PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Gangguan jiwa menurut UU No. 3 tahun 1966 merupakan adanya
gangguan pada fungsi kejiwaan pada proses berpikir, kemauan, perilaku
psikomotorik, termasuk dalam bicara (Dalami, 2010). Kesehatan jiwa
menurut Undang-Undang No 3 tahun 1966, adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal
dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain.
Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan
segi kehidupan manusia dan cara berhubungan dengan orang lain (Riyadi,
2009).
Gangguan jiwa dimanifestasikan dengan adanya gejala positif dan
gejala negatif.Adapun gejala positif menggambarkan fungsi normal yang
berlebihan dan khas, yang meliputi waham, halusinasi, disorganisasi
pembicaraan dan disorganisasi perilaku seperti katatonia (gerakan yang
ekstreme), atau agitasi (gelisah).Gejala positif tidak hanya ditemukan pada
penderita skizofrenia tetapi juga didapatkan pada gangguan lainnya, misal
pada penderita bipolar, depresi psikotik dan dimensia.Sedangakan gejala
negative terdiri dari lima tipe yaitu ekspresi emosi yang terbatas, dalam
rentang intensitas, keterbatasan pembicaraan dan perilaku dalam kelancaran
dan produktivitas (Alogia), keterbatasan perilaku dalam menentukan tujuan
(Avolition), berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh aktivitas yang
menyenangkan dan bias dilakukan oleh penderita (Adhenonia), gangguan
atensi : suatu gejala yang dapat dikatakan symptom negative bila ditemukan
adanya penurunan fungsi normal pada penderita skizofrenia. Dan gejala
negative adalah kesulitan berpikir abstrak, pikiran yang stereotipik, dan
kurangnya spontanitas (Sinaga, 2007).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), ada sekitar 450
juta jiwa orang di dunia mengalami gangguan mental, dan 33 % orang hidup
dengan gangguan cacat neuropsikiatri setiap tahun. Sekitar 10 % orang
dewasa mengalami gangguan jiwa.Menurut National Institute of mental
1
2
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dan perbandingan bagi perawat tentang bagaimana cara
penerapan asuhan keperawatan pada klien resiko perilaku kekerasan
secara komprehensif dan sesuai dengan standar.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan refensi baca bagi mahasiswa keperawatan khusunya
tentang pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan masalah resiko
perilaku kekerasan yang sesuai dengan standar.
3. Bagi klien dan Keluarga
Sebagai informasi tambahan bagi pasien dan keluarga tentang perawatan
klien dengan resiko perilaku kekerasan.
4. Bagi Penulis
Sebagai pengalaman nyata dan menambah pengetahuan penulis serta
keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah resiko perilaku kekerasan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Skizofrenia
1. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan mental yang berat. Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia
menimbulkan dampak berat dalam kemampuan individuterhadap berpikir dan
memecahkan masalah, serta kehidupan afek yang mengganggu kehidupan
sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan pasien dengan skizofrenia mengalami
fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat
produktivitasnya dan nyaris terputus relasi dengan orang lain (Arief, 2010).
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada
persepsi, pikiran afek, dan prilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif
tertentu dapat berkembang dalam perjalanan penyakit ini (Hawari, 2011).
2. Etiologi
Skizofrenia pada seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor
dibawah ini antara lain :
a. Faktor Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang mewarisi
seseorang sangat kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami
skizofrenia. Studi pada keluarga telah menunjukkan bahwa semakin dekat
relasi seseorang dengan pasien skizoprenia, makin besar resikonya untuk
mengalami penyakit tersebut (Arief, 2007.
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak
yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan
bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang
berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas
6
Tabel 2.1
Rentang respon marah
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan
perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
3) Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
4) Perilaku Kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
Klien yang mengalami prilaku kekerasan sukar mengontrol diri dan emosi.
Untuk itu perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar dapat
menerima diri sendiri dan klien dengan baik sehingga dapat melakukan
terapeutik dalam merawat klien.
