tubuh kurang bersih,

kuku pendek dan sedikit kotor dan gigi kurang bersih.

b) Pembicaraan
Pembicaraan klien selama berinteraksi dengan peneliti

cenderung berbicara dengan nada suara keras dan cepat. Klien

mudah untuk diajak berinteraksi dan memiliki banyak topik

pembicaraan, namun kurang fokus pada 1 topik pembicaraan.

c) Aktifitas motorik
Aktifitas motorik Tn.N tampak tegang, pandangan mata

tajam dan klien tampak gelisah mondar-mandir.

d) Alam perasaan
Tn.N mengatakan marah apabila mengingat orang yang

telah menipu anaknya, klien merasa tidak terima.

e) Afek
Saat peneliti melakukan interaksi dengan Tn.N,

memberikan respon sesuai dengan topik yang dibicarakan,


68

tetapi kadang tidak fokus pada 1 pembicaraan. Klien mudah

tersinggung apabila ditanyai mengenai kenapa Tn.N bisa

masuk ke RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang. Kontak mata sering

beralih dan tatapan tajam.

f) Persepsi
Tn.N tidak memiliki gangguan persepsi pendengaran

dan penglihatan.

g) Proses pikir
Klien tidak memiliki gangguan pada proses pikir.

h) Isi pikir
Isi pikir klien memiliki kemarahan kepada orang yang

sudah menipu anaknya, membuat dia jengkel dan tidak terima.

i) Tingkat kesadaran
Saat peneliti melakukan interaksi dengan klien dalam

keadaan sadar dan bingung. Klien mengalami disorientasi

waktu.

j) Memori
Klien mengalami gangguan dalam mengingat jangka

pendek dibuktikan dengan klien mengalami kesulitan dalam

mengingat nama perawat dan teman satu bangsal.

k) Tingkat konsentrasi dan berhitung


Tingkat konsentrasi Tn.N saat diajak berinteraksi

mudah beralih. Klien mengalami gangguan dalam berhitung.

l) Kemampuan penilaian
Klien tidak memiliki gangguan kemampuan penilaian.
69

m) Daya tilik diri


Klien menyalahkan orang lain atas apa yang dialaminya

saat ini. Klien saat ini menyalahkan orang yang telah menipu

anaknya hingga bangkrut, dan Tn.N merasa tidak terima.

n) Fase Agresi
Klien dalam fase agresif settling fase, karena klien telah

melakukan perilaku kekerasan namun masih merasa marah

digunakan kuisioner pengkajian perilaku kekerasan

(Nurjannah,2007) dengan hasil skor 8 yang berarti Tn.N masuk

dalam kategori risiko perilaku kekerasan sedang, serta format

pengkajian RPK (Nurjannah, 2018) didapatkan nilai klien 5

dengan kesimpulan dilakukan tindakan pencengahan sedang.

e. Kebutuhan persiapan pulang


1) Klien 1
Pemenuhan kebutuhan persiapan pulang klien tidak

mengalami hambatan, secara umum klien dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara mandiri. Untuk kebutuhan makan 3 kali

sehari, mandi 2 kali sehari, BAB / BAK, gosok gigi, berpakaian dan

minum obat klien dapat melakukan dengan mandiri. Klien

mengetahui tata cara minum obat dengan bimbingan perawat. TN.S

mengikuti pemeliharaan kesehatan yang ada dibangsl dan bersedia

diperiksa oleh dokter. Pasien jarang tidur siang, untuk tidur malam

pasien tidur dari pukul 20.00 - 04.30 WIB.


70

Kegiatan Tn.S ketika dirumah setiap hari yaitu sebagai

tukang batu dan dapat membersihkan lingkungan, menyapu,

mengepel serta mencuci piring dan mengikuti kegiatan yang

diselenggarakan seperti senam pagi, pengajian, jalan-jalan dan TAK

(terapi aktifitas kelompok). Klien juga mau mengikuti kegiatan

rehabilitasi sesuai dengan hobinya yaitu sepak bola.

2) Klien 2
Pemenuhan kebutuhan persiapan pulang pada Tn.N tidak

mengalami hambatan, secara umum klien dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya secara mandiri. Untuk kebutuhan makan 3 kali

sehari, mandi 2 kali sehari, BAB / BAK, gosok gigi, berpakaian dan

minum obat klien dapat melakukan dengan mandiri. Klien

mengetahui tata cara minum obat dengan bimbingan perawat,

walaupun klien memiliki keterbatasan dalam mengingat. Tn.N

mengikuti pemeliharaan kesehatan yang ada dibangsl dan bersedia

diperiksa oleh dokter. Pasien jarang tidur siang, untuk tidur malam

pasien tidur dari pukul 20.00 - 04.30 WIB.

Kegiatan Tn.N ketika dirumah setiap hari yaitu

membersihkan lingkungan, menyapu, mengepel dan mencuci piring

dan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan seperti senam pagi,

pengajian, jalan-jalan dan TAK (terapi aktifitas kelompok). Klien

juga mau mengikuti kegiatan rehabilitasi sesuai dengan hobinya

yaitu jalan santai.


71

f. Mekanisme koping
1) Klien 1
Berdasarkan catatan keperawatan, Tn.S bersedia

menceritakan masalahnya kepada perawat, klien dapat

mengungkapkan masalahnya secara verbal dengan baik, namun

tidak mampu mengendalikan dorongan agresinya.

2) Klien 2
Tn.N bersedia mengungkapkan masalah yang dialiminya

secara verbal dengan baik kepada perawat. Saat klien mulai marah

cenderung mengomel dan mengamuk.

g. Masalah psikososial dan lingkungan


1) Klien 1
Selama dirawat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang Tn.S

dijenguk oleh keluarganya dua minggu sekali. Hubungan Tn.S

dengan perawat dan pasien lain baik.

2) Klien 2
Selama dirumah sakit klien pernah dijengguk sekali oleh

keluarganya. Hubungan Tn.N dengan perawat dan pasien lain baik,

apabila ada perasaan yang tidak nyaman klien selalu

mengkomunaikasikan dengan perawat.

h. Pengetahuan
1) Klien 1
Tn.S sudah diberikan informasi mengenai teknik-teknik

mengontrol emosi dengan teknik nafas dalam serta cara spiritual


72

istigfar, dan obat yang diminumnya, namun klien sering masih lupa

hanya mengingat berapa jenis yang diminum.

2) Klien 2
Tn.N sudah diberikan informasi mengenai teknik-teknik

mengontrol emosi dengan cara, nafas dalam serta cara spiritual

istigfar dan kepatuhan dalam minum obat. Namun klien masih

sering diingatkan untuk minum obat.

i. Aspek medis
1) Klien 1
Diagnosa medis : F 20.3 (Skizofrenia tak terinci)
Terapi Medis :
a) Haloperidol 5 mg / 12 jam

b) Trifuperizine 5 mg / 12 jam

c) Trihexyphenidyl 2 mg / 12 jam

d) Chlorpomazine 25 mg / 12 jam

2) Klien 2
Diagnosa medis : F 20.3 (Skizofrenia tak terinci)
Terapi Medis :
a) Haloperidol 5 mg / 12 jam

b) Trihexyphenidyl 2 mg / 12 jam

c) Trihexyphenidyl 2 mg / 12 jam

d) Chlorpomazine 25 mg / 12 jam

j. Analisa data
1) Klien 1
Setelah peneliti melakukan pengkajian pada tanggal 8

Januari 2018, didapatkan data subjektif klien mengatakan marah


73

apabila keinginannya tidak terpenuhi dan mengingat orang-orang

yang sudah mengejeknya orang gila. Klien mengatakan tidak mau

minum obat karena klien merasa sudah sehat. Data objektif yang

didapat saat pengkajian yaitu klien kadang tampak marah, gelisah,

dan modar-mandir, klien mengalami putus obat sekitar 1 bulan.

2) Klien 2
Setelah peneliti melakukan pengkajian pada tanggal 8

Januari 2018, didapatkan data subjektif klien mengatakan masih

ingin marah apabila mengingat orang yang telah menipu anaknya.

Klien juga mengatakan tidak rutin minum obat saat di rumah

karena klien merasa sudah sehat. Data objektif yang didapat saat

pengkajian yaitu klien masih tampak tegang dan gelisah. Saat

ditanya kembali alasan klien masuk RSJ, klien terlihat sedikit

jengkel. Tn.N sudah putus obat sejak 1 bulan yang lalu.

3. Diagnosa keperawatan
a. Klien 1
Berdasarkan data yang diperoleh pada tanggal 8 Januari 2018,

didapatkan: Pada Tn.S data subjektif (DS) yaitu klien mengatakan

marah apabila keinginannya tidak terpenuhi dan mengingat orang-orang

yang sudah mengejeknya orang gila. Didapatkan data Objektif (DO)

yaitu klien sebelum di rawat di RSJ mengamuk, merusak barang-barang

rumah tangga, dan mengotori semua pakaiannya dengan air

kencingnya. Pembicaraan klien selama berinterasi dengan nada suara

keras dan cepat. Postur tubuh klien tampak tegang, klien memiliki
74

emosi yang labil dan mudah tersinggung. Selama penulis berinteraksi

dengan Tn.S, klien memberikan respon sesuai dengan topik, namum

kadang tidak bisa fokus pada satu topik pebicaraan. Hasil skor

menunjukkan risiko perilaku kekerasan Tn.S adalah 7 (perilaku

kekerasan sedang). Kemudian skor untuk tindakanan pencegahan klien

yaitu 5 (tindakan pencegahan sedang).

b. Klien 2
Berdasarkan data yang diperoleh pada Tn.N didapatkan data

subjektif (DS) klien mengatakan masih marah dan tidak terima dengan

orang yang sudah menipu anaknya. Kemudian untuk data objektif (DO)

klien masih tampak tegang dan gelisah. Saat ditanya kembali alasan

klien masuk RSJ, klien terlihat sedikit jengkel. Klien mengalami putus

obat kurang lebih 1 bulan yang lalu sebelum di rawat di rumah sakit.

