Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Gangguan jiwa menurut UU No. 3 tahun 1966 merupakan adanya
gangguan pada fungsi kejiwaan pada proses berpikir, kemauan, perilaku
psikomotorik, termasuk dalam bicara (Dalami, 2010). Kesehatan jiwa
menurut Undang-Undang No 3 tahun 1966, adalah suatu kondisi yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal
dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain.
Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat yang harmonis dan memperhatikan
segi kehidupan manusia dan cara berhubungan dengan orang lain (Riyadi,
2009).
Gangguan jiwa dimanifestasikan dengan adanya gejala positif dan
gejala negatif.Adapun gejala positif menggambarkan fungsi normal yang
berlebihan dan khas, yang meliputi waham, halusinasi, disorganisasi
pembicaraan dan disorganisasi perilaku seperti katatonia (gerakan yang
ekstreme), atau agitasi (gelisah).Gejala positif tidak hanya ditemukan pada
penderita skizofrenia tetapi juga didapatkan pada gangguan lainnya, misal
pada penderita bipolar, depresi psikotik dan dimensia.Sedangakan gejala
negative terdiri dari lima tipe yaitu ekspresi emosi yang terbatas, dalam
rentang intensitas, keterbatasan pembicaraan dan perilaku dalam kelancaran
dan produktivitas (Alogia), keterbatasan perilaku dalam menentukan tujuan
(Avolition), berkurangnya minat dan menarik diri dari seluruh aktivitas yang
menyenangkan dan bias dilakukan oleh penderita (Adhenonia), gangguan
atensi : suatu gejala yang dapat dikatakan symptom negative bila ditemukan
adanya penurunan fungsi normal pada penderita skizofrenia. Dan gejala
negative adalah kesulitan berpikir abstrak, pikiran yang stereotipik, dan
kurangnya spontanitas (Sinaga, 2007).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), ada sekitar 450
juta jiwa orang di dunia mengalami gangguan mental, dan 33 % orang hidup
dengan gangguan cacat neuropsikiatri setiap tahun. Sekitar 10 % orang
dewasa mengalami gangguan jiwa.Menurut National Institute of mental

1
2

health angka gangguan jiwa mencapai 13 % dari penyakit secara keseluruhan


dan diperkirakan akan meningkat di tahun yang akan datang. Sementara di
Indonesia penderita gangguan jiwa berat dengan pravelensinya
mencakup3,7% perseribu penduduk (Riskesdas, 2013). Ini artinya setiap 1000
penduduk ada 3-4 orang yang mengalami gangguan jiwa.Sedangkan angka
penderita skizofrenia di provinsi Jambi adalah 0,9 % dari total populasi.
Skizofrenia adalah gangguan mental yang berat.Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi.Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia
menimbulkan dampak berat dalam kemampuan individu terhadap berpikir
dan memecahkan masalah, serta kehidupan afek yang mengganggu
kehidupan social dan dapat mengarah kepada perilaku kekerasan atau
menciderai (Arif, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang dapat
melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Kusumawati& Hartono, 2010). Tanda dan gejala perilaku
kekerasan diantaranya adalah muka merah, tegang, mata tajam, mengatup
rahang, mengepal tangan, jalan mondar-mandir, suara tinggi, berteriak atau
menjerit, mengancam secara verbal dan fisik, memukul benda atau orang lain,
dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol mencegah terjadinya
kekerasan (Damaiyanti, 2010).
Dampak dari perilaku kekerasan apabila tidak diberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif dan baik maka klien bisa menciderai dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungan. Klien dapat merusak lingkungan serta
sebagai ancaman bagi orang lain, bisa membuat klien dan semua orang
sebagai musuh sehingga mudah baginya untuk memukul bahkan bias
membunuh orang lain. Oleh karena itu pemberian asuhan keperawatan yang
baik dan menyerluruh menjadi hal yang penting dalam penanganan kasus
klien dengan resiko perilaku kekerasan (Dalami, 2009).
Survey awal yang penulis lakukan di ruang Epsilon diRumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Jambi tahun 2018 jumlah pasien yang dirawat dengan resiko
perilaku kekerasan berjumlah 5 orang klien.Berdasarkan pengamatan dan
observasi penulis di ruang Epsilon pada tanggal 30 mei tahun 2018 perawat
3