1. Pengkajian
Menurut Ilyus Yosep (2010), data dasar pengkajian pada klien dengan
Resiko Prilaku Kekerasan ditunjukkan pada semua aspek, yaitu
biopsikososial-kultural dan spiritual.
a. Aspek biologis
Respon biologis timbul karena kegiatan saraf otonom berekasi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat. Takikardi,
muka merah, pupil melebar, dan pengeluaran urin meningkat. Hal ini
disebabkan oleh energi saat marah meningkat.
b. Aspek psikologis
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan, sakit hati, dan cenderung meyalahkan orang lain.
c. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai dengan suara yang keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendir, menjauhkan diri dari orang lain, dan
menolak mengikut aturan.
12
d. Aspek spiritual
Kepercayaan nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan moral dan terasa
tidak berdosa.
Sedangkan menurut Direja (2013) data yang perlu dikaji pada klien
dengan Resiko Perilaku Kekerasan adalah :
2. Pohon Masalah
Menurut Direja (2013), keadaan berduka (disfungsional dalam
keluarga) dan regimen terapeutik yang tidak efektif dapat menyebabkan klien
mengalami kekambuhan berulang dapat menyebabkan perilaku kekerasan
yang pernah dialami oleh klien sebelumnya kambuh kembali sehingga klien
beresiko untuk melakukan perilaku kekerasan.
Penyebab lainnya yaitu harga diri rendah yang merupak suatu perilaku
negatif dan perasaan terhadap diri atau kemampuan diri yang negatif, perilaku
ini dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu dan
mengisolasi dirinya (isolasi sosial), sehingga dapat terjadi halusinasi, dampak
lanjut dari kejadian ini adalah klien beresiko mengalami perilaku kekerasan
yaitu klien tidak mampu mengekspresikan marahnya secara tak konstruktif,
klien akan melakukan tindakan yang dapat menciderai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungannya. Pohon masalah resiko perilaku kekerasan dapat dilihat
pada bagan 2.1 berikut ini :
Bagan 2.1
Resiko Perilaku Kekerasan
13
Perilaku Kekerasan
Halusinasi
Regimen Terapeutik
Inefektif Harga Diri Rendah Isolasi Sosial:
Kronis Menarik Diri
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan
klien, baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis dan
interprestasi data hasil pengkajian (Asmadi, 2015).
Menurut Direja (2013) diagnosa keperawatan meliputi :
a. Resiko prilaku kekerasan
b. Prilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan).
c. Harga diri rendah.
d. Isolasi Sosial : Menarik diri.
e. Berduka disfungsional
4. Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga, dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. (Asmadi, 2015).
Rencana asuhan keperawatan perilaku kekerasan dalam bentuk strategi
pelaksanaan adalah sebagai berikut ;
SPIP.
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
14
SP2P.
SP3P.
SP4P.
SP1K.
SP2K.
SP3K.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IdentitasKlien
Nama : Tn. M ( L )
Umur : 29 Tahun
No. CM : 055777
Tanggal Masuk : 03 Mei 2018
2. AlasanMasuk / Faktor presipitasi
Klien dibawa ke RSJ karena 2 minggu sebelum masuk rumah sakit di
rumah klien mengamuk dan ingin membunuh kakak kandungnya, klien juga
mengamuk kepada orang lain dan mudah tersinggung, klien juga susah tidur.
3. Faktor Predisposisi
Klien pernah dirawat di RSJ kurang lebih 5 kali sebelumnya.tidak
melakukan kontrol secara rutin di puskesmas terdekat, tidak minum obat
dengan alasan sudah sembuh. Dari keterangan ayah klien diketahui bahwa
klien tidak pernah mengalami aniaya fisik oleh keluarganya di rumah.Klien
hanya pernah mengancam untuk membunuh keluarganya, klien selalu curiga
terhadap orang disekitarnya.
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien.Pertama
kali gejala yang dialami klien muncul pada saat klien duduk dibangku sekolah
kelas 3 SMP, klien sering marah – marah dan mudah tersingggung,keluarga
mengangggap gejala timbul karena klien memasuki masa puber tetapi gejala
lama kelamaan semakin meresahkan orang disekitarnya, akhirnya klien dibawa
berobat ke psikolog didaerah tempat tinggal klien, gejala hilang hanya
sementara dan akhirnya orang tua klien membawa klienke RSJ untuk dilakukan
perawatan.
17
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: : TinggalSatuRumah
: Pasien
2. Identitas
Klien menyadari bahwa dirinya seorang laki-laki.
3. Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul lagi
bersama keluarganya
4. Harga Diri
klien mengatakan tidak ada yang percaya lagi dengan dirinya
karena diriny sering mengamuk, klien juga mengatakan malu
dengan keadaan dirinya sekarang ini.
Masalah Keperawatan :Harga Diri Rendah
b. Hubungan Sosial
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah kedua orang tuanya
tapi jarang untuk melakukan komunikasi.Klien mengatakan malu mengikuti
acara social karena takut dihina oleh orang lain, sehingga klien jarang
mengikuti kegiatan sosial, klien mudah tersinggung dan cepat marah adalah
salah satu hambatan klien dalam berhubungan social dengan orang lain.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
c. Spritual
Klien mengatakan bahwa beragama Islam dan percaya kepada Allah
SWT dengan selalu berzikir, tetapi selama di rumah sakit klien tidak pernah
melakukan sholat.
6. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan rapi dan menggunakan baju yang sesuai (tidak terbalik) rambut
potong pendek tidak ada ketombe, gigi bersih, kuku pendek dan bersih.
Masalah Keperawatan :Tidak Ada Masalah
b. Pembicaraan
Nada bicara keras, meledak-ledak, singkat, danmarah-marah.
Masalah Keperawatan :Komunikasi Verbal, Resiko Perilaku Kekerasan
c. Aktivitas Motorik
19
Klien ditempatkan pada ruangan yang sama dengan klien lainnya, klien
tampak tidak bersemangat, dan sering tidur, terkadang klien marah – marah
terhadap teman satu kamarnya ,mata melotot.
Masalah Keperawatan :Perilaku Kekerasan
d. Alam perasaan
Klien tampak sedikit sedih pada saat diajak bercerita tentang keluarganya
e. Afek emosi
Afek emosi klien tidak stabil, klien sering marah-marah,apabila tersinggung
dengan teman yang ada diruangan epsilon.
MasalahKeperawatan :ResikoPerilakuKekerasan
f. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif, kontak mata kurang karena klien lebih banyak menunduk
saat di wawancara,bahasa verbal kasar dan terkesan acuh.
Masalah Keperawatan :Resiko Perilaku Kekerasan
g. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara bisikan makhluk halus (ghaib)
yang menyuruhnya untuk melakukan balas dendam kepada kerabatnya
dengan cara melukai kerabatnya, klien sering menyendiri dan mendengar
kesuatu arah.
Masalah Keperawatan :Halusinasi pendengaran, Resiko Perilaku
Kekerasan.
h. Isi pikir
Klien tampak curiga dengan orang lain
i. Proses pikir
Pembicaraan klien lancar, dapat dipahami, dan jawaban kadang-kadang
sesuai dengan pertanyaan perawat dan kadang-kadang melenceng dari tema
pembicaraan, pada saat berbicara terkadang klien berhenti sejenak dan
kemudian berbicara kembali.
j. Tingkat kesadaran
Klien tampak kebingungan.
k. Memori
Klien mampu mengingat siapa yang mengantarkannya ke RSJ yaitu kedua
orang tuanya, dan pada saat ditanya apa kegiatan yang barusan dilakukan
klien menjawab dengan benar.
20
1.Perawatan diri
2.Tidur
Klien mengatakan tidak ada masalah tidur, merasa segar ketika bangun tidur
dan juga memiliki kebiasaan tidur siang. Klien mengatakan setelah minum
obat biasanya langsung mengantuk dan klien tidur kira-kira 7-8 jam. Klien
tidak memiliki gangguan tidur.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
3. Penggunaan obat
Dalam mengkonsumsi obat klien bisa meminum sendiri, tetapi jadwalnya
masih dibantu dengan perawat pelaksana.