Klien memiliki nada suara yang keras dan cepat. Hasil skor

menunjukkan risiko perilaku kekerasan pada Tn.N adalah 7 (perilaku

kekerasan sedang). Kemudian skor untuk tindakanan pencegahan klien

yaitu 5 (tindakan pencegahan sedang).

4. Perencanaan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn.S dan Tn.N adalah
risiko perilaku kekerasan, dari diagnosa keperawatan tersebut, rencana
tindakan keperawatan yang disusun untuk mengatasi masalah tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari

diharapkan klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,


75

mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, menyebutkan jenis

perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, menyebutkan akibat dari

perilaku kekerasan yang dilakukannya, dapat menontrol perilaku

kekerasan secara fisik, verbal, spiritual dan patuh minum obat, serta

dapat mengingat berapa jenis obat dan nama obat apa saja yang harus

diminum klien secara rutin.

b. Rencana tindakan keperawatan


Berdasarkan masalah yang ditemukan, dapat dilakukan rencana

tindakan keperawatan yaitu bina hubungan saling percaya, diskusikan

bersama klien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu,

diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan,

diskusikan bersama klien akibat perilakunya, diskusikan bersama klien

perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah, serta latih

mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, verbal, spiritual dan patuh

dalam minum obat secara rutin. Dari cara-cara tersebut kemudian latih

klien untuk memperagakan cara yang sudah dipilih, jelaskan manfaat

dan tujuan dari cara tersebut, anjurkan klien untuk memperagakan

yang sudah diajarka. Berikan reinforcement setelah berhasil melakukan

serta anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dilatih untuk

mengatasi rasa marah yang timbul.


76

5. Implementasi
a. Klien Pertama (Tn.S)
1) Hari Senin, 8 Januari 2018
Implementasi dilakukan pada pukul 10.00 WIB, dimulai

dengan membina hubungan saling percaya dengan klien, menyapa

klien dengan ramah, memperkenalan diri terlibih dahulu, kemudian

meminta klien untuk memperkenalkan diri, menvalidasi perasaan

klien pada hari tersebut, menjelaskan tujuan pertemuan, melakukan

kontrak waktu dan tempat dengan klien. Mengobservasi perilaku

verbal dan non verbal klien. Klien dibantu peneliti dalam

mengidentifikasi penyebab kemarahan dengan cara menganjurkan

klien mengungkapkan masalah yang dialami klien saat merasa

marah dan jengkel. Mengidentifikasi cara mengontrol marah apa

saja yang telah diajarkan oleh perawat sebelumnya serta

memvalidasi klien dalam memperagakan teknik yang telah

dikuasai. Mengajarkan teknik nafas dalam serta istigfar untuk

mengontrol marah.

2) Hari Selasa, 9 Januari 2018


Implementasi hari ke dua dilakukan pada pukul 10.00 WIB,

diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya dengan

klien, menayakan kembali apakah klien masih inget dengan

peneliti, menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini,

mengevaluasi masalah serta latihan sebelumnya yaitu dengan

teknik nafas dalam dan istigfar untuk mengontrol rasa marah.


77

Mengjarkan teknik yang lain untuk mengontrol marah dengan

teknik spiritual, berwudu dan solat untuk menguragi rasa

marahnya.

3) Hari Rabu, 10 Januari 2018


Implementasi hari ke tiga dilakukan pada pukul 10.00 WIB,

diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya dengan

klien, menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini. Peneliti

mengevaluasi teknik nafas dalam dan istirgfar, kemudian

melakukan teknik spiritual berwudu dan solat untuk mengurangi

rasa marahnya.

4) Hari Kamis, 11 Januari 2018


Implementasi hari keempat dilakukan pada pukul 10.00

WIB, diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya

dengan klien, menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini.

Peneliti mengevaluasi teknik nafas dalam dan teknik spiritual yang

dilakukan klien. Kemudian mengajarkan teknik mengontrol marah

dengan patuh minum obat, dan mengajarkan 5 bener obat agar

klien lebih mengerti alasan kenapa klien harus minum obat.

5) Hari Jumat, 12 Januari 2018


Implementasi hari kelima dilakukan pada pukul 10.00 WIB,

diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya dengan

klien, menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini. Peneliti

mengevaluasi teknik nafas dalam, teknik spiritual, dan teknik obat

yang klien sudah pelajari. Dengan mengajarkan teknik mengontrol


78

marah dengan patuh minum obat. Mengevalusi tentang

penggunaan 5 benar obat.

b. Klien Kedua (Tn.N)

1) Hari Senin, 8 Januari 2018


Implementasi dilakukan pada pukul 10.00 WIB, dimulai

dengan membina hubungan saling percaya dengan klien, menyapa

klien dengan ramah, memperkenalan diri terlibih dahulu, kemudian

meminta klien untuk memperkenalkan diri, menvalidasi perasaan

klien pada hari tersebut, menjelaskan tujuan pertemuan, melakukan

kontrak waktu dan tempat dengan klien. Mengobservasi perilaku

verbal dan non verbal klien. Klien dibantu peneliti dalam

mengidentifikasi penyebab kemarahan dengan cara menganjurkan

klien mengungkapkan masalah yang dialami klien saat merasa

marah dan jengkel. Mengidentifikasi cara mengontrol marah apa

saja yang telah diajarkan oleh perawat sebelumnya serta

memvalidasi klien dalam memperagakan teknik yang telah

dikuasai. Mengajarkan teknik nafas dalam serta istigfar untuk

mengontrol marah.

2) Hari Selasa, 9 Januari 2018


Implementasi hari ke dua dilakukan pada pukul 11.00 WIB,

diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya dengan

klien, menanyakan kembali apakah klien masih mengingat penulis,

menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini, mengevaluasi

masalah serta latihan sebelumnya yaitu dengan teknik nafas dalam


79

dan istigfar. Mengjarkan teknik yang lain untuk mengontrol marah

dengan teknik spiritual, berwudu dan solat untuk menguragi rasa

marahnya.

3) Hari Rabu, 10 Januari 2018


Implementasi hari ke tiga dilakukan pada pukul 11.00 WIB,

diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya dengan

klien, menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini. Peneliti

mengevaluasi teknik nafas dalam dan istirgfar, kemudian

melakukan teknik spiritual berwudu dan solat untuk mengurangi

rasa marahnya.

4) Hari Kamis, 11 Januari 2018


Implementasi hari keempat dilakukan pada pukul 11.00

WIB, diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya

dengan klien, menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini.

Peneliti mengevaluasi teknik nafas dalam dan teknik spiritual yang

dilakukan klien. Kemudian mengajarkan teknik mengontrol marah

dengan patuh minum obat, dan mengajarkan 5 bener obat agar

klien lebih mengerti alasan kenapa klien harus minum obat.

5) Hari Jumat, 12 Januari 2018


Implementasi hari kelima dilakukan pada pukul 10.00 WIB,

diawali dengan mempertahankan hubungan saling percaya dengan

klien, menanyakan keadaan dan perasaan klien hari ini. Peneliti

mengevaluasi teknik nafas dalam, teknik spiritual, dan teknik obat

yang klien sudah pelajari. Dengan mengajarkan teknik mengontrol


80

marah dengan patuh minum obat. Mengevalusi tentang

penggunaan 5 benar obat.

6. Evaluasi

a. Klien 1

1) Hari Senin, 8 Januari 2018


Peneliti melakukan evaluasi pertama pada Tn.S pukul

10.30, didapatkan data subjektif (DS) klien yaitu klien mengatakan

marah apabila klien klien mengingat orang-orang yang sudah

mengejeknya orang gila, klien juga mengatakan mengetahui jika

marah dapat merugikan orang lain. Kemudian klien juga

mengatakan lupa dengan cara mengontrol marah yang diajarkan

oleh perawat, klien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara

mengontrol marah dengan cara nafas dalam dalam dan istigfar.

Data objektif (DO) klien tampak dengan nada suara klien

keras dan cepat, pandangan dan konsentrasi mudah beralih, klien

mampu mempraktekkan mengonrol marah dengan teknik relaksasi

nafas dalam dan istigfar. Penilaian masalah risiko perilaku

kekerasan belum teratasi. Perencanaan yang dilakukan yaitu

melanjutkan intervensi mengevaluasi latihan cara mengontrol

marah dengan nafas dalam dan istigfar serta melatih mengontrol

marah dengan cara verbal.

2) Hari Selasa, 9 Januari 2018

Evaluasi yang kedua dilakukan pada pukul 10.30 didapatkan

data subjektif (DS) klien mengatakan sudah menerapkan latihan


81

mengontrol marah dengan nafas dalam dan istigfar apabila akan

marah, klien mengatakan marah sedikit berkurang. Data objektif

(DO) klien tampak mudah tersinggung, kontak mata mudah beralih,

klien dapat mempraktekkan cara mengontrol marah dengan teknik

nafas dalam dan istigfar. Penilaian masalah risiko perilaku

kekerasan belum teratasi. Perencanaan yang dilakukan yaitu

lanjutkan intervensi mengevaluasi latihan cara mengontrol marah

dengan cara nafas dalam dan istigfar, serta melatih mengontrol

marah dengan cara spiritual yaitu berwudu dan solat.

3) Hari Rabu, 10 Januari 2018

Evaluasi yang ketiga dilakukan pada pukul 10.30 WIB

didapatkan data subjektif (DS) klien mengatakan sudah berlatih cara

mengontrol marah dengan nafas dalam dan istigfar, klien

mengatakan sudah jarang merasa marah. Klien mengatakan bersedia

diajarkan teknik mengontol marah yang lain yaitu dengan cara

spiritual. Klien mengatakan bersedia sholat 5 waktu. Data objektif

(DO) yang didapatkan yaitu klien kooperatif, dapat konsentrasi

dalam berkomunikasi, klien tampak tenang tidak gelisah, klien

dapat mempraktikan cara mengontrol marah dengan cara spiritual

yaitu berwudu dan solat duha dengan baik. Penilaian masalah risiko

perilaku kekerasan belum teratasi. Perencanaan lanjutkan intervensi

mengevaluasi cara mengontrol marah dengan cara spiritual.