ruang Epsilon telah memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif


kepada klien yang mengalami masalah keperawatan resiko prilaku kekerasan
seperti menjalankan intervensi dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP)
dalam pelaksanaanya.
Berdasarkan paparan di atas penulis tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan secara komprehensif pada klien Tn. M dengan resiko perilaku
kekerasan. Laporan kasus tersebut penulis tuangkan dalam karya tulis ilmiah
yang berjudul“Asuhan Keperawatan pada klien Tn. V dengan Resiko
Perilaku Kekerasan di Ruang Epsilon diRumah Sakit Jiwa Daerah
Jambi tahun 2018”.
B. TujuanPenulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran proses asuhan keperawatan pada klien Tn.
M. dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Epsilon Rumah Sakit Jiwa
Daerah (RSJD) Provinsi Jambi Tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran pengakajian pada klien Tn. M dengan resiko
perilaku kekerasan di ruang Epsilon Rumah Sakit Jiwa Daerah
(RSJD) Provinsi Jambi Tahun 2018.
b. Diperoleh gambaran diagnosa keperawatan pada klien Tn. M dengan
resiko perilaku kekerasan di ruang Epsilon Rumah Sakit Jiwa Daerah
(RSJD) Provinsi Jambi Tahun 2018.
c. Diperoleh gambaran rencana tindakan keperawatan pada klien Tn. M
dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Epsilon Rumah Sakit Jiwa
Daerah (RSJD) Provinsi Jambi Tahun 2018.
d. Diperoleh gambaran implementasi keperawatan pada klien Tn. M
dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Epsilon Rumah Sakit Jiwa
Daerah (RSJD) Provinsi Jambi Tahun 2018.
e. Diperoleh gambaran evaluasi keperawatan pada klien Tn. M dengan
resiko perilaku kekerasan di ruang Epsilon Rumah Sakit Jiwa Daerah
(RSJD) Provinsi Jambi Tahun 2018.
f. Diperoleh gambaran dokumentasi keperawatan pada klien Tn. M
dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Epsilon Rumah Sakit Jiwa
Daerah (RSJD) Provinsi Jambi Tahun 2018.
4

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dan perbandingan bagi perawat tentang bagaimana cara
penerapan asuhan keperawatan pada klien resiko perilaku kekerasan
secara komprehensif dan sesuai dengan standar.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan refensi baca bagi mahasiswa keperawatan khusunya
tentang pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan masalah resiko
perilaku kekerasan yang sesuai dengan standar.
3. Bagi klien dan Keluarga
Sebagai informasi tambahan bagi pasien dan keluarga tentang perawatan
klien dengan resiko perilaku kekerasan.
4. Bagi Penulis
Sebagai pengalaman nyata dan menambah pengetahuan penulis serta
keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah resiko perilaku kekerasan.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Skizofrenia
1. Definisi
Skizofrenia adalah gangguan mental yang berat. Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia
menimbulkan dampak berat dalam kemampuan individuterhadap berpikir dan
memecahkan masalah, serta kehidupan afek yang mengganggu kehidupan
sosial. Kesemuanya itu mengakibatkan pasien dengan skizofrenia mengalami
fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat
produktivitasnya dan nyaris terputus relasi dengan orang lain (Arief, 2010).
Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu
gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada
persepsi, pikiran afek, dan prilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif
tertentu dapat berkembang dalam perjalanan penyakit ini (Hawari, 2011).
2. Etiologi
Skizofrenia pada seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor
dibawah ini antara lain :
a. Faktor Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang mewarisi
seseorang sangat kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami
skizofrenia. Studi pada keluarga telah menunjukkan bahwa semakin dekat
relasi seseorang dengan pasien skizoprenia, makin besar resikonya untuk
mengalami penyakit tersebut (Arief, 2007.
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak
yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan
bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang
berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas
6

yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa


aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia.
Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine
tampaknya juga memainkan peranan (Durand, 2010).
c. Faktor Psikologis dan Sosial
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam
keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah
schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk
mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan
penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-
anaknya (Durand & Barlow, 2009).
3. Tipe-Tipe
Diagnosis skizofrenia berawal dari Diagnostic and Statitical Manual
of Mental Disorders (DSM). Untuk itu skizofrenia dibagi menjadi beberapa
tipe. Diagnosis skizofrenia ditegakkan berdadarkan gejala yang dominan.
Adapun tipe-tipe skizofrenia adalah sebagai berikut:
a. Tipe Paranoid
Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid
adalah :
1) Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau sering mengalami
halusinasi audiotorik.
2) Tidak ada ciri berikut yang mencolok : bicara kacau, motorik kacau,
atau afek yang tidak sesuai atau datar (Arif, 2010).
b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe disorganized
adalah :
1) Semua kriteria berikut cukup menonjol yaitu : pembicaraan kacau,
tingkah laku kacau, afek datar atau inappropriate.
2) Tidak memenuhi kriteria untk tipe katatonik.
c. Tipe Katatonik
Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid
adalah :
1) Ketidakbergerakan motorik sebagaimana terbukti dengan adanya
catalepsy atau gemetar.
7