c. Pemeliharaan kesehatan
Klien tidak bisa melakukan pemeliharaan, diketahui dari bahwa klien tidak
mau minum obat secara teratur
21
5. Aspek Medis
Diagnosa medis : Skizofrenia
Terapi medis : - Trihexypenid 2x1
- Chlorpromazine 1x1
- Haloperidol 2x2
6. ANALISA DATA
Table 3.1
Analisa Data Pasien Tn. M dengan RPK di Ruang Epsilon RSJ Provinsi
Jambi tahun 2018
No DATA MASALAH
1 DS : Resiko tinggi
- Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena prilaku
dirumah klien mengamuk kekerasan
22
2 DS : Gangguan
- Klien mengatakan sering mendengar suara Persepsi
bisikan makhluk halus (ghaib) yang sensori :
menyuruhnya untuk melakukan balas dendam halusinasi
kepada kerabatnya dengan cara melukai pendengaran
kerabatnya
- Klien mengatakan sering mendengar suara-
suara itu apabila sendirian
DO :
- Sering menyendiri
- Sering memandang kesatu arah
- Klien tampak menggerakkan bibir tetapi tidak
ada suara
3 DS:
- Klien mengatakan tidak berg
una karena tidak ada yang percaya
padanya, dari saat itulah klien mulai cepat
Gangguan
marah dan suka mengamuk.
konsep diri :
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan
harga diri rendah
pulang karena setelah sembuh klien kembali
ingin berkumpul bersama keluarganya
- Klien mengatakan tidak pernah diikut
sertakan dalam pengambilan keputusan
23
dalam keluarga
DO :
- Kontak mata kurang dan melotot
- Klien sering menyendiri
- Lebih banyak menghabiskan waktu di kamar
7. Pohon Masalah
Bagan 3.2
Pohon Masalah pada Tn. M dengan RPK di ruang Epsilon di RSJD
Provinsi Jambi tahun 2018
Perilaku Kekerasan
Akibat
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada Bab IV ini penulis akan membahas laporan kasus yang penulis dengan
cara membandingkan antara tinjauan teoritis dengan masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan masalah resiko perilaku
kekerasan.
A. Pengkajian
Menurut Ilyus Yosep (2009), data dasar pengkajian pada klien dengan Resiko
Perilaku Kekerasan ditunjukkan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural
dan spiritual. Pada aspek biologis tekanan darah meningkat, takikardi, muka
merah, pupil melebar, dan pengeluaran urin meningkat. Hal ini disebabkan oleh
energi saat marah meningkat. Sedangkan aspek psikologis Ditemukan data
merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin
memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, dan cenderung
meyalahkan orang lain.Aspek sosial ditemukan data klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai dengan suara yang keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, dan menolak mengikut aturan.
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan penulis terhadap Tn. M
dengan masalah resiko perilaku kekerasan di dapatkan data fokus yaitu klien
mengamuk, marah-marah, berkata kasar, mengancam orang lain, tegang, dan
sering mondar-mandir, mata melotot dan sering membentak. Pengalaman masa
lalu dimana keluarga dan orang sekitar tidak percaya pada dirinya, sejak saat itu
klien menjadi pemarah dan mudah tersinggung.
Berdasarkan analisis penulis data pengkajian Tn. M relative sama seperti
yang dikemukan oleh Yosep (2009), yaitu adanya factor predisposisi yang
meliputi factor biologis, psikologis, dan sosiokulutural. Faktor presipitasi yang
25
muncul yaitu ekspresi diri yang muncul yaitu klien merasa marah dengan
keluarganya yang tidak pernah mempercayainya , kesulitan dalam
mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga, serta tidak membiasakan dialog
dalam memecahkan masalah.Sedangkan dari factor presipitasi berdasarkan
pengkajian menurut (Kelliat, 2006) yang tidak muncul yaitu perilaku antisosial
yang meliputi penyalahgunaan obat dan alkohol sehingga tidak mampu
mengontrol emosinya saat menghadapi frustasi, kehilangan anggota keluarga
yang terpenting, kehilangan pekerjaan dan perubahan tahap perkembangan
keluarga.
1. Analisa Data
Berdasarkan analisa data, data yang mungkin muncul menurut
(Kelliat, 2006) adalah perilaku kekerasan, resiko perilaku kekerasan,
gangguan persepsi sensori :halusinasi pendengaran dan harga diri rendah.
Masalah yang ditemukan pada pasien adalah resiko perilaku kekerasan.Data
ini didukung dengan dengan data objektif klien yaitu sering mondar-mandir,
klien juga mengalami halusinasi pendengaran yaitu klien pernah mendengar
suara-suara yang menyuruhnya untuk melakukan balas dendam.