82

4) Hari Kamis, 11 Januari 2018

Evaluasi yang ke empat dilakukan pada pukul 10.30 WIB

didapatkan data subjektif (DS) klien mengatakan sudah sholat 5

waktu dan juga baru saja selesai melakukan solat duha untuk

mengatasi marahnya, klien mengatakan sudah jarang marah, klien

mengatakan bersedia diajarkan cara mengontrol marah dengan cara

patuh minum obat, dan mengenal 5 benar dalam penggunaan obat.

Data objektif (DO) yang didapatkan yaitu kontak mata tidak mudah

beralih, klien tidak tampak tegang, klien dapat berkonsentrasi

selama berinteraksi, klien dapat mengulang informasi kembali

mengenai kepatuhan minum obat dan 5 benar dalam penggunaan

obat. Penilaian masalah risiko perilaku kekerasan teratasi.

Perencanaan yang harus dilakukan yaitu pertahankan kondisi serta

ulangi cara mengontrol marah yang diinginkan atau disukai oleh

klien.

5) Hari Jumat, 12 Januari 2018

Evaluasi ke lima dilakukan pada pukul 10.30 didapatkan

data subjektif (DS) klien mengatakan masih mengingat cara

mengontrol marah dengan nafas dalam dan istigfar, kemudian klien

juga mengatakan sudah melakukan sholat 5 waktu untuk mengatasi

marahnya. Klien mengatakan sudah jarang marah, dan klien

mengatakan bersedia diajarkan cara mengontrol marah dengan cara

patuh minum obat dan mengetahui 5 benar dalam penggunaan obat.


83

Data objektif (DO) yang didapatkan yaitu kontak mata tidak mudah

beralih, klien tampak lebih fokus dan relas, klien dapat

berkonsentrasi selama berinteraksi, dan dapat mengulang informasi

kembali mengenai kepatuhan minum obat serta 5 benar dalam

penggunaan obat. Penilaian masalah risiko perilaku kekerasan

teratasi. Perencanaan yang harus dilakukan yaitu pertahankan

kondisi dan ulangi cara mengontrol marah yang diinginkan atau

disukai oleh klien. Dan mengevaluasi dalam penggunaan obat

agartidak terjadi keterlamabatan minum obat kembali saat pasien

pulang nanti.

b. Klien 2

1) Hari Senin, 8 Januari 2018

Peneliti melakukan evaluasi pertama pada Tn.N pukul

11.30, didapatkan data subjektif (DS) klien yaitu klien mengatakan

marah dan tidak terima apabila klien mengingat orang yang sudah

menipu anaknya hingga bangkrut, klien juga mengatakan

mengetahui jika marah dapat merugikan orang lain. Kemudian klien

juga mengatakan lupa dengan cara mengontrol marah yang

diajarkan oleh perawat, klien mengatakan bersedia untuk diajarkan

cara mengontrol marah dengan cara nafas dalam dalam dan istigfar.

Data objektif (DO) klien tampak dengan nada suara klien

keras, pandangan tajam, dan konsentrasi mudah beralih, klien

mampu mempraktekkan mengonrol marah dengan teknik relaksasi


84

nafas dalam dan istigfar. Penilaian masalah risiko perilaku

kekerasan belum teratasi. Perencanaan yang dilakukan yaitu

melanjutkan intervensi mengevaluasi latihan cara mengontrol marah

dengan nafas dalam dan istigfar serta melatih mengontrol marah

dengan cara verbal.

2) Hari Selasa, 9 Januari 2018

Evaluasi yang kedua dilakukan pada pukul 11.30 didapatkan

data subjektif (DS) klien mengatakan sudah menerapkan latihan

mengontrol marah dengan nafas dalam dan istigfar apabila akan

marah, klien mengatakan marah sedikit berkurang. Data objektif

(DO) klien tampak mudah tersinggung, kontak mata mudah beralih,

klien dapat mempraktekkan cara mengontrol marah dengan teknik

nafas dalam dan istigfar. Penilaian masalah risiko perilaku

kekerasan belum teratasi. Perencanaan yang dilakukan yaitu

lanjutkan intervensi mengevaluasi latihan cara mengontrol marah

dengan cara nafas dalam dan istigfar, serta melatih mengontrol

marah dengan cara spiritual yaitu berwudu dan solat.

3) Hari Rabu, 10 Januari 2018

Evaluasi yang ketiga dilakukan pada pukul 11.30 WIB

didapatkan data subjektif (DS) klien mengatakan sudah berlatih cara

mengontrol marah dengan nafas dalam dan istigfar, klien

mengatakan sudah jarang merasa marah. Klien mengatakan bersedia

diajarkan teknik mengontol marah yang lain yaitu dengan cara


85

spiritual. Klien mengatakan bersedia sholat 5 waktu. Data objektif

(DO) yang didapatkan yaitu klien kooperatif, dapat konsentrasi

dalam berkomunikasi, klien tampak tenang tidak gelisah, klien

dapat mempraktikan cara mengontrol marah dengan cara spiritual

yaitu berwudu dan solat 5 waktu dengan baik. Penilaian masalah

risiko perilaku kekerasan belum teratasi. Perencanaan lanjutkan

intervensi mengevaluasi cara mengontrol marah dengan cara

spiritual yaitu berwudu dan solat.

4) Hari Kamis, 11 Januari 2018

Evaluasi yang ke empat dilakukan pada pukul 11.30 WIB

didapatkan data subjektif (DS) klien mengatakan sudah melakukan

sholat 5 waktu untuk mengatasi marahnya, klien mengatakan sudah

jarang marah, klien mengatakan bersedia diajarkan cara mengontrol

marah dengan cara patuh minum obat, dan mengenal 5 benar dalam

penggunaan obat. Data objektif (DO) yang didapatkan yaitu kontak

mata tidak mudah beralih, klien tidak tampak tegang, klien dapat

berkonsentrasi selama berinteraksi. Klien tampak mengambil air

wudu ketika mendengar suara azan, klien dapat mengulang

informasi kembali mengenai kepatuhan minum obat dan 5 benar

dalam penggunaan obat. Penilaian masalah risiko perilaku

kekerasan teratasi. Perencanaan yang harus dilakukan yaitu

pertahankan kondisi serta ulangi cara mengontrol marah yang

diinginkan atau disukai oleh klien.


86

5) Hari Jumat, 12 Januari 2018

Evaluasi ke lima dilakukan pada pukul 11.30 didapatkan

data subjektif (DS) klien mengatakan masih mengingat cara

mengontrol marah dengan nafas dalam dan istigfar, kemudian klien

juga mengatakan sudah melakukan sholat 5 waktu untuk mengatasi

marahnya. Klien mengatakan sudah jarang marah, dan klien

mengatakan bersedia diajarkan cara mengontrol marah dengan cara

patuh minum obat dan mengetahui 5 benar dalam penggunaan obat.

Data objektif (DO) yang didapatkan yaitu kontak mata tidak mudah

beralih, klien tampak lebih fokus dan relas, klien dapat

berkonsentrasi selama berinteraksi, dan dapat mengulang informasi

kembali mengenai kepatuhan minum obat serta 5 benar dalam

penggunaan obat. Penilaian masalah risiko perilaku kekerasan

teratasi. Perencanaan yang harus dilakukan yaitu pertahankan

kondisi dan ulangi cara mengontrol marah yang diinginkan atau

disukai oleh klien, motivasi klien kembali untuk kesadaran minum

obat secara mandiri. Dan mengevaluasi dalam penggunaan obat

agar tidak terjadi keterlamabatan minum obat kembali saat pasien

pulang nanti.

B. Pembahasan

Pada pembahasan peneliti mengemukakan pendapat dan argumentasi

yang didukung oleh sumber-sumber yang relevan pada saar peneliti

melakukan proses asuhan keperawatan di bangsal Abiyasa RSJ Prof. Dr.


87

Soerojo Magelang dan peneliti akan membandingkan temuannya dengan teori

yang relevan. Pembahasan pada proses pengelolaan keperawatan yang dimulai

dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,

pelaksanaan tindakan, dan evaluasi yang dilakukan dengan masalah

keperawatan risiko perilaku kekerasan.

Dalam melakukan proses pengelolaan klien dengan masalah

keperawatan risiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang,

setelah penelitin melakukan asuhan keperaatan dari pengkajian hingga evalusi,

peneliti menemukan temuan di implementasi keperawatan. Saat mengkaji

peneliti mengalami kesulitan dalam menggali perasaan yang sedang dialami

pada klien 2 yaitu Tn.N. Pada saat melakukan pengkajian dengan Tn.N ia

tidak mudah untuk diajak perbicara dengan orang yang baru dikenalnya, tetapi

setelah penulis melakukan BHSP (bina hubungan salaing percaya) dengan

klien. Peneliti memulai dengan melakukan perkenalan terlebih dahulu dan

memberikan pertanyaan terbuka, klien mulai mau diajak berkenalan dan

berbicara mengenai masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan yang

dialaminya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yusuf (2015). Melakukan

bina hubungan saling percaya kepada klien memerikan efek baik pada klien

dan meningkatkan kemampuan berinteraksi yang lebih terbuka.

Pada saat peneliti menentukan diagnosa keperawatn yang tepat kepada

ke dua klien Tn.S dan Tn.N mendapatkan temuan positif. Kedua klien sama-

sama mengalami masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan dan riwayat

putus obat. Untuk perencanaan dan pelaksaan tidakan asuhan keperawatan,


88

peneliti mencoba menggali ulang tentang pengetahuan klien mengenai teknik

apa saja yang dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan yang dialami ke

dua klien. Seperti teknik nafas dalam dan istigfar, teknik spiritual, dan edukasi

mengenai manfaat minum obat dan 5 benar penggunaan obat.