2) Aktivitas motor yang berlebihan yang tidak bertujuan dan tidak


dipengaruhi oleh stimulus eksternal.
3) Gerakan-gerakan yang khas tidak terkendali.
4) Menirukan bicara dan prilaku orang lain. (Arif, 2010).
d. Tipe Undifferentiated
Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid
adalah sejenis skizofrenia dimana gejal-gejala memenuhi kriteria tipe A
tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia tipe paranoid,
disorganized, ataupun katatonik.
e. Tipe Residual
Kriteria diagnostik untuk menegakkan skizofrenia tipe paranoid
adalah :
1) Tidak ada yang menonjol dalam hal delusi, halusinasi, pembicaraan
kacau, tingkah laku kacau atau tingkah laku katatonik.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Keliat (2011) tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh klien
dengan skizofrenia adalah sebagai berikut :
a. Gejala Positif
1) Waham : keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kenyataan,
dipertahankan dan disampaikan berulang-ulang.
2) Halusinasi : gangguan penerimaan panca indera tanpa ada stimulus
eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penciuman, dan perabaan).
3) Perubahan arus pikir
a) Arus piker terputus : dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan isi pembicaraan.
b) Inkoheren : berbicara tidak selaras dengan lawan bicara
c) Neologisme : menggunakan kata-kta yang hanya dimengerti oleh
diri sendiri, tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
4) Perubahan perilaku
a) Hiperaktif : perilaku motoric yang berlebihan
b) Agitasi : perilaku yang menunjukkan kegelisahan
c) Iritabilitas : mudah tersinggung.
b. Gejala Negatif
8

1) Sikap masa bodoh (apatis)


2) Pembicaraan terhenti tiba-tiba (blocking)
3) Menarik diri dari pergaulan sosial (isolasi diri)
4) Menurunnya kinerja dan aktivitas sehari-hari.
B. Konsep Resiko Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Prilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering juga disebut dengan gaduh gelisah atau amuk
dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stessor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
Resiko prilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana saat ini tidak
melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan,
dan tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol perilaku
kekerasan tersebut (Keliat, 2006).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan resiko prilaku
kekerasan adalah suatu prilaku yang bertujuan untuk memciderai diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan.
2. Etiologi
Menurut Direja (2013) Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku
Kekerasan pada Pasien Gangguan Jiwa ada dua yaitu faktor prsedisposisi dan
faktor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor psikologis
Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi
prilaku kekerasan.
2) Faktor sosial budaya
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima prilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat
merupakan faktor predisposisi terjadinya prilaku kekerasan.
3) Faktor biologis
9

Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, danya pemberian stimulus


elektris ringan pada hipotalamus (sistem limbik) ternyata menimbulkan
prilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
1) Klien akan mengalami kelemahan fisik, kepetusasaan,
ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, dan merasa terancam.
3) Kesulitan dalam sosial ekonomi.
4) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Dermawan (2013), batasan karakteristik perilaku kekerasan
yang dapat di observasi yaitu :
1) Muka merah dan tegang.
2) Pandangan tajam.
3) Mengatupkan rahang dengan kuat.
4) Suara tinggi menjerit dan berteriak.
5) Mengancan secara verbal dan fisik.
6) Melempar atau memukuli benda atau orang lain.
7) Merusak barang atau benda.
8) Tidak mempunyai kemampuan mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan.
4. Rentang Respon
Menurut Direja (2013) rentang respon pada klien dengan maslah resiko
perilaku kekerasan adalah :
1) Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenanangan.
2) Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternative.
3) Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4) Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
5) Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.
10

Tabel 2.1
Rentang respon marah

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengungkapkan mencapai tidak dapat mengekspresi marah dan
marah tanpa tujuan mengungkapkan kan secara bermusuhan
menyalahkan orang kepuasan saat perasaannya, fisik, tapi yang kuat
lain dan marah dan tidak berdaya dan masih dan hilang
memberikan tidak dapat menyerah. tercontrol, kontrol,
kelegaan. menemukan mendorong disertai
alternatifnya. orang lain amuk,
dengan merusak
ancaman. lingkungan.
(sumber : Yosep, 2010)
5. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahannya.
Menurut Riyadi (Yosep 2010) Perilaku yang berkaitan dengan perilaku
kekerasan antara lain :
1) Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem
saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, mual,
kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
2) Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara terbaik , individu dapat mengekspresikan rasa marahnya
11

tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dengan
perilaku tersebut individu juga dapat mengembangkan diri.
3) Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
4) Perilaku Kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
Klien yang mengalami prilaku kekerasan sukar mengontrol diri dan emosi.
Untuk itu perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar dapat
menerima diri sendiri dan klien dengan baik sehingga dapat melakukan
terapeutik dalam merawat klien.
1. Pengkajian
Menurut Ilyus Yosep (2010), data dasar pengkajian pada klien dengan
Resiko Prilaku Kekerasan ditunjukkan pada semua aspek, yaitu
biopsikososial-kultural dan spiritual.
a. Aspek biologis
Respon biologis timbul karena kegiatan saraf otonom berekasi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat. Takikardi,
muka merah, pupil melebar, dan pengeluaran urin meningkat. Hal ini
disebabkan oleh energi saat marah meningkat.
b. Aspek psikologis
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan, sakit hati, dan cenderung meyalahkan orang lain.
c. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai dengan suara yang keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendir, menjauhkan diri dari orang lain, dan
menolak mengikut aturan.
12

d. Aspek spiritual
Kepercayaan nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal ini bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan moral dan terasa
tidak berdosa.
Sedangkan menurut Direja (2013) data yang perlu dikaji pada klien
dengan Resiko Perilaku Kekerasan adalah :

a) Data Subjektif : Klien mengancam, mengumpat dengan kata-kata


kasr, jengkel, marah, klien menyalahkan dan
menuntut, klien meremehkan
b) Data Objektif : Mata melotot, pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, suara keras.