Adapun data yang menunjang dalam masalah harga diri rendah yaitu
klien mengatakan malu mengikuti acara sosial karena takut dihina oleh
orang lain karena marah-marah, kontak mata kurang dan melotot, klien
sering menyendiri dan lebih banyak menghabiskan waktu di kamar, klien
juga mengatakan bahwa tidak ada yang percaya pada dirinya.
2. Pohon Masalah
Menurut Direja (2011) pohon masalah pada pasien dengan perilaku
kekerasan dapat disebabkan oleh harga diri yang rendah yang menyebabkan
klien mengalami isolasi social kemudian akan mengarah pada halusinasi
akibat dari itu klien beresiko mengalami RPK yang dapat menciderai
dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Pohon masalah pada kasus Tn. M relatif sama dengan dengan teori
dimana klien mangalami harga diri rendah karena masalah klien merasa
tidak dihargai dan mengisolasi dirinya dalam pergaulan, sehingga
mengalami halusinasi pendengaran yang menyuruhnya untuk membalas dan
pada kerabatnya.
26
C. Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga,
dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami klien. (Asmadi, 2015).
Menurut Ade Herman Surya Direja (2011) rencana asuhan keperawatan secara
teoritis pada klien yang mengalami Resiko Perilaku Kesehatan adalah
melakukan SP 1 s/d SP 5 yaitu mengenal RPK, melatih latihan fisik 1 tarik nafas
27
dalam, dan latihan fisik 2 memukul bantal dan kasur, dan latihan verbal
(meminta dan menolak dengan baik), dan latihan spritual (berwudhuk dan
sholat) dan latiha nminum obat dengan metode 5 benar.
Faktor penghambat penulis dalam membuat intervensi keperawatan adalah
daya tarik diri klien yang masih belum baik, dimana klien selalu menganggap
dirinya tidak sakit serta perilaku pasien yang kadang-kadang agresif sehingga
sulit untuk membina hubungan dan komunikasi terapeutik.
D. Implementasi
Penulis melakukan tindakan keperawatan selama hari perawatan yaitu 4
dari tanggal 04 s/d 07 Juni 2018 .Penulis melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah penulis susun berdasarkan
prioritas masalah.Pada tahap ini penulis melakukan semua SP yang ditetapkan
pada klien Tn. M yaitu SP 1 (Membina hubungan saling percaya, dan
mengidentifikasi penyebab, akibat dari PK, melatih klien tarik nafas dalam yaitu
metode relaksasi dengan cara menarik nafas dari hidung kemudian
mengeluarkannya dari mulut), SP 2 (melatih klien untuk latihan fisik 2 yaitu
memukul bantal dan kasur untuk menyalurkan kemarahannya), SP 3 (melatih
klien latihan verbal, meminta dan menolak dengan baik), SP 4 (melatih klien
dengan latihan spiritual yaitu klien mampu berdzikir dan SP 5 (melatih klien
untuk minum obat dengan 5 benar yaitu benar obat, dosis, tempat, cara, dan
waktu pemberian obat)
Faktor penghambat yang penulis alami adalah penerimaan secara kognitif
yang lambat sehingga satu tindakan harus di ulang beberapa kali, penulis tidak
bias bertemu dengan keluarga klien sehingga penulis tidak bisa berdiskusi
dengan keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi masalah yang dialami
klien.
E. Evaluasi
Adapun hasil evaluasi keperawatan pada klien Tn. M dengan resiko
perilaku kekerasan adalah masalah teratasi sebagian pada hari keempat
pemberian asuhan keperawatan tanggal 07 Juni 2018.
28
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah penulis membahas secara keseluruhan dari uraian mengenai
“Asuhan Keperawatan pada klien Tn. M dengan Resiko Perilaku Kekerasan di
Ruang Epsilon di RSJD provinsi Jambi ”, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa yang bertugas melaksanakan asuhan keparawatan yang dilakukan
pada pasien hendaknya menerapkan ilmu yang telah diperoleh seoptimal
mungkin. Dan menjalankan asuhan keperawatan yang komperehensif serta
mencerminkan etika sebagai profesional untuk pengembangan ilmu
keperawatan di masa depan.