Kemudian peneliti menemukan temuan di implementasi keperawatan

dari ke dua klien yaitu memiliki respon berbeda. Klien pertama Tn.S sangat

kooperatif, dalam setiap melakukan tidakan asuhan keperawatan yang di

ajarkan peneliti. Sedangkan pada klien ke dua Tn.N sudah dapat

memperktekkan teknik nafas dalam dan teknik spiritual, tetapi dalam

kesadaaran minum obat masih kurang dan terkadang klien terdapat pada fase

settling phase atau masih merasa cemas, marah, dan mempunyai risiko

kembali ke fase awal. Hal ini merujuk pada Nurjanah (2008). Peneliti

berkolaborasi dengan perawatn untuk melalukan memataui minum obat

kepada Tn. N.

C. Keterbatasan

Pada keterbatasan yang dialami peneliti yaitu dalam metode penelitian

terdapat pada kriteria inkusi yang terlalu ketat mengakibatkan peneliti tidak

mendapatkan pasien dengan diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan

yang sesuai kriteria klien yang diinginkan peneliti. Pada klien kedua masih

belum dapat kooperatif untuk minum obat, ia masih memerlukan pemantaun

perawat. Oleh sebab itu, pada klien ke dua Tn.N peneliti harus lebih ekstra

dalam melakukan asuhan keperawatan terutama dalam kesadaran pentingnya

minum obat pada Tn.N.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, makan dapat

diambil kesimpulan dengan penulisan yang dilakukan dari pengkajian sampai

dengan evaluasi pada Tn.S dan Tn.N dengan masalah keperawatan risiko

perilaku kekerasan di Wisma Abiyasa RSJ Prof. dr. Soerojo. Berikut

kesimpulannya sebagai berikut :

1. Pengkajian

Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn.S dan Tn.N dilakuan

pengkajian dengan menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa dari

tim Community Mental Health Nursing (CMHN), kemudian digunakan

kuisioner pengkajian perilaku kekerasan (Nurjannah,2007) dengan hasil

skor 7 pada Tn.S, dan skor 8 pada Tn.N yang berarti masuk dalam kategori

risiko perilaku kekerasan sedang dapat dilihat pada tabel lapiran 1. Peneliti

juga menambahkan format penilaian pencegahan risiko perilaku kekerasan

atau Assault And Violence Assesment Tool (Nurjannah, 2018) untuk Tn.S

dan Tn.N memiliki skor yang sama yaitu scor 5 dengan kesimpulan

dilakukan tindakan pencengahan risiko perilaku sedang, yang dapat dilihat

pada tabel lapiran 2. Kemuadian pada pengkajian juga ditemukan respon

dari klien ke dua yaitu Tn.N yang harus dilakukan peneliti dalam

pendekatan bina hubungan saling percaya yang lebih terbuka.


89
90

2. Diagnosa keperawatan

Peneliti dalam menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan

pada analisa data yang telah peneliti lakukan. Pada analisa data,

didapatkan temuan data positif bahwa kedua klien mengatakan masih

sering marah-marah dan minum obat tidak teratur karena masalah ekonomi

dan kurangnya pengetahuan mengenai manfaat minum obat serta klien

merasa sudah sehat. Kemudian dari data objektif yang didapatkan klien

saat pengkajian yaitu klien terlihat tegang, marah-marah, berbicara keras

dan cepat, serta kedua klien sudah putus obat sejak 1 bulan. Dari data

tersebut penulis kemudian menegakkan diagnosa risiko perilaku

kekerasan.

3. Rencana tindakan

Rencana tindakan keperawatan yang disusun penulis menggunakan

teknik nafas dalam, teknik pendekatan spiritual dan edukasi obat (Muhith,

2015). Peneliti melakukan semua tindakan, tetapi lebih menekankan pada

teknik edukasi obat agar klien mengerti pentingnya minum obat. Klien

melakukan semua tidakan untuk mengontrol perilaku kekerasannya yaitu

dengan teknik nafas dalam dan istigfar, melakukan teknik spiritual dengan

berwudu dan solat 5 waktu, dan teknik edukasi obat untuk mengontrol

risiko perilaku kekerasannya.

4. Tindakan keperawatan

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang

telah disusun sesuai teori. Peneliti mengungkapkan bahwa perlunya


91

melakukan komunikasi terapeutik sesering mungkin kepada klien untuk

meningkatkan hubungan saling percaya dan dapat memberikan motivasi

kepada lien untuk minum obat secara teratur. Terbukti dengan melakukan

edukasi tentang obat yang disukai klien mampu mengontrol risiko perilaku

kekerasaannya dan klien lebih menggerti tentang pentingnya minum obat.

5. Evaluasi

Dalam evaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan peneliti

medapatkan temuan pada repon ke dua klien yang berbeda, dimana klien

pertama jauh lebih kooperatif dan memahami pentingnya minum obat.

Sedangkan pada klien kedua masih butuh motivasi pendampingan minum

obat. Penulis menyimpulkan bahwa cara mengontrol risiko perilaku

kekerasan dengan edukasi obat, yang dilihat dari keadaan klien dan dirasa

sangat efektif karena klien mampu fokus melakukan kegiatan yang

disukainya dan mengerti tentang pentingnya minum obat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lalukan pada klien

skizofrenia dengan fokus studi risiko perilaku kekerasan. Diharapkan bagi

perawat jiwa dalam mengelola asuhan keperawatan dapat melakukan

pendampingan dalam minum obat dan diberikan pengertian pentingan

minum obat bagi pasien, agar tidak terjadi putus obat kembali. Dan lebih

diberkan motifasi agar klien memiliki keinginan segera sembuh.


DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M., Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT


Refika Aditama.
Dermawan, D., Rusdi. (2013). Keperawatan jiwa Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa (1 ed.). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Direja, A. H. (2011). Buku Ajar Asuhan keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Hawari, D. (2012). Skizofrenia Pendekatan Holistik (BPSS) Bio-Psiko-Sosial-
Spiritual Edisi Ketiga. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Herdman, T. Heather., Kamitsuru, Shigami. (2015-2017) DiagnosaKeperawatan
NANDA. Edisi 10.
Kaplan,S.,Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Maramis, W. F., Albert, M. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:
Airlangga University Press.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Nurjannah, I. (2008). Penanganan Klien dengan Masalah Psikiatri Perilaku
Kekerasan (Agresi). Yogyakarta: Mocomedia.
O’Brien, Patricia G., Kennedy, Winifred Z., & Ballard, Karen A. (2014).
KeperawatanKesehatanJiwaPsikiatrik.
Pasaribu,Jesika.,Hamid.,Mustikasari. (2014). Manajemen kasus Keperawatan Jiwa
pada klien Risiko Perilaku Kekerasan menggunakan Pendekatan Johnson's
behaviour System Model. Proceeding Konferensi Nasional XI
Keperawatan Kesehatan Jiwa, 109-117.
Riskesdas. (2013). BadanPelaksanaKesehatanRisetKesehatanDasar,
(http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf, diakses 15 Oktober 2017).
Rekam Medis RSJ Dr. Sorerojo Magelang. (2017). Bagian Diklat dan Tata Usaha.
Silitonga. R.O., Hamid, A. Y., Putri, Y. S. (2014). Manajemen Kasus Spesialis
Keperawatan Jiwa Klien Risiko Perilaku kekerasan dengan Pendekatan
Model Adaptasi Roy dan Johnson's Behavioral System Model di Unit
Intensive RS MM Bogor. Proceeding Konferensi Nasional XI
Keperawatan Kesehatan Jiwa, 11.
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan) (5 ed.). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri (5
ed., Vol. terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wijayanti , Setya., Sari, Puji. (2016). Manajemen Kasus keperawatan Jiwa Risiko
Perilaku Kekerasan. Keperawatan Kesehatan Jiwa, 102-112
Yosep, I., Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing. Bandung: PT Refika Aditama.
Zahnia, SitidanSumekar, Dyah Wulan., Kejadian Epidemologis Skizofrenia,
(online), (http://www.portalgaruda.com, diakses tanggal 3 November
2017)
Lampiran 1

Format Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa

pada Tn.S dengan Risiko Perilaku Kekerasan

Ruangan Rawat : Wisma Abiyasa

Tanggal Dirawat : 15 Desember 2017 (14.00 WIB)

Tanggal Pengkajian : 8 Januari 2018 (10.00 WIB)

I. IDENTITAS PASIEN dan

Inisial : Tn.S

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Wonosobo

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

No. RM : 00373657

Penangguang jawab : Ny.D

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Wonosobo

Hubungan dengan klien : Istri


II. ALASAN MASUK

Klien diantar ke RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang pada tanggal 15

Desember 2017 oleh keluarga dan dinas sosial karena pasien mengamuk,

penyebabnya yaitu keinginan pasien yang tidak terpenuhi klien marah, merusak

barang, dan mengotori semua pakaiannya dengan air kencinya. Kemudian klien

mengamuk karena diejek orang gila oleh anak-anak dan warga.

III. FAKTOR PREDISPOSISI

Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia

Aniaya fisik - - - - - -

Aniaya seksual - - - - - -

Penolakan - - - - - -

Kekerasan dalam
- - - - - -
keluarga

Tindakan criminal - - - - - -

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?  Ya □ Tidak

2. Pengobatan sebelumnya □ Berhasil  Kurang berhasil □ Tidak berhasil


3. Riwayat kekerasan fisik / kriminal

Jelaskan No. 1, 2, 3 :

Klien pernah dirawat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang sebelumnya

dengan riwayat yang sama Diangnosa medis F 20.3 (skizofrenia tidak

terinci) dan diangnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan. Perawatan saat

ini adalah perawatan yang ke 4 terakhir pada tanggal 13 Juli 2016,

pengobatan sebelunya berhasil namun klien putus obat selama 1 bulan

karena sudah merasan sehat.

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? □ Ya  Tidak

Hubungan keluarga Gejala Riwayat

pengobatan/perawatan

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.

Klien mengatakan tidak memiliki masalalu yang kurang

menyenangkan.

IV. FISIK

1. Tanda vital : TD : 150/90 mmhg N : 86x/menit

S : 36,5o RR : 20x/menit

2. Ukur : TB : 165 cm BB : 58 kg

3. Keluhan fisik : □Ya  Tidak


Jelaskan : Klien tidak mengalami keluhan fisik, tanda-tanda vital

klien dalam batas normal, kecuali tekanan darah 150/90 mmhg, klien

mengalami hipertensi.