2. Pohon Masalah
Menurut Direja (2013), keadaan berduka (disfungsional dalam
keluarga) dan regimen terapeutik yang tidak efektif dapat menyebabkan klien
mengalami kekambuhan berulang dapat menyebabkan perilaku kekerasan
yang pernah dialami oleh klien sebelumnya kambuh kembali sehingga klien
beresiko untuk melakukan perilaku kekerasan.
Penyebab lainnya yaitu harga diri rendah yang merupak suatu perilaku
negatif dan perasaan terhadap diri atau kemampuan diri yang negatif, perilaku
ini dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu dan
mengisolasi dirinya (isolasi sosial), sehingga dapat terjadi halusinasi, dampak
lanjut dari kejadian ini adalah klien beresiko mengalami perilaku kekerasan
yaitu klien tidak mampu mengekspresikan marahnya secara tak konstruktif,
klien akan melakukan tindakan yang dapat menciderai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungannya. Pohon masalah resiko perilaku kekerasan dapat dilihat
pada bagan 2.1 berikut ini :
Bagan 2.1
Resiko Perilaku Kekerasan
13

Resiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan
Halusinasi
Regimen Terapeutik
Inefektif Harga Diri Rendah Isolasi Sosial:
Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga Berduka


Tidak Efektif Disfungsional

Sumber : Direja (2013)

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan
klien, baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis dan
interprestasi data hasil pengkajian (Asmadi, 2015).
Menurut Direja (2013) diagnosa keperawatan meliputi :
a. Resiko prilaku kekerasan
b. Prilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, dan lingkungan).
c. Harga diri rendah.
d. Isolasi Sosial : Menarik diri.
e. Berduka disfungsional
4. Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga, dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan
keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami klien. (Asmadi, 2015).
Rencana asuhan keperawatan perilaku kekerasan dalam bentuk strategi
pelaksanaan adalah sebagai berikut ;
SPIP.
1. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
14

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan


3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
6. Membantu klien mempraktikkan secara fisik 1: latihan nafas dalam
7. Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian.

SP2P.

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian


2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 :
pukul kasur dan bantal
3. Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian.

SP3P.

1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian


2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
3. Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian

SP4P.

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
3. Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian.

SP1K.

 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat


klien.
 Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, serta proses terjadinya
perilaku kekerasan.

SP2K.

 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan


perilaku kekerasan.
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
perilaku kekerasan.
15

SP3K.

 Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk


minum obat ( discharge planning ).
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
5. Implementasi
Implementasi proses keperawatan terdiri dari rangkaian aktivitas
keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan
dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas
intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai perkembangan klien
terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. (Dinarti, 2009).
6. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisis, perencanaan, dan implementasi dengan menggunakan Subjek (S)
Objek (O) Analisa (A) Perencanaan (P) (Nursalam, 2008).
16

BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. IdentitasKlien
Nama : Tn. M ( L )
Umur : 29 Tahun
No. CM : 055777
Tanggal Masuk : 03 Mei 2018
2. AlasanMasuk / Faktor presipitasi
Klien dibawa ke RSJ karena 2 minggu sebelum masuk rumah sakit di
rumah klien mengamuk dan ingin membunuh kakak kandungnya, klien juga
mengamuk kepada orang lain dan mudah tersinggung, klien juga susah tidur.
3. Faktor Predisposisi
Klien pernah dirawat di RSJ kurang lebih 5 kali sebelumnya.tidak
melakukan kontrol secara rutin di puskesmas terdekat, tidak minum obat
dengan alasan sudah sembuh. Dari keterangan ayah klien diketahui bahwa
klien tidak pernah mengalami aniaya fisik oleh keluarganya di rumah.Klien
hanya pernah mengancam untuk membunuh keluarganya, klien selalu curiga
terhadap orang disekitarnya.
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti klien.Pertama
kali gejala yang dialami klien muncul pada saat klien duduk dibangku sekolah
kelas 3 SMP, klien sering marah – marah dan mudah tersingggung,keluarga
mengangggap gejala timbul karena klien memasuki masa puber tetapi gejala
lama kelamaan semakin meresahkan orang disekitarnya, akhirnya klien dibawa
berobat ke psikolog didaerah tempat tinggal klien, gejala hilang hanya
sementara dan akhirnya orang tua klien membawa klienke RSJ untuk dilakukan
perawatan.
17