V. PSIKOSOSIAL

1. Genogram

Berdasarkan pengkajian, genogram keluarga Tn. S sebagai berikut:

Keterangan :

= laki-laki sudah meninggal = Perempuan

= perempuan sudah meninggal = Pasien

= laki-laki -------- = tinggal bersama klien

Keterangan : Tn.S merupakan anak ke pertama dari 2 bersaudara. Klien

tinggal bersama istrinya, memiliki 2 anak laki-laki dan perampuan, anak

Tn.S sudah menikah dan tinggal di rumah masing-masing. Dalam keluarga

klien tidak ada yang menderita gangguan jiwa.

2. Konsep diri

a. Gambaran diri : klien mengatakan memiliki tubuh lengkap tidak

cacat, klien menyukai seluruh tubuhnya.


b. Identitas : Klien mengetahui dan mengakui berjenis kelamin

laki-laki, klien berpenapilan dan bersikap layaknya seorang laki-laki.

Penampilan klien memakai baju tampak kurang rapih, kancing baju

terpasang dengan tidak sesuai. Rambut klien botak, potongan jenggot dan

kumis kurang rapi, klien memakai sandal jepit benar dan sedikit kotor

bersih. Kondisi tubuh kurang bersih, kuku pendek dan sedikit kotor dan

gigi kurang bersih.

c. Peran : klien merupakan seorang suami dan ayah dari 2

orang anak.

d. Harga diri : klien merasa berarti bagi orang lain, terutama

keluarganya.

e. Ideal diri : klien ingin segera sembuh, agar dapat berkumpul

dengan keluarganya.

3. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti

Klien mengatakan orang yang paling berarti bagi klien adalah

keluarganya.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat

Klien mengatakan mengikuti acara kerja bakti di masyarakat dan

ikut pengejian di daerah rumahnya.


c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan tidak memiliki hambatan berhubungan dengan

orang lain. Klien memiliki banyak topik pembicaraan dan mudah

memulai pembicaraan.

4. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan

Klien mengatakan sakit yang dideritanya saat ini merupakan

cobaan dari Allah SWT.

b. Kegiatan ibadah

Klien tetap menjalankan ibadah solat 5 waktu di Wisma Abiyasa.

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan

□ Rapi  Tidak rapi □ Penggunaan pakaian tidak sesuai

□ Cara berpakaian tidak seperti biasanya


Jelaskan :

2. Pembicaraan

 Cepat  Keras
 □ Gagap □ Apatis □ Inkoheren

□ Echolalia □ Logorheus □ Lambat □ Membisu


□ Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan : Nada bicara klien keras, cepat, dan mendominasi.

3. Aktivitas motoric

□ Lesu  Tegang
 □ Gelisah □ Agitasi □ Tik

□ Grimasen □ Tremor □ Kompulsif


Jelaskan : Aktivitas motorik klientampak tegang, pandangan mata klien

tajam dan postur tubuh kaku.

4. Alam perasaan

□ Sedih □ Ketakutan □ Putus asa □ Khawatir □ Gembira

berlebihan

Jelaskan : kadang klien masih merasa marah saat ditanya tetang alasan klien

masih RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

5. Afek

□ Datar □ Tumpul  Labil □ Tidak sesuai


Jelaskan : Respon klien selama berinteraksi sesuai dengan topik, namun

klien mudah tersinggung dan juga memiliki emosi yang labil.


6. Interaksi selama wawancara

□ Bermusuhan □ Tidak kooperatif  Mudah tersinggung



□ Kontak mata ( ) □ Defensif


- □ Curiga
Jelaskan : klien kooperatif saat berinteraksi dengan orang lain, kontak mata

terjalin intensif, namun klien mudah tersinggung bila ditanya penyebab

klien dirawat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

7. Persepsi

□ Pendengaran □ Penglihatan □ Perabaan

□ Pengecapan □ Penghidu
Jelaskan : Klien tidak memiliki gangguan persepsi.

8. Proses pikir

□ Sirkumtansial □ Tangensial □ Kehilangan asosiasi

□ Flight of idea □ Blocking □ Pengulangan

□ Neologisme
Jelaskan : Klien tidak mengalami gangguan pada proses pikirnya.
9. Isi pikir

□ Obsesi □ Fobia □ Hipokondria

□ Depersonalisasi □ Pikiran magis □ Ide yang terkait

□ Waham □ Agama □ Somatik □ Kebesaran □ Curiga

□ Nihilistic □ Sisip piker □ Siar pikir □ Kontrol pikir


Jelaskan : Isi pikir klien berisi kemarahan kepada keluarganya dan warga

sekitar rumahnya, karena apabila klien mempunyai keinginan dan tidak

terpenuhi klien akan marah-marah dan mengotori semua pakaiaanya dengan

air kencing.

10. Tingkat kesadaran/ disorientasi

□ Composmentis □ Bingung □ Sedasi

□ Stupor □ Disorientasi □ Waktu □ Tempat □ Orang


Jelaskan : Pada saat peneliti melakukan interaksi dengan Tn.S, klien

dalam keadaan sadar, klien terkadang tampak bingung mondar-mandir.

Tidak memiliki gangguan orientasi pada waktu, orang lain maupun tempat
11. Memori

□ Gangguan daya ingat jangka panjang □ Gangguan daya ingat

jangka pendek

□ Gangguan daya ingat saat ini □ Konfabulasi


Jelaskan : Tn.S tidak mengalami gangguan memori jangka pendek maupun

jangka panjang. Klien dapat mengingat nama-nama perawat dan teman satu

bangsal dengan benar.

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

 Mudah beralih
 □ Tidak mampu konsentrasi

□ Tidak mampu berhitung sederhana


Jelaskan : Pada saat berintraksi dengan peneliti konsentrasi klien mudah

beralih. Dapat menjawab pertanyaan dengan baik.

13. Kemampuan penilaian

□ Gangguan ringan □ Gangguan bermakna


Jelaskan : Klien tidak memiliki gangguan kemampuan penilaian.
14. Daya tilik diri

□ Mengingkari penyakit yang diderita  Menyalahkan hal-hal di luar


dirinya

Jelaskan : Klien terkadang menyalahkan orang lain atas apa yang menjadi

kesalahnya.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1. Makan

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri


2. BAB/ BAK

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri


Jelaskan : Klien dapat makan dan BAB/BAK mandiri.

3. Mandi

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri


4. Berpakaian/ berhias

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri



5. Istirahat dan tidur

□ Tidur siang (..............s/d.............)


 Tidur malam (jam: 20.00 s/d. 04.30)

□ Kegiatan sebelum/ sesudah tidur
6. Penggunaan obat

7. □ Bantuan total  Bantuan minimal


 Mandiri

8. Pemeliharaan kesehatan

9. Perawatan lanjutan □
 Ya  Tidak

Perawatan pendukung □ Ya □ Tidak


10. Kegiatan di dalam rumah

Mempersiapkan makanan  Ya

□ Tidak

Menjaga kerapihan rumah □


 Ya  Tidak

Mencuci pakaian □
 Ya  Tidak

Pengaturan keuangan □
 Ya  Tidak
11. Kegiatan di luar rumah

Belanja □
 Ya  Tidak

Transportasi □ Ya □ Tidak

Lain-lain □ Ya □ Tidak
Jelaskan : Klien mandi 2x sehari menggunakan sabun secara mandiri, klien

jarang tidur siang dan jika tidur siang berkisar 30 menit yaitu pukul 13.30-

14.00 WIB. Sebelum tidur klien mencuci tangan dan kaki dan sesudah tidur

mencuci muka. Untuk penggunaan obat klien masih dibantu motivasi dari

perawat bangsal untuk tertib minum obat. Klien masih membutuhkan

perawatan lanjut karena tanda dan gejala perilaku kekerasan masih ada dan

klien juga mengalami putus obat selama 1 bulan.

VIII. MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif

□ Bicara dengan orang lain □ Minum alkohol

□ Mampu menyelesaikan masalah 


 lambat/ berlebih
 Reaksi

□ Teknik relaksasi □ Bekerja berlebihan


□ Aktivitas konstruktif □ Menghindar

□ Olahraga □Mencederai diri

□ Lainnya ___________________ □ Lainnya :


Jelaskan : Ketika menghadapi masalah klien masih bereaksi berlebihan

dengan mengomel dan mengamuk.

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

□ Masalah dengan dukungan kelompok


Masalah

 berhubungan dengan lingkungan

Keterangan : hubungan klien dengan lingkungan baik.

□ Masalah dengan pekerjaan


Keterangan : Klien sudah tidak bekerja dan hanya berdiam diri di

rumah.

 dengan perumahan
Masalah

Keterangan : Klien tidak memiliki masalah dengan tetangga.

 ekonomi
 Masalah

Keterangan : kodisi perekonomian keluarga klien menengah kebawah.

□ Masalah dengan pelayanan kesehatan


Keterangan :

□ Masalah lainnya
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG

□ Penyakit jiwa □ Sistem pendukung

□ Faktor presipitasi □ Penyakit fisik

□ Koping 
 Obat-obatan

□ Lainnya
Jelaskan : klien mengatakan tidak tahu dengan fungsi obat dari obat yang

dikonsumsinya.
Lampiran 1

Format Pengkajian Keperawatan Kesehatan Jiwa

pada Tn.N dengan Risiko Perilaku Kekerasan

Ruangan Rawat : Wisma Abiyasa

Tanggal Dirawat : 15 Desember 2017 (14.00 WIB)

Tanggal Pengkajian : 8 Januari 2018 (11.00 WIB)

XI. IDENTITAS PASIEN dan

Inisial : Tn.N

Umur : 70 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Banjarnegara

Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia

No. RM : 00357438

Penangguang jawab : Tn.J

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Banjarnegara

Hubungan dengan klien : Adek kandung klien


XII. ALASAN MASUK

Klien dibawa ke RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang oleh keluarganya pada

tanggal 20 Desember 2017 disebabkan anak klien ditipu orang, klien tidak

terima dan marah-marah, klien juga sudah telat minum obat sejak 1 bulan yang

lalu.

XIII. FAKTOR PREDISPOSISI

Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia

Aniaya fisik - - - - - -

Aniaya seksual - - - - - -

Penolakan - - - - - -

Kekerasan dalam
- - - - - -
keluarga

Tindakan criminal - - - - - -

6. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?  Ya □ Tidak

7. Pengobatan sebelumnya □ Berhasil  Kurang berhasil □ Tidak berhasil


8. Riwayat kekerasan fisik / kriminal

Jelaskan No. 1, 2, 3 :

Klien pernah dirawat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang sebelumnya

dengan riwayat yang sama Diangnosa medis F 20.3 (skizofrenia tidak


terinci) dan diangnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan. Perawatan saat

ini adalah perawatan yang ke 6 terakhir pada tanggal 12 Agustus 2016,

pengobatan sebelunya berhasil namun klien putus obat selama 1 bulan

karena sudah merasan sehat.

9. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? □ Ya  Tidak

Hubungan keluarga Gejala Riwayat

pengobatan/perawatan

10. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.

Klien mengatakan tidak memiliki masalalu yang kurang

menyenangkan.

XIV. FISIK

4. Tanda vital : TD : 160/80 mmhg N : 80x/menit

S : 36,5o RR : 20x/menit

5. Ukur : TB : 169 cm BB : 60kg

6. Keluhan fisik : □Ya  Tidak


Jelaskan : Klien tidak mengalami keluhan fisik, tanda-tanda vital

klien dalam batas normal, kecuali tekanan darah 160/80 mmhg, klien

mengalami hipertensi.
XV. PSIKOSOSIAL

5. Genogram

Berdasarkan pengkajian genogram keluarga Tn.N sebagai berikut:

Keterangan :

= laki-laki sudah meninggal = Perempuan

= perempuan sudah meninggal = Pasien

= laki-laki -------- = tinggal bersama klien

Keterangan : Tn.N merupakan anak ke pertama dari 3 bersaudara. Klien

tinggal bersama istrinya, klien memiliki 2 anak laki-laki dan sudah menikah

semua, tinggal di rumah masing-masih tidak bersama klien. Dalam keluarga

klien tidak ada yang menderita gangguan jiwa.

6. Konsep diri

f. Gambaran diri : klien mengatakan memiliki tubuh lengkap tidak

cacat, klien menyukai seluruh tubuhnya.

g. Identitas : Klien mengetahui dan mengakui berjenis kelamin

laki-laki, klien berpenapilan dan bersikap layaknya seorang laki-laki.


Penampilan klien memakai baju tampak kurang rapih, kancing baju

terpasang dengan tidak sesuai. Klien sering menggunakan peci sejak

awal masuk wisma abiyasa rambut rapi, tidak memiliki jenggot dan

kumis, klien memakai sandal jepit benar dan sedikit kotor. Kondisi tubuh

kurang bersih, kuku pendek dan sedikit kotor dan gigi kurang bersih.

h. Peran : klien merupakan seorang suami dan ayah dari 2

orang anak.

i. Harga diri : klien merasa berarti bagi orang lain, terutama

keluarganya.

j. Ideal diri : klien ingin segera sembuh, agar dapat berkumpul

dengan keluarganya.

7. Hubungan sosial

c. Orang yang berarti

Klien mengatakan orang yang paling berarti bagi klien adalah

keluarganya.

d. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat

Klien mengatakan mengikuti acara kerja bakti di masyarakat dan

ikut pengejian di daerah rumahnya.

d. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan tidak memiliki hambatan berhubungan dengan

orang lain. Klien memiliki banyak topik pembicaraan dan mudah

memulai pembicaraan.
8. Spiritual

c. Nilai dan keyakinan

Klien mengatakan sakit yang dideritanya saat ini merupakan

cobaan dari Allah SWT.

d. Kegiatan ibadah

Klien tetap menjalankan ibadah solat 5 waktu di Wisma Abiyasa.

XVI. STATUS MENTAL

15. Penampilan

□ Rapi  Tidak rapi □ Penggunaan pakaian tidak sesuai

□ Cara berpakaian tidak seperti biasanya


Jelaskan :

16. Pembicaraan

 Cepat  Keras
 □ Gagap □ Apatis □ Inkoheren

□ Echolalia □ Logorheus □ Lambat □ Membisu

□ Tidak mampu memulai pembicaraan


Jelaskan : Nada bicara klien keras, cepat, dan mendominasi.

17. Aktivitas motoric


□ Lesu  Tegang
 □ Gelisah □ Agitasi □ Tik

□ Grimasen □ Tremor □ Kompulsif


Jelaskan : Aktivitas motorik klientampak tegang, pandangan mata klien

tajam dan postur tubuh kaku.

18. Alam perasaan

□ Sedih □ Ketakutan □ Putus asa □ Khawatir □ Gembira

berlebihan

Jelaskan : kadang klien masih merasa marah saat ditanya tetang alasan klien

masih RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

19. Afek

□ Datar □ Tumpul  Labil □ Tidak sesuai


Jelaskan : Respon klien selama berinteraksi sesuai dengan topik, namun

klien mudah tersinggung dan juga memiliki emosi yang labil.

20. Interaksi selama wawancara

□ Bermusuhan □ Tidak kooperatif  Mudah tersinggung



□ Kontak mata ( ) □ Defensif


- □ Curiga
Jelaskan : klien kooperatif saat berinteraksi dengan orang lain, kontak mata

terjalin intensif, namun klien mudah tersinggung bila ditanya penyebab

klien dirawat di RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang.

21. Persepsi

□ Pendengaran □ Penglihatan □ Perabaan

□ Pengecapan □ Penghidu
Jelaskan : Klien tidak memiliki gangguan persepsi.

22. Proses pikir

□ Sirkumtansial □ Tangensial □ Kehilangan asosiasi

□ Flight of idea □ Blocking □ Pengulangan

□ Neologisme
Jelaskan : Klien tidak mengalami gangguan pada proses pikirnya.

23. Isi pikir

□ Obsesi □ Fobia □ Hipokondria

□ Depersonalisasi □ Pikiran magis □ Ide yang terkait


□ Waham □ Agama □ Somatik □ Kebesaran □ Curiga

□ Nihilistic □ Sisip piker □ Siar pikir □ Kontrol pikir


Jelaskan : Isi pikir klien memiliki kemarahan kepada orang yang sudah

menipu anaknya, membuat dia jengkel dan tidak terima.

24. Tingkat kesadaran/ disorientasi

□ Composmentis □ Bingung □ Sedasi

□ Stupor □ Disorientasi □ Waktu □ Tempat □ Orang


Jelaskan : Saat peneliti melakukan interaksi dengan klien dalam

keadaan sadar dan bingung. Klien mengalami disorientasi waktu.

25. Memori

□ Gangguan daya ingat jangka panjang  Gangguan daya ingat


jangka pendek

□ Gangguan daya ingat saat ini □ Konfabulasi


Jelaskan : Klien mengalami gangguan dalam mengingat jangka pendek

dibuktikan dengan klien mengalami kesulitan dalam mengingat nama

perawat dan teman satu bangsal.

26. Tingkat konsentrasi dan berhitung

 Mudah beralih
 □ Tidak mampu konsentrasi

□ Tidak mampu berhitung sederhana


Jelaskan : Tingkat konsentrasi Tn.N saat diajak berinteraksi mudah beralih.

Klien mengalami gangguan dalam berhitung.

27. Kemampuan penilaian

□ Gangguan ringan □ Gangguan bermakna


Jelaskan : Klien tidak memiliki gangguan kemampuan penilaian.

28. Daya tilik diri

□ Mengingkari penyakit yang diderita  Menyalahkan hal-hal di luar


dirinya

Jelaskan : Klien menyalahkan orang lain atas apa yang dialaminya saat ini.

Klien saat ini menyalahkan orang yang telah menipu anaknya hingga

bangkrut, dan Tn.N merasa tidak terima.


XVII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

12. Makan

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri


13. BAB/ BAK

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri


Jelaskan : Klien dapat makan dan BAB/BAK mandiri.

14. Mandi

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri


15. Berpakaian/ berhias

□ Bantuan total □ Bantuan minimal  Mandiri



16. Istirahat dan tidur

□ Tidur siang (..............s/d.............)

 Tidur malam (jam: 20.00 s/d. 04.30)



□ Kegiatan sebelum/ sesudah tidur
17. Penggunaan obat

18. □ Bantuan total  Bantuan minimal


 Mandiri

19. Pemeliharaan kesehatan

20. Perawatan lanjutan □


 Ya  Tidak

Perawatan pendukung □ Ya □ Tidak


21. Kegiatan di dalam rumah

Mempersiapkan makanan  Ya

□ Tidak

Menjaga kerapihan rumah □


 Ya  Tidak

Mencuci pakaian □
 Ya  Tidak

Pengaturan keuangan □
 Ya  Tidak

22. Kegiatan di luar rumah

Belanja □
 Ya  Tidak

Transportasi □ Ya □ Tidak

Lain-lain □ Ya □ Tidak
Jelaskan : Klien mandi 2x sehari menggunakan sabun secara mandiri, klien

jarang tidur siang dan jika tidur siang berkisar 30 menit yaitu pukul 13.30-

14.00 WIB. Sebelum tidur klien mencuci tangan dan kaki dan sesudah tidur

mencuci muka. Untuk penggunaan obat klien masih dibantu motivasi dari

perawat bangsal untuk tertib minum obat. Klien masih membutuhkan

perawatan lanjut karena tanda dan gejala perilaku kekerasan masih ada dan

klien juga mengalami putus obat selama 1 bulan.

XVIII. MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif

□ Bicara dengan orang lain □ Minum alkohol

□ Mampu menyelesaikan masalah 


 lambat/ berlebih
 Reaksi

□ Teknik relaksasi □ Bekerja berlebihan

□ Aktivitas konstruktif □ Menghindar

□ Olahraga □Mencederai diri

□ Lainnya ___________________ □ Lainnya :


Jelaskan : Ketika menghadapi masalah klien masih bereaksi berlebihan

dengan mengomel dan mengamuk.