MasalahKeperawatan :Resiko Perilaku Kekerasan


4. Pemeriksaan Fisik
Rambut cepak dan bersih dan tidak berketombe, mulut dan gigi bersih,
badan tidak bau, kuku pendek dan bersih.TD : 120/80 mmHg, Nadi; 84 x/
menit, Suhu : 36 0 C, dan RR : 22 x/ menit. TinggiBadan ; 173 cm, dan BB : 65
kg
Masalah Keperawatan :Tidak Ada Masalah
5. Psikososial
Hasil pengkajian psikososial genogram dapat dilihat pada bagan 3.1
Bagan 3.1
Genogram Tn. M dengan Masalah Resiko Prilaku Kekerasan di
Ruang Epsilon RSJD Jambi

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: : TinggalSatuRumah

: Pasien

: Laki- Laki Meninggal

Dari genogram diatas diketahui bahwaTn. M merupakan anak kedua


dari dua bersaudara, klien masih tinggal bersama kedua orang tuanya
a. Konsep Diri
1. Citra Tubuh
18

Dari pengkajian didapatkan data, klien mengatakan menyenangi


semua bagian tubuhnya, tidak ada kecacatan.

2. Identitas
Klien menyadari bahwa dirinya seorang laki-laki.
3. Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan berkumpul lagi
bersama keluarganya
4. Harga Diri
klien mengatakan tidak ada yang percaya lagi dengan dirinya
karena diriny sering mengamuk, klien juga mengatakan malu
dengan keadaan dirinya sekarang ini.
Masalah Keperawatan :Harga Diri Rendah
b. Hubungan Sosial
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah kedua orang tuanya
tapi jarang untuk melakukan komunikasi.Klien mengatakan malu mengikuti
acara social karena takut dihina oleh orang lain, sehingga klien jarang
mengikuti kegiatan sosial, klien mudah tersinggung dan cepat marah adalah
salah satu hambatan klien dalam berhubungan social dengan orang lain.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
c. Spritual
Klien mengatakan bahwa beragama Islam dan percaya kepada Allah
SWT dengan selalu berzikir, tetapi selama di rumah sakit klien tidak pernah
melakukan sholat.
6. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan rapi dan menggunakan baju yang sesuai (tidak terbalik) rambut
potong pendek tidak ada ketombe, gigi bersih, kuku pendek dan bersih.
Masalah Keperawatan :Tidak Ada Masalah
b. Pembicaraan
Nada bicara keras, meledak-ledak, singkat, danmarah-marah.
Masalah Keperawatan :Komunikasi Verbal, Resiko Perilaku Kekerasan
c. Aktivitas Motorik
19

Klien ditempatkan pada ruangan yang sama dengan klien lainnya, klien
tampak tidak bersemangat, dan sering tidur, terkadang klien marah – marah
terhadap teman satu kamarnya ,mata melotot.
Masalah Keperawatan :Perilaku Kekerasan
d. Alam perasaan
Klien tampak sedikit sedih pada saat diajak bercerita tentang keluarganya
e. Afek emosi
Afek emosi klien tidak stabil, klien sering marah-marah,apabila tersinggung
dengan teman yang ada diruangan epsilon.
MasalahKeperawatan :ResikoPerilakuKekerasan
f. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif, kontak mata kurang karena klien lebih banyak menunduk
saat di wawancara,bahasa verbal kasar dan terkesan acuh.
Masalah Keperawatan :Resiko Perilaku Kekerasan
g. Persepsi
Klien mengatakan sering mendengar suara bisikan makhluk halus (ghaib)
yang menyuruhnya untuk melakukan balas dendam kepada kerabatnya
dengan cara melukai kerabatnya, klien sering menyendiri dan mendengar
kesuatu arah.
Masalah Keperawatan :Halusinasi pendengaran, Resiko Perilaku
Kekerasan.
h. Isi pikir
Klien tampak curiga dengan orang lain
i. Proses pikir
Pembicaraan klien lancar, dapat dipahami, dan jawaban kadang-kadang
sesuai dengan pertanyaan perawat dan kadang-kadang melenceng dari tema
pembicaraan, pada saat berbicara terkadang klien berhenti sejenak dan
kemudian berbicara kembali.
j. Tingkat kesadaran
Klien tampak kebingungan.
k. Memori
Klien mampu mengingat siapa yang mengantarkannya ke RSJ yaitu kedua
orang tuanya, dan pada saat ditanya apa kegiatan yang barusan dilakukan
klien menjawab dengan benar.
20

l. Tingkat kosentrasi dalam berhitung


Klien mampu berhitung sederhana seperti penambahan dan pengurangan.
m. Kemampuan penilaian
Klien menganggap semua orang itu tidak bisa dipercaya kecuali kedua
orang tuanya.
n. Klien merasa bahwa dirinya sudah sembuh dan tidak perlu untuk minum
obat.
2. KEBUTUHAN PERENCANAAN PULANG
a. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Klien belum mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari dikarenakan
masih tinggal dengan orang tuanya
b. Kegiatan hidup sehari-hari

1.Perawatan diri

Klien mampu merawat diri dengan mandi, makan kebersihan diri,


BAB/BAK dang anti baju secara mandiri
Masalah keperawatan :tidak ada masalah
 Nutrisi
Klien mengatakan puas dengan pola makan dirumah sakit jiwa, klien makan
3 kali sehari dan diberi snack 2 kali sehari.
Masalah keperawatan :tidak ada masalah

2.Tidur

Klien mengatakan tidak ada masalah tidur, merasa segar ketika bangun tidur
dan juga memiliki kebiasaan tidur siang. Klien mengatakan setelah minum
obat biasanya langsung mengantuk dan klien tidur kira-kira 7-8 jam. Klien
tidak memiliki gangguan tidur.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
3. Penggunaan obat
Dalam mengkonsumsi obat klien bisa meminum sendiri, tetapi jadwalnya
masih dibantu dengan perawat pelaksana.
c. Pemeliharaan kesehatan
Klien tidak bisa melakukan pemeliharaan, diketahui dari bahwa klien tidak
mau minum obat secara teratur
21

d. Aktivitas di dalam rumah


Klien tidak pernah diikut sertakan dalam kegiatan didalam rumah baik
dalam mempersiapkan makanan, menjaga kerapian rumah serta mencuci
pakaian.

e. Aktivitas diluar rumah


Klien mengatakan pada saat dirumah klien tidak pernah dilibatkan dalam
kegiatan aktivitas diluar rumah seperti, belanja dan lain-lain.
3. Mekanisme Koping
Klien sedikit susah untuk berkomunikasi dengan orang lain,karena klien
sering marah-maraha dan selalu curiga dengan orang lain.
4. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
Klien merasa tidak ada yang percaya dan peduli terhadapnya, itulah yang
menyebabkan klien tidak mau bergaul atau bermasyarakat dengan orang
sekitarnya, klien mengatakan tidak ada masalah dengan keuangan, karena
apa yang dimintanya selalu dituruti oleh kedua orang tuanya.

5. Aspek Medis
 Diagnosa medis : Skizofrenia
 Terapi medis : - Trihexypenid 2x1
- Chlorpromazine 1x1
- Haloperidol 2x2
6. ANALISA DATA
Table 3.1
Analisa Data Pasien Tn. M dengan RPK di Ruang Epsilon RSJ Provinsi
Jambi tahun 2018

No DATA MASALAH
1 DS : Resiko tinggi
- Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena prilaku
dirumah klien mengamuk kekerasan
22

- Klien mengatakan ingin membunuh kakak


kandungnya
- Klien juga mengatakan bahwa tidak ada yang
percaya pada dirinya
DO :
- Klien tampak marah-marah, suka mondar-
mandir.
- Mata melotot, bahasa verbal kasar dan terkesan
acuh
- Klien mudah tersinggung

2 DS : Gangguan
- Klien mengatakan sering mendengar suara Persepsi
bisikan makhluk halus (ghaib) yang sensori :
menyuruhnya untuk melakukan balas dendam halusinasi
kepada kerabatnya dengan cara melukai pendengaran
kerabatnya
- Klien mengatakan sering mendengar suara-
suara itu apabila sendirian
DO :
- Sering menyendiri
- Sering memandang kesatu arah
- Klien tampak menggerakkan bibir tetapi tidak
ada suara
3 DS:
- Klien mengatakan tidak berg
una karena tidak ada yang percaya
padanya, dari saat itulah klien mulai cepat
Gangguan
marah dan suka mengamuk.
konsep diri :
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan
harga diri rendah
pulang karena setelah sembuh klien kembali
ingin berkumpul bersama keluarganya
- Klien mengatakan tidak pernah diikut
sertakan dalam pengambilan keputusan
23

dalam keluarga
DO :
- Kontak mata kurang dan melotot
- Klien sering menyendiri
- Lebih banyak menghabiskan waktu di kamar

7. Pohon Masalah
Bagan 3.2
Pohon Masalah pada Tn. M dengan RPK di ruang Epsilon di RSJD
Provinsi Jambi tahun 2018

Perilaku Kekerasan
Akibat

Masalah Utama Resiko Perilaku


Kekerasan

Halusinasi Isolasi Sosial


Penyebab

Harga Diri Rendah


8. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data diatas diagnosa keperawatan pada klienTn. M
dengan Resiko Prilaku Kekerasan adalah sebabagai berikut :
1. Perilaku kekerasan : Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan persepsi sensori :halusinasi Pendengaran
3. Gangguan konsep diri :harga diri rendah.
24