XIX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

□ Masalah dengan dukungan kelompok


Masalah

 berhubungan dengan lingkungan

Keterangan : hubungan klien dengan lingkungan baik.

□ Masalah dengan pekerjaan


Keterangan : Klien sudah tidak bekerja dan hanya berdiam diri di

rumah.

 dengan perumahan
Masalah

Keterangan : Klien tidak memiliki masalah dengan tetangga.

 ekonomi
 Masalah

Keterangan : kodisi perekonomian keluarga klien menengah kebawah.

□ Masalah dengan pelayanan kesehatan


Keterangan :

□ Masalah lainnya
XX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG

□ Penyakit jiwa □ Sistem pendukung

□ Faktor presipitasi □ Penyakit fisik

□ Koping 
 Obat-obatan

□ Lainnya
Jelaskan : klien mengatakan tidak tahu dengan fungsi obat dari obat yang

dikonsumsinya.
Lampiran 2
Pengkajian Risiko Perilaku Kekerasan (Nurjanah, 2008)
Faktor statis Ya Tidak Tidak
(skor 1) (skor 0) diketahui
(skor 1)
Laki-laki 
Usia dibawah 35 tahun 
Riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan 
Riwayat kriminal-serangan 
Penanganan penyakit jiwa yang tidak berhasil 
Riwayat dianiaya/salah penanganan pada masa kanak-kanak 
Pernah menggunakan senjata 
Riwayat agresi sebelumnya 
Peran yang tidak stabil (misalnya, kerja hubungan, akomodasi) 
Faktor dinamis 
Mengekspresikan keinginan untuk menyakiti orang lain 
Bisa mengakses alat yang tersedia 
Persecutory selusin atau ide tentang yang lain 
Perintah kekerasan dari halusinasi 
Marah, frustrasi atau agitasi 
Ketakutan atau efek curiga 
Peningkatan Monod, grandiosity, fantasi kekerasan 
Perilaku seksual yang tidak tepat 
Impuls kontrol buruk, penurunan kemampuan untuk

mengontrol perilaku
Berada dalam keadaan sedang dipengaruhi zat-zat tertentu 
Fasik dengan ide kekerasan 

Penilaian
Skor 0-3 = Risiko perilaku rendah

Skor 4-9 = Risiko perilaku sedang


Skor 10-19 = Risiko kekerasan tinggi

Kesimpulan : Penilaian skor petama sebelum dilakukan tindakan asuhan

keperawatan pada Tn.S di dapatkan hasil 8 yaitu risiko perilaku sedang.


Lampiran 2
Pengkajian Risiko Perilaku Kekerasan (Nurjanah, 2008)
Faktor statis Ya Tidak Tidak
(skor 1) (skor 0) diketahui
(skor 1)
Laki-laki 
Usia dibawah 35 tahun 
Riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan 
Riwayat kriminal-serangan 
Penanganan penyakit jiwa yang tidak berhasil 
Riwayat dianiaya/salah penanganan pada masa kanak-kanak 
Pernah menggunakan senjata 
Riwayat agresi sebelumnya 
Peran yang tidak stabil (misalnya, kerja hubungan, akomodasi) 
Faktor dinamis 
Mengekspresikan keinginan untuk menyakiti orang lain 
Bisa mengakses alat yang tersedia 
Persecutory selusin atau ide tentang yang lain 
Perintah kekerasan dari halusinasi 
Marah, frustrasi atau agitasi 
Ketakutan atau efek curiga 
Peningkatan Monod, grandiosity, fantasi kekerasan 
Perilaku seksual yang tidak tepat 
Impuls kontrol buruk, penurunan kemampuan untuk

mengontrol perilaku
Berada dalam keadaan sedang dipengaruhi zat-zat tertentu 
Fasik dengan ide kekerasan 

Penilaian
Skor 0-3 = Risiko perilaku rendah

Skor 4-9 = Risiko perilaku sedang


Skor 10-19 = Risiko kekerasan tinggi

Kesimpulan : Penilaian skor kedua setelah dilakukan tindakan asuhan

keperawatan pada Tn.S, terjadi penurunan hasil dari 8 menjadi 5 yaitu masih

dalam kategori risiko perilaku sedang.


Lampiran 2
Pengkajian Risiko Perilaku Kekerasan (Nurjanah, 2008)
Faktor statis Ya Tidak Tidak
(skor 1) (skor 0) diketahui
(skor 1)
Laki-laki 
Usia dibawah 35 tahun 
Riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan 
Riwayat kriminal-serangan 
Penanganan penyakit jiwa yang tidak berhasil 
Riwayat dianiaya/salah penanganan pada masa kanak-kanak 
Pernah menggunakan senjata 
Riwayat agresi sebelumnya 
Peran yang tidak stabil (misalnya, kerja hubungan, akomodasi) 
Faktor dinamis 
Mengekspresikan keinginan untuk menyakiti orang lain 
Bisa mengakses alat yang tersedia 
Persecutory selusin atau ide tentang yang lain 
Perintah kekerasan dari halusinasi 
Marah, frustrasi atau agitasi 
Ketakutan atau efek curiga 
Peningkatan Monod, grandiosity, fantasi kekerasan 
Perilaku seksual yang tidak tepat 
Impuls kontrol buruk, penurunan kemampuan untuk

mengontrol perilaku
Berada dalam keadaan sedang dipengaruhi zat-zat tertentu 
Fasik dengan ide kekerasan 

Penilaian
Skor 0-3 = Risiko perilaku rendah

Skor 4-9 = Risiko perilaku sedang


Skor 10-19 = Risiko kekerasan tinggi

Kesimpulan : Penilaian skor petama sebelum dilakukan tindakan asuhan

keperawatan pada Tn.N di dapatkan hasil 7 yaitu risiko perilaku sedang.


Lampiran 2
Pengkajian Risiko Perilaku Kekerasan (Nurjanah, 2008)
Faktor statis Ya Tidak Tidak
(skor 1) (skor 0) diketahui
(skor 1)
Laki-laki 
Usia dibawah 35 tahun 
Riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan 
Riwayat kriminal-serangan 
Penanganan penyakit jiwa yang tidak berhasil 
Riwayat dianiaya/salah penanganan pada masa kanak-kanak 
Pernah menggunakan senjata 
Riwayat agresi sebelumnya 
Peran yang tidak stabil (misalnya, kerja hubungan, akomodasi) 
Faktor dinamis 
Mengekspresikan keinginan untuk menyakiti orang lain 
Bisa mengakses alat yang tersedia 
Persecutory selusin atau ide tentang yang lain 
Perintah kekerasan dari halusinasi 
Marah, frustrasi atau agitasi 
Ketakutan atau efek curiga 
Peningkatan Monod, grandiosity, fantasi kekerasan 
Perilaku seksual yang tidak tepat 
Impuls kontrol buruk, penurunan kemampuan untuk

mengontrol perilaku
Berada dalam keadaan sedang dipengaruhi zat-zat tertentu 
Fasik dengan ide kekerasan 

Penilaian
Skor 0-3 = Risiko perilaku rendah

Skor 4-9 = Risiko perilaku sedang


Skor 10-19 = Risiko kekerasan tinggi

Kesimpulan : Penilaian skor kedua setelah dilakukan tindakan asuhan

keperawatan pada Tn.N, terjadi penurunan hasil dari 7 menjadi 5 yaitu masih

dalam kategori risiko perilaku sedang.


Lampiran 3
ASSAULT AND VIOLENCE ASSESMENT TOOL (Nurjannah, 2018)
Deskripsi : alat ini digunakan jika pasien
a. Mempunyai riwayat kekerasan
b. Saat ini menunjukan ancaman kekerasan
c. Melakukan ancaman kekerasan sebagai alasan dirujuk ke unit perawatan
Petunjuk :
a. Kaji setiap faktor
b. Lingkari satu (dari tiga) deskriptor untuk setiap faktor yang paling menggambarkan kondisi klien
c. Tambahkan poin untuk setiap Ijen yang diingkari untuk mendapatkan total skor
KLIEN 1 (Tn.S)
PENGKAJIAN
Faktor kunci Risiko tinggi (Skor 2) Risiko sedang (Skor 1) Tidak perlu tindakan (Skor 0)
Riwayat kekerasan Baik satu episode kerasan dengan Merusak barang tanpa mencederai Kerasan hanya pada saat
mencederai orang lain saat di rawat orang lain menggunakan obat atau alkohol
ATAU ATAU ATAU
Beberapa serangan dengan mencederai Satu serangan di luar rumah sakit yang Merusak di luar rumah sakit
pada waktu berada di luar rumah rawat menyebabkan cedera ATAU
ATAU Tidak ada riwayat kekerasan
Beberapa serangan di luar rumah sakit
yang tidak menyebabkan cedera
Riwayat agresi terakhir Ancaman fisik pada saat dirujuk/dibawa ke Ancaman verbal pada saat Tidak ada ancaman verbal pada
rumah sakit dirujuk/dibawa ke rumah sakit saat dirujuk/dibawa ke rumah sakit
Status penggunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan Penggunaan yang sudah
activety detoxing zat tanpa ada gejala withdrawal direhabilitasi
ATAU ATAU
Saat ini berada di bawah pengaruh alkohol Tidak ada riwayat penggunaan
atau obat alkohol/penyalahgunaan zat
Paranoia/bermusuhan Paranoia atau bermusuhan secara umum Paranoia atau bermusuhan secara umum Tidak tampak paranoia
pada orang lain di lingkungan sekitarnya pada orang yang dapat diakses Tidak tampak bermusuhan
Impulsivity Secara fisik impulsif Secara verbal impulsif Tidak tampak impulsif
ATAU
Riwayat impulsif secara fisik
Agitasi Agitasi psikomotor dengan penekanan fisik Agitasi psikomotor dengan ledakan Tidak tampak agitasi psikomotor
yang terus menerus hiperaktivitas yang hilang timbul
Sensorium Disorientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan memori utuh

Total skor : 5 tindakan pencegahan sedang


Dikaji oleh : Mediana Agusti Maharani
Waktu pengkajian : 8 Januari 2018
Skor
9 atau lebih : tindak pencegahan tinggi
3-8 : tindakan pencegahan sedang
0-2 : tidak perlu tindakan pencegahan
Lampiran 3
ASSAULT AND VIOLENCE ASSESMENT TOOL (Nurjannah, 2018)
Deskripsi : alat ini digunakan jika pasien
d. Mempunyai riwayat kekerasan
e. Saat ini menunjukan ancaman kekerasan
f. Melakukan ancaman kekerasan sebagai alasan dirujuk ke unit perawatan
Petunjuk :
d. Kaji setiap faktor
e. Lingkari satu (dari tiga) deskriptor untuk setiap faktor yang paling menggambarkan kondisi klien
f. Tambahkan poin untuk setiap Ijen yang diingkari untuk mendapatkan total skor
KLIEN 1 (Tn.S)
EVALUASI
Faktor kunci Risiko tinggi (Skor 2) Risiko sedang (Skor 1) Tidak perlu tindakan (Skor 0)
Riwayat kekerasan Baik satu episode kerasan dengan Merusak barang tanpa mencederai Kerasan hanya pada saat
mencederai orang lain saat di rawat orang lain menggunakan obat atau alkohol
ATAU ATAU ATAU
Beberapa serangan dengan mencederai Satu serangan di luar rumah sakit yang Merusak di luar rumah sakit
pada waktu berada di luar rumah rawat menyebabkan cedera ATAU
ATAU Tidak ada riwayat kekerasan
Beberapa serangan di luar rumah sakit
yang tidak menyebabkan cedera
Riwayat agresi terakhir Ancaman fisik pada saat dirujuk/dibawa ke Ancaman verbal pada saat Tidak ada ancaman verbal pada
rumah sakit dirujuk/dibawa ke rumah sakit saat dirujuk/dibawa ke rumah sakit
Status penggunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan Penggunaan yang sudah
activety detoxing zat tanpa ada gejala withdrawal direhabilitasi
ATAU ATAU
Saat ini berada di bawah pengaruh alkohol Tidak ada riwayat penggunaan
atau obat alkohol/penyalahgunaan zat
Paranoia/bermusuhan Paranoia atau bermusuhan secara umum Paranoia atau bermusuhan secara umum Tidak tampak paranoia
pada orang lain di lingkungan sekitarnya pada orang yang dapat diakses Tidak tampak bermusuhan
Impulsivity Secara fisik impulsif Secara verbal impulsif Tidak tampak impulsif
ATAU
Riwayat impulsif secara fisik
Agitasi Agitasi psikomotor dengan penekanan fisik Agitasi psikomotor dengan ledakan Tidak tampak agitasi psikomotor
yang terus menerus hiperaktivitas yang hilang timbul
Sensorium Disorientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan memori utuh

Total skor : 3 tindakan pencegahan sedang


Dikaji oleh : Mediana Agusti Maharani
Waktu pengkajian : 12 Januari 2018
Skor :
9 atau lebih : tindak pencegahan tinggi
3-8 : tindakan pencegahan sedang
0-2 : tidak perlu tindakan pencegahan
Lampiran 3
ASSAULT AND VIOLENCE ASSESMENT TOOL (Nurjannah, 2018)
Deskripsi : alat ini digunakan jika pasien
g. Mempunyai riwayat kekerasan
h. Saat ini menunjukan ancaman kekerasan
i. Melakukan ancaman kekerasan sebagai alasan dirujuk ke unit perawatan
Petunjuk :
g. Kaji setiap faktor
h. Lingkari satu (dari tiga) deskriptor untuk setiap faktor yang paling menggambarkan kondisi klien
i. Tambahkan poin untuk setiap Ijen yang diingkari untuk mendapatkan total skor
KLIEN 2 (Tn.N)
PENGKAJIAN
Faktor kunci Risiko tinggi (Skor 2) Risiko sedang (Skor 1) Tidak perlu tindakan (Skor 0)
Riwayat kekerasan Baik satu episode kerasan dengan Merusak barang tanpa mencederai Kerasan hanya pada saat
mencederai orang lain saat di rawat orang lain menggunakan obat atau alkohol
ATAU ATAU ATAU
Beberapa serangan dengan mencederai Satu serangan di luar rumah sakit yang Merusak di luar rumah sakit
pada waktu berada di luar rumah rawat menyebabkan cedera ATAU
ATAU Tidak ada riwayat kekerasan
Beberapa serangan di luar rumah sakit
yang tidak menyebabkan cedera
Riwayat agresi terakhir Ancaman fisik pada saat dirujuk/dibawa ke Ancaman verbal pada saat Tidak ada ancaman verbal pada
rumah sakit dirujuk/dibawa ke rumah sakit saat dirujuk/dibawa ke rumah sakit
Status penggunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan Penggunaan yang sudah
activety detoxing zat tanpa ada gejala withdrawal direhabilitasi
ATAU ATAU
Saat ini berada di bawah pengaruh alkohol Tidak ada riwayat penggunaan
atau obat alkohol/penyalahgunaan zat
Paranoia/bermusuhan Paranoia atau bermusuhan secara umum Paranoia atau bermusuhan secara umum Tidak tampak paranoia
pada orang lain di lingkungan sekitarnya pada orang yang dapat diakses Tidak tampak bermusuhan
Impulsivity Secara fisik impulsif Secara verbal impulsif Tidak tampak impulsif
ATAU
Riwayat impulsif secara fisik
Agitasi Agitasi psikomotor dengan penekanan fisik Agitasi psikomotor dengan ledakan Tidak tampak agitasi psikomotor
yang terus menerus hiperaktivitas yang hilang timbul
Sensorium Disorientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan memori utuh

Total skor : 5 tindakan pencegahan sedang


Dikaji oleh : Mediana Agusti Maharani
Waktu pengkajian : 8 Januari 2018
Skor
9 atau lebih : tindak pencegahan tinggi
3-8 : tindakan pencegahan sedang
0-2 : tidak perlu tindakan pencegahan
Lampiran 3
ASSAULT AND VIOLENCE ASSESMENT TOOL (Nurjannah, 2018)
Deskripsi : alat ini digunakan jika pasien
j. Mempunyai riwayat kekerasan
k. Saat ini menunjukan ancaman kekerasan
l. Melakukan ancaman kekerasan sebagai alasan dirujuk ke unit perawatan
Petunjuk :
j. Kaji setiap faktor
k. Lingkari satu (dari tiga) deskriptor untuk setiap faktor yang paling menggambarkan kondisi klien
l. Tambahkan poin untuk setiap Ijen yang diingkari untuk mendapatkan total skor

KLIEN 1 (Tn.N)
EVALUASI

Faktor kunci Risiko tinggi (Skor 2) Risiko sedang (Skor 1) Tidak perlu tindakan (Skor 0)
Riwayat kekerasan Baik satu episode kerasan dengan Merusak barang tanpa mencederai Kerasan hanya pada saat
mencederai orang lain saat di rawat orang lain menggunakan obat atau alkohol
ATAU ATAU ATAU
Beberapa serangan dengan mencederai Satu serangan di luar rumah sakit yang Merusak di luar rumah sakit
pada waktu berada di luar rumah rawat menyebabkan cedera ATAU
ATAU Tidak ada riwayat kekerasan
Beberapa serangan di luar rumah sakit
yang tidak menyebabkan cedera
Riwayat agresi terakhir Ancaman fisik pada saat dirujuk/dibawa ke Ancaman verbal pada saat Tidak ada ancaman verbal pada
rumah sakit dirujuk/dibawa ke rumah sakit saat dirujuk/dibawa ke rumah sakit
Status penggunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan zat Penggunaan alkohol/penyalahgunaan Penggunaan yang sudah
activety detoxing zat tanpa ada gejala withdrawal direhabilitasi
ATAU ATAU
Saat ini berada di bawah pengaruh alkohol Tidak ada riwayat penggunaan
atau obat alkohol/penyalahgunaan zat
Paranoia/bermusuhan Paranoia atau bermusuhan secara umum Paranoia atau bermusuhan secara umum Tidak tampak paranoia
pada orang lain di lingkungan sekitarnya pada orang yang dapat diakses Tidak tampak bermusuhan
Impulsivity Secara fisik impulsif Secara verbal impulsif Tidak tampak impulsif
ATAU
Riwayat impulsif secara fisik
Agitasi Agitasi psikomotor dengan penekanan fisik Agitasi psikomotor dengan ledakan Tidak tampak agitasi psikomotor
yang terus menerus hiperaktivitas yang hilang timbul
Sensorium Disorientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan gangguan memori Orientasi dengan memori utuh

Total skor : 3 tindakan pencegahan sedang


Dikaji oleh : Mediana Agusti Maharani
Waktu pengkajian : 12 Januari 2018
Skor
9 atau lebih : tindak pencegahan tinggi
3-8 : tindakan pencegahan sedang
0-2 : tidak perlu tindakan pencegahan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas diri
1. Nama : Mediana Agusti Maharani
2. NIM : P1337420515013
3. Tanggal lahir : 14 Agustus 1996
4. Tempat lahir : Magelang
5. Jenis kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah :
a. Kelurahan : Kramat Utara
b. Kecamatan : Magelang Utara
c. Kota : Magelang
d. Propinsi : Jawa Tengah
7. Telpon :
a. Email : mediana.maharani@gmail.com
b. No.telpon : 081319233599 / 081225885020

B. Riwayat pendidikan

1. Pendidikan SD di SD N Kedungsari 1 Magelang, lulus tahun 2009


2. Pendiidkan SMP di SMP N 11 Magelang, lulus tahun 2012
3. Pendidikan SMA di SMA N 1 Mertoyudan, lulus tahun 2015

Magelang, Maret 2018

Mediana Agusti Maharani


P133742051013

Anda mungkin juga menyukai