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada Bab IV ini penulis akan membahas laporan kasus yang penulis dengan
cara membandingkan antara tinjauan teoritis dengan masalah yang dihadapi dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan masalah resiko perilaku
kekerasan.
A. Pengkajian
Menurut Ilyus Yosep (2009), data dasar pengkajian pada klien dengan Resiko
Perilaku Kekerasan ditunjukkan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural
dan spiritual. Pada aspek biologis tekanan darah meningkat, takikardi, muka
merah, pupil melebar, dan pengeluaran urin meningkat. Hal ini disebabkan oleh
energi saat marah meningkat. Sedangkan aspek psikologis Ditemukan data
merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin
memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, dan cenderung
meyalahkan orang lain.Aspek sosial ditemukan data klien seringkali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai dengan suara yang keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, dan menolak mengikut aturan.
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan penulis terhadap Tn. M
dengan masalah resiko perilaku kekerasan di dapatkan data fokus yaitu klien
mengamuk, marah-marah, berkata kasar, mengancam orang lain, tegang, dan
sering mondar-mandir, mata melotot dan sering membentak. Pengalaman masa
lalu dimana keluarga dan orang sekitar tidak percaya pada dirinya, sejak saat itu
klien menjadi pemarah dan mudah tersinggung.
Berdasarkan analisis penulis data pengkajian Tn. M relative sama seperti
yang dikemukan oleh Yosep (2009), yaitu adanya factor predisposisi yang
meliputi factor biologis, psikologis, dan sosiokulutural. Faktor presipitasi yang
25

muncul yaitu ekspresi diri yang muncul yaitu klien merasa marah dengan
keluarganya yang tidak pernah mempercayainya , kesulitan dalam
mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga, serta tidak membiasakan dialog
dalam memecahkan masalah.Sedangkan dari factor presipitasi berdasarkan
pengkajian menurut (Kelliat, 2006) yang tidak muncul yaitu perilaku antisosial
yang meliputi penyalahgunaan obat dan alkohol sehingga tidak mampu
mengontrol emosinya saat menghadapi frustasi, kehilangan anggota keluarga
yang terpenting, kehilangan pekerjaan dan perubahan tahap perkembangan
keluarga.
1. Analisa Data
Berdasarkan analisa data, data yang mungkin muncul menurut
(Kelliat, 2006) adalah perilaku kekerasan, resiko perilaku kekerasan,
gangguan persepsi sensori :halusinasi pendengaran dan harga diri rendah.
Masalah yang ditemukan pada pasien adalah resiko perilaku kekerasan.Data
ini didukung dengan dengan data objektif klien yaitu sering mondar-mandir,
klien juga mengalami halusinasi pendengaran yaitu klien pernah mendengar
suara-suara yang menyuruhnya untuk melakukan balas dendam.
Adapun data yang menunjang dalam masalah harga diri rendah yaitu
klien mengatakan malu mengikuti acara sosial karena takut dihina oleh
orang lain karena marah-marah, kontak mata kurang dan melotot, klien
sering menyendiri dan lebih banyak menghabiskan waktu di kamar, klien
juga mengatakan bahwa tidak ada yang percaya pada dirinya.
2. Pohon Masalah
Menurut Direja (2011) pohon masalah pada pasien dengan perilaku
kekerasan dapat disebabkan oleh harga diri yang rendah yang menyebabkan
klien mengalami isolasi social kemudian akan mengarah pada halusinasi
akibat dari itu klien beresiko mengalami RPK yang dapat menciderai
dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.
Pohon masalah pada kasus Tn. M relatif sama dengan dengan teori
dimana klien mangalami harga diri rendah karena masalah klien merasa
tidak dihargai dan mengisolasi dirinya dalam pergaulan, sehingga
mengalami halusinasi pendengaran yang menyuruhnya untuk membalas dan
pada kerabatnya.
26

Faktor penghambat yang penulis alami dalam melakukan pengkajian


adalah penerimaan klien yang buruk sehingga pengkajian yang dilakukan
harus diulang beberapa kali, yang kedua yaitu penulis tidak bisa lama
berbincang dengan keluarga klien sehingga penulis tidak bisa berdiskusi
dengan keluarga sebagai pendukung untuk melakukan pengkajian terhadap
klien sehingga pengkajian yang dilakukan tidak maksimal.Menurut penulis
dalam melakukan pengkajian keluarga harus di ikut sertakan supaya data
yang didapat dalam mengkaji lebih akurat.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Direja (2011) diagnosa keperawatan secara teoritis yang mungkin
muncul pada kasus RPK adalah resiko perilaku kekerasan, harga diri
rendah, isolasi social.
Adapun diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada kasus Tn. M
adalah resiko perilaku kekerasan, gangguan persepsi sensori :halusinasi
pendengaran, dan harga diri rendah. Menurut analisa penulis diagnosa secara
teoritis dan kasus pada klien Tn. M relative sama yaitu resiko perilaku
kekerasan, hargadiri rendah. Satu diagnosa keperawatan yang tidak sama dengan
teori adalah gangguan persepsi sensori :halusianasi pendengaran, diagnosa ini
ditemukan karena pada saat pengakjian klien mengatakan ada suara yang
menyuruhnya untuk balas dendam pada kerabatnya, dan prilaku pasien
menunjukkan mengalami halusinasi pendengaran.
Faktor penghambat yang penulis alami dalam melakukan diagnosa
adalah penerimaan klien yang buruk sehingga penulis mengalami kesulitan
untuk merumuskan diagnosa.Menurut penulis perawat harus mampu melakukan
komunikasi yang baik sehingga data yang terkumpul akan lebih banyak dan bisa
menunjang merumuskan diagnosa keperawatan.

C. Intervensi
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga,
dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami klien. (Asmadi, 2015).
Menurut Ade Herman Surya Direja (2011) rencana asuhan keperawatan secara
teoritis pada klien yang mengalami Resiko Perilaku Kesehatan adalah
melakukan SP 1 s/d SP 5 yaitu mengenal RPK, melatih latihan fisik 1 tarik nafas
27

dalam, dan latihan fisik 2 memukul bantal dan kasur, dan latihan verbal
(meminta dan menolak dengan baik), dan latihan spritual (berwudhuk dan
sholat) dan latiha nminum obat dengan metode 5 benar.
Faktor penghambat penulis dalam membuat intervensi keperawatan adalah
daya tarik diri klien yang masih belum baik, dimana klien selalu menganggap
dirinya tidak sakit serta perilaku pasien yang kadang-kadang agresif sehingga
sulit untuk membina hubungan dan komunikasi terapeutik.
D. Implementasi
Penulis melakukan tindakan keperawatan selama hari perawatan yaitu 4
dari tanggal 04 s/d 07 Juni 2018 .Penulis melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah penulis susun berdasarkan
prioritas masalah.Pada tahap ini penulis melakukan semua SP yang ditetapkan
pada klien Tn. M yaitu SP 1 (Membina hubungan saling percaya, dan
mengidentifikasi penyebab, akibat dari PK, melatih klien tarik nafas dalam yaitu
metode relaksasi dengan cara menarik nafas dari hidung kemudian
mengeluarkannya dari mulut), SP 2 (melatih klien untuk latihan fisik 2 yaitu
memukul bantal dan kasur untuk menyalurkan kemarahannya), SP 3 (melatih
klien latihan verbal, meminta dan menolak dengan baik), SP 4 (melatih klien
dengan latihan spiritual yaitu klien mampu berdzikir dan SP 5 (melatih klien
untuk minum obat dengan 5 benar yaitu benar obat, dosis, tempat, cara, dan
waktu pemberian obat)
Faktor penghambat yang penulis alami adalah penerimaan secara kognitif
yang lambat sehingga satu tindakan harus di ulang beberapa kali, penulis tidak
bias bertemu dengan keluarga klien sehingga penulis tidak bisa berdiskusi
dengan keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi masalah yang dialami
klien.
E. Evaluasi
Adapun hasil evaluasi keperawatan pada klien Tn. M dengan resiko
perilaku kekerasan adalah masalah teratasi sebagian pada hari keempat
pemberian asuhan keperawatan tanggal 07 Juni 2018.
28

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah penulis membahas secara keseluruhan dari uraian mengenai
“Asuhan Keperawatan pada klien Tn. M dengan Resiko Perilaku Kekerasan di
Ruang Epsilon di RSJD provinsi Jambi ”, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :

1. Data pengkajian yang ditemukan pada klien mengamuk, berkata kasar,


mengancam orang lain, tegang, dan sering mondar-mandir, mata melotot dan
cendrung menyendiri.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah resiko perilaku kekerasan,
halusinasi pendengaran, dan harga diri rendah
3. Intervensi pada klien Tn. M penulis sesuaikan dengan intervensi melalui
pendekatan strategi pelaksanaan (SP 1 s/d SP 4).
4. Implementasi keperawatan pada klien Tn. M dengan RPK adalah
memberitahu klien tentang RPK, melatih latihan fisik (1 tarik nafas dalam
dan memukul kasur dan bantal ), melatih klien cara minum obat dengan
benar, melatih cara mengontrol PK dengan melatih cara sosial/verbal, dan
melatih mengontrol PK dengan cara spiritual.
5. Evaluasi keperawatan pada klien Tn. M dengan RPK adalah masalah teratasi
karena klien pulang rekomendasi dari dokter.
B. SARAN
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Agar laporan kasus ini dapat menjadi masukan dan perbandingan dalam
merawat klien dengan RPK secara komprehensif dan sesuai dengan standar.
29

2. Bagi Institusi Pendidikan


Dalam memberikan materi pendidikan dan praktek keperawatan
diharapakan lebih ditingkatkan lagi, sehingga tercapai pendidikan
keperawatan yang lebih baik dan menambah referensi di perpustakaan.

3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa yang bertugas melaksanakan asuhan keparawatan yang dilakukan
pada pasien hendaknya menerapkan ilmu yang telah diperoleh seoptimal
mungkin. Dan menjalankan asuhan keperawatan yang komperehensif serta
mencerminkan etika sebagai profesional untuk pengembangan ilmu
keperawatan di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai